Materi Tam Dan Utaut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MATERI PERTEMUAN 9 TAM - (TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL) &



UTAUT (UNIFIED THEORY OF ACCEPTANCE AND USE OF TECHNOLOGY)



Tim Dosen Pengajar



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA TA GENAP 2019 / 2020



9.1 Defenisi TAM Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor‐faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer yang diperkenalkan pertama kali oleh Fred Davis pada tahun 1986. TAM merupakan hasil pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA), yang lebih dahulu dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen pada 1980. TAM bertujuan untuk menjelaskan dan memperkirakan penerimaan (acceptance) pengguna terhadap suatu sistem informasi. TAM menyediakan suatu basis teoritis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap suatu tekhnologi dalam suatu organisasi. TAM menjelaskan hubungan sebab akibat antara keyakinan (akan manfaat suatu sistem informasi dan kemudahan penggunaannya) dan perilaku, tujuan/keperluan, dan penggunaan aktual dari pengguna/user suatu sistem informasi. Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA (Theory of Reasoned Action) yaitu teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan  mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. 9.2 Penerapan TAM Technology Acceptance Model (TAM) adalah sebuah model yang biasa digunakan untuk meneliti dan mengukur penerimaan pengguna terhadap teknologi yang diperkenalkan oleh Davis (Davis 1985). Saat ini TAM sendiri telah mengalami beberapa perubahan seiring dengan perkembangan teori mengenai model penerimaan, TAM2 (Venkatesh & Davis 2000). dan TAM3 (Venkatesh & Bala 2008). Ada banyak peneliti yang tertarik dan berminat untuk melakukan penelitian di berbagai bidang dengan menggunakan TAM. Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian TAM diberbagai bidang seperti dalam penerapan ERP (Enterprise Resource Planning) (Amoako-Gyampah & Salam 2004), investigasi efek dari norma dan modernisasi sebuah meta-analisis (Schepers & Wetzels 2007). Dalam bidang pendidikan, khususnya elearning, penelitian yang menggunakan TAM juga sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan insinyur dari asynchronous elearning sistem di perusahaan teknologi tinggi (Ong et al. 2004), juga dalam memverifikasi proses bagaimana mahasiswa mengadopsi dan menggunakan elearning (Park 2009). Hasil yang bisa didapat dari pengimplementasian TAM salah satunya adalah dapat mengetahui aspek manakah pada sistem yang paling berpengaruh sehingga dapat memberi saran untuk pengembangan dan perancangan pada versi berikutnya. Proses perancangan menjadi penting karena 2 dalam perancangan terdapat atribut-atribut dari sistem informasi, yang telah menentukan kesuksesan dan kualitas sistem informasi. Perkembangan Sistem informasi dan Teknologi informasi yang sangat pesat memberikan dampak yang signifikan dalam segala bidang. Meningkatnya penggunaan teknologi



terutama dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada dunia pendidikan tinggi sebagian besar sudah dieksplorasi dalam hal yang berkaitan dengan pengalaman siswa kursus dan kehidupan kampus sedangkan untuk kehidupan dan pengalaman siswa di luar universitas sebagian besar belum diselidiki (Edmunds et al. 2012). Dengan perkembangan ICT yang semakin cepat dan harga teknologi yang semakin murah, akan menimbulkan penemuanpenemuan baru baik secara teoritis maupun teknologi dalam e-learning (Zhang et al. 2004). Semakin kompleknya kegiatan bisnis dan operasional organisasi yang didukung sistem informasi yang semakin cepat menuntut organisasi untuk merencanakan dan mengembangkan suatu sistem yang dapat membantu kegiatan operasionalnya dengan efektif dan efesien. Teknologi informasi bisa diartikan sebagai gabungan antara teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer juga dengan teknologi yang lain misalkan perangkat lunak, perangkat keras, teknologi jaringan, database dan peralatan teknologi lainnya (Maharsi 2004). 9. 3 Sejarahnya Technology Accepted Model, atau yang lebih biasa disebut oleh TAM, ialah model yang pertama kali dikembangkan oleh Davis (1986), dan kemudian dipakai dan dikembangkan lebih jauh oleh beberapa peneliti sepert Adan et al. (1992), Szajna (1994), Igbaria et al. dan Ventakesh, serta dikembangkan lagi oleh Davis (2000). Modifikasi model TAM dilakukan oleh Venkantesh (2002) dengan menambahkan variable trust dengan judul: Trust enhanced Technology Acceptance Model, yang meneliti tentang hubungan antar variabel TAM dan trust. Modifikasi TAM lain yaitu Trust and Risk in Technology Acceptance Model (TRITAM) yang menggunakan variabel kepercayaan dan resiko bersama variabel TAM (Lui and Jamieson, 2003). Model Penerimaan Teknologi (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989) adalah model yang berhasil dan sangat dapat diterima untuk memprediksi penerimaan terhadap suatu teknologi yang baru diterapkan. Untuk saat ini, TAM merupakan salah satu kontribusi teoritis yang paling penting terhadap penerimaan dan penggunaan suatu sistem informasi. Banyak penelitian telah meneliti ulang, memperluas, dan menggunakan TAM. Theory Acceptance Model (TAM) diadopsi dari model The Theory of Reasoned Action (TRA), yaitu teori tindakan yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975), dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. TAM menunjukkan bahwa perilaku sosial didorong oleh sikap dan niat untuk melakukan. Menurut TRA, individu seringkali bertindak karena mereka ingin melakukannya dalam konteks dan waktu yang tersedia. Theory of Reasoned Action (TRA) dikembangkan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein. TRA merupakan derivasi penelitian sebelumnya yang dimulai dari teori sikap (theory of attitude) yang mempelajari tentang sikap (attitude) dan perilaku (behavior). Secara teoritis dan praktis TAM merupakan model yang dianggap paling tepat dalam menjelaskan bagaimana user menerima sebuah sistem. TAM menyatakan bahwa behavioral intension to use ditentukan oleh dua keyakinan yaitu: pertama, perceived usefulness yang didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang yakin bahwa menggunakan sistem akan meningkatkan kinerjanya. Kedua, perceived ease of use yang didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang yakin bahwa penggunaan sistem adalah mudah. TAM juga menyatakan bahwa dampak variabel-variabel eksternal terhadap intension to use adalah dimediasi olehperceived of usefulness dan perceived ease of use. Konsep TAM juga menyatakan bahwa perceived usefulness dipengaruhi oleh perceived ease of use. Model TAM secara



