Makalah Ulkus Peptikum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM



OLEH



NAMA



: SILFA RANTE TONDOK



NIM



: C.080105039



PROGRAM



: S1.KEPERAWATAN



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR 2011/2012



18 | U l k u s P e p t i k u m



LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP DASAR MEDIK 1. PENGERTIAN Ulkus peptikum ialah suatu istilah untuk menunjuk kepada suatu kelompok penyakit ulserativa saluran makanan bagian atas yang melibatkan terutama bagian proksimal duodenum dan lambung, yang mempunyai patogenesis yang samasama melibatkan asam-pepsin. Bentuk utama ulkus peptikum yang umum adalah ulkus duodeni dan ulkus lambung, keduanya merupakan penyakit kronik (McGuigan, 2000). Ulkus peptikum merupakan diskontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai dibawah epitel (jaringan mukosa, sub mukosa dan lapisan otot saluran pencernaan bagian atas, dapat terjadi di esophagus, gaster, duodenum, dan jejunum) yang disebabkan oleh asam lambung dan pepsin. Ulkus peptikum adalah ekskavasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosal lambung pilorus, duodenum, atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus lambung, duodenal atau esophageal, tergantung pada lokasinya (Brunner & Suddarth, 2002). Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum adalah erosi yang terjadi pada lapisan mukosal lambung, duodenum atau esofagus.



2. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN a. Lambung



18 | U l k u s P e p t i k u m



Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pylorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Kapasitas normal lambung adalah sebesar 1-2 liter (Lewis, 2000). Volume lambung akan meningkat pada saat makan, dan menurun pada saat cairan lambung (kimus) masuk ke dalam usus halus. Pada saat lambung mengalami relaksasi (kosong), mukosa masuk ke dalam lipatan yang disebut rugae. Rugae merupakan tempat sementara dari pembesaran lambung. Pada saat lambung diisi, maka rugae menyempit, dan pada saat lambung penuh, maka rugae menghilang. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi



lambung



memasuki esofagus kembali. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi, sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus ke dalam lambung. Fungsi motorik lambung terdiri atas : a. Fungsi menampung (reservoir) : menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. 18 | U l k u s P e p t i k u m



Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos; diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oleh gastrin. b. Fungsi mencampur : memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar. c. Fungsi pengosongan lambung : diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan dan olahraga. Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung terdiri dari : a. Pencernaan protein oleh pepsin dan sekresi HCl dimulai disini; pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya. b. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus. c. Sekresi factor intrinsic memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal. d. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut. e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Lambung memproduksi kimus, yang merupakan material yang terdiri atas cairan perekat, asam kuat, dan komponen pencerna makanan. Sekresi cairan 18 | U l k u s P e p t i k u m



lambung (kimus) terutama dikontrol oleh saraf vagus yang bermanifestasi pada tiga fase yaitu : a. Fase sefalik ( Psikis ) Dimulai dengan adanya rangsangan seperti pandangan, bau, atau rasa makanan dimana reseptor kortikal serebral bekerja merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan mempunyai sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan saring secara konfensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. b. Fase lambung



Pada fase lambung, berkisar 3-4 jam dimana terjadi proses penting dalam melakukan digesti protein oleh pepsin dan pelepasan histamin oleh sel mast. Asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor di dinding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.



c.



Fase usus Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin, yang pada intinya dapat merangsang sekresi asam lambung).



b. Usus Halus



18 | U l k u s P e p t i k u m



Usus halus berjalan dari pylorus lambung ke sekum dan dapat dibagi menjadi tiga bagian: duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus diperkirakan 3,656,7 m. Menurut Black (1995), duodenum mempunyai panjang sekitar 25 cm dan berhubungan dengan lambung; jejunum mempunyai panjang sekitar 2,5 meter, dimana proses digesti kimia dan absorpsi nutrisi terjadi di dalam jejunum; sedangkan ileum mempunyai panjang sekitar 3,5 meter. Bagian ujung ileum mempunyai katup ileosecal yang mengontrol aliran material dari ileum ke usus besar.



