MAKALAH2 Trauma Pelvis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA PELVIS Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat Dosen : Ns. Riani,S.Kep,M.Kes



Disusun Oleh:



1. YENI EKA PRASETYA 2. NURUL WAHIDA 3. RENNY RESKI PUTRI 4. NOVITA DIAN SARI 5. DHEA NURAFIFAH 6. MELANI PUTRIYA 7. LARA SANTRI 8. AYU LESTARI 9. PAZIRA PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI T.A 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Trauma Pelvis ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat tahun akademik 2021. Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tanpa adanya bimbingan, dorongan, motivasi, dan doa, makalah ini tidak akan terwujud.Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Riani,S.Kep,M.Kes , selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang telah membimbing dalam kegiatan belajar mengajar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya khususnya mahasiswa dan masyarakat umum. Akhir kata penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun informasi yang terkandung didalam makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan datang.



Bangkinang, April 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI          



KATA PENGANTAR.................................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1 1.3 Tujuan...............................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi Pelvis.................................................................................................3 2.2 Klasifikasi Trauma Pelvis................................................................................8 2.3 Mekanisme Injuri Yang Menyebabkan Trauma Plevis.................................11 2.4 Manifestasi Klinis..........................................................................................12 2.5 Penilaian Untuk Fraktur Pelvis......................................................................13 2.6 Komplikasi ....................................................................................................16 2.7 Penatalaksanaan.............................................................................................17 2.8 Pemeriksaan Diagnosis..................................................................................18 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................19 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ...................................................................................................45 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................46



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur pelvis berkekuatan tinggi merupakan cedera yang membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan tinggi. Kira-kira 15–30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan tinggi tidak stabil secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian besar (chris jack, 2009). Karena trauma multipel biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur pelvis,hipotensi yang terjadi belum tentu berasal dari fraktur pelvis yang terjadi. Pasien dengan fraktur pelvis mempunyai 4 daerah potensial perdarahan hebat,yaitu permukaan tulang yang fraktur, trauma pada arteri di pelvis, trauma pada plexusvenosus pelvis, sumber dari luar pelvis. Berdasarkan uraian diatas kelompok akan menjelaskan bagaimana mekanisme fraktur pelvis sehingga menyebabkan gangguan serta bagaimana penangan yang dapat dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi pelvis? 2. Apa saja klasifikasi trauma pelvis? 3. Bagaimana mekanisme injuri yang menyebabkan trauma pelvis? 4. Apa sitem penilaian fraktur pelvis? 5. Apa saja komplikasi trauma pelvis? 6. Bagaimana penatalaksanaan trauma pelvis? 7. Apa saja pemeriksaan diagnosis trauma pelvis?



1



1.3 Tujuan Tujuan makalah ini dibuat adalah: 1. Mengetahui bagaimana anatomi pelvis. 2. Mengetahui apasaja klasifikasi trauma pelvis. 3. Mengetahui bagaimana mekanisme injuri yang menyebabkan trauma pelvis. 4. Mengetahui apa sitem penilaian fraktur pelvis. 5. Mengetahui apasaja komplikasi trauma pelvis. 6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan trauma pelvis. 7. Mengetahui apasaja pemeriksaan diagnosis trauma pelvis.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Anatomi Pelvis Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada di sebelah dorso kaudal terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke extremitas inferior. Pelvis bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian atas dan dengan caput femoris kanan dan kiri pada acetabulum yang sesuai. Pelvis dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh tulang, ligamentum, dan otot. Kavitas pelvis yang berbentuk seperti corong, memberi tempat kepada vesica urinaria, alat kelamin pelvic, rectum,pembuluh darah dan limfe, dan saraf (Syaifuddin,2014). Pelvis merupakan struktur mirip cincin yang terbentuk dari tiga tulang yaitu sacrum dan dua tulang innominata, yang masing-masing terdiri dari ilium, ischium dan pubis. Tulang-tulang innominata menyatu dengan sacrum di bagian posterior pada dua persendian sacroiliaca di bagian anterior, tulang-tulang ini bersatu pada simfisis pubis. Simfisis bertindak sebagai penopang sepanjang memikul beban berat badan untuk mempertahankan struktur cincin pelvis. Kerangka pelvis terdiri dari:dua os coxae yang masing-masing dibentuk oleh tiga tulang : os ilii, os ischii, dan os pubis,os sacrum (Syaifuddin, 2014). 1. Os sacrum terdiri dari lima vertebrae rudimenter yang bersatu membentuk tulang berbentuk baji yang cekung ke arah anterior. Pinggir atas atau basis os sissacri bersendi dengan vertebra lumbalis V. Pinggir inferior yang sempit bersendi dengan oscoceygis. Dilateral,os sacrum bersendi dengan kedua osc oxae membentuk articulation sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra sacralis pertama menonjol ke depan sebagai batas posterior apertura pelvis superior,disebut promontorium os sacrum,yang merupakan bagian penting bagi ahli kandungan untuk menentukan ukuran pelvis. Foramina vertebralia bersama-sama membentuk canalis sacralis. Canalis sacralis berisi radix anterior dan posterior nervilumbales, sacrales, dan coccygeus filum terminale dan lemak fibrosa. Oscoccygis berarti kulasi 3



