Manusia Sebagai Homo Socius [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pendidikan Kewarganegaraan



USD 2020



Pembelajaran II



Manusia sebagai Homo Socius Modul II ini membahas dimensi sosial kehidupan manusia, ’Manusia sebagai Homo Socius’. Topik ini sangatlah penting untuk dipelajari lebih dulu sebelum kita memperbincangkan mengenai eksistensi negara Kompetensi Dasar: 1. Mahasiswa memiliki pemahaman tentang eksistensi manusia dan kebutuhannya terhadap keberadaan negara 2. Mahasiswa memiliki rasa tanggungjawab dalam keterlibatannya membangun kehidupan bersama yang dialogis, harmonis, dan dinamis 3. Mahasiswa memiliki kepedulian terhadap isu-isu kehidupan bersama, terutama berkaitan dengan kemasyarakatan dan kebangsaan



A. Makhluk Individu sekaligus Makhluk Sosial Secara kodrati manusia itu makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, setiap manusia berdimensi pribadi dan senantiasa berusaha mempribadikan diri. Sementara itu, sebagai makhluk sosial, pribadi yang harus mempribadikan diri ini, tidak hanya berada di antara pribadi-pribadi lain, tetapi ada bersama; bahkan, tidak sebatas ada bersama, melainkan juga dituntut untuk saling bekerjasama, secara langsung atau pun tidak langsung, disadari atau pun tidak disadari. Manusia yang berdimensi individu sekaligus berdimensi sosial itu ditegaskan oleh Almarhum Prof. Nicolaus Driyarkara, S.J. (filsuf terkemuka dan salah satu tokoh pendiri Universitas Sanata Dharma) sebagai: “Pribadi yang harus mempribadikan diri bersama-sama dengan manusia lain.” Dalam konteks membangun kepribadian secara terus menerus itu, relasi konstruktif antar manusia adalah relasi saling membutuhkan. Oleh karena itu, Pater Driyarkara pernah mengemukakan bahwa “Manusia adalah Kawan bagi Sesamanya” atau “Homo Homini Socius”. B. Ada Bersama untuk Saling Membangun Menurut Pater Driyarkara, manusia hanya bisa menjadi manusia dan mempertahankan diri sebagai manusia dengan dan dalam memasuki dan mendiami 1



Pendidikan Kewarganegaraan



USD 2020



dunia manusia. Dia memasuki alam subjek-subjek lain. Akan tetapi, ia pun sebagai subjek dimasuki juga. Jadi, dia bersatu dengan subjek-subjek lain. Jika demikian, dalam konteks kehidupan manusia, ada berarti ada bersama, ada bersama dengan saling membangun. Jika manusia itu harus memanusiakan diri dan ini berarti membudaya, maka dengan sendirinya membudaya berarti membudaya bersama karena cara manusia berada tidak bisa lain daripada berada bersama. Dalam hidup bersama, manusia harus merupakan sesama, harus sederajat, sehingga ia ikut serta dalam “permainan bersama” yang disebut “masyakarat”. Di mana itu tidak terjadi, menurut Pater Driyarkara, di situ terjadi dehumanisasi atau perendahan martabat manusia. Adanya manusia adalah ada bersama; tanpa hidup bersama, manusia tidak dapat berkembang. Kebersamaan adalah esensi dasar dari cara hidup manusia. Disadari atau tidak, hidup manusia adalah hidup saling terhubung, terhubung secara struktural dengan sesamanya, baik yang dikenal maupun tak dikenal. Di sekitar kita, tegas Pater Driyarkara, kita melihat barang seperti meja, kursi, pakaian, buku-buku, dan lain sebagainya; semua itu menghubungkan kita baik dengan pembuat maupun pembeli. Lanjut beliau, jika kita makan sesuap nasi, ingatlah berapa saja tangan yang sudah dilalui nasi sebelum sampai ke tangan kita. Semua itu, tangan yang bekerja, mulai dari menanam sampai menanak dan menghidangkan. Jika kita keluar rumah, maka ladang-ladang yang kita pandang menghubungkan kita dengan kaum tani. Jalan-jalan yang kita lalui dan tanda-tanda lalu lintas, semuanya itu menunjukkan arti yang sama bagi kita dan sesama yang lain. Pun berbagai macam pekerjaan seperti dokter, pedagang, wartawan, dan lain sebagainya, semua memperlihatkan kebersamaan dari banyak orang. Bagi manusia, bekerja berarti bekerja sama. Tidak ada ”Aku” yang terpisah, tersendiri, dan tanpa yang lain. Bidang-bidang kehidupan manusia (politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain) memperlihatkan bahwa bagi manusia dunia selalu dunia bersama dan ada berupa ada bersama.