lebih terperinci menjelaskan penerimaan internet dengan dimensi dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi dengan mudah diterimanya internet oleh pengguna (user). Model ini menempatkan faktor kepercayaan dari tiap-tiap perilaku pengguna dengan dua variabel yaitu kemanfaatan (usefullness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Secara empiris model ini telah terbukti memberikan gambaran pada aspek perilaku pengguna komputer, dimana banyak pengguna komputer dapat dengan mudah mengoperasikan internet, karena sesuai dengan apa yang diinginkannya (Iqbaria et al.,1997). TAM berfokus pada faktor-faktor yang menentukan niat perilaku pengguna terhadap menerima teknologi baru. Model ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tertentu mempengaruhi keputusan pengguna ketika mereka disajikan dengan teknologi baru tentang bagaimana dan mengapa mereka akan menggunakannya. TAM mengadopsi hubungan kausal TRA untuk menjelaskan bagaimana variabel eksternal mempengaruhi keyakinan (belief/perceive), sikap (attitude), niat perilaku pengguna (behavioral intention to use), dan penggunaan aktual dari teknologi (actual usage of technology).TAM mengadopsi dua faktor persepsi, yaitu: Perceived usefulness and perceived ease of use (persepsi kegunaan yang dirasakan dan persepsi atas kemudahan penggunaan yang dirasakan). Baik perceived usefulness maupun perceived ease of use akan dipengaruhi oleh variabel eksternal. Variabel eksternal adalah hubungan antara keyakinan dari dalam, sikap, niat, dan perbedaan-perbedaan pribadi, keadaan, dan perilaku.TAM banyak digunakan oleh peneliti untuk memberikan penjelasan tentang perilaku penggunaan teknologi informasi. TAM diimplementasikan dan diuji di perbankan online, belanja online, e-government, imigrasi, e-commerce. Bagi TAM, kepercayaan pengguna menentukan sikap terhadap penggunaan sistem. Niat perilaku, pada gilirannya, ditentukan oleh sikap terhadap penggunaan sistem ini. Akhirnya, niat perilaku mengarah pada perilaku yang sebenarnya. Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku (behavior). Kehendak merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut. Namun, seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda (tidak selalu berdasarkan kehendak). Konsep penting dalam teori ini adalah fokus perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting. Kehendak (intetion) ditentukan oleh sikap dan norma subyektif (Jogiyanto, 2007). Ajzen (1991) yang mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal; Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma objektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap 10 suatu perilaku bersama norma- norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat berperilaku tertentu. Teori perilaku beralasan diperluas dan dimodifikasi oleh (Ajzen dalam Jogiyanto 2007) dan dinamai Teori Perilaku Terencana (theory of planned behavior). Inti teori ini mencakup 3 hal yaitu; -



Keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku tersebut (behavioral beliefs), Keyakinan tentang norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs),



-



Serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs).



Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya Menurut Davis perilaku menggunakan TI diawali oleh adanya persepsi mengenai manfaat (perceived of usefulness) dan persepsi mengenai kemudahan menggunakan TI (ease of use). Kedua komponen ini bila dikaitkan dengan TRA adalah bagian dari belief. Davis mendefinisikan persepsi mengenai kegunaan (perceived of usefulness) ini berdasarkan definisi dari kata useful yaitu capable of being used advantageously, atau dapat digunakan untuk tujuan yang menguntungkan. Persepsi terhadap kegunaan adalah manfaat yang diyakini individu dapat diperolehnya apabila menggunakan TI. Pengguna yang potensial percaya bahwa aplikasi tertentu berguna, mungkin mereka, pada saat yang sama, percaya bahwa sistem ini terlalu sulit untuk digunakan dan manfaat yang di dapat dari penggunaan yang melebihi upaya menggunakan aplikasi. Artinya, di samping manfaat atau kegunaannya, penerapan sistem teknologi informasi akan dipengaruhi juga oleh kemudahan yang dirasa penggunaan (perceived ease of use). Oleh sebab itu Davis menambahkan dua komponen itu pada model TAM. Secara sederhana TAM dapat digambarkan dalam berikut:



Gambar 9.1 Bagan TAM menurut Davis Manfaat yang dirasa terhadap manfaat teknologi dapat diukur dari beberapa faktor sebagai berikut (Wijaya, 2006):







Penggunaan teknologi dapat meningkatkan produktivitas pengguna.







Penggunaan teknologi dapat meningkatkan kinerja pengguna.







Penggunaan teknologi dapat meningkatkan efisiensi proses yang dilakukan pengguna.



