Masail Fiqhiyah Fis Siyasah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum murtad sering kali menjadi bahan pembicaraan oleh publik. Banyak pandangan yang dikemukakan dan tidak kurang juga jumlah pertanyaan yang diajukan. Isu murtad ini menjadi isu utama meskipun telah lama dibangkitkan berdasarkan kasus murtad dan tuntutan di pengadilan. Pada awal sejarah peristiwa murtad telah terjadi sejak zaman Rasulullah SAW, yakni ketika baginda berada di Mekah dan Madinah. Di antara kejadian murtad yang paling masyhur adalah setelah peristiwa Isra 'dan Mi'raj. Peristiwa murtad juga terjadi ketika zaman pemerintahan khalifah Islam yang pertama, yaitu zaman Abu Bakar As Siddiq. Adapun arti murtad secara ternimologis, ulama‟ fikih mendefinisikan murtad adalah kembali ke jalan asal dari mana dia datang, tetapi lebih dikhususkan kepada soal kekafiran. Namun apa yang dimaksudkan dengan murtad disini adalah seorang yang beragama Islam dan bertukar kepada agama yang lain mengikut kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain, sama dengan lelaki maupun perempuan. Oleh itu, orang gila dan kanak-kanak yang mengaku murtad tidak boleh diperkirakan (meskipun keislaman Anak Anak tetap dianggap sah dan amal ibadah yang dilakukannya tetap diterima disisi Allah) karena mereka bukan dianggap mukallaf (Sabiq, 2009: 145). Dan secara umumnya, kita semua tahu bahwa hukuman bagi orang murtad adalah bunuh menurut empat mazhab. Tetapi bukan berarti semua negara Islam melaksanakan hukuman bunuh atas orang murtad. Seorang yang melakukan jinayah murtad akan dihukum dengan hukuman hudud. Bagaimanapun hukuman itu masih tertakluk kepada tiga hukuman utama. Wujudnya berbagai hukuman tertakluk kepada putusan hakim dengan melihat sebab dan latar belakang kasus murtad tersebut.



1



Permasalahan murtad merupakan isu penting dalam agama Islam dan ia tidak bisa dibiarkan begitu saja. Masalah murtad Islam adalah hal yang sangat sensitif dikalangan umat Islam dan setiap cobaan mengugat posisi tersebut akan meganggu perasaan banyak pihak dan bakal mengganggu keharmonisan serta kerukunan masyarakat. Timbul satu pertanyaan dibenak fikiran masyarakat umum, mengapa agama Islam yang begitu keras menghukum orang yang murtad. Dimana kebebasan beragama yang termaktub dalam konstitusi? Alangkah zalimnya Islam hingga sanggup menghukum bunuh orang yang murtad? Persoalan ini harus dijelaskan dengan rapi dan teliti. Secara umum Islam itu adil dan sempurna. Maka perbahasan ini harus di teliti bersumberkan Al-Quran dan As-Sunnah, bukan salah satu dari keduanya saja. Akan tetapi, sebelum lebih jauh mencari jawab atas pertanyaan di atas, perlu segera ditegaskan beberapa hal sebagai berikut: a.



Berbagai pendapat ulama yang berkembang di seputar masalah murtad mempunyai kedudukan yang sama, dalam arti semua pendapat tersebut mempunyai peluang untuk benar dan salah. Sebab semua pendapat tersebut merupakan hasil ijtihad yang tidak ma‘shûm (bebas dari kesalahan), yang masing-masingnya hanya sampai ke tingkat zhannî (relatif). Yang ma‘shûm hanyalah Rasulullah SAW.



b. Seorang Muslim tidak boleh mengkafirkan atau menuduh fasik seorang Muslim lainnya yang cenderung kepada salah satu pendapat ulama yang saling bertentangan, baik pendapat tersebut muncul pada masa sahabat, tâbi‘în, maupun muncul belakangan. Sebab, perbedaan pendapat tetap dibenarkan terjadinya dalam masalah-masalah yang termasuk dalam wilayah ijtihâdiyah, sampai hari kiamat. Dalam hal ini, sebagian ulama berpendapat, kesepakatan ulama dalam suatu masalah merupakan hujjah, sedangkan perbedaan pendapat merupakan rahmat yang luas dari Allah SWT.



2



Karena itu, setiap orang bebas meyakini kebenaran hasil ijtihad ulama tertentu yang dipandangnya lebih kuat dalilnya, selama hasil ijtihad tersebut belum menjadi hukum positif (qânûn; undang-undang). Apabila suatu pendapat telah berubah menjadi hukum positif, maka semua orang dalam suatu negara wajib mematuhi hukum positif itu, dan tidak dibenarkan lagi berbeda pendapat dalam masalah tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hukuman murtad dalam Islam? 2. Bagaimana kebebasan beragama Islam dalam pandangan Islam dan nasional? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui bagaimana hukuman murtad dalam Islam. 2. Untuk mengetahui bagaimana kebebasan beragama Islam dalam pandangan Islam dan dalam pandangan nasional.