Dengan kata lain, kesosialan itu



melekat pada kodrat manusia. Hidup bersama dan kerja sama merupakan sesuatu yang niscaya bagi manusia. Melalui keduanya, manusia dapat mengaktualisasikan kedaulatan dirinya. Pada saat yang sama, melalui keduanya pula manusia membudaya, merajud peradaban. 2



Pendidikan Kewarganegaraan



USD 2020



Lebih lanjut Pater Driyarkara mengemukakan bahwa, mengingat adanya manusia itu adalah ada bersama dengan sesamanya, maka manusia hanya bisa berkembang dengan memperkembangkan berbagai macam kesatuan mulai dari keluarga sampai masyarakat besar. Menyempurnakan diri pribadi berarti menyempurnakan masyarakat. Sebaliknya, menyempurnakan masyarakat berarti menyempurnakan diri sendiri. Oleh sebab itu, manusia itu makin sempurna kepribadiannya makin sempurna pula ia sebagai anggota suatu masyarakat. Mempribadi dan memasyarakat merupakan dua aspek dari satu hal. Menurut Pater Driyarkara, karena manusia itu individu, dan individualitas membatasi dan merintangi sosialitas, maka antara masyarakat dan manusia individual sering terjadi pertentangan. Oleh karena itu, manusia sebagai persona harus berjuang terus untuk mengalahkan individualitasnya. Namun, individualitas tidak pernah akan lenyap, sehingga kesatuan antar manusia adalah berdasarkan perjuangan terus menerus. Kesatuan dan persatuan manusia tidak pernah selesai, selamanya harus dibuat terus menerus. Di mana manusia tidak berusaha lagi untuk selalu menyelenggarakan, menggarap, dan memelihara kesatuan dan persatuan, di situ akan muncul perpecahan. C. Pentingnya Sikap Inklusif Seperti telah dikemukakan di depan, manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Bahkan, seorang penulis cerita fiktif sekalipun tidak akan bisa menulis cerita mengenai kisah manusia yang dari awal hingga akhir cerita hidup seorang diri tanpa pernah bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai ilustrasi, cerita Tarzan yang sejak kecil tinggal di hutan seorang diri dan telah mampu “bergaul” dengan aneka binatang pun toh pada usia remajanya harus “dikotakan” oleh penulisnya untuk dipertemukan dengan manusia-manusia lain. Lebih menarik lagi cerita Tarzan versi Indonesia, Tarzan Cilik, yang telah harus “dikotakan” pada usia dini. Ini semua memberikan bukti penguat bahwa adanya manusia itu benar-benar adalah ada bersama sesamanya. Sekali lagi, kebersamaan dan kerja sama dengan sesama adalah sesuatu yang niscaya bagi manusia. Melaluinya manusia secara bersama-sama dan terus-menerus mengkreasi hidupnya dan memutakhirkan konstruksi sosialnya. Inovasi-inovasi 3



Pendidikan Kewarganegaraan



USD 2020



kaya nilai muncul silih berganti sejak zaman batu hingga era teknologi informasi saat ini. Hidup bersama dan kerjasama dalam relasi setara antar subjek (Homo Homini Socius), bukan subjek-objek, menjadi prasyarat bagi terciptanya nilai-nilai kemanusiaan. Sejarah amat panjang umat manusia telah memberikan begitu banyak bukti. Sebaliknya, bila relasi antar manusia berpola subjek-objek, dimana yang kuat menindas yang lemah (Homo Homini Lopus), maka robohlah keadaban manusia. Untuk tindakan-tindakan destruktif anti-nilai itu pun banyak bukti sejarah dengan mudah bisa ditemukan. Menghindari Homo Homini Lopus dan memperkokoh Homo Homini Socius menjadi tugas perutusan seluruh umat manusia. Sikap inklusif, sikap terbuka, atau sikap “mengkawankan” sesama, atau “mensesamakan” siapa pun merupakan modal sosial yang sangat berharga. Sikap inklusif menjadi prasyarat bagi optimalisasi kesosialan manusia, suatu sikap yang terbukti sangat handal untuk menghidupi pluralitas/kemajemukan manusia. Manusia sosial adalah manusia yang senantiasa bersedia membuka diri, sanggup menghormati aneka perbedaan, dan siap untuk memosisikan orang lain sebagai sesama, sebagai kawan, sama-sama sebagai subjek hidup dan kehidupan.



Refleksi 1) Kapan manusia berkarakter homo homini lopus, kapan pula manusia berkarakter homo homini socius? Deskripsikan! 2) Bila dikaitkan dengan kodrat sosial manusia, bagaimana tanggapan reflektif Anda tentang semboyan Bhinneka Tunggal Ika? 3) Mengikuti pandangan Driyarkara tentang manusia, SIAPAKAH DIRIKU yang semestinya?



Referensi A. Sudiarja, S.J. dkk (ed), Karya Lengkap Driyarkara: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. Jakarta: Kerjasama PT. Kompas Media Nusantara, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Penerbit Percetakan Kanisius, dan Ordo Serikat Jesus Provinsi Indonesia, 2006.



4