Makalah Western Blott&ELISA Kel 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BIOLOGI SEL & MOLEKULER WESTERN BLOTTING DAN ELISA



Disusun Oleh : Kelompok 3 1. Vani Vrenika



(18.72.019248)



2. Markadita Angela



(18.72.019265)



3. Dhinda Shellya



(18.72.019268)



4. Elvina Juniarti



(18.72.019240)



5. Imi Cankraw



(18.72.019260)



6. Puja Oppy R.S.W



(18.72.019235)



Dosen Pengampu : Silvani Permatasari, M.Biomed



PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2019



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur atas ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, serta dukungan dari semua yang kami cintai, sehingga kami kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Western Blotting dan ELISA”. Adapun salah satu maksud dan tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas kami. Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tidaklah semata-mata karena kemampuan sendiri, melainkan banyak pihak yang membantu kami menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami ingin menyampaikan terima kasih kepada teman, sahabat bahkan yang terlibat, serta kami tidak lupa juga menyampaikan terima kasih banyak kepada ibu Silvani Permatasari,M.Biomed selaku dosen mata kuliah Biologi Sel dan Molekuler yang telah memberikan tugas, memberikan dukungan kepada kami serta gagasan atau motivasi bagi kami untuk menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dalam hal menambah ilmu dan wawasan para pembacanya.



Palangka Raya, 22 Desember 2019 Penyusun,



Kelompok 3



DAFTAR ISI



Halaman ............................................................................................................



i



Kata Pengantar ..................................................................................................



ii



Daftar Isi ............................................................................................................



iii



BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................



1



1.1 Latar Belakang ..............................................................................



2



1.2 Rumusan Masalah .........................................................................



2



1.3 Tujuan ...........................................................................................



2



1.4 Manfaat .........................................................................................



2



BAB 2. PEMBAHASAN ..................................................................................



3



2.1 Pengertian Western Blotting ..........................................................



3



2.2 Alat dan Bahan ...............................................................................



3



2.3 Cara Kerja Western Blotting ..........................................................



4



2.4 Tahapan Western Blotting………..................................................



6



2.5 Manfaat Western Blotting ............................................................. 11 2.6 Pengertian ELISA .......................................................................... 14 2.7 Cara Kerja ELISA .......................................................................... 15 2.8 Kelebihan dan Kekurangan ELISA ................................................ 22 2.9 Contoh kasus yang dapat diidentifikasi ......................................... 24 BAB 3. PENUTUP ............................................................................................ 25 4.1 Kesimpulan ................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 26



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Test ELISA atau Western Blot yang pada umumnya dipakai untuk mendiagnosa infeksi HIV hanya bisa mendeteksi interaksi antara protein dan antibodi yang diperkirakan berhubungan dengan HIV. Keduanya tidak bisa mendeteksi HIV itu sendiri. Dan bertentangan dengan pandangan umum, test “viral load” yang lebih baru tidak bisa mengukur tingkat aktual virus dalam darah. Semua test antibodi HIV sangat tidak akurat. Satu alasan bagi ketidakakuratan tersebut adalah berbagai jenis virus, bakteri, dan antigen lainnya dapat menyebabkan sistem imun untuk membuat antibodi yang juga bereaksi sama dengan HIV. Ketika antibodi dihasilkan sebagai respon atas reaksi infeksi dari bakteri dan virus ini, serta antigen-antigen yang ada kemudian dihubung-hubungkan dengan protein HIV, maka akan keluar hasil yang positif. Banyak antibodi yang ditemukan di dalam tubuh orang-orang sehat dan normal dapat menyebabkan hasil yang positif pada test antibodi HIV. Produksi antibodi dalam tubuh manusia yang terjadi karena infeksi virus bisa tetap ada dalam tubuh selama bertahun-tahun walaupun sistem imun telah mengalahkan virus tersebut, dan bahkan bisa untuk seumur hidup antibodi tersebut tetap ada. Dengan demikian, orang-orang sehat yang tidak pernah terjangkit HIV bisa memiliki hasil test HIV yang positif secara konsisten selama bertahun-tahun atau bahkan untuk seumur hidup mereka. Suatu tes antibodi baru bisa disebut akurat yaitu dengan cara membuktikan bahwa hasil positif benar-benar telah ditemukan dalam tubuh orang yang benar-benar memiliki virus tersebut. Standar seperti ini untuk menentukan keakuratan test, tidak pernah ditetapkan di tahun 1984, yaitu masa dimana test antibodi HIV pertama kali diciptakan. Bahkan sampai sekarang ini, hasil positif ELISA baru bisa disahkan oleh test antibodi kedua yang juga tidak akurat, yaitu test HIV Western Blot.