3



BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI MURTAD Menurut bahasa, riddah adalah keluar dari suatu perkara menuju perkara yang lain. Di antaranya firman Allah:



َّ ‫ب‬ ‫ار ُك ْم فَتَ ْنقَ ِلبُوا‬ َ ‫َّللاُ لَ ُك ْم َو ََل تَ ْرتَدُّوا‬ َ َ ‫سةَ الَّتِي َكت‬ َ َّ‫ض ْال ُمقَد‬ َ ‫يَا قَ ْو ِم ا ْد ُخلُوا ْاْل َ ْر‬ ِ َ‫علَ ٰى أ َ ْدب‬ َ‫خَا ِس ِرين‬ “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”, (Q.S. al-Maidah (5):21). Riddah atau murtad merupakan perbuatan kufur terburuk dan paling berat hukumannya serta melebur pahala amal, jika terbawa sampai meninggal dunia. Allah berfirman:



َ ‫ت َو ُه َو َكافِ ٌر فَأُو ٰلَئِ َك َح ِب‬ ْ ‫ط‬ ْ ‫َو َم ْن يَ ْرت َ ِد ْد ِم ْن ُك ْم َع ْن دِينِ ِه فَيَ ُم‬ ۖ ِ‫ت أ َ ْع َمالُ ُه ْم فِي الدُّ ْنيَا َو ْاْل ِخ َرة‬ َ‫ار ۖ ُه ْم فِي َها خَا ِلد ُون‬ ُ ‫ص َح‬ ْ َ ‫َوأُو ٰلَئِ َك أ‬ ِ َّ‫اب الن‬ “Barang siapa murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya,” (Q.S. al-Baqarah (2):217). Menurut pandangan syari’at, riddah adalah keluar dari Islam menuju kekafiran, memutus kontinuitas dalam memeluk Islam dengan niat kufur, ucapan yang mengarah pada kekafiran atau perbuatan yang mengakibatkan kekafiran, baik hal itu di ucapkan karena ejekan, penentangan, maupun sebagai kepercayaan. Artinya, di satu sisi keluar dari Islam dapat terjadi karena kepercayaan, ucapan dan



4



perbuatan. Apabila seseorang berniat melakukan kekafiran di masa yang akan datang, seketika itu juga dia menjadi kafir. Al mawardi mengatakan bahwa niat itu adalah kesengajaan melakukan sesuatu yang disertai perbuatan. Seseorang yang keluar dari agama Islam, baligh, berakal, serta tanpa ada paksaan, dapat di tuntut hukuman mati. Oleh sebab itu, anak-anak, orang gila, dan orang yang di paksa keluar dari agama Islam tidak boleh di hukum mati. Sebab, kemurtadan mereka tidak dianggap sah menurut hukum Islam. Apabila seorang menjadi murtad, tiba-tiba dia gila, dia tidak boleh di bunuh pada saat dia gila. Contoh-contoh riddah yang bersifat i’tiqad di antaranya yaitu mengingkari dzat yang maha pencipta, mengingkari para utusan, mendustakan seorang rasul atau nabi, mencela, dan meremehkan seseorang rasul atau nabi, serta sebutannya. Tidak hanya itu, contoh riddah lainnya adalah meremehkan nama Allah, perintah, janji atau ancaman-Nya, mengingkari satu ayat dari Al-Qur’an yang telah di sepakati keberadaannya, atau menambahkan sebuah ayat dalam Al-Qur’an dengan meyakini bahwa ayat tersebut bagian dari firman Allah. Begitu pula meremehkan sunnah, menghalalkan perkara yang di haramkan berdasarkan ijma’ ulama, seperti khamr dan berzina, atau mengharamkan perkara yang halal berdasarkan ijma’ ulama, seperti jual beli dan pernikahan. Selain itu contoh riddah atau murtad ialah mengingkari perkara yang telah di sepakati para ulama. 1 B. DASAR HUKUMAN MURTAD DALAM ISLAM Di dalam Al-Qur’an telah di sampaikan beberapa ayat yang menunjukkan secara tegas tentang balasan bagi orang murtad di akhirat. Ayat pertama,



1



Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafii, Mengupas masalah fiqhiyah berdasarkan Al-Qur’an dan hadits (Jilid 3), (Jakarta:Almahira, 2008), hlm. 345-347.