Terdapat



perbedaan pada setiap lapisan usu halus. Lapisan paling dalam adalah mukosa, berisi sel-sel yang bersifat sekretif. Submukosa terdiri atas jaringan ikat, sedangkan muskularis mengandung otot longitudinal dan sirkular. Lapisan ini mempermudah gerakan makanan dan zat sisa melalui saluran pencernaan. Fungsi usus halus meliputi transportasi, pencernaan makanan, serta absorpsi cairan, elektrolit, dan unsur makanan. Setiap hari beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein akan melewati usus halus, lalu setelah dicerna akan masuk ke dalam aliran darah. Proses ini sangat efisien, karena hamper seluruh makanan terserap, kecuali bila terlindung oleh selulosa yang tidak dapat dicerna. Hampir semua bahan makanan diabsorpsi dalam jejunum, kecuali vitamin B12 dan asam empedu yang diserap dalam ileum terminal.



3. ETIOLOGI a. Faktor predisposisi Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negative H. Pylori telah sangat diyakini sebagai faktor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptikum hanya terjadi pada area saluran gastrointestinal yang terpajan pada asam hidroklorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori yang meningkat sesuai dengan usia. Pria terkena tiga kali lebih sering daripada wanita. Kecenderungan keluarga juga tampak sebagai faktor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan



18 | U l k u s P e p t i k u m



golongan darah O lebih rentan daripada individu dengan golongan darah A, B, atau AB. b. Faktor Presipitasi Beberapa pendapat menyatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor presipitasi. Ulkus tampak terjadi pada orang yang cenderung emosional.. Faktor presipitasi lain yang dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat antiinflamsi nonsteroid (NSAID), minum alkohol, dan merokok berlebihan.



4. PATOFISIOLOGI Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam-pepsin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap asam klorida. Pada manusia sekresi asam lambung adalah campuran mukopolisakarida dan mukoprotein yang di sekresi secara kontinyu melalui kelenjar mukosal. Mukus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresi secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai oleh rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklrida tidak dibuffer dan dinetralisasi, dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan, asam hidroklorida bersamaan dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan mukosa lambung, kemudian menyebar kedalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri.



18 | U l k u s P e p t i k u m



Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini : (1) hiperseksresi asam-pepsin dan (2) kelemahan barier mukosa lambung. Apapun yang menurunkan produksi mucus lambung atau merusak mukosa lambung adalah ulserogenik; salisilat dan obat anti-inflamasi nonsteroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.



5. MANIFESTASI KLINIS



a. Nyeri Biasanya, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul seperti tertusuk atau sensasi bakar di epigastrium tengah atau dipunggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks lokal yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya. b. Pirosis (Nyeri Uluhati) Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi, atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong. c. Muntah Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat mejadi ulkus peptikum hal ini dihubungkan dengan obstruksi jalan keluar lambung oleh spasme mukosa pylorus atau oleh obstruksi mekanis, yang dapat dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut. d. Perdarahan Muntah yang berdarah dan feses yang berdarah atau hitam, bila terjadi kerusakan kapiler dilambung. e. Takikardi mengindikasikan dehidrasi dikarenakan muntah dan perdarahan saluran cerna. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostic untuk menegakkan diagnosis ulkus peptikum adalah : 18 | U l k u s P e p t i k u m