Pada umumnya penguna teknologi akan memiliki persepsi positif terhadap teknologi yang disediakan, persepsi negatif terjadi biasanya dikarenakan setelah pengguna mencoba teknologi tersebut atau pengguna berpengalaman buruk terhadap penggunaan teknologi tersebut. Faktor penyebab pengalaman sebenarnya berkaitan erat dengan faktor kedua dari TAM yaitu kemudahan yang dirasa dalam menggunakan teknologi. Menurut Wijaya (2006), kemudahan yang dirasa dalam menggunakan teknologi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu : 1. Faktor pertama berfokus pada teknologi itu sendiri misalnya pengalaman pengguna terhadap penggunana teknologi yang sejenis. Pengalaman baik pengguna akan teknologi sejenis akan mempengaruhi persepsi pengguna terhadap teknologi… 2. Faktor kedua adalah reputasi akan teknologi tersebut yang diperoleh oleh pengguna. Reputasi yang baik yang didengar oleh pengguna akan mendorong keyakinan pengguna akan kemudahan penggunaan teknologi tersebut, demikian pula sebaliknya. 3. Faktor ketiga yang mempengaruhi persepsi pengguna terhadap kemudahan menggunakan teknologi adalah tersedianya mekanisme support yang handal. Selain faktor diatas juga terdapat faktor lainnya yang menyebabkan Kemudahan yg dirasa dalam penggunaan sistem: 1. Menyakinan pengguna bahwa tidak susah dalam menggunakan sistem. 2. Menyakikan pengguna bahwa dengan adanya system maka pekerjaan yang dilakukan akan lebih mudah. 3. Menyakikan pengguna bahwa proses pembelajaran system tidaklah membutuhkan waktu yang lama dan kerja keras. Dalam konteks organisasi, kegunaan ini tentu saja dikaitkan dengan peningkatan kinerja individu yang secara langsung atau tidak langsung. Sedikit berbeda dengan persepsi individu terhadap kegunaan TI, variabel lain yang dikemukakan Davis mempengaruhi kecenderungan individu menggunakan TI adalah persepsi terhadap kemudahan dalam menggunakan TI. Kemudahan (ease) bermakna tanpa kesulitan atau terbebaskan dari kesulitan atau tidak perlu berusaha keras. Dengan demikian persepsi mengenai kemudahan menggunakan ini merujuk pada keyakinan individu bahwa sistem TI yang akan digunakan tidak merepotkan atau tidak membutuhkan usaha yang besar, pada saat digunakan. Apapun yang dirasa baik terhadap manfaat TI (Perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan TI (Perceived ease of use) mempengaruhi sikap (Attitude) individu terhadap penggunaan TI, yang selanjutnya akan menentukan apakah orang berniat untuk menggunakan TI (Intention). Niat untuk menggunakan TI akan menentukan apakah orang akan menggunakan TI (Behavior). Dalam TAM, Davis (1986) menemukan bahwa persepsi terhadap manfaat TI juga mempengaruhi persepsi kemudahan penggunaan TI tetapi tidak berlaku sebaliknya. Dengan demikian, selama individu merasa bahwa TI bermanfaat dalam tugas-tugasnya, maka individu akan berniat untuk menggunakannya terlepas apakah TI itu mudah atau tidak mudah digunakan. Untuk mengungkap lebih



jauh mengenai saling hubungan antara persepsi terhadap manfaat dan persepsi kemudahan menggunakan TI ini. Hoenig (1995) serta Lai (2016) mencatat bahwa tingkat di mana sistem pembayaran mengembangkan sebagian besar tergantung pada perjuangan antara perubahan teknologi yang cepat dan hambatan alamipenerimaan produk atau layanan baru. Sejumlah teori telah mengusulkan untuk menjelaskan konsumen penerimaan teknologi baru dan niat mereka untuk menggunakannya. Ini termasuk, tetapi tidak dibatasiuntuk, Teori Difusi Inovasi (DIT) (Rogers, 1995) yang dimulai pada tahun 1960, Teoridari Task-technology fit (TTF) (Goodhue, dan Thompson, 1995), Theory of Reasonable Action(TRA) (Fishbein dan Ajzen, 1975), Teori Perilaku Berencana (TPB) (Ajzen, 1985, 1991),The Decomposed Theory of Planned Behavior, (Taylor dan Todd, 1995), TeknologiAcceptance Model (TAM) (Davis, Bogozzi dan Warshaw, 1989), versi Final Teknologi Acceptance Model (TAM) Venkatesh dan Davis (1996), Technology Acceptance Model 2 (TAM2) Venkatesh dan Davis (2000), Teori Kesatuan Penerimaan dan Penggunaan Teknologi (UTAUT), Venkatesh, Morris, Davis dan Davis (2003) dan Technology Acceptance Model 3 (TAM3) Venkatesh dan Bala (2008). Rogers (1995) mengusulkan bahwa teori 'difusi inovasi' adalah untuk menetapkanlandasan untuk melakukan penelitian tentang penerimaan dan adopsi inovasi. Rogers disintesispenelitian dari lebih dari 508 studi difusi dan keluar dengan teori 'difusi inovasi’untuk adopsi inovasi di antara individu dan organisasi. Teori ini menjelaskan "proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antaraanggota sistem sosial ”(Rogers, 1995, hlm. 5). Pada dasarnya, ini adalah proses dari anggota sistem sosial commmelalui saluran tertentu dari waktu ke waktu dikenal sebagai difusi. The Rogers '(1995) difusiTeori inovasi menjelaskan bahwa inovasi dan adopsi terjadibeberapa tahap termasuk pemahaman, persuasi, keputusantopi menyebabkan perkembangan Rogers (1995) Spengadopsi, mayoritas awal, mayoritas akhir dan lamban. Pada dasarnya, ini adalah proses dari anggota sistem sosial commmelalui saluran tertentu dari waktu ke waktu dikenal sebagai difusi. The Rogers '(1995) difusiTeori inovasi menjelaskan bahwa inovasi dan adopsi terjadibeberapa tahapan termasuk pemahaman, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasiPada dasarnya, proses anggota sistem sosial mengkomunikasikan suatu inovasimelalui saluran tertentu dari waktu ke waktu dikenal sebagai difusi. The Rogers '(1995) difusiuntukpengembangan Rogers (1995) kurva adopsi berbentuk S inovator, awalpengadopsi, mayoritas awal, mayoritas akhir dan lamban seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.