5



َ ‫ت َو ُه َو َكا ِف ٌر فَأُو ٰلَ ِئ َك َح ِب‬ ْ ‫ط‬ ْ ‫َو َم ْن َي ْرت َ ِد ْد ِم ْن ُك ْم َع ْن دِي ِن ِه فَ َي ُم‬ ۖ ‫ت أ َ ْع َمالُ ُه ْم ِفي الدُّ ْن َيا َو ْاْل ِخ َر ِة‬ ََ‫ار ۖ ُه ْم فِي َها خَا ِلد ُون‬ ُ ‫ص َح‬ ْ َ ‫َوأُو ٰلَئِ َك أ‬ ِ َّ‫اب الن‬ “Barang siapa murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Q.S. al-Baqarah (2):217).



Ayat kedua,



ْ ‫ِإ َّن الَّذِينَ آ َمنُوا ث ُ َّم َكفَ ُروا ث ُ َّم آ َمنُوا ث ُ َّم َكفَ ُروا ث ُ َّم‬ َّ ‫ازدَاد ُوا ُك ْف ًرا لَ ْم يَ ُك ِن‬ ‫َّللاُ ِل َي ْغ ِف َر لَ ُه ْم َو ََل‬ ً ‫س ِب‬ ‫يل‬ َ ‫ِليَ ْه ِد َي ُه ْم‬ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman lalu kafir, kemudian beriman (lagi), kemudian kafir lagi, lalu bertambah kekafirannya, maka Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) menunjukkan kepada mereka jalan (yang lurus),” (Q.S. an-Nisa (4):137).



Ayat ketiga,



َّ ‫ب‬ ‫ار ُك ْم فَتَ ْنقَ ِلبُوا‬ َ ‫َّللاُ لَ ُك ْم َو ََل تَ ْرتَدُّوا‬ َ َ ‫سةَ الَّتِي َكت‬ َ َّ‫ض ْال ُمقَد‬ َ ‫يَا قَ ْو ِم ا ْد ُخلُوا ْاْل َ ْر‬ ِ َ‫علَ ٰى أ َ ْدب‬ َ‫خَا ِس ِرين‬ “Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah di tentukan Allah bagi kalian, dan janganlah kalian berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kalian menjadi orang yang rugi,” (Q.S. Al-maidah (5):21), begitu pula dengan ayat 54 surah yang sama.



6



Ayat keempat,



َ ‫ش ْي‬ َّ ‫ار ِه ْم ِم ْن َب ْع ِد َما تَبَيَّنَ لَ ُه ُم ْال ُهدَى ۙ ال‬ ُ ‫ط‬ ‫س َّو َل لَ ُه ْم َوأ َ ْملَ ٰى‬ ْ َ‫ِإ َّن الَّذِين‬ َ ‫ارتَدُّوا‬ َ ‫ان‬ ِ َ‫علَ ٰى أ َ ْدب‬ ‫لَ ُه ْم‬ “Sungguh, orang-orang yang berbalik (pada kekafiran) setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, setanlah yang merayu dan memanjangkan angan-angan mereka,” (Q.S. Muhammad (47):25). Ayat kelima,



ۖ َ‫شدِي ٍد تُقَاتِلُو َن ُه ْم أ َ ْو يُ ْس ِل ُمون‬ َ ‫ست ُ ْد َع ْونَ ِإلَ ٰى قَ ْو ٍم أُو ِلي بَأ ْ ٍس‬ ِ ‫قُ ْل ِل ْل ُمخَلَّفِينَ ِمنَ ْاْلَع َْرا‬ َ ‫ب‬ َّ ‫فَإ ِ ْن ت ُ ِطيعُوا يُؤْ ِت ُك ُم‬ ‫سنًا ۖ َو ِإ ْن تَتَ َولَّ ْوا َك َما تَ َولَّ ْيت ُ ْم ِم ْن قَ ْب ُل يُ َع ِذ ْب ُك ْم َعذَابًا أ َ ِلي ًما‬ َ ‫َّللاُ أ َ ْج ًرا َح‬ “Katakanlah kepada orang-orang Badui yang tertinggal, Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih". (Q.S. al-Fath (48):16) Hadits Nabi juga telah menujukkan tentang hukuman bagi orang murtad di dunia dengan berbagai ketetapan hadits yaitu hukuman mati, di antaranya: Sabda Nabi Muhammad SAW:



ُ‫َم ْن بَدَّ َل دِينَهُ فَا ْقتُلُوه‬ “Siapa saja yang menukar agamanya (dengan agama lain), maka bunuhlah dia.”- HR. al-Bukhârî, al-Tirmidzî, al-Nasâ’î, Ibn Mâjah dan Ahmad.



