Massa Palatum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus Departemen



Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Mukoepidermoid Kelenjar Saliva



Dimas Adi Nugroho Pembimbing: Dr. Dwi Antono, Sp.THT-KL



Departemen IK THT–KL FK Undip / SMF KTHT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang 2012



BAB I PENDAHULUAN



Karsinoma mukoepidermoid (KME) merupakan tumor ganas yang diyakini timbul dari sel-sel penunjang duktus ekskretorius. Tumor ganas ini terdiri dari tiga jenis sel, yaitu sel mukus, sel epidermoid, dan sel intermediate. Gambaran klinis penyakit ini sangat bervariasi, dari mulai yang tumbuh lambat dan indolent sampai yang bersifat lokal agresif dan metastasis.1 Namun secara umum KME sering menunjukkan pertumbuhan kistik yang menonjol. Klasifikasi KME dibagi menjadi tiga berdasarkan histopatologinya, yaitu tingkat rendah, menengah, dan tinggi.2 KME adalah neoplasma maligna paling banyak yang terjadi pada kelenjar saliva mayor dan minor, sekitar sepertiga dari seluruh keganasan pada kelenjar saliva. 3 Neoplasma ini dapat terjadi pada semua umur, dengan insiden tertinggi pada dekade keempat dan kelima. Rasio KME pada perempuan terhadap laki-laki sebanyak 3:1. Pada kelenjar saliva mayor 89,6% kasus KME terjadi pada kelenjar parotis.4 Selain di kelenjar saliva, KME dapat terjadi di organ lain seperti bronkus, tiroid, sakus lakrimalis, dan laring.5 Manifestasi klinis KME biasanya berupa tumor atau massa yang tumbuh lambat, tidak nyeri, terfiksir, dan berbatas tegas. Kadang bila tumor sudah melewati fase pertumbuhan lambat, tumor dapat membesar dengan cepat.6 Gambaran klinis tersebut kadang dapat membingungkan, dan dianggap penyakit yang lain. Gambaran klinis KME di palatum antara lain dapat didiagnosis banding sebagai kista retensi, neoplasma jinak (adenoma, myoepitelioma), neoplasma ganas lainnya (adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel skuamus), dan torus palatinus. Penegakan diagnosis KME dengan pemeriksaan histopatologi. Dilaporkan kasus karsinoma mukoepidermoid kelenjar saliva di palatum. Diharapkan dengan adanya laporan kasus ini, rekan-rekan sejawat dapat mendiagnosis dan mengelola karsinoma mukoepidermoid sesuai tingkat kompetensinya.



1



BAB II LAPORAN KASUS



Seorang perempuan berumur 41 tahun datang dengan keluhan utama timbul benjolan di langit-langit mulut. Sejak 2 tahun lalu timbul benjolan di langit-langit mulut, mula-mula kecil makin lama makin membesar. Sekarang benjolan sebesar kelereng. Benjolan tidak nyeri, hangat, atau keluar nanah. Tidak ada keluhan di mata, telinga, hidung, nyeri telan, atau sulit telan. Pasien tidak mengeluh rasa tebal di langit-langit atau di pipi. Tidak ada benjolan di leher, ketiak, atau lipat paha. Pasien hanya merasa mengganjal di langit-langit mulutnya bila makan. Karena dirasakan semakin mengganggu, pasien periksa ke klinik THT-KL RSUP Dr. Kariadi. Riwayat hipertensi, DM, sakit jantung, tumor, dan sakit berat lainnya disangkal. Riwayat sakit tumor di keluarga disangkal. Terdapat faktor risiko kanker pada pasien berupa paparan insektisida dan makan makanan berpengawet. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan rutin telinga, hidung, dan tenggorok dalam batas normal. Status lokalis palatum didapatkan massa di garis tengah pada perbatasan palatum durum – palatum mole, diameter 3 cm, kenyal, terfiksir, batas tegas, permukaan rata dan halus, warna sama dengan sekitarnya.



Gambar 1. Pemeriksaan fisik didapatkan massa palatum.



Pemeriksaan penunjang dilakukan nasofaringoskopi, tidak didapatkan massa di kavum nasi atau nasofaring, tampak massa di palatum, diameter 3 cm, kenyal, terfiksir, batas tegas, permukaan rata dan halus, warna sama dengan sekitarnya. Pemeriksaan laboratorium darah kesan lekositosis (15.700/mmk).



2



Gambar 2. Pemeriksaan endoskopi tidak didapatkan massa di kavum nasi atau di nasofaring, didapatkan massa di palatum.



Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis massa palatum. Diagnosis banding pasien ini adalah torus palatinus, kista retensi, neoplasma jinak (adenoma, myoepitelioma), dan neoplasma ganas (adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel skuamus, karsinoma mukoepidermoid). Pasien dirawat dan direncanakan untuk ekstirpasi massa dan dilakukan pemeriksaan hitopatologi pada massa. Tanggal 19 Januari 2012 dilakukan operasi ekstirpasi massa palatum pada pasien dengan anestesi umum. Pendekatan operasi secara intraoral dengan menggunakan mouthgag Davis-Boyle. Saat pre-operasi didapatkan kondisi pasien hipertensi (tekanan darah = 160/90 mmHg), namun operasi tetap dilanjutkan dengan pertimbangan luka yang dibuat kecil dan tidak terdapat pembuluh darah besar di sekitarnya. Saat operasi dilakukan insisi pada mukosa massa di garis tengah, dipisahkan mukosa dengan massa, dilakukan ekstirpasi massa secara in toto. Didapatkan massa padat, kenyal, berwarna merah kecoklatan, ukuran diameter 1 cm. Luka ditutup dengan menjahit otot dan mukosa palatum dengan benang terserap. Terapi pasca operasi diberikan: injeksi seftriakson 1x1 gr, deksametason 3x1 amp, ketorolak 2x30 mg, asam traneksamat 3x500mg. Untuk terapi hipertensi diberikan kaptopril 2x12,5 mg tablet. Sehari pasca operasi keadaan umum pasien baik, tidak terdapat perdarahan, pasien tidak mengeluh nyeri. Pasien dipulangkan 2 hari pasca operasi dengan terapi pulang: sefadroksil 2x500 mg, ketoprofen 2x100 mg, kaptopril 2x12,5 mg, dan roboransia. Pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan mulutnya, menghindari makan makanan yang keras dan mengiritasi sampai lukanya



3



sembuh, dan kontrol sesuai tanggal yang disarankan untuk mengetahui hasil pemeriksaan histopatologi.