Kesiapan teknologi (TR) mengacu pada kecenderungan orang untuk merangkul dan menggunakan teknologi yang baru untuk mencapai tujuan dalam kehidupan rumah tangga dan di tempat kerja (Parasuraman dan Colby, 2001). Berdasarkan skor kesiapan teknologi individu dan kesiapan teknologi, Parasuraman dan Colby (2001) selanjutnya mengklasifikasikan konsumen teknologi menjadi lima segmen kesiapan teknologi penjelajah, perintis, skeptis, paranoid, dan lamban. Ini mirip dengan Rogers (1995) teknologi untuk mencapai tujuan dalam kehidupan rumah tangga dan di tempat kerja(Parasuraman dan Colby, 2001). Berdasarkan kesiapan teknologi individu Colby (2001) selanjutnya mengklasifikasikan konsumen teknologi menjadi lima segmen kesiapan teknologi penjelajah, perintis, skeptis, paranoid, dan lamban. Ini mirip dengan Rogers (1995) kurva adopsi inovator, pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas akhir dan lamban. Difusi inovasi atau kesiapan Teknologi sangat penting untuk keberhasilan implementasi organisasi pada kurva inovator, pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas akhir dan lamban. Difusi inovasi atau kesiapan Teknologi sangat penting untuk keberhasilan implementasi organisasi karena itu adalah fokus pasar. Menurut Goodhue et al. (1995), Tugas Menurut Goodhue et al. (1995), Task-technology Fit (TTF) menekankan dampak individu. Dampak individual mengacu pada peningkatan efisiensi, efektivitas, dan / atau kualitas yang lebih tinggi. Goodhue et al. (1995) berasumsi bahwa kesesuaian yang baik antara tugas dan teknologi adalah untuk meningkatkan dampak. Dampak individual mengacu pada peningkatan efisiensi, efektivitas, dan / atau kualitas yang lebih tinggi. Goodhue et al. (1995) mengasumsikan bahwa kesesuaian yang baik antara tugas dan teknologi adalah untuk meningkatkan kemungkinan pemanfaatan dan juga untuk meningkatkan dampak kinerja sejak teknologi memenuhi tugas yang dibutuhkan dan keinginan pengguna lebih dekat. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, model ini cocok untuk menyelidiki penggunaan teknologi yang sebenarnya, terutama pengujian teknologi baru dan juga untuk meningkatkan dampak kinerja sejak teknologi bertemutugas yang dibutuhkan dan keinginan pengguna lebih dekat. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, model ini cocok untuk menyelidiki penggunaan teknologi yang sebenarnya terutama pengujian teknologi baru technology Fit (TTF) menekankan dampak individu. Dampak individual mengacu pada peningkatan efisiensi, efektivitas, dan / atau kualitas yang lebih tinggi. Goodhue et al. (1995) berasumsi bahwa kesesuaian yang baik antara tugas dan teknologi adalah untuk meningkatkan dan juga untuk meningkatkan dampak kinerja sejak teknologi bertemu tugas yang dibutuhkan dan keinginan pengguna



lebih dekat. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.2, model ini cocok untuk menyelidiki penggunaan teknologi yang sebenarnya, terutama pengujian teknologi baru umpan balik. Tugasteknologi cocok baik untuk mengukur aplikasi teknologi yang sudah rilis di pasar seperti di aplikasi google play store atau apple store (iTunes) dll.



Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1975) adalah salah satu teori paling populer yang digunakan dan sekitar satu faktor yang menentukan niat perilaku dari sikap seseorang terhadap perilaku itu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Fishbien dan Ajzen (1975) mendefinisikan “ sikap "sebagai evaluasi individu terhadap suatu objek dan mendefinisikan" kepercayaan "sebagai penghubung antara suatu objek dan beberapa atribut, dan mendefinisikan" perilaku "sebagai hasil atau niat. Sikap afektif dan didasarkan pada serangkaian keyakinan tentang objek perilaku (mis: kartu kredit mudah digunakan). Faktor kedua adalah norma subyektif orang tersebut tentang apa yang mereka rasakan tentang sikap komunitas langsung mereka terhadap perilaku tertentu (mis: teman-teman saya menggunakan kartu kredit dan status memilikinya).



Ajzen (1991) mengembangkan Theory of Planned Behavior yaitu sekitar satu faktor yang menentukan niat perilaku dari sikap seseorang terhadap perilaku itu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Dua faktor pertama sama dengan Theory of Reasonable Action (Fishbein dan Ajzen, 1975) . Faktor ketiga yang dikenal sebagai perilaku kontrol yang dirasakan adalah kontrol yang dirasakan pengguna yang dapat membatasi perilaku mereka (mis: Dapatkah saya mengajukan permohonan untuk kartu kredit dan apa persyaratannya?).



