Masalah-Masalah Belajar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MASALAH-MASALAH BELAJAR Pendahuluan Pada bagian terdahulu kita telah banyak berdiskusi tentang berbagai dimensi yang perlu mendapat perhatian guru dan siswa untuk mewujudkan keberhasilan proses pembelajaran. Dari kajian yang telah kita lakukan, kita juga memahami bahwa keberhasilan proses pembelajaran merupakan muara dari seluruh aktivitas yang dilakukan guru dan siswa. Artinya, apapun bentuk kegiatan-kegiatan guru, mulai dari merancang pembelajaran, memilih dan menentukan materi, pendekatan, strategi dan metode pembelajaran, memilih dan menentukan teknik evaluasi, semuanya diarahkan untuk mencapai keberhasilan belajar siswa. Meskipun guru secara sungguhsungguh telah berupaya merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, namun masalah-masalah belajar tetap akan dijumpai guru. Hal ini merupakan pertanda bahwa belajar merupakan kegiatan yang dinamis sehingga guru perlu secara terus menerus mencermati perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa di kelas. Agar aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dapat lebih terarah, dan guru dapat memahami persoalan-persoalan belajar yang sering kali atau pada umumnya terjadi pada kebanyakan siswa dalam berbagai bentuk aktivitas pembelajaran, maka akan lebih baik bilamana guru memiliki bekal pemahaman tentang masalah-masalah belajar. Pemahaman tentang masalah belajar memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan munculnya masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan pemahaman itu pula guru dapat menemukan masalah-masalah didalam pelaksanaan proses pembelajaran. Memahami pentingnya hal ini, maka pada bagian ini Anda akan diajak untuk mengkaji secara kritis dan lebih dalam masalah-masalah belajar. Agar memperoleh pemahaman yang baik, maka disamping mengikuti pembahasan melalui tatap muka dikelas, Anda juga diharapkan dapat lebih mendalaminya melalui aktivitas diskusi pada sesama teman, atau mengkaji sendiri. Setelah mempelajari bab ini, berdiskusi dengan rekan-rekan Anda serta mengerjakan tugas-tugas latihan yang disediakan, diharapkan Anda memiliki kompetensi: 1. Menjelaskan konsep masalah-masalah internal belajar 2. Mengidentifikasi factor-faktor internal yang mempengaruhi proses belajar 3. Menjelaskan masalah-masalah eksternal belajar 4. Menguraikan jenis-jenis kesulitan belajar



5. Mengatasi kesulitan belajar siswa Untuk mendukung tercapainya kompetensi tersebut, berikut ini diuraikan beberapa sub materi terkait dengan beberapa indikator kompetensi yang akan dicapai. Oleh karena itu diharapkan Anda dapat berperan aktif mengkaji paparan materi berikut ini. A. Masalah-masalah Internal Belajar Mengacu pada beberapa pandangan tentang belajar seringkali dikemukakan bahwa masalah-masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi siswa. Sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar. Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar dapat berhubungan dengan karakteristik/ciri siswa, baik berkenaan dengan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman. Selama proses belajar, masalah belajar sering kali berkaitan dengan sikap terhadap belajar, motivasi, konsentrasi, pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali kembali pesan yang telah tersimpan, unjuk hasil belajar. sesudah belajar, masalah belajar dimungkinkan berkaitan dengan penerapan prestasi atau keterampilan yang sudah diperoleh melalui proses belajar sebelumnya. Sedangkan dari dimensi guru, masalah belajar dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Sebelum belajar masalah belajar seringkali berkaitan dengan pengorganisasian belajar. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkenaan dengan bahan belajar dan sumber belajar. Sedangkan sesudah kegiatan belajar, masalah belajar yang dihadapi guru kebanyakan berkaitan dengan evaluasi hasil belajar. Berikut ini adalah beberapa factor internal yang mempengaruhi proses belajar siswa. 1. Ciri Khas/Karakteristik Siswa Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian siswa, baik fisik maupun mental. Berkaitan dengan aspek-aspek fisik tentu akan relative lebih mudah diamati dan dipahami, dibandingkan dengan dimensi-dimensi mental atau emosional. Sementara dalam kenyatannya, persoalan-persoalan pembelajaran lebih banyak berkaitan dengan dimensi mental atau emosional.



Masalah-masalah belajar yang berkenaan dengan dimensi siswa sebelum belajar pada umumnya berkenaan dengan minat, kecakapan dan pengalaman-pengalaman. Bilamana siswa memiliki minat yang tinggi untuk belajar, maka ia akan berupaya mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang akan dipelajari secara lebih baik. Hal ini misalnya dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku, alat-alat tulis, apalagi mempersiapkan materi yang perlu untuk mendukung pemahaman siswa juga akan turut menentukan muncul tidaknya masalah belajar sebelum kegiatan belajar dimulai. Siswasiswa yang memiliki latar pengalaman yang baik yang mendukung materi pelajaran yang akan dipelajari, tidak memiliki banyak masalah sebelum belajar dan dalam proses belajar selanjutnya. Namun bagi siswa yang kurang memiliki pengalaman yang terkait dengan mata pelajaran atau materi yang akan dipelajari akan menghadapi masalah dalam belajar, terutama berkaitan dengan kesiapannya untuk belajar. 2. Sikap Terhadap Belajar Dalam berbagai literature kita menemukan bahwa sikap adalah kecenderungan seseorang untuk berbuat. Sikap sesungguhnya berbeda dengan perbuatan, karena perbuatan merupakan implementasi atau wujud nyata dari sikap. Namun demikian sikap seseorang akan tercermin melalui tindakannya. Sebagai contoh, ketika seorang siswa merasa tertarik untuk mempelajari suatu mata pelajaran tertentu, maka dalam dirinya sudah ada keinginan untuk menerima atau menolak pelajaran tersebut, walaupun waktu itu belum dimulai atau dilaksanakan kegiatan pembelajaran. Bilamana seseorang menyenangi sesuatu, maka ia akan menerima, dan pada gilirannya ia tidak bersedia untuk melakukan atau akan mengabaikan kesempatan untuk melakukan kegiatan tersebut. Dalam kegiatan belajar, sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketika memulai kegiatan belajar merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa selanjutnya banyak ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar. Bilamana ketika akan memulai kegiatan belajar siswa memiliki sikap menerima atau ada kesediaan emosional untuk belajar, maka ia akan cenderung untuk berusaha terlibat dalam kegiatan belajar dengan baik. Namun bilamana yang lebih dominan adalah sikap menolak sebelum belajar atau ketika akan memulai pelajaran, maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau mengikuti kegiatan belajar.



