Makalah Wawasan Kemaritiman Vita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Wawasan Kemaritiman



DEFINISI MARITIM, KEPULAUAN, DAN NUSANTARA



OLEH KELOMPOK 1



MUSLIMAT



:



F1C1 18 002



HILYA SALSADILLA



:



F1C1 18 004



KILLA DAYANA PUTRI



:



F1C1 18 006



VITA



:



F1C1 18 008



SITTI WAHYUNI SINAPOY :



F1C1 18 010



WA ODE ASTIKA



:



F1C1 18 012



HANDRI



:



F1C1 18 014



HASNAWATI



:



F1C1 18 016



: :



JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019



KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad saw. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Definisi Maritim, Kepulauan, dan Musantara”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang maritim dan kemaritiman, negara kepulaun, dan definisi nusantara itu sendiri. Karena hampir sebagian besar negara Indonesia terdiri atas pulau-pulau dan lautan yang terbentang luas. Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing Wawasan Kemaritiman yang telah membantu membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah yang baik dan sesuai kaidah. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun, terimakasih. Kendari, 08 Maret 2019 Penulis



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1.



LATAR BELAKANG .............................................................................. 1



1.2.



RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 2



1.3.



TUJUAN MAKALAH ............................................................................. 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 4 3.1. Maritim dan Kemaritiman .......................................................................... 4 3.2. Negara Kepulauan ...................................................................................... 6 3.3. Nusantara ...................................................................................................11 BAB IV KESIMPULAN....................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Negara Maritim adalah negara yang memanfaatkan secara optimal wilayah lautnya dalam konteks pelayaran secara umum. Contoh negaranegara maritim diantaranya: Inggris, Amerika Serikat, Singapura, China, dan Panama. Negara-negara tersebut dikategorikan sebagai negara maritim , karena melakukan manajemen pembangunan wilayah perairan lautnya secara sungguh-sungguh, komprehensif, terencana, dan berkesinambungan. Berdasarkan latar belakang dan fakta sejarah, bangsa Indonesia pernah berjaya dalam kemaritiman. Tercatat beberapa kerajaan yang pernah ada di Indonesia dikenal sebagai penguasa maritim, seperti Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Demak, Bone, dan lain-lain. Jejak fakta sejarahnya bahkan ditemui di Madagaskar. Kata Mritim berasal dari bahasa Inggris yaitu maritime, yang berarti navigasi, maritime atau bahari. Dari kata ini kemudian lahir istilah maritm power yaitu negara maritim atau negara samudera. Maritim dalam Kamus Besar



Bahasa



Indonesia



diartikan



sebagai



berkenaan



dengan



laut



berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Dalam bahasa Inggris, kata maritim untuk menunjukan sifat atau kualitas yang menyatakan penguasaan terhadap laut. Mengenai konsepsi negara kepulauan diterima oleh masyarakat Internasional dan telah dimasukkan dalam UNCLOS III 1982, utamanya pada pasal 46. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa “Negara Kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencangkup pulau-pulau lain. Sedangkan pengertian kepulauan



1



disebutkan sebagai “kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lan wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. Dan dalam sejarah hukum laut Indonesia sudah dijelaskan dalam Deklarasi Juanda 1957,yaitu pernyataan Wilayah Perairan Indonesia. Membahas negara kepulauan, Indonesia sendiri adalah salah satu contoh negara kepulauan. Indonesia terdiri dari berbagai macam pulau-pulau yang tersebar di hampir seluruh perairan Indonesia. Sebagian besar wilayah Negara Kesatuan



Republik



Indonesia berupa perairan



dan



daerah



perbatasannya itu sendiri adalah sebagaian besar berbatasan dengan laut. Sehingga Indonesia di sebut juga dengan istilah Nusantara. Negara-negara yang merupakan negara maritim, negara kepulauan mauapun nusantara sendiri memiliki sangkut paut satu sama lain dan mempunyai penjelasan masing-masing yang masih banyak orang belum pahami. Sehingga melalui makalah ini akan di bahas lebih lanjut lagi tentang definisi maritim dan kemaritiman, negara kepulauan dan nusantara. Agar dapat diketahui apa itu negara maritim dan kemaritiman, negara kepulauan, serta penjelasan nusantara. 1.2. RUMUSAN MASALAH a. Bagaimana penjelasan tentang maritim dan kemaritiman? b. Bagaimana penjelasan tentang negara kepulaun? c. Bagaimana penjelasan tentang nusantara? 1.3. TUJUAN MAKALAH a. Untuk menjelaskan tentang maritim dan kemaritiman b. Untuk menjelaskan tentang negara kepulauan c. Untuk menjelaskan tentang nusantara



