Makalah Trauma Mata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MATA TUGAS MANDIRI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH



OLEH:



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN ILMU KEPERAWATAN PROGRAM ALIH JENJANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG TAHUN 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan saya kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan Trauma Mata”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ibu Dosen yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.



Malang, 09 November 2018



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR........................................................................................i DAFTAR ISI....................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1 A. Latar Belakang.......................................................................................3 B. Rumusan Masalah.................................................................................5 C. Tujuan...................................................................................................5 BAB II Konsep Penyakit................................................................................6 A. Definisi..................................................................................................6 B. Etiologi..................................................................................................7 C. Patofisiologi...........................................................................................8 D. Manifestasi Klinis..................................................................................8 E.



Pemeriksaan Penunjang........................................................................12



F.



Komplikasi.............................................................................................14



G. Prognosis...............................................................................................14 H. Penatalaksanaan...................................................................................15 BAB III Konsep Asuhan Keperawatan...........................................................20 A. Pengkajian.............................................................................................20 B. Pemeriksaan Fisik..................................................................................19 C. Diagnosa Keperawatan.........................................................................23 D. Intervensi..............................................................................................25 BAB IV PENUTUP..........................................................................................29



ii



Kesimpulan...................................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................30



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta



4



mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun. Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata. Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah konsep teori Trauma Mata? 2. Bagaimana asuhan keperawatan dengan ?



C. Tujuan 1. Tujuan Umum: Mengetahui secara umum mengenai trauma mata serta asuhan keperawatan yang tepat terhadap kondisi trauma tersebut.



5



2. Tujuan khusus: a.



Mengetahui definisi dari trauma mata.



b. Mengetahui etiologi dari trauma mata. c.



Mengetahui patofisiologi dari trauma mata.



d. Mengetahui manifestasi klinis dari trauma mata. e.



Mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma mata.



f.



Mengetahui komplikasi dari trauma mata.



g.



Mengetahui prognosis dari trauma mata.



h. Mengetahui penatalaksanaan terhadap pasien trauma mata. i.



Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien trauma mata.



j.



Mengetahui Web Of Caution (WOC) dari trauma mata.



6



BAB II Konsep Penyakit



A. Definisi Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas (Ilyas, 2000). Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma tersebut merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata (Syarfudin, 2006). Menurut Tamsuri (2004), ada 2 jenis trauma okuli, yaitu: 1.



Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri: a. Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh) b. Mungkin terjadi robekan konjungtiva c. Adanya perlukaan kornea dan sklera d. Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada



2.



Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri : a. Adanya dinding orbita yang tertembus b. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar c. Prolaps bisa muncul, bisa tidak



7



B. Etiologi Menurut Ilyas (2006), trauma mata dapat terjadi secara mekanik dan non mekanik 1. Mekanik, meliputi: a. Trauma oleh benda tumpul, misalnya: 1) Terkena tonjokan tangan 2) Terkena lemparan batu 3) Terkena lemparan bola 4) Terkena jepretan ketapel, dan lain-lain b. Trauma oleh benda tajam, misalnya: 1) Terkena pecahan kaca 2) Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu 3) Terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun. c. Trauma oleh benda asing, misalnya: Kelilipan pasir, tanah, abu gosok dan lain-lain 2. Non Mekanik, meliputi: a. Trauma oleh bahan kimia: 1) Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras 2) Coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon 3) Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih b. Trauma termik (hipermetik) 1) Terkena percikan api 2) Terkena air panas c. Trauma Radiasi 1) Sinar ultra violet 2) Sinar infra merah 3) Sinar ionisasi dan sinar



8



C. Patofisiologi Trauma yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah suatu yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkam hifema dan iridodialisis serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil mnadi evoid dan non teaktri. Tenaga yang timbul dari suatu trauma di perkirakan akan terus kedalam isi bola mata melalui sumbu anterior, posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior sehingga menegakakkan bola mata ke lateral sesuai dengan garisgaris ekoator lifema yang terjadi dalam beberapa hari oleh karena adanya proses hemostasisi darah dalam bilik mata depan akan di serap sehingga akan jernih kembali (Pearce, 2009).



D. Manifestasi Klinis Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut: a.



Trauma Tumpul  Rongga Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus. Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.  Palpebra: Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi 9



selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).  Konjungtiva: Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.  Kornea: Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.  Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat



10



masuk saraf optik. Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.



(gambar : hifema)  Lensa: Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).  Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.  Retina: Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kacadan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.  Nervus optikus: N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan. 11



b. Trauma Tajam  Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola mata.  Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)  Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.  Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.  Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan koroid yang berwarna gelap).  Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yan g disertai penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea, edema.  Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina. c.



