Makalah Thalasemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Thalasemia



Abstract Thalassemia is a hereditary inherited syndrome and belongs to the hemoglobinopathy group, an abnormality caused by a hemoglobin synthetic disorder resulting from mutations in or near the globin gene. Thalassemia is divided into thalassemia major alpha and alpha minor, thalassemia beta major and beta minor. Symptoms that can be caused in the form of pale patients, fatigue, lethargy, and swelling of organs. To determine the diagnosis of thalassemia requires anamnesis and complete physical examination and also investigations that can support the examination. The management given to thalassemia depends on the type of thalassemia the patient has. In thalassemia major is usually performed blood transfusion and received kalasi therapy to bind iron in the body due to recurrent blood transfusions. Thalassemia minor usually does not require therapy, but sometimes blood transfusion is caused by physiological anemia. Keywords: thalassemia, anemia, pale, tired easily. Abstrak Thalasemia adalah sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Thalasemia terbagi menjadi thalasemia alfa mayor dan alfa minor, thalasemia beta mayor dan beta minor. Gejala yang dapat ditimbulkan berupa pasien tampak pucat, mudah lelah, lesu, dan pembengkakkan organ. Untuk menentukan diagnosa thalasemia diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan juga pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung pemeriksaan. Penatalaksaan yang diberikan pada thalasemia tergantung pada tipe thalasemia yang diderita pasien. Pada thalasemia mayor biasanya dilakukan transfusi darah dan mendapat terapi kalasi untuk mengikat zat besi dalam tubuh akibat transfusi darah berulang. Thalasemia minor biasanya tidak memerlukan terapi, tetapi terkadang dilakukan transfusi darah karena anemia fisiologi. Kata kunci: thalasemia, anemia, pucat, mudah lelah. Pendahuluan Thalasemia merupakan penyakit yang diwariskan dari orangtua yang bersifat dominan maupun karier. Thalasemi disebabkan oleh berkurangnya atau sama sekali tidak adanya sintesis rantai globin α atau rantai globin β. Untuk menentukan tipe pada thalasemia ini diperlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosa. Yang perlu diperhatikan pada 1



pasien thalasemia adalah efek samping yang ditimbulkan karena transfusi darah berulang dan faktor risiko yang dapat menyebabkan memiliki anak dengan thalasemia. Skenario Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan utama pucat sejak 3 bulan lalu. Keluhan disertai mudah lelah dan lesu. Rumusan Masalah Anak laki-laki berusia 6 tahun dengan keluhan pucat sejak 3 bulan lalu disertai mudah lelah dan lesu. Anamnesis1 Pada kasus ini sesuai dengan skenario, pasien masih berusia 6 tahun maka dilakukan alloanamnesis kepada orang tua pasien, pengasuh, ataupun orang yang selalu mendampingi pasien tersebut. Yang perlu ditanyakan berupa: -



Gejala apa yang dirasakan pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, atau tanpa gejala.



-



Apakah gejala yang muncul secara tiba-tiba atau bertahap?



-



Adakah gangguan pertumbuhan yang dialami oleh pasien?



-



Ditanyakan mengenai riwayat penyakit keluarga.



Hasil anamnesis -



Pucat sejak 3 bulan lalu



-



Disertai mudah lelah dan lesu



PemeriksaanFisik1 -



Apakah pasien sakit ringan atau sedang? Apakah pasien sesak napas atau syok?



-



Adakah tanda-tanda anemi? Lihat adakah konjungtiva anemis atau telapak tangan pucat.



-



Adakah tanda-tanda ikterus?



-



Adakah memar atau petekie? 2



-



Adakah tanda-tanda leukosit abnormal atau tanda-tanda infeksi?



-



Adakah tanda-tanda keganasan? Adakah penurunan berat badan, masa, limfadenopati?



-



Adakah organomegali atau masa abdomen?