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kata maritim berasal dari bahasa Inggris yaitu maritime, yang berarti navigasi, maritime atau bahari. Dari kata ini kemudian lahir istilah maritime power yaitu negara maritim atau negara samudera. Maritim, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berkenaan dengan laut berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Dalam bahasa Inggris, kata maritim untuk menunjukan sifat atau kualitas yang menyatakan penguasaan terhadap laut. (A. Kadar, 2015). Sebagai negara kepulauan, Indonesia telah diakui dunia secara internasional (UNCLOS 1982) yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985. Berdasarkan UNCLOS 1982, total luas wilayah laut Indonesia seluas 5,9 juta km², terdiri atas 3,2 juta km² perairan teritorialdan 2,7 km² perairan Zona Ekonomi Eksklusif, luas tersebut belum termasuk landas kontinen. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. (Ridwan Lasabuda, 2013). Berkenaan dengan pengertian maritim, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan laut, berkenaan dengan pelayaran. Sedangkan kemaritiman diartikan sebagai hal-hal yang menyangkut masalah maritim. Selain dikenal istilah mariti juga dikenal istilah bahari. (Oskep Adhayanto, 2014).



3



BAB III PEMBAHASAN 3.1. Maritim dan Kemaritiman Negara Maritim adalah negara yang memanfaatkan secara optimal wilayah lautnya dalam konteks pelayaran secara umum. Atau dengan kata



lain



maritim



adalah



segala



aktivitas



pelayaran



dan



perniagaan/perdagangan yang berhubungan dengan kelautan atau disebut pelayaran niaga. Contoh negara-negara maritim diantaranya: Inggris, Amerika Serikat, Singapura, China, dan Panama. Negara-negara tersebut dikategorikan sebagai negara maritim , karena melakukan manajemen pembangunan wilayah perairan lautnya secara sungguh-sungguh, komprehensif, terencana, dan berkesinambungan. Kata Mritim berasal dari bahasa Inggris yaitu maritime, yang berarti navigasi, maritime atau bahari. Dari kata ini kemudian lahir istilah maritm power yaitu negara maritim atau negara samudera. Maritim dalam Kamus Besar



Bahasa



Indonesia



diartikan



sebagai



berkenaan



dengan



laut



berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Dalam bahasa Inggris, kata maritim untuk menunjukan sifat atau kualitas yang menyatakan penguasaan terhadap laut. Pengertian kemaritiman yang selama ini diketahui oleh masyarakat umum adalah menunjukkan kegiatan di laut yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan, sehingga kegiatan di laut yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi atau penangkapan ikan bukan merupakan kemaritiman. Dalam arti lain kemaritiman berarti sempit ruang lingkupnya, karena berkenaan dengan pelayaran dan perdagangan laut. Sedangkan pengertian lain dari kemaritiman yang berdasarkan pada terminologi adalah mencakup ruang/wilayah permukaan laut, pelagik dan mesopelagik yang merupakan



4



daerah subur dimana pada daerah ini terdapat kegiatan seperti pariwisata, lalulintas, pelayaran dan jasa-jasa keautan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maritim diartikan menjadi hal yang berkenaan menggunakan bahari, terutama hal yang berkaitan pelayaran dan perdagangan pada bahari. Pengertian tersebut menegaskan bahwa negara maritim adalah negara yang terkait dengan kebahariaan atau kelautan. Dan perlu ditegaskan juga bahwa negara maritim adalah bukan jargon semata melainkan sebuh tindakannya nyata. Dari istilah seapower atau kekuatan laut tadi maka istilah maritim sering mengandung unsur bermakna ganda. Untuk terus menjadi sebuah negara maritim maka diperlukan sebuah persyaratan. Pengertian negara maritim apabila terpenuhi semua persyaratan maka dipastikan negara Indonesia akan semakin kuat. Terdapat dua versi untuk pengertian maritim ini, yaitu: maritim dalam pengertian sempit yang hanya berhubungan dengan efek dan bahari (angkatan bahari) dan arti ke-dua yaitu negara maritim pada arti yang seluas-luasnya yang meliputi seluruh aktivitas yang



