Makalah Tokoh-Tokoh Pembaharu Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TOKOH-TOKOH PEMBAHARU ISLAM Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam



Disusun oleh: KELOMPOK 1 1. ANGI ANGGRAENI J. 2. AYU ALFIANTI 3. MUTHIA ANISA 4. NIKEN AYU SAPUTRI 5. PINA YULPIANA 6. SU’UDIAH Kelas: XI.IPA.3



SMA NEGERI 1 CIPANAS Jl. Raya Muncang – Gajrug No. 44, Lebak - Banten



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar belakang Setelah islam mengalami kekalahan dalam perang salib, banyak yang terjadi kemunduran pada umat islam. Perubahan besar pun terjadi pada Barat dari segala aspek, mulai dari ilmu pengetahuan hingga sistem kemiliteran. Barat dan islam menjadi dua sisi yang berlawanan karena masing-masing memiliki dua perbedaan mencolok. Barat mengambil komponen-komponen penting dalam islam, tanpa meninggalkan sisa sedikitpun. Terbukti dengan pembakaran perpustakaan-perpustakaan



islam



dan



perampasan



buku-buku



ilmu



pengetahuan, hingga akhirnya islam memasuki era kegelapan. Umat muslim sedikit demi sedikit tersingkirkan dari pergerakan zaman, sampai pada akhirnya umat muslim;sebagian dari mereka namun tidak semua, merasa bahwa hal yang terjadi pada islam ini berupa kemunduran dan masa kegelapan haruslah diakhiri. Umat islam pun melakukan semacam ‘Renaisance’. Tapi bagi umat islam, tidak hanya ilmu yang dikedepankan, namun juga dari segi keagamaan yang tentunya orang Barat tidak punya. Perlahan-lahan umat islam mulai meneliti faktor-faktor kemunduran dan komponen apa saja yang harus diperbaiki untuk kembali pada masa yang cerah. Satu persatu muncul tokoh-tokoh berpendidikan dari umat islam. Masing-masing dari mereka melakukan remedi atau perbaikan pada hampir seluruh komponen yang dapat membantu kembalinya kejayaan umat islam. Seperti membentuk organisasi yang berlandaskan keislaman untuk memperjelas tujuan umat muslim dalam berjuang melawan Barat dan racunracunnya.Hingga pada masa kini dampak dari pergerakan mereka masih tercermin dalam organisasi-organisasi islam yang bergerak untuk membela islam dan membangun generasi islam. Namun pembahasan pada makalah ini lebih pada ide-ide dan pembaharuan yang dilakukan pada pembaharu tersebut, juga apa sumbangan nyata yang mereka berikan dan dapat kami manfaatkan hingga sekarang.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana latar belakang terjadinya pembaharuan islam ? 2. Siapa saja tokoh pembaharuan islam ?



BAB II PEMBAHASAN



A. Latar Belakang Terjadinya Pembaharuan Islam Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat islam , pada abad inilah daerah-daerah islam meluas di Barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur melalui Persia sampai ke India. Daerah-daerah ini tunduk karena kepada kekuasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian Damskus dan terakhir di Bagdad. Dari situlah banyak lahir pemikir-pemikir hebat. Dari lahirnya pemikir dan para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan berkambang pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, non agama dan bidang kebudayaan lainya. Para pemikir dan ulama islam pada saat itu bukan hanya dapat mengislamisasikan pengetahuan-pengetahuan Persia kuno dan warisanwarisan Yunani, akan tetapi kedua kebudayaan itu di sesuaikan pula dengan kebutuhan dan perkembangan pemikiran pada masa itu. Ilmu pengetahuan yang telah di tampung dan diolah oleh para pemikir islam. Pada abad selanjutnya pemikiran islam memasuki benua Eropa melalui Spayol dan Sisilia dan inilah yang menjadi dasar ilmu yang menguasai alam pikiran Barat. Dipandang dari sisi sejarah dan kebudayaan maka tugas meme-lihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan tidaklah kecil nilainya dibanding mencipta ilmu pengetahuan. Jika tugas-tugas penelitian diadakan oleh Aristoteles, Galinus dan para ilmua lainnya tidak ditampung maka dunia akan miskin dengan ilmu. Puncak kemegahan dunia islam itu akhirnya menurun, islam mulai mengalami kemunduran pada abad ke-10 dan tenggelam berabad-abad lamanya. Faktor penyebab kemunduran umat islam: 1. Isu pintu ijtihad tertutup telah meluas dikalangan umat islam. Berpaling pikiran untuk menggali secara langsung pada sumber