Sikap terhadap belajar juga nampak dari kesungguhan mengikuti pelajaran, atau sebaliknya bersikap acuh terhadap aktivitas belajar. Misalnya acuh dengan penjelasan guru, tidak serius ketika bertanya/mengemukakan pendapat, mengerjakan tugas berprinsip “asal jadi”, dalam hal ini siswa tidak berupaya menyelesaikan tugas sesuai dengan kapasitas kemampuan optimalnya. Karena itu disarankan agar guru dapat mencermati sacara sungguhsungguh sikap siswa, memberikan kesan positif tentang belajar termasuk manfaat bagi siswa dalam kaitan dengan pencapaian hasil belajar yang lebih baik dan mencapai cita-cita yang mereka diinginkan. 3. Motivasi Belajar Motivasi di dalam kegiatan belajar merupakan kekuatan yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk mendayagunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan potensi diluar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan nampak melalui kesungguhan untuk terlibat didalam proses belajar, antara lain Nampak melalui keaktifan bertanya, mengemukakan pendapat, menyimpulkan pelajaran, mencatat, membuat resume, mempraktekkan sesuatu, mengerjakan latihan-latihan dan evaluasi sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Didalam aktivitas belajar sendiri, motivasi individu dimanifestasikan dalam bentuk ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak isi pelajaran, kesungguhan dan ketelatenan dalam mengerjakan tugas dan sebagainya. Sebaliknya siswa-siswa yang tidak atau kurang memiliki motivasi, umumnya kurang mampu untuk bertahan untuk belajar lebih lama, kurang sungguh-sungguh didalam mengerjakan tugas. Sikap yang kurang positif didalam belajar ini semakin nampak ketika tidak ada orang lain (guru, orang tua) yang mengawasinya. Oleh karena itu, rendahnya motivasi merupakan masalah dalam belajar, karena hal ini memberikan dampak bagi ketercapaian hasil belajar yang diharapkan. 4. Konsentrasi Belajar Konsentrasi belajar merupakan salah satu aspek psikologis yang seringkali tidak begitu mudah untuk diketahui oleh orang lain selain diri individu yang sedang belajar. Hal ini disebabkan kadang-kadang apa yang terlihat melalui aktivitas seseorang belum tentu sejalan dengan apa yang sesungguhnya sedang individu tersebut pikirkan. Sebagai contoh, ketika dihadapan siswa terdapat sebuah buku yang sedang terbuka, dan terlihat sepintas siswa



seperti sedang mengamati atau membaca buku tersebut. Akan tetapi benarkan siswa sedang memusatakan perhatian (berkonsentrasi) terhadap isi buku yang terbuka dihadapannya? Tentu perlu diperiksa, diteliti dan dipahami untuk dapat menyimpulkannya. Ketika guru menjelaskan pelajaran, dan sepintas terlihat siswa-siswa di kelas tersebut memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru. Dapatkah guru menjamin bahwa semua siswa sedang konsentrasi dengan apa yang ia jelaskan? Bilamana menurut keyakinan guru siswa berkonsentrasi terhadap pelajaran yang sedang dijelaskannya, maka umumnya guru merasa yakin pula bahwa siswa-siswa dapat memahami pelajaran dengan baik. Bagaimana jika yang terjadi tidak seperti yang diduga guru, karena ternyata separoh siswanya hanya diam, akan tetapi tidak berkonsentrasi dengan pelajaran yang disajikan guru? Hal-hal seperti ini layak dikaji secara cermat guru agar guru dapat memahami kondisi siswa sesungguhnya. Kesulitan berkonsentrasi merupakan indicator adanya masalah belajar yang dihadapi siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk membantu siswa agar dapat konsentrasi dalam belajar tentu memerlukan waktu yang cukup lama, disamping menuntut ketelatenan guru. Akan tetapi dengan bimbingan, perhatian serta bekal kecakapan yang dimiliki guru, maka secara bertahap hal ini akan dapat dilakukan. 5. Mengolah Bahan Belajar Mengolah bahan belajar dapat diartikan sebagai proses berpikir seseorang untuk mengolah informasi-informasi yang diterima sehingga menjadi bermakna. Dalam kajian konstruktivisme mengolah bahan belajar atau mengolah informasi merupakan kemampuan penting agar seseorang mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri berdasarkan informasi yang telah ia dapatkan. Dalam proses pembelajaran, makna yang dihasilkan dari proses pengolahan pesan merupakan hasil bentukan siswa sendiri yang bersumber dari apa yang mereka dengar, lihat, rasakan, dan alami. Seperti telah dibahas sebelumnya, secara substansial, belajar bukanlah aktivitas menghimpun fakta atau informasi, akan tetapi lebih kepada upaya pengembangan pemikiran-pemikiran baru. Dalam keadaan ini, maka kemampuan siswa mengolah bahan belajar merupakan kemampuan yang harus terus didorong dan dikembangkan agar siswa semakin mampu mencapai makna belajar dan akan semakin mengarah pada perkembangan serta kemampuan berpikir yang sangat berguna untuk menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru.