Hasil pemeriksaan fisik: TTV: - tensi 80/50 mmHg - nadi 110x/menit Konjungtiva: anemis Sklera: ikterik Palpasi: splenomegali Pemeriksaan Penunjang2 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa talasemi yaitu: -



Riwayat keluarga dan klinis



-



Hb, MCV, MCH, MCHC, hitung eritrosit, apus darah



-



Tes solubilitas untuk HbS



-



Elektroforesis Hb: kadar HbS dan HbA2



Orang tua dan saudara kandung juga perlu diperiksa untuk memastikan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan sintesis rantai globin dan/atau pemeriksaan DNA bila diagnosis tidak jelas.



Hasil pemeriksaan: -



Hb: 6 g/dL



-



Ht: 19%



-



Leukosit dan trombosit: normal



-



Ferritin: meningkat 3



-



Apusan darah tepi: eritrosit mikrositik hipokrom, sel target



-



MCV: rendah



-



MCHC: rendah



-



RDW: meningkat, anisositosis



Working Diagnosis Working diagnosis pada kasus ini adalah thalasemia. Thalasemia adalah sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.3 Differential Diagnosis Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai dengan anemia hipokrom mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukkan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi evolusi organ penyerap besi dalam usus, maka sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani. Namun kemudian pola makanan berubah, dimana sebagian besar besi berasal dari sumber nabati sedangkan perangkat absorbsi besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi. Gejala umum pada anemia defisiensi besi terbagi menjadi 3. Gejala umum anemia: badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Gejala khas defisiensi besi: koilonychias (kuku sendok: kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung), atrofi papil lidah (permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang), stomatitis angularis atau cheilosis (adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai 4



bercak berwarna pucat keputihan), disfagia (nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring), atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Gejala penyakit dasar dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi, seperti contoh: anemia akibat penyakit cacing tambang, anemia karena perdarahan kronis akibat Ca colon.4,5 Hemoglobinopati Hemoglobinopati adalah kelompok kelainan resesif autosomal yang luas pada sintesis hemoglobin yang diantaranya termasuk anemia sel sabit (sintesis rantai β abnormal) dan talasemia (defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai α atau β). Keduanya membentuk kelompok kelainan gen-tunggal yang paling banyak ditemukan di dunia. Mutasi gen globin dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni: -



perubahan struktur rangkaian asam amino rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati structural



- Perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksirantai globin tertentu, disebut talasemia.3,6 Infeksi Kronis Infeksi kronis yang dapat menimbulkan gejala pucat, mudah lelah, dan lesu, yakni: -



Tuberkulosis Tuberkulosis dapat menyebabkan bermacam-macam kelainan laboratorium seperti anemia, peningkatan sedimentasi eritrosit, penurunan jumlah serum albumin, hiponatremia, gangguan fungsi hepar, leukositosis, dan hipokalsemia. Anemia adalah kompliasi tersering dari penderita TB. Terdapat berbagai macam pathogenesis yang menjelaskan hubungan TB dengan anemia. Akan tetapi, banyak penelitian memperlihatkan penyebab anemia pada TB yaitu dikarenakan penekanan eritropoesis oleh mediator inflamasi yaitu IL-6, IFN-γ, IL1β, TNF-α.7



-



Osteomielitis Osteomielitis dapat menimbulkan gejala anemia dikarenakan efek inhibitor dari inteleukin 1 pada eritropoeisis dan defisiensi eritropoetin. Sering terjadi komplikasi dafisiensi besi dan bias menjelaskan bila ada penurunan kadar hemoglobin.8 5



Manifestasi Klinis Gejala klinis yang tampak pada pasien thalassemia dapat berupa: -



pucat akibat turunnya kadar hemoglobin



-



anak akan tampak kuning atau ikterus akibat hemolysis yang berat



-



dapat disertai tanda gangguan fungsi jantung



-



ditemukan organomegali



Hal lain yang perlu diperhatikan adalah riwayat keluarga yang memiliki penyakit thalasemi. Karena penyakit thalassemia ini merupakan penyekit genetic atau bawaan yang diturunkan berdasarkan hukum Mendel, maka jika dua pembawa sifat/thalasemia minor menikah, maka mereka berpeluang mempunyai 25% anak yang sehat, 50% anak sebagai pembawa sifat dan 25% anak sebagai thalassemia mayor.9 Etiologi Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin a atau b, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan defisiensi produksi sebagaian (parsial) atau menyeluruh (komplit) rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi thalassemia yang jenisnya sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksiny, seperti: -