pertama dan



utama, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Apabila mereka menemukan persoalan baru, pikiran mereka hanya terpusat pada kepentingan mazhab. Praktek bermazhab dan ta’assuk terhadap mazhab tertentu sangat marak dilakukan. Karena itulah ilmu pengetahuan mulai berkurang, kehidupan berkelompok dengan pengaruh negatifnya tersebar hampir disemua tempat di dunia islam. 2. Keutuhan umat islam dalam bidang politik mulai terpecah, kekuasaan khalifah menurun, masyarakat islam yang berbentuk persatuan dan kesatuan dalam seiman telah pindah. Tidak ada satu ikatan di dalamnya kecuali nama dan tatanan. Umat Islam terpecah belah dan saling bermusuhan, masyarakat islam berubah dan kerajaan islam telah mewariskan kota-kota dan kerajaan yang telah bertikai selama berabadabad, dalam sekejap mata sejarah kemanusiaan telah dirobek-robek oleh kelemahan strategi politik. 3. Adanya perang salib dibawah arahan gereja katolik Roma dan serbuan tentara barbar. Karena itu khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat islam hilang. Tentara salib ingin menguasai baitul maqdis untuk menyebarkan pengaruhnya dan mengajak bersatu dalam keyakinan. Masa kemunduran ini berlangsung berabad-abad lamanya hingga muncul gerakan yang dikumandangkan oleh pelopor-pelopor pembaharuan seperti Ibnu Taimiyah dengan muridnya Ibnu Al-Qoyyim, Muhammad Ibnu ‘Abdul Wahab, Muhammad Ibnu Ali Sanusi Al-Kabir, dan lain-lain. Diantara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan islam adalah: 1. Paham tauhid yang dianut kaum muslimim yang bercampur dengan kebiasaan yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. 2. Sifat jumud membuat umat islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat islam maju dikarenakan pada saat itu mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selama umat islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad maka mereka tidak mungkin



mengalami kemajuan. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan. 3. Umat islam selalu berpecah belah, mereka tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak adanya persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ajaran islam. Karena itulah, bangkit suatu gerakan pembaharuan. 4. Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia islam dan barat. Dengan adanya kontak ini mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan barat. Terutama sekali saat terjadinya peperangan antara kerajaan ustmani dengan kerajaan eropa, yang biasanya tentara kerajaan utsmani selalu menang dalam peperangan dan pada akhirnya mengalami kekalahan ditangan barat. Hal ini membuat pembesarpembesar utsmani menyelidiki rahasia kekuatan militer eropa yang baru muncul. Ternyata rahasianya adalah kekuatan militer modern yang dimiliki eropa sehingga pembaharuan juga dipusatkan pada bidang militer.[1] Pembahuran dalam islam berbeda dengan renainsans Barat. Kalau renainsans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan islam sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran agama islam. Islam bukan hanya mengajak maju ke depan untuk melawan segala kebodohan dan kemajuan islam itu sendiri.



B. Tokoh-tokoh pembaharuan Islam Berawal dari kemunduran yang di alami oleh umat islam dan Barat semakin menunjukan Eksistensinya sebagai pusat peradaban. Akhirnya munculah banyak pemikir-pemikir islam yang tersadar bahwa keadaan umat islam saat itu sangat terbelakang. Maka mereka melakukan suatu gerakan yang menghasilkan gagasan untuk membangkitkan umat islam dari ketepurukan itu. Dan sangat banyak tokoh-tokoh yang memberikan jasa nya. Di makalah ini kita hanya memaparkan beberapa tokoh yang paling berpengaruh bagi islam.



