LP Tumor Palatum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR PALATUM



OLEH SRI WAHYUNI 21.04.036



CI Lahan



(



CI Institusi



)



(



YAYASAN PERAWAT SELAWESI SELATAN STIKES PANAKUKANG MAKASSAR PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2021/2022 BAB I PENDAHULUAN



)



A. Latar Belakang Tumor rongga mulut adalah suatu pertumbuhan jaringan abnormal yang terjadi pada rongga mulut. Jaringan tersebut dapat tumbuh pada bagian



anterior,



posterior



rongga



mulut,



dan



tulang



rahang.



Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (maligna) atau jinak (benigna). Tindakan bedah dibutuhkan untuk mengangkat tumor, agar tumor tidak tumbuh lebih besar dan bermetastase ke tempat lain yang dapat mengganggu kesehatan, estetis dan fungsi organ. Tindakan pembedahan merupakan tindakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat jaringan tumor yang terdapat pada bagian rongga mulut. Hasil dari pemotongan tumor berakibat kecacatan pada bagian tersebut. Kecacatan hasil dari pemotongan berupa hilangnya bentuk anatomis yang mengakibatkan terganggunya fungsi secara nyata dan estetika. Kejadian tumor palatum mencapai sekitar 2% dari keganasan kepala dan leher. Sebagian besar dari tumor palatum adalah karsinoma sel skuamos. Namun adapula non-skuamos sel karsinoma, meliputi tumor pada kelenjar saliva, sarcoma, dan melanoma. Palatum merupakan atap rongga mulut,memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan terdiri atas palatum keras dan lunak (di bagian posteriornya)



BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. KONSEP DASAR MEDIS A. ANATOMI&FISIOLOGI Secara anatomi, palatum terbagi menjadi palatum durum (merupakan bagian dari rongga mulut)



dan palatum molle (merupakan bagian dari



oropharynx). Palatum memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan sinus maksilaris. Mukosa palatum merupakan keratinisasi epitel skuamos pseudostratified. Namun demikian, submukosa memiliki banyak sekali kelenjar saliva minor, terutama pada palatum durum. Periosteal yang membungkus palatum durum menjadi barier relative terhadap pemisaha kanker kedalam tulang palatine. Batas-batas rongga mulut ialah : 



Depan



: tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah







Atas



: palatum durum dan molle







Lateral : bukal kanan dan kiri







Bawah : dasar mulut dan lidah







Belakang



: arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula,



arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah. Ruang lingkup tumor rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini : a.



bibir



b.



lidah 2/3 anterior



c.



mukosa bukal



d.



dasar mulut



e.



ginggiva atas dan bawah



f.



trigonum retromolar



g.



palatum durum



h.



palatum molle1



Suplai neurovascular palatum berasal dari foramina palatine, yang berada di medial sampai gigi molar ketiga. Foramina ini membagi jalur untuk pemisahan tumor. Arteri palatina desendes dari maksilari interna membagi suplai darah. Pembuluh darah melewati secara anterio melalui foramen nasopalatina sampai ke hidung. Sensoris dan serat sekretomotor dari nervus maksilaris (VII) cabang dari nervus trigeminus dan ganglion pterygopalatina melintasi palatum durum melalui nervus palatine major dan minus. Secara anatomi, palatum molle adalah bagian dari oropharynx. Ini mengandung mukosa pada kedua permukaanya. Intervensi antara kedua permukaan mukosa adalah jaringan penyambung, serat otot, aponeurosis, banyak pembuluh darah, limfatik, dan kelenjar saliva minor. Secara fungsional, palatum molle berperan untuk memisahkan oropharynx dari nasopharynx selama menelan dan berbicara. Palatum molle mendekat ke dinding posterior pharyngeal selama menelan untuk mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan mendekat selama berbicara untu mencegah udara keluar dari hidung.