a. Tes helicobacter pylori, dilakukan pada pengujian feses, darah, dan napas. Pada uji napas, pasien diberikan cairan untuk ditelan dan akan dipecahkan oleh H.pylori menjadi gas. Gas yang terkandung pada napas pasien tersebut di tes dengan menggunakan alat. Bila terdeteksi adanya gas pada udara pernapasan tersebut menunjukkan bahwa helicobacter pylori terdapat pada lambung. b. Endoskopi gastrointestinal, gastroskop dimasukkan melalui mulut ke lambung. Melalui endoskopi, mukosa dapat secara langsung dilihat, dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar-x karena ukuran atau lokasinya. c. Analisis lambung Yaitu pemeriksaan dengan menghisap cairan lambung atau duodenum, sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan bila ulkus sangat parah dan pasien dijadwalkan untuk menjalani operasi. d. Rontgen abdomen 7. KOMPLIKASI a. Intraktibilitas Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secara adekuat. Pasien dapat terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan di rumah sakit, atau tidak mampu mengikuti program terapi. Intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran pembedahan. b. Perdarahan Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi. Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis. c. Perforasi Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum. Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perforasi datang dengan keluhan nyeri mendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit timbul peritonitis kimia akibat 18 | U l k u s P e p t i k u m



keluarnya asam lambung, pepsin dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut menyebabkan pasien takut bergerak atau bernapas. 8. PENATALAKSANAAN MEDIK a. Istirahat fisik dan emosional, dipermudah dengan menciptakan lingkungan yang tenang, mendengarkan keluhan pasien, memberi dukungan emosi, dan sering diberikan obat sedative dosis kecil. b. Penghentian merokok, karena merokok dapat menurunkan sekresi bikarbonat dari pancreas ke duodenum. Sebagai akibatnya keasaman duodenum lebih tinggi bila seseorang merokok. Penelitian menunjukkan bahwa merokok terus menerus dapat menghambat secara bermakna perbaikan ulkus. c. Modifikasi diet Menghindari makanan yang dapat meningkatkan sekresi HCl. Tujuan diet untuk pasien dengan ulkus peptikum adalah menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran gastrointestinal. Hal ini dapat diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrim dan stimulasi berlebihan makanan ekstrak, alkohol, dan kopi (termasuk kopi dekafein, yang juga merangsang sekresi asam). Selain itu, upaya dibuat untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa. d. Obat-obatan Obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus peptikum mencakup :  Antagonis reseptor histamin (H2 bloker) yang menurunkan sekresi asam dalam lambung seperti, simetidin (tagamet), ranitidine (Zantac), farmotidin (Pepcid) dan nicatidin (Axid).  Inhibitor pompa proton yang juga menurunkan sekresi asam lambung seperti, omeprazol.  Agen sitoprotektif yang melindungi sel mukosa dari asam atau NSAID seperti, misoprostol (cytoted) dan sukralfat (Carafate).  Antasida yang menetralisir asam lambung.  Antikolinergis/antimuskarin yang menghambat sekresi asam seperti pirenzepin.  Kombinasi antibiotic dan garam bismuth yang menekan bakteri H. pylori contohnya tetrasiklin (plus Flagyl dan garam bismut), Amoksilin (plus Flagyl dan garam bismut), metronidazol (Flagyl), dan subsalisilat bismut. 18 | U l k u s P e p t i k u m



e. Terapi endoskopik Intervensi terapi endoskopis dilakukan pada ulkus dengan perdarahan sekunder. f. Pembedahan bila terjadi komplikasi. Intervensi bedah dilakukan apabila dengan terapi obat dan endoskopik tidak menurunkan keluhan perdarahan. Pembedahan dengan gastrektomi distal disertai Billroth I (gastroduodenostomi) atau Billroth II (gastrojejunostomi) untuk menghilangkan kondisi ulkus, atau dengan intervensi gastrektomi total.