dengan sacrum di superior. Tulang ini terdiri dari empat vertebra rudimenter yang bersatu membentuk tulang segitiga kecil yang basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum. Vertebra koksigeus hanya terdiri atas korpus, namun vertebra pertama mempunyai processus transverses rudimenter dan cornu coccygeum. Kornu adalah sisa pedikulus dan processus articularis superior yang menonjol ke atas untuk bersendi dengan kornu sakral. Saat dewasa tulang innominata menyatu seluruhnya pada asetabulum. 2. Ilium. Batas atas tulang ini adalah Krista iliaka. Krista iliaka berjalan ke belakang dari spina iliaka anterior superior menuju spina iliaka posterior superior. Dibawah tonjolan tulang ini terdapat spina inferior nya. Permukaan aurikulari silium disebut permukaan glutealis karena disitulah pelekatan gluteus. Linea glutealis inferior, anterior, dan posterior membatasi pelekatan glutei ketulang. Permukaan dalam ilium halus dan berongga membentuk fosa iliaka. Fosa iliaka merupakan tempat melekat nya m.iliakus. Permukaan aurikularis ilium berarti kulasi dengan sacrum pada sendi sakro iliaka (sendi sinovial). Ligamentum sakro iliaka posterior,interoseus,dan anterior memperkuat sendi sakro iliaka. Linea iliopektinealis berjalan disebelah anterior permukaan dalam ilium dari permukaan aurikularis menuju pubis. 3. Iskium. Iskium terdiri dari spina di bagian posterior yang membatasi insi surai skiadika mayor (atas) dan minor (bawah). Tuber ositasiskia adalah penebalan bagian bawah korpus iskium yang menyangga berat badan saat duduk. Ramus iskium menonjol ke depan dari tuber ositas ini dan bertemu serta menyatu dengan ramus pubis inferior. 4. Pubis,terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior. Tulang ini berarti kulasi dengan tulang pubis di tiap sisi simfisis pubis. Permukaan superior dari korpus memiliki krista pubikum dan tuber kulum pubikum. (Syaifuddin,2014 dan Rabe,2003).



Foramen obturatorium merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami pubis dan iskium. Tiga tulang dan tiga persendian tersebut menjadikan cincin



4



pelvis stabil oleh struktur ligamentosa,yang terkuat dan paling penting adalah ligamentum-ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum-ligamentum ini terbuat dari serat oblik pendek yang melintang dari tonjolan posterior sacrum sampai ke spina iliaca posterior superior (SIPS) dan spina iliaca posterior inferior (SIPI) seperti hal nya serat longitudinal yang lebih panjang melintang dari sacrum lateral sampai ke spina iliaca posterior superior ( SIPS ) yang bergabung dengan ligamentum sacrotuberale ( Rabe,2003 ). Gambar 1.Pandangan



posterior (A)



dan



anterior (B)



dari



ligamentum



pelvis.