1. Muhammad Bin Abdul Wahhab Lahir di nejad(Arab Saudi)pada tahun 1115 H(1703 M) dan wafat di Daryah tahun 1206 H(1793M).Nama Lengkapnya adalah Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi.Dia adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah, yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi.Dia juga merupakan



seorang



ulama



besar



yang



produktif,karena buku-buku



karangannya tentang islam mencapai puluhan buku,diantaranya buku yang berjudul”Kitab



At-Tauhid”yang



isinya



tentang



pemberantasan



syirik,khurafat,takhayul,dan bid’ah yang terdapat di kalangan umat Islam dan mengajak umat Islam agar kembali kepada ajaran tauhid yang murni. Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb, adalah seorang ulama berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu Tuhan". Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka kerana mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau alHanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. Dia menempuh berbagai macam cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di



samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang). Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid’ah, khurafat dan takhayul. Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan,Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi. Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun.[2] 2. Muhammad Abduh (Sang Modernis yang Tradisional) Akhir abad ke-18 dunia islam terbantai oleh penjajah. Mesir, Pakistan, Sudan dan Bangladesh, Malaysia dan Brunei Darussalam diduduki Inggris. Aljazair, Tunisai dan Maroko dijajah perancis. Italia mendapatkan Libya. Indonesia oleh Belanda. Pada saat itu juga kekhalifaan yang menjadi kebesaran islam yang ada di Turki yaitu kahlifah Utsmani dalam keadaan sakit. Dan Muatfa Kamal Attaturk mengganti sistem pemerintahan kesultanan menjadi republik sekuler untuk menyelamatkan Turki. Sejak inilah dunia islam mengalami kemunduran.



Sebenarnya kemunduran islam sudah terjadi 6 abad sebelumnya. Yaitu pada pemerintahan Andalusia dan kekhalifahan Bani Abbasiyah oleh tentara Mongol, selama itulah pemikiran islam berhenti. Dan pada abad ke 19 kondisi mencair dengan muculnya pelopor yang mengelaborasikan antara agama yang di sesuaikan pemahaman masyarakat. Sejarah mencatat, peranan Muhammad Abduh tidak hanya membangkitakan gerakan revolusioner melalui pemikiranya akan tetapi sebagai pencetus muncul paham “islam kiri” dan “islam kanan” melalui murid-muridnya. Gerakan revolusionernya membuat takut pemerintahan kolonial. Munculnya gerakan perlawanan umat islam terhadap Eropa juga salah satu pemikiran Abduh. Abduh, nama lengkapnya Muhammad Abduh bin Hassan Khair Ullah, lahir di desa Mahalat Nashr, provinsi Gharbiyah, Mesir pada 1265 H. Dia menganal agama dari orang tuanya. Dia sudah dapat menghafal seluryh isi al-Quran dari kecil. Dan dia melanjutkan pendidikan formalnya di Thanta, dis ebuah lembaga pendidikan Masjid Al-Ahmad, milik Al-Azhar. Gurunya, Syaikh Darwisi membimbingnya dan mengantarkannya dalam kehidupan sufi. Tahun 1871 Abduh bertemu dengan Jmaludin AlAfghani. Pada jamaludi Al-Afghani dia belajar filsafat, ilmu kalam, ilmu pasti, ilmu pengetahuan lain yang juga didapatkan di al-Azhar metode diskusi yang diterapakan Jamaludin menarik minat Abduh. Dalam karirnya ia pernah menjadi dosen di Al-Azhar, Dar Al-Ulum dan perguruan bahasa Khedevi. Ia pernah menjadi mufti Mesir dan menjabat sebagai Hakim agung. Di jurnalistik ia adalah penulis produktif dari sebuahkoran dan dia menjadi pimpinan redaksi, yaitu koran Waqai AlMisriyah yang membahas persoalan politik, sosial, agama dan negara. Dia meninggal pada tahun 1905. a. Gagasan Pembaharuan Kontribusi pembaharuan pemikiran abduh paling menonjol dan menjadi fokus gerakanya meliputi dua bidang yaitu teologi dan hukum, dua aspek ini yang dianggapnya vital yang telah di lupakan oleh umat islam sehingga benih kemunduran di setiap kehidupan tidak dapat dihindari.



