Manajemen Budidaya Air Laut Berbasis Masyarakat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Manajemen budidaya air laut berbasis masyarakat



PENDAHULUAN 1.1.



Latar belakang Industri perikanan di Indonesia peluangnya bagussekali, dari segi sumber-daya industryperikanan tangkap maupun industri perikanan lainnya. Sumberdaya perikanan merupakan



salah



satu



peluang



yang



dijadikan



aset



negara



Indonesia



harus



dibinadandikembangkandengan benar. ilmupengetahuandanteknologikhusunya darisegi manajemendiharapkan mampu mendukung pengelolaan sumberdaya perikananyang lebih baik lagi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas sertakuantitas produksi perikanan sebagai penghasil pendapan negarayang nota bene negara maritim. menurut Renstra DKP, 2009“sasaran yang diharapkan dalam Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan sebanyak 9,7 juta ton, nilai ekspor perikanan US$ 5 miliar, konsumsi ikan penduduk 32,29 kg per kapita per tahun, dan menyediakan kesempatan kerja kumulatif sebanyak 10,24 juta orang Pemanfaatan sumberdaya ikan di beberapa Wilayah Pengelolaan Perairan (WPP) di Indonesia saat inidihadapkan pada persoalan kelangkaan sumberdaya ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). Fenomena penurunan produksi tangkapan telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan terjadinya kelangkaan sumberdaya ikan di Indonesia, yang berakibat pada menurunnya kesejahteraan nelayan. Tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari pemenuhan atau aksesabilitas tiga kebutuhan utama yaitu sandang, pangan, dan papan. Dengan adanya kecenderungan turunnya hasil tangkapan, maka dikhawatirkan program peningkatan kesejahteraan nelayan sulit untuk tercapai” Oleh sebab itu diperlukan dayadobrakprogram yangaplikatif serta implementatif, diantaranya adalah pengelolaanusaha budidayaaperiikanan. Penurunan hasil tangkapan ikan oleh nelayan yang salah satunya diakibatkan terjadinya overfishingdan meningkatnya kebutuhan pakan dan biaya operasional penangkapan ikan menyebabkan masyarakat nelayan mencoba cara lain, yaitu melakukan usaha budidaya perikanan. “Seiring dengan semakin tingginya permintaan penduduk untuk berbagai jenis ikan, maka mendorong minat nelayan untuk berusaha sebagai pembudidaya ikan di perairan laut. Indonesia diperkirakan memiliki potensi perairan laut seluas 8,4 juta ha untuk budidaya perikanan laut, dengan 3,8 juta ha merupakan potensi efektif yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya laut, yang terdiri atas 775 ribu ha untuk pengembangan keramba jaring apung ikan, lobster, abalone (Gastropoda besar yang termasuk genus Haliotis); 37,2 ribu ha untuk pengembangan keramba jaring tancap ikan; 769,5 ribu ha untuk pengembangan budidaya rumput laut; 4,7 juta ha untuk budidaya kerang-kerangan; 174,6 ribu ha untuk pengembangan budidaya teripang dan 1,9 juta ha untuk pengembangan budidaya tiram