Ligamentum sacro iliaca anterior jauh kurang kuat dibandingkan dengan ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum sacro tuberale adalah sebuah jalinan kuat yang melintang dari sacrum postero lateral dan aspek dorsal spina iliaca posterior sampai ke tuberischiadicum. Ligamentum ini,bersama dengan ligamentum sacro iliaca posterior,memberikan stabilitas vertikal pada pelvis. Ligamentum sacro spinosum melintang dari batas lateral sacrum dan coccygeus sampai ke ligamentum sacrotuberale dan masuk ke spina ischiadica. Ligamentum iliolumbale melintang dari processus transversus lumbalis ke empat dan ke lima sampai ke crista iliaca posterior;ligamentum lumbosacrale melintang dari processus



transversus



lumbalis



ke



lima



sampai



ke



ala



ossissacri



(Syaifuddin,2014).



5



Gambar 2. Aspek internal pelvis yang memperlihatkan pembuluh darah mayor yang terletak pada dinding dalam pelvis.



Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang terdapat pada pelvis anterior di atas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna terletak di atas pinggiran pelvis. Arteri tersebut mengalir ke anterior dan dalam dekat dengan sendi sacrol iliaca. Cabang posterior arteri iliaca interna termasuk arteri iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri sacralis lateralis. Arteri glutea superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk panggul lebih besar, yang terletak secara langsung di atas tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna termasuk arteri obturatoria,arteri umbilicalis, arterivesicalis, arteri pudenda, arteriglutea inferior, arteri rectalis dan arteri hemoroidalis. Arteri pudenda dan obturatoria secara anatomis berhubungan dengan rami pubis dan dapat cedera dengan fraktur atau perlukaan pada struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga vena-vena yang menyertai nya seluruhnya dapat cedera selama adanya disrupsi pelvis. Arteri iliaca externa memperdarah otot dan tulang paha,kulit genetalia externa, dan dinding abdomen bagian luar ( Rabe,2003 ). Pemahaman tentang anatomi pelvis akan membantu untuk mengenali pola fraktur mana yang lebih mungkin menyebabkan kerusakan langsung terhadap pembuluh darah mayor dan mengakibatkan perdarahan retroperitoneal signifikan. Dinding pelvis dapat dibedakan atas dinding ventral, dua dinding lateral, dinding dorsal,dan sebuah dasar pelvis. 1.



Dinding pelvis ventral pertama-tama dibentuk oleh kedua corpus ossis



pubis dan ramusossis pubis serta symphisis pubica.



6



2.



Dinding-dinding pelvis lateral memiliki kerangka tulang yang dibentuk



oleh bagian-bagian os coxae. Musculus obturator internus menutupi hampir seluruh dinding-dinding ini. Medial terhadap musculus obtura torinternuster dapat nervus obturatorius dan pembuluh obturatoria, dan cabang lain dari pembuluh iliaca interna. Masing-masing musculus obtura torinternus meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum minus dan melekat pada femur (osfemoris). Dinding pelvis dorsal dibentuk oleh sacrum,bagian-bagian osischii yang berdekatan, dan articulation sacro iliaca serta ligamen tasacro iliaca. Musculus piriformis melapisi dinding ini disebelah lateral. Masing-masing musculus piriformis meninggalkan pelvis minor melalui foramen ischiadicum (sciaticum) majus. Medial terhadap musculus piriformis terdapat saraf-saraf dari plexus sacralis dan pembuluh iliaca interna serta cabangnya. 3.



Dasar pelvis dibentuk oleh diaphragma pelvis yang dibentuk oleh



musculus levatorani dan musculus coccygeus serta fascia-fascia yang menutupi permukaan cranial dan permukaan kaudal otot tersebut. Diaphragma pelvis terbentang antara os pubis disebelah ventral,dan oscoccyges di sebelah dorsal, dan dari dinding-dinding pelvis lateral yang satu ke dinding-dinding pelvis lateral di seberangnya. Karena itu, diaphragma pelvis menyerupai sebuah corong yang tergantung pada tempat perlekatan tadi (Rabe, 2003).



7



Berikut perbedaan bentuk panggul pria dan wanita. Pria Dinding pelvis spurium tajam/curam, SIAS menghadap ke medial



Wanita



Dinding pelvis spurium dangkal,SIAS menghadap ke ventra



Apertura pelvis superior berbentuk heart- Apertura pelvis superior berbentuk shaped,lengkung,dengan promontorium



oval.



