Manajemen Aset Dan Liabilitas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN ASET DAN LIABILITAS By muhammad qamaruddin qamaruddin shadie 14.41 No comments BAB I PENDAHULUAN



Manajemen



asset



dan



liabilitas



adalah



suatu



usaha



untuk



mengoptimalkan struktur neraca bank sedemikian rupa agar diperoleh laba maksimal sekaligus membatasi resiko menjadi sekecil mungkin. Manajemen aktiva dan pasiva disebut pula dengan Asset and Liability Management (ALMA). Kedua sisi neraca, dimana sisi pasiva yang menggambarkan sumber dana dan sisi aktiva yang menggambarkan penggunaan dana harus dikelola secara efisien, efektif, produktif secara optimal. Organisasi Manajemen Asset dan Liabilitas (ALMA) terdiri dari Asset Liability Commite (ALCO) dan ALCO Support Group (ASG). Anggota ALCO terdiri dari pimpinan unit kerja operasional dan unit kerja yang berhubungan dengan



tugas



ALMA.



Sedang



anggota



ASG



terdiri



dari



sekelompok



manajer/staf propesional yang bertugas membantu ALCO. Secara spesifik ALCO berfungsi sebagai berikut: 1.



Mereview laporan tentang risiko likuiditas, risiko pasar, dan manajemen



2.



permodalan. Mengidentifikasi



3.



mempengaruhi kinerja bank. Untuk melakukan review atas strategi penetapan ekspektasi dana pihak



isu-isu



dalam



manajemen



neraca



ketiga dan ekspektasi keuntungan dari sisi pembiayaan. 4. Untuk melakukan review atas rencana kontijensi bank. .



yang



dapat



BAB II PEMBAHASAN



A.



PENGERTIAN



MANAJEMEN



ASET



DAN



LIABILITAS/ASSET



AND



LIABILITY MANAJEMENT (ALMA) Asset adalah sebuah sumber daya yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana beberapa manfaat ekonomi masa depan (s) dapat diharapkan mengalir ke perusahaan. Kepemilikan aset itu sendiri adalah tidak berwujud. Namun, aset yang dimiliki dapat berwujud atau tidak berwujud "(International Valuation Standard 2003) Manajemen Aset didefinisikan menjadi sebuah proses pengelolaan segala sesuatu baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomik, dan mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi. Melalui proses manajemen yaitu POLC planning, organizing, leading dan controling agar dapat dimanfaatkan atau dapat mengurangi biaya (cost) secara effisien dan effektif. Manajemen Liabilitas yaitu kemampuan bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan kepada nasabah. Penggelolaan atas Reserve Requirement (RR) atau Primary Reserve (PR) atau Giro Wajib Minimum (GWM) sesuai dengan ketentuan BI dan secandary Reserve (SR). Risiko yang dapat timbul dalam Manajemen liabilitas yaitu risiko pendanaan dan risiko bunga.[1]



B. RUANG LINGKUP ALMA ALMA adalah manejemen struktur neraca bank dengan tujuan untuk mengoptimalkan pendapatan dan meminimalkan biaya dalam batas-batas risiko tertentu. Risiko-risiko ALMA dalam suatu bank pada umumnya berupa: a. Financing risk, yaitu debitur akan memenuhi kewajibannya (keterlambatan angsuran atau pelunasan) tepat pada waktunya. Risiko kredit dapat menimbulkan risiko likuiditas. b. Liquidity risk, yaitu risiko bahwa bank tidak dapat memenuhi kewajibannya pada waktunya atau hanya dapat memenuhi kewajiban melalui pinjaman darurat (bagi hasil yang tinggi) dan atau menjual aktivanya dengan harga yang rendah. c. Pricing risk, yaitu risiko kerugian dengan akibat perubahan tingkat bagi hasil, menentukan bentuk penurunan margin dari penanaman atau kerugian sebagai akibat menurunnya nilai aktiva. Risiko ini sebagai akibat Net Interest Margin (NII) atau tidak terpenuhinya likuiditas, atau terjadinya gap karena tidak tepatnya perhitngan pricing atas asset dan liabilitas. d. Foreign exchange risk, yaitu risiko kerugian sebagai akibat perubahan tingkat kurs terhadap “open position” karena adanya pergerakan kurs yang merugikan. e. Gap risk, yaitu risiko kerugian dari ketidakseimbangan interest rate maturity karena adanya pergerkan tingkat bunga yang merugikan. f. Kontinjen risk, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat transaksi kontinjen, contohnya bank garansi dan kontrak valuta asing berjangka.[2] Risiko likuiditas adalah risiko yang ada diperbankan yang biasanya timbul dari cara bank mengelola primary dan secondary rerserve serta pendanaannya sehari-hari. Risiko yang ada dalam pengelolaan Primary rerserve dapat berupa: a) Reserve yang dikelola terlalu tinggi dari yang dibutuhkan. b) Reserve requirement tidak dapat dipenuhi sehingga berakibat dikenakan pinalti atau sanksi oleh bank indonesia serta timbulnya masalah bagi bank sendiri. C. MANAJEMEN LIKUIDITAS Likuiditas ialah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup utuk memenuhi kewajibanya setiap saat. Dalam kewajiban di atas termasuk penarikan yang tidak dapat diduga seperti commitment loan maupun penarikan penarikan tidak terduga lainya.[3]