7



Sabda Nabi Muhammad SAW:



َّ ‫سو ُل‬ َّ ‫ َي ْش َهد ُ أ َ ْن َلَ ِإلَهَ ِإ ََّل‬،‫ئ ُم ْس ِل ٍم‬ :ٍ‫ ِإ ََّل ِبإ ِ ْحدَى ثَلَث‬،ِ‫َّللا‬ ُ ‫َّللاُ َوأ َ ِني َر‬ ٍ ‫َلَ َي ِح ُّل دَ ُم ْام ِر‬ َّ ‫ب‬ ‫ع ِة‬ ُ ‫ َوالث َّ ِي‬،‫س ِبالنَّ ْف ِس‬ ُ ‫النَّ ْف‬ َ ‫اركُ ِل ْل َج َما‬ ِ َّ ‫ِين الت‬ ِ ‫ َوال َم‬،‫الزانِي‬ ِ ‫ار ُق ِمنَ الد‬ “Darah seorang muslim tidak halal, kecuali akibat adanya salah satu dari tiga faktor: seorang janda yang berbuat zina, hukuman mati akibat membunuh orang lain, dan orang yang meninggalkan agamanya, serta memisahkan diri dari jamaah (kaum muslimin).”- HR Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Mas’ud.2 C. BATASAN SESEORANG DIHUKUMI MURTAD Seseorang yang keluar dari agama Islam, baligh, berakal, serta tanpa ada paksaan dapat dituntut hukuman mati. Oleh sebab itu, anak-anak, orang gila, dan orang yang dipaksa keluar dari agama Islam tidak boleh dihukum mati. Sebab, kemurtad an mereka tidak dianggap sah menurut Islam. Apabila seseorang menjadi murtad, tiba-tiba dia gila, dia tidak boleh dibunuh saat dia gila. Dan jika seseorang murtad dari agama Islam tersebut orang yang mabuk karena minuman keras hukumannya sah, ucapannya sama seperti orang yang sehat.3 D. SEJARAH MURTAD PADA MASA RASULULLAH Pada



zaman



Rasulullah



apabila



merujuk



pada



hadits-hadits



yang



menggambarkan hukuman bagi orang yang murtad, maka akan didapat gambaran bahwa semua hadits yang menjelaskan hukuman mati yang dijatuhkan Rasulullah kepada orang yang murtad tidak satu pun yang menjelaskan bahwa penjatuhan hukuman tersebut karena semata-mata perpindahan agama, melainkan karena ada sebab lain yang menyertainya. Terkadang sebab itu dalam bentuk pengkhianatan mereka, dengan cara bergabung dengan pasukan kafir setelah murtad, seperti kasus 2 3



HR Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Mas’ud. Ibid, hlm. 349.



8



Ibn Abi Sarah; terkadang karena melakukan kejahatan mata-mata (spionase), dan terkadang karena pelaku murtad tersebut melakukan provokasi memusuhi Islam, seperti Sarah dan ‘Abd Allâh ibn Khathal. Bahkan dalam suatu kasus, sebagaimana diriwayatkan oleh al-bukhari, Rasulullah menolak permintaan izin dari ‘Umar untuk membunuh ‘Abd Allâh ibn Ubay ibn Salul, seorang munafik yang memprovokasi golongan Muhajirin dan Ansar agar saling berperang. Beliau bersabda: “Jangan!, nanti orang akan berkata, ia (Muhammad SAW) membunuh sahabatnya sendiri.” Pada bagian lain, al-Bukhari meriwayatkan hadis yang panjang yang diriwayatkan dari Abu Qilabah, bahwa ketika ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz meminta pendapatnya tentang hukuman bagi sekelompok orang yang telah membunuh seseorang, maka Abu Qilabah berkata:



ُّ َ‫سلَّ َم أ َ َحدًا ق‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫سو ُل‬ َّ ‫فَ َو‬ ‫صا ٍل َر ُج ٌل‬ ِ ‫ط إِ ََّل ِفي إِ ْحدَى ث َ َل‬ ُ ‫َّللاِ َما قَتَ َل َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َ ‫ث ِخ‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ‫ارتَد‬ ُ ‫َّللا َو َر‬ ْ ‫سولَهُ َو‬ َ ‫ار‬ َ َّ ‫ب‬ َ ‫ان أَ ْو َر ُج ٌل َح‬ ٍ ‫ص‬ َ ‫يرةِ نَ ْف ِس ِه فَقُ ِت َل أ َ ْو َر ُج ٌل زَ نَى َب ْعدَ إِ ْح‬ َ ‫قَت َ َل بِ َج ِر‬ ‫اْلس َْل ِم‬ َ ِ ْ ‫ع ْن‬ “Demi Allah, Rasulullah tidak pernah menjatuhkan hukuman mati kepada seseorang kecuali terhadap salah satu dari tiga macam; pelaku tindak pidana pembunuhan, maka ia dibunuh; atau seseorang yang berzina setelah ia menikah, atau seseorang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan murtad dari Islam.”4 Muslim meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik:



َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫سو ِل‬ ‫اجتَ َو ْوهَا فَقَا َل‬ ْ َ‫سلَّ َم ْال َمدِينَةَ ف‬ ُ ‫سا ِم ْن‬ ُ ‫علَى َر‬ ً ‫أ َ َّن نَا‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ع َر ْينَةَ قَ ِد ُموا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫سو ُل‬ ‫صدَقَ ِة فَت َ ْش َربُوا ِم ْن‬ ُ ‫لَ ُه ْم َر‬ َّ ‫سلَّ َم إِ ْن ِشئْت ُ ْم أ َ ْن تَ ْخ ُر ُجوا إِلَى إِ ِب ِل ال‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫اْلس َْل ِم‬ ْ ‫عاةِ فَقَتَلُو ُه ْم َو‬ ُّ ‫علَى‬ َ ‫ارتَدُّوا‬ َ ‫الر‬ َ ‫ص ُّحوا ث ُ َّم َمالُوا‬ َ ‫أ َ ْلبَانِ َها َوأَب َْوا ِل َها فَفَعَلُوا َف‬ ِ ْ ‫ع ْن‬



4



Al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, h. 6390.



9



َ ‫سلَّ َم فَ َب َع‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫صلَّى‬ ‫ث‬ ُ ‫ساقُوا ذَ ْودَ َر‬ ِ َّ ‫سو ِل‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َ ‫َو‬ َ ‫ي‬ َ ‫َّللا‬ َّ ‫سلَّ َم فَ َبلَ َغ ذَ ِل َك النَّ ِب‬ ُ َ ‫ي ِب ِه ْم فَ َق‬ ‫س َم َل أَ ْعيُ َن ُه ْم َوتَ َر َك ُه ْم فِي ْال َح َّر ِة َحتَّى َماتُوا‬ َ ‫ط َع أ َ ْي ِد َي ُه ْم َوأ َ ْر ُجلَ ُه ْم َو‬ َ ‫فِي أَث َ ِر ِه ْم فَأ ِت‬ “Bahwa sekelompok orang dari ‘Urainah mendatangi Rasulullah untuk berobat karena sakit perut, maka Rasulullah bersabda: “Jika kalian mau pergilah ke kandang unta (harta) zakat, minumlah susu dan baulnya.” Kemudian mereka melakukannya, dan mereka menjadi sehat. Lalu mereka mendatangi penjaga unta itu dan membunuhnya5, kemudian murtad dari Islam, dan mencuri unta milik Rasulullah. Peristiwa itu disampaikan kepada beliau, dan beliau memerintahkan untuk menangkap mereka. Setelah mereka tertangkap, maka beliau memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki dan membutakan mata mereka, lalu membuang mereka ke padang pasir yang terik sampai mati.” Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan, tidak satu pun hukuman mati yang dijatuhkan Rasulullah kepada orang yang murtad semata-mata karena kemurtadannya saja, melainkan karena orang tersebut menyertainya dengan tindakan pengkhianatan terhadap umat Islam, atau karena mereka bergabung dan mendukung musuh-musuh Islam. E. PENDAPAT 4 MADZHAB DALAM HUKUMAN MURTAD Hukuman bagi orang murtad adalah bunuh menurut empat mazhab. Tetapi bukan berarti semua negara Islam melaksanakan hukuman bunuh atas orang murtad. Seorang yang melakukan jinayah murtad akan dihukum dengan hukuman hudud. Bagaimanapun hukuman itu masih tertakluk kepada tiga hukuman utama. Wujudnya berbagai hukuman tertakluk kepada putusan hakim dengan melihat sebab dan latar belakang kasus murtad tersebut. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang murtad hukumannya wajib dibunuh baik laki-laki maupun perempuan Namun 2 Pada hadis riwayat Muslim lainnya: “mata mereka dibutakan karena mereka membunuh penjaga unta dengan membutakan matanya”. 5



