Marga Manado [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MARGA ORANG MANADO Arti Fam Orang Minahasa Buat orang Tondano, dalam hal ini suku besar Minahasa, fam (family-name) mewakili jati diri, citra, dan bahkan martabat serta harga diri. Fam diturunkan berdasarkan garis keturunan orang tua laki-laki (patrilinial) dan wajib digunakan sebagai harkat serta lambang sebagai generasi penerus keluarga. Setelah menikah, fam dari laki-laki akan menjadi nama keluarga. Seorang istri wajib menyandang fam dari suaminya didepan fam-nya sendiri. Anak-anakpun wajib menyandang fam dari ayah. Dan sekali lagi, keluarga wajib menjunjung tinggi martabat dari fam yang disandangnya. Buat orang Minahasa, fam sangat dijunjung tinggi. Sayangnya, banyak generasi sekarang yang tak mengerti asal usul fam di daerahnya, bahkan fam sendiri kadang tidak tau artinya. Fam yang dipakai turun temurun saat ini berasal dari nama nenek moyang orang MInahasa. Nama-nama itu biasanya mencerminkan pekerjaan, sifat, tempat tinggal, atau usaha dari pemilik nama pertama itu. Berikut rangkuman oleh seorang sosiolog asal Manado, FS Watuseke. Dalam bahasa Minahasa terutama dimana dalam bahasa sehari-hari Melayu Manado “nama keluarga” disebut Fam. Dimana kata ini sebenarnya berasal dari bahasa Belanda van yang kemudian setelah melalui beberapa proses disebut sebagai Fam. Penggunaan fam tersebut dilakukan sekitar awal abad 19 di negeri Belanda. Waktu itu rakyatnya diwajibkan mempunyai Fam. Sebelumnya memang sudah punya Fam akan tetapi belum menyeluruh. Demikian pula yang berlangsung di Minahasa kira-kira pada abad 19. Sebelumnya memang ada orang yang memakainya , tetapi belum menyeluruh. Seperti halnya Bastian Saway, Fam tersebut ada sejak akhir abad ke 17. Pedro Ranty abad 18 dan kemudian awal abad ke 19 terdapat nama Fam seperti Matinus Dotulong (akhir abad 18, Hendrik Dotulong, Frederik Lumingkewas, Abraham Lotulong, dlll). Pada tahun 1831 tibalah di Minahasa dua orang penginjil Protestan JF Riedel dan JF Schwarz di Langowan. Mereka sebagai penginjil dan mengabarkan injil sekaligus membaptis anggota baru yang masuk kristen. Pada waktu itu setiap orang dipermandikan mendapat sebuah nama Alkitab atau nama Eropa, seperti Daniel, Jan, Piet, Frans dan lainnya. Pada saat pembaptisan orang tersebut diberi sebuah nama Fam, nama keluarga. Biasanya nama tersebut nama ayah (nama satu-satunya yang dipakai) yang disusul dengan nama baptis atau Fam. Disamping nama ayah, nama tersebut juga diambil dari nama nenek pria. Biasanya nama ayah atau nenek pria itu adalah nama asli Minahasa, seperti Watuseke, Sarapung, Korengkeng, Turang, Sondakh dan lainnya. Nama baptis tersebut dijadikan nama panggilan yang diambil dari nama-nama di Alkitab atau dari negeri Eropa barat terutama dari Belanda. Karena itulah setiap orang Minahasa bernama panggilan atau nama sehari-hari dari Alkitab dan Belanda. Berdasarkan data tersebut, nama orang Minahasa atau Fam sekarang diambil dari nama panggilan setiap orang pria. Sedangkan nama wanita tidak diturunkan sehingga dilupakan oleh sebagian orang. Dengan hanya mengenal nama panggilan satu-satunya, tentu ada nama pengenal jika nama itu dipakai beberapa orang. Hal itu dibedakan dengan adanya sikap, cacat, atau tanda sesuatu pada orang yang kita maksud. Seperti Wanta Kento jika ia pincang, Wilem Todeo Kokong (Wilem berkepala lonjong), Min Pirop (min bermata buta) dan lainnya.



Ada nama-nama yang menyatakan sifat dari orang yang dimasud, seperti ia seorang pemberani dinamai Mamauaya dari kata wuaya atau berani. Mama’it atau Ma’it orang yang selalu memasak agak kebanyakan garam. Oki atau kecil adalah orang selalu mengecilkan sesuatu dan sebagainya. Masih banyak nama-nama yang mengikuti sifat, kepribadian, tempat tinggal, pekerjaan, perjuangan dan lainnya. Kesemua ini pada akhirnya dipergunakan oleh orang Minahasa walaupun dia berada di luar daerah. Fam tersebut khususnya mengikuti garis keturunan orang tua laki-laki. Sebagai contoh, karena pekerjaannya selalu menebang pohon, disebut Pele. Sesuai tempat tinggal, dimana daerahnya selalu terjadi kebakaran karena adanya kilat dipanggil Pongilatan. Kalau dia tinggal pada suatu bukit atau gunung ia disebut Wuntu. Kalau dia mau naik bukit atau gunung disebut Mawuntu. Suatu tempat yang bersifat serong atau miring dikatakan Kawilaran. Kalau menerka disebut Tumeleap. Tempat dimana sering dicungkil tanahnya dengan sebuah tongkat disebut Tu’ila dan pemiliknya dinamai demikian. Sedangkan pekerjaannya sering memotong dengan sebuah parang disebut Sumanti. Di dalam bahasa Tombulu kata ini mengandung arti lain, yaitu batu pujaan. Dalam bahasa Tondano disebut Panimbe. Ranting-ranting kering yang disebut Rankang dipergunakan untuk merintangi tempat jalan. Daftar fam orang Minahasa/Manado A Abutan : Pembersih/an dari rumput liar Adam : Tenang Agou : Anoa Akai : Penjaga Aling : Pembawa Alui : Pelipur lara Amoi : Teman sekerja Andu : Tempat bersenang Anes : Tawakal Angkouw : Keemasan Anis : Penghalau Antou : Nama kembang Arina : Tiang tengah Assah : Pembuka jalan Awondatu : Yang dikehendaki Awui : Senang B Batas : Pemutus Bella : Pasukan Bokau : Bibit emas Bokong : Mengikat Bolang : Penangkap ikan Bolung : Perisai Bororing : Pembuat roreng Boyoh : Pendamai Buyung : Penurut D Damongilala: Benteng Damopoli : Jujur dan adil Dapu : Mematahkan Datu : Pemimpin Datumbanua : Kepala Walak/ kepala kampung Dayoh : Karunia Dededaka : Panah lidi hitam Dendeng : Suara yang terang



Dengah : Hakim Dewat : Menyeberangi Dien : Dihiasi Dimpudus : Cerdik kepalanya Dipan : Ukuran depa Dompis : Pekerja baik Dondo : Prinsip Dondokambei : Prinsip tetap Donsu : Jimat penolak Doodoh : Penggerak Doringin : Penari Dotulong : Pahlawan besar Dumais : Menggenapi Dumanauw : Pemenang Dumbi : Didepan Dungus : Berkedudukan Dusaw : Pembuka E Egam : Menjaga Egetan : Lonceng kecil Ekel : Lirikan Elean : Arah barat Eman : Dipercaya Emor : Lengkap Endei : Dekat Engka : Pegang Enoch : Pilihan Ering : Kurang besar G Ganda : Bambu besar Gerung : Bunga ukiran Gerungan : Bunga-bunga ukiran Gigir : Mengikis rata Gimon : Rupa yang indah Girot : Pemutus Goni : Cerdik Goniwala : Cerdik akal Gonta : Langkah Gosal : Timbunan Gumalag : Menanduk Gumansing: Pembujuk Gumion : Pegangan I Ilat : Menunggu Imbar : Yang dibuang Inarai : Baju jimat Ingkiriwang : Dari angkasa Inolatan : Pegang tangan Intama : Pembawa Item : Hitam K Kaat : Penglihatan Kaawoan : Mampu kerja Kaendo : Teman mapalus Kaeng : Sempit Kaes : Menyiram



Kainde : Ditakuti Kairupan : Kekuatan Kalalo : Amat berani Kalangi : Dari langit Kalempou : Mengunjungi Kalempouw : Kawan baik Kalengkongan: Tepat berjatuhan Kalesaran : Pusat segala usaha Kalici : Mempesona Kaligis : Sama keluarga Kalitow : Keluarga Litow Kaloh : Sahabat setia Kalonta : Perisai kayu Kalumata : Pedang perang Kamagi : Bunga hias Kambey : Bunga hias Kambong : Obor Kamu : Pegang teguh Kandio : Amat kecil berarti Kandou : Bintang pagi Kapantouw : Pembuat Kaparang : Pandai mengukir Kapele : Amat tegas Kapoh : Pemuja Kapoyos : Dukun pijat Karamoy : Penunjuk Karau : Antara Karinda : Kawan serumah Karundeng : Pengusut Karuyan ; Di kejauhan Karwur : Subur Kasenda : Kawan sehidangan Katopo : Keturunan opo Katuuk : Pemegang rahasia Kaunang : Cerdik Kawatu : Pendirian teguh Kawengian : Bintang sore Kawilarang : Diatas terbuka Kawulusan : Benteng Kawung : Tersusun keatas Kawuwung : Berkelebihan Keincem : Penyimpan rahasia Kekung : Pedang perisai Keles : Bayi Kelung : Perisah Kembal : Agak lemah Kembau : Kurang kuat Kembuan : Sumber Kenap : Genapkan Kepel : Penakluk Kerap : Seiring Kere : Testa Kesek : Penuh sesak Kewas : Tumbuhan Khodong : Kecil, menentukan Kilapong : Batu kilat



Kindangen : Yang diberkati Kirangen : Dimalui Kiroiyan : Pengembara Kodongan : Mengecil Kojongian : Penggeleng kepala Koleangan : Pemain Kolibu : Banyak bekerja Koloday : Saudara lelaki Koly : Suka kerja Komaling : Pembawa Komaling : Penghormat Kondoi : Lurus kedudukannya Kontul : Kerja sendiri Kopalit : Pendamai Koraah : Suka panas matahari Korah : Suka panas matahari Korengkeng : Penakluk Korompis : Hasil kerja yang baik Koropitan : Penghukum Korouw : Perkasa Korua : Membagi dua Kotambunan : Penimbun Kountud : Kerja sendiri Kowaas : Penggemar barang kuno Kowonbon : Tahan uji Kowu : Penempah Kowulur : Ke gunung Koyansouw : Pengipas Kuhu : Menampakkan Kulit : Kecukupan Kullit : Cukup Kumaat : Melihat Kumaunang : Penyelidik cerdik Kumayas : Membongkar Kumendong : Pengumpul tenaga Kumolontang : Melompat keliling Kumontoy : Lurus hati Kupon : Diharapkan Kusen : Penutup Kusoi : Cerdik L Lala : Berjalan Lalamentik : Semut api Lalowang : Perlumba Lalu : Pendesak Laluyan : Melintasi Lambogia : Paras jernih Lampah : Tak seimbang Lampus : Tembus Lanes : Kurang semangat Langelo : Menapis Langi : Tinggi Langitan : Tinggian Langkai : Dihormati Languyu : Tanpa tujuan Lantang : Berharga



Lantu : Penentu Laoh : Manis Lapian : Teladan Lasut : Pemikir cerdas Legi : Menipis Legoh : Penelan manis pahit Lembong : Pembalas budi Lempas : Kedudukan Lempou : Kunjungan Lengkey : Dimuliakan Lengkoan : Penghalang Lengkong : Pendidik Lensun : Diharapkan Leong : Main Lepar : Tujuan Lesar : Halaman Lewu : Tersendiri Liando : Penimbang Limbat : Berganti Limbong : Ingat budi Limpele : Penurut Lincewas : Tumbuhan obat Lintang : Bunyi-bunyian Lintong : Pusat persoalan Liogu : Jernih Litow : Tinggi Liu : Bijaksana Liwe : Air mata Loho : Perindu Loing : Pengawas Lolombulan : Bulan purnama Lolong : Bulan Lomboan : Lemparan keatas Lompoliu : Pengajar Lonan : Ramah Londa : Perahu Londok : Tinggi Longdong : Penjaga Lontaan : Pembuka jalan Lontoh : Tinggi keatas Losung : Pendesak Lowai : Bayi lelaki Lowing : Mengawasi Ludong : Kepala negeri Lumanau : Biasa berenang Lumangkun : Penyimpan rahasia Lumatau : Berpengetahuan Lumempouw : Meliwati Lumenta : Terbit Lumentut : Bukti Lumi : Meminggir Lumingas : Membersihkan Lumingkewas : Tepat dlm segala hal Lumintang : Menunggalkan Luminuut : Berpeluh Lumoindong : Melindungi



Lumondong : Berlindung Lumowa : Meliwati Lumunon : Muka bercahaya Luntungan : Memiliki jambul Lutulung : Penolong M Maengkom : Penakluk Maengkong : Mendidik Mailangkai : Yang ditinggikan Mailoor : Disenangi Maindoka : Kecukupan Mainsouw : Bersaudara 9 Mait : Obat pahit Makadada : Memuaskan Makal : Penutup lubang Makaley : Melindungi/menutup Makaliwe : Air mata Makangares : Mengharap Makaoron : Mengulung musuh Makarawis : Puncak gunung Makarawung : Tinggi usaha Makatuuk : Hidup sentosa Makawalang : Orang kaya Makawulur : Dihormati Makiolol : Selalu ikut Makisanti : Dengan pedang Malingkas : Tetap berada Mamahit : Dukun obat pahit Mamangkey : Pengangkat Mamantouw : Penubuat Mamanua : Pembuka negeri Mamarimbing : Pemberi kesuburan Mamba : Ditetapkan Mambo : Penetapan Mambu : Pemberi supa Mamengko : Pemberi teka-teki Mamentu : Pemberi rasa Mamesah : Pembuka rahasia Mamoto : Penjelasan Mamuaya : Pemberi Mamuntu : Mencapai puncak Mamusung : Penangkal Manalu : Ditingkatkan Manampiring : Membuat jalan Manangkod : Menahan musuh Manapa : Pertanyaan Manarisip : Membetulkan Manaroinsong: Sumber air Manayang : Pergi jauh Mandagi : Menghiasi bunga Mandang : Melambung tinggi Mandey : Pandai Manebu : Dewa peninjau Manese : Bertindak dahulu Mangare : Minta dibujuk Mangempis : Merendahkan diri



Mangindaan : Tahan uji Mangkey : Angkat Mangowal : Pemancung Mangundap : Berbahaya Manimporok : Ke puncak Manopo : Bersama datuk (opo) Manorek : Mengganggu Mantik : Meneliti/menulis Mantiri : Pembuat benda halus Mantoauw : Nubuat Manua : Negeri Manurip : Menyisip Manus : Taruhan Mapaliey : Menakuti musuh Maramis : Menggenapi Marentek : Tukang besi Maringka : Berkekuatan Masie : Tumbuhan obat Masinambau : Tujuan pasti Masing : Bergaram Masoko : Pokok Matindas : Ramping Maukar : Menjaga Mawei : Pembimbing Maweru : Pembaharu Mawikere : Teladan Mawuntu : Kedudukan tinggi Mekel : Lindungi Mema : Berbuat Mende : Pemalu Mendur : Berguntur Mengko : Teka-teki Mentang : Pemutus Mentu : Rasa Mesak : Pendesak Mewengkang : Pembuka jalan Mewoh : Lemah lembut Mince : Main Mincelungan : Main perisai Minder : Menderu Mingkid : Pemberi acuan/konsep Mogot : Penebus Mokalu : Bersaudara Mokolensang : Berdiam diri Mokorimban : Pemberani Momongan : Pemilik Momor : Persatuan yang baik Momuat : Pengurus jamuan Mondigir : Meratakan Mondong : Menyembunyikan Mondoringin : Meratakan jalan Mondou : Berangkat pagi Mongi : Kuat kekar Mongilala : Pengusir musuh Mongisidi : Saksi dan bukti Mongkaren : Membongkar



Mongkau : Mencari emas Mongkol : Mematung Mongula : Pemohon berkat Moniaga : Kebesaran Moninca : Pembuah ramai Moningka : Penambah tenaga Moniung : Menangis kecil Mononimbar : Suka memberi Mononutu : Pekerja tekun Montolalu : Pembagi tugas Montong : Pembawa Montung : Pengangkat Motto : Jelas Muaya : Berani Mudeng : Berdengung jauh Mukuan : Mempunyai buku Mumek : Penyelidik Mumu : Simpanan cukup Mundung : Bernaung Muntu : Gunung Muntu untu : Gunung bersusun Muntuan : Ke gunung Musak : Didesak Mussu : Penjaga setia N Nangka : Diangkat Nangon : Diangkat Nangoy : Dipikul Naray : Jimat Nayoan : Diberi berkat Nelwan : Tempat terbang Nender : Gerakan Ngala : Dirintangi Ngangi : Di hati Ngantung : Ditimbulkan Ngayouw : Dmajukan Ngion : Diperoleh O Ogi : Goyang Ogot : Hakimi Ogotan : Kena dendam Oleng : Pikulan Oley : Teladan Ombeng : Kelebihan Ombu : Cetakan rupa Ompi : Tertutuo Ondang : Pedang Onsu : Jimat Opit : Jepitan Oroh : Perselisihan Otay : Bertawakal P Paat : Pengangkat Pai : Besar Paila : Cukup besar Pakasi : Pemberian



Palangiten : Sinar matahari Palar : Tapak tangan Palenewen : Dibenamkan Palenteng : Peniup Palilingan : Nasehat baik Palit : Bekas luka Panambunan : Timbunan besar Panda : Pinter Pandean : Amat pandai Pandelaki : Pemegang bibit Pandey : Pinter, pandai Pandi : Penghancur Pandong : Tenaga kuat Pangalila : Berlebihan Pangau : Jauh kedalam Pangemanan : Dipercaya Pangila : Berlebihan Pangkerego : Suara nyaring Pangkey : Diangkat Pantonuwu : Tegas Pantouw : Penolong bijaksana Parengkuan : Kepala jimat Paruntu : Tempat ketinggian Paseki : Pengikat Pasla : Tepat tujuan Pauner : Tengah Pele : Jimat Pelengkahu : Emas tulen Pendang : Pengajar Pepah : Lemah lembut Pesik : Pancaran bara Pesot : Cekatan Piay : Biasa Pinangkaan : Tempat yang tinggi Pinantik : Ditulis Pinaria : Hubungan erat Pinontoan : Menunggu Pioh : Cucu Piri : Semua satu Pitong : Memungut Pitoy : Diikuti Podung : Dijunjung Pola : Pengajak Poli : Tempat suci Polii : Pelita Polimpong : Didewakan Politon : Gembira selalu Poluakan : Air berkumpul Pomantouw : Penubuat Ponamon : Pengasih Pondaag : Pendamai Pongayouw : Penghulu perang Ponggawa : Pemberani Pongilatan : Berkilat Pongoh : Berisi padat Ponosingon : Terbang



Pontoan : Menunggu Pontoan : Menunggu Pontoh : Pendek Pontororing : Bercahaya Poraweouw : Penunjukan Porayouw : Perenang Porong : Tudung kepala Posumah : Pembagi Potu : Tekun Poyouw : Yang diberikan Pua : Buah Pungus : Pengawas Punuh : Orang terdahulu Purukan : Punya kedudukan Pusung : Penangkal serangan Putong : Penyelidik R Raintung : Daun bergerigi Rambi : Bunyi merdu Rambing : Bunyi suara merdu Rambitan : Tambahan bunyi Rampangilei : Kembar bersih Rampen : Kelebihan Rampengan : Berkelebihan Ransun : Bawang Ranti : Pedang Rantung : Terapung Raranta : Naik tangga Rares : Sehat Rarun : Sudah tua Rasu : Penyimpan Ratag : Terlepas Ratu : Batu jumat Ratulangi : Jimat dari langit Ratumbuisang: Batu berbintik Ratuwalangaouw: Batu berantai Ratuwalangon: Batu panjang Ratuwandang : Batu merah Rau : Jauh Rauta : Dewata Regar : Bebas Rei : Bebas celaka Rembang : Burung rawa Rembet : Berpegang teguh Rempas : Memasak Rengku : Tundukan Rengkuan : Ditunduki Rengkung : Dihormati Repi : Pemikir Retor : Penghalang Rimper : Potong rata Rindengan : Bergerigi Rindengan : Sama-sama Rindo-rindo : Suara gemuruh Robot : Lebih Rogahang : Berkeringat