Beberapa pakar perbankan memberikan beberapa macam pengertian dari manajemen likuiditas. Duane B Graddy memberikan definisi manajemen likuiditas melibatkan perkiraan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan. Sedangkan Oliver G wood menyatakan manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus-menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman maupun kebutuhan jangka panjang.[4] Dalam hal ini bank sangat panting dalam mengelola likuiditas dengan baik,dikarenakan untuk memperkecil resiko likuiditas yang disebabkan oleh adanya



kekurangan



dana



dalam



memenuhi



kewajibanya. Pada dasarnya keberhasilan bank dalam manajemen likuiditas ,dapat diketahui dari: a)



kemampuan dalam memprediksi kebutuhan dana di waktu yang akan



datang b) kemampuan untuk memenuhi permintaan akan “cash” dengan menukarkan harta lancarnya c) kemampuan memperoleh “cash” secara mudah dengan biaya yang sedikit d) kemampuan pendataan pergerakan “cash in”dan “cash out”dana (cash flow) e) kemampuan untuk memenuhi kewajiban tanpa harus mencairkan aktiva tetap apapun kedalan cash[5] ada empat macam teori likuiditas perbankan yang dikenal, yaitu sebagai berikut: a)



Commecial Loan Theory; teori ini beranggapan bahwa bank hanya boleh memberikan pinjaman ‘dengan surat jangka pendek yang dapat dicairkan



b)



dengan sendirinya (self liquidating). Shiftability Theory; teori ini beranggapan bahwa likuiditas sebuah bank tergantung pada kemampuan bank memindahkan aktivanya kepada kepada orang lain dengan harga yang dapat diramalkan.



c)



Anticipated Income Theory; yaitu semua dana yang dialokasi atau setiap uapaya mengalokasikan dana ditujukan pada sektor yang feasible dan layak



yang akan menguntungkan bagi bank. d) The liability Management Theory; teori ini dinyatakan bagaiman bank dapat mengelola pasivanya sedemikian rupa sehingga pasiva itu dapat menjadi sumber likuditas.[6] Sejak dulu dunia perbankan memerlukan likuiditas dan likuiditas sendiri menjadi salah satu faktor penting dalam pengelolaan dananya dan Resiko likuiditas adalah salah satu resiko yang mendasar dalam dunia perbankan.Kemungkinan kerugian terjadi karena keharusan menjual aset atau mengumpulkan dana dalam waktu singkat untuk menghadapi situasi tertentu.dan diperlukan juga likuiditas yang cukup papbila bank ingin memenuhi pemintaan kredit yangtidak terduga dari nasabah.Penolakan akan suatu permintaan kredit mungkin akan mengakibatkan kehilangan nasabah yang akan menyimpan uangnya atau bahkan kehilangan calon nasabah yang prima. Sulit



untuk



mengatakan



berapakah



tingkat



likuiditas



yang



ideal(seimbang) untuk suatu bank. Untuk mempertahankan tingkat likuiditas yang seimbang , sedapat mungkin biaya dana yang tinggi yang dibutuhkan ntuk mempertahankan tingkat likuiditas yang seimbang harus dibuat seminimal mungkin dengan pengelolaan spread yang baik. Laporan perencanaan likuiditas juga dapat membantu pengelola dana untuk membuat biaya dana seminimum mungkin. Dengan melihat laporan perencanaan likuiditas ini ank dapat mengindikasi adanya kelebihan dan sampai seberapa besar dana itu lebih. Sesungguhnya konsep likuiditas adalah konsep yang sederhana hanya saja sulit unruk menentukan berapakah yang betul betul sesuai untuk masing masing bank dengan kondisi bank yang berbeda beda. Secara singkat pengaturan likuiditas adalah: a) Kemampuan bank untuk menaikan sejumlah tertentu dan kas yang ada, b) Pada ongkos tertentu c) Dalam waktu yang singkat dan tepat



Semakin banyak dana yang dihimpun oleh bank dalam waktu tertentu maka bank akan semakin likuid, semakin rendah ongkos yang dibutuhkan untuk menambah dana dalam waktu tertentu maka aset tersebut akan semakin likuid. Dan jumlah uang kas



yang bertambah seharusnya juga



disesuaikan dengan kebutuhan akan uang kas tersebut Bank mempunyai beberapa alternatif untuk mencapai likuiditas a) menyediakan uang kas yang cukup b) mengkonventir aset kedalam uang kas c) meminjam dari bank lain Dalam pengaturan likuiditas jangka pendek mungkin masih sulit untuk dpastikan berapakah tingkat likuiditas bank yang ideal, dikarenakan dalam bisnis



pebankan



bank



dihadapkan



kepada



ketidakpastian



(uncertainty).Berapa dan kapan nasabah akan mengambil ataupun menyetor uang tidak dapat diketahui,oleh karena itu di perlukan perencanaan likuiditas. Likuiditas jangka pendek dapat diambil dari contoh beberapa kejadian yaitu hal hal yang bersifat musiman,bank bank yang lokasinya dekat dengan daerah pertanian akan mengalami lebih banyak setoran dana pada saat musim



panen.dana



ini



akan



menumpuk



apabila



tidak



direncanakan



alokasinya.Dan sebaliknya para petani akan membutuhkan uang



pada



waktu musim menanam untuk membeli bibit,pupuk obat hama dan sebagainya. Dalam memelihara likuiditas sendiri sangat terkait dengan tujuan likuiditas.dalam menetapkan strategi apa yang akan di ambil sangat tergantung



pada



skill



manajer



likuiditas



yang



ada



bagaimana



mempertimbangkan kondisi likuiditas pasar dan kebutukan likuiditas bank, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Faktor-faktor tersebut diatas akan menjadi panduan apakah tidak akan mengambil sikap agresif,berhati hati atau konservatif dalam manajemen likuiditasnya,yang tercermin dari limit dan target likuididas yang di tetapkan.