beraviliasi dan berkenaan enggunakan bahari atau lebih



acapkali disinggung dengan istilah kelautan. Jika ditinjau dari sisi rapikan bahasa, kelautan merupakan istilah benda, sedangkan martitim adalah adjectiva. Maka negara maritim adalah penggabungan antara benda sebagai negara dan objektiva sebagai maritim. Dengan demikian, bila kita ingin menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara bahari maka negara Indonesia wajib memanfaatkan potensi laut dan pada akhirnya cita rasanya akan penggunaan negara maritim akan lebih sempurna. Indonesia terus mengembangkan diri untuk menjadi negara maritim bukan hanya negara agraria ataupun kelautan. Membentuk negara maritim



5



tidak hanya menentukan Hari Maritim Indonesia untuk Internasional. Atau hanya seremonial tentang potensi negara maritim. 3.2. Negara Kepulauan Konsepsi negara kepulauan diterima oleh masyarakat internasional dan dimasukan kedalam UNCLOS III 1982, utamanya pada pasal 46. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain”. Sedangkan pengertian kepulauan disebutkan sebagai, “ kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis diangap sebagai demikian.” Dan dalam sejarah hukum laut Indonesia sudah dijelaskan dalam deklarasi Juanda 1957 , yaitu pernyataan Wilayah Perairan Indonesia: “Segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan RI dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak daripada negara RI” Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.” Sementara itu, dimasukannya poin-poin negara kepulauan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 yang berisi 9 pasal, yang berisi antara lain: Ketentuan-ketentuan tentang negara-negara kepulauan, garis-garis pangkal lurus kepulauan, status hukum dari perairan kepulauan, penetapan perairan pedalaman, dalam perairan kepulauan, hak lintas damai melalui perairan kepulauan, hak lintas alur-alur laut kepulauan, hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam



6



pelaksanan hak lintas alur-alur laut kepulauan. Pengaturan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 dimulai dengan penggunaan istilah negara kepulauan (archipelagic state).Pada pasal 46 butir (a) disebutkan bahwa, “negara kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain (pasal 46 butir (a). Maksud dari pasal 46 butir (a) tersebut adalah, secara yuridis, pengertian negara kepulauan akan berbeda artinya dengan definisi negara yang secara geografis wilayahnya berbentuk kepulauan. Hal ini dikarenakan, dalam pasal 46 butir (b) disebutkan bahwa kepulauan adalah suatu gugusan pulau-pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian erat sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatui kesatuan geografis, ekonomi dan politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. Dengan kata lain, pasal 46 ini membedakan pengertian yuridis antara negara kepulauan (archipelagic state) dengan kepulauan (archipelago) itu sendiri (Agoes 2004). Perbedaan ini menimbulkan konsekuensi bahwa penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) tidak bisa dilakukan oleh semua negara yang mengatasnamakan dirinya sebagai negara kepulauan.Hal ini dikarenakan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bila ingin melakukan penarikan garis pangkal lurus kepulauan.Yaitu, satu kesatuan geografis, ekonomi, politik, dan historis. Adapun persyaratan obyektif yang harus dipenuhi oleh negara kepulauan dalam melakukan penarikan garis pangkal lurus kepulauan (pasal 47), yaitu: 1. Rasio (perbandingan) antara luas wilayah perairan dengan daratan, yaitu suatu negara kepulauan minimal harus memiliki luas peraioran yang sama bear atau makasimal hanya sembilan kali dengan luas daratannya. 2. Panjang maksimum setiap segmen garis pangkal, yaitu panjang setiap garis lurus yang menghubungkan dua titik pangkal ditetapkan diteteapkan