Secara fisiologi Palatum merupakan atap rongga mulut,memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan terdiri atas palatum keras dan lunak (di bagian posteriornya). Palatum ini terbagi dua yaitu : a. Palatum keras (palatum durum) yang terdiri atas tulang (prosesus palatine dari maxilla dan tulang-tulang palatine) Sifatnya:kaku,sehingga lidah



dapat



melakukan



tekanan



untuk



mencampur



makanan



dan



memperlancar mekanisme menelan) Penyusunnya: Epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, lamina proprianya bersatu dengan periosteum. Di dalam lamina propia terdapat banyak kelenjar kecil dan sedikit jaringan lemak.Pada garis tengah lamina propianya tipis dan melekat pada jalur median tulang. Daerah linear disebut Raphe Tambahan: Terdapat suatu tonjolan jaringan di bagian tengah ,hamper tepat di belakang central incisors dan disebut incisive papilla.Sedangkan di bagian bawah papilla tersebut terdapat



incisive



foramen



(membawa nervus



mucous membrane lingual lalu ke maxillary incisor).



nasopalatine



 ke







di bagian Posterolateral,menuju ke arah second and third mazillary molars,terdapat dua lubang palatinum major dan juga dua lubang palatinum minor (tempat saraf yang lainnya menuju ke hard palate)







jaringan



di



bawah Palatal



epithelium,bervariasi dari bagian ke bagian.di bagian tengah,jaringan sedikit



tipis



dan



palatum



terasa



keras



dan



bertulang.di



bagian anterolateral jaringan tersebut mengandung sel-sel lemak dan lebih tebal.di bagian posterolateral tetap ada sel-sel lemak tetapi ada beberapa minor salivary glands.yang mengsekeresikan mucus yang berfungsi menjaga agar epitel tetap basah. 



tidak jarang terdapat juga tulang berlebih tumbuh di bagian tengah dari palatum keras,sejajar dengan foramen incisive,disebut torus palatinus.







Penghubung antara palatum keras dan lunak membentuk 2 garis kurva,dengan posterior nasal spine dari palatine bone menjadi garis batas yang utama di bagian tengah.dan juga terdapat 2 turunan kecil,satu di setiap spine,disebut fovae palatinae,yang mana menandai spine sebagai garis batas pembentukan gigi-gigi atas. b. Palatum lunak(palatum molle) yang di bagian tengahnya terdiri atas



jaringan ikat fibrosa kuat dan karenanya dapat digerakkan Sifatnya:Lunak ,berfungsi untuk menutup nasofaring dan orofaring sewaktu menelan,jadi mencegah masuknya makanan ke dalam rongga hidung. Penyusunnya terjadi bagian tengah terdiri atas jaringan ikat fibrosa kuat,sedangkan bagian bawah diliputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapis tanduk,dengan banyak kelenjar dalam lamina propianya.Selapis otot rangka(muskulus uvulus)terletak di antara lamina propia dan aponeurosis palatine,suatu lembaran jaringan ikat fibrosa.Pada sisi nasal langit-langit lunak dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia dari rongga hidung,meskipun



di



bagian



belakang epitel



mulut melanjutkan



diri



melampaui tepi belakang langit-langit lunak ke permukaan nasal bagian superior. Hampir semua bagian belakang merupakan bagian dari faring. Di bagian belakang tepat di tengah-tengah terdapat uvula.  pada kondisi istirahat atau santai, palatum lunak bergerak ringan dari satu sisi ke sisi lain tetapi ketika berbicara atau mengunyah palatum lunak bergerak ke berbagai posisi dan menutup bagian depan dari nasal pharynx.gerakan



ini



disebabkan



oleh the



levator



veli



palatine



muscle,yang mendorong palatum lunak naik dan ke belakang hingga dia menyentuh dinding tenggorokan bagian belakang.  terdapat lima macam otot di palatum lunak, yakni Palatoglossal muscle, Palatopharyngeal



muscle,



muscles



of



uvula,



Levator



Levi



Palatini,Tensor Veli Palatini. B. DEFINISI Ca rongga mulut adalah tumor ganas dalam rongga mulut yang tumbuh secara cepat dan menginvasi jaringan sekitar, berkembang sampai daerah endontel, dan dapat bermetastasis ke bagian tubuh yang lain dan sering asimtomatik pada tahap awal. Kira-kira kanker rongga mulut merupakan 5% dari semua keganasan yang terjadi pada kaum pria dan 2% pada kaum wanita (Lynch,1994). Telah dilaporkan bahwa kanker rongga mulut merupakan kanker utama di India khususnya di Kerala dimana insiden rata-rata dilaporkan paling tinggi, sekitar 20% dari seluruh kanker (Balaram dan Meenattoor,1996). Walaupun ada perkembangan dalam mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan kanker mulut masih tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi r dan metastase



nodus



limfe



servikal



(Lynch,1994;