Rogi : Banyak bicara Rolangon : Berantai Rolos : Kepala Rombot : Dilebihi Rompas : Penyimpan rahasia Rompis : Pekerja baik/rukun Rondo : Lurus Rondonuwu : Bicara lurus Rooro : Penggerak Rori : Dihormati Rorimpandey : Sempurna Roring : Kemuliaan Rorintulus : Cahaya Rosok : Tepat Ruaw : Bulan purnama Ruidengan : Bersama Rumagit : Menyambar Rumambi : Membunyikan Rumampen : Jadi satu Rumampuk : Memutuskan Rumayar : Mengibarkan Rumbay : Tidak perduli Rumende : Mendekati Rumengan : Sejaman Rumenser : Tetesan air Rumimpunu : Yang dimuka Rumincap : Berhati baik Rumokoy : Membangunkan Rumpesak : Kedudukan Runturambi : Kehormatan S Salangka : Benda persembahan Salendu : Banyak ide Sambouw : Bunga kayu Sambuaga : Bunga kayu cempaka Sambul : Berlimpah Sambur : Melimpah Samola : Membesar Sangkaeng : Paras kecil Sangkal : Satu paras Sarapung : Perkasa Saraun : Sepintas remaja Sarayar : Buka jemuran Sariowan : Pelancong Sarundayang : Pengiring Saul : Lengah Seke : Perorangan Seko : Sentakan Sembel : Penuh Sembung : Bunga Semeke : Tertawa Senduk : Senang Sengke : Guling Sengkey : Pengguling Senouw : Cepat Sepang : Cabang jalan



Sigar : Kaya Sigarlaki : Kekayaan Simbar : Terbuang Simbawa : Banyak kemauan Sinaulan : Penasehat Singal : Perintang musuh Singkoh : Dibatasi Sinolungan : Memprakarsai Sirang : Potongan Siwu : Penghancur musuh Siwy : Siulan Solang : Pedang Somba : Pelindung Sompi : Penyimpan rahasia Sompotan : Meluputkan Sondakh : Pengawas Soputan : Letusan Sorongan : Bergeser Suak : Kepala Sualang : Karunia Suatan : Pengharapan Sumaiku : Panjang idenya Sumakud : Menewaskan Sumakul : Menewaskan Sumangkud : Terikat Sumanti : Mempergunakan Sumarandak : Gemerincing Sumarauw : Pendidik Sumele : Pembatas Sumendap : Menyinari Sumesei : Pengawas Sumilat : Mengangkat Sumlang : Main pedang Sumolang : Memainkan pedang Sumual : Memiliki kelebihan Sumuan : Mengesahkan Sundah : Tidak menetap Sungkudon : Buah persembahan Suot : Puas Supit : Menjepit musuh Surentu : Banyak bicara Suwu : Serbu T Taas : Kuat Tairas : Terangkat dari dalam Talumepa : Berjalan didaratan Talumewo : Perusak Tambahani : Senang bersih Tambalean : Menuju Barat Tambarici : Dibelakang Tambariki : Dibelakang Tambayong : Gemar kekayaan Tambengi : Amat cepat Tambingon : Keliling Tamboto : Menghias kepala Tambun : Timbun



Tambunan : Timbunan Tambuntuan : Puncak tinggi Tambuwun : Menandingi Tamon : Disayangi Tampa : Bunga Tampanatu : Bunga api Tampanguma : Bunga mekar Tampemawa : Turun kelembah Tampemawa : Turun kelembah Tampenawas : Memotong daun Tampi : Setia Tampinongkol: Suka berkelahi Tandayu : Pemuji Tangka : Amat tinggi Tangkere : Teladan Tangkow : Nyanyian Tangkudung : Perisai pelindung Tangkulung : Perisai pelinding Tanod : Tambu Tanor : Tambur Tanos : Teratur Tarandung : Jalan Taroreh : Diangkat Taulu : Dijunjung Tawas : Penawar mujarab Tendean : Tempat berpijak Tengges : Tempat memasak Tenggor : Menghilang Tengker : Bergemuruh Terok : Pedagang keliling Tidayoh : Senang dihormati Tiendas : Berkurang Tikoalu : Penakluk Tikonuwu : Pandai bicara Tilaar : Kerinduan Timbuleng : Pemikul Timpal : Persekutuan Tinangon : Terangkat Tindengen : Pemalu Tintingon : Melambung Tirayoh : Senang dihormati Tiwa : Menaiki puncak Tiwow : Berniat Toalu : Didepan Todar : Bertahan Togas : Pantang surut Tololiu : Penghambat Tombeng : Secepat angin Tombokan : Berkelebihan Tombokan : Pemukul akhir Tompodung : Dijunjung Tompunu : Membuyarkan musuh Tongkeles : Percepat Tooi : Pengikut Torar : Biasa matahari Torek : Berkekurangan



Towo : Dari atas Tuegeh : Tumpukan Tuera : Perintah Tulandi : Pemecah batu Tular : Penasehat Tulenan : Tetap tolong Tulung : Pandai menolong Tulus : Penengah Tulusan : Menengahi Tumanduk : Pelindung Tumangkeng : Merombak Tumatar : Kebiasaan Tumbei : Berkat Tumbelaka : Diberkati Tumbol : Penopang Tumbuan : Kaya Tumembouw : Berteman Tumengkol : Penahan Tumewu : Melenyapkan Tumilaar : Yang dirindukan Tumilesar : Telentang Tumimomor : Tempat yang baik Tumiwa : Ingatan Tumiwang : Mengingat Tumober : Hadiah Tumondo : Tujuan pasti Tumonggor : Disiapkan Tumundo : Pembawa terang Tumurang : Pemberi bibit Tumuyu : Yang dituju Tunas : Asli Tundalangi : Tatapan dari langit Tungka : Terangkat Turang : Menopang Turangan : Berkelebihan Tuwaidan : Lengkap Tuyu : Penunjuk Tuyuwale : Menuju rumah U Uguy : Pembawa rejeki Ukus : Kurang gemuk Ulaan : Ditakuti Umbas : Kuat bersih Umboh : Penolak bahaya Umpel : Menyenangkan Undap : Cahaya sinar Unsulangi : Diatas Untu : Gunung W Waani : Pahlawan Wagei : Tertarik Wagiu : Cantik/rupawan Waha : Bara api Wahon : Moga-moga Wakari : Teman serumah Wala : Cahaya



Walalangi : Cahaya dari langit Walanda : Cahaya berlalu Walandouw : Cahaya siang Walangitan : Cahaya kilat Walean : Komplek rumah Walebangko : Rumah besar Walelang : Rumah tinggi Waleleng : Rumah tersendiri Walian : Dukun Walintukan : Taufan Waluyan : Lewat Wanei : Prajurit Wangania : Buat sekarang Wangko : Besar Wantah : Patokan Wantania : Patokan tetap Wantasen : Yang jadi patokan Wariki : Pendidik Watah : Berani Watti : Nubut Watugigir : Batu licin Watuna : Biji bersih Watung : Timbul terus Watupongoh : Teguh Waturandang : Batu merah Watuseke : Berani Wauran : Cabut pilihan Wawoh : Ketinggian Wawointama : Cita-cita tinggi Wawolangi : Di ketinggian Wawolumaya : Diatas puncak Waworuntu : Diatas gunung Weku : Penasehat Welong : Kurang daya Welong : Pemikul Wenas : Penyembuh Wenur : Persembahan Weol : Penasehat Wetik : Berperan Wilar : Pembuka Winerungan : Menghiasi Winokan : Men coba Woimbon : Bercahaya Wokas : Penyelidik Wola : Cahaya Wondal : Jimat Wongkar : Membangun Wonok : Peruntuk Wonte : Kuat teguh Wooy : Hujan rahmat Worang : Kuat ikatan Worotikan : Pancarana api Wotulo : Pembersih Wowilang : Pendorong Wowor : Obat kesohor Wuisan : Pengusir



Wuisang : Mengusir Wulur : Puncak Wungkana : Gelang jimat Wungow : Bicara seenaknya Wuntu : Gunung Wurangian : Pemarah Wuwung : Kelebihan Wuwungan : Diatas atap annsilva.wordpress.com/



Sekte Khawarij Posted by abdurrahmanbinsaid ⋅ 29 September, 2008 ⋅ 2 Komentar A. PARADIGMA PEMIKIRAN Meminjam pemikiran Plato tentang paradigma pemikiran manusia, ia berpendapat bahwa manusia dengan segala kecerdasannya tidak akan pernah mencapai kebenaran yang hakiki, benar dari segala segi, pandangan dan aspeknya. Tapi juga tidak akan terdapat kesalahan yang hakiki, salah dari segala segi, pandangan dan aspeknya. (Abu Zahrah: 7) Pemikiran seperti ini sejalan dengan Teori Ketidak-hinggaan yang menegaskan bahwa manusia buka “Superman” yang tahu segalanya atau selalu dalam kebenaran. Kacerdasan manusia akan berhenti pada satu titik stadium tertentu, yang sehingga dari titik itulah ia mengetahui sesuatu yang dinilainya sebagai “kebenaran”. Plato mencontohkan dengan bila beberapa orang dengan hanya menggunakan indra perasanya, mereka mencoba mendefinisikan seekor Gajah dari berbagai bagian organ gajah itu, maka anda dapat membayangkan apa yang akan terjadi dari kesimpulan mereka; yaitu “sebuah perbedaan”. Muhammad Abu Zahrah merumuskan beberapa penyebab mendasar dari perbedaan pemikiran manusia, antara lain: Perbedaan kepentingan, perbedaan metodologi, perbedaan kemampuan dan dorongan fanatisme. Paradigma pemikiran manusia yang seperti ini perlu dipaparkan sebelumnya, karena sangat penting untuk bersikap bijaksana dalam menghadapi segala perbedaan dan menempatkannya secara proporsional. (Abu Zahrah: 7-9) B. VISUALISASI POLITIK KHILAFAH ALI RA. Kepemimpinan Ali ra. pada Khilafah Islamiyah disebabkan meluasnya fitnah saat itu. Utsman ra. yang telah berhasil memperluas wilayah Islam, dirongrong sebagian golongan sparatis dengan gerakan pemberontakan yang berakhir dengan terbunuhnya Utsman. Ini menyebabkan Kepemimpinan Ummat Islam sempat vakum selama lima hari. Dan pada akhirnya Ali ra. dibai’at secara terbuka di hadapan para sahabat dan sebagian Muslimin. Sementara golongan Umawiyah tidak menyetujuinya (anNabhani: 106-107). Inilah yang mendorong perpecahan kaum Muslimin menjadi dua golongan besar; yang satu mensyahkan kepemimpinan Ali ra. dan yang lain menentangnya. Perpecahan ini pada akhirnya menyulut terjadinya perang saudara antara dua pihak yang puncaknya terjadi pada Perang Syiffin (al-Khudlori: 104). Dalam perang itu, adalah seorang Amr bin Ash, seorang panglima piawai dan ahli strategi yang sebelumnya melakukan desersi ke barisan Mu’awiyah ra. setelah kepemimpinan Ali ra. Ia mengangkat Mushhaf Al-Qur’an diujung tombak yang dapat menghentikan peperangan yang menurut penilaiannya akan dimenangkan kubu Ali ra. (Ahmad Amin: 20). C. SEJARAH KELAHIRAN KHAWARIJ Seperti yang disinggung sebelumnya dalam pendahuluan bahwa Khawarij lahir dari komponen paling berpangaruh dalam khilafah Ali ra. Yaitu dari tubuh militer pimpinan Ali ra. Sendiri. Pada saat kondisi politik yang makin tidak terkendali dan dirasa sulit untuk mereda dengan prinsip masing-masing. Maka kubu Mu’awiyah ra. yang merasa akan dikalahkan dalam perang syiffin menawarkan untuk mengakhiri parang saudara itu dengan “Tahkim dibawah Al-Qur’an”. Semula Ali ra. Tidak menyetujui tawaran ini, dengan prinsip bahwa kakuatan hukum kekhilafahannya sudah jelas dan tidak dapat dipungkiri. Namun sebagian kecil dari kelompok militer pimpinannya memaksa Ali ra. Menerima ajakan kubu Mu’awiyah ra. Kekompok ini terbukti dapat mempengaruhi pendirian Ali ra. Bahkan saat keputusan yang diambil Ali ra. Untuk mengutus Abdullah bin Abbas ra. Menghadapi untusan kubu lawannya Amar bin al-Ash dalam tahkim, Ali ra. Malah mengalah pada nama Abu Musa al-Asy’ary yang diajukan kelompok itu menggantikan Abdullah bin Abbas ra. Anehnya, kelompok ini yang sebelumnya memaksa Ali ra. Untuk menyetujui tawaran kubu Mu’awiyah ra. Untuk mengakhiri perseteruannya dengan jalan Tahkim. Pada akhirnya setelah Tahkim berlalu dengan hasil pengangkatan Mu’awiyah ra. Sebagai khilafah menggantikan Ali ra. Mereka kemudian menilai dengan sepihak bahwa genjatan senjata dengan cara Tahkim tidak dapat dibenarkan dan illegal dalam hukum Islam. Artinya menurut mereka, semua kelompok bahkan setiap individu yang telah mengikuti proses itu telah melanggar ketentuan syara’, karena telah melanggar prinsip dasar bahwa setiap keputusan berada pada kekuasaan Tuhan (lâ hukma illa lillâh). (Abu Zahrah: 60) Dan sesuai dengan pokok-pokok pemikiran mereka bahwa setiap yang berdosa maka ia telah kafir, maka mereka menilai bahwa setiap individu yang telah melangar prinsip tersebut telah kafir, termasuk Ali ra. Sehingga Mereka memaksanya untuk bertobat atas dosanya itu sebagaimana mereka telah bertobat karena ikut andil dalam proses Tahkim. (Abu Zahrah: 60) Demikian watak dasar kelompok ini, yaitu keras kepala dan dikenal kelompok paling keras memegang teguh prinsipnya. Inilah yang sebenarnya menjadi penyabab utama lahirnya kelompok ini (Syalabi: 333). Khawarij adalah kelompok yang didalamnya dibentuk oleh mayoritas orang-orang Arab pedalaman (a’râbu al-bâdiyah). Mereka cenderung primitive, tradisional dan kebanyakan dari golongan ekonomi rendah, namun keadaan ekonomi yang dibawah standar tidak mendorong mereka untuk meningkatkan pendapatan. Ada sifat lain yang sangat kontradiksi dengan sifat sebelumnya, yaitu kesederhanaan dan keikhlasan dalam memperjuangkan prinsip dasar kelompoknya. Walaupun keikhlasan itu ditutupi keberpihakan dan fanatisme buta. Dengan komposisi seperti itu, kelompok ini cenderung sempit wawasan dan keras pendirian. Prinsip dasar bahwa “tidak ada hukum, kecuali hukum Tuhan” mereka tafsirkan secara dzohir saja. (Abu Zahrah: 63) Bukan hanya itu, sebenarnya ada “kepentingan lain” yang mendorong dualisme sifat dari kelompok ini. Yaitu; kecemburuan atas kepemimpinan golongan Quraisy. Dan pada saatnya kemudian Khawarij memilih Abdullâh bin Wahab ar-Râsiby yang diluar golongan Quraisy sebagai khalifah. Bahkan al-Yazidiyah salah satu sekte dalam Khawarij, menyatakan bahwa Allah sebenarnya juga mengutus seorang Nabi dari golongan Ajam (diluar golongan Arab) yang kemudian menghapus Syari’at Nabi Muhammad SAW. (Abu Zahrah: 63-64). Nama khawarij diberikan pada kelompok ini karena mereka dengan sengaja keluar dari barisan Ali ra. dan tidak mendukung barisan Mu’awiyah ra. namun dari mereka menganggap bahwa nama itu berasal dari kata dasar kharaja yang terdapat pada QS: 4, 100. yang merujuk pada seseorang yang keluar dari rumahnya untuk hijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya (Nasution: 13). Selanjutnya mereka juga menyebut kelompoknya sebagai Syurah yang berasal dari kata Yasyri (menjual), sebagaimana disebutkan dalam QS: 2, 207. tentang seseorang yang menjual dirinya untuk mendapatkan ridlo Allah (Nasution: 13, Syalabi: 309). Selain itu mereka juga disebut “Haruriyah” yang merujuk pada “Harurah’ sebuah tempat di pinggiran sungai Furat dekat kota Riqqah. Ditempat ini mereka memisahkan diri dari barisan pasukan Ali ra. saat pulang dari perang Syiffin. Kelompok ini juga dikenal sebagai kelompok “Muhakkimah”. Sebagai kelompok dengan prinsip dasar “lâ hukma illa lillâh”. (Syalabi: 309). D. POKOK-POKOK PEMIKIRAN KHAWARIJ 1. Pembentukan Khilafah harus dari pemilihan umum yang bebas dan adil dari seluruh kamu muslimin tanpa sekat golongan. 2. Khilafah tersebut akan terus memimpin dalam priode tertentu selama tidak melanggar syariat (versi mereka). Bila terbukti melanggarnya, maka harus dibubarkan dan diperangi. 3. Khilafah Islamiyah tidak dikhususkan untuk satu golongan tertentu, tapi semua golongan muslimin mempunyai hak yang sama dalam khilafah. Bahkan menurut mereka khalifah yang diluar golongan Quraisy lebih direkomendasikan, karena pada prosesnya nanti apabila khilafah terbukti melanggar syari’at, akan gampang proses pengalihan kekuasaannya. Bahkan menurut an-Najdât, salah satu sekte dari Khawarij. Pembentukan Khilafah tidak wajib apabila seluruh kaum muslimin dapat memperbaiki dan menjaga segala aspek kehidupannya bersama-sama. 4. Mereka menilai bahwa kesalahan pemikiran dalam suatu kajian tertentu yang kemudian menimbulkan kesimpulan yang salah pula (menurut versi mereka), adalah perbuatan dosa. Dan perbuatan sama dengan perbuatan kufur. (Abu Zahrah: 65-66) E. DASAR-DASAR PEMIKIRAN KHAWARIJ Telah disinggung diatas tentang karakteristik kelompok Khawarij yang primitive, dan fanatisme yang kuat membuat kelompok ini cenderung gegabah dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Dalam usaha perspektifitas dasar hukum, mereka cenderung menafsirkannya secara dzohir saja. ini terbukti dalam beberapa dasar hukum pemikirannya. (Abu Zahrah: 66-67, Syalabi: 347) 1. Dalam hal pengkafiran pelaku dosa, mereka mengambil beberapa ayat Al-Qur’an sebagai dasar hukumnya, antara lain QS: 3, 97. 2. Dalam hal prinsip bahwa tidak ada hukum kecuali hukum Allah, diambil dari QS: 5, 44. F. KELOMPOK PECAHAN KHAWARIJ 1. Al-Muhakkimah Seperti yang telah disinggung, “al-Muhakkimah” adalah nama lain dari Khawarij, karenanya ia bukan subsekte dari Khawarij. kelompok ini yang pertama kali memakai Syi’ar “lâ hukma illa lillâh”. (Nasution: 15-16) 2. Al-Azariqah Kelompok ini terbesar setalah Al-Muhakkimah, yang dibentuk oleh Nafi’ Ibn al-Azraq, dengan pengikut tidak kurang dari dua puluh ribu orang. Kelompok ini lebih keras dan radikal dari pada kelompok sebelumnya. Karena tidak lagi memakai term “kafir” bagi yang melanggar pemahaman Azariqah, tapi sampai kepada term “musyrik”. Lebih jauh mereka menilai semua orang termasuk golongan mereka sendiri, yang tidak mau berhijrah ke lingkungan al-Azariqah adalah musyrik dan harus diperangi.



