Makalah Wawancara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENGUMPULAN DATA KUALITATIF DENGAN CARA WAWANCARA (Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif)



Disusun Oleh: KELOMPOK 1 1. Ghaniyu Putri H



(132110101006)



2. Sifana Amalia F



(132110101021)



3. Desy Iswari A



(132110101024)



4. Nina Ainnur R



(132110101025)



5. Galih Dwi Lingga



(132110101036)



6. Arif Riski Andika



(132110101066)



7. Ade Ayu A



(132110101093)



8. Bhisma Satya D 9.



(132110101144)



Aflaha Hikmah Hs



(132110101152)



10. Nurike Hanani M



(132110101158)



11. Idistia Rosa N



(132110101191)



12. Maflukhi Bintan



(152110101270)



FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER



2016



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan inayah-Nya berupa kemampuan berfikir dan analisis sehingga makalah yang berjudul “Pengumpulan Data Kualitatif dengan Cara Wawancara ” dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas dari mata kuliah Peminatan PKIP metode penelitian kualitatif. Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya komitmen dan kerja sama yang harmonis diantara para pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dosen mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif atas segala arahan dan dukungan yang telah diberikan untuk kelancaran proses penyempurnaan makalah ini. 2. Rekan-rekan yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang konstruktif, serta semua pihak yang terlibat dalam proses penyempurnaan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya, tiada suatu usaha yang besar akan berhasil tanpa dimulai dari usaha yang kecil. Semoga makalah ini bermanfaat. Sebagai penanggung jawab dan penulis makalah ini, penulis sangat mengharap kritik, saran, dan masukan untuk perbaikan serta penyempurnaan lebih lanjut pada masa yang akan datang.



Jember, 23 Maret 2016



Penulis



1



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR................................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 1.1



Latar Belakang..........................................................................................1



1.2



Rumusan masalah.....................................................................................2



1.3



Tujuan ......................................................................................................2



1.1



Manfaat.....................................................................................................2



BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3 2.1



Tehnik Pengumpulan Data Kualitatif dengan Metode Wawancara...........3



BAB III KESIMPULAN........................................................................................19 3.1



Kesimpulan.............................................................................................19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terlibat dalam



matakuliah Metodologi Penelitian Kualitatif di



semester 6, kami telah mempelajari mengenai paradigma,ciri,desain dan alasan mengapa memilih penelitian kualitatif (Pedoman akademik,2013). Selanjutnya kami perlu mempelajari teknik pengumpulan data kualitatif dengan cara wawancara. Hal tersebut dikarenakan dalam keilmuan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, faktor sosial didalamnya dikaji dengan metodologi penelitian kualitatif. Implementasi saat melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara juga harus tepat dan sesuai dengan metode wawancara yang baik dan benar.



2



Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam



penelitian. Pemilihan teknik pengumpulan data harus



disesuaikan dengan jenis penelitian, peneliti juga diharuskan untuk memahami lebih dalam tentang teknik pengumpulan data dan cara menggunakan teknik pengumpulan data yang dipilih untuk penelitiannya. (Sugiyono 2013:224). Esterberg mengemukakan



(dalam bahwa



Sugiyono



wawancara



adalah



2009:317) pertemuan



antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahanyang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui halhal dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Oleh karena itu makalah dengan judul “Pengumpulan Data Kualitatif dengan Cara Wawancara ” merupakan hal penting yang harus dipelajari agar kami dapat mengetahui metode wawancara yang baik dan benar pada saat melakukan penelitian menggunakan metode kualitatif.



1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah teknik pengumpulan data kualitatif dengan metode wawancara? 1.3 Tujuan Untuk mengetahui teknik pengumpulan data kualitatif dengan metode wawancara



3



Manfaat 1) Memberikan tambahan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP) mengenai tehnik pengumpulan data kualitatif dengan metode wawancara 2) Pembaca dapat mengetahui metode wawancara yang baik dan benar pada saat melakukan penelitian menggunakan metode kualitatif.