D. MANAJEMEN INVESTASI Investement dalam pengertian perusahaan (bank) adalah aktivitas bank untuk menggunakan dana yang dimilikinya, membeli harga tetap yang mempunya nilai jangka panjang,atau membeli surat berharga jangka panjang (1 sampai 10 tahun).[7] Investasi disebut juga sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainya yang dilakukan di masa datang. [8] Atau dalam pengertian lain, investasi merupakan pengeluaran modal unut pembelian aset (asset) fisik seperti pabrik, mesin, peralatan, dan persediaan, yaitu investasi fisik atau riil.[9] Dalam bukunya, Ahmad Ifham Sholihin menyatakan bahwa investasi merupakan penanaman modal, biasanya dalam jangka panjang untuk pengadaan aktiva tetap atau pembelian saham-saham dan surat berharga lain untuk memperoleh keuntungan (investment).[10] Tujuan bank dalam membeli surat berharga ada dua macam, yaitu: a) Untuk menambah likuiditas bank b) untuk menambah income bank Meskipun saat ini alokasi dana bank yang paling besar adalah untuk pemberian kredit, tetapi ada beberapa persen dana yang dialokasikan pada surat surat berharga yang meliputi surat berharga yang meliputi surat berharga jangka panjang, menengah dan jangka pendek. Surat berharga sendiri dapat digunakan untuk menutup kekurangan likuiditas apabila terlalu banyak nasabah ingin menarik depositonya dikarenakan surat berharga ini dapat di jual dengan cepat tanpa mengalami kerugianyang berati dan dana yang di peroleh dapat dipakai untuk enutup arus deposito yang mengalir keluar. Faktor faktor yang mempengaruhi keputusan investasi a) b) c) d)



jangka waktu bagi hasil pajak mudah dipasarkan atau tidak



e) kualitas dan keamanan f) harapan di masa mendatang g) Diversifikasi E. MANAJEMEN GAP (MISMATCH) 1. Pengertian Manajemen gap juga diartikan sebagai sebuah strategi untuk memaksimumkan net income margin melalui siklus bagi hasil[11]. Sedangkan dalam konvensional manajemen gap diartikan sebagai upaya-upaya untuk mengelola dan mengendalikan kesenjangan (Gap) antara asset dan liabities pada suatu periode yang sama, meliputi kesenjangan dalam hal jumlah dana, suku bunga, saat jatuh tempo (maturity) atau perpaduan antara ketiganya (kesenjangan tercampur atau mix match)[12]. Gap adalah perbedaan antara Rate Sensitive Assets (RSA) dan Rate Sensitive Liabilities (RSL). RSA adalah aktiva yang dapat berubah dikarenakan : -



Tanggal jatuh waktu aktiva yang bersangkutan, contoh: surat-surat berharga dan pinjaman yang



-



tingkat bagi hasilnya tertentu/tetap, seperti sukuk ijarah Tanggal jatuh waktu peninjauan bagi hasilnya, contoh: surat-surat berharga yang tingkat bagi hasilnya mengambang (tidak tentu tingkat untung dan ruginya)



 RSL adalah pasiva yang imbal hasilnya dapat berubah - Tanggal jatuh waktu pasiva yang bersangkutan, contoh : deposito berjangka Tanggal tertentu sesuai perjanjian, contoh dana yang interestnya dikaitkan dengan SIBOR/LIBOR - Tanggal tertentu menurut bank, contoh jasa giro  GAP : RSA-RSL Positif Gap adalah ketika RSA lebih besar dibandingkan RSL dalam suatu periode tertentu. Sebaliknya negatif gap apabila RSA dan RSL tidak dikelola dengan baik, maka dapat mengakibatkan turunnya pendapatan bank (Net Interest Income). Oleh karena itu, managemen gap mengusahakan peraturan struktur RSA dan RSl berdasarkan jatuh waktu bagi hasilnya dengan tujuan: a. Menghindari kerugian dari gejolak tingkat bagi hasil yang berlaku di pasar. b. Mengusahakan pendapatan dalam batas risiko tertentu. c. Menunjang kebutuhan manajemen likuiditas.



Dalam neraca bank hampir selalu terjadi ketidakseimbangan antara sumber daya di sisi liabilities dengan penggunaan dana di sisi asset. Adapun tujuan dari manajemen gap adalah[13] : 1. 2. 3. 4. 5.



Menghindari kerugian akibat dari gejolak tingkat bunga. Mengusahakan pendapatan yang maksimal dalam batas risiko tertentu. Menunjang kebutuhan manajemen likuiditas. Mengelola risiko serendah mungkin. Menyusun struktur neraca yang dapat meningkatkan kinerja dengan tingkat suku bunga yang wajar.