Trauma Kimia  Asam (kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea)  Basa/Alkali (kebutaan, penggumpalan sel kornea atau keratosis, edema kornea, ulkus kornea, tekanan intra ocular akan meninggi, hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar, membentuk jaringan parut pada kelopak, mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesoris air mata, pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata, lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa).



E.



Pemeriksaan Penunjang Menurut James B. (2005), pemeriksaan yang dapat dilakukan pada trauma mata meliputi: 12



1. Pemeriksaan Umum Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun obyektif. a. Pemeriksaan Subyektif Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan dengan pembutatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajamannya menurun, dilakukan pemeriksaan retraksi untuk mengetahui bahwa penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan retraksi yang sudah ada sebelum trauma. b. Pemeriksaan Obyektif Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan di sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata. Pembengkakan di dahi, pipi, hidung dan lain-lain yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah: keadaan kelopak mata kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan tundus, gerakan bola mata dan tekanan bola mata. Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp dan oftalmoskop. 2. Pemeriksaan Khusus a. Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma untuk menjadi petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah infeksi. b. Pemeriksaan Radiology Foto Orbita Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada dilakukan pemeriksaan dengan lensa kontak combrang dan dapat ditentukan apakah benda asing intra okuler atau ektra okuler. c. Pemeriksaan ERG: untuk mengetahui fungsi retina yang rusak atau yang masih ada. d. Pemeriksaan VER: untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat penglihatan



13



F.



Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optic. Jika komplikasi tersebut keluar maka terapi yang diberikan juga meliputi penanganan terhadap komplikasi yang timbul (Ilyas, 2000).



G. Prognosis Prognosis trauma mata dapat sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin membutuhkan pembedahan ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi dapat merusak fungsi retina dengan menghasilkan radikal bebas. Serupa dengan hal itu, trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang, dapat timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula mengalami kerusakan. Trauma orbita juga dapat menyebabkan masalah kosmetik dan okulomotor.



H. Penatalaksanaan Menurut Ilyas (2006), penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada trauma mata meliputi: 1. Trauma Mata Benda Tumpul



14



Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian terhadap



ketajaman



penglihatan.



Setiap



penurunan



ketajaman



penglihatan tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata. Pemberian pertolongan pertama berupa: a. Obat-obatan



analgetik:



untuk



mengurangi



rasa



sakit.



Untuk



pemeriksaan mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau tetracain 0,5% - 1,0 %. b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan c. Memberikan moral support agar pasien tenang d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena trauma e. Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan) tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan: 1) Tutup kedua bola mata 2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi 3) Evaluasi ketajaman penglihatan 4) Evaluasi tekanan bola mata f. Setiap



penurunan



ketajaman



penglihatan



atau



keragu-raguan



mengenai mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata. 2. Trauma mata benda tajam Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan: a. Mempertahankan bola mata b. Mempertahankan penglihatan Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut. diberikan:



15



Pada penderita



a. Antibiotik spectrum luas b. Analgetik dan sedotiva c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka



3. Trauma mata benda asing a. Ekstra Okular 1) Tetes mata 2) Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab. 3) Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat 4) Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat dengan jarum 5) Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati dan dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik, angkat dengan jarum. 6) Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic local selama beberapa hari. 7) Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan jarum, bisa juga dengan menggunakan magnet. b. Intra okuler 1) Pemberian antitetanus 2) Antibiotic 3) Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi 4. Trauma mata bahan kimia a. Trauma akali 1) Segera lakukan irigasi selama 30 menit sebanyak 2000 ml; bila dilakukan irigasi lebih lama akan lebih baik. 2) Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi bisa dapat dilakukan pemeriksaan dengan kertas lokmus; pH normal air mata 7,3 3) Diberi antibiotic dan lakukan debridement untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunie.



16



4) Diberi sikoplegik karena terdapatnya iritis dan sineksis posterior 5) Beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma yang terjadi 6) Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi kimia dan kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva namun diberikan secara hati-hati karena steroid menghambat penyembuhan. 7) Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek kolagenase. 8) Vitamin C diberikan karena perlu untuk pembentukan jaringan kolagen. 9) Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek. 10) Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea sangat menganggu penglihatan. b. Trauma Asam 1) Irigasi segera dengan gara fisiologis atau air. 2) Kontrol pH air mata untuk melihat apakah sudah normal 3) Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama dengan pengobatan yang diberikan pada trauma alkali.