Bilamana dalam proses belajar, siswa mengalami kesulitan didalam mengolah pesan, maka berarti ada kendala pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk terus mengolah bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis. Saling keterkaitan antara komponen-komponen dalam proses pengolahan pesan digambarkan dalam bentuk bagan berikut; 3 Proses Pengolahan  Proses berkesadaran  Memiliki tugas  Latihan menggunakan  Menarik kesimpulan unjuk hasil



1 Proses Penerimaan  Perhatian  Seleksi  Pengkodean



2 Proses Pengaktifan  Penguatan pesan baru  pembangkitan pesan dan pengalaman lama



4 Proses penyimpanan  Ingatan jangka panjang  Penghayatan  Latihan ulang



5 Pemanggilan



Bagan 7.4 Sistem Kesadaran dan Belajar (Adaptasi dari Dimyati dan Mudjiono, 1994) Bagan di atas menunjukkan tahapan-tahapan kesadaran dalam kegiatan belajar. Proses kesadaran tersebut meliputi proses penerimaan, proses pengaktifan, proses pengolahan, proses penyimpanan dan kembali lagi kepada proses pengaktifan. Kelima proses tersebut merupakan siklus yang saling berkait. Oleh sebab itu bilamana siswa mengalami kesulitan pada salah satu proses tersebut, maka kemungkinan besar ia akan mengalami kendala pula pada proses selanjutnya. 6. Menggali Hasil Belajar Dalam kegiatan pembelajaran kita sering mendengar bahkan mengalami sendiri di mana kita merasakan kesulitan menggali kembali hasil belajar yang sebelumnya sudah kita temukan atau kita ketahui. Pesan yang sudah kita terima tidak secara otomatis dapat kita panggil kembali, karena di dalam mekanisme kerja otak ada suatu proses yang harus dilalui



untuk dapat menggali kembali pesan-pesan yang telah tersimpan dinamakan menggali hasil belajar. Kesulitan di dalam proses menggali kembali pesan-pesan lama merupakan kendala di dalam proses pembelajaran karena siswa akan mengalami kesulitan untuk mengolah pesanpesan baru yang memiliki keterkaitan dengan pesan-pesan lama yang telah diterima sebelumnya. Jika kita cermati kembali bagan “system kesadaran dan belajar” seperti telah ditampilkan sebelumnya, kita dapat memahami bahwa kesulitan didalam menggali kembali atau mengaktifkan kembali pesan-pesan yang telah dipelajari bukan merupakan suatu aktivitas yang terpisah. Kesulitan ini memiliki keterkaitan dengan proses penerimaan, proses pengolahan, proses penyimpanan dan kemampuan dan cara menggali pesan itu sendiri. Bilamana dalam proses belajar siswa mengalami hambatan atau kesulitan didalam proses penerimaan pesan, maka siswa tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu yang dipelajari. Oleh sebab itu bagi guru dan siswa sangat penting memperhatikan proses penerimaan pesan dengan sebaik-baiknya terutama melalui pemusatan perhatian secara optimal. Demikian pula dalam proses pembelajaran guru hendaknya berupaya untuk mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas, latihan-latihan menggunakan cara kerja tertentu, rumus, latihan-latihan agar siswa mampu meningkatkan kemampuannya di dalam mengolah pesan-pesan pembelajaran. 7. Rasa Percaya Diri Rasa percaya diri merupakan salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri pada umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat didalam suatu aktivitas tertentu dimana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Dari dimensi perkembangan, rasa percaya diri dapat tumbuh dengan sehat bilamana ada pengakuan dari lingkungan. Itulah sebabnya maka didalam proses pendidikan dan pembelajaran, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah, orang tua atau guru hendaknya dapat menerapkan prinsip-prinsip pedagogis secara tepat terhadap anak. Mendidik dengan memberikan penghargaan dan pujian jauh lebih baik dari pada mendidik dengan cara mencemooh dan mencela. Dalam berbagai tulisan sering dikemukakan, bilamana orang tua maupun guru berupaya mendidik anak dengan pujian dan penghargaan maka anak akan



tumbuh dengan percaya diri. Namun bilamana mereka dididik dengan cela dan cemoohan maka ada kecenderungan anak menyesali diri dan merasa bersalah. Akibatnya anak-anak tidak memiliki kemampuan mengeksplorasi kemampuannya dan tidak memiliki keberanian yang cukup untuk melakukan sesuatu, terlebih lagi bilamana sesuatu adalah hal-hal baru yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Bilamana siswa sering mencapai keberhasilan didalam melaksanakan tugas, di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan apalagi diiringi adanya pengakuan umum atas keberhasilan yang dicapai maka rasa percaya diri siswa akan semakin kuat. Sebaliknya bilamana kegagalan lebih sering dialami, terlebih lagi diiringi dengan penyesalan dan celaan dari lingkungannya, maka siswa semakin merasa tidak percaya diri, bahkan dapat menimbulkan rasa takut untuk belajar atau membenci pelajaran tertentu. Pendekatan-pendekatan emosional guru kepada siswa menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran agar keberanian siswa dapat tumbuh dengan baik. Guru juga perlu memberikan pemahaman kepada siswa bahwa sukses dan gagal melakukan sesuatu adalah dua hal yang dialami setiap orang didalam proses pembelajaran. Hal-hal semacam ini bukan merupakan tanggung jawab yang harus diwujudkan guru bersamaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan. 8. Kebiasaan Belajar Kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalm waktu yang relative lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya. Ada beberapa bentuk perilaku yang menunjukkan kebiasaan tidak baik dalam belajar yang sering kita jumpai pada sejumlah siswa, seperti; a. Belajar tidak teratur b. Daya tahan belajar rendah (belajar secara tergesah-gesah) c. Belajar bilamana menjelang ulangan atau ujian d. Tidakmemiliki catatan pembelajaran yang lengkap e. Tidak terbiasa membuat ringkasan f. Tidak memiliki motivasi untuk memperkaya materi pelajaran g. Senang menjiplak pekerjaan teman, termasuk kurang percaya diri di dalam menyelesaikan tugas h. Sering dating terlambat



i. Melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk (misalnya merokok) Jenis-jenis kebiasaan belajar diatas merupakan bentuk-bentuk perilaku belajar yang tidak baik karena mempengaruhi aktivitas belajar siswa dan pada gilirannya dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar yang diperoleh. Sejalan dengan pandangan di atas, Misunita (2008) mengemukakan bahwa kesukaran belajar dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan-tahapan dalam pengolahan informasi, yaitu; 1). Input; Kesukaran belajar pada katagori ini berkaitan dengan masalah penerimaan informasi melalui alat indera, misalnya persepsi visual dan auditory. Kesukaran dalam persepsi visual dapat menyebabkan masalah dalam mengenali bentuk, posisi, atau ukuran objek yang dilihat. 2). Integration; Kesukaran tahap ini berkaitan dengan memori/ingatan. Kebanyakan masalah dalam kategori ini berkaitan dengan short-term memory yang membuat seseorang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi baru tanpa banyak pengulangan. Misalnya kesukaran dalam memori visual mempengaruhi proses belajar dalam mengeja. 3). Storage; Tahap ini berkaitan dengan memori/ingatan. Kebanyakan masalah dalam kategori ini berkaitan dengan short-term memory yang membuat seseorang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi baru tanpa banyak pengulangan. Misalnya kesukaran dalam memori visual mempengaruhi proses belajar dalam mengeja. 4). Output; Informasi yang telah diproses oleh otak akan muncul dalam bentuk respon atau melalui kata-kata, yaitu output bahasa, aktivitas otot, misalnya menulis, atau menggambar. Kesulitan dalam output bahasa mengakibatkan masalah dalam bahasa lisan, misalnya menjawab pertanyaan yang diharapkan dimana seseorang harus menyampaikan kembali informasi yang disimpan, mengorganisasikan bentuk pikirannya dalam bentuk kata-kata. Hal yang serupa juga terjadi bila masalah menyangkut bahasa tulis. Kesulitan dalam kemampuan motoric menyangkut kemampuan motoric kasar maupun halus.



Untuk dapat memahami kesulitan atau kesukaran belajar, hendaknya guru atau orang tua memahami dengan baik makna kesukaran belajar itu sendiri. Dari beberapa sumber dijelaskan pengertian kesukaran belajar; a). Kesukaran belajar adalah sekelompok disorder yang mempengaruhi beberapa kemampuan akademis dan fungsional termasuk kemampuan untuk berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, mengeja, reason, dan mengorganisasikan informasi. Kesukaran belajar bukanlah indicator dari rendahnya intelegensi seseorang. Seseorang dengan kesukaran belajar terkadang sulit untuk mencapai tingkat intelektual sesungguhnya karena kelemahan dalam satu atau lebih proses informasi otak. b). Istilah kesukaran belajar diberikan kepada siswa-siswa yang tidak mampu membuat peningkatan kemampuan yang berarti dalam menghadapi kurikulum sekolah, utamanya dalam kemampuan bahasa, sastra, dan matematika. Masalahmasalah yang mereka alami bisa terjadi hanya pada salah satu mata pelajaran namun dapat juga terjadi pada seluruh mata pelajaran dalam kurikulum sekolah. Karena berbagai alas an, siswa-siswa tersebut tidak mampu mengikuti pelajaran dengan mudah. c). Kesukaran belajar sebagai gangguan pada satu atau lebih proses dasar psikologis termasuk dalam memahami atau menggunakan bahasa tulis dan lisan, yang mana tampak dalam kemampuan menyimak, berpikir, berbicara, membaca, mengeja, dan menyelesaikan hitungan matematis. Adapun yang termasuk dalam kesukaran belajar adalah perseptual disabilities, kerusakan otak, minimal brain dysfunction, dyslexia, dan aphasia. Masalah-masalah belajar yang berdasar dari visual, hearing, dan motoric disabilities, reterdasi mental, atau environmental, cultural, dan economic disadvantage tidak termasuk kelompok ini. d). Kesukaran belajar merujuk pada beberapa gangguan yang berdampak pada proses akuisisi, organisasi, retensi, memahami penggunaan informasi secara verbal maupun non verbal. B. Faktor-faktor Eksternal Belajar