Thalasemia-α, terjadi akibat berkurangnnya (defisiensi parsial) (thalassemia-α+) atau tidak diproduksi sama sekali (defisiensi total) (thalassemia-α0) produksi rantai globin-α



-



Thalasemia-β, terjadi akibat berkurangnya rantai globin-β (thalassemia-β+) atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin-β(thalassemia-β0)



-



Thalasemia-δβ, terjadi akibat berkurangnya atau tidak diproduksinya kedua rantai-δ dan rantai-β. Hal yang sama terjadi pada thalasemia-γδβ, dan thalasemia-αβ



-



Heterozigot ganda thalasemia α atau β dengan varian hemoglobin thalasemik: contohnya, thalasemia-β/HbE: diwarisi dari salah satu orang tua yang pembawa thalasemia β, dan yang lainnya adalah pembawa sifat HbE.3



Epidemiologi



6



Sebaran thalasemia terentang lebar dari Eropa Selatan-Mediterania, Timur Tengah, dan Afrika sampai dengan Asian Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara -



Thalasemia-β: populasi Mediterania, Timur Tengah, India, Oakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina Jarang di: Afrika, kecuali Liberia, dan di beberapa bagian Afrika Utara Sporadik: pada semua ras



- Thalasemia-α: Terentang dari Afrika ke Mediterania, Timur Tengah, Asia Timur dan Tenggara.3 Patofisiologi3 Pada thalasemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada thalasemia-β0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebih (α4). Sedangkan pada thalasemia-α0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebih (β4). Patofisiologi Thalasemia-β Pada thalasemia-β, dimana terdapat penurunan produksi rantai β, terjadiproduksi berlebihan pada rantai α. Produksi rantai globin γ, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi rantai globin α2γ2 (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompensasi difisiensi α2β2 (HbA). Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin γ tidak pernah dapat mencukupi untuk mengikat rantai α yang berlebih. Rantai α yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada patogenesis thalasemia-β. Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya, akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan prekursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif), timbul anemia. Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) profiferasi eritroidyang terus menerus (intens) dalam sumsum tulang 7



yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudia akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi (exacerbated) dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegaly. Pada limpa yang membesar makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh system fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri dengan kematian, bila besi ini tidak segera dikeluarkan.



Patofisiologi Thalasemia-α Patofisiologi thalasemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalasemia-β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-α. Hilangnya gen globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan thalasemia 2a-α homozigot (-α/-α) atau thalasemia-1a-α heterozigot (αα/- -) memberi fenotip seperti thalaseia-β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan thalasemia-α0 homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart`s hydrops syndrome. 8



Kelainan dasar thalasemia-α sama dengan thalasemia-β, yakni ketidak seimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis thalasemia ini. 



Pertama, karena rantai-α dimiliki bersamaan oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak seperti pada thalasemia-β), maka thalasemia-α bermanifestasi pada masa fetus.







KeduaKedua sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globinγ dan –β yang disebabkan oleh defek produksi rantai globin-α sangat berbeda dibandingkan dengan akibat produksi berlebihan rantai-α pada thalasemia-β. Bila kelebihan rantai-α tersebut menyebabkan presipitasi pada prekursel eritrosit, maka thalasemia-α menimbulkan tetramer yang larut (soluble), yakni γ4, Hb Bart`s dan β4.