Pemahaman kelompok ini yang terlalu radikal, kemudian memicu perpecahan. (Nasution: 16-17) 3. Al- Najdat Abu fudaik, Rasyid at-Tawil dan Atiah al-Hanafi dari al-Azariqah, yang tidak sependapat dengan pemahaman radikal Azariqah, memisahkan diri dan pergi ke Yammah. Didaerah ini terdapat kelompok yang dibentuk Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi yang sesungguhnya mau bergabung dengan kelompok al-Azariqah, kemudian dirangkul oleh Abu Fudaik. Walaupun Najdah diangkat sebagai Imam, namun apabila kelompoknya tidak memerlukan kepemimpinan, maka Imam tidak diperlukan lagi. Dalam kelompok ini juga dikenal paham taqiah, yaitu merahasiakan pemehaman demi keamanan. An-Najdat tergolong lunak terhadap pihak luar, hal ini kemudian memicu perpecahan, Atiah al-Hanafi mengasingkan diri ke Iran, sedangkan Abu fudaik dan Rasyid at-Tawil mengadakan perlawanan terhadap Najdah. (Nasution: 17-19) 4. Al-‘Ajaridah Mereka adalah pengikut Abd Karim Ibn ‘Ajrad, kelompok ini lebih lunak dai kelompok sebelumnya. Dengan paham bahwa anak kecil tidak menanggung dosa oaring tuanya. (Nasution: 20) 5. Al- Sufriyah Dipimpin oleh Ziad Ibn as-Asyfar, kelompok ini sama ekstrimnya dengan Azariqah. Mereka membagi term kufur menjadi kufur bi an-ni’mah dan kufur bi ar-Rububiyah, sehingga tidak semua kufur dianggap keluar dari Islam. (Nasution: 21) 6. Al-Ibadiyah Kelompok ini paling moderat dari yang lain. Nama al-Ibadiyah diambil dari nama Abdullah Ibn Ibad yang keluar dari Azariqah pada tahun 686 M. mereka menganggap perbuatan dosa besar tidak mengakibatkan kekafiran, mereka tetap dianggap muwahhid tapi bukan mukmin. (Nasution: 22) KESIMPULAN Dari kajian diatas, dapat kami simpulkan beberapa poin berikut: 1. Penyebab mendasar dari lahirnya kelompok Khawarij adalah kepicikan pemikiran di tubuh Khawarij, yang ditimbulkan oleh komposisi pendukungnya yang mayoritas orang Arab. 2. Pergeseran pemikiran kelompok ini, dari gerakan politik menjadi gerakan aqidah, juga gambaran kepicikan dan sempitnya wawasan. Mereka sebenarnya tidak menemukan alasan yang tepat untuk menutupi “motivasi” yang sebenarnya dari pemberontakan it



SEJARAH BANGSA ARAB by yusnighazali DIPRESENTASIKAN PADA MATA KULIAH ILMU QIRAAT; INSTITUTE ILMU AL-QUR’AN JAKARTA DOSEN: DR. KH. AHSIN SAKHO MUHAMMAD PENDAHULUAN Sebelum membahas lebih dalam tentang sejarah bangsa Arab, ada hal penting yang perlu kita ketahui yakni tentang terminologi budaya yang mereka gunakan untuk mengelompokkan masyarakat sesuai nasab. Sebagaimana yang kita ketahui, bangsa Arab adalah bangsa yang paling teliti dan paling jelas riwayat nasabnya dibanding bangsabangsa lain. Hal itu karena, bangsa Arab sangat menjunjung tinggi darah dan nilai-nilai kesukuan. Bagi sebagian orang mungkin mengetahui pengelompokan nasab bangsa Arab tidaklah penting, tapi bagi yang ingin mengetahui sejarah dan perkembangan bangsa Arab, ini adalah hal yang sangat penting. Bahkan, pohon nasab (syajarah alansâb) merupakan pintu utama untuk mengetahui produk-produk budaya dan peradaban bangsa Arab. Jadi, dalam mengkaji bangsa Arab, kita tidak bisa memisahkan antara nasab dan masyarakat. Termasuk ketika kita mengkaji dialek-dialek mereka yang kemudian memengaruhi bacaan Al-Qur’an. Di Arab, ada istilah khusus untuk setiap kelompok masyarakat berdasarkan nasabnya. Adapun urutannya— berdasarkan nenek moyang teratas mereka—menurut kebanyakan ulama adalah sebagai berikut, syu’b, qabîlah, ‘imârah, bathn, fakhdz, dan terakhir fshîlah. Syu’b adalah nasab terjauh seperti Qahthan dan ‘Adnan. Sedangkan contoh qabîlah adalah Rabi’ah, Iyad dan Mudhar. Quraisy dan Kinanah adalah ‘imârah. Bani Abdu Manaf, Bani Makhzum, Bani Hasyim, Bani Umayyah adalah bathn. Sedangkan, fashîlah adalah Bani Abu Thalib dan Bani Al-‘Abbas. Ini adalah pembagian atau pengelompokan masyarakat Arab berdasarkan nasab yang paling masyhur. Beberapa ulama lain seperti An-Nuwairi menambahkan jidzm dan jumhur sebelum syu’b. Sedangkan, Nisywan ibn Sa’d Al-Humairi menambahkan jail sebelum fashîlah.[1] Dalam perkembangan sejarahnya, pembagian nasab bangsa Arab menjadi syu’b, qabîlah dan seterusnya ini, memudahkan mereka untuk membagi wilayah kekuasaan. Pembagian nasab seperti itu juga memudahkan mereka dalam mengorganisir massa. Hal itu karena, dengan ikatan darah dan kekeluargaan, individu-individu yang ada dalam qabîlah lebih solid dan setia menjaga persatuan. Semua itu, pada akhirnya menjadi sistem yang efektif bagi mereka untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Bagi pengkaji sendiri, manfaat mengetahui nasab bangsa Arab adalah untuk memudahkan pelacakan sebaran bangsa Arab itu sendiri. Baik itu, penyebaran dalam arti imigrasi ke wilayah lain—mengingat sejarah mencatat bahwa mayoritas bangsa Arab hidup nomaden yakni berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain demi mendapat fasilitas hidup dan keamanan—maupun dalam arti penyebaran keturunan. Setidaknya, makalah ini dipresentasikan untuk menjawab pertanyaan seperti, “Siapa yang benar-benar bangsa Arab sejati?”, “Dari mana bangsa Arab terbentuk?”, “Bagaimana sejarah dari bahasa mereka?”, “Apakah Mekah kota kelahiran bangsa Arab atau bukan?”, dan lain sebagainya. Berikut ini pemaparannya: ASAL MULA NAMA ARAB Nama Arab memiliki keterkaitan dengan nama nenek moyang bangsa Qahthaniah yakni Ya’rub ibn Qahthan. Dia adalah orang yang pertama kali berbicara bahasa Arab dari bangsa Arab Al-Baqiyah.[2] Sebagian pendapat mengatakan bahwa Arab berasal dari kata kerja“yu’rab” yang artinya fasih. Jadi, Arab adalah bangsa yang memiliki lisan fasih. Atau, pendapat lain mengatakan bahwa nama Arab diambil dari nama negeri bangsa tersebut yakni Al-‘Arabat jamak dari ‘Irbah yang maksudnya adalah Mekah.[3] Dan, masih ada beberapa lagi versi lain yang menjelaskan mengenai asal mula nama Arab. Tapi, pendapat pertama itulah yang paling kuat yakni berasal dan nama Ya’rub ibn Qahthan. Ini sangat beralasan, mengingat Ya’rub adalah orang yang pertama berkata atau berbicara dengan bahasa Arab. Sebagaimana yang kita ketahui dalam tradisi Arab, mereka suka menamai sesuatu itu dengan mengaitkan pada orang yang menjadi pencetusnya. Tempat atau wilayah saja, mereka menamakannya dengan orang yang pertama tinggal atau suku yang paling dominan. Yatsrib misalnya, atau Hadhramaut, Yaman, dan Oman, semua itu adalah nama-nama orang yang pertama kali menempati atau membuka (babat) wilayah tersebut. Begitu juga ketika mereka menamai bahasa atau bangsa mereka dengan Arab, itu tidak lain adalah karena nenek moyang mereka bernama Ya’rub ibn Qahthan. NASAB BANGSA ARAB



Dilihat dari nasabnya ke atas, bangsa Arab terbagi menjadi tiga yakni Arab Al-Baidah, Arab Al-‘Aribah, dan Arab Al-Musta’rabah.[4] Atau, pembagian lain—seperti yang dilakukan Ath-Thabari—menyebutkan bahwa Arab terbagi dua yakni Arab Al-Baidah dan Arab Al-Baqiyah. Selanjutnya, Arab Al-Baqiyah terbagi dua yakni Arab Al-‘Aribah dan Arab Al-Musta’rabah.[5] Pendapat lain mengatakan bahwa Arab terbagi dua yakni Arab Al-‘Aribah dan Arab Al-Musta’rabah. Dalam pembagian ini, Arab Al-Baidah termasuk Arab Al-‘Aribah. Tapi yang jelas, semua pembagian ini pada hakikatnya adalah sama. Satu sama lain tidak saling bertentangan. AdapunArab Al-Baidah sendiri adalah ‘Ad, Tsamud, Thasmin, Jadis, Umaima, Jasim, ‘Abil, ‘Abd Dhakm, Jurhum Al-Ula, ‘Amaliq, dan Hadhuran (ash-hâb ar-rass).[6] Semua itu pada akhirnya berinduk pada Iram yakni kaum yang disebut dalam Al-Qur’an, “Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad? (yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi,” (QS. Al-Fajr [89]: 6-7). Iram sendiri memiliki banyak anak di antaranya adalah, ‘Ush, Jatsir, Katsir, Ghatsir, Huwil, Hul, dan Masy.[7] Mereka adalah kaum terdahulu bangsa Arab. Saking tuanya usia kaum-kaum itu hingga ahli sejarah pun susah untuk meneliti dan memaparkan kembali secara utuh. Apalagi, banyak sejarawan menyebut bahwa mereka adalah kaum yang telah lenyap (halâk). Allah swt. juga telah berfirman, “Apakah belum sampai kepadamu berita orangorang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang setelah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.” (QS. Ibrâhim [14]: 9) Orang-orang Arab Jahiliah bahkan seringkali menyebut sesuatu yang muncul lebih awal dengan sebutan (‫ )عادي‬atau ‘âdy. Jika mendapati tradisi atau budaya yang tidak diketahui pencetusnya, mereka menyebutnya (‫ )عادية‬atau ‘âdiyah. Jika melihat bangunan yang sangat tua, mereka juga akan bilang, binâ’ ‘âdy. Dan, berikut ini penjelasan singkat mengenai masing-masing bangsa Arab tersebut: 



A. Arab Al-Baidah



 



1. 1.



‘Ad



Mereka adalah kaum yang lahir darinya seorang nabi bernama Hud as. Allah swt. berfirman, ‫ناوإنل ى نع اٍهد أننخ اقهيم قهنوددا نق انل ني ا نقينوم ايعقبقداوا ا تن‬ ‫ل نم ا نلقكيم إمين إنلٍهه نغيقرقه أننفال نتتققنونن‬ ‫إ‬ “Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) Hud, saudara mereka. Dia berkata, ‘Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?’” (QS. Al-A’râf [7]: 65) ‫أننل إإتن نع اددا نكنفقراوا نرتبقهيم أننل قبيعددا إلنع اٍهد نقينوإم قهنوٍهد‬ “Ingatlah, kaum ‘Ad itu ingkar kepada Tuhan mereka. Sungguh, binasalah kaum ‘Ad, umat Hud itu,” (QS. Hûd [11]: 60) Semua kaum ‘Ad mendapat azab dari Allah dan dibinasakan karena ingkar pada seruan Nabi Hud as. Hanya orangorang yang beriman pada Hud as. saja yang selamat hingga kemudian melahirkan generasi dan keturunan ‘Ad. Di antara orang-orang yang beriman pada Hud as. adalah Qîl, Nu’aim, Jalhamah, Luqman ibn ‘Ad dan Martsad ibn Sa’d.[8] Mereka kemudian eksodus keluar dari kota Iram menuju Tanah Arab, tepatnya di kota bernama AsySyahar. Nabi Hud as. sendiri makamnya ada di Hadhramaut.[9] 2.



Luqman



Beberapa sejarawan berbeda pendapat mengenai sosok Luqman ini. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah Luqman yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Tapi, sejarawan lain mengatakan bahwa Luqman ibn ‘Ad yang dimaksud sebagai Arab Al-Baidah ini bukanlah Luqman yang disebut dalam Al-Qur’an. Menurut Ats-Tsa’alabi, Luqman yang ada dalam Al-Qur’an adalah Luqman ibn Nahur saudara kandung Azar, ayahnya Nabi Ibrahim as. [10] Yang jelas, Luqman ibn ‘Ad ini adalah generasi kedua kaum ‘Ad yang dibinasakan Allah. Artinya, dari Luqman ibn ‘Ad ini kemudian lahir bangsa ‘Ad kedua. 3. Tsamud



Nama Tsamud ini, sering disebut dalam Al-Qur’an bersamaan dengan nama ‘Ad. Biasanya, ia disebut setelah ‘Ad, tapi ada satu ayat yang menyebutnya lebih dahulu daripada ‘Ad yakni, ‫نكتذنبيت نثقمنوقد ناونع اد إب ايلنق اإرنعإة‬ “Kaum Samud, dan ‘Ad telah mendustakan hari Kiamat.” (QS. Al-Hâqqah [69]: 4) Nasabnya Tsamud adalah Tsamud ibn Jatsir ibn Katsir ibn Iram ibn Sam ibn Nuh as.[11] Mereka ketika itu tinggal di Hijaz, di daerah Daumatu Al-Jandal dan Al-Hijr.[12] Letak Al-Hijr adalah antara Syam dan Hijaz.[13] 4.



Thasmin dan Jadis



Thasmin ibn Lawadzan ibn Iram adalah kaum yang sulit diungkap dengan jelas oleh sejarawan karena kurangnya referensi. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Thasmin sebenarnya tidak ada. Namun, sebagian besar sejarawan sepakat bahwa Thasmin dan Jadis adalah bangsa Arab Al-Baidah yang pernah tinggal di Tanah Arab. Thasmin dan Jadis ini dahulu tinggal di Al-Yamamah.[14] 5.



Umaima



Mereka tinggal di tempat bernama Ardh Ar-Raml, tepatnya antara Asy-Syahar dan Al-Yamamah.[15] Atau, menurut Ibnu Qutaibah Ad-Dinuri, Umaima tinggal di Persia dan semua bangsa Persia adalah keturunan Umaima. [16] Umaima dan Thasmin adalah orang-orang terdahulu yang sudah menggunakan bahasa Arab.[17] Begitu juga kaum-kaum lain dari bangsa Arab Al-Baidah. Hanya saja, seperti Arab Al-Baidah lainnya, Umaima ini juga punah karena diterjang badai.[18] Hanya sedikit yang tetap hidup, mereka adalah kaum baru yang kemudian disebut dengan An-Nasnâs.[19] 6.



‘Abîl



‘Abîl ini, dalam Târîkh Ibn Khaldun disebut sebagai saudara kandung ‘Ad ibn ‘Ush. Mereka tinggal di Juhfah, antara Mekah dan Madinah. Mereka kemudian punah karena tertimpa bencana banjir bandang.[20] Sebelumnya mereka tinggal di Madinah. Tapi, mereka diusir oleh kaum Al-‘Amaliq.[21] ‘Abîl sendiri adalah nenek moyang Yatsrib ibn Faniyah yang kemudian mendirikan kota yang sekarang kita sebut dengan Madinah.[22] 7.



Jurhum Al-Ûlâ



Perlu diketahui bahwa Jurhum Al-Ûlâ ini berbeda dengan Jurhum yang menjadi besan Isma’il as. Jurhum yang menjadi besan Isma’il as. adalah Jurhum Ats-Tsâniyah.[23] Jurhum Al-Ûlâ adalah Arab Al-Baidah yang memiliki nasib sama dengan Arab Al-Baidah yang lain yakni punah dari muka bumi. Mereka hidup di zaman ‘Ad, Tsamud dan ‘Amaliq. Sedangkan Jurhum Ats-Tsaniyah adalah saudara Ya’rub Al-Qahthani. Ya’rub Al-Qahthani tinggal di Yaman, sedangkan Jurhum Al-Qahthani tinggal di Hijaz.[24] Para sejarawan berpendapat bahwa mereka tinggal di Mekah. [25] Tapi, baik Jurhum Al-Ûlâ maupun Jurhum Ats-Tsaniyah, mereka sama-sama bangsa yang berbahasa Arab. 8.



‘Amâliq



Ibunya ‘Amaliq bernama Jalhamah Ibnatu Al-Khaibari. Menurut Ath-Thabari, Jalhamah termasuk salah satu dari 70 orang yang beriman pada Hud as. yang eksodus dari ‘Ad sebelum kaumnya ‘Ad ditimpa azab dan halâk.[26] Jika dikaji lebih dalam, sebenarnya ‘Amaliq ini sama dengan Jurhum yakni terbagi dua, ada ‘Amaliq Al-Ûlâ dan ada ‘Amaliq Ats-Tsaniyah. Amaliq Al-Ûlâ adalah anak dari Jalhamah Ibnatu Al-Khaibari seperti yang dijelaskan Ath-Thabari. Mereka tinggal di tempat yang letaknya antara Kan’an dan Mesir.[27] Dan, istilah ‘Amaliq Al-Ûlâ ini sebenarnya sudah disinggung oleh Al-Hamdani dalam kitabnya, Al-Iklîl.[28] Menurut Ibnu Qutaibah, sebagian dari mereka tinggal di Mekah dan sebagian di Syam.[29] 9.



Hadhuran



Mereka juga disebut dengan Ashhabu Ar-Rass karena tinggal di daerah bernama Ar-Rass. Ada seorang nabi yang diutus pada kaum itu, beliau adalah Syu’aib ibn Dzi Mahra’.[30] Mereka adalah kaum yang membunuh nabi dan tinggal di Yaman.[31] Itulah biografi singkat Arab Al-Baidah. Mereka adalah bangsa Arab dan berbahasa Arab. Mereka berkali-kali mendapat azab karena kelalaian dan kesesatan yang mereka lakukan. Kebanyakan azab diturunkan kepada mereka adalah karena tidak mentaati seruan nabi-nabi dan menyembah berhala. Seperti namanya al-bâidah atau al-hâlikah



yang berarti lenyap. Namun, mereka tidak berarti punah sama sekali. Ada beberapa di antara mereka yang hidup dan kemudian berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain. Di wilayah barunya itu, mereka kemudian melahirkan generasi baru yang tentunya lebih baik—setelah belajar pada masa lalu mereka. Di wilayah barunya itu juga, di antara mereka ada yang kemudian dominan meski sebagai pendatang dan ada pula yang diusir. Untuk mengetahui lebih jelas tentang penyebaran mereka di Tanah Arab kami menyajikan peta wilayah pendudukan kabilah-kabilah Arab Al-Baidah. Meskipun tidak lengkap, tetapi dengan peta ini setidaknya ada sedikit gambaran kongkret tentang wilayah dan keberadaan mereka di Tanah Arab: 



B.