Keberhasilan belajar siswa di samping ditentukan oleh faktor-faktor internal juga turut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada di luar diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa. Sebagai contoh, sebut saja seorang siswa bernama Rudi. Ia adalah salah seorang siswa yang memiliki kebiasaan belajar yang baik, karena ia belajar setiap hari secara teratur dan selalu memanfaatkan waktu yang tersedia dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan berbagai tugas yang diberikan guru-guru disekolah. Karena ketekunan dan keteraturannya dalam belajar itu ia dapat mencapai hasil belajar yang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai latihan-latihan soal yang diberikan oleh guru hampir setiap hari. Demikian pula nilai ulangan-ulangan harian dan ulangan umum hampir tidak pernah ia mendapatkan nilai buruk, bahkan untuk beberapa mata pelajaran, ia dapat mengalahkan hasil belajar yang diperoleh oleh teman-teman sekelasnya. Namun ketika naik kelas berikutnya, Rudi berubah. Guru-guru yang sebelumnya mengenal bahwa Rudi memiliki kemampuan belajar yang baik, kemudian merasa kurang percaya dengan apa yang terjadi pada Rudi. Nilai-nilai ulangan harian anjlok, prestasi belajar yang dulu dicapainya bergeser jauh oleh rekan-rekan yang lain. Ketika guru-guru mencoba mencermati, diketahui bahwa rudi terpengaruh oleh pergaulan rekan-rekannya yang sering menghabiskan waktu untuk aktivitas-aktivitas yang tidak positif. Pada berbagai kegiatan pembelajaran lain kita dapat melihat berbagai contoh nyata, tidak sedikit siswa yang sebelumnya diketahui memiliki hasil belajar yang relatif rendah, akan tetapi karena guru dapat merencanakan kegiatan belajar dengan baik, menggunakan pendekatan dan strategi pembelajaran yang tepat, serta menerapkan pendekatan-pendekatan bimbingan belajar yang sesuai dengan kondisi siswa, ternyata mampu merubah hasil belajar siswa yang rendah menjadi lebih baik. Karena itu kita dapat memahami bahwa hasil belajar disamping ditentukan oleh faktor intern, juga dipengaruhi oleh faktor-fakror ekstern. Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain adalah: 1. Faktor Guru Dalam proses pembelajaran, kehadiran guru masih menempati posisi penting, meskipun ditengah pesatnya kemajuan teknologi yang telah merambat kedunia pendidikan. Dalam berabgai kajian diungkapkan bahwa secara umum sesungguhnya tugas dan tanggung jawab guru mencakup aspek yang luas, lebih sekedar melaksanakan



proses pembelajaran di kelas, akan tetapi juga sebagai bagian dari organisasi yang turut serta menentukna kemajuan sekolah bahkan di masyarakat. Dalam ruang lingkup tugasnya, gurunya dituntut untuk memiliki sejumlah keterampilan terkait dengan tugas-tugas yang dilaksanakannya. Bila disimpulkan dari pendapat maka kita dapat menemukan beberapa faktor yang menyebabkan semakin tingginya tuntutan terhadap keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai dan dimiliki oleh guru. Faktor pertama adalah karena cepatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi. Implikasi bagi guru adalah dimana guru harus memiliki keterampilan-keterampilan yang cukup untuk mampu memilih topik, aktivitas dan cara kerja dari berbagai kemungkinan yang ada. Guru-guru juga harus mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya menyampaikan informasi, melainkan juga mendorong para siswa untuk belajar secara bebas dalam batas-batas yang ditentukan sebagai anggota kelompok. Faktor kedua adalah terjadinya perubahan pandangan di dalam masyarakat yang memiliki implikasi pada upaya-upaya pengembangan pendekatan terhadap siswa. Sebagai contoh banyak guru yang memberikan motivasi seperti mendorong anak-anak bekerja keras di sekolah agar nanti mereka memperoleh suatu pekerjaan yang baik, tidak lagi menarik bagi mereka. Dalam konteks ini gagasan tentang keterampilan mengajar yang hanya menekankan transmisi pengetahuan dapat menjadi suaru gagasan yang miskin dan tidak menarik. Faktor ketiga adalah perkembangan teknologi baru yang mampu menyajikan berbagai informasi yang lebih cepat dan menarik. Perkembangan-perkembangan ini menguji fleksibilitas dan adaptabilitas guru untuk memodifikasi gaya mengajae mereka dalam mengakomodasi sekurang-kurangnya sebagian dari perkembangan baru tersebut yang memiliki suatu potensi untuk meningkatkan proses pembelajaran. Tuntutan terhadap penguasaan sejumlah keterampilan oleh guru harus lebih mendapat perhatian, utamanya bilamana pembelajaran dilakukan diarahkan lebih mendalam pada pengembangan aspekaspek sikap (afektif). Reece dan Walker (1997: 92) mempertegas pernyataannya bahwa kawasan afektif adalah daerah yang paling sulit dan relatif kurang literatur menyangkut sikap. Sikap dapat diajarkan melalui pemberian contoh, misalnya bilamana guru sering terlambat, maka siswapun akan berbuat yang sama. Dalam hal ini siswa menggunakan



guru sebagai “model” dan oleh karena itu kita harus hati-hati akan hal ini. Pembelajaran yang baik tidak dapat dipahami terutama hanya dari sebuah pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, sebab sentral dari pembelajaran tersebut mencakup tindakantindakan moral dalam konteks yang bersifat khusus. Oleh sebab itu menurut Shulman dan Sockett guru yang baik harus menggunakan penilaian terhadap tindakan situasi kelas secara khusus. Penilaian dan tindakan-tindakan guru terhadap situasi harus mencakup tindakan-tindakan siswa sebagai sumber-sumber (agen) moral. Sebelum guru menetukan strategi pembelajaran, metode dan teknik-teknik evaluasi yang akan dipergunakan, maka guru terlebih dahulu dituntut untuk memahami karakteristik siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen,1998:5). Pengenalan terhadapap siswa dalam interaksi belajar mengajar, merupakan faktor yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan oleh setiap guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat menyentuh kepentingan siswa, minatminat mereka, kemampuan serta berbagai karakteristik lain yang terdapat pada siswa, dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pengenalan terhadap siswa mengandung arti bahwa guru harus dapat memahami dan menghargai keunikan cara belajar siswa dan kebutuhan-kebutuhan perkembangan mereka. Upaya-upaya mengenal dan memahami siswa merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, karena kebutuhan siswa tidak menetap, akan tetapi mengalami perubajan sesuai tahap perkembangannya. Bahkan seringkali perubahanperubahan yang terjadi pada siswa berrlangsung dengan cepat sehingga guru tidak jarang mengalami kesulitan untuk mengenal dan memahaminya secara cermat. Disamping itu pula



