Makalah Trauma Pelvis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA PELVIS Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat



Disusun Oleh Kelompok IV : 1. MUHAMMAD MA’SUM



( 718621081 )



2. AYU ILMI JULIANSARI



( 718621085 )



3. EFA RAMANDANI



( 718621086 )



4. WIDYA OCKY MITASARI



( 718621087 )



5. SINDY MEILITA SARI



( 718621091 )



6. MAISARI INDAH WAHYUNI



( 718621100 )



7. NANDA ROSWIRANTO PUTRA



( 718621104 )



8. DION ARDIANSYAH



( 718621105 )



9. RISKI INDRA PERMANA



( 718621123 )



10. NUR AZIZAH ELSAFIRA



( 718621187 )



11. FIRDATUL MARWANI



( 718621222 )



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS WIRARAJA 2020 – 2021



1



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul tentang Trauma Pelvis ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, dan juga penulis berterima kasih kepada Ibu Dian Ika Puspitasari S.kep.,Ns.,M.kep,selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Trauma Pelvis. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang-orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.



Sumenep, 15 April 2021



Penulis,



2



DAFTAR ISI COVER...................................................................................................................1 KATA PENGANTAR............................................................................................2 DAFTAR ISI...........................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4 1.1 Latar Belakang...............................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4 1.3 Tujuan............................................................................................................5 BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................6 2.1. Definisi Trauma Pelvis.................................................................................6 2.2. Mekanisme/PatofisiologiTrauma Pelvis......................................................6 2.3. Manifestasi klinis Trauma Pelvis.................................................................7 2.4. Klasifikasi Trauma Pelvis............................................................................8 2.5. Pemeriksaan penunjang Trauma Pelvis........................................................8 2.6. Penatalaksanaan Trauma Pelvis...................................................................8 2.7. Komplikasi Trauma Pelvis.........................................................................10 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA PELVIS................12 3.1. Pengkajian..................................................................................................12 3.2. Diagnosa Keperawatan ..............................................................................12 BAB IV PENUTUP..............................................................................................25 4.1 Kesimpulan.................................................................................................25 4.2 Saran............................................................................................................25 DARTAR PUSTAKA..........................................................................................26



3



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Fraktur pelvis berkekuatan tinggi merupakan cedera yang membahayakan jiwa. Perdahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan tinggi. Kira-kira 15-30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan tinggi tidak stabil secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya darahdari cederapelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada pasien fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 635% pada fraktur pelvis berkekuatan tinggi rangkaian besar . Karena trauma multipel biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur pelvis, hipotensi yang terjadi belum tentu berasal dari fraktur pelvis yang terjadi. Pasien dengan fraktur pelvis mempunyai 4 daerah potensial perdarahan hebat, yaitu permukaan tulang yang fraktur, trauma pada arteri di pelvis, trauma pada plexus venosus pelvis, sumber dari luar pelvis.  1.2 Rumusan Masalah 1. Definisi Trauma Pelvis ? 2. Bagaimana mekanisme / patofisiologi Trauma Pelvis ? 3. Bagaimana manisfestasi klinis Trauma Pelvis ? 4. Bagaimana klasifikasi Trauma Pelvis ? 5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Trauma Pelvis ? 6. Bagaimana penatalaksanaan Trauma Pelvis ? 7. Bagiamana komplikasi Trauma Pelvis ?



4



1.3 Tujuan Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai trauma pelvis . Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan gawat darurat



5



BAB II TINJAUAN TEORI



2.1 Definisi Trauma Pelvis Trauma pelvis Merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat – alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli – buli, rektum serta pembuluh darah. 2.2 Mekasnisme / Patofisiologi Pelvis Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis. Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas: 1. Kompresi anteroposterior Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury. 2. Kompresi lateral Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini terjadi apabila ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakroiliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama. 3. Trauma vertical



6



Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai 4. Trauma kombinasi Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas. 2.3 Manifestasi klinis trauma pelvis Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat mengenai organ – organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat. Terdapat Anamnesis: a. Keadaan dan waktu trauma b. Miksi terakhir c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala Pemeriksaan klinik: a) Keadaan umum  Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi  Lakukan survei kemungkinan trauma lainnya b) Lokal  Pemeriksaan nyeri: Tekanan dari samping cincin panggul, Tarikan pada cincin panggul  Inspeksi



perineum



untuk



mengetahui



adanya



perdarahan,



pembengkakan dan deformitas  Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan simfisis pubis 7



 Pemeriksaan colok dubur



2.4 Klasifikasi trauma pelvis : A. Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera pelvis. B. Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat nyeri. 2.5 Pemeriksaan penunjang trauma pelvis 1) Pemeriksaan radiologis: 



Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.







Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum memungkinkan.



2) Pemeriksaan urologis dan lainnya: 



Kateterisasi







Ureterogram







Sistogram retrograd dan postvoiding







Pielogram intravena







Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal



2.6 Penatalaksanaan trauma pelvis a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul



8



b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:  Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat, traksi, pelvic sling  Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang dikembangkan oleh grup ASIF c. Berdasarkan klasifikasi Tile:  Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.  Fraktur Tipe B: o Fraktur tipe openbook 1. Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. 2. Jika celah lebih



dari 2.5cm dapat ditutup



dengan



membaringkan pasien dengan cara miring dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii. o



Fraktur tipe closebook Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.



 Fraktur Tipe C



9



sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang – kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis. 2.7 Komplikasi trauma pelvis A. Komplikasi segera  Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.  Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.  Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars membranosa.  Trauma rektum dan vagina  Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif sampai syok.  Trauma pada saraf : 



Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.







Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.



B. Komplikasi lanjut



10



 Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai profilaksis.  Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.  Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.  Skoliosis kompensator



11



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA PELVIS



STUDY KASUS Trauma Pelvis Perempuan riwayat KLL dengan terlempar dari becak sejauh 5m, ditemukan di pinggiran pagar selokan. Mengeluh nyeri pada perut bagian bawah, ada luka aberasi di sekitar tonjolan tulang panggul. Pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi pada psias kanan kiri, teraba krepitasi. Respirasi : 28x/menit, N : 120x/menit, TD : 110/90 mmHg. 3.1 Pengkajian 1. Data subyektif 



Pasien mengalami trauma pada pelvis







Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah



2. Data obyektif 



Respirasi : 28x/menit







Nadi : 120x/menit







TD : 110/90 mmHg







Teraba krepitasi pada psias kanan kiri







Ada luka di sekitar tonjolan tulang panggul



12



3.2 Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut (00132) Domain 12 : comfort Class 1 : physical comfort Definisi : sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang timbul dari kerusakan jaringan aktual atau potensial atau penggambaran dari kerusakan (International association for the study of pain); yang terjadi tiba-tiba atau secara pelan-pelan dari intensitas ringan hingga berat dengan diantisipasi atau dapat diprediksi dan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Defining characteristics : a) Perubahan respirasi (normalnya 12-20x/menit) b) Laporan secara verbal dari pasien Faktor yang berhubungan : Agen injuri  NOC (Nursing Outcome Classifications) : a. Comfort level (tingkat kenyamanan) Definisi : Perasaan fisik dan psikologi yang tenang Indikator :  Melaporkan kesejahteraan fisik  Melaporkan kepuasan dengan kontrol gejala  Melaporkan kesejahteraan psikologis  Mengekspresikan kepuasan dengan kontrol nyeri b. Pain Control (kontrol nyeri) Definisi : Tindakan seseorang untuk mengatasi nyeri Indikator  Mengenal penyebab nyeri  Mengenal onset nyeri  Menggunakan tindakan pencegahan  Menggunakan pertolongan non-analgetik  Menggunakan analgetik dengan tepat  Mengenal



tanda-tanda



pencetus



nyeri



pertolongan  Menggunakan sumber-sumber yang ada 13



untuk



mencari



 Mengenal gejala nyeri  Melaporkan gejala-gejala kepada tenaga kesehatan profesional  Melaporkan kontrol nyeri c. Pain Level (Tingkat nyeri) Definisi : Gambaran nyeri atau nyeri yang ditunjukkan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pada pasien dengan gangguan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria :  Melaporkan nyeri berkurang  Tidak menununjukkan ekspersi wajah menahan nyeri  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)  Tidak mual  Tanda vital dalam rentang normal  Nursing Intervention Classification (NIC) Pain Acute A. Pemberian Analgetik Definisi: Menggunakan agen farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri Aktivitas  Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan berat nyeri sebelum memberikan pengobatan  Cek catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik  Kaji adanya alergi obat  Pilih analgetik atau kombinasi analgetik yang sesuai ketika menggunakan lebih dari satu obat.  Tentukan pilihan jenis analgetik (narkotik, non-narkotik, atau NSAID/obat anti inflamasi non steroid) bergantung dari tipe dan beratnya nyeri  Pilih rute, IV,IM untuk pemberian pengobatan injeksi 14