3



BAB II PEMBAHASAN .1 Tehnik Pengumpulan Data Kualitatif dengan Metode Wawancara 2.1.1



Pengertian Metode Wawancara Sugiyono



(2012:7)



metode



penelitian



kualitatif



dinamakan sebagai metode baru. Karena popularitasnya belum lama, danamakan metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut sebagai



metode



penelitiannya



interpretive



lebih



berkenaan



karena dengan



data



hasil



interpretasi



terhadap data yang ditemukan di lapangan. Esterberg



(dalam



Sugiyono



2009:317)



mengemukakan bahwa wawancara adalah pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan



studi



pendahuluan



untuk



menemukan



permasalahanyang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-haldari responden yang lebih mendalam.



4



Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakuakn studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden



yang



lebih



mendalam



dan



jumlah



respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau



keyakinan



pribadi.



Sutrisno



Hadi



(1986)



mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai berikut : 1. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. 2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3. Bahwa inertpretasi subyek tentang pertanyaanpertanyyan yang diajukan peneliti keoadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. .1.2 Macam-macam Wawancara Esterberg, sebagaimana dikutip Sugiyono, mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu : 1) wawancara terstruktur, 2) wawancarasemi terstruktur, dan 3) wawancara tidak terstruktur. 1. Wawancara Terstruktur (Structured Interview ) Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara,



pengumpul



data



telah



menyiapkan



instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis



yang



alternative



jawabannya



pun



telah



5



disipakan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden



diberi



pertanyaan



yang



sama,



dan



pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur



ini



pula,



menggunakan pengumpulan



pengumpulan



beberapa data.



data



pewawancara



Supaya



setiap



dapat sebagai



pewawancara



mempunyai ketrampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara. Dalam melakukan wawancara, membawa



instrument



wawancara,



maka



menggunakan gambar,



alat



brosur



sebagai



pengumpul bantu



dan



selain



harus



pedoman



untuk



data



seperti



material



juga



tape



lain



dapat



recorder,



yang



dapat



membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Peneliti bidang pembangunan misalnya, bila akan melakukan



penelitian



untuk



mengetahui



respon



masyarakat terhadap berbagai pembangunan yang telah diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka perlu membawa foto-foto atau brosur-brosur tentang berbagai jenis pembangunan yang telah dilakukan. Misalnya pembangunan gedung sekolah, bendungan untuk pengairan sawah-sawah, pembangunan pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.. 2. Wawancara Semi terstruktur Jenis wawancara ini termasuk dalam kategori indepth



interview.



dibandingkan wawancara



Pelaksanaannya



wawancara jenis



ini



terstruktur.



adalah



untuk



lebih Tujuan



bebas dari



menemukan



permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ideidenya (Sugiyono,2007)



6



3. Wawancara Tidak Terstruktur Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap



untuk



pengumpulan



datanya.



Pedoman



wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan. Contoh : “Bagaimana pendapat Bapak/Ibu terhadap kebijakan pemerintah tentang KB pada saat ini? Dan bagaimana dampaknya terhadap masyrakat yang memiliki pola piker banyak anak banyak rejeki?” Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan malahan tentang



dalam untuk



penelitian



penelitian



responden.



Pada



pendahuluan



yang



lebih



penelitian



atau



mendalam pendahulua,



peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variable apa yang harus diteliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahn ang lebih lengkap, maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan yang ada dalam obyek. Misalnya akan melakukan penelitian tentang iklim kerja perusahaan, maka dapa dilakukan



wawancara



dengan



pekerja



tingkat



bawah,supervisor, dan manajer. Untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang



responden,



maka



peneliti



dapat



juga



menggunakan wawancara tidak terstruktur. Misalnya seseorang yang dicurigai sebagai penjahat, maka peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur



7



secara



mendalam,



sampai



diperoleh



keterangan



bahwa orang tersebut penjahat atau bukan. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui



secara



pasti



diperoleh,



sehingga



data



apa



peneliti



yang



lebih



akan



banyak



mendengarkan apa yang diceritakan oelh responden. Berdasarkan



analisis



terhadap



setiap



jawaban



tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara “berputar-putar baru menukik” artinya



pada



awal



wawancara,



yang



dibicarakan



adalah hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan, dan apabila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu



yang



menjadi



tujuan,



maka



segera



ditanyakan. Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang menggunakan pesawat telepon, akan selalu



terjadi



kontak



pribadi,



oleh



karena



itu



pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu tepat kapan dan dimana



harus



melakukan



wawancara.