Pemikiran teologi Abduh didasari oleh tiga hal yaitu; kebebasn manusia



dalam



memilih



perbuatan,



kepercayaan



yang



kuat



terhadapsunnah allah dan fungsi akal yang sangat dominan dalam menggunakan kebebasan. Pandangan Abduh tentang perbuatan manusia bertolak dari satu deduksi, bahwa manusia adalah mahluk yang bebas dalam memilih perbuatanya, akan tetapi kebebasan tersebut bukanlah kebebasan tanpa batas. Abduh



memandang



akal



berperan



penting



dalam



mencapai



pengetahuan yang hakiki tentang iman, bahkan menurut Abduh akal memilik kekuatan yang sangat tinggi. Berkat akal, orang dapat mengetahui adanya tuhan dan sifat-sifat nya, adanya hidup di akhirat, kewajjiban terhadap tuhan, kebaikan dan kejahatan, serta mengetahui kewajiban membuat hukum-hukum. Tapi bukan berarti manusia tidak membutuhkan wahyu. Wahyu tetap dibutuhkan, sebab wahyu sesungguhnya memiliki dua fungsi utama, yakni menolong akal untuk mengetahui secara rinci kehidupan akhirat dan menguatkan akal dalam mendidik manusia untuk hidup damai dalam lingkungan sosialdengan itu maka para mukmin baru dapat mengenali tuhan dengan baik yang tercermin oleh tindakan baik manusia. Dalam aspek hukum, pemikiran Abduh tercermin dalam 3prinsip, yaitu: al-Quran sebagai sumber syariat , memerangi taklid dan berpegang kuat pada akal dalam memahami ayat Al-Quran.dia membagi syariat menjadi 2: yang pasti (qath’i) dan yang tidak pasti (zhani). Hukum syariat yang pertama wajib mengetahui dan mengamalkan tanpa interpertasi karena dia jelas dalam al-Quran dan al-Hadits. Yang kedua dengan tunjukan nash dan ijma’ yang tidak pasti. Jenis hukum kedua hukum inilah yang mejadi lapangan ijtihad dan mujtahid. Dalam komteks ini, ijtihad Abduh tampak begitu jelas. Bebeda pendapat, menurutnya wajar dan merupakan tabiat manusia. Keseragaman berpikir dalam semua hal adalah sesuatu yang tidak mungkin di wujudkan. Akan membawa perpecahan jika semua perbedaan pendapat di jadikan sebagai hukum. Maka dari itu kita harus kembali pada sumber aslinya, yaitu al-Quran dan as-Sunnah.



Bagi yang berilmu pengetahuan wajib berijtihad, sedangkan bagi awam wajib bertanya pada orang yang ahli dalam agama. Dia menyarankan agar para ahli fiqih membentuk tim yang bekerja untuk mengadakan penelitian tentang pendapat yang terkuat di antara di antara pendapat-pendapat yang ada. Kemudian keputusan itu yang di jadika pegangan umat islam. Tim ahli fiqih itu juga bertugas mengadaka reinterpretasi terhadap hasil ijtihad ulam amupun mazhab masa lalu, jadi, menurutnya, bermazhab mencontoh metode berinstinbath hukum. Peran dan kiprah Abduh mengangkat citra islam dan kualitas umatnya tidak kecil. Dialah seorang mujahid dan mujadid sekaligus pada masanya. Bukan saja mengalami tentangan internal dan eksternal. Berkat upayanya, meski begitu maksimal, modernisme pemikiran sudah kelihatan. Dalam amatan cendikiawan muslim indonesia Dr. Nurcholis Majid (islam kemoderenan dan keindonesiaan mizan: 1987), “modernisme” Abduh, antara lain, tercermin dalam sikapnya yang apresiatif terhadap filsafat yang di perolah dari gurunya yaitu Jamaludin al-Afghani, seorang penganjur gigi Pan-Islamisme dan orator politik yang memukau. Di Indonesia, pemikiran Abduh banyak mempengaruhi pelajaran dan patron ormas lainnya. Di antara warisan nya adalah Risalah Al-Tauhid sedangkan Tafsir Al-Manar merupakan kumpulan pidato-pidatonya, pikiran-pikiran, dan ceramah-ceramhanya yan di tulis oleh muridnya, Syaikh Muhammad Rasyid Ridha. b. Kiri dan kanan Islam Tidak berlebihan jika Abduh dikatakan sebagai seorang figur yang modernis yang menggerakan kebangkitan umat islam. Karena modernis , Abduh tetap di terima di kalangan Al-Azhar , terbukti ia tetap menjadi mufti agung Mesir. Dalam hal ini, Abduh sangat pandai bagaimana bersikap sebagai orang alim dan sekaligus menjadi intelektual modernis. Selama menjadi mufti, ia mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan persoalan-persoalan modernis. Tiga fatwa nya yang terkenal dan masih kontroversial yaitu bunga bank, pakaian tradisional dan tentang daging hasil sembelih non-muslim.