2. Pengukuran Gap Pengukuran besarnya gap antara sisi aktiva dengan sisi pasiva diukur dengan menggunakan interest maturity ladder, yaitu berupa suatu tabel yang disusun dari aset dan liabilities yang dikelompokkan menurut periode peninjauan bagi hasilnya. Besarnya gap akan menentukan besarnya potensi keuntungan atau kerugian yang akan timbul dari perubahan tingkat bagi hasil tersebut. Besarnya gap dapat berubah membesar atau mengecil karena transaksi-transaksi yang dilakukan. Profil Period



Asset



Liabilities



GAP



Kumulatif



s.d 1 minggu 8-30 Hari 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan 12 bulan



10.000 6.500 7.000 12.000 8.500 8.000



8.000 9.000 5.000 10.500 9.500 8.000



2.000 (2.500) 2.000 1.500 (1.000) -



2.000 (500) 1.500 3.000 2.000 2.000



keatas Berdasarkan contoh diatas, gap untuk periode s.d 1 minggu positif sebesar 2.000 juta artinya RSA > RSL pada periode ini. Dalam kondisi tingkat bagi hasil yang diterima bank menurun lebih cepat dari bagi hasil yang diberikan pada nasabah, sebaliknya apabila tingkat bagi hasil yang diterima bank meningkat maka bank akan meraih keuntungan karena pendapatan meningkat lebih cepat dari bagian bagi hasil yang diberikan pada nasabah. Dengan demikian, besarnya gap akan menentukan besarnya potensi keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan tingkat bagi hasil tersebut. Besarnya gap dapat berubah karena transaksi yang dilakukan, misalnya : jika bank menarik dana berupa deposito berjangka 1 tahun kemudian ditanamkan pada pinjaman bagi hasil tetap dengan jangka waktu 30 hari. Maka gap untuk periode 6-12 bulan akan berkurang dan gap untuk periode 8hari-1 bulan akan bertambah.



3. Strategi Gap Terkait manajemen bank serta arahnya, gap biasanya ditentukan positif atau negatif tergantung pada 3 hal, yaitu : 1. Prakiraan perkembangan bagi hasil 2. Tingkat manajemen terkait prakiraan tersebut 3. Hasrat bank untuk mengambil risiko jika tindakan yang diambil salah. Selain 3 hal tersebut, hal yang harus diperhatikan selanjutnya adalah posisi dan likuiditas bank. Strategi negatif gap yang ditetapkan sebagai antisipasi terhadap turunnya tingkat bagi hasil akan mengurangi likuiditas bank karena jatuh tempo assets akan lebih panjang daripada jatuh tempo liabilitiesnya. Hal yang perlu diperhatikan juga bahwa adanya beberapa kesulitan dan masalah yang menyertai pelaksanaan strategi gap diantaranya adalah : 1. Benar bahwa imbal balik(margin) dapat kita perkirakan bila kita dapat memprediksi porsi bagi hasil yang sudah sejak awal di tentukan. Tetapi bila bank salah memprediksi maka peningkatan gap dapat menurunkan margin tersebut. 2. Harus ada prakiraan jangka waktu yang tepat untuk mengubah besarnya gap dan siklus bagi hasil harus dalam durasi yang tepat pula. Agar strategi gap suatu bank dapat lebih efektif, maka yang harus dilakukan adalah dengan melakukan manajemen pricing yang sesuai dan terdapat infrastruktur yang dapat memberikan informasi data RSA dan RSL dengan cepat, tepat dan kontinu untuk keperluan analisis. Dengan demikian, profesionalnya bank dalam ALMA, maka penggunaan gap management sofware untuk melakukan analisis dan scenario interest rate akan menjaid hal yang umum. 4. Pengaruh Strategi Gap terhadap Pendapatan Dalam menentukan strategi gap senantiasa dipertimbagkan risiko yang akan dihadapi yakni dengan menetapkan target/ limit risiko sampai pada tingkat tertentu yang dapat diterima. F. MANAJEMEN PRINCING 1. Pengertian Manajemen princing adalah suatu kegiatan manajemen untuk menentukan tingkat bagi hasil dari produk-produk yang ditawarkan bank, baik disisi assets maupun liabilities. Tujuan



utama dari manajemen princing tersebut adalah untuk mendukung strategi dan taktis ALMA bank dalam mencapai tujuan-tujuan operasional lainnya dan mencapai tujuan penghasilan bank. 2. Faktor yang mempengaruhi Manajemen Pricing Keputusan ataupun kebijakan pricing biasanya dipengaruhi beberapa faktor dibawah ini, yaitu : a.



Faktor-faktor pasar, seperti tingkat bagi hasil di pasar sekarang dan yang diharapkan serta



tekanan persaingan dan pricing pesaing. b. Faktor ALMA, seperti tujuan manajemen gap, tujuan manajemen earning dan risiko mata uang. c. Faktor operasional bank, seperti tujuan strategi d. Faktor kebijakan BI dan Pemerintah Selain hal-hal di atas, hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan pricing secara umum, faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh suatu bank dibedakan antara pinjaman dan simpanan. Untuk pinjaman, faktor-faktor tersebut adalah cost of fund, premi risiko, biaya pelayanan, termsuk biaya overhead dan personel, margin kentungan, struktur target maturity, pricing yield curve simpanan berjangka dan cadangan wajib likuiditas.