1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut : 1.



Bagaimanakah pengertian atau teori secara umum dari teknik Western Blot dan ELISA ?



2.



Apa sajakah alat dan bahan yang digunakan dari teknik Western Blot dan ELISA ?



3.



Apa sajakah fungsi dari alat dan bahan teknik Western Blot dan ELISA ?



4.



Bagaimana cara kerja dari teknik Western Blot dan ELISA ?



5.



Apa contoh kasus yang dapat diidentifikasi dengan teknik Western Blot dan ELISA ?



1.3 Tujuan Adapun tujuan yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini antara lain : 1.



Untuk dapat memaparkan serta mengetahui pengertian atau teori secara umum dari teknik Western Blot dan ELISA.



2.



Untuk dapat mengetahui secara rinci mengenai alat dan bahan yang digunakan dari teknik Western Blot dan ELISA, serta mengetahui fungsi dari alat dan bahan tersebut.



3.



Untuk mengetahui secara rinci langkah kerja Western Blot dan ELISA .



4.



Untuk dapat mengetahui contoh kasus yang dapat diidentifikasi oleh teknik Western Blot dan ELISA.



14 Manfaat Mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai teknik Western Blot dan ELISA meliputi pengertian, alat dan bahan yang digunakan, fungsi alat dan bahan tersebut, cara kerja serta dapat contoh kasus apa sajakah yang dapat diidentifikasi. Dari informasi yang didapatkan diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu bagi mahasiswa untuk dapat dipergunakan sebaik mungkin.



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Pengertian Western Blotting



Menurut Fatchiyah, dkk (2011), western blot adalah istilah yang dipakai untuk proses transfer dan imunodeteksi protein pada gel yang bertujuan untuk : (1) mengetahui keberadaan dan berat molekul protein sampel dalam suatu campuran, (2) membandingkan reaksi silang antar protein, (3) mempelajari modifikasi protein selama sintesis. Dengan cara ini, protein dalam hitungan nanogram dapat terdeteksi. Nur & Adijuwana (1989) mengemukakan bahwa western blot adalah proses pemindahan hasil protein dari gel hasil elektroforesis ke membran dan digunakan untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan. Imunoblot menggunakan elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli. Hasil elektroforesis antigen lalu ditransfer ke membran nitroselulosa dengan bantuan arus listrik. Antigen pada membran selanjutnya akan dikenali oleh antibodi dari sampel. Pita-pita yang terpisah dapat dideteksi dengan terdatnya warna pada membran. Menurut Attwood et al., (2006) menyatakan bahwa Western Blot (WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut terpisahkan melalui elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi melalui metode autoradiografi, pelabelan dengan senyawasenyawa fluoresen, pelabelan dengan



125



I, pelabelan dengan antibodi terikat protein, lektin



atau gen pengikat spesifik lainnya. Western blot digunakan secara luas untuk menentukan



ukuran antigen dan antibodi yang diketahui, serta untuk diidentifikasi. Teknik ini memiliki beberapa keuntungan seperti : 1.



Teknik ini mampu mendeteksi protein dengan sensitivitas tinggi karena protein dipekatkan dalam volume kecil.



2.



Waktu yang dibutuhkan efisien.



3.