Teori Dekomposisi Perilaku Terencana (Decomposed TPB) diperkenalkan oleh Taylor dan Todd (1995). Dekomposisi TPB terdiri dari tiga faktor utama yang mempengaruhi niat perilaku dan adopsi perilaku aktual yaitu sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku yang dirasakan. Shih dan Fang (2004) meneliti adopsi internet banking dengan menggunakan TPB serta TPB Terurai. Telah ada banyak penelitian tentang Teori Tindakan Beralasan (Ajzen & Fishbein, 1980; Sheppard, Hartwick, dan Warshaw, 1988) Teori Perilaku yang Direncanakan (Ajzen, 1991) dan Teori Perilaku Perilaku Berencana Terperinci, (Taylor dan Todd) , 1995) tetapi sebagian besar digunakan untuk produk yang sudah ada di pasar dan termasuk pandangan masyarakat (norma subyektif). Technology Acceptance Model (TAM) diperkenalkan oleh Fred Davis pada tahun 1986 untuk proposal doktornya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Sebuah adaptasi dari Theory of Reasonable Action, TAM secara khusus dirancang untuk memodelkan penerimaan pengguna terhadap sistem atau teknologi informasi.



Venkatesh dan Davis (2000) mengusulkan TAM 2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Penelitian ini memberikan penjelasan lebih rinci untuk alasan pengguna menemukan sistem yang diberikan berguna pada tiga (3) titik waktu: pra-implementasi, satu bulan pasca-implementasi dan tiga bulan pasca implementasi. TAM2 berteori bahwa penilaian mental pengguna tentang kecocokan antara tujuan penting di tempat kerja dan konsekuensi dari melakukan tugas pekerjaan menggunakan sistem berfungsi sebagai dasar untuk membentuk persepsi mengenai kegunaan sistem (Venkatesh dan Davis, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa TAM 2 tampil baik di lingkungan sukarela dan wajib.



Venkatesh dan Bala (2008) menggabungkan TAM2 (Venkatesh & Davis, 2000) dan model penentu kemudahan penggunaan yang dirasakan (Venkatesh, 2000), dan mengembangkan model terintegrasi penerimaan teknologi yang dikenal sebagai TAM3 yang ditunjukkan pada Gambar 9. Para penulis mengembangkan TAM3 menggunakan empat jenis yang berbeda termasuk perbedaan individu, karakteristik sistem, pengaruh sosial, dan kondisi memfasilitasi yang merupakan faktor penentu kegunaan yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang dirasakan. Dalam model penelitian TAM3, persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan, kecemasan komputer terhadap persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kemudahan penggunaan terhadap niat perilaku dimoderasi oleh pengalaman. Model penelitian TAM3 diuji dalam pengaturan dunia nyata implementasi TI.



9.3 TUJUAN PENERAPAN TAM Tujuan utama TAM adalah memberikan penjelasan tentang penentuan penerimaan komputer secara umum, memberikan penjelasan tentang perilaku atau sikap pengguna dalam suatu populasi (Yosua, 2014). TAM bertujuan untuk menjelaskan dan memperkirakan penerimaan (acceptance) pengguna terhadap suatu sistem informasi. TAM menyediakan suatu basis teoritis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap suatu tekhnologi dalam suatu organisasi. TAM menjelaskan hubungan sebab akibat antara keyakinan (akan manfaat suatu sistem informasi dan kemudahan penggunaannya) dan perilaku, tujuan/keperluan, dan penggunaan aktual dari pengguna/user suatu sistem informasi.TAM adalah pengembangan TRA dan diyakini mampu meramalkan penerimaan pemakai terhadap teknologi berdasarkan dampak dari dua faktor, yaitu perspektif kemanfaatan (perceived usefulness) dan perspektif kemudahan pemakaian (perceived ease of use) (Davis, 1989). Menurut Davis (1989)TAM adalah sebuah teori sistem informasi yang didesign guna menerangkan bagaimana pengguna mengerti dan mengaplikasikan sebuah teknologi informasi. TAM mengadopsi TRA dari Fishbein dan Ajzen (Fishbein, 1967) yang digunakan untuk melihat tingkat penggunaan responden dalam menerima teknologi informasi. Konstruksi asli TAM sendiri yang dirumuskan oleh Davis (1989), adalah persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan pemakaian (perceived ease of use), sikap (attitude), niat perilaku (behavioral intention), penggunaan sebenarnya (actual use) dan ditambahkan beberapa perspektif eksternal yaitu, pengalaman (experience) serta kerumitan (complexity)



9.4 Analisis MODEL TRA, TAM, TPB Perbedaan antara TRA dan TAM Perbedaan antara TRA dan TAM dapat dilihat dari dimensi/indikator yang digunakan. Untuk model TRA menggunakan dimensi/indikator: attitude toward behaviour, subjective norm, behavioral intention dan actual behaviour. TAM sendiri tidak memiliki dimensi/ indikator attitude toward behaviour, subjective norm namun menggunakan behavioral intention dan actual behaviour. Kelebihan TAM dari TRA adalah memasukkan dimensi/indikator external variables, perceived usefulness, perceived ease of use dan attitude toward using. Penambahan dimensi ini dilakukan untuk mengakomodasi perilaku dalam menggunakan teknologi dan komunikasi.