mutiara. Dalam pemanfaatan perairan laut untuk usaha budidaya, sebagian provinsi baru memanfaatkan potensinya kurang dari 1%. Provinsi DKI Jakarta telah memanfaatkan potensi perairan laut untuk budidaya sebesar 23,79% (DKP, 2005). Cara-cara budidaya perairan yang ada saat ini masih dalam tingkat awal dan diharapkan timbulnya teknik-teknik pemeliharaan baru. Salah satu program budidaya yang dipandang dapat dijadikan alternatif untuk dapat meningkatkan produksi ikan laut dan mempertahankan kondisi lingkungan laut agar lebih baik adalah program sea farming. Program ini merupakan kegiatan perikanan yang lebih berwawasan lingkungan yaitu kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan, yang disebut sebagai sea farming” Menurut Pusat Kajian Sumberdaya Perikanan dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPLIPB) yaitu “pertama kali mengembangkan konsepsi sea farming di Indonesia dikembangkan oleh pada tahun 2001 (Kusumastanto, komunikasi pribadi, 2011) dan telah mengalami beberapa perubahan semenjak konsep awal diterapkan, dimana kegiatan bukan saja penebaran bibit ikan tapi lebih kepada peningkatan pendapatan masyarakat dalam usaha ekonomi serta perbaikan kualitas sumberdaya dan lingkungan laut di wilayah sea farming. Kegiatan tersebut juga didukung oleh manajemen sea farming yang baik, yaitu penerapan konsep sea farming dalam upaya mengembangkan satu kawasan tertentu yang dibuat khusus dengan menggunakan jaring apung dan berbagai teknik budidaya lainnya sehingga kegiatan tersebut dapat dengan mudah dikontrol serta diikuti dengan program peningkatan kualitas sumberdaya ikan (stock enhancement)maupun perbaikan kualitas lingkungan pesisir dan laut. Salah satu daerah yang telah mengembangkan kegiatan sea farming adalah KabupatenAdministratif Kepulauan Seribu.Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) dengan pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, dimana kegiatan awalnya berupa kajian-kajian yang terkait aspek teknis terhadap penerapan sea farming. Program pengelolaan sumberdaya maupun lingkungan pesisir dan laut Kepulauan Seribu merupakan suatu wilayah khas yang terletak di wilayah Teluk Jakarta dengan berbagai potensi perikanan yang cukup beragam antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang, rumput laut, serta mangrove. Sebagai wilayah Kabupaten di dalam DKI Jakarta, maka Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu banyak memiliki karakteristik khas yang memerlukan pendekatan khusus dalam proses pembangunannya. Beberapa karakteristik tersebut adalah : (1) Wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu adalah wilayah kepulauan yang terdiri dari 110 buah pulau-pulau sangat kecil dan perairan yang luas; (2) Penduduk menempati hanya 11 pulau pemukiman yang terpencar dari selatan ke utara dan hamper semua warga pendatang; dan (3) Alternatif kegiatan pembangunan yang relatif



terbatas yaitu utamanya perikanan tangkap dan pariwisata dan lain-lain”(Sudin Perikanan dan Kelautan, 2019). Untukmengebangkanprogram sea farming diperlukan adanya pengelolaan dan manajemenusaha potensial yaitu usaha budidaya ikan, hatchery, pendeder ikan, nelayan, pengumpul ikan hias, aktivitas atau dan pedagang ikan.“Dasar dari klasifikasi ini adalah dengan melihat potensidan karakteristik yang dimiliki Kepulauan Seribu. Usaha yang diterapkan pertama kali yaitu usaha budidaya dengan komoditas ikan kerapu, karena memiliki prospek dan peluang yang baik di masa yang akan datang. Kegiatan sea farming yang telah dilakukan selama lebih dari lima tahun ini perlu terus dikembangkan manajemen dan pengelolaan dari segi marketing, keuangan dan SDM dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Sea farmingsebagai konsep baru perlu dikaji bagaimana kegiatan tersebut dapat meningkatkan pendapatan dan taraf ekonomi masyarakat pesisir melalui optimasi faktor produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari”.Penurunan hasil tangkapan dilaut akibatnyamasyarakatpesisirmencoba hal baru yaitu sebagai pembudidayakanperikanan. karenadenganbudidaya-dianggap mempunyai beberapa keutamaan dibandingkan dengan perikanan tangkap. Misalnya, budidaya perairan adalah suatu cara memelihara stock, bukan mencari kelautatau mengumpulkanikan, segingga waktu dan daya upaya yang digunakanlebih efisien. Keadaan lingkunganlautjuga dapat dikontrol dan diawasi. “Dalam banyak kasus, ikan dapat dipelihara tanpa penambahan makanan yang berlebih dari apa yang tersedia 10 secara alami di lingkungannya ataupun sebagai akibat dari penyebaran pupuk. Mungkin juga permintaan pasar ikan hasil budidaya dapat ditingkatkan lebih mudah dibandingkan ikan hasil tangkapan. Melalui produksi yang terkontrol para pembudidaya ikan dapat menjamin kualitas dan kuantitas tertentu dari produksi. Para pembudidaya dapat memasarkan hasilnya ketika persediaan sedang rendah ataupun tidak tersedia dan pada beberapa kasus, pembudidaya mendayagunakan potensi untuk produksi tertentu guna memenuhi pilihan selera pada konsumen dan syarat-syarat pasar yang lain. Pengawasan seperti initidak mungkin ada di mayoritas kegiatan perikanan tangkap. Salah satu program yang menerapkan pembudidayaan ikan yaitu sea farming. Sea farmingmerupakan sebuah konsep yang awalnya diadopsi dari Jepang dan Norwegia, untuk mengatasi kelangkaan sumberdaya perikanan dengan menebar larva ikan, yang diharapkan akan dapat berkembang di suatu wilayah perairan sehingga dalam waktu tertentu dapat ditangkap oleh nelayan”. Pengelolaan segi manejemen dari segi keuangan, marketing dan sumberdaya manusai dalam pengembangan programsea farmingdi Kepulauan seribu merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di kepulaun seribu khususnya pulau panggang, “dimana program ini diharapkan dapat mengatasi penurunan stok ikan di laut serta naiknya