7



tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali bila tiga persen dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulaaun dapat melebihi kepanjangan tersebut, maka dapat digunakan batas maksimum 125 mil laut. 3. Penarikan garis pangkal demikian tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum kepulauan tersebut. 4. Garis pangkal demikian tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut, kecuali apabila diatasnya telah dibangun mercusuar atau instalasi serupa yang secara permanen berada diatas permukaan laut atau apabila elevasi surut tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari pulau terdekat 5. Sistem garis pangkal demikian, tidak boleh diterapkan oleh suatu negara kepulauan dengan cara yang demikian rupa sehingga memotong laut teritorial negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif. 6. Apabila suatu bagian perairan kepulauan suatu negara kepulauan, terletak diantara dua bagian suatu negara tetangga yang langsung berdampingan, hak-hak yang ada dan kepentingan-kepentingan sah lainnya yang dilaksanakan secara tradisional oleh negara tersebut terakhir diperairan mereka, serta segala hak yang ditetapkan dalam perjanjian antara negaranegara tersebut akan tetap berlaku dan harus dicermati. 7. Untuk maksud menghitung perbandingan perairan dengan daratan, daerah daratan dapat mencakup didalamnya perairan yang terletak didalam tebaran karang pulau-pulau dan Atol, termasuk bagian plateau oceanic yang bertebing curam yang tertutup atau hampir tertutup oleh serangkaian pulau batu gamping dan karang kering diatas permukaan laut yang terletak disekeliling plateau tersebut. 8. Garis pangkal yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal ini, harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya, dapat dibuat daftar koordinat geografis titiki-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.



8



9. Negara kepulauan harus mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau daftar koordinat geografis demikian dan harus mendepositkan satu salinan setiap peta atau daftar demikian ke Sekjen PBB. Selanjutnya, diatur bahwa ketentuan yang tertuang dalam pasal 47 merupakan garis pangkal untuk pengukuran lebar laut teritorial, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen bagi suatu negara kepulauan (pasal 48). Dengan kata lain, pasal 48 mengukuhkan bahwa untuk suatu negara kepulauan, garis-garis pangkal lurus kepulauan mempunyai fungsi yang sama dengan garis-garis pangkal lain yang diakui oleh Konvensi Hukum Laut 1982, seperti garis –garis pangkal biasa dan garis-garis pangkal lurus. (Agoes 2004). Dari beberapa aturan yang telah diuraikan diatas, jelas bahwa Indonesia yang berstatus sebagai negara kepulauan akan diuntungkan, karena dapat menggunakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki cara penarikan garis-garis pangkal kepulauan. Oleh karenanya, Indonesia menuangkan Konsepsi Negara Kepulauan dalam amandemen ke 2 UUD 1945 Bab IXA tentang wilayah negara. Pada pasal 25 E berbunyi ” Negara Kesatuan RI adalah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah-wilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu, dalam pasal 2 Undang-Undang No 6 tahun 1996 tentang Perairan indonesia, pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan bahwa negara RI adalah negara kepulauan. Sebagaimana yang disyaratkan oleh pasal 46 Konvesni Hukum aluat PBB 1982, tiak semua negara yang wilayahya terdiri dari kumpulan pulau-pulau dapat di anggap sebagai negara kepulauan. Dari peraturan peundang-undangan nasional yang dikumpulkan oleh UN-DOALOS ada 19 negara yang menetapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan negara kepulauan, yaitu; Antigua dan Barbuda, Bahama, Komoro, Cape Verde, Fiji, Filipina, Indonesia, Jamaika, Kiribati, Maldives, Kepulauan Marshall, PNG, Kepulauan Solomon, Saint Vincent dan Grenadines, Sao Tome dan Principe, Seychelles, Trinidad dan Tobago, Tuvalu, dan Vanuatu (Agoes 2004)