Perbedaan Antara TAM dan TPB Ada tiga perbedaan utama antara TAM dan TPB, yaitu: Pertama, terdapat beberapa variasi di antara TMA dan TPB. Kedua, TAM tidak detail menjelaskan mengenai variabel sosial sedangkan TPB sangat detail. Terakhir pada TAM dan TPB mengontrol perilaku dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut akan dijelaskan pada poin-poin di bawah. Derajat Generalisasi TAM diasumsikan bahwa kepercayaan mengenaikegunaan dan kerugian dari suatu produk selalu merupakan faktor penentu yang utama dalammengambil keputusan pemakai untuk menggunakanproduk tersebut. Definisi ini adalah suatu pilihanyang wajar menurut Davis [7], ‘a belief set that …readily generalizes to different computer systemsand user populations’. Sedangkan, TPB



beranggapanbahwa kepercayaan pemakai bergantung pada situasimasing-masing. Karena itu model TPB tidakberasumsibahwa kepercayaan itu yang berlaku pada satu konteksjuga akan berlaku pada konteks yang lain. Walaupunbeberapa kepercayaan ada yang digeneralisasi dan adajuga yang tidak.Perbedaan yang terdapat di atas akan menghasilkan3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Dalam beberapa situasi terdapat variabel kerugiandan kegunaan dari suatu produk dapat mempredikasikeinginan dari pemakai. Sebagai contoh, kemudahandalam memperoleh produk, boleh jadi suatu factorpenting bagi pemakai menentukan penggunaanproduk tersebut. Mengidentifikasi kepercayaan inimenjadi bagian dari metodologi riset yang bakuuntuk TPB. Sedangkan pada TAM hal tersebutbukanlah bagian penting dari model. 2) TPB lebih sulit untuk diterapkan pada konteks pemakai yang berbeda dibanding TAM (TAMmemperhitungkan konstruk dengan cara yangsama untuk setiap situasi). Di sisi lain, TPBmemerlukan suatu studi untuk mengidentifikasihasil relevan, kelompok acuan, dan variablekendali di dalam tiap-tiap konteks yang digunakan.Hal Ini menjadi kompleks jika pemakai berbedamenggolongkan hasil yang berbeda dari pemakaiansistem yang sama. Sebagai contoh, para siswa yangmenggunakan suatu pelajaran sistem teknologidapat memaksimalkan nilai ujian (prestasi),sedangkan guru dapat akan menggunakan systemuntuk membuat lebih efisien waktu mengajar.Instrumen TPB bisa dikhususkan untuk masingmasingkelompok. 3) Materi TPB memerlukan suatu alternatif perilakueksplisit jika ingin memperoleh hasil yangsama. Sebagai contoh, jika bertanya padaseseorang mengenai penggunaan suatu programuntuk memperhitungkan anggaran penjualansupaya menghemat waktu dan ketepatan akurasipenghitungan dibandingkan menggunakankalkulator; Pertanyaan dengan basis perbandinganyang diajukan harus jelas dan tegas agar perilakualternatif dapat teridentifikasikan. Para pemakaipotensial boleh jadi diminta untuk bereaksi terhadaphal yang berikut: ‘Penggunaan suatu programsebagai ganti suatu kalkulator akan menghematwaktu dalam mengerjakan anggaran penjualan.(Setuju/Tidak Setuju)’ Jika menggunakan TAMakan berbeda karena tidak memerlukan identifikasisuatu perilaku spesifik untuk perbandingan.



Kerugian dari pendekatan TPB, bahwa titikacuan ini tidak berlaku bagi semua individu. Sebagaicontoh, menanyakan kepada orang-orang mengenaipenggunaan kalkulator tersebut, mengenai mana yanglebih cepat dan lebih baik. Sebagian orang mungkinakan menggunakan suatu sistem bantu pengambilankeputusan (Decision Support System/DSS) khusussebagai pengganti kalkulator, sehingga pertanyaan tidak membuat suatu perbandingan. PERBANDINGAN TAM,TRA, DAN TPB Studi Davis, Bagozzi dan Warshaw (1989) membandingkan Technology Acceptance Model (TAM) dengan Theory of Reasoned Action (TRA) dan menghasilkan konvergensi TAM dan TRA. Ini mengarah pada model yang didasarkan pada tiga faktor penentu teoretis yaitu kegunaan yang dirasakan, persepsi kemudahan penggunaan dan niat perilaku. Studi ini menemukan norma sosial (SN) sebagai penentu penting dari niat perilaku menjadi lemah. TAM tidak memasukkan norma sosial (SN) sebagai penentu niat perilaku (BI), yang merupakan penentu penting, diteorikan oleh Theory of Reasoned Action TRA dan Theory of Planned Behavior (TPB).



Mathieson (1991) dan Yi, Jackson, Park, dan Probst (2006) berpendapat bahwa faktor manusia dan sosial dapat berperan dalam adopsi teknologi menggunakan model TPB. Oleh karena itu, TAM dapat diperpanjang dengan konstruksi dari TPB untuk memasukkan faktor sosial yang dapat menjelaskan adopsi teknologi. Namun demikian, TPB dalam Chau dan Hu (2002) mencatat bahwa norma sosial dan niat perilaku untuk menggunakan temuan adalah negatif dan tidak mendukung bahwa norma sosial akan mempengaruhi niat perilaku. Shih dan Fang (2004) juga meneliti adopsi internet banking melalui TPB serta TPB Terurai dan menemukan bahwa itu sejalan dengan temuan Venkatesh dan Davis (2000) bahwa norma subyektif cenderung memiliki pengaruh yang signifikan. pada niat perilaku untuk digunakan dalam lingkungan wajib, sementara efeknya bisa tidak signifikan dalam lingkungan sukarela. Karena, penelitian ini bersifat sukarela; Oleh karena itu studi Shih dan Fang (2004) tidak akan berlaku dalam teknologi novel Sistem pembayaran-E platform tunggal. KRITIK DAN LIMITATION PADA TAM Meskipun TAM tetap menjadi model yang paling populer dalam menganalisis penerimaan sistem informasi, masih ada kritik luas terhadapnya yang telah menyebabkan banyak perubahan pada model aslinya. Kritiknya termasuk fakta yang banyakpeneliti merasa bahwa TAM hanyalah teori dengan nilai heuristik yang dipertanyakan dan kekuatan penjelas dan prediksi yang terbatas,hal-hal sepele dan kurangnya nilai praktis.Kritik yang terkait dengan TAM telah terutama di tiga bidang yang merupakan metode yang digunakan untuk menguji reliabilitasTAM, variabel dan hubungan yang ada dan landasan teoritis. Sebagian besar pengujian TAM telah dilakukan. Dilaporkan sendiri menggunakan data yang sebagian besar peneliti merasa bersifat subjektif. Juga variabel danhubungan yang telah diuji di bawah telah diubah berulang kali berdasarkan penelitian yang sedang dilakukan. Banyakpeneliti seperti Bagozzi (2007) telah berulang kali mempertanyakan landasan teoritis TAM dan telah merasakan bahwa ada modeltidak cocok untuk memutuskan kesesuaian atau penerimaan suatu sistem informasi.Beberapa penelitian telah berulang kali mencoba mengubah atau memperluas TAM untuk menyesuaikannya dengan TI yang terus berubahSkenario telah membuat landasan teoretis sangat membingungkan. Secara umum TAM berfokus pada 'pengguna' individu komputer,dengan konsep 'manfaat yang dirasakan', dengan ekstensi untuk membawa lebih banyak faktor untuk menjelaskan bagaimana pengguna 'merasakan' manfaat ', dan mengabaikan proses sosial dasarnya dari pengembangan dan implementasi IS, tanpa pertanyaan di mana lebihteknologi sebenarnya lebih baik, dan konsekuensi sosial dari penggunaan.