Balaram



dan



Meenattoor,1996). Hampir semua penderita kanker rongga mulut ditemukan dalam stadium yang sudah lanjut, yang biasanya sudah terdapat selama berbulan-



bulan atau bahkan lebih lama (Lynch,1994). Akibatnya prognosa dari kanker rongga mulut relatif buruk, suatu kenyataan yang menyedihkan dimana seringkali prognosa ini diakibatkan oleh diagnosa dan perawatan yang terlambat



C. ETIOLOGI Seperti halnya tumor pada umumnya, etiologi tumor pada rongga mulut tidak diketahui secara pasti dan bersifat multifaktorial. Faktor-faktor resiko terjadinya tumor palatum antara lain. 1.   Merokok Merokok dan penggunaan tembakau seperti menginang berkaitan dengan sekitar 75% kasus kanker mulut, disebabkan oleh iritasi mukosa mulut dari rokok dan panas saat menghisap rokok atau cerutu. Tembakau mengandung karsinogenik yang poten seperti nitrosamine (nicotine), polycyclic aromatic hydrocarbons, nitrosodicthanolamine, nitrosoproline dan polonium. 2.    Alkohol Tiga dari empat orang yang menderita kanker mulut, termasuk tumor palatum dan tenggorokan sering mengkonsumsi alkohol. Orang yang sering minum alkohol memiliki resiko 6 kali lebih besar terjadinya kanker rongga mulut. Sedangkan orang yang minum alkohol dan merokok memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang hanya menggunakan tembakau.  Penggunaan alkohol dan tembakau mempunyai efek sinergistik. Alkohol sebagai suatu zat yang memberikan iritasi, secara teori menyebabkan terjadinya pembakaran terus-menerus dan meningkatkan permeabilitas selaput lendir. Hal ini menyebabkan penyerapan zat karsinogen yang ada di alkohol maupun tembakau. 3.   Infeksi HPV (Human Papilloma Virus) Infeksi HPV, terutama tipe 16, merupakan faktor resiko dan faktor penyebab kanker mulut (Gilsion dkk. Johns Hopkins). Kanker oral karena virus ini cenderung pada tonsil dan peritonsil, dasar lidah dan orofaring.



4.   Oral higiene yang jelek Oral higiene yang jelek meningkatkan resiko terjadinya infeksi kronis yang dapat menyebabkan transformasi sel epitel. Iritasi kronis dari tambalan gigi, gigi yang tajam atau alat yang lain diduga dapat meningkatkan resiko. 5.   Usia Tumor palatum biasanya timbul pada usia > 40 tahun, kemungkinan disebabkan karena menurunnya sistem imunitas karena bertambahnya usia, akumulasi dari perubahan-perubahan genetik dan lamanya terpapar oleh insisiator dan promotor keganasan (meliputi iritan kimia dan fisik, virus, efek hormonal, penuaan sel dan penurunan imunitas. 6.   Jenis kelamin Kanker rongga mulut lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita, dengan perbandingan 3:2 sampai 2:1. D. PATOFISIOLOGI Sel kanker muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh zat-zat karsinogenm tadi. zat karsinogen dari asap rokok tersebut memicu terjadinya Karsinogenesis (transformasi sel normal menjadi sel kanker). Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap : • Tahap pertama merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat Karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas. • Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui pembelahan(poliferasi). • tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas.



E. PATHWAY



Ansietas



Kurang terpapar informasi



Menekan rongga mulut



Gangguan komunikasi verbal



Hambatan membukan atau menggerakkan mulut



F. TANDA DAN GEJALA Ada berbagai gejala yang mungkin mengindikasikan Tumor Palatum. Mereka termasuk menyakitkan mulut bengkak, benjolan dan sariawan. Gejala seperti sulit atau tidak nyaman menelan juga mungkin menunjukkan Tumor Palatum. Gejala lain termasuk berkeringat malam hari. Penting untuk dicatat bahwa gejala-gejala dapat menunjukkan jenis selain gejala Tumor Palatum; dengan demikian, sangat penting untuk dievaluasi oleh dokter. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Radiologi Evaluasi radiologi dapat membantu meningkatkan keakuratan diagnosis stadiumnya. CT scan dan MRI adalah modalitas pilihan. Berikut tampilan CT scan axial dan coronal. Tampilan coronal, sebagaimana dilihat dibawah, adalah posisi terbaik untuk menilai sejauh mana invasi tulang pada palatum dan perluasannya ke daerah fosa nasal atau sinus maksilaris. -



CT scan dapat menilai perluasan pada dasar carnial. Pembesaran pada foramina dasar cranial mengindikasikan invasi tumor tersebut. Penampakan aksial dapat menilai perluasan secara horizontal sepanjang palatum molle, pterygoid, dan otot, fossa infratemporal, dan ruang masticator.