9



Selanjutnya



dalam



peraturan



pelaksanannya,



pemerintah



RI



mengeluarkan PP No 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia.Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial. Sedangkan penarikan garis pangkal kepulauan dilakukan dengan menggunakan; garis pangkal lurus kepulauan, garis pangkal biasa garis pangkal lurus, garis penutup teluk, garis penutup muara sungai, terusan dan kuala, serta garis penutup pada pelabuhan. Namun kepemilikan Indonesia terhadap pulaupulau kecil, khususnya pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, masih menyisakan permasalahan.Kalahnya pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia telah mamberikan pelajaran kepada Indonesia dimuka Internasional.Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah RI hanya sekedar memilki tanpa mempunyai kemampuan untuk menguasai dan memberdayakannya.Berkaca dari maraknya potensi konflik dipulau-pulau kecil terluar, pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpres No 78 Tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Perpres tersebut bertujuan untuk: 1. Menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan. 2. Memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. 3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar juga diharapkan dapat mengatasi ancaman keamanan yang meliputi kejahatan transnasional penangkapan ikan ilegal, penebangan kayu ilegal, perdagangan anak-anak dan perempuan (trafficking), imigran gelap, penyelundupan manusia, penyelendupan senjata dan bahan peledak, peredaran narkotika, pintu masuk terrorisme, serta potensi konflik sosial dan politik. Hal ini penting agar kesaradaran untuk menjaga pulau-pulau kecil diperbatasan tetap ada, dan pualu-pulau kecil diperbatasan tidak dianggap sekedar halaman belakang.



10



3.3. Nusantara Secara etimologi, kata “nusantara” tersusun dari dua kata, “nusa” dan “antara”. Jika di kupas dari kata perkata, kata “nusa” dalam bahasa Sansekerta berarti pulau atau kepulauan. Sedangkan dalam bahasa Latin, kata “nusa” berasal dari kata nesos yang menurut Martin Bernal dapat berarti semenanjung , bahkan suatu bangsa. Merujuk pada penyataan Bernal tersebut, maka kata “nusa” juga mempunyai kesamaan arti dengan kata nation dalam bahasa Inggris yang berarti bangsa. Dari sini bisa di tafsirkan bahwa kata “nusa” dapat memiliki dua arti, yaitu kepulauan dan bangsa. Kata ke-dua yaitu “antara” memiliki padanan dalam bahasa Latin, in dan tern yang berarti antara atau dalam suatu kelompok. “antara” juga mempunyai makna yang sama dengan kata inter dalam bahasa Inggris yang berarti antar (antara) dan relasi. Sedangkan dalam Bahasa Sansekerta, kata “antara” dapat diartikan sebagai laut, seberang, atau luar (sebagaimana pemaknaan dalam Sumpah Palapa Patih Gadjah Mada di Kerajaan Majapahit). Dari sini bisa ditafsirkan bahwa kata “antara” mempunyai makna, yaitu antar (antara), relasi, seberang, dan laut. Dari penjabaran diatas, penggabungan kata “nusa” dan “antara” menjadi kata “nusantara” dapat diartikan sebagai kepulauan yang dipisahkan oleh laut ata bangsa-bangsa yang dipishkan oleh laut. Arti dari pernyataan pertama dapat merujuk pada keseluruhan wilayah dunia. Sedangkan pernyataan ke-dua dapat berarti bangsa-bangsa (yakni kini telah bersulih menajdi negara-negara) di seluruh dunia. Pernyataan ke-dua juga dapat dikembangkan lagi, yaitu kata “nusantara” mempunyai persamaan dengan kata “internasional” (international) yang jika di kupas dari kata perkata menjadi inter atau antara atau laut dan nation atau bangsa. Sehingga kata “internaisona” (international) dapat bermakna bangsa-bangsa yang terpisah oleh laut atau dapat pula berarti relasi antara bangsa-bangsa di seluruh dunia. Menilik dari segi sejarah, kata “nusantara” pertama kali tertulis dalam literatur berbahasa Jawa sekitar abad ke-12 sampai 16. Penggunaan kata



11



“nusantara” semakin dikenal ketika Patih Amangkabumi Kerajaan Majapahit, Gadjah Mada mengucapkan kata ini dalam Sumpah Palapa pada thaun 1258 Saka (1336 M). Pada waktu itu , kata”nusantara” bermakna daerah yang berada di luar pengaruh kebudayaan Jawa atau berada di seberang Jawawidpa (Pulau Jawa), terpisah oleh laut dan menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Majapahit. Pada awal abad ke-20, pengertian “nusantara mengalami pergeseran arti sehingga dipahami sebagai nama suatu wilayah yang merupakan kelanjutan dari nama Hindia Belanda. Nama wilayah ini kemudian dikenal dengan nama Indonesia. Pengertian pada awal abad ke-20 ini selanjutnya dipakai sebagai acuan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menyebut wilayah kesatuan yang membentang dari Sabang sampai Merauke sebagai wilayah “nusantara”. Inilah pengertian secsara geopolitik yang berasal dari Kerajaan Majapahit dan kemudian dipakai sebagai acuan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menyebut wilayah Indonesia. Berdasarkan pada penjabaran diatas, wilayah “nusantara” tak hanya di pahami sebagai wilayah terluar Kerajaan Majapahit yang meliputi wilayah Indonesia pada masa sekarang ditambah dengan sebagian wilayah Asia Tenggara. Wilayah”Nusantara”juga tak hanya sebagai sebuah wilayah yang membentang dari Sabang sampai Merauke, sebagaiamana yang menjadi pemahaman Negara Kesatusan Republik Indonesia sampai sekarang. Namun, wilayah “nusantara” dapat