MEREPLIKASI TAM DAN MENGUJI KEMUNGKINAN KETERBATASANNYA



Salah satu replikasi TIME yang paling awal dilakukan oleh Adams, Nelson dan Todd [1992]. Mereka melakukan studi lapangan dan laboratorium untuk menguji variabel TAM, persepsi kemudahan penggunaan dan manfaat yang dirasakan, untuk validitas dan keandalan mereka dalam menjelaskan penggunaan lima aplikasi yang berbeda: email, pesan suara, perect kata, Lotus 123, dan grafis Harvard . Peserta memberikan mahasiswa MBA, dan data penggunaan yang dilaporkan sendiri dari lima aplikasi digunakan sebagai ukuran untuk ese yang sebenarnya. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model TAM mempertahankan konsistensinya dalam memprediksi dan menjelaskan adopsi sistem. Hendrickson, Massey, dan Cronan [1993] selanjutnya menguji reliabilitas item skala yang digunakan untuk mengukur persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kegunaan dalam TAM. mereka melakukan studi lapangan dengan 123 mahasiswa pascasarjana yang diperkenalkan ke database, dan aplikasi spreadsheet, dan menggunakan data penggunaan yang dilaporkan sendiri dari kedua sistem untuk melakukan analisis uji-retest. Hendrickson, Massey, dan Cronan menemukan bahwa untuk kegunaan yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang dirasakan, item skala menunjukkan hasil reliabilitas tes-tes ulang yang signifikan. Subramanian [1994] juga mereplikasi TAM dengan sistem pesan suara dan dialup pelanggan dalam studi lapangan dengan 179 pekerja pengetahuan, dan menemukan bukti untuk hasil sebelumnya yang dilaporkan dalam studi TAM. Davis dan Venkatesh [1996] di sisi lain, mengkonfirmasi keandalan dan validitas persepsi manfaat dan persepsi kemudahan penggunaan variabel dalam TAM dengan memverifikasi apakah pengelompokan item skala menimbulkan kesalahan dalam memprediksi penggunaan. Mereka melakukan percobaan lobaratory dengan 195 siswa dengan memaparkan permutasi dan kombinasi skala yang berbeda, yang memiliki pernyataan yang dikelompokkan berdasarkan persepsi penggunaan atau persepsi kegunaan, peserta diberi variasi yang berbeda dari dua skala, dengan pernyataan untuk kedua kemudahan yang dirasakan. penggunaan dan manfaat yang dirasakan dicampur bersama. Setelah percobaan, Davis menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara keandalan dan validitas skala ketika pengelompokan pernyataan mereka diubah. Oleh karena itu, Daves dan Venkatesh menyimpulkan bahwa pengukuran reliabilitas dan validitas yang diperoleh sebelumnya bukan karena pengelompokan item. Namun, tanggapan dari protokol verbal yang dilakukan selama percobaan mengungkapkan bahwa kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan dicampur bersama. Dengan demikian, Davis dan Venkatesh merekomendasikan penggunaan skala pengukuran awal untuk TAM



9.5 Pengaruh Sosial Perbedaan utama yang kedua antara TAMdan TPB adalah bahwa TAM secara eksplisitmemasukkan variabel sosial. Hal ini menjadi pentingjika terdapat variasi yang tidak dijelaskan padamodel tersebut. Davis [7] menjelaskan bahwa normanormasosial tidak memengaruhi hasil akhir. Sebagaicontoh, seorang pegawai akan merasa tertekan jikapenyelia mengharuskan menggunakan sistem tertentu,sehingga pegawai tersebut menghasilkan evaluasiperformansi yang rendah. Norma-norma sosial akanmemperhitungkan sampai taraf tertentu di dalammengevaluasi hasil.Variabel sosial di dalam TPB masih memilikiperbedaan unik yaitu terletak pada niat. Sedangkan efeksosial yang secara langsung tidak dapat dihubungkandengan hasil dari pekerjaan adalah mengenaikegunaannya. Sebagai contoh, beberapa individumungkin menggunakan suatu sistem sebab persepsinyateknologi yang sedang digunakan merupakan teknologipaling mutakhir, sehingga akan lebih membantupekerjaan. Motivasi ini lebih mungkin ditangkap olehTPB dibanding oleh TAM