3. Konsep Market Fund Rates, Marginal Cost of Funds, Average Cost of Funds dan Blended Marginal Cost of Funds. Market fund rates adalah tingkat bagi hasil yang menjadi salah satu dasar penetapan keputusan pricing. Market fund rates juga menjadi suatu komponen yang penting guna menganalisi prifitabilitas suatu bank. Apabila suatu pinjaman menghasilkan risk adjusted return lebih tingi dari market fund rates, maka pinjaman tersebut dipertimbangkan sebagai yang menguntungkan atas dasar market fund. Sementara itu, apabila biaya simpanan lebih kecil dari market funds rates maka simpanan itu dipertimbangkan sebagai yang menguntungkan atas dasar market funds. Kemudian penggunaan market fund rates ini juga akan memudahkan bank membedakan margin keuntungan/kerugian yang diakibatkan oleh operasional/produk bank atau keputusan ALMA. Margin cost of funds merupakan perhitungan biaya tambahan dana/simpanan guna melakukan tambahan dana pemberian pinjaman atau penanaman aktiva lainnya. Pada saat ini,



tingkat bagi hasil antar bank di Indonesia dianggap mewakili marginal cost of funds dan seringkali menjadi bahan pertimbangan market fund rates pada sebagian besar bank-bank, hal ini adalah karena : a.



Pasar uang di Indonesia telah berkembang dalam tahun-tahun terakhir, baik pelaku maupun



volume usaha. b. Pertumbuhan sebagian besar bank-bank dilakukan dengan menggunakan dana antar bank. c. Pricing assets dan liabilities mencerminkan biaya sumber dana antarbank. Sementara itu, average cost of funds adalah suatu perhitungan historis dari simpanan yang sudah ada di bank. Penggunaan konsep ini untuk pricing assets dan liabilities. Bank kurang tepat karena tidak mencerminkan biaya sebenarnya dari biaya pendanaan dan menunjukkan ketidakakuratan dan kerancuan dalam mengukur profitabilitas produk yang sebenarnya. Sedangkan yang dimaksud dengan blended marginal cost of funds adalah suatu perhitungan untuk jenis pinjaman tertentu. Sumber dana pinjaman tersebut hanya sebagian kecil yang merupakan dana bank sendiri seperti pinjaman yang mendapat bantuan KLBI. 4. Pricing Pinjaman yang Diberikan Fungsi dari adanya pricing pinjaman ini adalah minimal untuk dapat menutupi semua yang berkaitan dengan biaya pinjaman sehingga pihak bank mendapati pengembalian yang memadai. Di sisi lain pricing pinjaman juga berfungsi untuk mrncapai target pangsa pasar, penetrasi sektor ekonomi dan pertumbuhan aktiva serta kualitasnya disamping mencapai manajemen gap. Berikut adalah beberapa metode pricing pinjaman : a.



Marginal cost of funds yang dihitung secara tetap untuk menentukan kapan perubahan dari base



rate suatu pinjaman dan besar base bagi hasil tersebut. b. Premi risiko industri, mencerminkan risiko yang terdapat dalam industri tertentu, dapat berubah apabila kondisi industri tersebut berubah. c. Premi risiko perusahaan, antisipasi terhadap tingkat penghapusan pinjaman yang lebih tinggi. d. Biaya pelayanan, seperti biaya SDM dan overhead e. Margin keuntungan, disesuaikan untuk menghadapi situasi persaingan atau mencapai tujuantujuan strategis. 5. Pricing Deposito Berjangka Tujuan adanya pricing deposito berjangka tidak jauh berbeda dengan tujuan adanya pricing pinjaman yaitu untuk mendapatkan keuntungan produk dengan meningkatkan jumlah



dana yang lebih murah dibandingkan dengan market funds rates dan mendukung pemenuhan target likuiditas dengan menyediakan dana yang sesuai dengan struktur jangka waktu yang sesuai. Adapun beberapa komponen yang mempengaruhi adanya biaya dari simpanan berjangka, sebagai berikut : a.



Bagian bagi hasil yang dibayarkan kepada deposan berkaitan dengan jumlah simpanan maupun



bagi hasil nominal. b. Biaya cadangan wajib likuiditas c. Biaya pelayanan, seperti biaya SDM dan overhead d. Margin Keuntungan, yang termasuk target penghasilan sumber dana di pasar. Dalam hal ini agar pendanaan stabil sebaiknya bank melakukan diversifikasi bagi hasil dengan menarik deposan kecil dan deposan yang kurang sensitif terhadap perhitungan bagi hasil. G. MANAJEMEN DANA Manajemen dana merupakan suatu proses bagaimana suatu bank mengelola dananya, artinya adalah bagaimana bank menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pemupukan sumber dana, baik pemupukan dari masyarakat atau dari modal sendiri di samping kebijakan yang berkaitan dengan pengalokasian atau penempatan dana sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tingkat pendapatan yang optimal serta sesuai dengan peraturan yang ditetapan bank sentral.[14] Manajemen dana mencakup semua kegiatan bank yang dapat dilihat dalam pos-pos sisi aktiva maupun pasiva. Di sisi lain, seberapa banyak dana berhasil dihimpun dan sebaerapa baik dalam pengalokasian dana serta produk bank lainnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan strategi pasar yang dianut oleh suatu bank, yaitu terkait dengan Strategi Pemasaran yang ditetapkan dan Rencana Strategi Pemasaran. Secara spesifik usaha banka di atas dapat dipengaruhi oleh faktor ekstren dan intern dengan rincian sebagai berikut:  a) b) c) d)