Ossacrum menonjol ke anterior. Pelvis verum merupakan segmen panjang Pelvis verum merupakan segmen Suatu kerucut pendek. Pendek suatu kerucut panjang. Rongga panggul lebih kecil 0,5-1,5cm di Pada wanita,ukuran-ukuran diameter bandingkan wanita.



rongga



panggul



lebih



besar



(perbedaan sampai sebesar 0.5-1.5 cm). Apertura pelvis Lonjong dan kecil.



inferior berbentuk Apertura pelvis inferior berbentuk bundar,diameter lebih besar.



Angulussub pubicus merupakan sudut tajam/kecil.



Angulussub pubicus adalah sudut lebar/besar.



Kelenjar



Organ genetalia yang berada di



prostat,



seminalis,penis,testis.



vesikula



cavum pelvis yaitu ovarium,tuba uteri



falopii,uterus,monsveneris,



labia mayor kanan dan kiri,labia Minora



kanan



dan



bertemu klitoris,O.U.E(orivisium



kiri



diatas



membentuk uretra



externum) di bawah nya terdapat orivisium vagina( lubang vagina).



8



2.2. Klasifikasi Trauma Pelvis 1.



Klafikasi Tile Menurut Tile (1988) ia membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang stabil,



cidera yang secara rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi dan vertikal tak stabil. a Tipe A/stabil Tipe A/stabil ini temasuk avulse dan fraktur pada cincin pelvis dengan sedikit atau tanpa pergeseran.



b Tipe B/rotasi tak stabil Tipe B/ rotasi tak stabil yaitu secara rotasi tidak stabil tapi secara vertikal stabil. Daya rotasi luar yang mengena pada satu sisi pelvis dapat merusak dan membuka simfisis biasa disebut fraktur open book atau daya rotasi internal yaitu tekanan lateral yang dapat menyebabkan fraktur pada rami iskio pubik pada salah satu atau kedua sisi juga disertai cidera posterior tetapi tidak ada pembukaan simfisis.



9



c Tipe C/secara rotasi dan vertikal tak stabil Tipe C yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan pada ligament posterior yang keras dengan cidera pada salah satu atau kedua sisi dan pergeseran vertical pada salah satu sisi pelvis, mungkin juga terdapat fraktur acetabulum.



2. Klasifikasi Young dan Burgess Klasifikasi Young-Burgess membagi disrupsi pelvis ke dalam cedera-cedera kompresi anterior-posterior (APC),kompresi lateral (LC),shear vertikal (VS), dan mekanisme kombinasi (CM). Kategori APC dan LC lebih lanjut di subklasifikasi dari tipe I – III berdasarkan pada meningkat nya perburukan cedera yang dihasilkan oleh peningkatan tekanan besar. a Cedera APC Cedera APC disebabkan oleh tubruk ananterior terhadap pelvis,sering mendorong ke arah diastase simfisis pubis. Ada cedera “open book” yang mengganggu ligamentum sacroiliaca anterior seperti hal nya ligamentum sacro spina leipsi lateral dan ligamentum sacrotuberale. Cedera APC dipertimbangkan menjadi penanda radiografi yang baik untuk cabang-cabang pembuluh darah iliaca interna, yang berada dalam penjajaran dekat dengan persendian sacro iliaca anterior. 1)



Tipe APC I(diastasis simfisis2,5cm dengan terbukanya Sijoint tapi tidak



terdapat instabilitas vertikal).



10



3)



Tipe APC III(Disrupsi komplit dari anterior dan posterior pelvis dengan



kemungkinan adanya pergeseran vertikal).



b Cedera LC Cedera LC sebagai akibat dari benturan lateral pada pelvis yang memutar pelvis pada sisi benturan ke arah midline. Ligamentum sacro tuberale dan ligamentum sacro spinale, serta pembuluh darah iliaca interna, memendek dan tidak terkena gaya tarik. Disrupsi pembuluh darah besar bernama (misal,arteri iliaca interna, arteri glutea superior) relatif luar biasa dengan cedera LC;ketika hal ini terjadi,di duga sebagai akibat dari laserasi fragmen fraktur dibedakan dari pemindahan vertikal hemi pelvis. Perpindahan hemi pelvis mungkin dibarengi dengan cedera vaskuler lokal yang parah. 1)