B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan  Kaji riwayat kebiasaan merokok, alkohol, dan penggunaan obat-abatan anti inflamasi nonsteroid yang digunakan.  Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus peptikum? b. Pola nutrisi dan metabolik  Kaji adanya mual, muntah, dan anoreksia sehingga pasien mengalami 



kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi harian. Pasien ditanya kapan muntah terjadi, bila terjadi seberapa banyak? Apakah







muntahan merah terang atau seperti warna kopi (hematemesis)? Kaji kebiasaan makan pasien, termasuk kecepatan makan, kesukaan terhadap makanan yang pedas, penggunaan bumbu dan penggunaan minuman yang



mengandung kafein. c. Pola eliminasi  Kaji apakah pasien mengalami defekasi disertai feses berdarah (melena)? d. Pola aktivitas dan latihan  Kaji intensitas dan skala nyeri abdomen yang dirasakan pasien.  Nyeri pada ulkus peptikum biasanya digambarkan sebagai “rasa terbakar” atau “menggerogoti” dan terjadi kira-kira 2 jam setelah makan. Nyeri ini sering membangunkan pasien antara tengah malam dan jam 3 pagi. e. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres  Kaji adakah stress pekerjaan atau adakah masalah dengan keluarga?  Kaji tingkat ketegangan pasien atau kegugupan  Bagaimana pasien mengekspresikan marah, terutama dalam konteks kerja dan kehidupan keluarga?



18 | U l k u s P e p t i k u m







Pada beberapa pasien didapatkan keluhan yang lebih berat, seperti muntah, konstipasi, melena, dan hematemesis, dimana memberikan manifestasi kecemasan pada individu.



f. Pemeriksaan fisik  Pada pemeriksaan fisik, khususnya pada abdomen dipalpasi untuk 



melokalisasi nyeri tekan. Pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai indicator anemia (takikardia



dan



hipotensi) 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung; sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak. b. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume darah sekunder akibat melena dan hematemesis d. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit; kesalahan interpretasi terhadap informasi. 3. INTERVENSI a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung; sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, nyeri dapat berkurang/hilang atau teradaptasi. Kriteria Evaluasi :  Secara subyektif pasien menyatakan nyeri berkurang atau dapat  



teradaptasi Skala nyeri 0 – 1. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan







nyeri. Pasien tidak gelisah.



18 | U l k u s P e p t i k u m



Intervensi keperawatan : 1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya, karakteristiknya, lokasi, frekuensi atau lamanya, factor yang memperburuk dan meredakan. R : Identifikasi kaakteristik nyeri, untuk mengetahui intervensi apa yang akan diberikan. 2. Ukur tanda-tanda vital R : Peningkatan TD dan nadi menunjukkan adanya sakit/nyeri 3. Istiratkan pasien pada saat nyeri muncul R : Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang di perlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolism basal. 4. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri timbul R : Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal 5. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri timbul R : Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal 6. Manajemen lingkungan : lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan istrahatkan pasien. R : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer. 7. Lakukan manajemen sentuhan R : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. 8. Kolaborasi dalam pemberian obat penghambat H2 dan antasida R : Penghambat histamine H2 menurunkan produksi asam lambung, meningkatkan pH lambung dan menurunkan iritasi pada mukosa lambung, penting



untuk



penyembuhan



dan



pencegahan



lesi. Antasida



untuk



mempertahankan pH lambung pada tingkat 4-5. b. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, asupan nutrisi pasien seimbang atau terpenuhi. Kriteria evaluasi :  Pasien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat  Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal  Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet 18 | U l k u s P e p t i k u m



Intervensi keperawatan : 1. Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah. R : Memvalidasi dan menetapakan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat 2. Pantau intake dan output R : Mengukur ketidakefektifan nutrisi dan dukungan cairan. Makanan dan cairan tidak diizinkan masuk peroral selama beberapa jam atau beberapa hari sampai gejala akut berkurang. 3. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang R : Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar. 4. Berikan diet secara rutin R : Pemberian rutin tiga kali sehari dengan ditunjang pemberian reseptor H 2 memiliki arti peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam persiapan material makanan. 5. Anjurkan makan tiga kali sehari dengan diet yang disukai pasien, tetapi tetap menghindari predisposisi peningkatan kadar asam R : Oleh karena sedikit bukti yang mendukung teori bahwa diet saring (blender) lebih menguntungkan daripada makanan biasa, maka pasien dianjurkan untuk makan apa saja yang disukainya. 6. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat R : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energy dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik pasien. 7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian/pemakaian penghambat H2 (Cimetidin/Ranitidin) dan antasida R : Cimetidin penghambat histamine H2 menurunkan produksi asam lambung dan



menurunkan



iritasi



pada



mukosa



lambung.