Pada



saat



responden sedang sibuk bekerja, sedang mempunyai masalah berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, atau sedang marah, maka harus hati-hati dalam melakukan wawancara. Kalau dipaksakan wawancara dalam kondisi seperti itu, maka akan mengahsilkan data yang tidak valid dan akurat. Bila responden yang akan diwawancarai ditentukan



orangnya,



maka



sebaiknya



telah



sebelum



melakukan wawancara, pewawancara meminta waktu



8



terlebih dulu, kapan dan dimana bisa melakukan wawancara.



Dengan



cara



ini,



maka



suasana



wawancara akan lebih baik, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid. Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara sering bias. Bias adalah menyimpang dari dari yang seharusnya, sehingga dapat dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasaan data ini akan tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai (responden)



dan



situasi



dan



kondisi



pada



saat



wawancara. Pewawancara yang tidak dalam posisi netral, misalnya ada maksud tertentu, diberi sponsor akan memberikan interpretasi data yang berbeda dengan



apa



Responden



yag



akan



disampaikan memberi



data



oleh yang



responden. bias,



bila



responden tidak menangkap dengan jelas apa yang ditanyakan peneliti atau pewawancara. Oleh karena itu peneliti



jangan



memberi



pertanyaan



yang



bias.



Selanjutnya situasi dan kondisi seperti yang juga telah dikemukakan di atas, sangat mempengaruhi proses wawancara,



yang



pada



akhirnya



juga



akan



.1.3



mempengaruhi validitas data. Melakukan Wawancara Mendalam Wawancara mendalam merupakan sebuah interaksi sosial informal antara seorang peneliti dengan para informannya, seperti maota-ota bahasa Minangkabau. Sebelumnya, sudah disinggung bahwa wawancara mendalam seperti maota-ota tersebut atau ngomong-ngomong antara 2 orang tentang satu hal atau berbagai hal. Akan tetapi, ngomongngomong ini bukanlah ngomong-ngomong biasa, ini adalah ngomongngomong yang dilakukan untuk mendapatkan data yang valid, yaitu data yang menunjukkan sesuatu yang ingin diketahui. Ngomong-ngomong tersebut mestilah dilakukan dengan cara yang terkontrol, terarah, dan



9



sistematis. Terkontrol berarti pewawancara mesti mengendalikan jalannya ngomong-ngomong: memilih orang yang akan diajak ngomong dengan tepat, mengatur tempat duduk;mengendalikan arah pembicaraan. Terarah mengacu kepada ngomong-ngomong yang dilakukan jelas tujuannya dan jelas informasi yang akan dikumpulkan. Sistematis adalah ngomong-ngomong yang dilakukan ada penahapannya dan ada cara pencatatannya. Perlu disadari bahwa sebagai sebuah interaksi sosial, situasi wawancara antara peneliti dengan para informannya mempengaruhi kualitas hasil wawancara mendalam atau kualitas data yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh karena jawaban-jawaban para informan dan kedalaman jawaban-jawaban mereka merupakan respon para informan terhadap bukan hanya pertanyaan peneliti melainkan juga terhadap pewawancara itu sendiri dan perilakunya dalam mewawancarai. Oleh sebab itu, pewawancara perlu mengontrol situasi sosial wawancara mendalam agar datanya berkualitas dalam artian valid. .1.3.1 Langkah-langkah Wawancara Lincoln dan Guba dalam Sanapiah



Faisal,



sebagaimana dikutip Sugiyono, mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan



data



dalam



penelitian



kualitatif,yaitu : 1. Menetapkan siapa yang akan diwawancarai 2. Menyiapkan pokok-pokok masalah 3. Mengawali atau membuka alur wawancara 4. Melangsungkan alur wawancara 5. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya 6. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan 7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telahdiperoleh .1.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kualitas Hasil Wawancara