Reagens yang digunakan lebih ekonomis.



2.2 Alat Dan Bahan 1. Bahan Bahan mikrobiologi : Saccharomyces cerevisiae, S6 killer sensitive strain, wild type.Bahan-bahan kimia pro-analisa (p.a) yang biasadigunakan dalam penelitian rekayasa genetikseperti media YEPD (1%yeast extract, 2%bacto peptone dan 2% D-glukosa), Tris-HCl pH7.4, PMSF (Fenilmetilsulfonil fluoride), Reagen Lowry, Folin-ciocalteu 1N, Tris-Cl pH 8.8 dan6.8, SDS 10%, APS 10%, TEMED(N,N,N’,N’,-tetrametiletilen diamin), akrilamiddan bisakrilamid,



Coomassie



Blue



0,1%



untukstaining



protein,



Western



blot



Enhanced



Chemiluminescence (ECL) RPN2108(Amersham pharmacia biotech).



2. Alat Peralatan gelas dan bukan gelas yang meliputi erlenmeyer, becker glass, tabungEppendorf 1.5 mL pipet mikro 0.5-2.5 L, 0.5- 10 L, 10-100 L, 100-1000 L, untukpengambilan larutan dalam skala mikro. Autoclave (H7101 China) untuk sterilisasi peralatan gelas dan bahan tahan panas serta Millipore (Miller-GP, 0,22 M) untuk sterilisasi bahan cair tidak tahan panas. Laminarflow (Labonco Co., USA), SpektrofotometerUV-Vis (Hitachi, Model 100-60) untuk penetapan OD dan analisa kuantitatif protein. Sentrifuge (Beckman J2-HS dan Jouan MR1822), Mikrosentrifuge (Biofuge Fresco Heraus, Germany) untuk pemisahan sel dari suspensi dan pengendapan sel, Vortex (Fisher Vortex Genie) untuk pemecahan sel, MiniProtean IISlab Cell Electrophoresis (Bio Rad), Inkubator(Thermolyine ROSI 1000), Shaker Incubator(Dubnoff GCA) untuk menginkubasi biakan dalam media padat dan cair, Freezer model 8571 (forma Scinetific Inc., USA) untuk menyimpan kultur pada suhu -70oC. Transblotsemi dryWestern blot seri 221 BR17045 (Bio Rad).



2.3 Prinsip Kerja Western Blot Prinsip kerja western blotting dapat dilihat pada Gambar 2.3.



Gambar 2.3. Prinsip Kerja Western Blotting .



Berdasarkan Gambar 2.1 tersebut, prinsip teknik western blotting yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target. Membran tersebut (PVDF) dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi. Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pemberian antibodi sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluoresensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibodi sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap. Immunodeteksi tidak dilakukan langsung pada gel karena sifat gel yang rapuh untuk dapat melalui proses inkubasi yang lama dan pencucian yang berulang kali. Untuk mengatasi



hal ini, maka protein terlebih dahulu ditansfer dari gel ke membran nitroselulosa (NC) atau membrane poliviniliden difluorida (PVDF). Membran digunakan sebagai tempat melekatnya protein yang diuji karena : 1. Mudah manipulasinya 2. Mengurangi lama inkubasi dan pencucian. 3. Hasil protein yang ditrnsfer (hasil blot) dapat dipakai lagi untuk immunodeteksi protein yang lain (sesudah diinkubasi dengan detergen untuk menghilangkan probing reagent. 4. Blot dapat disimpan sampai 1 bulan 5. Blot sesuai untuk berbagai prosedur deteksi (fatchiyah dkk, 2011). Proses mendeteksi protein target dapat dilakukan secara direct dan indirect. Pendeteksian secara direct (langsung) tidak membutuhkan antibodi sekunder karena antibodi primer sudah langsung dilabeli oleh enzim maupun pewarna fluorescent. Sedangkan pendeteksian secara indirect (tidak langsung) yaitu antibodi primer ditambahkan lebih dahulu supaya berikatan dengan protein antigen dalam sampel, lalu diikuti penambahan antibodi sekunder sehingga antibodi sekunder dapat langsung berikatan dengan antibodi primer. Label yang digunakan adalah konjugat