Karena sikapnya yang “dua wajah” itu ia diterima oleh kalangan tradsional dan modernis, dengan sama kuatnya. Dalam satu sisi, ia selalu dilihat sebagai seorang tokoh alim, mujtahid dan penganjur doktrin orisinalitas Islam. Pada sisi lain, Abduh juga dianggap sebagai reformis yang toleran, liberal dan kaya akan gagasan-gagasan modern. Tidak heran kalau murid-murid Abduh kemudian terpecah menjadi dua kelompok besar yang oleh Hasan Hanafi, pemikir Mesir kontemporer, dianalogikan seperti murid-muridnya Hegel dalam tradisi filsafat Barat. Sama seperti yang Hegel lahirkan yaitu dikotomi “kanan” dan “kiri”, menurut Hasan Hanafi, murid-murid Abduh juga dapat dikategorikan seperti kelompok kanan yang cenderung mengembangkan pemikiranpemikiran keagamaan, dan kelompok kiri Abduh yang lebih cenderung mengembangkan gagasan modernnya. Di antara murid-murid Abduh yang memiliki kecenderungan “kanan” adalah Muhammad Rasyid Ridha (w.)(1935) dan Shakib Arselan (w.)(1946), Sayyid Qutb dan Hasal al-Banna. Sementara Qasim Amin (w.)(1908), Thaha Husein, Ali Abduraziq, Hasan Hanafi di anggap sebagai murid-murid Abduh beraliran “kiri”. Kecenderungan “kanan” dan “kiri” dalam aliran mazhab Abduh ini dalam perkembangsn selanjutnya mengalami radikalisasi yang cukup signifikan. Baik yang “kiri” dan “kanan” sama-sama menganggap dirinya sebagai penerus Abduh yang paling benar.[3] 3. Syeikh Rasyid Ridha Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Muhammad Syama Al bin alKalamuny, dilahirkan ditengah-tengah sebuah keluarga yang memiliki sedikit kedudukan dengan tradisi pendidikan dan kesalehan, pada tahun 1865 di alQalamun, suatu desa di Libanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Suria). Semasa kecil ia dimasukkan ke madrasah tradisional di al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan membaca al-Qur’an. Di tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di al-Madrasah al-Wathaniyah al-Islamiyah (sekolah Nasional Islam) milik Syaikh Husain al-Jisr, yang terletak di Tripoli. Di madrasah ini, selain bahasa Arab, diajarkan pula bahasa Turki dan Perancis,



dan



juga,



selain



pengetahuan-pengetahuan agama,



juga



diajarkan



pengetahuan-pengetahuan modern. Setelah itu, Rasyid Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang berada di Tripoli, walaupun demikian, hubunganya dengan Syaikh Husain al-Jisr tetap berjalan, dan guru inilah yang menjadi pembimbing baginya di masa muda. Selanjutnya, ia banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, yaitu melalui majalah al-Urwah al-Wutsqo. Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan al-Afghani, tetapi niat itu tak terwujud, dan semenjak pertemuannya dengan Muhammad Abduh, pengaruh Afghani pun mulai meredup dan tergantikan oleh pengaruh Muhammad Abduh. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran pembaru yang diperolehnya dari syaikh al-Jisr dan yang kemudian diperluas dengan ide-ide yang ia peroleh dari Afghani dan Abduh, menjadi sebuah pondasi yang kuat dan tertanam dalam jiwanya. Tidak seperti gurunya, Muhammad Abduh, yang lebih bisa disebut sebagai seorang yang liberal, Rasyid Ridha mendekatkan dirinya pada ajaran Ibnu Taimiyah dan praktik-praktik Wahabiyyah, salah satu faktor yang menuntunya pada ajaran tersebut, adalah karena kecurigaannya terhadap tasawuf. Setelah menebarkan kiprah dirinya dalam banyak bidang, pada bulan Agustus tahun 1935, sekembalinya dari Suez setelah mengantarkan Pangeran Su’ud, ia meninggal dunia dan meninggalkan banyak ide-ide pembaruan,



yang



cukup



memberikan



pengaruh



terhadap



generasi



selanjutnya. 4. KH. Ahmad Dahlan Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan), Beliau adalah pendiri Muhammadiyah. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara. Bapaknya bernama K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogjakarta pada masa itu. Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang



juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta, tanggal 23 Februari 1923. Beliau juga dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa. Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim. Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, AlAfghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan



juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. Beliau dimakamkan di Karang Kajen, Yogyakarta.[5]