10



Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hasil wawancara mendalam yang perlu dikontrol oleh peneliti. Para peneliti perlu melakukan langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi gangguan faktor-faktor ini untuk mendapatkan data yang valid. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut 1. Jenis kelamin pewawancara. Perbedaan jenis kelamin antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai dapat mempengaruhi kualitas data, terutama untuk persoalan yang sensitif dari sudut pandang para informan. Pewawancara perempuan mungkin mendapatkan informasi yang berbeda dari pewawancara laki-laki dari seorang informan, bukan karena kualitas pertanyaannya atau karena cara mereka bertanya, tetapi lebih karena jenis kelaminnya sebagai contoh, seorang informan perempuan mungkin lebih leluasa dan tidak merasa malu untuk menjawab pertanyaanpertanyaan dari pewawancara perempuan tentang kesehatan reproduksinya (umpamanya, tentang jenis alat kontrasepsi yang dipakai, tentang pengalaman hubungan seksualnnya, dan tentang penyakit kelamin yang dideritanya) ketimbang pertanyaan yang sama diajukan dengan pewawancara lakilaki. Untuk menghindari terjadinya hal ini, sebaiknya peneliti laki-laki meminta bantuan seorang perempuan untuk mewawancarai perempuan tentang kesehatan reproduksinya. Begitu pula sebaliknya. 2. Perilaku pewawancara. Perilaku pewawancara ketika proses wawancara mendalam berjalan dapat pula mempengaruhi kualitas informasi yang diperoleh dari para informan. Sebagai contoh, pewawancara yang terkesan sombong dimata para informan dapat merangsang informan untuk tidak menjawab



11



pertanyaannya dengan baik. Pewawancara laki-laki yang tidak mengontrol pandangan matanya ketika mewawancarai seseorang perempuan dapat membuat informan perempuan yang diwawancarai buru-buru ingin mengakhiri wawancara dan oleh karenanya tidak memberikan jawaban yang terperinci. Oleh sebab itu, pewawancara perlu sensitif terhadap perbuatannya yang dapat menyinggung perasaan informannya. 3. Situasi wawancara. Situasi wawancara seperti apakah wawancara dilakukan secara santai atau tegang, apakah para informan dalam situasi yang terburu-buru karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan segera, apakah wawancara dilakukan di kantor atau di rumah, dan sebagainya. Juga dapat berpengaruh terhadap hasil wawancara. Sebagai contoh para pewawancara penelitian evaluasi program rumah aman gempa di Sumatera Barat mengeluhkan para informan perempuan mereka tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan secara terperinci ketika wawancara dilakukan pagi hari karena mereka terburu-buru untuk pergi ke warung guna membeli bahan-bahan yang akan mereka masak. Untuk mengurangi pengaruh ini, peneliti perlu menyesuaikan diri dengan situasi para informan dan meminta persetujuan dari para informan mengenai lokasi dan waktu wawancara, sehingga para calon informan meluangkan wakt unya yang cukup untuk diwawancarai.



2.1.4



Cara Mendapatkan Para Informan Penelitian Sudah cukup jelas dari penjelasan diatas bahwa wawancara



mendalam dilakukan antara peneliti dengan orang lain. Orang lain tersebut disebut informan penelitian. Oleh sebab itu, peneliti



12



memerlukan informan dalam penelitiannya apabila teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam. Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya ataupun orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti atau pewawancara mendalam. Kata informan harus dibedakan dari kata responden. Informan adalah orang-orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya maupun orang lain atau suatu kejadian, sedangkan responden adalah orang-orang yang banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara tentang dirinya dengan hanya



merespon



pertanyaan-pertanyaan



pewawancara



bukan



memberikan informasi atau keterangan. Karena dalam penelitian kualitatif peneliti harus menempatkan orang atau kelompok orang yang diwawancarai sebagai sumber informasi, maka selayaknya mereka disebut informan bukan responden. Ada 2 kategori informan: informan pengamat dan informan pelaku. Para informan pengamat adlah informan yang memberikan informasi tentang orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti. Informan kategori ini dapat orang yang tidak diteliti dengan kata lain orang lain yang mengetahui orang yang kita teliti atau pelaku kejadian yang diteliti. Mereka dapat disebut sebagai saksi suatu kejadian atau pengamat lokal. Dalam berbagai literatur mereka ini disebut pula informan kunci. Para informan pelaku adalah informan yang memeberikan keterangan tentang dirinya, tentang perbuatannya, tentang pikirannya,



tentang



interpretasinya



(maknanya)



atau



tentang



pengetahuannya. Mereka adalah subjek penelitian itu sendiri. Oleh sebab itu, ketika mencari informan, peneliti seharusnya memutuskan terlebih dahulu posisi informan yang akan dicari, sebagai informan pengamatkah atau sebagai pelaku. Tentu saja satu orang informan dapat memainkan 2 peranan diatas, tetapi para peneliti haruslah benar-benar menyadari hal tersebut karena pelaku belum tentu mempunyai pengetahuan luas dan mendalam tentang orang lain atau kejadian yang ingin diketahui, begitu pula sebaliknya.Apapun kategori informan, para informan tidak