-



CT scan dengan infuse kontras intravena seharusnya meliputi leher untuk menilai keterlibatan nodul cervical. Ini sangat penting terutama untuk skuamos sel karsinoma dan karsinoma mukoepidermoid stadium berat.



-



MRI, seperti pada gambar dibawah, lebih akurat untuk menilai perluasan perineural melalui foramina. Ini penting utamanya



untuk karsinoma kista adenoid dengan propensitas untuk invasi perineural. -



Pada tumor tingkat lanjut dengan keterlibatan sinus paranasalis, pencitraan MRI lebih baik dibandingkan CT scan dalam membedakan penyakit infeksi dari neoplasma. Penampakan radiografi dada untuk menilai metastasis pulmo,



merupakan pilihan kedua atau dua-duanya. Tes fungsi liver, adekuat untuk menilai metastasis ke liver. Berdasarkan CT scan abdomen dan dada dapat menilai ukuran metastasis secara lebih akurat. 2. Biopsi Biopsi lesi ulseratif dapat dengan mudah dapat diambil dengan menggunakan forceps biopsy dengan pasien berada dibawah pengaruh anestesi. Secara alternative, aspirasi jarum sitologi dapat dilakukan jika terdapat sitopatologis yang berpengalaman. -



Untuk lesi ulseratif, sangat penting pengambilan specimen biopsy dilakukan pada pusat tumor secara dekat untuk menghindari neksosis dari komponen pusat.



-



Pada ukuran besar, non-ulseratif palatum, sebuah insisi melalui mukosa yang intak perlu dilakukan lebih dulu untuk biopsi. Tempat insisi biopsi memungkinkan pemindahan subsekuen dari skar biopsi pada kontinuitas tumor.



-



Lesi submukosa dapat ditangani dengan biopsi eksisi. Jika hasil patologi mengindikasikan keganasan, maka perlu dilakukan penanganan.



H. PENATALAKSANAAN 1. Tindakan Bedah Terapi umum untuk kanker rongga mulut adalah bedah untuk mengangkat sel-sel kanker hingga jaringan mulut dan leher. 2. Terapi Radiasi



Terapi radiasi atau radioterapi jenis terapi kecil untuk pasien yang tidak di bedah. Terapi dilakukan untuk membunuh sel kanker dan menyusutkan tumor. Terapi juga dilakukan post operasi untuk membunuh sisa-sisa sel kanker yang mungkin tertinggal didaerah tersebut. 3. Kemoterapi Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat anti kanker untuk membunuh sel kanker. 2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian a. Identitas pasien Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis. b.



Keluhan utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.



c. Riwayat Kesehatan Dengan mendapatkan riwayat kesehatan memungkinkan perawat menentukan



kebutuhan



penyuluhan



dan



pembelajaran



pasien



mengenai higiene oral prefentif, serta untuk mengidentifikasi gejala yang memelukanevaluasi medis. Riwayat mencakup pertanyaan tentang: 1)   Frkwensi kunjungan dokter gigi 2)   Kesadaran akan adanya lesi atau area iritasi pada mulu, lidah atau tengorok. 3)   Kebutuhan menggunakan gigi palsu dan lempeng parsiel 4)   Riwayat baru sakit tenggorok atau sputum berdarah 5)   Katidak nyamanan yang disebabkan oleh makanan tertentu 6)   Masukan makanan setiap hari



7)  



Penggunaan



alkohol,



tembakau,



termasuk



mengunyah



tembakau d. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas. 3) Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi dan miksi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. 4) Pola aktivitas dan latihan Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di dada. 5) Pola tidur dan istirahat



Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah.



6) Pola hubungan dan peran Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya. 7) Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. 8) Pola sensori dan kognitif Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya. 9) Pola reproduksi seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. 10) Pola koping Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.



b.      Pemeriksaan Fisik Inspeksi dan palpasi struktur internal maupun eksternal dari mulut dan tenggorok, periksa terhadap kelembaban, warna, tekstur, simetri, dan adannya lesi, periksa leher terhadap pembesaran nodus limfe.