Arab Al-‘Aribah atau Al-Qahthaniah



Arab Al-‘Aribah adalah bangsa Arab asli kedua yang berbahasa Arab setelah Arab Al-Baidah yang punah dari muka bumi. Menurut sejarawan mereka bisa berbahasa Arab dari Arab Al-Baidah.[32] Arab Al-‘Aribah pada dasarnya adalah keturunan dari Qahthan ibn ‘Abir ibn Salikh ibn Arfakhsyad ibn Sam ibn Nuh as. Tapi, sebagian orang ada yang menjadikan Qahthan ini sebagai keturunan Ismail as. dan sejarawan tidak membenarkan hal itu. Hanya saja sejarawan memaklumi bahwa itu terjadi karena ingin dianggap bahwa di antara bangsa Qahthan ada yang menjadi nabi. Di antara keturunan Qahthan ini yang masyhur adalah Ya’rub, Hadhramaut, ‘Amman, dan Jurhum Ats-Tsaniyah. [33] Ya’rub menetap di Yaman, Hadhramaut tinggal di tempat yang sekarang bernama Hadhramaut, Amman tinggal di wilayah yang sekarang juga dinamai Amman dan Jurhum Ats-Tsaniyah menetap di Hijaz.[34] Qabilah Jurhum Ats-Tsaniyah itulah yang kemudian mempersatukan dua bangsa yakni antara Qahthaniyah dan ‘Adnaniyah. Nenek moyang ‘Adnaniyah yang awalnya menggunakan bahasa Ibrani, akhirnya belajar bahasa Arab melalui suku Jurhum Ats-Tsaniyah ini. Peristiwa percampuran dua bangsa itu dimulai ketika Ismail as. tumbuh dewasa dan menikah dengan salah satu putri pemimpin suku Jurhum yakni Ri’lah binti Madhadh ibn ‘Amru AlJurhumi. Dari pernikahan keduanya lahir 12 anak yakni Nabit, Qidar, Adbil, Mubsim, Musymi’, Dauma, Dawam, Masa, Haddad, Tsitsa, Yathur, dan Nafisy.[35] C. Arab Al-Musta’rabah atau Al-‘Adnaniah Bangsa Arab Al-Musta’rabah adalah keturunan Ismail as. atau sering disebut sebagai ‘Adnaniyah. Mereka adalah bangsa dari keturunan ‘Adnan, Nazar, dan Ma’add. Disebut dengan Al-Musta’rabah karena mereka berafiliasi dengan Arab Al-‘Aribah dengan cara pernikahan.[36] Pernikahan pertama kali yang mereka adakan dengan Arab Al-‘Aribah adalah antara Ismail as. dan Ri’lah binti Madhadh ibn ‘Amru Al-Jurhumi yang kemudian melahirkan 12 anak. Dua anak yang paling populer dan menghasilkan generasi terbanyak adalah Nabit dan Qidar. Mengenai nasab Arab Al-Musta’rabah ini, sejarawan berbeda pendapat satu sama lain. Bahkan, perbedaan mereka sangat tajam dan banyak. Hingga dalam menyebut nama orang saja, sejarawan berbeda antara satu dengan yang lain. Menariknya, perbedaan semacam ini tidak ada di nasab Qahthaniah. Tapi, sejarawan Arab generasi belakang memaklumi hal tersebut. Mengingat Arab Al-Musta’rabah ini awalnya berbahasa Ibrani—sedangkan Arab Al-‘Aribah memang dari awal adalah nenek moyang bangsa Arab yanag asli—sehingga perbedaan bahasa dalam menyebut nama adalah hal yang lumrah. Meskipun begitu, tetap ada penyebutan nama yang benar. Untuk menyelesaikan polemik antara sejarawan ini kuncinya adalah yang penting urutan nasab sampai Ma’ad ibn ‘Adnan ini benar. Sebab, sampai di Ma’ad ibn ‘Adnan ini sejarawan tidak berbeda dalam penyebutan nama dan urutan nasabnya. Adapun ‘Adnan ke atas dengan urutan bagaimanapun dan penyebutan nama bagaimanapun, intinya berhenti di Isma’il ibn Ibrahim as. Menurut Ibnu ‘Asakir dan Ibn Sa’d, Nabi saw. sendiri tidak pernah melanjutkan nasabnya melebihi Ma’ad ibn ‘Adnan. Setiap kali sampai di Ma’ad ibn ‘Adnan beliau berhenti dan berkata, “Orang-orang ahli nasab itu banyak yang berbohong (dengan nasab yang mereka buat hingga sampai pada Adam as.[37]) kemudian membaca ayat (yang artinya sebagai) berikut, ‘Serta banyak (lagi) generasi di antara (kaum-kaum) itu.’” Lalu, bagaimana kisah terjadinya musta’rabah itu? Berikut ini kisahnya: C.1. Kisah Lahirnya Arab Al-Musta’rabah Nabi Ibrahim awalnya tumbuh dewasa di negeri Irak. Ayahnya adalah seorang pengrajin kayu yang ahli membuat patung yang ketika itu menjadi sesembahan masyarakat di sana. Tapi, meski Ibrahim sering membantu sang ayah mengukir patung-patung sesembahan, ia tidak tertarik untuk menyembahnya. Hingga ketika beranjak dewasa, Nabi Ibrahim menyelinap ke dalamrumah ibadah kaumnya dan menghancurkan semua patung yang ada di dalamnya, kecuali patung yang paling besar. Ketika ia ditanya penduduk negeri tersebut, “Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?” (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” (QS. Al-Anbiyâ’ [21]: 62-63)



Para penyembah berhala itu pun marah mendengar jawaban Ibrahim. Lalu, menghukum Ibrahim dan membakarnya di dalam api unggun yang besar. Tetapi, Allah swt. menjadikan api tersebut dingin dan Dia menyelamatkan Nabi Ibrahim. Setelah itu, Nabi Ibrahim pun pergi menyelamatkan diri ke Palestina bersama istrinya Sarah. Tidak lama kemudian, Nabi Ibrahim melanjutkan perjalanannya ke Mesir yang ketika itu diperintah oleh raja-raja Haksus (‘Amaliq). Di antara raja-raja itu ada yang memiliki kebiasaan merampas istri-istri yang cantik setelah terlebih dahulu membunuh suami mereka. Oleh karena itu, Ibrahim as. mengaku pada orang-orang bahwa Sarah adalah saudara perempuannya dan akhirnya ia selamat dari pembunuhan. Tapi, sang raja tetap mengambil Sarah dari Ibrahim. Hingga suatu ketika datanglah pertolongan Allah pada Ibrahim. Sang raja bermimpi bahwa Sarah tiada lain adalah istri Ibrahim. Tidak seperti biasanya, sang raja tiba-tiba menyesali perbuatannya dan mengembalikan Sarah pada Ibrahim. Bahkan, sang raja memberi Ibrahim as. banyak hadiah, termasuk di antara hadiahnya adalah seorang budak perempuan bernama Hajar.[38] Sarah yang tak kunjung melahirkan seorang anak, didorong oleh naluri keibuannya akhirnya meminta Ibrahim untuk menggauli Hajar agar mendapatkan seorang anak yang dapat membuatnya bahagia. Dari Hajar lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Ismail. Tidak lama kemudian Sarah pun melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ishak.[39] Ibrahim mencurahkan kasih sayang yang sama pada kedua putranya. Hal ini membuat Sarah marah karena suaminya memperlakukan sama antara anak seorang budak dengan anaknya sebagai wanita merdeka. Sarah mendesak Ibrahim agar membawa Hajar pergi jauh darinya. Maka Ibrahim pergi meninggalkan Palestina menuju Hijaz. Akhirnya, sampailah ia di sebuah lembah dan menetap di sana. Lembah itu tandus dan tidak ditumbuhi tanaman. Lembah itu biasa digunakan kafilah sebagai tempat istirahat dalam perjalanan dagang mereka. Ini seperti penjelasan Imam Ath-Thabari yang berkata, “Dan Allah mewahyukan kepada Ibrahim untuk pergi menuju Mekah. Saat itu, di Mekah tidak ada rumah (sama sekali).”[40] Di sanalah, Ibrahim meninggalkan putranya yakni Ismail dan ibunya, Hajar, dengan membekali mereka sedikit makanan dan minuman. Sedangkan, ia kembali ke Palestina, tempat Sarah dan Ishak tinggal. Al-Mas’udi berkata, “Ketika Ibrahim meninggalkan putranya, Ismail, dan ibunya, Hajar, di Mekah, ia menyerahkan nasib keduanya pada sang Maha Pencipta. Ia mengikuti petunjuk wahyu dari Allah bahwasanya ia menemukan sebuah lembah yang tidak ditumbuhi tanaman dan tempat itu adalah tanah tinggi yang berwarna merah. Maka Ibrahim menyuruh Hajar untuk membuat kemah dan menetap di sana bersama Ismail.”[41] Ketika bekal yang diberikan Ibrahim habis dan tangisan Ismail semakin keras, Hajar khawatir putranya akan mati kehausan dan kelaparan. Ia pun pergi mencari air, berlari antara Shafa dan Marwa sampai 7 kali bolak-balik. Akhirnya, ia kembali melihat kondisi Ismail yang sedang menggerak-gerakkan kakinya di tanah. Tiba-tiba, air memancar dan muncullah sumur Zam-zam. Imam Ath-Thabari mengatakan bahwa ketika itu, Allah swt. mengutus malaikat Jibril untuk memancarkan sumur tersebut sekaligus memberi kabar gembira pada Hajar bahwa kelak Nabi Ibrahim akan kembali menemui mereka guna membangun Ka’bah. Imam Thabari berkata, “Jibril berkata kepada Hajar, ‘Jangan takut penduduk negeri ini akan kekurangan air. Sebab, sumur ini adalah mata air untuk minum tamu-tamu Allah. Dan, bapak anak ini (Ibrahim) akan datang dan mereka berdua (Ibrahim dan Ismail) akan membangun baitullâh.”[42] Suatu ketika, kabilah Jurhum Ats-Tsaniyah melintasi lembah tersebut. Mereka heran melihat burung-burung terbang bergerombol di langit, tepat di atas lokasi tersebut. Itu pertanda bahwa di daerah tersebut ada air. Mereka heran karena sering melewati lokasi tersebut dan itu hanya daerah gersang dan tandus. Lalu, kabilah itu melihat lokasi dan mereka bertemu dengan Hajar bersama putranya. Akhirnya, mereka pun minta izin untuk tinggal di dekat sumur tersebut pada Hajar. Hajar pun mengizinkan.[43] Dari situ, kemudian Nabi Ismail tumbuh dewasa di tengah-tengah kabilah Jurhum Ats-Tsaniyah. Dari mereka ia belajar Bahasa Arab. Al-Mas’udi berkata, “Ketika Hajar mengizinkan kabilah Jurhum (Ats-Tsaniyah) untuk tinggal, mereka lalu menemui anggota keluarga yang masih di belakang dan menceritakan pada mereka bahwa ada sumber air. Anggota keluarga mereka pun menyusul dan tinggal di lembah tersebut tanpa khawatir kekurangan air. Lembah itu, kemudian berubah menjadi daerah yang penuh dengan gairah kehidupan dan bersinar karena cahaya kenabian. Lokasi itu, kini adalah baitullâh al-haram. Di sana, Nabi Ismail tumbuh dewasa dan berbicara dengan bahasa Arab, bahasa yang berbeda dengan bahasa bapaknya (Ibrani).”[44] Dari sinilah generasi Arab AlMusta’rabah bermula. Mereka adalah keturunan Ismail as. ke bawah, termasuk di antaranya adalah Nabi Muhammad saw. Meskipun Arab Al-Musta’rabah ini bukan Arab sejati, namun dari Ismail as. inilah bahasa Arab yang fasih bermula.[45] Itu artinya, bahasa Arab dari Arab Qahthaniah belum mapan, baru kemudian disempurnakan oleh bangsa ‘Adnaniah. Mereka (Qahthaniah dan ‘Adnaniah) dua bangsa yang menjadi pionir kelahiran bangsa Arab



yang saling menyempurnakan. Meski satunya asli dan satunya campuran, tetapi keduanya adalah induk bangsa Arab masa kini. Selanjutnya, untuk memudahkan pemahaman terhadap nasab-nasab bangsa Arab di atas, berikut kami sajikan bagan-bagan pohon nasab. Mulai dari pohon nasab Al-Qahthaniah, ‘Adnaninah dan Quraisy: NEGERI-NEGERI ARAB Berdasarkan wilayah kekuasaan Arab terbagi menjadi tiga bagian yakni Arab As-Sa’idah (Arabia Felix), Arab AlHijriah (Arabia Petreae) dan Arab Ash-Shahrawiah (Arabia Deserta).[46] Ini adalah pembagian Tanah Arab berdasarkan kekuasaan politik yang batas-batasnya berubah-ubah. Meski berubah-ubah, tapi ada batasan yang tetap bahwa Arab As-Sa’idah adalah adalah Saudi Arabia, Yaman, Oman, Qatar dan Emirat Arab. Sedangkan, Arab AshShahrawiyah adalah Irak. Adapun Arab Al-Hijriah adalah Jordan. Adapun Jazirah Arab sendiri yakni Arab As-Sa’idah terbagi menjadi lima wilayah yaitu Tihamah, Yaman, Al-‘Arudh, Al-Yamamah dan Najd (Qalb Al-Jazirah atau The Hearth of Arabia).[47] Penjelasan mengenai pembagian wilayah ini akan lebih mudah dengan dibantu peta di atas. SEJARAH BAHASA ARAB Bahasa Arab adalah bahasa yang sangat kaya ragam. Bahkan jika dirunut ke belakang, bahasa Arab memiliki hubungan dan percampuran dengan bahasa-bahasa kuno non-Arab. Tapi, hampir semua sejarawan sepakat bahwa bahasa Arab yang ada saat ini, pertama kali diucapkan oleh Ya’rub ibn Faligh ibn Qahthan. Adapun bahasa nenek moyang Ya’rub ibn Faligh ibn Qahthan yakni dari ‘Abir hingga Sam ibn Nuh as. adalah bahasa Siryani—yang mana bahasa ini juga memiliki sejarah dan perkembangan sendiri. Berabad-abad lamanya sebelum Ismail as. lahir, sebelum ada kota Mekah, bahasa Arab sudah berkembang di Yaman[48]—jika dilihat di peta, Yaman adalah Jazirah Arab bagian selatan. Namun, bahasa Arab sendiri memiliki perkembangan. Dahulu, di awal-awal kemunculannya bahasa Arab masih belum sempurna. Bahasa Arab mulai sempurna justru setelah terjadi percampuran dengan bangsa yang berbahasa Ibrani yakni Ismail ibn Ibrahim as.[49] Setelah masa Ismail as., bahasa Arab terus mengalami perkembangan dan di sisi lain perbedaan dalam pengucapan dan tata bahasa terus bertambah. Pengucapan orang-orang Arab bagian selatan berbeda dengan berbeda dengan orang-orang Arab bagian barat. Perbedaan bahasa mereka bahkan jauh dari bahasa standar Al-Qur’an.[50] Ketika itu, memang belum ada kesepakatan bersama antara tokoh-tokoh bahasa Arab untuk menciptakan satu kaidah standar bagi bahasa Arab. Bahasa Arab justru menjadi lebih sempurna dan tidak banyak mengalami perubahan setelah Al-Qur’an turun. Bisa dikatakan, Al-Qur’an adalah kitab suci yang menggugah dan menyinergikan bangsa Arab untuk membuat satu kaidah utuh tentang bahasa Arab (bilisânin ‘arabiyim mubîn). Sebelum Al-Qur’an turun, sebelum lahir ilmu Nahwu, bahasa Arab berkembang sendiri-sendiri di setiap wilayah. Hingga menurut Imam AthThabari, saking banyaknya ragam, susah untuk menghitung dialek bahasa Arab.[51] Bahkan setelah bahasa Arab mapan pun masih terjadi perbedaan, namun tidak lepas dari 7 bentuk, pertama, perbedaan lafadz dengan makna sama seperti antara ‫العهن‬dan ‫الصنوف‬. Kedua, perbedaan huruf seperti ‫الت ابنوت‬dan ‫الت ابنوه‬. Ketiga, taqdîm dan ta’khîr dalam kalimat seperti ‫ سلب زيد ثنوبه‬dengan ‫سلب ثنوب زيد‬. Keempat, bertambah atau berkurang huruf seperti ‫ نفال نتقك‬. Kelima, perbedaan harakat. Keenam, perbedaan i’rab. Ketujuh, at-tafkhîm dan al-imâlah.[52] Berikut ini bagan yang menggambarkan posisi bahasa Arab di antara bahasa-bahasa yang ada di dunia: Dari bagan di atas kita dapat memetik kesimpulan bahwa Arab adalah salah satu dari rumpun bahasa Semit (Samiyah). Bahasa Semit sendiri menurut beberapa sejarawan merupakan cabang dari bahasa Afro-Asiatik. Rumpun bahasa Semit terbagi menjadi 2 yaitu, Lughât Asy-Syarqiyah dan Lughât Al-Gharbiyah. Lughât AsySyarqiyah adalah bahasa Akkadia yang terdiri dari bahasa Asyuria dan bahasa Babilonia. Sedangkan Lughât AlGharbiyah terbagi menjadi dua yaitu Al-Gharbiyah Asy-Syimaliyah dan Al-Gharbiyah Al-Janubiyah. AlGharbiyah Asy-Syimaliyah terbagi lagi menjadi dua yaitu Al-Iramiyah—termasuk di dalamnya bahasa Siryaniyah —dan Al-Kan’aniyah. Sedangkan, Al-Gharbiyah Al-Janubiyah terbagi menjadi dua juga yakni Al-Atsbubiyah dan Al-‘Arabiyah. Di sinilah letak bahasa Arab di antara bahasa-bahasa Semit atau Samiyah.[53] Selanjutnya, bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu bahasa Arab Selatan dan bahasa Arab Utara. Bahasa Arab Selatan disebut juga bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab Tenggara. Selain Bahasa Himyaria yang termasuk Bahasa Arab Selatan adalah Bahasa Saba’ia, Ma’inia dan Qatbania. Sedangkan bahasa Arab Utara merupakan bahasa wilayah tengah Jazirah Arab dan Timur Laut. Dahulunya mereka menggunakan Bahasa Arab