13



dipahami sebagai objek peneliti atau penelitian, melainkan sebagai subjek .Sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi peneliti, baik sumber informasi tentang dirinya,tentang orang lain atau tentang kejadian-kejadian. Persoalannya kemudian adalah bagaimanakah para informan penelitian di dapatkan. Perlu diingat, karena peneliti perlu mendapatkan data yang falid, dia tidak boleh mewawancarai sembarang orang. Peneliti harus mengguanakan cara yang tepat untuk mendapatkan para informan peneliti. Ada mekanisme perolehan informan yang dapat dipilih oleh peneliti guna mendapatkan informan yang sesuai dengan data yang ingin dikumpulkan. Pilihan salah satu dari dua cara tersebut sangat dipengaruhi oleh diketahui atau tidaknya kriteria informan yang akan dijadikan sumber informasi oleh peneliti. Berikut akan disajikan kedua macam cara perolehan informasi peneliti. Pertama adalah mekanisme disengaja, yang dalam bahas inggris disebut purposive. Arti mekanisme disengaja adalah sebelum melakukan penelitian para peneliti menerapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh orang yang akan dijadikan sumber informasi. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan,peneliti telah mengetahui identitas orang-orang yang akan dijadikan informan penelitiannya sebelum penelitian dilakukan. Sebagai contoh, apabila peneliti menetapkan kriteria informasi adalah pimpinan anggota dan anggota kelompok tani, maka identitas orang yang akan dijadikan informan adalah pengurus kelompok tani dan anggota kelompok tani. Ini telah ditetapkannya sebelum turun kelapangan dilakukan. Ketika pengumpulan data dilakukan, peneliti mencari orang-orang yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan tersebut. Tentunya peneliti harus bertanya dilapangan kepada berbagai pihak untuk menemukan orang-orang yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan untk dijadikan informan peneliti. Pertanyaaannya adalah apa adakah kelompok tani diwilayah ini? Siapakah pengurusnya? Dimana tempat tinggal pengurus? Siapakah anggotanya? Dimanakah mereka tinggal?.



14



Untuk lebih memahami mekanisme di sengaja akan dipaparkan suatu contoh berikut. Dalam sebuah penelitian konflik agraria yang telah saya lakukan, untuk mendapatkan informasi tentang aktor-aktor yang terlibat dalam peristiwa konflik usaha-usaha untuk mewujudkan kepentingan, penyebab-penyebab anggota komunitas desa melakukan perlawanan saya menetapkan kriteria informasi tersebut : 1. Orang-orang yang terlibat dalam aksi-aksi perlawanan. 2. Pemempin aksi-aksi perlawanan. 3. Pemimpin adat. 4. Elitbirokrasi di desa. 5. Penjabat pemerinta yang terkait. Ketika pengumpulan data dilakukan, saya mencari orang-orang yang



memenuhi



kriteria



tersebut



untuk



diwawancarai.



Untuk



mendapatkan mereka saya bertanya kepada orang dilapangan siapa-siapa yang terlihat dalam aksi-aksi protes seperti demokrasi, pembakaran, dan blokade serta pimpinan aksi. Tentunya, saya juga menanyakan tempat tinggal mereka. Contoh yang lain dalah untuk mendapatkan informasi mengenai keterlibatan pemerintah negeri dalam menyelesaikan suatu konflik agraria disuatu nagari. Peneliti menetapkan kriteria informan penelitian sebelum kegiatan pengumpulan data dilakukan. Kriteria informan yang telah ditetapkan adalah : 1. Wali nagari (pimpinan nagari). 2. Sekertaris nagari. 3. Ketua dan anggota BPRN 4. Ketua kerapatan adat nagari