dipahami



sebagai



suatu



wilayah



yang



mencangkup



seluruh dunia. Kesimpulan tentang wilayah “nusantara” diatas juga berlaku untuk seluruh kerajaan /kesultanan yang pernah ada atau masih eksis hingga saat ini di seluruh dunia. Kerajaan/kesultanan di seluruh dunia tersebut dikatakan sebagai kerajaan Nusantara. Hal ini berpijak pada batas geografis dimana seluruh daratan (pulau) yang dipisahkan oleh laut termasuk dalam pengertian nusantara, sehingga kerajaan nusantara mempuyai arti yang sama dengan kerajaan dunia. Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian Nusantara



12



Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, menyatakan Nusantara yaitu sebuah Nusa yang terdiri dari dua benua dan dua samudera. Tontowi Amsia, menyatakan Nusantara merupakan sebuah negara yang bersifat kepulauan serta terletak di dalam posisi silang Dr.Wan Usman,pengertian wawasan nusantara menurut Prof. Dr. Wan Usman merupakan sebuah teknik dan cara pandang oleh bangsa Indonesia tentang diridan juga tanah airnya sebgaai sebuah negara kepulauan dengan segala macam aspek kehidupan yang cukup beranekaragam. Joko Darmawan, menyatakan Nusantara merupakan sebuah wilayah di Negara Indonesia yang diawali dari pulau Nanggroe Aceh Darussalam sampai dengan Pulau Papua. Negara nusantara yang kedua adalah Kerajaan Majapahit pada zaman Hayam Wuruk yang dibantu juga dengan patih gaja mada.



(gambar: Peta nusantara )



13



BAB IV KESIMPULAN Negara Maritim adalah negara yang memanfaatkan secara optimal wilayah lautnya dalam konteks pelayaran secara umum. Atau dengan kata lain maritim adalah segala aktivitas pelayaran dan perniagaan/perdagangan yang berhubungan dengan kelautan atau disebut pelayaran niaga. Contoh negara-negara maritim diantaranya: Inggris, Amerika Serikat, Singapura, China, dan Panama. Dalam pasal 46, UNCLOS III 1982, disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain”. Sedangkan pengertian kepulauan disebutkan sebagai, “ kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis diangap sebagai demikian.” Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulaupulau lain.” Secara etimologi, kata “nusantara” tersusun dari dua kata, “nusa” dan “antara”. Jika di kupas dari kata perkata, kata “nusa” dalam bahasa Sansekerta berarti pulau atau kepulauan. Sedangkan dalam bahasa Latin, kata “nusa” berasal dari kata nesos yang menurut Martin Bernal dapat berarti semenanjung , bahkan suatu bangsa. Dari penjabaran diatas, penggabungan kata “nusa” dan “antara” menjadi kata “nusantara” dapat diartikan sebagai kepulauan yang dipisahkan oleh laut ata bangsa-bangsa yang dipishkan oleh laut.



14



DAFTAR PUSTAKA A., Kadar. 2015. Pengelolaan Kemaritiman Menuju Indonesia sebgai Poros Maritim Dunia. JURNAL KEAMANAN NASIONAL.Vol.1, No. 3. Adhayanto, Oskep. 2014. Maritim Constitution. Jurnal Selat. Vol. 2, No. 1. Lasabuda, Ridwan. 2013. Tinjauan Teoritis, Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam Perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax. Vol.1-2. Martin, Bernal. 2006. Black Athena. United State Of America: Rutgers University Press. Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto, 1993. Sejarah Nasioanl Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.



15