Faktor Ekstern Kondisi Perekonomian Kegiatan dan Kondisi Pemerintah Kondisi atau perkembangan Pasar uang dan pasar modal Kebijakan pemerintah



e)  a) b) c) d) e) f)



Peraturan bank Indonesia Faktor Intern Produk bank Kebijakan bagi hasil Kualitas layanan Suasana kantor bank Lokasi kantor Reputasi Bank[15]



H. MANAJEMEN SUMBER DANA[16] Sumber dana yang terliat pada sisi pasiva neraca adalah suatu proses di mana bank berusaha mengembangkan sumber-sumber dana yang nontradisional melalui pinjaman di pasar uang atau dengan menerbitkan instrumen utang untuk digunakan secara menguntungkan terutama untuk memenuhi alokasi yang produktif. Sumber dana bank yang terbesar berasal dari dana masyarakaat di samping sumber dana lainnya yang berasal dari pinjaman dan model sendiri. Sumber dana pihak ketiga seperti giro, tabungan, dan deposito lazim juga disebut sebagai sumber dana tradisional. Keberhasilan bank dalam menghimpun dana atau mobilisasi dana sangat



dipengaruhi



masyarakat,



oleh



ekspektasi,



beberapa keamanan,



faktor,



antara



ketepatan



lain



waktu



kepercayaan pengembalian,



pelayanan yang cepat, dan pengelolaan dana. Berikut akan dikemukakan dana menurut sumbernya, yaitu sebagai berikut: 1. Penghimpunan Dana a) Giro-Wadiah dan Qard; merupakan produk penghimpunan dana di mana nasabah dapat melakukan penarikan setiap saat dan dapat terus melakukan penarikan sampai maksimum sebesar dana qard yang telah disepakati b) Tabungan dan Giro Automatic transfer-Mudharabah dan Wadiah; merupakan kombinasi antara tabungan dan giro (2 rekening dalam 1 produk), dimana setiap rekening dapat pindah secara otomatis apabila rekening yang lain membutuhkan dana yang lebih. c) Deposito; terbagi menjadi enam, yaitu:







Deposito Mudharabah Muqayadah (Murabahah); yaitu solusi investasi jangka pendek dan jangka menengah untuk memperoleh hasil investasi dan







kegiatan penyaluran dana yang menggunakan akad murabahah. Deposito-Mudharabah Muqayyadah (Komoditi Murabahah); yaitu produk depositi yang akan disalurkan untuk kegiatan jual dan beli komoditas







(misalnya logam) pada pasar global dengan prinsip transaksi murabahah. Depositi dan Reksadana-Mudharabah; merupakan kombinasi keuntungan







dari produk deposito dan reksadana. Deposito-Musyarakah; merupakan produk penghimpunan dana yang hanya dapat ditarik/dicairkan pada periode tertentu sesuai kesepakatan nasabah dengan bank, dan dan yang akan dikelola oleh bank tidak 100% milik







nasabah, namun ada yang merupakan dana dari bank itu sendiri. Deposito Untestricted Recurring Invesment-Mudharabah; adalah produk investasi di mana bank menginvestasikan dana nasabah secara berulang pada beberapa instrumen yang memberikan keuntungan kompetitif, dan







keuntungan akan dikreditkan ke rekening nasabah pada saat jatuh tempo. Deposito-Wakalah bil Ujrah; yaitu produk jasa di mana bank memberikan jasa sebagai agen investasi. Nasabah menginvestasikan dananya dalam jumlah beser dengan keinginan khusus, misalnya jangka waktu, tingkat pengembalian (return).



2.            



Penyaluran Dana CAR Financing al-Ijara Thumma al Bai’ (AITAB) Home Financing Bai’ Bithaman Ajil (BBA) Home Financing-Musyarakah Mutanaqisah Islamic Card-Bai al-Inah Islamic Card-Tawaruq Personal Financing-Bai’ Al Inah Personal Financing-Murabahah Personal Financing-Tawaruq Agriculture Implements Invesment-Shirkatul Mel, Ijarah, Bai’ Micro Industries Invesment-Shirkatul Melk, Ijarah, Bai’ Islamic Overdraft (Cash Line Facility)-BBA dan Bai’ al Inah Cash Line Facility-Bai’ Bithaman Ajil



                 



Revolving Financing-Bai’ Bithaman Ajil (BBA) Revolving Financing-Mudharabah Term Financing and Variable Rate-Bai’ Bithaman Ajil (BBA) Industrial Hire Purchase-alIjarah Thumma al Bai’ Hire Purchase-Shirkatul Melk Unsecured Bisiness Financing-Tawaruq Working Capital and Term Financing Export Credit Refinancing-Bai’ Dayn Export Credit Refinancing-Murabahah Export Credit Refinancing-Murabahah dan Bai’ Dayn Export Financing-Musyarakah Forward Rate Agreement-Murabahah Islamic Profit Rate Swap-Murabahah Islamic Treasury Instrument-Salam Paralel Sukuk Invesment-Wakalah bil Ujrah Pembiayaan dengan Penjaminan – semua akad pembiayaan Syariah Share Financing – Murabahah (Trading) Share Financing – Murabahah (Invesment)



I.