15



Ketika menetapkan kriteria informan perlu disadari status informan yang diperlukan, sebagai informan pengamat atau pelaku atau keduanya. Kriteria yang dirumuskan haruslah benar-benar memungkinkan peneliti untuk medapatkan data yang valid. Dengan demikian, kriteria informan mestilah orang-orang yang berpengetahuan tentang hal yang diteliti atau apabila informan yang dicari informan pengamat dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diteliti atau yang mengalami. Ini mensyaratkan peneliti mengetahui indentitas orang-orang yang mengetahui atau mengalami hal-hal yang diteliti. Apabila peneliti tidak mengetahuinya, maka dia sebaiknya menerapkan teknik pencarian informan yang lain seperti berikut. Kedua mekanisme gelinding bola salju (snowballing). Artinya adalah informan-informan penelitian diperoleh di lapangan berdasarkan informasi yang diperoleh dari para informan,bukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. Dalam hal ini, para informan itu diperoleh ketika peneliti berada di lapangan tanpa kriteria identitas informan yang jelas yang telah ditetapkan sebelum turun ke lapangan. Makin lama seseorang melakukan penelitian, makin banyak orang yang berhasil di wawancarai, ibarat bola salju yang menggelinding, makin lama bola menggelinding diatas salju, makin banyak salju yang menempel di bola. Itulah makanya teknik ini disebut teknik gelinding bola salju, terjemahan dari bahasa inggris snowballing. Teknik gelinding bola salju dilaksanakan karena peneliti tidak dapat merumuskan kriteria atau identitas informan sebelum melakukan penelitian karena tidak diketahui identitas orang yang pantas untuk dijadikan informan penelitiannya. Untuk memecahkan hal ini, yang dilakukan oleh peneliti adalah ketika berada dilapangan dia mencari informasi dari berbagai pihak siapa yang terlibat dalam suatu kegiatan, atau siapa yang menyaksikan suatu kegiatan. Peneliti, kemudian, menjadikan orang-orang yang diberi tahu oleh orang yang ditanya



16



tersebut sebagai informan penelitian. Itulah yang selanjutnya dilakukan oleh peneliti sampai mereka merasa data yang dikupulkan cukup. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mekanisme pencarian para informan penelitian seperti ini hanya pantas dilakukan apabila para peneliti tidak mengetahui kriteria orang yang pantas diwawancarai untuk mendapatkan informasi tertentu karena peneliti tidak mengetahui identitas orang yang dapat diwawancarai untuk mendapatkan informasi tertentu.kita hanya tau bahwa orang-orang yang perlu diwawancarai adalah mereka yang mengetahui isu yang sedang diteliti atau mereka yang melakukan sesuatu yang ingin diketahui oleh peneliti. Sebagai contoh, seorang peneliti ingin mengetahui pengalaman anak jalanan yang ingin dilecehkan secara seksual. Dia perlu mewawancarai secara mendalam anak-anak yang pernah mengalami pelecehan seksual, tetapi dia tidak mengetahui sama sekali identitas anak-anak



yang



pernah



mengalami



pelecehan



tersebut.



Untuk



mendapatkan informan, dia pergi ke lokasi dimana anak-anak jalan ditemukan. Kemudian, dia menanyakan kepada siapa yang ditemui disana megenai siapa anak-anak yang pernah mengalami pelecehan seksual. Beruntung, dia menemukan informasi tentang seorang anak yang pernah mengalami pelecehan seksual dari seorang anak jalanan atau dari petugas keamanan. Peneliti menemui anak ini dan kemudian diwawancarainya, setelah wawancari anak tersebut, dia menanyakan pada si anak tersebutanak-anak lain atau temannya yang pernah mengalami pelecehan seksual. Dari anak tersebut, peneliti mendapat informasi sebuah nama. Lalu dia mencari nama tersebut dan mewawancarainya kepada informan kedua ini, peneliti juga menanyakan anak-anak lain yang pernah mengalami pelecehan seksual. Apabila informasi tidak tau, peneliti mesti menyakan kepada pihak-pihak lain petugas keamanan atau mungkin pula kepada kativis pelindung anak. Dia melakukan proses seperti ini berulang kali sampai peneliti merasa



17



datanya cukup. Secara ringkas perbedaan teknik pencarian informan disengaja dengan gelinding bola salju dapat disajikan dalam tabel dibawah ini.