kebutuhan-kebutuhan



mereka



menggambarkan



keberagaman



intelegensial,



kemampuan maupun ketidakmampuan (Parkey, 1998:276). Bagi anak-anak yang memiliki tingkat intelegensi yang baik berada dalam tahap atau masa perkembangan tertentu memiliki sejumlah kebutuhan yang berbeda dengan anak-anak yang tergolong memiliki intelegensi yang rendah walaupun sama-sama berada pada tahap perkembangan tertentu. Dalam pandangan DePorter & Hernacki (2001 : 117) terdapat tiga karakteristik



atau modalitas dalam belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu; (1) orang-orang yang visual, yang sering kali ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di telepon, berbicara dengan cepat, lebih suka melihat peta daripada mendengar penjelasan, (2) orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengarkan ceramah atau seminar daripada membaca buku, lebih suka berbicara daripada menulis, (3) orang-orang yang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, yang banyak menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk diam. Michael Grinder, pengatrang Righting the Education Conveyor Belt (DePorter & Henacki, 2001: 112) telah mengajarkan gaya-gaya belajar dan mengajar kepada banyak instruktur. Ia mencatat bahwa dalam setiap kelompok yang terdiri dari tiga puluh murid, sekitar dua puluh dua orang mampu belajar secara cukup efektif dengan cara-cara visual, auditorial dan kinestetik sehingga mereka tidak membutuhkan perhatian khusus. Dari sisa delapan orang, sekitar enam orang memilih satu modalitas belajar dengan sangat menonjol melebihi dua modalitas belajar dengan sangat menonjol melebihi dua modalitas lainnya. Sehingga setiap saat mereka harus selalu berusaha keras untuk memahami perintah, kecuali perintah khusus diberikan kepada mereka dengan menghadirkan cara mereka pilih. Dua orang murid lainnya mempunyai kesulitan belajar karena sebab-sebab eksternal. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 ditetapkan 4 kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian. Direktorat Jenderal Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (2006) menjabarkan kompetensi pedagogis kedalam subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut: a. Memahami peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik. b. Merancang permbelajaran, termasuk memahami landasan-landasan pendidikan untuk kepentingan



pembelajaran.



Subkompetensi



ini



memiliki



indikator



esensial;



menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran



berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rencana pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. c. Melaksanakan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial; menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial; melaksanakan evaluasi (assesment) proses dan hasil belajar secara kesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil penilaian proses dan hail belajar untuk menenetukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial; memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkkan berbgai potensi akademik.



Bilamana dalam proses pembelajaran, guru mengaktualisasikan tugas-tugas dengan baik, mampu memfasilitasi kegiatan belajar siswa, mampu memotivasi, membimbing dan memberi kesempatan secara luas untuk memperoleh pengalaman, maka siswa akan mendapat dukungan yang kuat untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Namun jika guru tidak dapat melaksanakan fungsi-fungsi stratregis pembelalajaran, siswa-siswa akan mengalami masalah yang memungkinkan dapat menghambat pencapai hasil belajar mereka. 2. Lingkungan Sosial (termasuk teman sebaya) Sebagai makhluk sosial maka setiap siswa tidak mungkin melepaskan dirinya dari interaksi dengan lingkungan , terutama sekali teman-teman sebaya di sekolah. Dalam kajian sosiologis, sekolah merupakan sistem sosial di mana setiap orang yang ada di dalamnya terikat oleh norma-norma dan aturan-aturan sekolah yang disepakati sebagai pedoman untuk mewujudkan ketertiban pada lembaga pendidikan tersebut. Di samping peraturan formal sekolah, para siswa biasanya juga memiliki norma-norma dan aturanaturan yang lebih spesifik sebagi suatu konsensus bersama untuk ditaati oleh anggota kelompok masing-masing.



Lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh positif dan dapat pula memberikan pengaruh negatif terhadap siswa. Ilustrasi berupa contoh seorang siswa bernama Rudi yang diungkapkan pada awal bagian ini merupakan salah satu bentuk lingkungan sosial berupa teman sebaya yang membawa Rudi terpengaruh dengan kebiasaan rekan-rekannya sehingga mendatangkan dampak negarif terhadap proses dan hasil belajar yang ia peroleh. Banyak contoh lain berupa lingkungan sosial yang tidak menguntungkan perkembangan siswa dan memberi pengaruh negatif terhadap kegiatan belajar siswa. Tidak sedikit siswa yang sebelumnya rajin pergi ke sekolah, aktif mengikuti kegiatankegiatan sekolah, kemudian berubah menjadi siswa yang malas, tidak disiplin dan menunjukkan perilaku buruk dalam belajar. Hal-hal ini seperti diungkapkan diatas dapat menjadi faktor yang menimbulkan masalah pada siswa dalam belajar. Pada sisi lain, lingkungan sosial tentu juga dapat memberikan pengaruh yang positif bagi siswa. Tidak sedikit siswa yang mengalami peningkatan belajar karena pengaruh teman sebaya yang mampu memberikan motivasi kepadanya untuk belajar. Demikian pula banyak siswa yang mengalami perubahan sikap karena teman-teman sekolah memiliki sikap positif yang dapat ia tiru dalam pergaulan atau interaksi sehari-hari. 3. Kurikulum Sekolah Dalam rangkaiana proses pembelajaran di sekolah, kurikulum merupakan panduan yang dijadikan guru sebagai kerangka acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran, dimulai dari penyusunan rencana pembelajaran, pemilihan materi pembelajaran, menentukan