TANTANGAN BANK SYARIAH DARI SISI ALMA[17] Tantangan yang banyak dihadapi oleh bank syariah pada saat ini adalah



komposisi



terbesar



dari



DPK(dana



pihak



ketiga)



yang



mana



bersumber dari deposito yang memiliki ekspektasi keuntungan bagi hasil yang lebih tinggi dari 2 produk liabilitas lainnya. Hal ini terjadi dikarenakan beberapa hal dibawah ini yaitu : 1. Tantangan teknologi. Pada dasarnya bank syariah telah memiliki jaringan dan sistem teknologi yang memadai namun agar bank syariah dapat terus bersaing dengan bank konvensional yang mana telah memiliki keunggulan dari berbagai segi diantaranya : dari sisi jaringan ATM yang luas, internet banking,dan merchant untuk transaksi dipusat perbelanjaan serta dengan memberikan bonus dan hadiah atas jumlah saldo DPK. Hal ini berdampak pada lebih tingginya minat nasabah untuk menggunakan pilihannya dibank konvensional baik untuk menabung maupun dalam bentuk giro sehingga jumlah dana investasi meningkat dan mendorong permodalan yang ada.



Oleh karena itulah bank syariah perlu meningkatkan jaringan dan sistem teknoliginya agar dapat terus memperbaiki dan meningkatkan pelayanan sehingga dapat meningkatkan minat nasabah untuk menjatuhkan pilihannya dibank syariah. 2. Masalah likuiditas Menjaga Likuiditas atau ketersedian dana pihak ketiga



amatlah



penting bagi sebuah bank baik konvensional maupun syariah, hal ini dikarenankan likuiditas atau DPK adalah nyawa bagi sistem intermediasi suatu perbankan. Bank syariah harus mencari sumber pendanaan yang memadai agar dapat terus menjalankan peranannya. Pilihannya adalah pada bentuk deposito yang memiliki tingkat ekspektasi bagi hasil yang lebih tinggi.DPK pada bank syariah memiliki nkecenderungan bahwa deposito memiliki porsi yang lebih besar, sehingga bank syariah dihadapkan pada pilihan ekspekyasi bagi hasil DPK yang lebih tinggi. 3. Rationale market Tidak dapat dipungkiri bahwasannya banyak dari nasabah perbankan adalah rationale market yaitu nasabah yang berfikir secara rasional akan sebuah tindakan perbankan yang mereka



akan pilih, apakah dapat



memberikan return atau nilai tambah (lebih) dari apa yang mereka investasikan.oleh kerfenanyan tingkat kompetitif dari sebuah bank syariah harus dapat ditingkatkan dengan lebih baik lagi.



4. Larangan perbankan syariah dipasar derivatif. Tidak dibolehkannya bank syariah melakukan transaksi atau berbisnis dipasar derivatif akan mempengaruhi tingkat pendapatan bank tersebut, karena bank hanya memperoleh pendapatan dari pertumbuhan pembiayaan dan pendapatan jasa lainnya (fee based income). Berbeda dengan bank konvensional yang memiliki portofolio dipasar tersebut. J. SOLUSI DALAM PENGELOLAAN ALMA[18]



Dalam



menghadapi



tantangan



tantangan



bank



syariah



dalam



pengelolaannya terdapat beberapa alternatif solusi, diantaranya adalah: 1. Meningkatkan segmentasi DPK Dalam usaha meningkatkan segmentasi DPK, perbankan syariah dapat melakukan peningkatan terhadap beberapa bidang misalnya peningkatan standarisasi pelayanan,sistem dan jaringan teknologi, aksesibilitas ysng mudah, cepat dan aman, serta meningkatkan jaingan baik dari sisi kantor maupun virtual office (internet banking,dll). 2. Penguatan segmentasi korporasi untuk meningkatkan pendapatan. Segmentasi korporasi merupakan satu segmen yang baik untuk dibidik oleh bank syariah, dimana segmentasi korporsi dapat ditingkatkan melalui optimalisasi giro yang aman dan memiliki aksesibilitas tinggi terhadap korporasi, sehingga mengahasilkan ekspektasi bagi hasil yang rendah tetapi jumlah yang didapatkan dari sisi DPK lebih besar. 3. Peningkatan fee based incom Fee based income atau pendapatan berbasis jasa layanan tidak termaksuk yang dibagihasilkan ke nasabah DPK oleh karena itu bank syariah dapat



menunkan



ekspektasi



keuntungan



dari



sisi



pembiayaan



dan



mentrasformasikan dalam bentuk fee besad incom. 4. Peningkatan peranan regulator Perlunya peningkatan peran regulator dalam menggunakan jasa keuangan dari perbankan syariah,sehingga peranan bank syariah dapat lebih meningkat lagi. Hal ini dikarenakan dana-dana pemerintah maupun BUMN dapat menjadi sumber DPK yang potensial pada perbankan syariah, regulator juga dapat menjadi solusi atas kebutuhan sistem permodalan bagi bank syariah.



5. Peningkatan sistem akuntabilitas Peningkatan sistem akuntabilitas pada bank syariah dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : peningkatan SDM yang memiliki



kompetensi dan perbankan syariah secara baik, penerapan manajemen resiko yang komperhensif, sistem laporan yang informatif dan bertanggung jawab,sistem audit syariah dan bisnis yang berintegritas,sosialisasi yang merata kepada setiap masyarakat dll.