enzim (substrat) chemiluminescent



horseradish peroxidase (HRP). Perbandingan procedur pendeteksian protein antara direct dan indirect dapat dilihat pada Gambar 2.2. pendeteksian protein target secara indirect lebih banyak digunakan karena memiliki lelebihan antara lain antibodi sekunder dapat memperkuat sinyal pendeteksi, pelabelan tidak mempengaruhi imunoreaktivitas antibodi primer, dan satu antibodi sekunder dapat digunakan untuk beberapa antibodi primer (Rockoff dan Cole, 2011).



2.4 TAHAPAN WESTERN BLOT



Berdasarkan pengertian tersebut, WB dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama, elektroforesis. Tahap kedua, elektrotransfer. Tahap ketiga, deteksi (Gambar 1) (Kindt et al., 2007).



2.4.1 Tahap Pertama



Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi. Interaksi ionik, jembatan disulfida, ikatan hidrogen



yang menyebabkan suatu protein mengalami folding untuk menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat adanya SDS. Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya. Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara protein dan membran. Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya. Protein yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah terpisah berdasarkan berat molekul (Gambar 2) (Koolman dan Roehm, 2005).



2.4.2 Tahap Kedua



Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu (Bollag et al., 1996):



1. Blotting Semikering



Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan arus lstrik tertentu.



2. Blotting Basah



Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer. Susunan lapisan-lapisan pada blotting basah diperlihatkan pada Gambar 3 (Wenk dan Fernandis, 2007). Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1 malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik.



Gel transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama pada beberapa keadaan khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang dibutuhkan jauh lebih besar dari kapasitas pengikatan nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat sangat lemah pada nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan mekanik (Bollag et al., 1996).



Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan tahap yang sangat penting dalam WB. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut.



1. Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah.



2. Kekuatan ion yang rendah buffer transfer yang rendah dapat digunakan pada tegangan listrik yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang tinggi.



3. Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam.



4. Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan konsentrasi poliakrilamid yang rendah.



2.4.3 Tahap Ketiga



Tahap ketiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan penggunaan antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi dengan molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Antibodi primer berfunsi mengikat protein target, sedangkan antibodi sekunder berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase (HRP), immunogold, dan 125



I. Masing-masing molekul penanda tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.



Molekul penanda immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan



125



I memiliki sensitivitas relatif rendah yaitu 10-20 pg, 10-50



pg, dan 50-100 pg (Bollag et al., 1996).



2.5



Aplikasi dan Manfaat Western Blot 2.4.1 Aplikasi Teknik Western Blot Teknik western blot telah banyak dikembangkan dalam berbagai penelitian, salah satunya pada penelitian mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 ragi Saccharomyces cerevisia. Protein eRF3 (eukaryotic release factor-3) merupakan salah satu protein yang berperan pada proses terminasi translasi. Protein ini bersamasama dengan eRF1 (eukaryotic release factor-1) saling berinteraksi membentuk kompleks release factor dalam memediasi pelepasan rantai polipeptida dari ribosom. Untuk memahami mekanisme terminasi translasi dalam sistem eukariot dilakukan evaluasi struktur fungsi eRF1 yang dilanjutkan dengan studi in vitro eRF1 mutan dan eRF1 wild type dengan eRF3. Namun demikian hasil deteksi dari studi interaksi in vitro sulit terdeteksi secara kuantitatif. Untuk dapat mengkuantisasi pitapita eRF3 hasil studi interaksi in vitro diperlukan antibodi anti eRF3.