Tabel 4.1. Perbedaan antara teknik disengaja dengan gelinding bola salju Teknik Disengaja Teknik gelinding bola salju 1. Sebelum melakukan penelitian, para 1. Peneliti tidak menetapkan kriteria informan peneliti menetapkan kriteria tertentu yang sebelum melakukan penelitian karena tidak mesti dipenuhi oleh orang yang akan mengetahuinya dijadikan sumber informasi. 2. Peneliti telah mengetahui identitas orang- 2. Peneliti tidak mengetahui identitas orang orang yang akan dijadikan informan yang dapat dijadikan informan. penelitiannya sebelum penelitian dilakukan. 3. Peneliti di lapangan mencari orang-orang 3. Peneliti mencari orang yang akan yang memenuhi kriteria yang telah diwawancarai dari orang yang telah ditetapkan untuk diwawancarai. diwawancarai atau informan diperoleh dari informan yang telah diwawancarai.



Dua macam teknik pengumpulan data itu dinyatakan oleh penulis buku-buku metode penelitian kualitatif untuk membantu para peneliti menemukan informan-informan penelitian dengan cara yang sistematis. .1.5



Kebutuhan Akan Informan dan Cara Mengakhiri Penelitian Pertanyaan yang sering diajukan oleh mahasiswa adalah berapa banyak informan yang harus diwawancarai dalam penelitian kualitatif agar hasil penelitian berkualitas? Bagaimana cara mengakhiri penelitian kualitatif. Sesungguhnya, kepedulian penelitian kualitatif bukan terhadap jumlah informan yang telah diwawancarai, melainkan terhadap kualitas data yang telah dikumpulkan dalam hal ini validitas data (data yang dikumpulkan benar-benar menggambarkan atau menunjukkan sesuatu



18



yang ingin diketahui). Karena itu, kebutuhan akan informan tidaklah didasarkan kepada pencapaian jumlah informan yang akan atau telah diwawancarai, disebabkan oleh jumlah informan itu sendiri tidak menentu atau tidak menjamin validitas data, melainkan didasarkan pada keperluan informan untuk mendapatkaninformasi tertentu dan kepada kualitas informasi yang diperoleh dengan dua pertimbangan berikut: 1. Kontribusi informan terhadap informasi yang ingin dikumpulkan atau keadaan yang ingin dipahami. Artinya, mungkin saja informan lain diperlukan untuk mendalami atau mengklarifkasi suatu informasi. 2. Keragaman informan dari berbagai sudut (Taylor, 1984: 83) untuk mengecek kebenaran dan ketepatan suatu informasi. Hal ini disebut triangulasi untuk mencapai data yang valid. Selain dari itu, seperti yang akan dijelaskan dalam bagian analisis data (Bab beriut), ketika melakukan penelitian kualitatif, seseorang peneliti



aktif



menganalisis



datanya



selama



proses



penelitian



berlangsung. Jumlah informan sangat ditentukan oleh analisis data ini, karena setelah membaca catatan lapangan berasal dari interview mendalam, peneliti mungkin mempunyai berbagai pertanyaan yang hendak dijawab dari berbagai informan atau konfirmasi dari pihak-pihak lain. Beradsarkan penjelasan diatas, tidak dapat ditentukan jumlah orang yang harus diwawancarai untuk mendapatkan data yang berkualitas dalam penelitian kualitatif. Hal yang dapat dikatakan adalah anda harus mewawancarai sebanyak mungkin informan yang anda bisa peroleh sampai anda yakin bahwa anda telah mengetahui sesuatu secara mendetail atau mendalam, anda telah benar-benar memahami sesuatu atau anda benar-benar yakin data anda telah valid.