Gambar 3. Dari kiri atas sesuai jarum jam: pemakaian mouthgag Davis-Boyle, dilakukan insisi dan ekstirpasi massa, perdarahan dirawat dengan kassa dan suction, luka dijahit dengan benang.



Tanggal 30 Januari 2012 hasil pemeriksaan histopatologi jadi, kesan sesuai dengan karsinoma mukoepidermoid. Namun sampai hasil pemeriksaan histopatologi jadi, pasien belum kontrol ke klinik THT RSUP Dr. Kariadi. Pasien dihubungi menggunakan telepon pada tanggal 2 Februari 2012, tidak ada keluhan pada pasien. Saat disarankan untuk kontrol ke RSUP Dr. Kariadi pasien menolak karena sudah merasa sehat dan pasien sudah kontrol di RS Salatiga.



4



BAB III PEMBAHASAN



Karsinoma mukoepidermoid (KME) merupakan tumor ganas yang paling sering mengenai kelenjar saliva, sekitar sepertiga dari seluruh keganasan di kelenjar saliva. Berdasarkan penelitian sebelumnya insidensi KME dilaporkan kurang dari 0,5% dari seluruh keganasan di seluruh tubuh dan kurang dari 5% dari keganasan di kepala dan leher.3 Kejadian KME lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1,4 ada yang menyebutkan 3:2.1 Neoplasma ini dapat terjadi pada semua umur, dengan insiden tertinggi pada dekade keempat dan kelima.4 Sedangkan berdasarkan tempatnya di kelenjar saliva, kelenjar parotis merupakan predileksi terbanyak KME, disusul kelenjar submandibula dan kelenjar saliva minor.1 Profil pada pasien ini sesuai dengan insidensi kejadian KME, dimana pasien merupakan perempuan dengan usia dekade keempat. Timbulnya tumor di palatum, yang ternyata merupakan KME, karena di palatum ditemukan banyak kelenjar saliva minor di submukosa palatum. Penelitian Brandwein dkk. pada 78 pasien dengan KME dilaporkan predileksi terbanyak berturut-turut di kelenjar parotis, palatum, dan di kelenjar submandibula.7 Gambaran klinis KME dapat bervariasi, tergantung jenis klasifikasi histopatologi tumor. Tumor dengan tingkat rendah memberikan gambaran pembesaran massa yang tidak nyeri dan tumbuh lambat (indolent), kadang menunjukkan pertumbuhan kistik yang menonjol, sehingga sering dicurigai sebagai tumor jinak. KME tingkat rendah jarang memberikan gambaran metastasis di kelenjar limfe. Sedangkan pada KME tingkat tinggi



Gambar 4. Gambaran klinis KME pada literatur dan pada pasien.



memberikan gambaran pertumbuhan yang lebih agresif, kadang susah dibedakan dengan karsinoma sel skuamus, dengan kemungkinan metastasis kelenjar limfe yang lebih 5



besar.1,6,8 Pada pasien ini, tumor terletak di palatum dengan ukuran yang relatif kecil (diameter 3 cm), tumbuh lambat, permukaan tumor rata dan halus, warna sama dengan mukosa di sekitarnya. Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe di leher dan di tempat lainnya, yang artinya tumor belum bermetastasis ke kelenjar limfe. Awalnya pasien diduga menderita suatu kista atau neoplasma jinak, namun hasil pemeriksaan histopatologi memastikan pasien menderita KME. Hasil pemeriksaan histopatologi secara mikroskopik menyatakan adanya kelompok-kelompok sel dengan bentuk inti pleomorfik, berkromatin kasar, dan dapat ditemukan mitosis abnormal. Sel-sel tersebut sebagian bersekresi musin, sebagian berbentuk clear cel. Gambaran tersebut sama dengan yang dinyatakan dalam literatur bahwa tumor tingkat rendah mempunyai permukaan halus, batas yang tegas, dan area kistik yang meluas berisi material musin. Kista terbentuk oleh sel-sel musin dan intermediate. Tumor tingkat rendah juga dikenali dari pola invasinya yang tidak agresif.2 Pembagian kriteria histopatologi pada KME awalnya diajukan oleh Stewart pada tahun 1945, yang dibedakan sebagai tingkat rendah (benigna) dan tingkat tinggi (maligna). Namun sekarang ini terdapat 2 kriteria yang sering dipakai, yaitu berdasarkan Armed Forces Institute of Pathology (AFIP) yang diajukan oleh Goode dkk. dan sistem yang diajukan oleh Brandwein dkk. Kedua kriteria yang sekarang dipakai membagi KME menjadi 3, yaitu tingkat rendah, menengah, dan tinggi. Keterangan lebih detil mengenai pembagian histopatologi KME dapat dilihat pada tabel di bawah.9 Tabel 1. Perbandingan kriteria KME berdasarkan AFIP dan Brandwein. Kriteria AFIP Kriteria Brandwein Komponen intrakistik