2.4.2 Manfaat Western Blot Adapun manfaat secara umum dari analisis westrern blot antara lain: 1.1 Untuk mengidentifikasi dan memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi yang spesifik 2.1 Dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein Berdasarkan penguraian aplikasi teknik western blot , salah satu manfaat yang telah diperoleh dari analisis western blot ini yaitu konstruksi antibodi anti eRF3 telah dilakukan meskipun antibodi belum terkarakterisasi dengan baik. Sehingga



dilakukanlah analisis western blot dengan cara mengukur tingkat spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 terhadap protein eRF3. Spesifitas antibodi ditentukan berdasarkan kemampuan antibodi ini dalam mengenali epitop protein eRF3 dari berbagai protein yang terdapat pada crude extract ragi, sedangkan sensitifitasnya ditentukan melalui variasi jumlah antigen (eRF3) yang berinteraksi dengan antibodi tersebut.



2.4.3



Keuntungan Teknik Blot a. Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks. b. Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan. c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih singkat. d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum dianalisis. e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode analisis yang dipakai



2.5



Pengertian ELISA



ELISA atau singkatan dari Enzyme-linked Immunosorbent Assay merupakan jenis immunoassay (uji imun) yang telah digunakan secara luas. ELISA merupakan rapid test atau uji cepat dalam mendeteksi atau mengkuantifikasi jumlah antibodi atau antigen melawan virus, bakteri, atau bahan lain. ELISA dinamakan demikian karena memang melibatkan penggunaan enzim dan immunosorbent. Metode ELISA untuk mengukur reaksi Antigen (Ag) Antibodi(Ab) meningkat penggunaannya dalam pendeteksian antigen (dari agen infeksius) atau antibodi karena metodenya yang sederhana tapi sensitif. Sensitivitasnya sama dengan radioimmunoassay (RIA) dan hanya membutuhkan kuantitas mikroliter untuk penggunaan reagen ujinya. Sekarang ELISA telah diterapkan secara luas dalam deteksi berbagai antibodi dan antigen seperti hormon, toksin, dan virus. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) jugs merupakan suatu teknik biokimia untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen tertentu. ELISA terdiri atas tiga macam yaitu Direct ELISA, Indirect ELISA, dan Sandwich ELISA (Baker dkk. 2007: 211). Direct ELISA merupakan jenis ELISA yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi suatu antigen. Antigen yang akan dideteksi akan berikatan langsung (direct) dengan antibodi detector (antibodi yang telah dilabeli oleh enzim reporter). Antibodi yang digunakan pada teknik direct ELISA berjumlah satu buah. Kelebihan dari direct ELISA yaitu Cepat dan tidak terdapat Cross Reaksi dengan antibodi sekunder. Akan tetapi, direct ELISA memiliki kekurangan yaitu harga pelabelan antibodi primer yang mahal, tidak ada fleksibilitas pemilihan antibodi primer, dan sinyal amplifikasinya sedikit (Walker & Rapley 2008: 668).



Indirect ELISA merupakan jenis ELISA yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen atau antibodi. Teknik tersebut memiliki karakteristik yaitu antigen tidak menempel langsung pada antibodi detector (indirect). Antigen akan berikatan dengan antibodi lain terlebih dahulu. Antibodi tersebut kemudian akan berikatan dengan antibodi yang telah dilabeli. Kelebihan indirect ELISA yaitu memiliki sensitivitas tinggi dan sinyal amplifikasi yang tinggi. Kekurangan indirect ELISA yaitu membutuhkan waktu yang lama dan terjadi cross reaksi terjadi (Walker & Rapley 2008: 669). Sandwich direct ELISA menggunakan dua antibodi yaitu antibodi penangkap dan antibodi yang dilabeli enzim. Antigen yang telah berikatan dengan antobodi penangkap akan berikatan kembali dengan antibodi yang dilabeli enzim. Sandwich indirect ELISA menggunakan tiga antibodi yaitu antibodi penangkap, antibodi detektor, dan anti-antibodi yang dilabeli enzim. Antigen yang telah berikatan dengan antibodi penangkap akan berikatan dengan antibodi detektor dan anti-antibodi yang dilabeli enzim (Crowther 1995: 39). Antigen dalam sandwich ELISA tidak perlu dimurnikan sebelum digunakan. Sandwich ELISA sangat spesifik sehingga tidak semua antibodi dapat digunakan.