Al-Baidah yang sudah punah dan kini mereka menggunakan bahasa Arab Fushhâ yang hingga kini dan masa-masa yang akan datang tetap dipakai karena Al-Qur’an turun dan menggunakan bahasa ini. Tapi, bahasa Arab Fushhâ sendiri mengalami penyebaran yang demikian luas dengan dialek yang beranega ragam. Terlepas dari berbagai macam perbedaan pendapat sejarawan mengenai bahasa Arab, yang jelas dia adalah bahasa pertama yang digunakan Adam as. Kemudian, seiring berjalannya waktu, bahasa Arab mengalami perubahan. Perubahan pertama adalah ke bahasa Siryani. Bahkan Al-Mas’udi berpendapat bahwa perbedaan antara bahasa Arab yang digunakan Adam dengan bahasa Siryani sangatlah sedikit.[54] RUTE DAGANG BANGSA ARAB Dilihat dari sisi ekonomi, Arab adalah negara yang memiliki letak geografis sangat strategis. Saking, strategisnya Jazirah Arab banyak raja-raja Romawi yang ingin menguasa Arab. Dan, memang sejak zaman kuno Arab adalah pusat perdagangan internasional. Dulu di zaman kaum ‘Ad, rub’ Al-Khali adalah pusat perdagangan di Tanah Arab. Ia ada di tengah-tengah negara-negara besar dengan peradaban maju. Di timur laut ada Persia, di barat laut Romawi dan Mesir, di barat daya, seberang lautan adalah Ethiopia, dan di selatan ada Samudera Hindia. Sejak zaman dahulu Arab adalah jalur utama perniagaan antara dua kerajaan besar yaitu Romawi dan Persia. Ada dua jalur transportasi darat perniagaan di Jazirah Arab yakni jalur timur—bermula dari Yaman dan berakhir di Irak —dan jalur barat. Orang-orang Persia dan India menggunakan jalur ini. Sesampainya di Irak mereka lantas melanjutkan perjalanan darat melewati Syam menuju Mesir. Sedangkan di jalur barat, pada pedagang akan melewati Hijaz.[55] Pedagang yang memanfaatkan tanah Arab sebagai jalur transportasi adalah orang-orang dari Etiopia, India dan Persia. Dan, jika kita lihat peta jalur perniagaan di Tanah Arab, seolah banyak sekali lintasan-lintasan, baik dari Persia maupun dari India dan Etiopia. Mereka begitu leluasa menggunakan daratan Arab ini untuk jalur transportasi setelah sebelumnya menyeberangi samudra. Arab adalah jalur yang memanjakan saudagar-saudagar dunia yang ingin menjajakan dagangannya ke negeri seberang. Namun, tidak berarti kondisi nyaman itu selamanya dinikmati oleh kaum pedagang. Ada saat tertentu, dimana mereka sama sekali tidak bisa memanfaatkan jalur di Tanah Arab, baik yang di barat maupun di timur. Itu tepatnya saat terjadi peperangan besar. Dalam kondisi ini, saudagar lebih banyak yang berhenti berdagang, menunggu peperangan usai. PENUTUP Itulah sekilas tentang sejarah bangsa Arab. Para sejarawan sudah menulis tentang sejarah bangsa Arab dan menghabiskan berjilid-jilid kitab. Bahkan, dengan tumpukan buku mereka, seolah sejarah bangsa Arab belum terbuka sepenuhnya. Masih banyak kisah yang belum terkuak dan peristiwa yang belum kita ketahui. Jadi, bangsa Arab adalah bangsa yang sangat besar dan memiliki sejarah panjang hingga nabi-nabi terdahulu. Itu artinya, tidaklah cukup menjelaskan sejarah bangsa Arab hanya dengan makalah kecil ini. Oleh sebab itu, mohon maaf jika dalam makalah ini masih banyak kekurangan baik dari materi maupun yang lainnya. Harapan besar pemakalah, semoga tulisan ini bermanfaat. DAFTAR PUSTAKA Abdurrauf Al-Minawi, At-Taisîr Bisyarhi Al-Jâmi’ Ash-Shagîr, (Riyadh: Maktabah Al-Imam Asy-Syafi’i, 1988) Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir, Târîkh Ar-Rusul wa Al-Mulûk, (Mesir: Dar Al-Ma’arif, 1960) ______, Târîkh Al-Umam wa Al-Mulûk, (Kairo: Dar Al-Ma’ârif, t. th) ______, Jâmi’ Al-Bayân fî Ta’wîl Al-Qur’ân, (Mesir: Muassasah Ar-Risâlah, 2000) Al-Baladzuri, Al-Imam Abu Al-Hasan, Ansâb Al-Asyrâf, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1996) Al-Hamdani, Al-Iklîl, (Beirut: Dar Al-Fikr, t. th) Al-Kharbuthli, Ali Husein, Târîkh Ka’bah, (Beirut: Dar Al-Jail, 2004) Al-Mas’udi, Murûj adz-Dzahab wa Ma’âdin Al-Jauhar, (Kairo: Dar Ar-Raja’, t.th) ______, Akhbâr Az-Zamân, (Beirut: Dar Al-Andalus, 1951)



Al-‘Umari, Ibnu Fadhlilah, Masâlik Al-Abshâr fi Mamâlik Al-Amshâr, (Mesir: Dar al-Kutub, t. th) Al-Qalqalsyandi, Ahmad ibn ‘Ali, Subh Al-A’sya fi Shina’ati Al-Insya, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1987) Husein Muannis, Athlas Târîkh Al-Islâm, (Kairo: Az-Zahra for Arab Mass Media, 1987) Ibnu Al-Atsir, Al-Kâmil fi At-Târîkh, (Beirut: Dar Al-Fikr, t. th) Ibnu Al-Jauzy, At-Tabshirah, (Beirut: Dar Al-Fikr, t. th) Ibnu Al-Wardi, Târîkh ibn Al-Wardi, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1996) Ibnu Katsir, Al-Mukhtashar fi Akhbâr Al-Basyar (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Lubnan, 1970) ______, Al-Bidayah wa An-Nihâyah, (Beirut: Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, 1988) Ibnu Khaldun, Târîkh ibn Khaldûn, (Beirut: Dar Ihya’ At-Turats, t. th) Ibnu Manzhur, Lisân Al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir, t. th.) Ibnu Qutaibah Ad-Dinuri, Al-Ma’ârif, (Mesir: Dar Al-Hadits, 1998) Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, (Madinah: Dar As-Saqi, 2001)



[1] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, (Madinah: Dar As-Saqi, 2001) Jil. II. Hal. 160. [2] Al-Imam Abu Al-Hasan Al-Baladzuri, Ansâb Al-Asyrâf, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1996) Jil. I. Hal. 10. [3] Ibnu Manzhur, Lisân Al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir, t. th.) Jil. I. 586-587. [4] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 296. [5] Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir Ath-Thabari, Târîkh Ar-Rusul wa Al-Mulûk, (Mesir: Dar Al-Ma’arif, 1960) Jil. I. Hal. 618-626. [6] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 295. [7] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. II. Hal. 70. [8] Ibnu Al-Jauzy, At-Tabshirah, Al-Majlis Al-Khamis fi Qishshati ‘Âd. jil. I. Hal. 60. [9] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 311. [10] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 316. [11] Ahmad ibn ‘Ali Al-Qalqalsyandi, Subh Al-A’sya fi Shina’ati Al-Insya, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1987) Jil. I. Hal. 313. [12] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 326. [13] Al-Mas’udi, Murûj adz-Dzahab wa Ma’âdin Al-Jauhar, jil. I. Hal. 15. [14] Al-Mas’udi, Akhbâr Az-Zamân, (Beirut: Dar Al-Andalus, 1951) Hal. 104. [15] Ibnu Al-Atsir, Al-Kâmil fi At-Târîkh, Bab Dzikru Dzurriyati Nuh ‘Alaihis Salâm, (Beirut: Dar Al-Fikr, t. th) Jil. I. Hal. 25. [16] Ibnu Qutaibah Ad-Dinuri, Al-Ma’ârif, hal. 6. [17] Ibnu Al-Atsir, Al-Kâmil fi At-Târîkh, Bab Dzikru Dzurriyati Nuh ‘Alaihis Salâm, jil. I. Hal. 25.



[18] Ibnu Khaldun, Târîkh ibn Khaldûn, (Beirut: Dar Ihya’ At-Turats, t. th) Jil. II. Hal. 8. [19] Ibnu Al-Atsir, Al-Kâmil fi At-Târîkh, Bab Dzikru Dzurriyati Nuh ‘Alaihis Salâm, jil. I. Hal. 25. [20] Ibnu Khaldun, Târîkh ibn Khaldûn, jil. II. Hal. 21. [21] Ibnu Fadhlilah Al-‘Umari, Masâlik Al-Abshâr fi Mamâlik Al-Amshâr, (Mesir: Dar al-Kutub, t. th) Hal. 34. [22] Ibnu Khaldun, Târîkh ibn Khaldûn, jil. II. Hal. 286. [23] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 345. [24] Ibnu Katsir, Al-Mukhtashar fi Akhbâr Al-Basyar, Bab Mulûk Al-‘Arab Qabla Al-Islam (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Lubnan, 1970) Jil. I. Hal. 46. Lihat juga, Ibnu Al-Wardi, Târîkh ibn Al-Wardi, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1996) Jil. I. Hal. 62. [25] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 345. [26] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihâyah, (Beirut: Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, 1988) Jil. I. Hal. 145. [27] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. II. Hal. 87. [28] Al-Hamdani, Al-Iklîl, Bab Banu ‘Amru ibn Hamdan, hal. 2. [29] Ibnu Qutaibah Ad-Dinuri, Al-Ma’ârif, hal. 6. [30] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 347. [31] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 349. [32] Muhammad Suhail, Târîkh Al-‘Arab Qabla Al-Islâm, (Beirut: Dar An-Nafa’is, 2009) Hal. 30. [33] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. II. Hal. 9. [34] Ibnu Khaldun, Târîkh ibn Khaldûn, jil. II. Hal. 47. [35] Ath-Thabari, Târîkh Al-Umam wa Al-Mulûk, jil. I. Hal. 221. [36] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. II. Hal. 26. [37] Abdurrauf Al-Minawi, At-Taisîr Bisyarhi Al-Jâmi’ Ash-Shagîr, (Riyadh: Maktabah Al-Imam Asy-Syafi’i, 1988) Jil. II. Hal. 471. [38] Ali Husein Al-Kharbuthli, Târîkh Ka’bah, (Beirut: Dar Al-Jail, 2004) Hal. 32. [39] Ali Husein Al-Kharbuthli, Târîkh Ka’bah, hal. 32. [40] Ath-Thabari, Târîkh Al-Umam wa Al-Mulûk, (Kairo: Dar Al-Ma’ârif, t. th) Jil. I. Hal. 179. [41] Al-Mas’udi, Murûj adz-Dzahab wa Ma’âdin Al-Jauhar, (Kairo: Dar Ar-Raja’, t.th) Jil. I. Hal. 227. [42] Ath-Thabari, Târîkh Al-Umam wa Al-Mulûk, jil. I. Hal. 181. [43] Ali Husein Al-Kharbuthli, Târîkh Ka’bah, hal. 34. [44] Ath-Thabari, Târîkh Al-Umam wa Al-Mulûk, jil. I. Hal. 48. [45] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihâyah, jil. I. Hal. 138. [46] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 163. [47] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 167-181.



[48] Ibnu Katsir, Al-Mukhtashar fi Akhbâr Al-Basyar, Bab Mulûk Al-‘Arab Qabla Al-Islam, jil. I. Hal. 46. [49] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihâyah, jil. I. Hal. 138. [50] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. XVI. Hal. 197. [51] Ath-Thabari, Jâmi’ Al-Bayân fî Ta’wîl Al-Qur’ân, (Mesir: Muassasah Ar-Risâlah, 2000) Jil. I. Hal. 21. [52] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. XVI. Hal. 203. [53] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 225-228. [54] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 256. [55] Husein Muannis, Athlas Târîkh Al-Islâm, (Kairo: Az-Zahra for Arab Mass Media, 1987) Hal. 383-392. http://yusnighazali.wordpress.com/



Sejarah Bangsa Arab Sebelum Islam Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah. Di samping juga didorong oleh faktor cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat Islam,dan bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan di antaranya Saba', Ma'in dan Qutban serta Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman. Di sisi lain, kenyataan bahwa al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan diturunkan dalam konteks geografis Arab, mengimplikasikan sebuah asumsi bahwa suatu pemahaman yang komprehensif terhadap al-Qur'an hanya mungkin dilakukan dengan sekaligus melacak pemaknaan dan pemahaman pribadi, masyarakat dan lingkungan mereka yang menjadi audiens pertama al-Qur'an, yaitu Muhammad dan masyarakat Arab saat itu dengan segala kultur dan tradisinya. Dan untuk memiliki pengertian yang sebenar-benarnya tentang asal mula Islam, maka satu hal yang perlu diketahui adalah bagaimana keadaan Arab sebelum adanya Islam, Muhammad, dan sejarah Islam terdahulu. Dalam penjelasan makalah berikut akan membahasa dan memecahkan masalah-masalah yang kami rumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana geografi jazirah Arab sebelum Islam 2. Bagaimana Bangsa Arab dan Struktur masyarakatnya sebelum Masuknya Islam kesana 3. Bagaimana agama bangsa Arab sebelum Islam 4. Bagaimana Pemerintahan dan kebudayaan bagsa Arab Pra-Islam. Geografis Jazirah Arab Pra-Islam Jazirah arab menjelang kelahiran islam diapit oleh dua kerajaan besar yaitu Romawi Timur di sebelah barat sampai ke laut Adriatik dan Persia di sebelah timur sampai ke sungai Dijlah. Kedua kerajaan besar itu disebut hegemoni di wilayah sekitar Timur Tengah. Sebenarnya Jazirah Arab bebas dari pengaruh kedua kerajaan tersebut, kecuali daerah-daerah subur seperti: Yaman dan daerah-daerah sekitar teluk Persia. Wilayah jazirah arab di teluk Persia termaksud daerah kekuasaan kerajaan Persia. Dengan demikian daerah hijau bebas dari pengaruh-pengaruh politik dan budaya dari luar. Islam yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Nabi Saw di Mekkah dan di Madinah adalah agama yang murni, tidak dipengaruhi baik oleh perkembangan agama-agama yang ada di sekitarnya maupun kekuasaan politik yang meliputinya. Jazirah Arab berbentuk empat persegi panjang, yang sisinya tidak sejajar. Di sebelah barat terbatas dengan lautan merah, di sebelah selatan dengan laut arab, di sebelah timur dengan teluk arab (Persia) dan di sebelah utara dengan gurun pasir Irak dan Syiria. Kemudian Jazirah Arab ini terbagi kepada bagian tengah yang terdiri dari padang pasir dan gurun-gurun yang jarang penduduknya dan bahagian tepi merupakan sebuah pita kecil yang melingkari bagian tengah dan subur daerahnya dan banyak kota yang ada seperti: Bahrain, Oman. Bagian tengah, terbagi kepada bagian utara di sebut dengan Nejedan bagian selatan di sebut dengan al-Ahkaf yang jarang penduduknya karena itu disebut dengan al-Rub al-Khalli.



Jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau. Jadi "Jazirah Arab" berarti "pulau Arab". Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu dengan "Shibhul Jazirah" yang dalam bahasa Indonesia berarti "Semenanjung". Dilihat dari peta, Jazirah Arab berbentuk persegi panjang yang sisi-sisinya tidak sejajar. Batasan-batasan alam yang membatasi Jazirah Arab adalah : - Di bagian barat:berbatasan dengan Laut Merah. - Di bagian timur:berbatasan dengan Teluk Arab. - Di bagian utara:berbatasan dengan Gurun Irak dan Gurun Syam. - Di bagian selatan:berbatasan dengan Samudra Hindia. Jazirah Arab terbagi atas dua bahagian yaitu bagian tengah dan bagian tepi. Setiap bagian memiliki bentangan alam tersendiri. Bagian tengah terdiri dari daerah pegunungan yang amat jarang dituruni hujan. Di bagian tengah inilah orang Badui tinggal. Bagian tengah dari Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian yang lebih kecil yaitu: Bagian utara yang disebut Najed dan bagian selatan yang disebut Al-Ahqaf. Bagian selatan penduduknya amat sedikit. Karenanya bagian ini disebut Ar-Rab'ul Khali (tempat yang sunyi). Jazirah Arab bagian tepi merupakan sebuah pita kecil yang melingkari Jazirah Arab. Pada bagian tepi ini, hujan yang turun cukup teratur. Bagian tepi inilah yang didiami oleh orang atau penduduk kota. Sedangkan ahli –ahli ilmu purba membagia Jazirah Arab menjadi tiga bagian : 1. Arab Petrix, yaitu daerah-daerah yang terletek di sebelah barat daya lembah Syam. 2. Arab Deserta, yaitu daerah Syam sendiri. 3. Arab Felix, yaitu negeri Yaman yang terkenal dengan sebutan "Bumi Hijau". B. Asal usul masyarakat Arab Adapun beberapa suku yang tinggal di jazirah arab, yaitu : 1. Arab Ba'idah Yaitu bangsa arab yang telah musnah yaitu, orang-orang arab yang telah lenyap jejaknya. Jejak mereka tidak dapat diketahui kecuali hanya terdapat dalam catatan kitab-kitab suci. Arab Ba'idah ini termaksud suku bangsa arab yang dulu pernah mendiami Mesopotamia akan tetapi, karena serangan raja namrud dan kaum yang berkuasa di Babylonia, sampai Mesopotamia selatan pada tahun 2000 SM suku bangsa ini berpencar dan berpisah ke berbagai daerah, di antara kabilah mereka yang termaksud adalah: 'Aad, Tsamud, Ghasan, Jad. 2. Arab Aribah Yaitu cikal bakal dari rumpun bangsa Arab yang ada sekarang ini. Mereka berasal dari keturunan Qhattan yang menetap di tepian sungai Eufrat kemudian pindah ke Yaman. Suku bangsa arab yang terkenal adalah: Kahlan dan Himyar. Kerajaan yang terkenal adalah kerajaan Saba' yang berdiri abad ke-8 SM dan kerajaan Himyar berdiri abad ke-2 SM. 3. Arab Musta'ribah Yaitu menjadi arab atau peranakan disebut demikian karena waktu Jurhum dari suku bangsa Qathan mendiami Mekkah, mereka tinggal bersama nabi Ismail dan ibunya Siti Hajar. Nabi Ismail yang bukan keturunan Arab, mengawini wanita suku Jurhum. Arab Musta'ribah sering juga disebut Bani Ismail bin Ibrahim ismail (Adnaniyyun). Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa Caucasoid, dalam Subras Mediteranian yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabiyah dan Irania. Bangsa arab hidup berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang tumbuh secara sporadic di tanah arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan. Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk jazirah arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: Qathaniyun (keturunan Qathan) dan 'Adaniyun (keturuan Ismail ibnu Ibrahim as) Sistem Politik/Pemerintahan Bangsa Arab sebelum Islam Pada masyarakat arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya adalah system politiknya. Pada garis besarnya penduduk jazirah dapat dibagi berdasarkan territorial kepada dua bagian yaitu: 1. Penduduk kota (al-hadharah) yang tinggal di kota perniagaan jazirah Arabia, seperti Mekkah, Madinah. Kota