10



demikian terjadi perbedaan pendapat di kalangan mazhab mengenai perempuan yang murtad. Menurut Abu Hanifah, perempuan yang murtad tidak dibunuh melainkan dihukum penjara dan dipaksa memeluk agama Islam kembali. Jika ia mau maka dilepaskan dari penjara, dan jika tidak mau maka dipenjarakan seumur hidup. Argumentasinya karena Rasulullah SAW. Melarang pembunuhan



terhadap



perempuan kafir. Secara analogi, jika perempuan tidak dubunuh karena kekafirannya secara asli, maka kekafiran karena murtad tentu tidak boleh dibunuh. Menurut imam Malik dan Syafi’i, bahwa seorang berpindah agama (murtad) harus dihukum bunuh, setelah mendapat kesempatan atau keringanan terlebih dahulu untuk bertaubat. Hal ini berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan. Karena perempuan yang dikenal dengan ummu ruhman pernah keluar dari Islam, sampailah kabar tersebut kepada Rasulullah, lalu Rasulullah menyuruhnya bertaubat, jika ia mau untuk bertaubat, dia tidak di hukum mati. Namun, jika tidak maka ia harus di bunuh.6 Tetapi bagi perempuan yang sedang menyusui anaknya (mempunyai anak kecil) hukuman bunuh tehadapnya harus ditunda hingga sempurna susuannya.7 Sebelum dilaksanakan hukuman, orang yang murtad itu harus diberi kesempatan untuk bertaubat. Waktu yang disediakan baginya untuk bertobat itu adalah 3 hari 3 malam menurut Imam Malik. Menurut Imam Abu Hanifah, ketentuan batas waktu untuk bertobat itu harus diserahkan kepada Ulul Amri, dan batas itu selambat-lambatnya 3 hari 3 malam. Menurut aturan umum yang dipegangi oleh ulama-ulama Syafi’iyah, orang yang tidak dilindungi jiwanya masih dilindungi dalam hubungan dengan orang lain yang sejenisnya. Orang murtad misalnya tidak dilindungi lagi jiwanya (boleh dibunuh) akan tetapi masih dilindungi dalam hubungannya dengan orang murtad 6



Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafii: Mengupas masalah fiqhiyah berdasarkan Al-Qur’an dan hadits (Cet. 3; Jakarta:Almahira, 2008), hlm. 349. 7 Zainal Eldin. Perbandingan Mazhab Tentang Hukum Pidana Islam: al-Muqaranah almazahib fi al-jinayah (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2015), hlm. 163.



11



lainnya. Jadi orang murtad tidak boleh membunuh terhadap orang lain sesama murtad, dan kalau ia



membunuhnya maka perbuatannya



tersebut dianggap



pembunuhan sengaja, meskipun andaikata ia masuk Islam lagi. Akan terapi fukahafukaha diluar mazhab Syafi’i tidak memakai aturan umum tersebut.8 Pada dasarnya pembunuhan orang murtad menjadi wewenang penguasa negara, maka jika ada seseorang biasa membunuhnya tanpa persetujuan (izin) dari penguasa tersebut maka berarti menyerobot (merampas) wewenang tersebut dan ia dijatuhi hukuman karena penyerobotannya ini, bukan karena pembunuhannya. Akan tetapi dikalangan mazhab maliki ada satu pendapat yang menyalahi aturan dasar tersebut, yaitu bahwa orang murtad meskipun tidak dilindungi jiwanya, namun orang yang membunuhnya dijatuhi hukuman ta’zir dan hukuman diyat yang harus diserahkan kepada baitulmall (perbendaharaan negara).9 Tobatnya orang yang murtad cukup dengan mengucapkan dua “kalimah syahadah”. Selain itu, ia pun mengakui bahwa apa yang dilakuakannya ketika murtad bertentangan dengan agama Islam.10 Hukuman pengganti diberikan apabila hukuman pokok tidak dapat diterapkan. Hukuman pengganti itu berupa ta’zir. Hukuman tambahan adalah merampas hartanya dan hilangnya terpidana untuk bertasharuf (mengelola) hartanya. Menurut imam Malik, Syafi’i, dan pendapat yang paling kuat dalam mazhab Hanbali, semua harta orang murtad dirampas. Menurut imam Abu Hanifah dan pendapat yang tidak kuat dalam mazhab Hanbali, hanya harta yang diperolehnya sesudah murtad itu saja yang di rampas, sedang harta yang diperoleh sebelum murtad diberikan kepada keluarga (ahli waris) yang beragama Islam.11



8



Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 239. Ibid. 10 A. Djazuli, Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 117. 11 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam..., hlm. 278. 9



12



Ada beberapa ketentuan hukum setelah kemurtadan seseorang ditetapkan menurut imam syafi’i, yaitu sebagai berikut: a. haram menerima atau memberi warisan b. keIslaman anak-anak dari orang yang murtad c. hilangnya kepemilikan harta d. pembekuan berbagai macam tindakan hukum e. penyerangan terhadap sekelompok orang yang murtad f. ada beberapa hal-hal yang dikerjakan terhadap orang yang murtad setelah dia dihukum mati.