2.6



Alat dan Bahan 1. Pipet, sistem pencuci (washer system), pembaca plat ELISA: Pembaca, pencuci,d an pipet tersedia baik manual maupun otomatis. Satu dari faktor-faktor utama yang mempengaruhi seleksi alat adalah jumlah dan tipe sampel yang dijalankan. 1. Pembaca ELISA: membutuhkan filter yang sesuai (650 nm dan 450 nm). 2. Pipet. 3. Sistem pencuci: dapat manual yang mencuci atau membersihkan satu baris (row) atau kolom sekali waktu atau dapat semi-otomatis yang akan mencuci satu strip atau plat sekali waktu atau otomatis yang dapat memproses multipel plat. 2. Reagen yang dibutuhkan untuk uji/tes – termasuk dalam kit-nya (Coated plates, Sample diluents, Controls, Wash Concentrate, Conjugate, Substrate, Stop solution)



Alat



Bahan



Mesin Sentrifuge dan Microsentrifuge



Darah Sampel



Tabung sampel darah (BD



ELISA KIT MyBioSource untuk Pemeriksaan



Vacutainer® Blood Collection Tubes dengan K2 EDTA 3,6 mg)



Human PREALBUMIN yang terdiri dari: a. Diluent Consentrate 5x b. Wash Solution 20x c. Enzyme Antibody Conjugate 100x d. Chromogen-Substrate Solution e. Stop Solution f. Anti-Human



Prealbumin



ELISA



g. Human Prealbumin Standard



(Human



Microplate



Prealbumin Calibrator)



ELISA Washer



Mikropipet single channel ukuran 100-1000 µl dan 20-200 µl serta mikropipette multichannel



ELISA Reader Multiskan GO



Perlengkapan untuk Pengmbilan



Tip mikropipette



Vortex



sampel darah (Tourniquet, Swab Alkohol, Spuit 3cc)



Tabung Microsentrifuge



Gelas Ukur



Aquades



Aluminium Foil



2.7 Cara Kerja a. Sampel 1. Pengambilan sampel darah masing-masing tabung 1,5 cc sampel 1 dan 2 dimasukkan ke dalam tabung yang berisi EDTA untuk diambil plasma darahnya, sementara sampel ke 3 dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifuge tanpa EDTA untuk diambil serumnya. Selanjutkan dilakukan sentrifugasi ketiga sampel darah tersebut untuk memisahkan plasma darah dan serum darah dengan sel darah. Tabung sampel+EDTA 1 dan 2 → sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Tabung mikrosentrifuge 3 → dengan mikrosentrifuge kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.



Gambar. Perlengkapan untuk pengambilan sampel darah, (Alkohol Swab, Torniquet dan Plester) Tabung sampel darah (BD Vacutainer® Blood Collection Tubes dengan K2 EDTA. Pengambilan sampel darah.; Sentrifugasi tabug microsentrifuge dengan mesin Sentrifuge Eppendorf , Hasil Sampel yang telah disentrifugasi



2. Pengenceran Diluent Solution 5X → 1X Untuk mendapatkan 10 ml diluent sol 1x= 2 ml Diluent sol. + 8 ml Aquades. 3. Pengenceran sampel. Siapkan @ 2 tabung eppendorf untuk tiap sampel, Tabung I = 5 µl Sampel + 495 µl Diluent 1X = 1/100 dilution → sentrifugasi. Tabung II = 5µl Tabung I + 495 µl Diluent 1X = 1/10000 dilution → sentrifugasi.



Gambar. Stok 5x ELISA Diluent, Pengenceran 5x Diluent menjadi 10 ml 1X diluent (dengan menambahkan 2 ml 5I diluent dengan aquadest sebanyak 8 ml), Pengenceran sampel plasma dan serum



b.