Tipe LC I(impaksi sakral dengan fraktur ramus pubis sisi yang sama(ipsi



lateral)—cedera yang stabil. 2)



Tipe LC II(impaksi sakral dengan fraktur iliac wingipsi lateral atau



terbukanya SI joint posterior dan fraktur ramus pubis) 3)



Tipe LC III(sama dengan tipe A II dengan tambahan cedera rotasi onal



eksterna dengan SI joint kontra lateral dan fraktur ramus pubis)



c Cedera VS Cedera VS dibedakan dari pemindahan vertikal hemi pelvis. Perpindahan hemi



11



pelvis mungkin dibarengi dengan cedera vaskuler lokal yang parah. d Cedera CM Pola cedera CM meliputi fraktur pelvis berkekuatan tinggi yang ditimbulkan oleh kombinasi dua vektor tekanan terpisah. (FrakesdanEvan,2004)



2.3. Mekanisme Injury Yang Menyebabkan Terjadinya Trauma Pelvis Pada



saat



seseorang



mengalami



kecelakaan,hantaman,jatuh



dari



ketinggian,dsb secara langsung akan menekan tulang pelvis. Tulang tidak mampu meredam energi yang terlalu besar sehingga terjadi fraktur. Karena fraktur terbentuk, terjadi pergeseran fragmen tulang sehingga merusak jaringan, otot,vaskuler di sekitar pelvis. Trauma langsung bisa menembus kulit sehingga mengalami perlukaan maka terjadi



pelepasan



mediator



inflamasi



lalu



terjadilah



vasodilatasi



yang



mengakibatkan peningkatan aliran darah dan permeabelitas kapiler lalu terjadilah kebocoran interstisial dan terbentuk oedema. Oedema ini akan menekan pembuluh darah sehingga terjadilah inefektif perfusi jaringan perifer. Penekanan pembuluh darah



perifer



menyebabkan



pelepasan



mediator



nyeri



(histamine,



prostaglandine,dan bradikinin) yang ditangkap oleh reseptor nyeri perifer lalu terjadi implus ke otak yang menyebabkan persepsi nyeri oleh penderita. Perlukaan tadi juga mengakibatkan kerusakan integritas kulit sehingga pertahanan primer tubuh terhadap infeksi rusak yang dapat menyebabkan port de entry kuman resiko syok sepsis. Pada saat trauma langsung pada pelvis juga mengakibatkan deformitas yang menyebabkan hambatan mobilitas tubuh. Trauma langsung pada pelvis juga menyebabkan gangguan pada arteri dan vena disekitar sehingga terjadilah perdarahan yang tidak terkontrol yang mengakibatkan kehilangan volume cairan dan elektrolit sehingga terjadilah resiko syok hipovolemic. Jika fraktur parah, tubuht idak mampu menahan beban energi dari luar,maka di lakukanlah prosedur pembedahan. Sebelum prosedur pembedahan terkadang pasien kurang terpapar informasi terkait pembedahan yang akan dilakukan sehingga pasien mengalami kecemasan. 12



2.4. Manifestasi Klinis 1. Fraktur pelvis sering merupakan bagian dari salah satu trauma multiple yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Pasien datang dalam keadaan anemi dan syok karena perdarahan yanghebat. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah. 2. Pada cedera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera pelvis. 3. Pada tipe cedera B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tak dapat berdiri, pasien mungkin juga tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah dimeatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas. 2.5. Penilaian Untuk Fraktur Pelvis Penilaian paling praktis untuk penilaian trauma pada kondisi gawat darurat dan paling sederhana adalah GCS dan RTS. Kedua nya dapat di kerjakan oleh dokter dan perawat, dan dapat digunakan untuk menentukan tatalaksana dan memantau perubahan klinis. Namun,sulit untuk menilai GCS pada pasien ter intubasi atau paralisis. Metode kombinasi mengusahakan cara terbaik karena membutuhkan data yang banyak. Untuk tujuan penelitian,pembelajaran dan kontrol kualitas,TRISS dapat diterapkan karena dapat memperkirakan probabilitas kelangsungan hidup dan telah banyak digunakan dari pada sistem penilaian lain dan



dinilai



cukup



efektif



karena



memasukkan



penilaian



anatomis,fisiologis,usia,dan mekanisme cedera. ASCOT dikatakan lebih baik dari pada TRISS, namun perhitungan nya kompleks (Carolina, 2015). 1. Penilaian menggunakan GCS Sistem ini merupakan system penilaian fisiologis pertama dan diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dan Jennett. Nilai membuka mata, respons verbal, dan