F. BAGAIMANA KEBEBASAN BERAGAMA ISLAM DALAM PANDANGAN ISLAM DAN NASIONAL 1. Kebebasan beragama dalam pandangan Islam Datangnya Islam membawa dan menetapkan paham-paham kan kebebasan, ketika manusia pada masa itu tidak bebas, baik dalam berfikir maupun berpolitik: baik dibidang agama, ekonomi, atau masyarakat. Maka dengan datangnya Islam ini diakuinya kebebasan berakidah, kebebasan berbicara dan mengkritik. Islam telah menetapkan kebebasan pada masalah akidah dan agama. Karena itu, Islam melarang memaksakan kehendak kepada orang lain agar masuk Islam. Sebagaimana firman Allah swt:



‫اس َحت َّ ٰى َي ُكونُوا‬ َ ‫ض ُكلُّ ُه ْم َج ِميعًا ۚ أَفَأ َ ْن‬ ِ ‫َولَ ْو شَا َء َرب َُّك َْل َمنَ َم ْن فِي ْاْل َ ْر‬ َ َّ‫ت ت ُ ْك ِرهُ الن‬ َ‫ُمؤْ ِمنِين‬ “ Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi ini seluruhnya. Maka, apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? ” (Q.S. Yunus: 99)



13



َّ ‫الر ْشد ُ ِمنَ ْالغَي ِ ۚ فَ َم ْن َي ْكفُ ْر ِب‬ ُ ‫الطا‬ َّ ‫ت َويُؤْ ِم ْن ِب‬ ‫اَّللِ فَقَ ِد‬ ِ ‫غو‬ ُّ َ‫ِين ۖ قَ ْد تَ َبيَّن‬ ِ ‫ََل ِإ ْك َراهَ ِفي الد‬ َّ ‫ام لَ َها ۗ َو‬ ‫ع ِلي ٌم‬ َ ‫س ِمي ٌع‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ا ْست َ ْم‬ َ ‫س َك ِب ْالعُ ْر َو ِة ْال ُوثْ َق ٰى ََل ا ْن ِف‬ َ ‫ص‬ “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesugguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah: 256) Ayat tersebut turun untuk menerangkan kepada manusia sampai dimana kita menilai kebebasan di bidang agama secara jelas dengan diperkuat oleh dalil-dalil AlQur’an, karena pada masa jahiliyah ada suku aus dan khazraj yang cukup besar. Mereka kurang senang apabila ada salah seorang wanita dari kaum mereka yang hamil. Lalu anak-anak mereka di didik menurut ajaran Yahudi. Oleh sebab itu, banyak anak-anak yang condong pada agama Yahudi pada suku tersebut. Setelah Islam datang dan menjadi penutan mereka, maka mereka kembali mendidik anakanaknya dengan ajaran Islam dan keluar dari agama yahudi. Meskipun adanya hal-hal tersebut dan permusuhan antara kaum Muslimin dengan kaum Yahudi, Islam tidak pernah memaksa siapapun untuk keluar dari agama yahudi tau lainnya, agar masuk ke agama Islam. Islam datang untuk memantapkan dan meningkatkan kemerdekaan, sampai pada tingkat kebebasan berakidah dan beragama. Akan tetapi pemantapan ini mempunyai syarat-syarat tertentu, karena kebebasan ini tidak boleh dijadikan sebagai permainan. Sebagaimana yang telah di katakan kaum yahudi dalam firman Allah swt:



َ ‫ت‬ ْ َ‫َوقَال‬ ‫ار َوا ْكفُ ُروا‬ ِ ‫طائِفَةٌ ِم ْن أ َ ْه ِل ْال ِكتَا‬ َ ‫ب ِآمنُوا بِالَّذِي أ ُ ْن ِز َل‬ ِ ‫ع َلى الَّذِينَ آ َمنُوا َو ْجهَ النَّ َه‬ َ‫آخ َرهُ لَعَلَّ ُه ْم يَ ْر ِجعُون‬ ِ



14



“Perlihatkan (Seolah-olah) kamu beriman pada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang hari dan ingkarilah ia pada waktu berakhirnya, supaya mereka (orang-orang Mukmin) kembali (pada kekafiran).” (Q.S. Ali Imran: 72) Kaum yahudi berkata, “ Kami ketemukan agama Muhammad yang sifatnya beginibegitu, kemudian kami tinggalkan. Kami percaya kepadamu hari ini, dan setelah hari ini kami ingkar atau kufur kembali.” Mereka mensyiarkan agama Allah ini secara main-main. Maka itu dalam agama Islam ada ketentuan barangsiapa keluar dari Islam dianggap murtad dan harus dihukum. Islam mewajibkan bagi kaum muslimin untuk mempertahankan dan melindungi kebebasan beragama atau berakidah, sehingga terhindar dari fitnah dan demi tegaknya agama Allah.