Standard



Siapkan 8 tabung eppendorf -



Standard 7 = 8 µL Human Pre-Calibrator + 677 µL Diluent 1X → sentrifugasi.



-



Standard 6 = 300 µL standard 7 + 300 µL Diluent 1X → sentrifugasi.



-



Standard 5 = 300 µL standard 6 + 300 µL Diluent 1X → sentrifugasi.



-



Standard 4 = 300 µL standard 5 + 300 µL Diluent 1X → sentrifugasi.



-



Standard 3 = 300 µL standard 6 + 300 µL Diluent 1X → sentrifugasi.



-



Standard 2 = 300 µL standard 3 + 300 µL Diluent 1X → sentrifugasi.



-



Standard 1 = 300 µL standard 2 + 300 µL Diluent 1X → sentrifugasi.



-



Standard 0 = 600 µL Diluent 1X.



Gambar. Stok Human Pre-Albumin Calibrator, 1X Elisa Diluent, Pembuatan Standard 0-7



c. Well ELISA (Anti-Human Prealbumin ELISA Microplate) 1. Dengan menggunakan micropipet, masukkan Standard 7-0 ke dalam well kolom 1 (A-H) sebanyak 100 µL. 2. Dengan menggunakan micropipet, masukkan Sampel 1-3 ke dalam well kolom 2 (AH) sebanyak 100 µL. 3. Diinkubasikan pada suhu ruangan selama 60±2 menit. Tutup well plate dengan plastik transparan dan dalam posisi sejajar.



Gambar. Elisa Well Plate yang telah dicoating dengan antibody antiprealbumin dari pabrik. Standard 0-7 dimasukkan masing ke dalam well A01-H01, sementara sampel 1 pada well A02, D02 dan G02; sampel 2 pada well B02, E02 dan H02; sampel 3 pada well C02 dan F02



4. Siapkan Wash Solution 20X → 1X sebanyak 100 ml. = 5 ml Wash Solution + 95 ml Aquades. 5. Setelah selesai diinkubasi, well plate dicuci dengan larutan Wash Solution sebanyak 4 kali dengan menggunakan alat Elisa Washer(Thermo Scientific™ Wellwash™ Microplate Washer).



Gambar. Stok 20x Wash Solution; Elisa Washer (Thermo Scientific™



Wellwash™ Microplate Washer) 6. Siapkan 100x enzyme-antibody conjugate yang diencerkan menjadi 1x (dalam keadaan gelap). = 20 µl enzim + 1980 µl 1X diluent.



7. Masukkan ke masing-masing well 100 µl enzim yang telah diencerkan. Kemudian tutup dengan aluminium foil (dalam keadaan gelap) dan inkubasi selama 30±2 menit. 8. Lakukan pencucian kembali seperti langkah 5.



Gambar .Stok 100x enzyme-antibody conjugate- 1x diluent solution - Pengenceran enzymeantibody conjugate dengan diluent solution pada tabung yang dilapisi alumunium foil. multichannel pipette reservoir digunakan sebagai tempat mengambil bahan menggunakan multichannel mikropipette. c. berbagai micropipette baik single channel maupun multichannel



9. Masukkan 100 µL TMB Substrate Solution (Chromogen-Substrate Solution) pada masing-masing well dan inkubasi dengan suhu ruangan dan keadaan gelap selama 10 menit. 10. Kemudian masukkan 100 µL Stop Solution pada masing-masing well. 11. Masukkan seluruh well ke Elisa Reader Multiskan GO dan lakukan pembacaan hasil dengan gelombang absorbansi 450 nm.



a.



b.



c.



d



Gambar. a. Stok TMB Substrate Solution b. Stop Solution c. Standard dan smpel berwarna biru sebelum diberikan substrat d. setelah pemberian substrat dan stop solution menjadi berwarna kekuningan dan diperiksa menggunakan ELISA Reader Multiskan GO



2.8 Kelebihan dan Kekurangan ELISA Kelebihan dan Kekurangan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) 1.



Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain :



Ø Teknik pengerjaan relatif sederhana Ø Relatif ekonomis (karena jenis a antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi) Ø Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi. Ø Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi atau antigen yang bersifat sangat spesifik) Ø Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian. 2.