Antasida



untuk



mempertahankan pH lambung pada tingkat 4,5. c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume darah sekunder akibat melena dan hematemesis Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik Kriteria evaluasi :  Pasien menunjukkan perbaikan system kardiovaskular  Hematemesis dan melena terkontrol 18 | U l k u s P e p t i k u m



 



Konjungtiva tidak anemis Pasien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembab, turgor kulit



 



normal, dan akral hangat. TTV dalam batas normal, CRT > 3 detik, urine >600 ml/hari Laboratorium : nilai hemoglobin, sel darah merah, hematokrit, BUN/kreatinin dalam batas normal



Intervensi Keperawatan : 1. Kaji sumber dan respons perdarahan dari melena dan hematemesis R : Deteksi awal mengenai seberapa jauh tingkat pemberian intervensi yang akan diberikan sesuai kebutuhan individu. 2. Pantau intake dan output R : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman. 3. Monitor TTV R : Menunjukkan adanya perubahan pada sistem tubuh 4. Monitor status cairan (turgor kulit, membrane mukosa, dan haluaran urine) R : Jumlah dan tipe cairan pengganti darah ditentukan dari keadaan status cairan. 5. Lakukan gastric cooling R : Intervensi pemberian cairan dingin ke lambung bertujuan untuk melakukan vasokonstriksi pembuluh darah lambung dan diharapkan dapat menurunkan perdarahan. 6. Awasi dan pertahankan masukan cairan melalui parenteral sesuai indikasi setiap jam. R : Memantau masukan cairan melalui parenteral dan dapat segera mengambil tindakan lebih lanjut jika terjadi tanda-tanda terjadinya kehilangan cairan yang berlebihan. 7. Kolaborasi pemberian terapi endoskopik R : Intervensi terapi endoskopik dilakukan dengan melakukan hemostasis koagulasi atau thrombosis terapi. Beberapa intervensi elektrokoagulasi, heater probe, atau laser YAG dilakukan untuk mengontrol perdarahan dari ulkus peptikum. d. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit; kesalahan interpretasi terhadap informasi. Tujuan : Secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang Kriteria evaluasi : 18 | U l k u s P e p t i k u m



 



Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya







dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi. Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik



Intervensi keperawatan : 1. Monitor respon fisik seperti kelemahan, perubahan tanda-tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang. R : Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal. 2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya R : Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan. 3. Catat reaksi klien/keluarga, berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaan/konsentrasinya serta harapan masa depan R : Kecemasan serta respon anggota keluarga terhadap apa yang terjadi dapat disampaikan kepada perawat 4. Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu seperti menulis, menonton TV dan keterampilan tangan. R : Sejumlah aktivitas atau keterampilan baik sendiri maupun dibantu selama pasien dirawat inap dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stimulus kecemasan.



18 | U l k u s P e p t i k u m



DAFTAR PUSTAKA Muttaqin, Arif dan Kumala Sari (2011) Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika Brunner dan Suddarth (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Suratun S. Kep, M. Kep dan Lusiana SKP, M.Kep (2010) Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : TIM Price, Sylvia A. (2006) Patofisiologi. Jakarta : EGC Sudoyo Aru W. dkk. (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Wilkinson, Judith M. (2007) Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC www.docstoc.com/docs/40112575/Ulkus-Peptikum http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2010/09/askep-ulkus-peptikum.html



18 | U l k u s P e p t i k u m