2. Kebebasan beragama dalam pandangan nasional Sejak Indonesia merdeka dan pada tanggal 18 Agustus 1945, ditetapkan UUD Tahun 1945 telah mengatur juga tentang jaminan negara terhadap hak beragama sebagimana ditetapkan dalam ketentuan Pasal 29 UUD 1945 menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan bahwa negara menjamin kebebasan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.12 Pada tahun 1965, dengan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965, yang kemudian ditetapkan sebagai undangundang dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969, dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 1 Undang-undang tersebut, bahwa terdapat 6 agama yang hidup dan berkembang di Indonesia, yaitu: Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Tetapi tidaklah berarti bahwa hanya 6 agama itu yang boleh hidup di Indonesia, karena pada paragraph berikutnya Pieter Radjawane, “Kebebasan Beragama Sebagai Hak Konstitusi di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, No: 1, Vol: 20, Januari-Juni 2014, hlm. 33. 12



15



dari Penjelasan Pasal 1 itu dinyatakan bahwa hal itu tidaklah berarti bahwa agamaagama lainnya, seperti Zoroaster, Shinto, dan Tao dilarang di Indonesia.13 Pengaturan mengenai hak beragama sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam konstitusi sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 28E ayat (1) dan (2):14 (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih



pendidikan



dan



pengajaran,



memilih



pekerjaan,



memilih



kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Serta ketentuan pasal 28 I ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Serta pasal 29 ayat (2) UUD 1945; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamnya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.15 Selain pengaturan mengenai hak beragama sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam konstitusi sebagaimana disebutkan di atas yaitu dalam ketentuan pasal 28E ayat (1) (2), dan pasal 28 I ayat (1), serta pasal 29 ayat (2) UUD Tahun 1945, maka dalam tataran Undang-Undang terdapat sejumlah ketentuan yang mengatur mengenai hak beragama sebagai bagian dari hak asasi manusia diantaranya dalam ketentuan pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan 13



Ibid., hlm. 34. Ibid. 15 Ibid. 14



16



pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.16 Lebih lanjut dalam ketentuan pasal 22 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 disebutkan bahwa : (1) Setiap orang bebas memeluk agamanyamasing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama”. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran. 17



16 17



Ibid. Ibid.



17



BAB III PENUTUP Kesimpulan Jika ditinjau dari beberapa aspek baik secara umum tentang hukuman murtad dan kebebasan beragama, dapat disimpulkan bahwa hukuman murtad didalam islam dilaksanakan dengan adil, karena secara umum Islam itu adil dan sempurna. Perbuatan murtad tidak lain adalah satu usaha untuk melakukan revolusi terhadap Islam itu sendiri. Satu-satunya hukuman yang efektif dan harus dikenakan pada pelaku revolusi adalah hukuman mati. Hukuman ini sejajar dengan hukum ciptaan manusia bahwa mereka yang memicu revolusi terhadap sistem negara harus menerima hukuman bunuh. Siapa pun, apakah warga negara komunis atau kapitalis, ketika dia berusaha untuk melakukan revolusi terhadap sistem negara, tentu dituduh sebagai pengkhianat besar terhadap negaranya dan hukuman efektif keatas pengkhianat adalah mati. Maka hukum bunuh dalam Islam pada orang murtad adalah logis dan sejalan dengan hukum ciptaan manusia di manapun Negara Saran Usaha memurtadkan umat Islam semakin parah berlaku di negara Islam. Karena usaha dari pendakwah agama lain yang bernafsu besar menyebarkan agama mereka. Sebagai umat Islam, kita harus mempunyai akidah yang mantap, syariat yang kuat dan akhlak yang jelas bersandarkan Al-Quran dan sunnah serta menjadi role model kepada manusia, dengan menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan kita agar non muslim tertarik kepada Islam karena akhlak yang dipamerkan.



18



DAFTAR PUSTAKA Zuhaili, Wahbah, Fiqh Imam Syafi’i: Mengupas masalah fiqhiyah berdasarkan AlQur’an dan Hadits, Jilid III, Jakarta: Almahira, 2008. Jurnal Abd. Rahman Dahlan, Murtad: Antara Hukuman Mati Dan Kebebasan Beragama, dilihat pada tanggal 11 oktober 2017. Radjawane, Pieter, “Kebebasan Beragama Sebagai Hak Konstitusi di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, No: 1, Vol: 20, Januari-Juni 2014. Eldin, Zainal. Perbandingan Mazhab Tentang Hukum Pidana Islam: al-Muqaranah al-Mazahib fi al-Jinayah, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2015. Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990. A. Djazuli, Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997



19