I. DIAGNOSA KEPERAWATAN a) defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan b) Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan d) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi e) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan palatum



B. INTERVENSI KEPERAWATAN NO 1.



Diagnosa Keperawatan D.0019 Defisit nutrisi Definisi Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism Penyebab a. Ketidakmampuan menelan makanan b. Ketidakmampuan mencerna makanan c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d. Peningkatan kebutuhan metabolisme e. Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi) f. Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)



Intervensi Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi (SIKI) (SLKI) L.01001 bersihan jalan I.011011 Manajemen Jalan Nafas nafas Observasi



1. Identifikasi kemampuan batuk setelah dilakukan tindakan 2. Monitor adanya retensi sputum keperawatan selama 3x24 3. Monitor tanda dan gejala infeksi jam diharapakan bersihan saluran napas jalan nafas meningkat 4. Monitor input dan output cairan dengan, kriteria hasil: ( mis. jumlah dan karakteristik) 1. Frekuensi nafas Terapeutik meningkat 1. Atur posisi semi-Fowler atau 2. Pola nafas Fowler meningkat 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien 3. Buang sekret pada tempat sputum Gejala dan Tanda Mayor Edukasi Subjektif     : (tidak tersedia)      1. Jelaskan tujuan dan prosedur Objektif : batuk efektif a. Berat badan menurun minimal 10% di 2. Anjurkan tarik napas dalam bawah rentang ideal . melalui hidung selama 4 detik, Gejala dan Tanda Minor ditahan selama 2 detik, kemudian



Subjektif : a. Cepat kenyang setelah makan  b. Kram/nyeri abdomen  c. Nafsu makan menurun Objektif : a. Bising usus hiperaktif b. Otot pengunyah lemah c. Otot menelan lemah d. Membran mukosa pucat e. Sariawan f. Serum albumin turun g. Rambut rontok berlebihan h. Diare Kondisi Klinis terkait: a. Stroke b. Parkinson c. Mobius syndrome d. Celebral palsy e. Cleft lip f. Cleft palate g. Amyotropic lateral sclerosis h. Kerusakan neuromuskular i. Luka bakar



keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik 3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali 4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3 Kolaborasi 5. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu



j. k. l. m. n. o.



Kanker Infeksi AIDS Penyakit Crohn’s Enterokolitis Fibrosis kistik



2. Nyeri kronis (D.0078) Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Penyebab a. Kondisi muskuloskletal kronis b. Kerusakan sisitem saraf c. Penekanan saraf d. Infiltrasi tumor e. Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator dan reseptor f. Gangguan imunitas g. Gangguan fungsi metabolic h. Riwayat posisi kerja statis i. Peningkatan indeks massa tubuh j. Kondisi pasca trauma



(L.08066) Tingkat nyeri Manajemen Nyeri (I.08238) Setelah dilakukan tindakan Observasi keperawatan selama 3x24 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, jam diharapkan nyeri durasi, kualitas, intensitas nyeri menurun dengan kriteria 2) Identifikasi respon nyeri non verbal hasil: 3) Identifikasi factor yang 1. Keluhan nyeri memperberat dan memperingan menurun nyeri 2. Meringis menurun 4) Identifikasi pengetahuan dan 3. Kesulitan tidur keyakinan tentang nyeri menurun 5) Identifikasi pengaruuh budaya 4. Frkuensi nadi terhadap respon nyeri membaik 6) Identifikasi pengaruh nyeri pada 5. Pola napas membaik kualitas hidup 6. Tekanan darah 7) Monitor keberhasilan terapi membaik komplementer yang sudah 7. Fungsi berkemih diberikan membaik 8) Monitor efek samping penggunaan



k. l. m.



Tekanan emosional Riwayat penganiayaan Riwayat penyalahgunaan obat/ zat



Gejala dan Tanda Mayor Subjektif a. Mengeluh nyeri b. Merasa depresi (tertekan) Objektif a. Tampak meringis b. Gelisah c. Tidak mampu menuntaskan aktivitas Gejala dan Tanda Minor Subjektif a. Merasa takut mengalami cedera berulang Objektif a. Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri) b. Waspada c. Pola tidur berubah d. Anoreksia e. Fokus menyempit f. Berfokus pada disi sendiri 