bahan bakar minyak (BBM) yang berakibat pada penurunan tingkat pendapatan masyarakat. Kegiatan sea farming di Kabupaten Kepulauan Seribu memiliki beberapa kegiatan utama yaitu budidaya ikan (pembenihan dan pembesaran), restocking sumberdaya ikan, aktivitas wisata bahari serta rehabilitasi sumberdaya dan lingkungan laut. Pada saat ini, budidaya ikan yang sudah dilakukan adalah kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan kerapu. Kegiatan pembenihan menjadi unsur yang penting dalam program sea farming karena sangat menentukan bagi ketersediaan benih ikan.



TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian budidaya air laut Marikultur adalah sistem budidaya perairan berbasis air laut (marine base aquaculture), dilakukan pada badan air sehingga bersifat terbuka (Effendi, 2004). Interaksi antara biota kultur dengan lingkungan luar sangat kuat dan hampir tidak ada pembatas. Oleh karena itu, pemilihan lokasi yang tepat dan baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha marikultur disamping ketersedian benih, pakan serta terjaminnya pasar dan harga (Affan, 2011). Marikultur mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir, menambah pendapatan asli daerah (PAD), meningkatkan devisi negara dan menghindari kerusakan lingkungan (Effendi, 2004; Idris et al., 2007) Ghofar (2004), mengatakan bahwa perkembangan eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dewasa ini (penangkapan, budidaya, dan ekstraksi bahan-bahan untuk keperluan medis) telah menjadi suatu bidang kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh pasar (market driven) terutama jenis-jenis yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga mendorong eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dalam skala dan intensitas yang cukup besar 2.Pengertian manajemen budidaya air laut berbasis masyarakat Menurut Musni Lampe (2000), Konsep manajemen (pengelolaan) perikanan berbeda dengan pembangunan perikanan. Menejemen perikanan berusaha meningkatkan produksi dan melindungisumberdaya yang dieksploitasi dengan mengurangipengerahan sarana fisik, usaha dan kerja (faktor-faktorproduksi) dalam rangka memperoleh hasil maksimum danberkelanjutan (Acheson, 1981). Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional ditentukan oleh pelaksanaan dan hasil-hasil pembangunan nasional serta kemampuan pemerintah dalam membangkitkan kegairahan dan partisipasi seluruh rakyat dalam melaksanakan pembangunan. Semakin tinggi pertumbuhan perekonomian, semakin besar pula sarana-sarana yang dapat disediakan untuk kepentingan masyarakat. Pengelolaan berbasis masyarakat atau biasa disebut Community-Based Management, menurut Nikijuluw (1994) dalam Latama (2002), merupakan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Selain itu mereka juga memiliki akar budaya yang kuat dan biasanya tergabung dalam kepercayaannya (religion). Carter (1996) dalam Latama (2002) memberikan defenisi pengelolaan berbasis masyarakat sebagai : “A strategy for achieving a people-centered development where the focus of decision