 Berikan tanda pada narkotik dan obat terbatas lain, sesuai dengan protocol  Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik narkotik saat pertama kali atau jika muncul tanda yang tidak biasanya  Berikan analgetik lain dan atau pengobatan lain jika diperlukan untuk memperkuat reaksi analgetik  Evaluasi keefektifan analgetik dengan frekuensi interval teratur setiap pemberian, tetapi terutama setelah dosis awal, observasi tanda dan gejala serta efek obat (misalnya depresi pernafasan, mual muntah, mulut kering, dan konstipasi)  Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang muncul  Evaluasi dan dokumentasikan tingkat sedasi pasien yang mendapatkan opioid.  Lakukan tindakan untuk mengurangi efek analgetik (misal konstipasi dan iritasi lambung  Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis, dan rute pemberian, atau perubahan interval diindikasikan, buat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip kesamaan analgetik B. Cutaneus stimulation : stimulasi pada kutan Definisi: Stimulasi pada kulit dan dibawah jaringan untuk menurunkan tanda dan gejala yang tidak diinginkan seperti nyeri, spasme otot, atau inflamasi Aktivitas  Diskusikan variasi metode pada stimulasi kulit, efeknya terhadap sensasi, dan harapan pasien selama kegiatan  Seleksi strategi stimulasi kutan yang spesifik, berdasar pada keinginan pasien, kemampuan untuk berrpartisipasi, kesukaan, dukungan orang dekat, dan kontraindikasi  Lakukan sesuai indikasi, frekuensi, dan prosedur aplikasi  Aplikasikan stimulasi secara langsung disekitar area yang dipakai 15



 Pilih tempat stimulasi, pertimbangkan alternatif tempat lain jika aplikasi langsung tidak memungkinkan  Pertimbangkan titik penekanan pada area yang distimulasi, jika mungkin  Tentukan lama dan frekuensi stimulasi, sesuai metode yang dipakai  Anjurkan untuk menggunakan stimulasi yang teratur, jika mungkin  Ajak keluarga untuk berpartisipasi, jika mungkin  Seleksi metode atau tempat alternatif untuk stimulasi, jika tujuan tidak dapat tercapai  Hentikan stimulasi, jika nyeri bertambah atau terjadi iritasi kulit  Evaluasi dan dokumentasikan respon klien selama stimulasi C. Pemberian Medikasi Definisi: Menyiapkan, memberikan, dan mengevaluasi keefektifan obat yag diresepkan dan yang tidak diresepkan dokter Aktivitas  Kembangkan kebijakan dan prosedur untuk keakuratan dan keamanan pemberian pengobatan  Kembangkan dan gunakan lingkungan yang aman dan efisien dalam pemberian pengobatan  Lakukan prinsip 5 benar  Verifikasi peresepan obat sebelum memberikan pengobatan  Menentukan dan atau merekomendasikan pengobatan, jika sesuai, menurut kewenangan peresepan dokter  Monitor alergi, interaksi, dan kontraindikasi dari pengobatan  Catat jika pasien alergi terhadap pengobatan dan hentikan pengobatan  Pastikan hipnotik, narkotik, dan antibiotik tidak diteruskan atau 16



diorderkan kembali setiap hari  Siapkan pengobatan menggunakan peralatan yang tepat dan teknik pemberian obat yang benar  Hindari memberikan obat yang tidak terlabel dengan baik  Monitor tanda vital dan hasil laboratorium sebelum pemberian obat  Berikan obat sesuai teknik dan rutenya  Monitor efek samping pada pasien, toksisitas, dan interaksi dari pemberian obat  Dokumentasikan pemberian obat dan respon pasien, menurut pedoman yang ada D. Manajemen Nyeri Definisi: Teknik mengurangi nyeri sampai tingkat nyaman yang dapat diterima oleh pasien Aktivitas  Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik



dan



onset,



durasi,



frekuensi,



kualitas,



intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi  Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif  Berikan analgetik sesuai dengan anjuran  Gunakan



komunikasi



terapeutik



agar



pasien



dapat



mengekspresikan nyeri  Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran  Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis  Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang 17



telah digunakan  Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan  Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan, penyinaran, dll)  Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresusure)  Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri  Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup  Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat  Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan  Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri  Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan lakukan monitoring dari rencana yang dibuat  Pertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi, dukungan dari keluarga dekat dan kontraindikasi ketika strategi penurun nyeri telah dipilih  Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika strategi penurun nyeri telah dipilih  Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tenaga profesional lain unntuk memilh tenik non farmakologi  Berikan analgetik yang berguna optimal  Gunakan PCA (Patient Controlled Analgesia)  Berikan pengobatan sebelum aktivitas untuk meningkatkan partisipasi



18



 Berikan



analgetik



sebelum



perawatan



dan



atau



strategi



nonfarmakologi sebelum prosedur yang menyakitkan  Modifikasi kontrol nyeri sesuai respon pasien  Gunakan pendekatan multidisiplin dalam penanganan nyeri  Berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dan respon terhadap pengalaman nyeri  Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri 2. Gangguan mobilitas fisik (00085) Domain



4



:



activity/rest



Class 2 : activity/exercise Definisi : keterbatasan pada kemandirian, pergerakan fisik dari tubuh dengan maksud tertentu atau dari salah satu atau lebih dari ekstremitas. Defining characteristics : 



Keterbatasan pergerakan







Keterbatasan kemampuan untuk melakukan gerak yang benar



Faktor yang berhubungan : 



Intoleransi aktivitas







Kehilangan integritas dari struktur tulang







Gangguan musculoskeletal







Nyeri







Pembatasan bergerak sesuai medikasi dari medis



 NOC (Nursing Outcome Classifications): a.



Joint Movement : Active Range of Motion pada sendi



b.



Mobility Level Kemampuan untuk bergerak dengan tujuan tertentu



c.



Transfer performance



Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: 



Klien meningkat dalam aktivitas fisik 19







Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas







Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah







Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)



 Nursing Intervention Classification (NIC) Gangguan Mobilitas Fisik a. Perawatan Bed Rest Definisi: dukungan kenyamanan dan keamanan dan pencegahan komplikasi pada pasien yang tidak mampu untuk turun dari tempat tidur Aktivitas 



Jelaskan alasan mengapa pasien perlu bed rest







Letakkan pada bed yang tepat







Hindari penggunaan kasur yang teksturnya kasar







Jaga linen kasur tetap bersih, kering dan bebas dari kerutan







Gunakan perlengkapan pelindung bagi pasien pada bed







Monitor kondisi kulit







Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif







Tingkatkan kebersihan







Bantu aktivitas sehari-hari pasien







Monitor fungsi perkemihan







Monitor terhadap konstipasi







Monitor status pernafasan



b. Pengaturan posisi Definisi: penentuan penempatan pasien atau bagian tubuh pasien untuk mendukung fisik dan psikologis yang baik Aktivitas 



Meletakkan pasien pada tempat tidur yang sesuai







Membantu pasien dalam perubahan posisi 20







Monitor status oksigen/ pernafasan sebelum dan setelah perubahan posisi dilakukan







Pemberian dukungan pada bagian tubuh yang perlu diimobilisasikan







Fasilitasi posisi yang mendukung ventilasi/ perfusi







Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif







Cegah penempatan pasien pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri







Minimalkan gesekan ketika positioning







Posisikan pasien pada posisi yang mendukung drainase perkemihan







Posisikan pada posisi yang dapat mencegah penekanan pada luka







Instruksikan pasien terkait bagaimana postur yang baik







Atur jadwal perubahan posisi pada pasien



3. Resiko infeksi (00004) Domain 11 : safety/protection Class 1 : infection Definisi : terjadi peningkatan resiko terhadap terjangkitnya organisme patogenik Faktor resiko : 



Pertahanan primer yang inadekuat ( kerusakan kulit, jaringan traumatis)