Mekkah merupakan kota penghubung perniagaan Utara dan selatan, para pedagang dengan khalifah-khalifah yang berani membeli barang dagangan dari India dan Cina di Yaman dan menjualnya ke Syiria di Utara. 2. Penduduk pedalaman yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Cara mereka hidup adalah nomaden, berpindah dari suatu daerah ke daerah lain, mereka tidak mempunyai perkampungan yang tetap dan mata pencaharian yang tepat bagi mereka adalah memelihara ternak, domba dan unta. Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster. Tradisi kehidupan gurun yang keras serta perang antar suku yang acap kali terjadi ini nantinya banyak berkaitan dalam penyebaran ide-ide Islami dalam al-Qur'an, seperti "jihad", "sabar", "persaudaraan" (ukhuwwah), persamaan, dan yang berkaitan dengan semua itu. Pada masa sebelum islam yamg diajarkan disebar luaskan ke bangsa Arab oleh Rasulullah Saw, orang arab sering kali terjali peperangan antar suku di antaranya dikenal dengan perang Fujjar karena terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan, kemuadian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus. Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Romawi Timur dengan ibu kota Konstantinopel merupakan bekas Imperium Romawi dari masa klasik. Pada permulaan abad ke-7, wilayah imperium ini telah meliputi Asia kecil, Siria, Mesir dan sebagian daeah Itali serta sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika Utara juga berada di bawah kekuasaannya. Saingan berat Bizantium dalam perebutan kekuasaan di Timur Tengan adalah persia. Ketika itu, imperium ini berada di bawah kekuasaan dinasti Sasanid (sasaniyah). Ibu kota persia adalah al-Madana'in, terletak sekitar dua puluh mil di sebalah tenggara kota Baghdad yang sekarang. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Irak dan Mesopotamia hingga pedalaman timur Iran dewasa ini serta Afganistan. Menjelang lahirnya Nabi Muhammad Saw, penguasaan Abisinia di Yaman – Abraham, atau lebih populer dirujuk dalam literatur Islam sebagai Abrahah – melakukan invasi ke Makkah, tetapi gagal menaklukkan kota tersebut lantara epidemi cacar (hujan kerikil) yang menimpa bala tentaranya, Ekpedisi ini -merujuk Al-quran dalam surat 105- pada prinsipnmya memiliki tujuan yang secara sepenuhnya berada di dalam kerangka politik internasional ketika itu. yaitu upaya Bizantyum untuk menyatukan suku-suku Arab di bawah pengaruhnya guna menantang Persia. sementara para sejarawan muslim menambahkan tujuan lain untuknya. Menurut mereka ekpedisi tersebutterjadi kira-kira pada 552- dimaksudkan untuk menghancurkan Ka'bah dalam rangka menjadikan gereja megah di San'a, yang dibangun Abrahah, sebagai pusat ziarah pusat keagamaan di Arabia. Dalam masyarakat arab terdapat organisasi clan (kabilah) sebagai intinya dan anggota dari satu clan merupakan geneologi (pertalian darah). Pemerintah di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, menurut para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab Bai'idah. Pada periode pertama dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al Romel yang terletak antara Oman dan Yaman, kaum Aad juga pernah mendirikan kerajaan antara Makkah dan Yastrib. Kemudian juga dikenal kerajaan dari kaum Tsamud mendiami daerah hijir dan wadi al-Kurro, antara Hijaz dan Syiria. Kemudian dikenal juga kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab Timur, Oman Hijaz mereka juga ke Mesir dan Syiria. Pada periode Kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qhathan yang terkenal dengan kerajaan Madiniyah, kerajaan Sabaiyah dan kerajaan Himyariah. Bagian dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Mekkah, kota suci tempat ka'bah. Ka'bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut bangsa asli Makkah, tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya. Untuk mengamankan para penziarah yang datang ke kota Makkah diadakan pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa yaitu suku Jurhum dan Ismail sebagai pemegang kekuasaan ka'bah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke suku Khuza'ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku Quraisy ini kemudian yang memegang dan mengatur politik dan juga urusan urusan yang berkenaan dengan ka'abah. Ada sepuluh (10) jabatan tinggi yang dibagikan kepada kabilah dari suku Quraisy yaitu : 1. Hijabah (penjara kunci ka'bah) 2. Siqayah (penjara air mata Zam zam) 3. Diyat (Kekuasaan hakim sipil dan criminal)



3. Sifarah (kuasa usaha Negara atau duta) 3. Liwa (jabatan ketentaraan) 4. Rifadah (pengurus pajak bagi fakir miskin) 5. Nadwah (jabatan ketua dewan) 6. Khaimman (pengurus balai musyawarah) 7. Khazinah (jabatan administrasi keuangan) 8. Azlim (penjaga panah peramal) untuk mengetahui pendapat para dewa-dewa. Kehidupan Keagamaan Masyarakat Arab sebelum Islam Sebelum Islam penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, dan Jazirah Arab telah dihuni oleh beberapa ideolgi, keyakinan keagamaan. Bangsa Arab sebelum Islam telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun temurun sejak nabi Ibrahim as dan Ismail as. al-Qur'an menyebut agama itu dengan Hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi rezeki dan sebagainya. Kepercayaan yang menyimpang dari agama yang hanif disebut dengan Watsniyah, yaitu agama yang mempersyarikatkan Allah dengan mengadakan penyembahan kepada : o Anshab, batu yang memiliki bentuk o Autsa, patung yang terbuat dari batu o Ashnam, patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung yang tidak terbuat dari batu. Berhala atau patung yang pertama yang mereka sembah adalah : Hubal. Dan kemudian mereka membuat patungpatung seperti Lata, Uzza, Manata, dll. Tidak semua orang arab jahiliyah menyembah Watsaniyah ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi dan Masehi. Agama Yahudi dianut oleh bangsa Yahudi yang termaksud rumpun bangsa Samiah (semid). Asal usul Yahudi berasal dari Yahuda salah seorang dari dua belas putra nabi Yakub. Agama Yahudi sampai ke Jazirah Arab oleh bangsa Israel dari negeri Asyur. Mereka diusir oleh kerajaan Romawi yang beragama Masehi dan bangsa Asyur ini berangsur-angsur mendiami Yastrib (Madinah) dan sekitarnya dan mereka menyebarkan agama Yahudi tersebut. Agama Masehi yang berkembang adalah : Sekte Yaqubiah yang mengatakan bahwa perbuatan dan iradat al – Masih adalah tabiat ketuhanan. Kaum Yaqubiah berkata bahwa persatuan ketuhanan dengan kemanusiaan pada diri al-Masih ialah sebagaimana air dimasukan ke dalam tuak, lalu menjadi jenis yang satu. Agama-agama yang ada pada saat itu antara lain : 1. Yahudi Agama ini dianut orang-orang Yahudi yang berimigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi Al Qura dan Taima' menjadi pusat penyebaran pemeluknya. Yaman juga dimasuki ajaran ini, bahkan Raja Dzu Nuwas Al Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani Al Haarits bin Ka'ab dan Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini. 2. Nashara (Kristen). Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan Al Munadzirah. Ada beberapa gereja besar yang terkenal. Misalnya, gereja Hindun Al Aqdam, Al Laj dan Haaroh Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab dan berdiri gereja di Dzufaar. Lainnya, ada yang di 'And dan Najran. Adapun di kalangan suku Quraisy yang menganut agama Nashrani adalah Bani Asad bin Abdil Uzaa, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taghlib dari kabilah Rabi'ah dan sebagian kabilah Qudha'ah. 3. Majusiyah Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Di antaranya, Zaraarah dan Haajib bin Zaraarah. Demikian juga Al Aqra' bin Haabis dan Abu Sud (kakek Waki' bin Hisan) termasuk yang menganut ajaran Majusi ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hajar di Bahrain. 4. Syirik (Paganisme).



Kepercayaan dengan menyembah patung berhala, bintang-bintang dan matahari yang oleh mereka dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah Arab, khususnya di Haraan, Bahrain dan di Makkah, mayoritas Bani Lakhm, Khuza'ah dan Quraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yarnan. 5. Al Hunafa' Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa'. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya serta menunggu datangnya kenabian. Di antara beberapa agama/kepercayaan tersebut yang paling terkenal adalah penyembahan terhadap berhala yang jumlahnya mencapai lebih dari 360 buah, sehingga menyesaki lingkungan Ka'bah. Dan setiap qabilah di Arab memiliki berhala sebagai sesembahan mereka sendiri-sendiri. Di antara berhala yang paling populer di kalangan mereka ialah : 1. Wadd. Adalah nama patung milik kaum nabi Nuh yang berasal dari nama seorang shalih dari mereka. Ditemukan kembali oleh Amru bin Luhai di Jeddah dan diberikan kepada Auf bin 'Adzrah dan ditempatkan di Wadi Al Quraa di Dumatul Jandal dan disembah oleh bani kalb bin Murrah. Patung ini ada sampai datangnya Islam kemudian dihancurkan Khalid bin Walid dengan perintah Rasulullah. 2. Suwaa' Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada Mudhor bin Nizaar dan diserahkan kepada bani Hudzail serta ditempatkan di Rohaath sekitar 3 mil dari Makkah. 3. Yaghuts Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada Na'im bin Umar Al Muradi dari Majhaj dan ditempatkan di Akmah atau Jarsy di Yaman, disembah oleh bani Majhaj dan bani An'am dari kabilah Thaiyi'. 4. Ya'uq Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada kabilah Hamadan dan ditempatkan di Khaiwaan, disembah oleh orang-orang Hamadan. 5. Nasr Adalah salah satu patung kaum nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada kabilah Himyar dan ditempatkan di Saba' disembah oleh bani Dzi Al Kilaa' dari kabilah Himyar dan sekitarnya. 6. Manaah Adalah salah satu patung berhala yang ditempatkan di pantai laut dari arah Al Musyallal di Qadid antara Makkah dan Madinah. Patung ini sangat diagungkan oleh suku AlAus dan Al Khazraj. Rasulullah mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menghancurkannya pada penaklukan kota Makkah. 7. Laata Laata adalah kuburan orang shalih yang ada di Thaif yang dibangun dengan batu persegi empat. Bangsa Arab seluruhnya sangat mengagungkannya dan sekarang tempatnya adalah di menara masjid Thaif. Ada yang mengatakan bahwa Laata adalah nama seorang yang membuat masakan Sawiiq untuk jamaah haji, lalu ia meninggal kemudian kuburannya di sembah. Ketika bani Tsaqif masuk Islam maka Rasulullah mengutus Al Mughiroh bin Syu'bah untuk menghancurkannya dan kuburan ini dibakar habis. 8. Al 'Uzza Al 'Uzza adalah satu pohon yang disembah. la lebih baru dari Al Laata, ditempatkan di Wadi Nakhlah di atas Dzatu 'Irqin. Mereka dulu mendengar suara keluar dari Al Uzza. Berhala ini sangat diagungkan Quraisy dan Kinanah. Ketika Rasulullah Saw menaklukan Makkah, beliau mengutus Khalid bin Al Walid untuk menghancurkannya. Ternyata ada tiga pohon dan ketika dirobohkan yang ketiga, tiba-tiba muncul wanita hitam berambut kusut dalam keadaan rneletakkan kedua tangannya di bahunya menampakkan taringnya. Di belakangnya, ada juru kuncinya. Kemudian Khalid penggal lehernya dan pecah, ternyata ia adalah seekor merpati, lalu Khalid bin Al Walid membunuh juru kuncinya. 9. Hubal Merupakan patung yang paling besar di Ka'bah. Diletakkan di tengah Ka'bah. patung ini terbuat dari batu 'aqiq merah dalam rupa manusia. Dibawa 'Amru bin Luhai dari Syam. Isaaf dan Naailah (Dua patung berhala yang ada di dekat sumur Zamzam. Dua patung ini berasal dari sepasang orang Jurhum yang masuk ke Ka'bah dan berbuat fujur, lalu dikutuk menjadi dua batu, seiring perjalanan waktu, keduanya disembah.



10. Dzul Khalashah Ini adalah berhala milik kabilah Khats'am, Bajilah dan Daus yang berada di Tubaalah, daerah antara Makkah dan Yaman. Begitulah gambaran keadaan agama di Jazirah Arabiyah sebelum datangnya Islam. Mereka masih mengimani rububiyah Allah dan menganggap Allah sebagai sesembahannya juga dan sebagai Dzat Pencipta. Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah samawiyah yang yang dikembangkan dan disebarkan di jazirah Arab terutama risalah nabi Ibrahim dan Ismail. Kebudayaan bangsa Arab Pra Islam Wilayah Timur Tengah menurut Ali Mufrodi meliputi Turki, Iran, Israel, Libanon, Yordania, Syiria, Mesir dan kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan Teluk Persia. Turki yang berbudaya Turki dan Iran yang berbudaya Persia tidak dianggap berkebudayaan Arab karena memiliki kebudayaan sendiri-sendiri demikian juga Mesir yang sudah memiliki budaya Firaun, sedangkan yang masuk kawasan kebudayaan Arab terdiri dari Timur Tengah Afrika Utara seperti Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libia. yang menurut Haekal antara budaya dan peradaban tersebut tidak pernah saling mempengaruhi perkembangannya kecuali setelah adanya akulturasi dan asimilasi dengan peradaban Islam. Orang-orang arab sebelum islam telah mengalami periode-periode kemajuan dengan adanya kerajaan-kerajaan sehingga hasil budaya mereka didapati beberapa bekasnya yang dapat di bagi kepada : 1. Budaya materil yang sangat terkenal adalah: bendungan Ma'rib di Yaman dari kerajaan saba dan begitu juga bekas-bekas kerajaan Tsamud, Aad dan kaum Amalika. 2. Budaya non material, sangat banyak juga yang terkenal, di antaranya, syair-syair bangsa arab yang terkenal dengan cerita-cerita tentang keturunan dan keahlian dalam membuat patung, keahlian mereka dalam bersyair sebenarnya karena mereka dapat mengetahui bangsa yang halus dan menarik dengan bahasa yang indah mereka dapat mewariskan amtsai (pepatah arab) dan pepatah itu merupakan kata-kata orang bijak seperti Luqman Di samping budaya yang didapat dari bangsa Arab sebelum Islam, mereka terkenal terikat dengan Tahayul dan adat istiadat yang melembaga diturunkan turun temurun. Tahayul dan adat istiadat ini bertumpu kepada kepercayaan Watsaniyah. Mereka percaya hantu dan Roh jahat. Mereka juga percaya kepada kahin (tukang tenun, ramal). Mereka juga meyakini kejadian-kejadian alam yang halus. Misalnya, kalau terjadi sesat di jalan, hendaklah dibalikkan baju supaya dapat petunjuk. Meskipun belum terdapat sistem pendidikan, masyarakat Arabia pada saat itu tidak mengabaikan kemajuan kebudayaan. Mereka sangat terkenal kemahirannya dalam bidang sastra yaitu bahasa dan syair. Bahasa mereka sangat kaya sebanding dengan bahasa Eropa sekarang ini. Keistimewaan bangsa Arabia di bidang bahasa merupakan kontribusi mereka yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran agama Islam. Peradaban bangsa Arab Sebelum Islam Peradaban Arab adalah akibat pengaruh dari budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih maju daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut masuk ke Jazirah Arab melalui beberapa jalur, yang terpenting di antaranya adalah : 1. Melalui hubungan dagang dengan bangsa lain 2. Melalui kerajaan-kerajaan protektorat, Hirah dan Ghassan 3. masuknya misi Yahudi dan Kristen Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke Jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya pada banyak dewa yang di wujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri, dan di pusatkan di Ka'bah. Orang-orang arab adalah orang yang bangga, tetapi sensitive. Kebanggaan itu disebabkan bahwa bangsa arab memiliki sastra yang terkenal, kejayaan sejarah arab dan mahkota bumi pada masa klasik dan bahasa arab sebagai bahasa ibu yang terbaik di antara bahasa-bahasa lain di dunia. Beberapa sifat lain bangsa arab pra-islam adalah sebagai berikut : - Secara fisik, mereka lebih sempurna dibanding orang-orang eropa dalam berbagai organ tubuh. - kurang bagus dalam pengorganisasian kekuatan dan lemah dalam penyatuan aksi - faktor keturunan, kearifan dan keberanian lebih kuat dan berpengaruh



- mempunyai struktur kesukuan yang diatur oleh kepala suku atau clan - tidak memiliki hukum yang regular, kekuatan pribadi dan pendapat suku lebih kuat dan diperhatikan - posisi wanita tidak lebih baik dari binatang, wanita dianggap barang dan hewan ternak yang tidak memiliki hak. Setelah menikah suami sebagai raja dan penguasa. Masyarakat arab pada masa pra Islam lebih banyak dalam proses pendapatan ekonominya dari kehidupan alam maupun perdagangan. Perjalanan mereka yang memperjualkan dagangan ke beberapa kota termasuk barang-barang patung maupun kerajinan lainnya. Hal itulah yang menghidupi keluarga mereka terkadang daerah arab utara yang bagian selatan untuk masalah perekonomian dititik tekankan pada bercocok tanam. Hal ini karena kondisi geogerafis masyarakat arab bagian selatan sangat mendukung sehingga mereka mendapatkan kebutuhan melalui tanaman yang mereka olah. Penutup Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah di samping juga didorong oleh faktor cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat Islam dan bahkan bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan di antaranya Saba', Ma'in dan Qutban serta Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman. Pada masyarakat arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya adalah system politiknya. Orang-orang arab sebelum islam telah mengalami periode-periode kemajuan dengan adanya kerajaan-kerajaan sehingga hasil budaya mereka didapati beberapa bekasnya yang dapat di bagi kepada : 1. Budaya materil yang sangat terkenal adalah: bendungan Ma'rib di Yaman dari kerajaan saba dan begitu juga bekas-bekas kerajaan Tsamud, Aad dan kaum Amalika. 2. Budaya non material, sangat banyak juga yang terkenal, antaranya, syair-syair bangsa arab yang terkenal dengan cerita-cerita tentang keturunan dan keahlian dalam membuat patung, keahlian mereka dalam bersyair. http://dahsyatweb.blogspot.com



Kondisi Agama Bangsa Arab Sebelum Kedatangan Rasulullah SAW Sebagian besar bangsa Arab mengikuti dakwah Isma’il a.s. yang menyeru kepada agama bapaknya, Ibrahim a.s., yang intinya menyembah kepada Allah, mengesakan-Nya, dan memeluk agama-Nya. Lama kelamaan banyak diantara mereka yang melalaikan ajaran agama Isma’il meskipun begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim. Sampai suatu saat muncul Amr bin Luhay, pemimpin Bani Khuza’ah. Amr dikenal sebagai orang yang bijak, suka mengeluarkan sedekah, dan respek terhadap urusanurusan agama. Karena sifat-sifatnya tersebut Amr menjadi dicintai semua orang dan mereka menganggapnya sebagai wali dan ulama besar yang disegani. Kemudian Amr mengadakan perjalanan ke Syam. Di Syam beliau melihat penduduknya menyembah berhala dan menganggapnya sebagai suatu hal yang baik dan benar sebab menurutnya Syam adalah tempat para Nabi dan Rasul. Amr kembali ke Mekkah dengan membawa satu berhala bernama Hubal dan meletakkannya di dalam Ka’bah. Amr juga mengajak penduduk Mekkah untuk ikut menyembah berhala. Tindakan para penduduk Mekkah pun diikuti oleh orang-orang Hijaz karena mereka menganggap penduduk Mekkah adalah pengawas Ka’bah dan penduduk Tanah Suci. Tiga berhala paling besar diberi nama Manat (di tepi Laut Merah di Qudaid), Lata (di Tha’if) dan Uzza (di Wadi Nakhlah). Kemusyrikan semakin menyebar dan berhala-berhala kecil mulai bermunculan di setiap tempat di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amr mempunyai pembantu dari jenis jin. Jin ini memberitahukan pada Amr bahwa berhala-berhala kaum Num (Wus,



Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr) terpendam di Jiddah. Maka Amr datang ke Jiddah dan membawanya ke Timamah. Ketika musim haji tiba Amr menyerahkan berhala-berhala tersebut kepada beberapa kabilah. Sehingga setiap kabilah dan di setiap rumah hampir pasti ada berhala dan patung. Ketika Rasulullah SAW menaklukkan Mekkah di sekitar Ka’bah ada sekitar 360 berhala. Rasulullah SAW menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua lalu memerintahkan agar berhala-berhala itu dikeluarkan dari masjid dan dibakar. Upacara Penyembahan Berhala Mereka juga mempunyai beberapa tradisi dan upacara penyembahan berhala yang mayoritas diciptakan Amr bin Luhay. Sementara orang-orang mengira bahwa yang diciptakan Amr adalah sesuatu yang baru dan baik serta tidak mengubah agama Ibrahim. Diantara upacara penyembahan berhala yang mereka lakukan adalah: 1. Mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit di hadapannya, meminta pertolongan ketika mengalami kesusahan, berdoa untuk memnuhi kebutuhan dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki. 2. Menunaikan ibadah haji dan thawaf di sekeliling berhala, merunduk dan sujud di hadapannya 3. Bertaqarrub (mendekatkan diri) dengan menyajikan berbagai macam korban, menyembelih hewan piaraan, dan hewan korban demi berhala dan menyebut namanya 4. Jenis taqarrub yang lain, mengkhususkan sebagian dari makanan dan minuman yang mereka pilih untuk disajikan kepada berhala dan juga dikhususkan begian tertentu dari hasil panen dan binatang piaraan mereka. Ada pula yang mengkhususkan sebagian lain untuk Allah 5. Bernadzar memberikan sebagian hasil tanaman dan ternak untuk berhala-berhala 6. Ada al-bahirah, as-sa’ibah, al-washilah, al-hami yang diperlakukan sedemikian rupa sebagai berhala. Ibnu Ishaq berkata, “Al-Bahirah anak as-saibah adalah anak onta betina yang telah beranak sepuluh yang semuanya betina dan sama sekali tidak mempunyai anak jantan. Onta ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, dan susunya tidak boleh diminum kecuali oleh tamu. Jika kemudian melahirkan anak betina lagi maka telinganya harus dibelah. Setelah itu ia harus dilepaskan secara bebas bersama induknya yang juga harus mendapat perlakuan yang sama. Al-Washilah adalah domba betina yang mempunyai 5 anak kembar yang semuanya betina secara berturut-turut. Domba ini bisa sebagai sarana taqarrub. Oleh karena itu mereka berkata,’Aku mendekatkan diri dengan domba ini.’ Tetapi jika setelah itu domba ini melahirkan anak jantan dan tidak ada yang mati maka domba ini boleh disembelih dan dagingnya dimakan. Al-Hami adalah onta jantan yang sudah menghamili 10 anak betina secara berturutturut tanpa ada jantannya. Onta seperti ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, harus dibiarkan lepas dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan apapun.” Karena itu Allah menurunkan ayat “Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, sa’ibah,



washilah dan hami. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah dan kebanyakan mereka tidak mengerti.” (Al Maidah: 103) dan juga ayat “Dan mereka mengatakan, ‘Apa yang ada di dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami,’ dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya.” (Al-An’am: 139) Bangsa Arab melakukan segala hal tersebut dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya serta memberikan manfaat disisi-Nya. Perjudian, Undian, Ramalan Orang Arab mengundi nasib dengan menggunakan al-azlam (anak panah yang tidak ada bulunya). Anah panah yang dipakai ada 3 jenis : 1. Anak panah dengan tanda “ya” dan “tidak” Anak panah jenis ini dipakai ketika mengundi nasib berkaitan dengan perbuatan yang dikehendaki seperti bepergian, menikah, dlsb. Jika keluat tanda “ya” mereka melaksanakannya dan jika keluar tanda “tidak” mereka menangguhkannya hingga tahun depan dan berbuat hal serupa sekali lagi. 2. Anak panah dengan tanda air dan tebusan 3. Anak panah dengan tanda “dari golongan kalian” atau “bukan dari goglongan kalian” atau “anak angkat” Jika mereka memperkarakan nasab seseorang maka mereka membawa orang tersebut ke hadapan Hubal sambil membawa 100 hewan korban dan diserahkan kepada pengundi anak panah. Jika yang keluar tanda “dari golongan kalian” maka orang tersebut dari golongan mereka. Jika yang keluar tanda “Bukan dari golongan kalian” maka orang tersebut hanya sebagai rekan persekutuan. Jika yang keluar tanda “Anak angkat” maka orang tersebut tak ubahnya seperti anak angkat, bukan termasuk dari golongan mereka dan juga tidak bisa didudukkan sebagai rekan persekutuan. Mereka juga percaya pada perkataan peramal, paranormal, dan ahli nujum. Peramal adalah orang yang mengabarkan sesuatu bakal terjadi di kemudian hari yang mengaku bisa mengetahui rahasia gaib pada masa mendatang. Paranormal (Arraf) adalah orang yang mengaku bisa mengetahui berbagai masalah lewat isyarat atau sebab yang memberinya petunjuk, dari perkataan, perbuatan, atau keadaan yang bertanya kepadanya. . Ahli nujum adalah orang yang memperlihatkan keadaan bintang dan planet lalu dia menghitung perjalanan dan waktu peredarannya agar dengan begitu dia bisa mengetahui berbagai keadaan dunia dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi di kemudian hari. Ada juga Ath-Thiyarah (meramal nasib sial dengan sesuatu). Awalnya mereka mendatangkan seekor burung atau biri-biri lalu melepasnya. Jika burung atau biri-biri itu berlalu ke arah kanan maka mereka jadi berpergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik. Jika burung atau biri-biri itu mengambil jalan ke kiri maka mereka tidak berani bepergian dan mereka menganggap hal itu sebagi kesialan. Mereka juga meramal kesialan jika di tengah jalan mereka bertemu burung atau hewan tertentu. Hal-Hal Baru dalam Ajaran Agama Ibrahim Meskipun sifat-sifat masyarakat Arab jahiliyah seperti itu tapi mereka sama sekali tidak



meninggalkan ajaran agama Ibrahim seperti pengagungan terhadap Ka’bah, thawaf di sekelilingnya, haji, umrah, wuquf di Arafah dan Muzdalifah. Tapi memang ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya. Diantara hal-hal baru tersebut adalah: 1. Orang Quraisy berkata, “Kami adalah anak keturunan Ibrahim dan penduduk Tanah Suci, penguasa Ka’bah dan penghuni Makkah. Tak seorang pun bangsa Arab yang mempunyai kedudukan dan hak seperti kami.” Maka tidak selayaknya kami keluar dari tanah suci. Oleh karena itu mereka tidak melaksanakan wukuf di Arafah, tidaj ifadhah dari Arafah tapi ifadhah dari Muzdalifah. Tentang hal ini Allah menurunkan ayat, “Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah).” (Al-Baqarah: 199) 2. Mereka berkata “Tidak selayaknya bagi oarng-orang Quraisy untuk memberi makan keju dan meminta samin tatkala mereka sedang ihram. Mereka tidak boleh masuk Baitul-Haram dengan mengenakan kain wol dan tidak boleh berteduh jika ingin berteduh di rumah-rumah pemimpin selagi mereka sedang ihram.” 3. Mereka berkata “Penduduk di luar Tanah Suci tidak boleh memakan makanan yang mereka bawa dari luar Tanah Suci ke Tanah Suci jika kedatangan mereka itu dimaksudkan untuk haji dan umrah.” 4. Mereka menyuruh penduduk di luar Tanah Suci untuk tetap mengenakan ciri pakaian bukan sebagai penduduk bukan Tanah Suci selagi baru datang untuk melakukan thawaf awal. Jika tidak maka mereka harus thawaf dalam keadaan telanjang. Ini berlaku untuk kaum laki-laki. Sedangkan kaum wanita harus melepaskan semua pakaian kecuali baju rumah yang longgar. pakaian yang dikenakan penduduk luar Tanah Suci harus dibuang setelah melakukan thawaf awal dan tak seorang pun boleh mengambilnya lagi, begitu pula orang yang bersangkutan. 5. Mereka tidak memasuki rumah dari pintunya selagi dalam keadaan ihram tapi mereka membuat lubang di bagian belakang rumah dan dari lubang itulah mereka keluar masuk rumah. Mereka menganggap perbuatan tersebut sebagai perbuatan baik. Maka Allah menurunkan ayat: “Dan, bukanlah kebaktian itu memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertakwa.” (Al Baqarah: 189) Semua gambaran agama itu adalah agama syirik dan penyembahan terhadap berhala, keyakinan terhadap hayalan, dan khurafat. Begitulah agama mayoritas bangsa Arab. Agama Yahudi, Masehi, Majusi, Shabi’ah Sebelumnya dalam masyarakat Arab sudah terdapat agama Yahudi, Masehi, Majusi, Shabi’ah. Yahudi Latar belakang agama Yahudi bisa sampai ke Jazirah Arab: 1. Kepindahan yahudi pada masa penaklukan bangsa Babilon dan Assyur di palestina yang mengakibatkan terhadap orang-orang Yahudi, penghancuran negeri mereka dan pemusnahan mereka di tangan Bukhtanashar pada tahun 587 SM. Banyak diantara mereka yang ditahan dan dibawa ke Babilonia. Sebagian diantara mereka ada yang meninggalkan Palestina dan pindah ke Hijaz. Mereka memempati Hijaz sebelah Utara.



2. Dimulai dari pencaplokan bangsa Romawi terhadap Palestina pada tahun 70 M yang disertai dengan tekanan terhadap orang-orang Yahudi dan penghancuran Haikal-haikal mereka sehingga kabilahkabilah mereka pindah ke Hijaz lalu menetap di Yatsrib, Khaibar, dan Taima. Mereka mendirikan perkampungan Yahudi dan benteng pertahanan. Maka agama Yahudi tersebut menyebar di kalangan masyarakat Arab yang kemudian mereka juga mempunyai momen-momen politis yang mengawali munculnya Islam. Saat Islam datang kabilah-kabilah Yahudi yang terkenal adalah Khaibar, Nadhir, Musthaliq, Quraizhah, dan Qainuqa. Agama Yahudi sampai ke Yaman karena dibawa As’ad Abu Karib. Awalnya As’ad berperang di yatsrib dan memeluk agama Yahudi disana. Pulang ke Yaman As’ad membawa 2 pemuka Yahudi dari Bani Quraizhah sehingga agama Yahudi menyebar disana. Setelah As’ad meninggal dunia dan digantikan anaknya. Yusuf Dzu Nuwas, dia memerangi orang-orang Masehi dari penduduk Najran dan memaksa mereka masuk agama Yahudi. Karena mereka menolaknya maka Yunus membuat parit dan membakar mereka di dalam parit tersebut. Kisah tersebut termuat sebagian dalam Al Qur’an surat Al-Buruj. Nasrani Agama Nasrani masuk ke jazirah Arab lewat pendudukan orang-orang Habasyah dan Romawi. Pendudukan orang-orang Habasyah yang pertama kali di Yaman tahun 340 M. Orang-orang Habasyah menduduki Yaman untuk mengembalikan kondisi karena tindakan Dzu Nuwas dan Abrahah memegang kekuasaan disana. Agama Masehi berkembang pesat dan sangat maju. Karena semangatnya untuk menyebarkan agama Masehi maka Abrahah mendirikan gereja di Yaman yang dinamakan Ka’bah Yaman. Abrahah ingin agar semua bangsa Arab berhaji ke gereja ini dan hendak menghancurkan Baitullah. Tapi seperti yang kita tahu, usahanya itu digagalkan Allah. Bangsa Arab yang memeluk agama Masehi dari suku-suku Ghassan, kabilah-kabilah Taglib, Thayyi’ dan yang berdekatan dengan Romawi. Bahkan ada sebagian raja Hirah yang memeluknya. Majusi Agama Majusi lebih banyak berkembang di kalangan orang-orang Arab yang berdekatan dengan orang-orang Persi. Agama ini juga pernah ebrkembang di kalangan orang Arab Iraq dan Bahrain serta wilayah-wilayah di pesisir Teluk Arab. Ada juga penduduk Yaman yang memeluk Majusi ketika bangsa Arab menduduki Yaman. Shabi’ah Agama Shabi’ah dianggap sebagai agama kaum Ibrahim Chaldeans. Agama ini berkembang di Iraq dan lain-lainnya. Banyak juga penduduk Syam yang memeluknya serta penduduk Yaman pada zaman dahulu. Setelah kedatangan agama-agama baru seperti Yahudi dan Nasrani, agama ini mulai surut. Tapi masih ada sisa-sisa para pemeluknya yang bercampur dengan para pemeluk Majusi atau yang berdampingan dengan mereka di masyarakat Arab serta Iraq di pinggiran Teluk Arab. Kondisi Kehidupan Agama Itu semua adalah agama-agama yang ada pada saat kedatangan Islam. Agama-agama yang ada tersebut sudah disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang mengaku beragama Ibrahim padahal sebenarnya keadaan mereka jauh dari perintah dan



larangan syariat Ibrahim. Orang Yahudi berubah menjadi orang yang sombong dan angkuh. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sembahan selain Allah. Mereka membuat hukum di tengah manusia dan menghukum mereka menurut hawa nafsu mereka. Ambisi mereka hanya tertuju pada kekayaan dan kedudukan meskipun berakibat pada kekufuran. Agama Nasrani menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan menimbulkan pencampuran adukkan antara Allah dan manusia. Semua bangsa Arab keadaan para pemeluknya sama dengan keadaan orang-orang musyrik; hati, kepercayaan. tradisi, dan kebiasaan mereka hampir serupa. Referensi: Sirah Nabawiyah Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri http://cybermujahidah.wordpress.com



SEJARAH PERADABAN BANGSA ARAB PRA ISLAM Oleh: A. Rifqi Amin



PENDAHULUAN Mempelajari sejarah peradaban Islam kurang lengkap jika tidak disertakan mempelajari sejarah kehidupan manusia di Jazirah Arab[1] (semenanjung Arab) sebelum datangnya Islam. Karena Islam pertama muncul di Arab dan kitabnya berbahasa Arab (suku Quraisy). Kendati sangat minim didapatkan informasi tentang sejarah kehidupan manusia di daerah tersebut dalam kurun waktu antara 400-571 an Masehi. Dengan kata lain, penulis bisa katakan dalam sejarah peradaban dunia, sejarah di jazirah arab khususnya sebelum datangnya Islam ‘dianggap’ tidak ada, atau lebih tepatnya dihilangkan dari peta sejarah peradaban dunia. Sebagian penulis sejarah Islam biasanya membahas Arab Pra-Islam sebelum menulis sejarah Islam pada masa Muhammad (570-632 M) dan sesudahnya. Mereka menggambarkan runtutan sejarah yang saling terkait satu sama lain yang dapat memberikan informasi lebih komprehensif tentang Arab dan Islam tentang geografi, sosial, budaya, agama, ekonomi, dan politik Arab pra-Islam dan relasi serta pengaruhnya terhadap watak orang Arab dan doktrin Islam. Kajian semacam ini memerlukan waktu dan referensi yang tidak sedikit, bahkan hasilnya bisa menjadi sebuah buku tersendiri yang berjilid-jilid seperti al-Mufas sṣ ṣal fī Tārīkh al-‘Arab qabla al-Islām karya Jawād ‘Alī. Oleh karena itu, kita hanya akan mencukupkan diri pada pembahasan data-data sejarah yang lebih familiar dan gampang diakses mengenai hal itu.[2] Sementara itu, di Tengah Jazirah Arab, di mana terdapat tanah suci Mekkah dan sekitarnya tidak dikuasai oleh Romawi, Persia, maupun Habasyah. Allah telah menjaga kehormatan tanah dan penduduk disana. Bahkan sejak masa imperialisme Barat yang menjajah dunia Islam, tak ada yang bisa menguasai negeri suci ini karena Allah telah menjaga kesuciannya.[3] Sebagai tempat kelahiran bangsa Semit, semenanjung Arab menjadi tempat menetap orang-orang yang kemudian bermigrasi ke wilayah Bulan Sabit Subur, yang kelak dikenal dalam sejarah sebagai bangsa Babilonia, Assyira, Pholenisia, dan Ibrani. Sebagai tempat munculnya tradisi Semit sejati, wilayah gurun pasir Arab merupakan tempat lahirnya tradisi Yahudi, dan kemudian Kristen yang secara bersama-sama membentuk karakteristik rumpun Semit yang telah dikenal baik.[4]



Walaupun sama-sama penting untuk dipelajari namun Kebudayaan Islam dengan kebudayaan arab sangat berbeda. Budaya Arab tidak mesti budaya islam dan budaya islam tidak mesti budaya arab. Umat Kristen di timur tengah juga memakai bahasa dan budaya arab, dan mereka tidaklah beragama islam.[5] Oleh karena itu sungguh penting untuk mempelajari sejarah peradaban pra islam sebelum mempelajari peradaban islam. Agar pembahasan pada makalah ini fokus dan sistematis maka penulis akan merumuskan masalah. Rumusan Masalah makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sosio kultur Jazirah Arab Pra Islam? 2. Bagaimana Kehidupan Suku Quraisy di Arab pada masa Pra Islam?



PEMBAHASAN A. Asal Usul Bangsa Arab Pra Islam Bangsa Arab



adalah



ras



Semit



yang



tinggal



di sekitar



jazirah Arabia. Bangsa



Arab purbakala adalah masyarakat terpencil sehingga sulit dilacak riwayatnya.[6] Sedangkan bangsa arab termasuk dalam keturunan ras bangsa Caucasoid.[7] Bangsa arab terbagi atas dua kelombok besar, yaitu: 1. Arab Baidah Arab Baidah ialah bangsa Arab yang sudah tidak ada lagi, di antaranya telah tercatat dalam kita agama samawi dan syair-syair arab seperti kaum Tsamud, Ad, Jadis, dan Thasm. Rata-rata kehidupan peradaban mereka maju dalam bidang pertanian, peternakan, dan kerajinan. Hal tersebut karena letaknya yang strategis diantar jalur perniagaan internasional saat itu, maka banyak penduduknya menjadi saudagar ulung.[8] 2. Arab Baqiah (mereka ini masih ada) terbagi pada dua kelompok: Keturunan Baqiah masih ada sampai sekarang, mereka terbagi dalam dua kelompok diantarnya adalah Arab Aribah yaitu kelompok yang bernenek moyang bangsa Qathan di Yaman. Kedua Arab Musta'ribah yang Kebanyakan dari penduduk Arabia yang mendiami bagian tengah Jazirah Arabia dari Hejaz sampai ke Syam. Kelompok Arab Musta'arabah inilah yang mendiami Mekkah tinggal bersama Nabi Ibrahim hingga terjadi percampuran (Perkawinan) yang kemudian melahirkan suku Arab termasuk suku Quraisy, yang tumbuh dari induk suku Adnan.[9] Sejarah Arab erat kaitannya dengan Ka’bah. Sejarah Ka’bah di Makkah dimulai dengan kedatangan Ibrahim beserta istri dan anaknya Ismail yang masih bayi. Ismail yang memiliki Mu’jizat dan kemuliaan telah mendapat penghormatan besar, dan segenap orang dipenjuru Jazirah Arab berdatangan ke sana. Oleh karena itu Ibrahim bersama putranya Ismai membangun[10] Ka’bah. Pembangunan ini dilakukan agar Ka’bah bisa dijadikan tempat mngerjakan Syi’ar Agama Ibrahim. Maka setelah itu diserulah umat manusia oleh Ibrahim untuk mengerjakan haji.[11] Semenjak itu berdatanganlah manusia dari segenap penjuru dari berbagai macam negeri ke Makkah[12] untuk mengerjakan ibadah Haji.[13] Menurut Mukhtar Yahya sejarah kedatangan Khuza’ah ke Makkah secara besar-besaran adalah ketika orang-orang arab Yaman yang berasal dari kota Ma’arib hendak merantau di wilayah lain. Di tengah perjalanan sampailah mereka di pinggiran kota Makkah. Orang Khuza’ah mengadakan negoisasi kepada penguasa Jurhum untuk tinggal beberapa hari di wilayah Makkah guna istirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Namum konon orang-orang Jurhum mengusir secara kasar mereka, tentu hal tersebut sangat menyakitkan hati bagi suku Khuza’ah. Akibatnya terjadilah peperangan di antara kedua suku tersebut. Dalam peperangan tersebut Khuza’ah memperoleh



kemenangan.[14] Seiringnya waktu maka Khuza’ah memegang dua kekuasaan yang sebelumnya dipegang Jurhum, yaitu kekuasaan kenegaraan dan kekuasaan keagamaan.[15] Peradaban timur tengah dipengaruhi oleh bangsa yunani dan romawi.[16] Pendapat ini diperkuat oleh Ahmad Amin yang dikutip oleh Badri Yatim, dia memaparkan bahwa apa yang berkembang menjelang kebangkitan Islam merupakan pengaruh dari budaya-budaya bangsa disekitarnya yang jauh lebih maju dari pada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengeruh tersebut masuk ke Jazirah Arab melalu beberapa jalur, diantaranya melalui perdagangan, melalui politik kerajaan, dan masuknya misi Yahudi dan Kristen. Melalui perdangan bangsa arab telah berhubungan dengan bangsa Syiria, Habsyi, Mesir, dan Romawi, yang mana peredaban mereka telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Yunani.[17] B. Kondisi Bangsa Arab Pra Islam 1. Kondisi Geografis Jazirah Arab dikelilingi oleh tiga lautan, yaitu laut merah di barat, samudera Hindia di Selatan, dan Teluk Persia di timur. Letak geopolitik ini sangat menguntungkan bagi kondisi sosial, ekonomi, dan politik bangsa Arab. Keadaan tanahnya sebagian besar terdiri dari Padang Pasir tandus, bukit dan batu, terutama bagian tengah. Sedang bagian selatan atau bagian pesisir pada umumnya tanahnya cukup subur. Untuk wilayah bagian Tengah terbagi pada: a. Sahara Langit atau disebut pula Sahara Nufud memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat. Oase dan mata air sangat jarang, tiupan angin sering kali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar ditempuh; b. Sahara Selatan disebut al-Ru'ul Khali yang membentang dan menyambung sahara Langit kearah timur sampai selatan persia. Hampir seluruhnya merupakan daratan Keras, tandus, dan pasir bergelombang; c. Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan Terbakar.[18] Kondisi alam/tanah adalah: a. Kering dan tandus, kalaupun ada air hanyalah Oase atau Mata Air ini. b.