making with regard to the sustainable use of natural resources in an area lies with the people in the communities of that area” atau sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. 3. sea farming Menurut Japan Sea Farming Association, sea farming merupakan kegiatan pemeliharaan ikan dari hulu sampai ke hilir secara utuh dan melibatkan berbagai komponen bisnis meliputi pengelolaan induk, penanganan telur, produksi benih, produksi juana atau gelondongan, pembesaran yang pada perkembangan lanjut menjadi upaya pemacuan stok (stock enhancement) di suatu perairan dengan intensitas penangkapan yang terkendali (rational fisheries). Kegiatan budidaya laut merupakan bagian kegiatan sebelum kegiatan sea farming dapat dilaksanakan secara ekologis dan ekonomis menguntungkan (Ahmad, 2001). Ismail dkk. (2001) menerjemahkan sea farming ke bahasa Indonesia adalah "berkebun di laut" yang apabila dianalogikan dengan berkebun di darat maka perlu ada penanaman atau penebaran bibit melalui proses penyemaian atau pen-dederan terlebih dahulu agar kalau ditanamkan atau dibesarkan kondisinya lebih kuat (tahan pe-nyakit dan perubahan cuaca). Tujuan utama dari kegiatan sea farming tersebut adalah untuk memperkaya/meningkatkan stok ikan atau biota laut lainnya di suatu perairan, sehingga hasil akhir tangkapan nelayan meningkat. Ismail dkk. (2001) memberikan pengertian lain dari sea farming adalah adanya suatu area tertentu di perairan pantai yang banyak terdapat kumpulan KJA, rakit-rakit kekerangan atau kebun rumput laut, baik yang bersifat bottom method, off bottom method dan floating method (raft/long line), di mana komoditi yang dibudidaya-kannya berada dalam wadah atau area terbatas dan terkurung (in captivity). 4.Masalah budidaya air laut Menurut Azwar et al. (2000), degradasi lingkungan lahan budidaya perikanan akibat tingginya cemaran, ditunjukkan adanya bau lumpur, dan kematian ikan akibat penyakit. Kurang efisiennya bahan baku atau input produksi seperti konversi pakan tinggi, laju produksi yang kian menurun adalah sebagai faktor yang merupakan indikator lingkungan yang terdegradasi. Dampak terhadap lingkungan perairan laut yang bisa terjadi akibat budidaya massal ikan laut baik hatcherymaupun KJA adalah: a) limbah sisa pakan pellet dan bahan kimia obat dari bak, tambak atau KJA; dan b) polusi genetis, serta transfer penyakit dan parasit ikan. Derajat dampak ini sangat bergantung pada kapasitas budidaya, spesies ikan yang dibudidayakan,kerapatan stok, tipe pakan buatan, hidrografi dari lokasi budidaya dan metode pemeliharaan(Jennings et al., 2001).



PEMBAHASAN 1. Pengertian Manajemen budidaya air laut Manajemen adalah sebuah istilah yang secara umum dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memecahkan permasalahan; upaya tersebut berupa seperangkat atau sebuah rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan. Bagi setiap pihak, baik perorangan ataupun lembaga, permasalahan tersebut sangat beragam, mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. Di antara beraneka ragam permasalahan tersebut ada yang tergolong dalam kategori penting namun hanya beberapa di antaranya saja yang biasanya dipilih untuk ditangani. Pemilihan permasalahan ini mencerminkan adanya prioritas yang diberikan kepada permasalahan tertentu. Sumber daya perikanan adalah segala macam yang menjadi masukan (input) yang berguna sehingga kegiatan perikanan terjadi. Dalam perikanan tangkap, yaitu jenis kegiatan yang bersifat mengumpulkan atau menangkap ikan yang ada di alam bebas, masukan tersebut di antaranya dari sumber daya ikan, sumber daya manusia, teknologi, dan instrumen kelembagaan berupa kebijakan dan peraturan-peraturan. Kegiatan perikanan tangkap tidak akan terjadi jika ikan yang menjadi sasaran penangkapan tidak ada, demikian juga jika tidak ada nelayan, kapal dan alat penangkapan ikan, serta kebijakan perikanan tangkap. Perikanan merupakan kegiatan yang memanfaatkan sumber daya ikan, kekayaan alam penting yang tersedia melimpah di perairan Indonesia, baik di laut maupun perairan umum. Kegiatan ini menghasilkan komoditi jenis bahan pangan yang merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sumber daya perikanan ini perlu dikelola dengan baik agar manfaat optimum dapat diperoleh, yaitu manfaat bagi masyarakat luas, pelaku usaha, dan juga menjaga kelestarian sumber daya hayati ikan. manajemen sumber daya perikanan adalah suatu manajemen yang mengatur pemanfaatan sumber daya perikanan. Manajemen tersebut dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian proses mulai dari pengumpulan data hingga pelaksanaan kebijakan dan tindakantindakan manajemen untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Berikut ini adalah dua definisi tentang manajemen sumber daya perikanan; yang pertama dari Food and Agriculture Organization (FAO), sebuah badan PBB yang berkantor pusat di Roma, Italia, dan yang kedua adalah berdasarkan kutipan dari Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. FAO (1995) mendefinisikan manajemen perikanan (fisheriesmanagement) sebagai: “The integrated process of information gathering, analysis, planning, decision making, allocation of resources and formulation and enforcement of fishery regulations by which the fisheries management authority controls the present and future behaviours of the