Sedangkan kekurangan dari teknik ELISA antara lain :



Ø Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen). Ø Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibodi poliklonal, sehingga pengujian teknik ELISA ini membutuhkan biaya yang relatif mahal. Ø Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat kontrol negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas dari larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen asing dapat berinteraksi dengan antibodi bertaut enzim signal dan menimbulkan signal. Ø Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).



2.9 Contoh Kasus yang dapat diidentifikasi



Pada teknik wester blot dan ELISA ini adalah untuk uji virus HIV. HIV adalah singkatan dari human immunodefisiency virus, yaitu virus yang menyerang



sistem



kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan terhadap berbagai penyakit. Acquired immune deficisncy syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan immunosupresi berat yang menimbulkan infeksi oportunitik. Neoplasma sekunder dan munifestasi neurologis, HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab AIDS. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi virus HIV. Defenisi AIDS yang telah ditetapkan oleh pusat pengendalian penyakit, telah berubah beberapa waktu sejak gejala pertama ditemukan pada tahun 1981. Secara umum defenisi ini menyusun suatu titik dalam kontinum penyimpangan HIV dimana penjamu telah menunjukkan secara klinis disfungsi imun. Jumlah besar infeksi oportunistik dan neoplasma merupakan tanda supresi imun berat sejak tahun 1993. Definisi AIDS telah meliputi jumlah CD4 kurang dari 200 sebagai criteria ambang batas. Sel CD4 adalah bagian dari limposit dan satu target sel dari infeksi HIV.



BAB III KESIMPULAN



3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain : 1. Western blot adalah proses pemindahan hasil protein dari gel hasil elektroforesis ke membran dan digunakan untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan. Imunoblot menggunakan elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli. 2.



ELISA atau singkatan dari Enzyme-linked Immunosorbent Assay merupakan jenis immunoassay (uji imun) yang telah digunakan secara luas. ELISA merupakan rapid test atau uji cepat dalam mendeteksi atau mengkuantifikasi jumlah antibodi atau antigen melawan virus, bakteri, atau bahan lain. ELISA dinamakan demikian karena memang melibatkan penggunaan enzim dan immunosorbent.



4. Western blotting dan ELISA sama-sama digunakan untuk identifikasi kasus penyakit HIV.



DAFTAR PUSATAKA



Atwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed). 2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition. Oxford. University Press. Bollag, D.M., M.D. Rozycki, S.J. Edelstein. 1996. Protein Method. Wiley-Liss. Inc. Davidson, 2000. Western Blot http://www.bio.davidson.edu/course/genomics/method/westernblot.html. tanggal 9 November 2016.



Procedure. Diakses pada



Fatchiyah, dkk. 2011. Biologi Molekular. Jakarta. Erlangga. Kindt, T.J., R.A.Goldsby, B.A. Osborne, J. Kuby. 2007. Kuby Immunology. W.H. Freeman. New York. Koolman, J. dan K. Roehm, 2005. Color Atlas of Biochemistry, Second Edition. Revised and Enlarged. Thieme. Rockoff, A. dan G.W. Cole. 2011. Hives (urticaria & angioedema). http://www.medicinenet.com/hives/article.html. Diakses pada tanggal 9 November 2016. Wenk, M.R. dan A.Z. Fernandis. 2007. Manuals in Biomedical Research : A Manual For Biochemistry Protocols. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Hermanto, S. 2007. Spesifitas dan Sensitifitas Antibodi Anti eRF3 Ragi Saccharomyces cerevisia Jurnal Valensi, 1(1), 30-36



Santoso. 2008. Protein dan Enzim. Yogyakarta: Yayasan Farmasi Indonesia.