BAB III PENUTUP



KESIMPULAN Manajemen Aset didefinisikan menjadi sebuah proses pengelolaan segala sesuatu baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomik, dan mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi. Sedangkan Manajemen Liabilitas yaitu kemampuan bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan kepada nasabah. Risiko-risiko ALMA dalam suatu bank pada umumnya berupa Financing risk, Liquidity risk, Pricing risk, Foreign exchange risk, Gap risk, dan Kontinjen risk. Likuiditas ialah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup utuk memenuhi kewajibanya setiap saat.dalam kewajiban di atas termasuk penarikan yang tidak dapat diduga seperti commitment loan maupun penarikan penarikan tidak terduga lainya.Ada empat macam teori likuiditas perbankan yang dikenal, yaitu sebagai berikut: Commecial Loan Theory, Shiftability Theory, Anticipated Income Theory, The liability Management Theory. Bank mempunyai beberapa alternatif untuk mencapai likuiditas yaitu menyediakan uang kas yang cukup, mengkonventir aset kedalam uang kas, meminjam dari bank lain. Investement dalam pengertian perusahaan (bank) adalah aktivitas bank untuk menggunakan dana yang dimilikinya, membeli harga tetap yang mempunya nilai jangka panjang,atau membeli surat berharga jangka panjang (1 sampai 10 tahun). Faktor faktor yang mempengaruhi keputusan investasi yaitu jangka waktu bagi hasil, pajak, mudah dipasarkan atau tidak, kualitas dan keamanan, harapan di masa mendatang, dan Diversifikasi. Manajemen gap juga diartikan sebagai sebuah strategi untuk memaksimumkan net income margin melalui siklus bagi hasil. Sedangkan dalam konvensional manajemen gap diartikan sebagai upaya-upaya untuk mengelola dan mengendalikan kesenjangan (Gap) antara



asset dan liabities pada suatu periode yang sama, meliputi kesenjangan dalam hal jumlah dana, suku bunga, saat jatuh tempo (maturity) atau perpaduan antara ketiganya (kesenjangan tercampur atau mix match). Manajemen princing adalah suatu kegiatan manajemen untuk menentukan tingkat bagi hasil dari produk-produk yang ditawarkan bank, baik disisi assets maupun liabilities. Tujuan utama dari manajemen princing tersebut adalah untuk mendukung strategi dan taktis ALMA bank dalam mencapai tujuan-tujuan operasional lainnya dan mencapai tujuan penghasilan bank. Keputusan ataupun kebijakan pricing biasanya dipengaruhi beberapa faktor dibawah ini, yaitu Faktor-faktor pasar, Faktor ALMA, Faktor operasional bank, Faktor kebijakan BI dan Pemerintah Manajemen dana merupakan suatu proses bagaimana suatu bank mengelola dananya, artinya adalah bagaimana bank menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pemupukan sumber dana, baik pemupukan dari masyarakat atau dari modal sendiri di samping kebijakan yang berkaitan dengan pengalokasian atau penempatan dana sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tingkat pendapatan yang optimal serta sesuai dengan peraturan yang ditetapan bank sentral. Secara spesifik usaha bank di atas dapat dipengaruhi oleh faktor ekstren dan intern. Faktor Ekstern yaitu Kondisi Perekonomian, Kegiatan dan Kondisi Pemerintah, Kondisi atau perkembangan Pasar uang dan pasar modal, Kebijakan pemerintah, Peraturan bank Indonesia. Sedangkan faktor intern yaitu Produk bank, Kebijakan bagi hasil, Kualitas layanan, Suasana kantor bank, Lokasi kantor, Reputasi Bank Sumber dana yang terliat pada sisi pasiva neraca adalah suatu proses di mana bank berusaha mengembangkan sumber-sumber dana yang nontradisional melalui pinjaman di pasar uang atau dengan menerbitkan instrumen utang untuk digunakan secara menguntungkan terutama untuk memenuhi alokasi yang produktif. Tantangan bank syariah dari sisi alma antara lain Tantangan teknologi, Masalah likuiditas, Rationale market, Larangan perbankan syariah dipasar derivatif. Dalam menghadapi tantangan tantangan bank syariah dalam



pengelolaannya terdapat beberapa alternatif solusi, diantaranya adalah Meningkatkan segmentasi DPK, Penguatan segmentasi korporasi untuk meningkatkan pendapatan, Peningkatan fee based incom, Peningkatan peranan regulator, Peningkatan sistem akuntabilitas



REFERENSI



Anggota Ikapi. 2010. Portofolio dan Investasi. Kanisius. Yogyakarta. Ifham Sholihin, Ahmad. 2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Imaduddin, Ahmad. September 2010. Manajemen Asset dan Liabilitas Dalam Perbankan Syariah. Jurnalekonomi islam al-infaq vol 1 no 1. Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor. Leon, Leon. Dkk. 2007.Manajemen Aktiva Pasiva Bank Nondevisa. PT. Grafindo. Jakarta. Rivai, Veithzal; Arviyan Arifin. 2010. Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta. Widjajanta, Bambang. Dkk. 2007. Mengasah Kemampuan Ekonomi. Citra Praya. Bandung. http://duniamanajemenku.blogspot.com/2009/02/manajemen-aset-dan-liabilitasalma.html http://irfanmnugraha.blogspot.com/2012/02/definisi-manajemen-aset.html