interested parties in the fishery, in order to ensure the continued productivity of the living resources.” Undang-undang Nomor 31/2004 tentang Perikanan mendefinisikan pengelolaan perikanan sebagai “Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi, serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan sumber daya hayatiikan dan tujuan yang telah disepakati.” Dari kedua definisi tersebut tampak ada kesamaan dalam beberapa hal, yaitu makna, tahapan proses, dan tujuan pengelolaan itu sendiri. Dalam hal makna, pengelolaan adalah rangkaian kegiatan yang terarah atau terpadu, bukan kegiatan yang sebarangan dibuat. Program-program yang dibuat saling terkait dan memberikan sumbangan atau kontribusi berupa hasil dan dampak yang merubah permasalahan menjadi semakin mendekati sasaran, yaitu kondisi yang diinginkan. Dalam tahapannya, pengelolaan dimulai dengan identifikasi permasalahan. Pengumpulan dan analisis data harus dilakukan agar permasalahan yang ditetapkan atau dirumuskan adalah benar adanya. Jika suatu permasalahan salah dirumuskan maka rencana yang akan disusun selanjutnya kemungkinan besar tidak berkaitan dengan masalah yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya adalah program ataupun tindakan pengelolaan menjadi sia-sia karena permasalahan yang sesungguhnya tidak ditangani. Dalam hal tujuan, kedua definisi tersebut secara gamblang menyatakan bahwa pengelolaan bertujuan untuk melestarikan sumber daya hayati ikan, yaitu dengan menjaga kemampuan produktivitas sumber daya hayati atau productivity of the living resources. Tujuan ini menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan berupaya untuk memastikan keberadaan sumber daya ikan karena kegiatan perikanan baru muncul jika ada sumber daya ikan. 2. Manajemen budidaya air laut berbasis masyarakat Sejak Indonesia merdeka, pembangunan di bidangekonomi yang berpihak kepada penduduk desa-desapesisir dan pulau-pulau belum pernah mendapatkanperhatian khusus dengan implementasinya secara sungguh-sungguh. Tidak diadakannya suatu departemen yang secarakhusus menangani pengelolaan pemanfaatan sumberdayahayati dan non-hayati laut yang



kaya



serta



memperbaikikesejahteraan



penduduk



pesisir



dan



pulau-pulau,



merupakansuatu bukti pengabaian oleh pemerintah pusat terhadapsektor kelautan dan bagian besar dari penduduk kawasanpesisir dan pulau-pulau. Padahal masa pemerintahan OrdeBaru