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Gerakan-gerakan pramodern telah mewariskan bagi Islam modern suatu interpretasi ideologis terhadap Islam dan metode-metode gerakan serta organisasi. Kalau gerakan pramodern, terutama dimotivasi oleh faktor internal, gerakan modern dimotivasi oleh faktor internal dan eksternal, baik oleh kelemahan



internal



maupun



oleh



ancaman



politis



dan



religiokultural



kolonialisme. Tanggapan para tokoh pembaruan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terhadap dampak Barat bagi masyarakat Muslim terwujud dalam usaha sungguh-sungguh untuk menginterpretasi Islam dalam menghadapi perubahan kehidupan. Mereka menekankan sikap dinamis, luwes, dan dapat menyesuaikan diri yang menjadi ciri kemajuan Islam pada Zaman Klasik (650-1250), terutama kemajuan di bidang hukum, pendidikan, dan sains. Mereka



juga



menekankan



pembaruan



internal



melalui



proses



reinterpretasi (ijtihad) dan adaptasi secara selektif (Islamisasi) terhadap ide-ide dan teknologi Barat. Sebab, pembaruan dalam Islam merupakan suatu proses kritik diri ke dalam dan perjuangan untuk menetapkan Islam kembali guna menunjukkan relevansinya dengan situasi-situasi baru yang dihadapi oleh masyarakat Islam. Beberapa belahan bumi telah melahirkan gerakan-gerakan pembaruan Islam yang tema dan aktivitasnya diilustrasikan di dalam beberapa figur utama, seperti di Timur Tengah Jamaluddin al-Afgani (1838-1897) dengan gerakan PanIslamisme serta para pengikutnya, seperti



Muhammad Abduh (1849-1905)



dengan gerakan Salafiyah dan Muhammad Rasjid Rida (1865-1935). Selain itu, di Asia Selatan muncul seorang mujaddid, Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) dan Muhammad Iqbal. Meskipun mereka tidak berhasil melahirkan



reinterpretasi terhadap Islam secara sistematis, pandangan mereka telah menerobos ke dalam masyarakat Islam. Di antara tokoh pembaruan generasi berikutnya, yaitu Hasan al-Banna (1906-1949) dari Mesir dengan gerakan Ikhwanul Muslimin dan Maulana Abu A’la al-Maududi (1903-1979) dari India dengan gerakan Jamiat al-Islam. Di Indonesia, gerakan pembaruan melahirkan organisasi pembaru, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam (PERSIS), dan lain-lain



B. Saran 1. Jika umat Islam ingin maju harus belajar ilmu pengetahuan sebagaimana kemajuan yang terjadi Barat (Eropa). Untuk itu umat Islam harus berani belajar dari Barat. 2. Negara yang baik adalah Negara yang pandai meningkatkan ekonomi rakyat, sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Fir’aun. 3. Kekuasaan Raja sangat absolut, sehingga perlu dibatasi oleh Undangundang Syariat yang yang dipimpin oleh majlis syura (ulama). Oleh karena antara Raja dengan ulama harus bisa berunding untuk melaksanakan hukum syariat. 4. Umat Islam harus menguasai bahasa asing jika ingin maju di samping bahasa Arab. Bahasa Arab adalah berfungsi untuk memahami al-Qur’an dan al-Hadits, bahasa asing berfungsi untuk menerjemahkan dan memahami ilmu dan peradaban Barat. 5. Ulama Islam harus memahami ilmu-ilmu pengetahuan modern jika tidak ingin umat Islam ketinggalan. 6. Umat Islam tidak boleh bersikap fatalis (pasrah dengan keadaan) tanpa berusaha sekuat tenaga untuk mencapai cita-cita.