Menyebabkan penduduknya suka berpindah-pindah (Nomaden) dari satu wilayah ke wilayah lain, oleh para ahli mereka disebut suku Badui.



c. Dari segi pekerjaan mereka umumnya bekerja menggembalakan kambing dan



binatang ternak lainnya.



Sementara wilayah bagian Pesisir, yaitu terdiri wilayah pesisir Laut Merah, Samudera Hindia dan Teluk Persi, sehingga kondisi tanahnya: a. Sangat subur, di tempat ini banyak dilakukan usaha pertanian; b. Di samping itu juga dilakukan usaha perdagangan; c. Penduduknya menetap dan sangat padat.[19]



2. Kondisi Sosial Keadaan bangsa Arab yang hidup di daerah padang pasir yang tandus, sedikit banyaknya turut membuat corak kehidupan mereka berjalan agak keras, penuh



persaingan,



perebutan kekuasaan



kabilah dengan kabilah lainnya. Siapa yang kuat, gagah perkasa itulah yang memimpin.[20]



antara



satu



Dalam hidup bermasyarakat, bangsa Arab sangat dilungkupi kehidupan keduniawian. Mereka sangat 1.



menggemari hal-hal berikut ini: Syair; dengan syair, orang bisa dipuji/mulia dan dihina. Dari syair ini akan tergambar kehidupan sosial bangsa



2. 3. 4. 5. 6. 7.



Arab;[21] Minum khamar, kendati di antara mereka ada pula yang mengharamkan hal ini; Ada pula adat (tradisi) pada saat itu kebiasaan “mengawini isteri bapa”yang telah meninggal dunia; Menganggap hina kaum perempuan; Menguburkan anak perempuan, namun hal ini menurut Sallabi, ini hanya dilakukan oleh Bani Asad dan Tamim; Sementara mereka yang pandai membaca saat itu hanyalah sebanyak 17 orang; Perbudakan suatu hal yang biasa terjadi pada masa Arab pra-Islam. Mereka ini memelihara dan mempertahankan perbudakan.[22] Negara Hijaz tidak pernah dijajah, diduduki, atau dipengaruhi oleh bangsa asing. Hal ini disebabkan karean kondisi geografis dan kemiskinan negerinya sehingga tidak menimbulkan hasrat bangs asing untuk menjajahnya. Dan disebabkan karena Hijaz sejak zaman Ibrahim telah menjadi Ka’bah bagi bangsa Arab. Mereka bekarja bersama-sama memelihar, menjaga kemananan, dan menjauhkan penjajah dari negerinya.[23]



3. Kebudayaan Akibat peperangan secara terus menerus kebudayaan arab tidak berkembang. Karena itu, artefak sejarah arab pra islam sangat langka didapatkan di dunia Ara dan yang dalam bentuk bahasa arab. Sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya islam.[24] Dalam kehidupan seni dan budaya orang-orang arab sebelum islam sangat maju. Bahasa mereka sangat indah dan kaya. Syair-syair berjumlah banyak. Di kalangan mereka seorang penyair dan ahli berpidato (khitabah) sangat dihormati. Tiap tahun di “Pasar Ukaz” diadakan deklamasi sajak yang sangat luas. Hal lain yang sangat dipentingkan oleh orang arab Jahiliyah adalah catatan keturunan (nasab), nasab digunakan untuk bermegahmegahan dan ajang pamer dengan lawannya.[25] Orang-orang Arab sebelum Islam tidaklah bodoh melainkan cerdas. Kata jahiliyah yang melekat pada Arab Jahiliyah berasal dari kata jahl tetapi yang dimaksud disini bukan jahl lawan dari ‘ilm yaitu tidak berilmu, melainkan lawan dari hilm yaitu Safah, Ghadad, anfah (sedai, berang, tolol). Jadi pengertian Arab Jahiliyah yang sebenarnya adalah orang-orang Arab sebelum Islam yang membangkang kepada kebenaran, terus melawan kebenaran, sekalipun telah diketahui olehnya kebenaran itu.[26]



4. Kondisi Ekonomi Kondisi Jazirah arab yang bergurun sangat cocok digunakan untuk berdagang sebagai penunjang kemapanan ekonomi. Orang-orang quraisy berdagang sepanjang tahun. Di musim dingin mereka mengirim khalifah dagang ke Yaman, sementara di musim panas kalifah dagang menuju ke Syam. Perdagangan yang paling ramai di Makkah adalah pada bulan Zulqaidah, Zulhijjah, dan Muharram yang mana itu merukan musim “Pasar Ukaz.”[27] Begitu pula di bulan Rajab, karena di bulan Rajab banyak dikerjakan Umrah. Bulan-bulan tersebut tadi mereka namai dengan “Asyhuru’I Hurum” atau bulan-bulan yang terlarang. Termasuk di dalamnya adalah larangan melakukan peperangan di bulan tersebut.[28] Faktor yang menjadikan Makkah memiliki peranan dalam perdagangan adalah ketika negeri Yaman di Selatan berpindah ke Makkah karena negerinya dijajah oleh bangsa Habsyi dan Persia sehingga perniagaan laut dikuasai oleh penjajah. Perpindahan bangsa Yaman Ke Makkah sangat menguntungkan penduduk Makkah, karena bangsa Yaman sangat piawai dan berpengalaman luas dalam bidang perdagangan. Bangsa Arab yang yang nomaden umumnya bekerja sebagai penggembala. Mereka ini juga kadangkala menjadi pengawal para kafilah



dagang yang umumnya dari penduduk perkotaan. Sementara Arab bagian selatan, pesisir atau perkotaan umumnya mereka lebih banyak bergerak di bidang perdagangan (niaga). Perdagangan ini mereka lakukan sampai ke negeri India, Indonesia dan Cina.[29]



5. Kondisi Politik Secara global-teritorial, Arab merupakan negeri yang terletak di semenanjung Arab yang dikelilingi tiga lautan, yaitu Laut Merah di Barat, Samudera Hindia di Selatan, dan Teluk Persia di sebelah Timur. Letak geopolitik ini berdampak signifikan pada kondisi sosial bangsa Arab. Negeri Yaman misalnya, diperintah oleh bermacammacam suku dan pemerintahan yang terbesar adalah masa pemerintahan Tababi’ah dari kabilah Himyar. Di bagian Timur Jazirah Arab, dari kawasan Hirah hingga Iraq, yang ada hanya daerah-daerah kecil yang tunduk kepada kekuasaan Persia hingga datangnya Islam. Raja-raja Munadzirah sama sekali tidak berdiri sendiri dan tidak merdeka, tetapi tunduk secara politis di bawah kekuasaan raja-raja Persia. Bagian Utara Jazirah Arab sama dengan bagian Timur, karena di daerah itu juga tidak ada pemerintahan bangsa Arab yang murni dan merdeka. Semua raja di sini tunduk di bawah kekuasaan Romawi. Raja-raja Ghasasanah semuanya serupa dengan raja-raja Munadzirah. Sementara itu, di Tengah Jazirah Arab, di mana terdapat tanah suci Mekkah dan sekitarnya, kaum Adnaniyyin menjadi penguasa yang independen, tidak dikuasai oleh Romawi, Persia, maupun Habasyah. Allah telah menjaga kehormatan tanah dan penduduk disana. Bahkan sejak masa imperialisme Barat yang menjajah dunia Islam, tak ada yang bisa menguasai negeri suci ini karena Allah telah menjaga kesuciannya.[30] Bangsa arab zaman Jahiliyah tidak mempunyai bentuk pemerintahan terkenal yang besar. Mereka hanya memiliki kabilah-kabilah yang mana tugas pemimpin hanya mengurus hal-hal dalam keadaan perang dan damai. Perang sering terjadi antara kabilah dan suku, ganti berganti, terjadinya selama bulan haram, dalam masa mana berlangsung “pasar Ukaz”. Peperangan terjadi biasanya disebabkan oleh hal yang sepele dan remeh.[31] Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan dan menggagalkan tatanan politik yang benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya. Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara. Kondisi semacam ini sangat mempengaruhi corak perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian. Mereka dikenal sebagai pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah mengetahui jalan-jalan yang bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri tetangga.[32] Adalah Hāshim (lahir 464 M), kakek buyut Nabi, yang pertamakali membudayakan bepergian bagi suku Quraysh pada musim dingin ke Yaman dan ke Hṣabashah ke Negus dan pada musim panas ke Syam dan ke Gaza dan barangkali hingga sampai di Ankara lalu menemui kaisar. Ini merupakan perdangan lintas negara yang biasa mereka lakukan. Mereka juga bisa menjalin hubungan perdagangan dengan dua kekuatan politik yang saling bertentangan, yaitu Bizantium dan Persia tanpa memihak ke salah satu di antara keduanya. Oleh karena itu, peradaban mereka dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dalam arti bahwa mereka berinteraksi dengan masyarakat-masyarakat seberang dan semakin menjauh dari pola badui. Jauh berbeda dengan Yaman, selain letak geografisnya yang strategis untuk perdagangan, ia juga merupakan daerah subur. Dengan dua kelebihan yang ada, mereka bisa mengandalkan perdangangan dan pertanian sebagai sumber ekonomi mereka. Mereka mengirim kulit, sutera, emas, perak, batu mulia, dan lain-lain Mesir kemudian ke Yunani, Rumania, dan imperium Bizantium. Kerajaan Ma`īn, Saba`, dan Hṣimyar yang ada di Yaman mencapai stabilitas politik dan ekonomi, bahkan menciptakan kehidupan yang beradab dengan tersebarnya pasar-pasar dan bangunan-bangunan menakjubkan yang bersandar pada pertanian dan perdangangan yang sangat maju. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan mereka



tentang ekonomi dan politik lebih maju daripada daerah-daerah lain di Jazirah Arab, sehingga merengkuh lebih awal peradaban yang tinggi.[33] 6. Kondisi Agama Sementara dalam bidang agama (kepercayaan) pada



umumnya mereka



adalah



kaum



penyembah berhala atau paganisme. Menurut catatan sejarah, di dinding Ka’bah terdapat 360buah patung. Bangsa Arab senang memuliakan batu-batu yang ada di sekeliling Ka’bah/Mekkah kemana mereka pergi selalu membawa batu tersebut, untuk kemudian thawaf mengelilingi batu yang dibawanya itu, sehingga di mana-mana dibentuk patung. Patung-patung dan berhala itu mereka kumpulkan di sekitar Ka’bah untuk disembah. Pada awalnya mereka menyembah berhala adalah hanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah), atau dengan kata lain berhala sebagai perantar untuk menyembang Tuhan.[34] Agama kedua yang dianut oleh bangsa arab adalah agama monoteisme, agama hanif yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Pengikut agama ini sangat sedikit, bahkan ketika islam sudah ada merekat tidak segera mengimaninya. Selain itu ada agama Masehi (kristen) yang dianut oleh Waraqah Ibn Naufal yang mengetahui banyak tentang injil. Namun ketika datangnya islam, Usman Ibn Hawairis dan Abdullah Ibn Jashy ragu terhadap kebenaran islam dan lebih memilih untuk kembali memantapkan dalam menganut agama Masehi. Agama ketiga yang dipercayai oleh bangsa arab adalah agama Shabiah yang menyembah binatang, matahari, bintang. Selain itu ada juga yang menyembah binatang dan mempercayai malaikat sebagai anak perempuan Tuhan serta menyembah jin.[35] Dalam hal ini menurut teori Ibnu Kalbi: Bangsa Arab senang memuliakan batu-batu yang ada di sekeliling Ka’bah/Mekkah kemana mereka pergi selalu membawa batu tersebut, untuk kemudian thawaf mengelilingi batu yang dibawanya itu, sehingga di mana-mana dibentuk patung. Patung-patung dan berhala itu mereka kumpulkan di sekitar Ka’bah untuk disembah. Di sisi lain, mereka menyembah berhala adalah hanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah):



‫ والذين أتخذوا من دونه أوليآء مانعبدهم إل ليقربونآ إلى ل زلف إن ل يحكم بينهممم فممى ممما‬، ‫أل ل الدين الخالص‬ ‫هم فيه يختلفون إن ل ل يهدى من هو كذب كفار‬ Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Tidaklah kami



menyembah mereka (berhala), melainkan supaya mereka



mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar (Az Zumar: 3).[36] Waktu terus bergulir sekian lama, hingga banyak diantara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amr Bin Luhay, (Pemimpin Bani Khuza’ah). Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal baik, mengeluarkan shadaqah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang disegani. Kemudian Amr Bin Luhay mengadakan perjalanan ke Syam.Disana dia melihat penduduk Syam menyembah berhala. Ia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para Rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil membawa HUBAL dan meletakkannya di Ka’bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang orang Hijaz pun banyak yang mengikuti penduduk Mekkah,



karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci. Pada saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan mereka ditempat-tempat tertentu, seperti: 1. Manat, mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah dekat Qudaid. 2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if. 3. Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.[37] Banyak lagi tradisi penyembahan yang mereka lakukan terhadap berhala-berhalanya, berbagai macam yang mereka perbuat demi keyakinan mereka pada saat itu. Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya, serta memberikan manfaat di sisi-Nya. Setelah itu, kemusyrikan semakin merebak dan berhalaberhala yang lebih kecil bertebaran disetiap tempat di Hijaz. Yang menjadi fenomena terbesar dari kemusyrikan bangsa Arab kala itu yakni mereka menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim. Ada beberapa contoh tradisi dan penyembahan berhala yang mereka lakukan, seperti : 1. Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit dihadapannya, meminta pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat disisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki. 2. Mereka menunaikan Haji dan Thawaf disekeliling berhala, merunduk dan bersujud dihadapannya. 3. Mereka mengorbankan hewan sembelihan demi berhala dan menyebut namanya.[38] Selain itu terdapat pula agama/kepercayaan lain di antaranya adalah Agama Nasrani yang masuk melalui Habsyi dan Syiri'a. Agama Yahudi terdapat di Hejaz, dan yang terakhir adalah orang-orang yang percaya kepada: Tahayul, Kihanah, Penenung, Thiarah: burung, bintang yang mempengaruhi hidup. Dalam kaitan ini Syaikhul Islam



Muhammad Bin



Abdul Wahab



menyatakan,



di



antara



sikap



hidup mereka



(orang Arab



Jahiliyah, pen.) lagi ialah mengubah haluan hidup, tidak mau mempergunakan Kitab Allah, tetapi justru menjadikan kitab-kitab sihir sebagai pegangan hidup mereka.[39] C. Suku Quraisy Kedudukan kaum Quraisy sangat dimuliakan dan berderajat tinggi dalam pandangan bangsa arab seluruhnya. Mereka dimuliakan dan dihormati oleh seluruh penduduk Jazirah arab. Adapun keluarga yang lebih dimuliakan dalam suku Quraisy adalah bani Abdi Manaf, selain itu adalah bani Hasyim. Nabi Muhammad adalah keturunan bani Hasyim, bernama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim.[40] Diantara keturunan nabi Ismail yang bisa beregenerasi adalah keturunan dari kaum Adnan. Dari Adnan keturunan Ismail dikenal dengan sebutan Bani Adnan atau Adnaniyun. Dari bani Adaan turun temurun menurunkan Fihr Bin Malik, dan Fihr inilah yang disebut Quraisy. Antara Quraisy dengan Adnan dalam garis keturunan berjarak beberapa generasi. Dari suku Quraisy inilah lahirlah seorang pemimpin yang bernama Qushi bin Kilab[41]. Dia adalah orang yang kuat, cerdas, berwibawa, dan ditaati. Dialah yang telah merintis perbaikan infrastuktur seperti mendatarkan jalan, selain itu dia juga menjadi pelopor untuk mengaakan perpindahan kekuasaan dari tangan Khuza’ah ket tangan suku Quraisy.[42] Sejarah peradaban arab paling modern pra Islam dimulai dari penguasaan orang Quraisy di wilayah Arab yang dipimpin oleh nenek moyang nabi Muhammad yaitu oleh Qusha’i. Ketika musim haji datang orang Quraisy gemar menyajikan makanan[43] pada orang-orang yang berhaji. Orang Quraisy sangat menghormati orang-orang yang berhaji. Maka tak ayal ketika suku Quraisy mengadakan perjalanan jual beli ke luar daerah juga sangat



dihormati.[44] Pada abad 5 Masehi kaum Quraisy merebut pemerintahan Makkah beserta Ka’bah dari Khuza’ah. Setelah dipimpin kaum Quraisy Makkah menjadi lebih maju. Kemudian didirikanlah pemerintahan yang diperkasai oleh kaum Qurasiy. Pada zaman Abdul Muthalib kota Makkah lebih maju dan telaga Zamzam disempurnakan pemugarannya, yaitu sekitar abad 540 M.[45] Seiring berjalannya waktu melihat kondisi miskin dan kesempitan akses sosial ke luar Makkah, maka salah seorang pemimpin bani Qurasiy yaitu Hasyim mengadakan negoisasi ke Syiria yaitu daerah kekuasaan Romawi Timur. Negoisasasi tersebut berhasil, pemimpin Romawi Timur menjami keamanan dan perniagaan mereka. Maka setelah itu Hasyim mengatur dua macam jalur perdagangan. Pertama perjalanan di musim panas ke Syiria, dan kedua perjalan musim dingin ke Yaman.[46]



BIBLIOGRAFI



Arab Pra Islam”, http://monggominarak.blogspot.com/2011/12/arab-pra-islam.html, 23 Desember 2011.



Kondisi Bangsa Arab Pra Islam,” http://mahluktermulia.wordpress.com/2010/05/13/kondisi-bangsa-arab-pra-islam/.



Sejarah Arab Pra Islam,” http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, Senin, 02 Maret 2009. Al Jazairi, Abu Bakar Jabir. Muhammad, My Beloved Prophet. 2007.



Al-farisi, Rudi Arlan. “Sejarah Peradaban Arab Pra Islam,” http://msubhanzamzami.wordpress.com/2010/10/18/kondisiarab-pra-islam-dalam-aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/.



As-Sirjani, Raghib. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, terj. Sonif . Jakarta: al Kautsar, 2011.



Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Duta Ilmu, 2005. Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.



Hollan, Julian. “Timur Tengah,” Ensikopedia Sejarah dan Budaya Sejarah Dunia, ed. Nino Oktorino. Jakarta: Lentera Abadi, 2009. Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos, 1997. Syalabi, A. Sejarah da Kebuayaan Islam. Jakarta: Pustaka al Husna,1992.



aufiqqurahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam Daras Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: Pustaka Islamika, 2003.



Yahya, Mukhtar. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah. Jakarta: Bulan Bintang, 1985. Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000.