yang cukup panjang merupakan peluang dan momenyang tepat untuk mengadakan departemen tersebut. Profil masyarakat nelayan dimana-mana yangdigambarkan sebagai desa-desa miskin, rendahnyapendidikan formal, kurangnya SDM, kondisi lingkunganpemukiman dan kesehatan yang buruk, dan kurangnya aksespada pemanfaatan sarana dan prasarana sosialekonomi,lembaga keuangan (koperasi, bank), transportasi dankomunikasi, dan fisik lainya, merupakan dampak dari sikappengabaian oleh pemerintah dan kalangan intelektual daridunia perguruan tinggi atau akademi tersebut.Diberlakukannya otonomi daerah dengan UU No. 22 tahun1999 merupakan suatu peluang besar dan momen yang tepatuntuk mewujudkan aspirasi komuniti-komuniti pesisir danpulau-pulau yang selama masa Orde Baru tidak dipedulikan.Hal terpenting ialah pemanfaatan unsur-unsur pranata pranata, gagsan dan nilai-nilai, norma/aturan, lembaga danteknologi perikanan lokal. Inovasi budidaya masih sangatsedikit dipraktekan, dan baru terbatas pada perikanan tambak,budidaya kepiting ditambak, budidaya rumput laut,penetasan telur ikan atau udang (hatchery). Sedangkanbudidaya kerang, penyu, ikan kerapu dan lain-lainnya di laut,sampai sekarang masih merupakan percobaan-percobaanoleh kalangan sarjana dan mahasiswa perikanan dari suatuuniversitas, atau akademi perikanan. Karena perkiraansulitnya mengatasi faktor-faktor alam dan besarnya biayauntuk percobaan-percobaan budidaya laut, maka sebagianbesar sarjana perikanan menganggap rencana program-program budidaya laut sebagai mimpi belaka. Hal menarikialah bahwa meskipun temuan/inovasi di bidang teknologibudidaya laut masih sangat sedikit, namun ternyata sudahada tiga keluarga nelayan dari pulau sembilan (sinjai) yangmencoba mempraktekkan budidaya teripang dan lobter dilaut. Pengembangan kelembagaan masyarakat pesisir yang berbasis pada sumber daya lokal akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengawasan pengelolaan potensi sumberdaya. Dengan demikian akan lebih menjamin kesinambungan peningkatan pendapatan dan pelestarian sumberdayanya. Keikutsertaan masyarakat dari awal dalam menentukan permasalahan akan lebih memastikan bahwa program yang akan dilaksanakan benar-benar merupakan kebutuhan masyarakat setempat. Pendekatan yang demikian juga membuat masyarakat ikut merasa memiliki dan bertanggung jawab pada program tersebut sehingga lebih mudah dalam mengajak masyarakat untuk ikut mengelola sumberdaya yang mereka miliki. Pada gilirannya metode pendekatan ini akan menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat dan mengurangi ketergantungan masyarakat pada pemerintah.



3. Meningkatkan pendapatan masyarakat Sumberdaya



perikanan



merupakan



salah



satu



peluangyangdijadikanaset



negara



Indonesiaharus dibina dan dikembangkan dengan benar. Ilmu pengetahuan dan teknologi khusunya darisegi manajemendiharapkan mampu mendukung pengelolaan sumberdaya perikananyang lebih baik lagi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas sertakuantitas produksi perikanan sebagai penghasil pendapan negarayang nota bene negara maritim. Fenomena penurunan produksi tangkapan telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan terjadinya kelangkaan sumberdaya ikan di Indonesia, yang berakibat pada menurunnya kesejahteraan nelayan. Tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari pemenuhan atau aksesabilitas tiga kebutuhan utama yaitu sandang, pangan, dan papan. Dengan adanya kecenderungan turunnya hasil tangkapan, maka dikhawatirkan program peningkatan kesejahteraan nelayan sulit untuk tercapai” Oleh sebab itu diperlukan dayadobrakprogram yangaplikatif serta implementatif, diantaranya adalah pengelolaanusaha budidayaaperiikanan. Penurunan hasil tangkapan ikan oleh nelayan yang salah satunya diakibatkan terjadinya overfishingdan meningkatnya kebutuhan pakan dan biaya operasional penangkapan ikan menyebabkan masyarakat nelayan mencoba cara lain, yaitu melakukan usaha budidaya perikanan. “Seiring dengan semakin tingginya permintaan penduduk untuk berbagai jenis ikan, maka mendorong minat nelayan untuk berusaha sebagai pembudidaya ikan di perairan laut. Indonesia diperkirakan memiliki potensi perairan laut seluas 8,4 juta ha untuk budidaya perikanan laut, dengan 3,8 juta ha merupakan potensi efektif yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya laut, yang terdiri atas 775 ribu ha untuk pengembangan keramba jaring apung ikan, lobster, abalone (Gastropoda besar yang termasuk genus Haliotis); 37,2 ribu ha untuk pengembangan keramba jaring tancap ikan; 769,5 ribu ha untuk pengembangan budidaya rumput laut; 4,7 juta ha untuk budidaya kerang-kerangan; 174,6 ribu ha untuk pengembangan budidaya teripang dan 1,9 juta ha untuk pengembangan budidaya tiram mutiara. Dalam pemanfaatan perairan laut untuk usaha budidaya, sebagian provinsi baru memanfaatkan potensinya kurang dari 1%. Untuk mengebangkan program sea farming diperlukan adanya pengelolaan dan manajemen usaha potensial yaitu usaha budidaya ikan, hatchery, pendeder ikan, nelayan, pengumpul ikan hias, aktivitas atau dan pedagang ikan.“Dasar dari klasifikasi ini adalah dengan melihat potensidan karakteristik yang dimiliki. Sea farmingsebagai konsep baru perlu dikaji bagaimana kegiatan tersebut dapat meningkatkan pendapatan dan taraf ekonomi