13



motorik di jumlah nilai berkisar antara 3 dan 15. Perhitungan GCS cepat dan sederhana,dan pengulangan perhitungan dapat menginformasikan perkembangan atau perburukan pasien. GCS adalah metode yang diakui untuk cedera kepala. Cedera kepala yang dapat disebabkan oleh gangguan anatomi atau fisiologi tubuh yang lainnya. GCS di klasifikasikan menjadi 3 yaitu ringan (GCS13-15), sedang (GCS 9-12), atau berat (GCS 3-8). Nilai rendah menggambarkan cedera yang lebih berat dan memiliki risiko mortalitas yang lebih tinggi.



2. Penilaian menggunakan RTS Sistem ini paling banyak digunakan sebagai sistem penilaian fisiologis. Sistem ini menggabungkan nilai GCS dengan laju respirasi dan tekanan darah sistolik. RTS lebih sensitif dari pada TS. Berikut penghitungan TS:



Terdapat dua tipe, untuk triase dan penelitian. RTS triase digunakan sebagai instrumen tenaga kesehatan pra-rumah sakit untuk membantu memutuskan apakah



14



pasien trauma harus dibawa ke fasilitas pelayanan primer atau ke pusat trauma. Untuk tenaga kesehatan rumah sakit,RTS membantu memutuskan tingkat respons yang diaktifkan. RTS≤11 berhubungan dengan mortalitas 30% dan harus segera di bawa ke pusat trauma. RTS penelitian berbeda dari triase dalam hal penggunaan faktor pemberat dan di desain untuk pengumpulan data retrospektif di bandingkan penilaian prospektif. Faktor pemberat tersebut berupa komponen respirasi dikalikan dengan koefisien 0,2908,tekanan darah sistolik dikalikan 0,7326, dan GCS dikalikan 0,9368. Koefisien di peroleh dari regresi logistik data MTOS (Major Trauma Outcome Study), dan jika di jumlahkan memberikan nilai berkisar dari 0 hingga 7,8408,nilai rendah menunjukkan cedera lebih berat.



3. Penilaian menggunakan TRISS Sistem penilaian kombinasi digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem anatomis dan fisiologis. Nilai trauma dan nilai keparahan cedera di gabung dalam metodologi TRISS (Trauma Score-Injury Severity Score) yang di kembangkan pada tahun 1987 oleh Champion, dkk. Sistem ini menggabungkan usia, ISS,mekanisme cedera,dan komponen RTS penelitian untuk menghitung kemungkinan hidup (Ps/Probability of survival). Ps hanya gambaran statistik dan bukan prediksi dampak yang akurat,namun dapat memberikan dasar perhitungan probabilitas hidup. 4. Penilaian menggunakan ASCOT ASCOT adalah sistem penilaian kombinasi yang menggunakan GCS, AIS, usia,tekanan darah sistolik,dan laju respirasi untuk memperkirakan probabilitas hidup. ASCOT diperkenalkan oleh Champion, dkk. Pada tahun 1996 untuk mengurangi kelemahan TRISS. ASCOT menggunakan AP menggantikan ISS dan menggolongkan usia ke dalam bilangan desimal. ASCOT tampaknya dapat



15



memberikan prediksi kematian yang lebih baik dari pada TRISS, tetapi memiliki kompleksitas perhitungan lebih besar. 5. Penilaian menggunakan KTS Di negara berkembang KTS paling banyak digunakan. KTS merupakan penyerdehanaan ISS dan RTS,serta mirip dengan TRIS. KTS dapat di gunakan pada dewasa dan anak-anak. KTS dan RTS dapat memperkirakan kematian. Cedera berat