9



Penatalaksanaan Meski penyakit thalasemia masih belum dapat ditemukan obatnya, namun penatalaksanaan yang tepat dapat membuat penderitanya menjalani hidup yang lebih berkualitas. Thalasemia minor tidak membutuhkan pengobatan khusus sedangkan thalasemia mayor dengan gejala utama pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, yang apabila tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi hitam. Penanganan thalasemia bervariasi seusai jenis thalasemia yang diderita pasien. Pada pasien thalasemia beta minor, pada umumnya tidak membutuhkan terapi khusus. Kadang-kadang diperlukan transfuse darah pada saat pasien tersebut dalam keadaan anemia fisiologi yang berat saat hamil, menyusui dan menstruasi. Pada thalasemia beta mayor, pengobatan yang paling optimal adalah transfusi darah seumur hidup mempertahankan Hb selalu sama atau 12 g/dl dan mengatasi akibat samping transfuse darah. Efek Samping Transfusi Efek samping transfusi darah adalah kelebihan zat besi dan terkena penyakit yang ditularkan melalui darah yang ditransfusikan. Pada penderita yang sudah sering mendapatkan transfusi darah, kelebihan zat besi ini akan ditumpuk di jaringa-jaringan tubuh seperti hati, jantung, paru, otak, kulitm dan lain-lainnya. Penumpukkan zat besi ini akan mengganggu funsi organ tubuh tersebut dan bahkan dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan fungsi jantung atau hati. Pemberian obat kelasi besi atai pengikat zat besi secara teratur dan terus-menerus akan mengatasi kelebihan zat besi. Pengendalian Faktor risiko Thalasemia Thalasemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetic yang mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis atau lebih rantai globin. Pengendalian faktor risiko dapat dimulai dari seseorang yang memiliki thalasemia trait/bawaan, pembawa thalasemia yang sehat. Maka untuk mencegah terjadinya keturunan yang menderita thalasemia, hindarilah perkawinan sesama pembawa sifat thalasemia. Berikut adalah kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi -



jika terjadi tali perkawinan: jika pasangan anda memiliki darah normal, maka tidak mungkin anak-anak anda akan menderita thalasemia mayor. 10



- Jika anda dan pasangan memiliki thalasemia trait/bawaan, maka dalam setiap kehamilan terdapat kemungkinan satu dibanding empat, bahwa anak anda akan menderita thalasemia mayor.10 Prognosis 



Thalasemia berat dapat menyebabkan kematian dini (antara usia 20-30) karena gagal jantung. Mendapatkan transfusi darah dan melakukan terapi mengjilangkan zat besi dalam tubuh secara teratur dapat membantu meningkatkan hasil pengobatan.







Bantuk thalasemia yang tidak parah seringkali tidak menimbulkan bahaya.11



Kesimpulan Thalasemia merupakan suatu kondisi dimana pasien mengalami penurunan atau sama sekali tidak ada rantai globin α atau β. Penyakit ini merupakan penyakit turunan yang didapat dari orang tua yang sifatnya dominan maupun pembawa. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada skenario ini anak laki-laki 6 tahun mengalami thalasemia, dengan diagnosa banding anemia defisiensi besi, hemoglobinopati, dan infeksi kronis. Terapi yang dapat dilakukan pada skenario ini dengan transfusi darah untuk meningkatkan Hb pasien.



Daftar Pustaka 1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga: Jakarta; 2007.h 85. 2. Insley J. Vade-Mecum Pediatri. EGC: Jakarta; 2005. h 48 3. Atmakusuma D & Setyaningsih I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed VI. Internal Publishing: Jakarta; 2014. h 2623-30. 4. Bakta IM, Suega K, dan Dharmayuda TG. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed VI. InternalPublishing: Jakarta; 2014. h 2589-98. 5. Cogswell M. Guide To Anemia 2nd ed. Cumberland House: USA; 2009. p 60-72. 6. Rubenstein D, Wayne D, dan Bradley J. Kedokteran Klinis ed VI. Erlangga: Jakarta; 2005. h 360-1.



11



7. Nasution SD. Malnutrisi dan Anemia pada Penderita Tuberkulosis Paru. Majority 2015; 4(8). h 29-35. 8. Davey P. At a Glance Medicine. Erlangga: Jakarta; 2005. h 78-9. 9. Wahidiyat



PA.



Mengenal



Thalasemia.



2016.



Diakses



dari



http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mengenal-thalasemia (28/04/2018). 10. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menulat & Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Penatalaksanaan Thalasemia. Kementrian Kesehatan



Republik



Indonesia:



2017.



Diakses



dari



http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/penatalaksanaan-thalasemia. (29/04/2018). 11. Gersten T. Thalassemia. Medline Plus: U.S. National Library of Medicine; 2016. Diakses dari https://medlineplus.gov/ency/article/000587.htm. (29/08/2018)



12