masyarakat pesisir melalui optimasi faktor produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari” Penurunan hasil tangkapan dilaut akibatnyamasyarakatpesisirmencoba hal baru yaitu sebagai pembudidayakanperikanan. karenadenganbudidaya-dianggap mempunyai beberapa keutamaan dibandingkan dengan perikanan tangkap. Misalnya, budidaya perairan adalah suatu cara memelihara stock, bukan mencari kelautatau mengumpulkanikan, segingga waktu dan daya upaya yang digunakanlebih efisien. Keadaan lingkunganlautjuga dapat dikontrol dan diawasi. “Dalam banyak kasus, ikan dapat dipelihara tanpa penambahan makanan yang berlebih dari apa yang tersedia 10 secara alami di lingkungannya ataupun sebagai akibat dari penyebaran pupuk. Mungkin juga permintaan pasar ikan hasil budidaya dapat ditingkatkan lebih mudah dibandingkan ikan hasil tangkapan. Melalui produksi yang terkontrol para pembudidaya ikan dapat menjamin kualitas dan kuantitas tertentu dari produksi. Para pembudidaya dapat memasarkan hasilnya ketika persediaan sedang rendah ataupun tidak tersedia dan pada beberapa kasus, pembudidaya mendayagunakan potensi untuk produksi tertentu guna memenuhi pilihan selera pada konsumen dan syarat-syarat pasar yang lain. Pengawasan seperti initidak mungkin ada di mayoritas kegiatan perikanan tangkap. Salah satu program yang menerapkan pembudidayaan ikan



PENUTUP



DAFTAR PUSTAKA Sunardi, nardi dkk. 2020. Manajemen budidaya ikan laut (sea farming) untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di kepulauan seribu, DKI Jakarta. J. Abdi masyarakat humanis. Vol 1 (2). MMP. Modul 1. Achesson, J.1981‘Anthropology of Fishing., Annual Rev. Anthro-pology. No. : 275 – 316 Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Affan, J.M. 2011. Seleksi lokasi pengembangan budidaya dalam keramba jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan kualitas air di perairan pantai timur Kabupaten Bangka Tengah. J. Sains MIPA. Vol 17 (3) : 99-106 Jennings, S., Kaiser, M.J., Reynolds, J.D. 2001. Marine Fisheries Ecology. Blackwell: Victoria. Azwar, Z., T. Sutarmat dan M. Suastika, 2000. Aplikasi Teknologi Budidaya IkanNila, Produktif Berkelanjutan Melalui Pengendalian Mutu Lingkungan.Makalah Seminar Pengembangan Teknologi Pertanian dalam UpayaMendukung Ketahanan Pangan. Denpasar 23-24 Oktober 2000. 20 p. Latama,



Gunarto,



dkk.,



2002,



Pengelolaan



Wilayah



Pesisir



Berbasis



Masyarakat,



http://rudyct.tripod.com/sem1_023/group2_123.htm. Ahmad, T. 2001. Analisis Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan. Jakarta. Volume 7 Nomor 1 Tahun 2001. Edisi Khusus. Halaman 9-14. Ismail, W., Suwidah dan N.A. Wahyudi. 2001. Ekosistem Penunjang Bagi Pengembangan Budidaya Laut Menuju Sea Farming yang Berkelanjutan. Di dalam: Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency. Jakarta. Halaman 80-88.