Prosedur invasive







Trauma



 NOC (Nursing Outcome Classifications): 1) Immune Status : ketahanan (natural dan didapat) yang adekuat terhadap antigen eksternal dan internal. 2) Knowledge : Infection control Peningkatan pemahaman mengenai pencegahan dan kontrol infeksi 3) Risko control Tindakan untuk menghilangkan dan mengurangi ancaman kesehatan yang 21



aktual, personal, dan modifikasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: 



Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi







Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi







Jumlah leukosit dalam batas normal







Menunjukkan perilaku hidup sehat







Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal



 Nursing Intervention Classification (NIC) Resiko Infeksi a. Kontrol Infeksi Definisi: Meminimalkan paparan dan transmisi agen infeksi Aktivitas 



Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh pasien







Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan







Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu







Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan pasien







Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien







Lakukan universal precautions







Gunakan sarung tangan steril







Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV







Lakukan teknik perawatan luka yang tepat







Tingkatkan asupan nutrisi







Anjurkan asupan cairan







Anjurkan istirahat







Berikan terapi antibiotik



b. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) Definisi: Pencegahan dan deteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko Aktivitas 



Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local







Monitor kerentanan terhadap infeksi 22







Monitor angka granulosit, WBC dan hasil yang berbeda







Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko







Berikan perawatan kulit yang tepat pada area edematous







Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, atau drainase







Ispeksi kondisi luka







Dukungan masukkan nutrisi yang cukup







Dukungan masukan cairan







Dukungan istirahat







Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep



c. Skin surveillance/ pengawasan terhadap kulit Definisi:



Mengkoleksi



dan



menganalisis



data



pasien



untuk



mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa Aktivitas 



Mengamati ekstremitas terhadap kemerahan, panas, bengkak, tekanan, tekstur, edema dan ulserasi







Mengamati kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas yang ekstrim, atau drainase







Monitor kulit pada area yang kemerahan dan mengalami kerusakan







Monitor terhadap sumber penekanan dan friksi/ gesekan







Monitor terhadap infeksi







Monitor kulit dan membran mukosa terhadap area yang mengalami perubahan warna dan memar







Monitor kulit terhadap kekeringan dan kelembaban yang berlebihan







Monitor warna kulit



d. Perawatan luka Definisi: Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan kesembuhan Aktivitas 23







Monitor karakteristik luka meliputi drainase, warna, ukuran dan bau







Bersihkan luka dengan NaCl (normal saline)







Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka







Inspeksi luka setiap melakukan pergantian dreesing







Bandingkan dan laporkan adanya perubahan pada luka secara regular







Atur posisi untuk mencegah tekanan pada daerah luka







Tingkatkan intake cairan







Ajarkan pada pasien/anggota keluarga tentang prosedur perawatan luka







Ajarkan pada pasien/anggota keluarga tentang tanda dan gejala infeksi







Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan penampakannya



24



BAB IV PENUTUP



4.1 Kesimpulan Trauma pelvis sering terjadi terutama disebabkan trauma tumpul yang mana sering terjadi pada kecelakaan saat berkendara ataupun orang yang tertabrak kendaraan. Angka kematian pada trauma pelvis cukup tinggi bila tidak disertai penanganan yang baik. Kejadian trauma terhadap pelvis didominasi oleh fraktur pelvis yang mencapai angka 44%. Perdarahan arteri adalah salah satu masalah yang paling serius yang berhubungan dengan patah tulang punggul, dan tetap menjadi penyebab utama kematian disebabkan fraktur panggul dengan keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan tinggi. Perdarahan mengancam jiwa yang berkaitan dengan fraktur panggul berasal dari tulang yang patah,pleksus vena panggul,pembuluh darah panggul besar, dan atau cabang- cabang arteri iliaka. Perdarahan pada fraktur panggul disebabkan oleh cedera vena dan bagian yang patah dapat diobati secara efektif dengan fiksasi eksternal dengan mengurangi volume perdarahan dan menstabilkan fraktur. 4.2 Saran



25



Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang trauma pelvis. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan



DAFTAR PUSTAKA



Herdman, T. Heather.2009.Nursing Diagnoses : Definitions and Classification 20092011.USA : Wiley-Blackwell. Johnson, M., Mass, M., Moorhead, S., 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) second edition. Missouri : Mosby Dochterman, Joanne M.,



Bulecheck,



Gloria N.2003.Nursing



classification (NIC) 4th Edition.Missouri : Mosby



26



Intervention



27