Tindakan pada trauma kimia dapat juga tergantung dari 4 fase peristiwa, yaitu: 1. Fase kejadian (immediate) Tujuan dari tindakan adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin, yaitu meliputi: a. Pembilasan dengan segera, denan anestesi tapical terlebih dahulu. b. Pembilasan dengan larutan non toksik (NaCl 0,9% ringer lastat dan sebagainya) sampai pH air mata kembali normal. 2. Fase Akut (sampai hari ke-7) Tujuan tindakan adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut: a. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea



17



b. Mengontrol tingkat peradangan c. Mencegah infeksi sekunder d. Mencegah peningkatan tekanan bola mata e. Suplemen / anti oksidan f. Tindakan pembedahan 3. Fase Pemulihan Dini (early repair: hari ke 7 – 21) Tujuannya membatasi penyakit setelah fase 2 4. Fase pemulihan akhir (late repair: setelah hari ke 21) Tujuannya adalah rehabilitasi fungsi penglihatan 5. Trauma Mata Termik (hipertemik) Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan salep atau kasa yang menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup dengan verban steril. 6. Trauma Mata Radiasi Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata a. Lokal anastesik b. Kompres dingin c. Antibiotika local



18



I. WOC



19



Trauma Tajam Kelopak mata



Orbita



Kerusakan N. Optikus



Atrofi



Kebutaa n



Ganggua n sensori persepsi visual



Kerusak an Otot bola mata



Cidera levator apreneu rosis Ptosis Permane n



Kerusakan koordinasi pergeraka n bola mata



Robek



Diskonti unitas jaringan



Saluran Lakrimalis



Konjungtivi a



Sklera



Kornea



kerusaka n drainase air mata



Ruptur pembuluh darah



Perforasi



Laserasi



Iris terdorong ke belakang



Nyeri



Kemosis Epiforia



Edema



Sinekia



Lensa



Retina



Prolaps korteks lensa



Ablasio Retina



Katarak



Resiko Cidera



Obstruksi sal. Aquos Humor



Nyeri



Resiko Infeksi



Peningkatan TIO



Resiko Cidera



Nyeri



Glaukoma sekunder Prosedur Operasi



Cemas



20



Kurang Pengetahuan



Resiko Infeksi



Trauma Kimia



Basa



Asam



Denaturasi dan presipitasi Protein



Masuk Kedalam Mata



Gangguan Persepsi Sensori (Penglihatan)



Koagolasi pada permukaan epitel



Penetrasi terhambat



Asam Hidroflorida



nembus membaran sel



Nekrosis liquefactive



Enzim glikolitik terhambat



Resiko Cidera



Gangguan Konsep diri



Nyeri



Ca dan mg membentuk senyawa yang tidak larut



21



BAB III Konsep Asuhan Keperawatan



A. Pengkajian 1. Identitas Klien: Inisial nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, diagnosa medis, dll. 2. Riwayat Keperawatan 



Keluhan



Utama:



Klien



dapat



mengeluh



adanya



penurunan



penglihatan, nyeri pada mata, keterbatasan gerak mata. 



Riwayat kesehatan dahulu: Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM dapat menyebabkan infeksi yang terjadi pada mata sulit sembuh, riwayat hipertensi.







Riwayat penyakit sekarang: yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan karena truma tumpul, tajam, atau mekanik, tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.







Riwayat psikososial: pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan konsep diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.



B. Pemeriksaan fisik 1. B1(Breath), Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan (tdk ada gangguan pada sistem pernafasan)



22



2. B2



(Blood),



Tidak



ada



gangguan



perfusi,



adanya



peningkatan



nadi/tekanan darah dikarenakan pasien takut dan cemas. 3. B3 (Brain), Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO. 4. B4 (Bladder), Kebutuhan eliminasi dalam batas normal. 5. B5 (Bowel), Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal. 6. B6 (Bone), Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan. 7. Pemeriksaan khusus pada mata: a) visus (menurun atau tidak ada) b) gerakan bola mata (terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan bolam mata), konjungtiva bulbi (adanya hiperemi atau adanya nekrosis) c) kornea (adanya erosi, keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea) C. Diagnosis Keperawatan a) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan TIO b) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh atau proses pembedahan c) Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ status organ indera d) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi e) Ansietas b.d tindakan yang akan dilakukan/ kejadian yang dialami f) Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan status organ indera.



22



D. Intervensi keperawatan berdasarkan aplikasi Nanda NIC-NOC 1. Nyeri akut Nyeri akut



NOC



NIC



Pengalaman  Pain level



Definisi: sensori



Pain Management  Lakukan pengkajian



emosional  Pain control



dan



yang tidak menyenangkan  Comfort level



nyeri



yang



komperhensif



muncul



akibat



kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan



sedemikian



rupa



(Internatiol



Association for the study of pain) : awitan yang tibatiba atau lamabat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat



diantisipasi



atau



diprediksi



dan



berlangsung