pendekatan



dan



strategi/metode,



memilih



dan



menetukan



media



pembelajaran, menentukan teknik evaluasi, kesemuanya harus berpedoman pada kurikulum. Karena kurikulum disusun berdasarkan tuntutan perubahan dan kemajuan masyarakat, sementara perubahan-perubahan dan kemajuan adalah sesuatu yang harus terjadi, maka kurikulum juga harus mengalami perubahan. Oleh sebab itu sesungguhnya perubahan kurikulum adalah suatu keniscayaan. Sebab bilamana kurikulum tidak mengalami penyesuaian dan perubahan sementara kehidupan sosial, teknologi dan dimensi-dimensi kehidupan lainnya terus mengalami perubahan, maka dipastikan kurikulum tidak akan mampu memenuhi tuntutan perubahan. Hal ini juga berarti bahwa



segala sesuatu yang diajarkan di sekolah, akan tertinggal dengan tuntutan perubahan terjadi. Perubahan kurikulum pada sisi lain juga menimbulkan masalah. Terlebih lagi bilamana dalam kurun waktu yang belum terlalu lama terjadi beberapa kali perubahan. Masalah-masalah itu adalah; (a) tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah. Bilamana tujuan berubah, berarti pokok bahasan, kegiatan belajar mengajar, evaluasi juga akan berubah, dan dengan demikian kegiatan belajar mengajar paling tidak harus disesuaikan, (b) isi pendidikan berubah; akibatnya buku-buku pelajaran, buku-buku bacaan, dan sumber-simber lainnya berubah. Hal ini juga tentunya akan berakibat perubahan anggaran pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, demikian pula beban orang tua



siswa, (c) kegiatan belajar mengajar berubah; akibatnya guru harus



mempelajari strategi, metode, teknik dan pendekatan belajar yang baru. Bilamana pendekatan belajar berubah, maka kebiasaan



belajar siswa juga perlu dilakukan



perubahan atu sekurangnya penyesuaian yang mungkin memerlukan waktu untuk proses penyesuaian, (d) evaluasi berubah; akibatnya guru harus mempelajri metode dan teknik evaluasi belajar yang baru. Bilamana tekik dan metode



evaluasi guru mengalami



perubahan, maka siswa harus mempelajari cara-cara belajar sesuai dengan tuntutan tersebut (Dimyati dan Mudjiono, 1994: 242). Hal ini semua akan berdampak terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. 4. Sarana dan Prasarana Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan faktor yang turut memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keadaan gedung sekolah dan ruang kelas yang tertata dengan baik, ruang perpustakaan sekolah yang teratur, tersedianya fasilitas kelas dan laboratorium, tersedianya buku-buku pelajaran, media/alat bantu belajar merupakan komponen-komponen penting dapat mendukung terwujudnya kegiatan-kegiatan belajar siswa. Dari dimensi guru ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran akan memberikan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Di samping itu juga akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, karena guru dapat menggunakan alat-alat bantu pembelajaran dalam memperjelas materi pelajaran serta kelancaran kegiatan belajar lainnya. Sedangkan dari dimensi siswa, ketersediaan



prasarana dan sarana pembelajaran berdampak terhadap terciptanya iklim pembelajaran yang lebih kondusif, terjadinya kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan informasi dan sumber belajar pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya motivasi untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Bandingkan dengan keadaan gedung sekolah dan ruang kelasyang tidak tertata dengan baik, sumber-sumber belajar sangat terbatas, perpustakaan sekolah tidak dilengkapi dengan berbagai referensi, buku-buku pelajaran tidak lengkap, media pembelajaran tidak lengkap, kesemuanya itu tentu akan berdampak terhadap iklim pembelajaran serta motivasi belajar siswa. Oleh karena itu sarana dan prasarana menjadi bagian penting untuk dicermati dalam upaya mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang diharapkan. C. Mengenal dan Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran, guru tidak hanya berkewajiban menyajikan materi pelajaran dan mngevaluasi pekerjaan siswa, akan tetapi juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan bimbingan belajar. Sebagai pembimbing belajar siswa, guru harus mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan instruksional, akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal approch) dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung. Melalui pendekatan pribadi, guru akan secara langsung mengenal dan memahami siswa secara lebih mendalam sehingga diperolah hasil belajar yagn optimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap guru adalah sebagai pengajar sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar. Abdillah (2008), mengemukakan bahwa sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, seorang guru diharapkan mampu; 1. Memberikan informasi yagn diperlukan dalam proses belajar. 2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah pribadi yang dihadapinya. 3. Mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya. 4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan kareakteristik pribadinya. 5. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun secara kelompok. Agar bimbingan belajar dapat lebih terarah dalam upaya membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar, maka perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut;



a. Identifikasi Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan melakukan kegiatan berikut; 1. Data dokumen hasil belajar siswa. 2. Menganalisis absensi siswa didalam kelas. 3. Mengadakan wawancara dengan siswa. 4. Menyebar angket untuk memperoleh data tentang permasalahan belajar. 5. Tes untuk memperoleh data tentang kesulitan belajar atau permasalahan yang sedang dihadapi. b. Diagnosis Diagnosis adalah keputusan atau penentuan mengenai mengenai hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal berikut: 1. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa 2. Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab kesulitan belajar 3. Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar.



Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara; a. Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap mata pelajaran dengan rat-rata nilai seluruh individu. b. Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut. c. Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas minimal tujuan yang diharapkan.



c. Prognosis Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau progam yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa. Prognosis ini dapat berupa: 1. Bentuk treatmen yang harus diberikan.