19



Sesuatu yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah membuat keputusan untuk mengakhiri penelitian. Dalam penelitian kuantitatif, jumlah responden telah ditetapkan sebelum melakukan penelitian. Penelitian dihentikan apabila jumlah responden yang diwawancarai telah mencapai jumlah yang ditetapkan. Berbeda dari penelitian kuantitatif, seperti yang telah disinggung diatas dalam hal penelitian kualitatif jumlah informan penelitiantidak dapat ditentukan sebelum penelitian berlangsung karena pertimbangan kompleksitas masalah penelitian dan validitas data. Oleh sebab itu, perlu ditegaskan bahwa keputusan untuk menghentikan penelitian tidaklah didasari pada jumlah informan yang telah diwawancarai, melainkan pada validitas data yang diperoleh. Ada yang berpendapat bahwa penelitian kualitatif dapat dihentikan apabila data sudah jenuh ditandai dengan ara informan yang telah memberikan jawaban yang sama dari peneliti (lih. Moleong, 1998). Akan tetatpi ungkapan data yang sudah jenuh problematik. Informasi berulang yang diperoleh peneliti dapat berasal dari informan-informan yang berada pada suatu posisi sosial atau suatu kelompok sosial, sehingga data penelitian yang berulang mungkin bagi kelompok ini dan hal itu dapat mengakibatkan data yang telah dikumpulkan tidak valid. Dengan demikian, ketika seorang peneliti memperoeh pengulangan jawaban dari beberapa informan belum dapat disimpulkan data sudah jenuh. Berdasarkan penjelasan diatas, lebih baik dikatakan bahwa penelitian kualitatif dapat dihentikan apabila peneliti telah merasa bahwa data yang dikumpulkan telah valid danmampu menjawab pertanyaan penelitian. Hal ini memerlukan pengetahuan tentang tanda-tanda data telah valid. Disamping itu, keterbatasan dana dan waktu dapat juga menjadi pertimbangan untuk mengakhiri sebuah hubungan penelitian kualitatif, tetapi pada hal ini dilakukan dengan tanpa mengorbankan validitas data dan tujuan penelitian. Perlu diingat tidak berarti bahwa satu kali seseorang peneliti memutuskan untuk menghentikan penelitian, peneliti yang bersangkutan



20



tidak perlu kembali ke lapangan. Banyak peneliti yang berulang kali ke lapangan karena ketika menulis laporan penelitian, dia masih merasa ada hal-hal yang perlu didalami atau dikonfirmasikan ke lapangan.



BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan Dari apa yang telah dibahas oleh penulis, maka dapat diajukan kesimpulan berupa: Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian. Pemilihan teknik pengumpulan data harus disesuaikan dengan jenis penelitian, peneliti juga diharuskan untuk memahami lebih dalam tentang teknik pengumpulan data dan cara menggunakan



teknik



pengumpulan



data



yang



dipilih



untuk



penelitiannya. Merupakan hal penting yang harus dipelajari agar kami dapat mengetahui teknik pengumpulan data yang sesuai dengan fenomena yang terjadi pada saat melakukan penelitian menggunakan metode kualitatif.Beberapa diantaranya yang dapat digunakan adalah dengan metode wawancara, observasi, dan FGD (Focus Group Discussion), yang mana setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan dapat digunakan dengan kriteria tertentu sehingga peneliti harus memakasimalkan potensi setiap metode agar dapat mendukung penelitian yang sedang dilakukannya.



19



DAFTAR PUSTAKA Afrizal.2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press. Basuki, sulistyo. 2012. Metodologi kuantitatif dan kualitatif dalam penelitian ilmu perpustakaan dan informasi.Depok:DIP Istiaji,erdi, dkk.2014. Metode Penelitian Kualitatif. Jember:UPT penerbitan UNEJ. Kuntjojo.2009. metodologi Penelitia.Diktat Buku Ajar. Kediri Pedoman akademik. 2013.Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas jember Soendari. Perbandingan Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. PPT dosen Sugiyono.2015.Metode



Penelitian



Kuantitatif



Kualitatif



dan



R



&



D.Bandung:Alfabeta Sukidin, basrow. 2002. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif makro. Depok : Insancindekia. Suryono. 2010. Model praktis penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Buku Ajar. Universitas Pendidikan Indonesia. Jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/.../12/18.Diakses tanggal 20 Maret 2016 http://repository.upi.edu/428/6/S_PSI_0703833_CHAPTER3.pdf. Diakses tanggal 20 Maret 2016



20



LAMPIRAN RANCANGAN IMPLEMENTASI PENGAMBILAN DATA DENGAN METODE WAWANCARA PADA PENELITIAN KUALITATIF Studi Kualitatif Mengenai Perilaku Mahasiswa Dalam Mentaati Tata Tertib Regulasi Parkir Di Wilayah Kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember Informan kunci dalam penelitian ini yaitu



Nama observer



:



Hari/ tanggal



:



Waktu wawancara



:



Tempat



:



21



: