Makalah Zakat Perdagangan Dan Rikaz [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Daftar Isi Daftar Isi .............................................................................................................................. i BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 A.



Latar Belakang ........................................................................................................ 1



B.



Rumusan Masalah ................................................................................................... 1



BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 1 Zakat Barang Dagangan .......................................................................................... 1



A. 1.



Pengertian Zakat Barang Dagangan .................................................................... 1



2.



Dasar Hukum ...................................................................................................... 1



3.



Nishab Zakat ....................................................................................................... 2



4.



Kadar Zakat ......................................................................................................... 2



5.



Syarat Umum Zakat Perdagangan....................................................................... 2



6. Penghitungan Barang Dagangan, Kadar yang Wajib Dikeluarkan dalam Zakat Perdagangan dan Cara Penghitungannya .................................................................... 4 7.



Cara Membayar Zakat Dagangan ....................................................................... 5 Zakat Rikaz ............................................................................................................. 6



B. 1.



Definisi Rikaz ..................................................................................................... 6



2.



Dasar Hukum Rikaz ............................................................................................ 6



3.



Kadar Zakat Rikaz .............................................................................................. 7



4.



Nishab Rikaz ....................................................................................................... 7



5.



Syarat Rikaz ........................................................................................................ 8



6.



Membedakan Harta yang Ditemukan Di Dalam Bumi ....................................... 9



7.



Harta Terpendam Tidak Terlepas Dari Lima Keadaan ....................................... 9



BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 12 Kesimpulan ................................................................................................................... 12 Daftar Pustaka ................................................................................................................... 13



i



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap umat muslim sebagai mana yang dicantumkan dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Zakat juga merupakan syarat bagi seseorang yang jika tidak dilaksanakan maka menyebabkan amalan atau islam seseorang itu diragukan, karena zakat merupakan kewajiban yang ketiga dalam rukun islam. Dalam hal ini zakat dibagi dalam beberapa macam, salah satu diantaranya adalah zakat barang dagangan dan rikaz. Didalam makalah ini akan dibahas mengenai kedua zakat tersebut mulai dari definisi, kadar, dan nisabnya. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian zakat barang dagangan dan rikaz ? 2. Berapakah kadar zakat barang dagang dan rikaz ? 3. Berapakah nisab zakat barang dagang dan rikaz ?



1



BAB II PEMBAHASAN A. Zakat Barang Dagangan 1. Pengertian Zakat Barang Dagangan ‘Urudh ialah bentuk jamak dari kata ‘aradh (huruf ra’-nya difathahkan) artinya, harta dunia yang tidak kekal. Kata ini juga bisa dipandang sebagai bentuk jamak dari kata ‘ardh (huruf ra’-nya disukunkan) artinya, barang selain emas dan perak, baik berupa benda, rumah tempat tinggal, jenis-jenis binatang, tanaman, pakaian, maupun barang lainnya yang disediakan untuk diperdagangkan. Rumah yang diperjualbelikan oleh pemiliknya, hukumnya sama dengan barangbarang perdagangan. Adapu rumah yang didiami oleh pemiliknya atau dijadikan sebagai tempat bekerja, seperti tempat dagang, atau tempat perusahaan, tidak wajib dizakati.1 Jadi harta dagangan adalah harta yang dimiliki dengan akad tukar dengan tujuan untuk memperoleh laba dan harta yang dimilikinya harus merupakan hasil usahanya sendiri. Kalau harta yang dimilikinya itu merupakan harta warisan, maka ulama mazhab secara sepakat tidak menamkannya harta atau barang dagangan2. 2. Dasar Hukum Sebagai landasan zakat dagang ialah firman Allah dalam Q.S. AlBaqarah ayat 2673; َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َ َمنُوا أَ ْن ِفقُوا ِم ْن‬ ‫ض‬ ِ ‫طيِِّبَا‬ ِ ‫ت َما َك َس ْبت ُ ْم َو ِم َّما أ َ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ ْاْل َ ْر‬ Artinya:



1



Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 163-164. 2 Fakhrudin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 108. 3 M. Ali Hasan, Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 47.



1



2



“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di Jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (Q.S. 2:267). 3. Nishab Zakat Nishab perdagangan senilai 85 gram emas murni sesuai dengan harga pasar pada waktu masuk kewajiban zakat dan berbeda dari waktu ke waktu, dan dari tempat lain ke lainnya. Diharuskan sempurnanya nishab pada akhir haul dan tidak dilihat pergerakan dan perubahan yang tejadi selama satu haul dari awal sampai akhirnya, sesuai dengan kaidah hauliyah dan independensi tahun zakat.4 4. Kadar Zakat Kadar zakat perdagangan adalah 2,5% jika berdasarkan tahun Hijriyah atau 2,575% berdasarkan tahun masehi.5 5. Syarat Umum Zakat Perdagangan a. Adanya Nishab Harta perrdagangan harus telah mencapai nishab emas atau perak yang dibentuk. Harga tersebut disesuaikan dengan harga yang berlaku di setiap daerah. Jika suatu daerah tidak memiliki ketentuan harga emas atau perak, harga barang dagangan tersebut disesuaikan dengan harga yang berlaku di daerah yang dekat daerah tersebut. Dalil dijadikannya nishab sebagai syarat zakat barang dagangan adalah hadits marfu’ dan mauquf yang mengandung ketentuan harta. Dengan demikian, zakat yang mesti dikeluarkan dari setiap 200 Dirham adalah 5 Dirham.6 b. Haul Harga harta dagangan, harus mencapai haul, terhitung sejak dimilikinya harta tersebut. Yang menjadi ukuran dalam hal ini ialah tercapainya dua sisi haul, bukan pertengahannya. Sisi 4



H. Hikmat Kurnia dan H.A. Hidayat, Panduan Pintar Zakat, (Jakarta: QultumMedia, 2008), hlm. 287. 5 Ibid,. hlm. 287. 6 H. Hikmat Kurnia dan H.A. Hidayat, Panduan, . . .hlm. 279.



3



permulaan haul dimaksudkan sebagai telah didapatinya harta yang wajib dizakati, dan sisi akhirnya dimaksudkan sebagai perwajiban. Dengan demikian, jika seseorang memiliki harta yang telah mencapai nishab pada awal haul kemudian hartanya berkurang pada pertengahannya tetapi sempurna lagi pada akhir haul, dia wajib mengeluarkan zakatnya.7 c. Niat



melakukan



perdagangan



saat



membeli



barang-barang



dagangan. Pemilik barang dagangan harus berniat berdagang ketika membelinya. Adapun jika niat itu dilakukan setelah harta dimiliki, niatnya harus dilakukan ketika kegiatan perdagangan dimulai.8 d. Barang dagang dimiliki melalui pertukaran, seperti jual-beli dan sewa-meyewa. Dengan demikian, jika barang-barang dagangan dimiliki bukan melalui pertukaran, di dalamnya tidak ada kewajiban zakat, seperti halnya warisan, hibah, dan sedekah. Harta warisan tidak wajib dizakati sebelum hartanya diniati sebagai barang dagangan.9 e. Harta dagangan tidak dimaksudkan qiniyah (yakni sengaja dimanfaatkan oleh diri sendiri dan tidak diperdagangkan). Apabila seseorang bermaksud melakukan qiniyah terhadap hartanya, maka haulnya terputus. Sehingga apabila setelah itu ia hendak melakukan perdagangan, dia harus memperbaharui niatnya.10 f. Pada saat perjalanan haul, semua harta perdagangan tidak menjadi uang yang jumlahnya kurang dari nishab. Dengan demikian, jika semua harta perdagangan menjadi uang, sedangkan jumlahnya tidak mencapai nishab, haulnya terputus. Pada hendaknya menghitung barang-barang dagangannya pada akhir setiap tahun. Penghitungan itu disesuaikan dengan harga barang-barang ketika 7



H. Hikmat Kurnia dan H.A. Hidayat, Panduan, . . .hlm. 279-280. H. Hikmat Kurnia dan H.A. Hidayat, Panduan, . . .hlm. 280. 9 Ibid,. hlm. 280. 10 Ibid,. hlm. 280. 8



4



zakat dikeluarkan, bukan dengan harga pembelian ketika barangbarang tersebut dibeli. Pedagang tadi wajib mengeluarkan zakat yang diharuskan. Ketika melakukan perhitungan, dia boleh menggabungkan barang-barang dagangan yang ada, walaupun jenisnya berbeda, misalnya barang-barang tersebut terdiri atas pakaian, kulit dan benda-benda lainnya.11 6. Penghitungan Barang Dagangan, Kadar yang Wajib Dikeluarkan dalam Zakat Perdagangan dan Cara Penghitungannya Tidak dioerselisihkan lagi bahwa harga barang-barang dagangan (yang telah mencapai nisab) wajib dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi, pewajiban ini tidak diarahkan kepada barangnya itu sendiri sebab nisab dalam barang perdagangan ditentukan dengan harganya. Oleh karena itu, diwajibkannya zakat dalam barang dagangan adalah karena harganya.12 Zakat yang wajib dikeluarkan dari harta perdagangan ialah seperempat puluh harga barang dagangan. Jumlah zakat yang wajib dikeluarkannya sama dengan zakat naqdayn (emas dan perak).13 Cara menghitung barang-barang dagangan, menurut jumhur ulama ialah ketika mencapai hawl, barang-barang dagangan hendaknya dihitung, baik disesuaikan dengan emas maupun dengan perak. Hal ini dimaksudkan dengan upaya ikhtiyath agar kaum fakir tidak terabaikan. Dengan demikian, yang dihitung bukan barang-barang yang dimiliki saat pembelian. 14 Ketika barang dagangan telah mencapai hawl dan nisab perak, tetapi tidak mencapai nisab emas, barang dagangan tersebut dihitung sesuai dengan nisab perak. Hal ini dimaksudkan agar kaum fakir bisa mendapatkan harta zakat, kendatipun harga barang dagangan yang disesuaikan dengan harga perak itu lebih sedikit dari nisabnya. Ketika 11



H. Hikmat Kurnia dan H.A. Hidayat, Panduan, . . .hlm. 280-281. Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab,. . .hlm. 169. 13 Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab,. . .hlm. 169-170. 14 Ibid,. . Wahbah Al-Zuhayly, Zakat. . ., hlm. 171 12



5



barang dagangan tersebut telah mencapai nisab emas, maka penghitungan barang dagangan harus disesuaikan dengan nisabnya.15 Mengenai pembelian barang dagangan, tidak ada perbedaan, baik ia dibeli dengan emas, perak maupun dengan barang-barang yang lain. Mazhab Syafi’I berpendapat bahwa barang-barang dagangan dihitung sesuai dengan harga pembelian, baik dengan harga emas maupun dengan harga perak karena nisab barang dagangan didasarkan pada pembeliannya. Atas dasar ini, apabila seseorang memiliki barang dagangan yang dibeli dengan suatu mata uang tertentu, dia harus menghitung barang dagangannya dengan mata uang teresebut, menurut pendapat yang paling shahih, mencapai nisab ataupun tidak, baik mata uang tersebut sudah ditarik dari peredarannya oleh pemerintah maupun tidak, sebab mata uang itulah yang menjadi mata uang asal yang ada ditangannya. Dengan demikian, pada saat ini kedudukannya lebih utama dari pada mata uang lainnya.16 Apabila seseorang memiliki barang dagangan dengan jalan menukarkannya



dengan



barang



yang



lain



untuk



qunyah,



perhitungannya disesuaikan dengan mata uang yang berlaku disuatu daerah, baik berupa dinar maupun dirham.17 Apabila harta perdagangan mencapai hawl ditempat yang tidak memiliki mata uang emas ataupun perak, misalnya didaerah yang menggunakan uang kertas atau yang lainnya, yang menjadi ukuran adalah mata uang emas atau perak yang ada didaerah yang dekat dengannya.18 7. Cara Membayar Zakat Dagangan Bila telah sampai masa satu tahun menjalankan kegiatan dagang diadakan perhitungan seluruh kekayaan, yaitu modal, laba, simpanan di bank dan piutang yang diperkiran dapat kembali. Kalau sampai 15



Ibid,. . Wahbah Al-Zuhayly, Zakat. . ., hlm. 171. Ibid,. . Wahbah Al-Zuhayly, Zakat. . ., hlm. 172. 17 Ibid,. hlm 172. 18 Ibid,. hlm 172. 16



6



nisabnya (batas minim 93,6 gr emas), maka dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Pada saat menghitung kekayaan, barang tidak bergerak seperti bangunan toko, etalase, dan perabot-perabot lainnya, tidak diperhitungkan.19 Kalau ternyata tidak sampai nisabnya saat perhitungan, maka sebaiknya dikeluarkan infak dan sedekah sekadarnya, agar kekayaan yang ada mendapat berkah dengan harapan usaha dagang dimasa mendatang akan lebih berhasil, sehingga dapat mengeluarkan zakat.20 B. Zakat Rikaz 1. Definisi Rikaz Rikaz secara bahasa berarti sesuatu yang terpendam di dalam bumi berupa barang tambang atau harta. Secara syar’i, rikaz berarti harta zaman jahiliyah berasal dari non muslim yang terpendam yang diambil dengan tidak disengaja tanpa bersusah diri untuk menggali, baik yang terpendam berupa emas, perak atau harta lainnya. Rikaz Berdasarkan pengertian tersebut, maka harta yang maksud dengan rikaz adalah harta temua/karun yang terdapat didalam perut bumi.21 Ada dua bentuk harta rikaz: Pertama, harta temuan yang sudah terdapat didalam perut bumi yang diciptakan Allah SWT. Termasuk kelompok ini adalah hasil tambang dan minyak serta gas bumi.22 Kedua, harta kekayaan orangorang terdahulu yang terpendam didalam perut bumi. Contoh rikaz seperti perhiasan, senjata, barang-barang antik dan lainnya.23 2. Dasar Hukum Rikaz Dasar hukum rikaz, sama seperti halnya dasasr hukum zakat barang dagangan, yaitu terdapat di dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 267, bunyi ayat tersebut sebagai berikut: 19



M. Ali Hasan, op. cit. hlm. 50. M. Ali Hasan, loc. Cit. hlm. 50. 21 Gus Arifin, Dalil-Dalil dan Keutamaan Zakat, Infak, Sedekah, (Jakarta: PT Gramedia, 2011), hlm. 123. 22 Ibid, Gus Arifin, hlm. 123. 23 Ibid, Gus Arifin, hlm. 124. 20



7



“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di Jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (Q.S. 2:267). 3. Kadar Zakat Rikaz Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫س‬ ِّ ِ ‫ َوفِى‬، ‫ار‬ ٌ َ‫َو ْال َم ْع ِدنُ ُجب‬ ُ ‫َاز ْال ُخ ُم‬ ِ ‫الرك‬ “Barang tambang (ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan



harta



karun



(Rikaz)



dizakati



sebesar



1/5



(20%).”24



Kadar rikaz adalah 20% berdasarkan sabda Rasulullah saw dalam hadits diatas yang menyatakan bahwa rikaz bagian zakatnya adalah seperlima.25 4. Nishab Rikaz Nishab rikaz adalah senilai 85 gram emas menurut pendapat yang terkuat dari para ahli fikir. Diantara ahli fikih ada juga yang berpendapat bahwa rikaz ini tidak mempunyai nishab, namun pendapat pertama lebih kuat dan kami mengambil pendapat tersebut. Kemudian, masalah yang diperselisihkan oleh para ahli fiqih adalah masalah sejauh mana dibolehkan mengurangkan biaya penggalian, transportasi, dan pemasaran dari harta zakat rikaz? Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa tarif zakat rikaz adalah 20% dari hasil jumlah kotor dan sebagian mereka berpendapat bahwa tarif zakatnya adalah 10% dari hasil bersih. Pada masa itu, rikaz diartikan sesuatu yang terpendam yang tidak ada biaya untuk mengeluarkannya, seperti harta peninggalan (harta karun) dan sejenisnya. Pada masa kini, penggalian barang mengharuskan pembiayaan yang sangat besar sehingga 24



Muhammad Abduh Tuasika, Zakat Harta Karun dan Barang Temuan, https://rumaysho.com, 15 September 2017. 25 H. Hikmat Kurnia dan H.A. Hidayat, op. cit. hlm. 263.



8



pendapat terbaru adalah boleh mengurangkan biaya tersebut dari harta zakat.26 5. Syarat Rikaz Harta terpendam dinamakan rikaz apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Harta Pendaman Orang Jahiliah Maksudnya, pada harta terpendam tersebut terdapat tandatanda yang menunjukkan bahwa harta tersebut milik dari orangorang yang hidup sebelum datangnya agama Islam, atau setelah datangnya Islam, namun da’wah Islamiyah belum sampai di daerah tersebut. Misalnya, dalam harta terpendam tersebut terdapat nama, tahun pembuatan, atau simbol raja yang hidup pada masa sebelum Islam. Oleh sebab itu, harta terpendam yang di dalamnya terdapat tanda-tanda zaman Islam, tidak disebut rikaz tetapi masuk kategori luqothoh atau harta temuan. Hukumnya harta luqothoh adalah sebagai berikut27 : 1)



Apabila pemiliknya atau ahli warisnya masih ada (hidup) dan bisa ditemukan, maka harta harus dikembalikan pada pemilik atau ahli warisnya.



2)



Apabila pemiliknya atau ahli warisnya sudah tidak ada, atau tidak bisa ditemukan, maka harta tersebut diumumkan selama satu tahun. Jika setelah diumumkan selama satu tahun pemiliknya tetap tidak bisa ditemukan, maka harta temuan bisa dimiliki (untuk sementara). Artinya, apabila suatu saat pemilik aslinya bisa ditemukan, maka wajib dikembalikan/diganti. Sedangkan harta terpendam yang didalamnya tidak terdapat



tanda-tanda zaman Islam maupun zaman jahiliah, maka hukumnya sama dengan luqothoh atau harta temuan. Yaitu, setelah 26 27



Ibid,. hlm 263. Sidqon Khafid, Zakat Ma’din dan Rikaz, http://sidqonkhafid.com, 15 September 2017.



9



diumumkan selama satu tahun tersebut bisa dimiliki (untuk sementara).28 6. Membedakan Harta yang Ditemukan Di Dalam Bumi Harta yang ditemukan dalam bumi dapat dibagi menjadi menjadi tiga29: a. Harta yang memiliki tanda-tanda kaum kafir (non muslim) dan harta tersebut terbukti berasal masa jahiliyah (sebelum Islam) disebut rikaz. b. Harta yang tidak memiliki tanda-tanda yang kembali ke masa jahiliyah, maka dapat dibagi dua: 1) Jika



ditemukan



di



tanah



bertuan



atau



jalan



bertuan



disebut luqothoh (barang temuan). 2) Jika ditemukan di tanah tidak bertuan atau jalan tidak bertuan disebut kanzun (harta terpendam). c. Harta yang berasal dari dalam bumi disebut ma’dan (barang tambang) 7.



Harta Terpendam Tidak Terlepas Dari Lima Keadaan Kelima keadaan tersebut sebagai berikut; a. Ditemukan di tanah tak bertuan Seperti ini menjadi milik orang yang menemukan. Nantinya ia akan mengeluarkan zakat sebesar 20% dan sisa 80% jadi miliknya. Nabi shallallahu



‘alaihi



wa



sallam mengatakan



mengenai



seseorang yang menemukan harta terpendam30, “Jika engkau menemukan harta terpendam tadi di negeri berpenduduk atau di jalan bertuan, maka umumkanlah (layaknya luqothoh atau barang temuan, pen). Sedankan jika engkau menemukannya di tanah yang menunjukkan harta tersebut berasal 28



Abd. Hayi Imam, Muhammad Idrus, Fiqih Zakat Al-Hayyu Teori dan Aplikasi Masalah dan Solusi, (Mitra Pemuda, Cirebon: 2016), Hlm. 67-68. 29



Muhammad Abduh Tuasika, Zakat Harta Karun dan Barang Tambang, https://rumaysho.com, 15 September 2017. 30 Ibid, Muhammad Abdu Tuasika,. . .



10



dari masa jahiliyah (sebelum Islam) atau ditemukan di tempat yang tidak ditinggali manusia (tanah tak bertuan) atau di jalan tak bertuan, maka ada kewajiban zakat rikaz sebesar 20%.”31 b. Ditemukan di jalan atau negeri yang berpenduduk Seperti



ini



diperintahkan



untuk



mengumumkannya



sebagaiamana barang temuan. Jika datang pemiliknya maka itu jadi miliknya.



Jika



tidak,



maka



menjadi



milik



orang



yang



menemukan.32 c. Ditemukan di tanah milik orang lain Ada tiga pendapat dalam masalah ini33: 1) Tetap jadi milik si pemilik tanah. Demikian pendapat Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan, qiyas dari perkataan Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad. 2) Menjadi milik orang yang menemukan. Inilah pendapat yang lain dari Imam Ahmad dan Abu Yusuf. Mereka berkata bahwa yang namanya harta terpendam bukanlah jadi milik si empunya tanah, namun menjadi milik siapa saja yang menemukan. 3) Dibedakan, yaitu jika pemilik tanah mengenai harta tersebut, maka itu jadi miliknya. Jika si pemilik tanah di mengenalnya, harta tersebut menjadi milik si pemilik tanah pertama kali. Demikian dalam madzhab Syafi’i. d. Ditemukan di tanah yang telah berpindah kepemilikan dengan jalan jual beli atau semacamnya Ada dua pendapat dalam masalah ini34: 1) Harta seperti ini menjadi milik yang menemukan di tanah miliknya saat ini. Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad selama pemilik pertama tanah tersebut tidak mengklaimnya. 31



Ibid,. Muhammad Abduh Tuasika,. . . Ibid,. Muhammad Abduh Tuasika,. . . 33 Ibid,. Muhammad Abduh Tuasika,. . . 34 Ibid,. Muhammad Abduh Tuasika,. . . 32



11



2) Harta tersebut menjadi milik pemilik tanah sebelumnya jika ia mengenal harta tersebut. Jika tidak dikenal, maka menjadi pemilik tanah sebelumnya lagi, dan begitu seterusnya. Jika tidak di antara pemilik tanah sebelumnya yang mengenalnya, maka perlakuannya seperti luqothoh (barang temuan). e. Jika ditemukan di negeri kafir harbi (orang kafir yang boleh diperangi) Jika ditemukan dengan cara orang kafir dikalahkan (dalam perang),



maka



status



harta



yang



terpendam



tadi



menjadi ghonimah (harta rampasan perang).35 Jika harta tersebut mampu dikuasai dengan sendirinya tanpa pertolongan seorang pun, maka ada dua pendapat: 1) Harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan. Demikian pendapat dalam madzhab Ahmad, mereka qiyaskan dengan harta yang ditemukan di tanah tak bertuan. 2) Jika harta tersebut dikenal oleh orang yang memiliki tanah tersebut



yaitu



orang



mempertahankannya, adalah ghonimah.



Jika



kafir



harbi



maka



status



tidak



dikenal



dan



ia



harta dan



tidak



ngotot tersebut ngotot



dipertahankan, maka statusnya seperti rikaz (harta karun). Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i, masingmasing mereka memiliki rincian dalam masalah ini.



35



Ibid,. Muhammad Abduh Tuasika,. . .



BAB III PENUTUP Kesimpulan Zakat barang perdagangan, yang dimaksud barang dagang disini adalah segala sesuatu (kecuali uang) yang dimaksudkan untuk diperualbelikan guna mencari keuntungan. Secara syar’i, rikaz berarti harta zaman jahiliyah berasal dari non muslim yang terpendam yang diambil dengan tidak disengaja tanpa bersusah diri untuk menggali, baik yang terpendam berupa emas, perak atau harta lainnya. Rikaz Berdasarkan pengertian tersebut, maka harta yang maksud dengan rikaz adalah harta temua/karun yang terdapat didalam perut bumi. Kadar zakat perdagangan adalah 2,5% jika berdasarkan tahun Hijriyah atau 2,575% berdasarkan tahun masehi. Kadar rikaz adalah 20% berdasarkan sabda Rasulullah saw dalam hadits diatas yang menyatakan bahwa rikaz bagian zakatnya adalah seperlima Nishab perdagangan senilai 85 gram emas murni sesuai dengan harga pasar pada waktu masuk kewajiban zakat. Nishab rikaz adalah senilai 85 gram emas menurut pendapat yang terkuat dari para ahli fikir. Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa tarif zakat rikaz adalah 20% dari hasil jumlah kotor dan sebagian mereka berpendapat bahwa tarif zakatnya adalah 10% dari hasil bersih.



12



Daftar Pustaka Abd. Hayi Imam, M. I. (2016). Fiqih Zakat Al-Hayyu Teori dan Aplikasi Masalah dan Solusi. Cirebon: Mitra Pemuda. Al-Zuhayly, W. (2008). Zakat Kajian Berbagai Mazha. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arifin, G. (2011). Dalil-Dalil dan Keutamaan Zakat, Infak, Sedekah. Jakarta: PT Gramedia. Fakhrudin. (2008). Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesi. Malang: UIN Malang Press. Hamam, U. (2016, Mei 25). Zakat Harta Karun dan Barang Temuan. Retrieved Septembe 15, 2017, from Zakat Harta Karun dan Barang Temuan: https://rumaysho.com Hasan, M. A. (2006). Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hidayat, H. H. (2008). Panduan Pintar Zakat. Jakarta: QultumMedia. Khafid, S. (2013, Desember 18). Zakat Ma’din dan Rikaz. Retrieved September 15, 2017, from Zakat Ma’din dan Rikaz: http://sidqonkhafid.com



13