2. Bahan atau materi yang diperlukan. 3. Metode yang akan digunakan. 4. Alat bantu belajar mengajar yang diperlukan. 5. Waktu kegiatan yang dilaksanakan. d. Terapi atau pemberian bantuan Terapi disini adalah pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan dalam belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap progonis. Bentuk terapi yang dapat diberikan antara lain melalui: 1. Bimbingan belajar kelompok 2. Bimbingan belajar individu 3. Pengajaran remedial 4. Pemberian bimbingan pribadi 5. Alih tangan kasus e. Tindak lanjut atau follow up Tindak lanjut atau follow up adalah usaha untuk mengetahui keberhasilan bantuan yang telah diberikab kepada siswa dan tindak lanjutannya yang didasari hasil evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan dalam upaya pemberian bimbingan. Rangkuman Secara sederhana masalah belajar dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menghambat tercapainya tujuan belajar. Dari berbagai pendapat dan hasil penelitian kita mendapat kejelasan bahwa masalah-masalah belajar beik intern maupun ekstern dapat bersumber atau dalam dinamikanya sapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi siswa. Demikian pula dilihat dari tahapannya maslah belajar dapat terjadi waktu sebelum belajar, selama peoses belajar dan sesudah belajar. Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar dapat muncul pada waktu sebelum kegiatatn belajar, selama proses belajar, masalah belajar dapat berhubungan dengan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman siswa. Selama proses belajar, masalah belajar sering kali berkaitan dengan sikap terhadap belajar, motivasi, konsentrasi, kemampuan pengolahan pesan pembelajaran, kemampuan menyimpan pesan, kemampuan menggali kembali pesan yang telah tersimpan, serta unjuk hasil belajar. Sesudah belajar, masalah belajar



dimungkinkan berkaitan dengan penerapan prestasi atau keterampilan yang sudah diproses melalui proses belajar sebelumnya. Dari dimensi guru, masalah belajar juga dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan pada akhir proses evaluasi hasil belajar. Sebelum belajar masalah seringkali berkaitan dengan pengorganisasian belajar. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkenaan dengan bahan belajar dan sumber belajar. Sedangkan sesudah kegiatan belajar, masalah belajar yang dihadapi guru kebanyakan berkaitan dengan evaluasi hasil belajar. Secara spesifik masalah yang bersumber dari faktor internal berkaitan dengan; (1) karakteristik siswa, (2) sikap terhadap belajar, (3) motivasi belajar, (4) konsentrasi belajar, (5) kemampuan mengolah bahan ajar, (6) kemampuan menggali hasil belajar, (7) rasa percaya diri, (8) kebiasaan belajar, sedangkan dari faktor eksternal, masalah belajar dipengaruhi oleh; (a) faktor guru, (b) lingkungan sosial, terutama termasuk teman sebaya, (c) kurikulum sekolah, (d) sarana dan prasarana. Untuk mengatasi masalah belajar, guru perlu mengadakan pendekatan pribadi di samping pendekatan instruksional dalam berbagai bentuk yang memungkinkan guru lebih mengenal dan memahami siswa serta masalah belajar. Karena keberhasilan belajar merupakan muara dari seluruh aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran, maka setiap guru harus berupaya secara optimal memahami berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hambatan-hambatan didalam proses belajar dan pembelajaran. Demikian pula berupaya secara terus menerus mengkaji dan mencoba berbagai bentuk pendekatan dan teknik-teknik inovatif guna mengatasi keadaan yang dapat menghambat tercapainya tujuan belajar tersebut. Dalam memahami masalah belajar guru hendaknya memiliki pandangan bahwa munculnya masalah belajar bukan karena kelemahan guru semata-mata, akan tetapi menjadi salah satu pertanda bahwa kegiatan belajar merupakan aktivitas yang dinaminis, sehingga masalah-masalah tersebut dapat muncul dari berbagai dimensi, baik dilihat dari sumber, waktu maupun peristiwa. Karena itu pemahaman tentang masalah belajar memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan yang muncul ketika proses belajar berlangsung yang berpotensi menghambat tercapainya tujuan belajar.



Latihan 1. Rumuskan kesimpulan saudara tentang “masalah belajar”! 2. Masalah-masalah belajar dapat dikaji dari berbagai dimensi. Kajilah masalah belajar dari dimensi yang anda ketahui! 3. Apa yang anda ketahui tentang masalah belajar? Kemukakan beberapa contoh masalah internal belajar! 4. Masalah belajar juga dapat bersumber dari faktor-faktor eksternal. Jelaskan maksud faktor-faktor eksternal tersebut beserta beberapa contoh yang anda ketahui! 5. Uraikan beberapa jenis kesulitan belajar ! 6. Coba anda temukan keterkaitan masalah belajar yang satu dengan masalah belajar yang lainnya! 7. Diskusikan dengan rekan-rekan anda langkah-langkah mengatasi kesulitan belajar siswa!



DAFTAR PUSTAKA Abdillah, Husni. (2008). Strategi Bimbingan Belajar Bagi Sisiwa di Sekolah Dasar. Online, tersedia: http://husniabdillah.multiply.com/journal/item/9/. Depdiknas Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga kependidikan. (2006). Bahan Sertifikasi Guru. Jakarta: Derektorat PMPTK. Depdiknas, Direktorat Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Nonformal. (2006). Pengembangan Kompetensi Pedagogis dan Andragogi Tutor pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Direktorat PTK-PNF. DepPorter, B & Hernacki. (2001). Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa. Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Dikti. Killen, Roy (1998). Effective Teaching Strategies – Lesson from Research and Practice. Second Edition. Australia: Social Science Press. Missunita.



(2008).



Kesukaran



Belajar.



Online,



tersedia:



http://misunita.wordpress.com/2008/02/09/. Parkay, Forest W. (1998). Becoming A Teacher. Fourth Edition. USA: Allyn and Bacon.Briggs & Roos (1987). Peraturan Pemerintah Ri Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Reece Ian dan Walker, S (1997). Teaching Tranning and Learning A Pratica Guide (Third Edition). Great Britain: Bussiness Education Publisher Limited. Sumantri, Mulyani dan Permana, Johar. (1998/1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas Proyek Pengembangan Buku Sekolah Dasar. Wragg, E.C. (1994). Classroom Teaching Skills. Nicholas Publishing Company.