8. Pola tidur membaik



analgetik Terapeautik 1) Berikan teknik nonfarmakologi rasa nyeri 2) Kontol lingkungan yang memperberat rasa nyeri 3) Fasilitasi istirahat dan tidur 4) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi 1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri 3) Anjurkan memonitoring nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggunakan analgetik secraa tepat 5) Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



Kondisi Klinis Terkait a. Kondisi kronis (mis arthritis reumatoid) b. Infeksi c. Cedera modula spinalis d. Kondisi pasca trauma e. Tumor 3. (D.0083) Gangguan citra tubuh Definisi : Perubahan presepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu Penyebab a. Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. amputasi, trauma, luka bakar, obesitas, jerawat) b. Perubahan fungsi tubuh (mis. proses penyaakit, kehamilan, kelumpuhan) c. Perubahan fungsi kognitif d. Ketidaksesuain budaya, keyakinan atau sistem nilai e. Transisi perkembangan f. Gangguan psikososial g. Efek tindakan/pengobatan (mis. pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)



Citra tubuh (L.09067)



Promosi Citra Tubuh ( I.09305) Observasi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam 1) Identifikasi harapan citra tubuh diharapkan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan membaik, dengan kriteria 2) Identifikasi budaya, agama, jenis hasil: kelami, dan umur terkait citra a. Menyembunyikan tubuh bagian tubuh 3) Identifikasi perubahan citra tubuh berlebihan menurun yang mengakibatkan isolasi sosial b. Menunjukkan bagian 4) Monitor frekuensi pernyataan tubuh berlebihan kritik tehadap diri sendiri menurun 5) Monitor apakah pasien bisa c. Fokus pada penampilan melihat bagian tubuh yang berubah masa lalu menurun Terapeutik d. Respon verbal pada 1) Diskusikan perubahn tubuh dan perubahan tubuh fungsinya memabaik 2) Diskusikan perbedaan penampilan e. Hubungan social fisik terhadap harga diri



Gejala dan Tanda Mayor Subjektif a. Mengungkapkan kekacauan/kehilangan bagian tubuh Objektif a. Kehilangan bagian tubuh b. Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang Gejala dan Tanda Minor Subjektif a. Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh b. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh c. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain d. Mengungkapkan perubahan gaya hidup Objektif a. Menyembunyikan/menunjukan bagian tubuh secara berlebihan b. Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh c. Fokus berlebihan perubahan tubuh d. Respon nonverbal pada perubahan dan presepsi tubuh e. Fokus pada penampilan dan kekuatan



membaik



3) Diskusikan akibat perubahan a. pubertas, kehamilan dan penuwaan 4) Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (mis.luka, penyakit, pembedahan) 5) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis 6) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh Edukasi 1) Jelaskan kepad keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh 2) Anjurka mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh 3) Anjurkan menggunakan alat bantu( mis. Pakaian , wig, kosmetik) 4) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung( mis. Kelompok sebaya). 5) Latih fungsi tubuh yang dimiliki 6) Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan) Latih pengungkapan kemampuan diri



masa lalu Kondisi Klinis Terkait a. Mastektomi b. Amputasi c. Jerawat d. Parut atau luka bakar yang terlihat e. Obesitas f. Hiperpigmentasi pada kehamilan g. Gangguan psikiatrik h. Program terapi neoplasma i. Alopecia chemically induced 4. D.0080 Ansietas Definisi Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. Penyebab 1. Krisis situasional 2. Kebutuhan tidak terpenuhi 3. Krisis maturasional 4. Ancaman terhadap konsep diri



kepad orang lain maupun kelompok



(L.09093)Tingkat Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat ansietas pasien menurun dengan kriteria hasil: 1. Perilaku gelisah menurun 2. Perilaku tegang menurun 3. Konsentrasi membaik



(I.09314) Reduksi Ansietas Observasi 1. Identifikasi sat tingkat ansietas berubah 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan 3. Monitor tanda tanda vital Terapiutik 1. Ciptakan Susana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 2. Temani pasien untuk mengerangi kecemasan,jika memungkinkan 3. Pahami situasi yang membuat



5. 6. 7. 8.



Ancaman terhadap kematian Kekhawatiran mengalami kegagalan Disfungsi sistem keluarga Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan 9. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir) 10. Penyalahgunaan zat 11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-fain) 12. Kurang terpapar informasi Gejala dan tanda mayor Subjektif 1. Merasa bingung 2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 3. Suit berkonsentrasi Objektif 1. Tampak gelisah 2. Tampak tegang sulit tidur Gejala dan tanda minor Subjektif 1. Mengeluh pusing 2. Aoreksia



4. Pola tidur membaik 5. Orientasi membaik



ansietas 4. Dengarkan dengan penuh perhatian 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan 7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan 8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwan yang akan datang Edukasi 1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami 2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien 4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan 5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan presepsi



3. Palpitasi 4. Merasa tidak berdaya Objektif 1. Frekuensi napas meningkat 2. Frekuensi nad meningkat 3. Tekanan darah meningkat 4. Diaforesis 5. Tremor 6. Muka tampak pucat 7. Suara bergelar 8. Kontak mata buruk 9. Sering berkemih 10. Berorientasi pada masa lalu Kondisi klinis terkait 1. Penyakit kronis progresif (mis. kanker, penyakit autoimun) . 2. Penyakit akut 3. Hospitalisasi 4. Rencana operasi 5. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas 6. Penyakit neurologis 7. Tahap tumbuh kembang



5. D0119



6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan 7. Latih penggunaan pertahanan diri yang tepat 8. latih tehnik relaksasi Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian antiansietas



(L.13118)



(I.13492)



Gangguan Komunikasi Verbal



Komunikasi verbal



Promosi komunikasi defisit bicara Observasi  Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn diksi bicara  Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara  Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara  Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi



Definisi : Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sisitem tombol. Penyebab 1. Penurunan sirkulasi sereberal 2. Gangguan neuromuskuler 3. Gangguan pendengaran 4. Gangguan muskuloskeletal 5. Kelaian pelatum 6. Hambatan fisik (mis. terpasang trkheostomi, intubasi, krikotirodektomi 7. Hambatan individu (mis. ketakutan, kecemasan, merasa malu, emosional, kurang privasi) 8. Hambatan pskiologis (mis. gangguan psikotik,gangguan konsep diri,harga diri rendah, gangguan emosi) 9. hambatan lingkunagan (mis.Ketidakcukupan informasi,ketiadaan orang terdekat, ketidaksesuaian budaya, bahasa asing)



Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan kemampuan komunikasi verbal meningkat a. Kemampuan berbicara meningkat b. Kemampuan mendengar meningkat c. Kemampuan mendengar meningkat Terapiutik d. Pemahaman komunikasi membaik  Gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis, berkedip, papan Komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan computer)  Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil menghindari teriakan, gunakan



Gejala dan Tanda Minor Subjektif (tidak tersedia) Objektif 1. Tidak mampu berbicara atau mendengar 2. Menunjukan respon tidak sesuai Gejala dan Tanda Minor Subjektif (tidak tersedia)



Objektif 1. Afasia 2. Disfasia 3. Apraksia 4. Disleksia 5. Disatria 6. Afonia 7. Dislalia 8. Pelo 9. Gagap 10. Tidak ada kontak mata 11. Sulit memahami komunikasi 12. Sulit mempertahankan komunikasi 13. Sulit menggunakan ekspresi wajah atau



   



Komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk memahami ucapan pasien. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan Ulangi apa yang disampaikan pasien Berikan dukungan psikologis Gunakan juru bicara, jika perlu



Edukasi  



Anjurkan berbicara perlahan Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan berbicara Kolaborasi  Anjurkan berbicara perlahan



tubuh 14. Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah atau tubuh 15. Sulit menyusun kalimat 16. Verbaliasai tidak tepat 17. Sulit mengungkapkan kata- kata 18. Disorientasi orang,ruang,waktu 19. Defisit penglihatan 20. Delusi Kondisi klinis Terkait 1. Stroke 2. Cedera kepala 3. Trauma wajah 4. Peningkatan tekanan intrakranial 5. Hipoksia kronis 6. Tumor 7. Miastenia gravis 8. Sklerosis multipel 9. Distropi meskuler 10. Penyakit Alzheimer 11. Kuadriplegia 12. Labiopalatoskizis 13. Infeksi laring 14. Frkatur rahang 15. Skizofrenia



16. 17. 18.



Delusi Paranoid Autisme



DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologis Edisi 3. Jakarta: EGC. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Sadeghi, Nader. Malignant Tumor of Palate. Medscape Reference Drug, Diseases, and Procedur [internet]. Juli 2011



Reksoprawiro, Sunarto. Protokol Peraboi 2003. Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut. Jakarta; 2003. PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta. PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.