9.6 Kontrol Perilaku Perbedaan utama yang ketiga antara TAM danTPB adalah perlakuan terhadap kontrol perilaku yangmengacu pada keterampilan, peluang, dan sumber dayadiperlukan menggunakan sistem tersebut. Variabeltersebut tercakup di dalam TAM yaitu PEOU. UjiPEOU materi dilakukan Davis [7] di mana PEOUmengacu pada hubungan antara kemampuan respondendan keterampilan yang diperlukan oleh sistem.Walaupun kemampunan penguasaan keterampilanadalah penting, kadang-kadang kontrol lain akanmuncul. Ajzen [5] membedakan antara factorpengawasan intern adalah karakteristik individu, danfaktor eksternal yang tergantung pada situasi tersebut.Faktor internal meliputi keterampilan. Faktor Kendalieksternal meliputi waktu, kesempatan, dan kerja samadari yang lain. Sebagai contoh, di mana menghubungkanwaktu dan pemakaian CPU dibebankan ke departemenpemakai, sebagian orang tidak boleh mempunyaisumber daya diperlukan untuk menggunakan suatusistem, sekalipun mereka merasakan mereka biasbermanfaat dan mempunyai keterampilan tersebut.Dengan kata lain, mereka menolak kesempatan untukmenggunakan sistem merupakan faktor eksternal.PEOU sesuai dengan faktor keterampilan yanginternal. Bagaimanapun, isu kendali eksternal tidaklahdipertimbangkan TAM dalam penjelasan manapun.Walaupun bisa menjadi argumentasi bahwa PEOUadalah ‘I would fi [the system] easy to use’ [5]menyiratkan bahwa responden mempertimbangkankendali eksternal, tidak secara eksplisit.Beberapa faktor kendali akan menjadi stabilpada beberapa situasi, sedangkan lainnya tergantungdari konteks ke konteks [5]. Perorangan mengambilketerampilan yang sama dari situasi ke situasi, dankepada tingkat keterampilan yang sama itu diperlukanuntuk tugas berbeda. Kemampuan harus menjadisuatu faktor kendali yang stabil. Hill et al. (1987)menemukan bahwa ukuran keberhasilan produksecara umum dapat memprediksi niat (intention) untukmenggunakan produk yang mengedepankan teknologi.Isu mengenai faktor kendali akan menjadi idiosyncraticpada keadaan tertentu. Sebagai contoh, ketersediaansuatu jaringan telepon adalah hal penting bagi unitpenjualan dalam suatu perusahaan, namun menjadi halyang tidak terlalu penting bagi unit yang lain.TPB mengambil variabel kendali yang pentinguntuk masing-masing situasi secara bebas, sehinggalebih mungkin untuk digunakan pada situasi-faktorspesifik. TAM hanya mengidentifikasi sedikitpenghalang pada idiosyncratic yang digunakan. Hal inisesuai dengan yang dinyatakan Davis [7] bahwa dalammengembangkan suatu model yang dapat diterapkanpada banyak situasi, akan dapat menyebabkan modelkehilangan faktor kendali yang penting bagi konteks.



9.7 Kelebihan dan Kekurangan Penerapan TAM Kelebihan TAM 1. TAM merupakan model perilaku yang bermnfaat untuk menjawab pertanyaan mengapa banyak sistem teknologi informasi gagal diterapkan karena pemakaian tidak mempunyai niat untuk mengguanakan. 2. TAM dibangun dengan dasar teori yang kuat. 3. TAM telah diuji dengan banyak penelitian dan hasilnya sebagaian besar mendukung dan menyimpulkan bahwa TAM mrupakan model yag baik. 4. Kelebihan TAM yang paling penting adalah model ini merupakan parsimony yaitu model yang sederhana tetapi valid. Kekurangan TAM 1. TAM hanya memberikan informasi atau hasil yang sangat umum saja tentang niat dan perilaku pemakai sistem dalam menerima sistem teknologi informasi. 2. Perilaku pemakai sistem teknologi informasi di TAM tidak dikontrol dengan control perilaku yang membatasi niat perilaku seseorang. 3. Perilaku yang diukur di TAM seharusnya adalah pemakaian atau penggunaan teknologi sesungguhnya. 4. Penelitian-penelitian TAM umumnya hanya menggunakan sebuah sistem informasi saja seharunya lebih dari satu. 5. Beberapa penelitian TAM menggunakan subyek mahasiswa padahal seharunya merefleksikan dengan lingkungan kerja yang sebenarnya. 6. Penelitian-penelitian TAM hanya menggunakan subyek tunggal sejenis saja. 7. Penelitian-penelitian ini umumnya hanya melibatkan waktu satu periode tetapi banyak sampel individu. 8. Penelitian-penelitian TAM hanya menggunakan sebuah tugas saja. 9. Penelitian TAM kurang dapat memperjelas hubungan variabel-variabel dalam model. 10. Tidak mempertimbangkan perbedaan kultur.



9.8 Perkembangan TAM Perkembangan TAM sampai dengan tahun 2003 oleh Lee et al. diklasifikasikan kedalam empat kemajuan, yaitu. 1.PENGENALAN MODEL Karena TAM masih merupakan model yang baru, penelitian-penelitian di era pengenalan model ini banyak mencoba membandingkan TAM dengan TRA dan dengan TPB. David et al. (1989) menemukan bahwa TAM lebih baik menjelaskan keinginan untuk menerima teknologi dibandingkan dengan TRA. Dan berbagai penelitian lainnya juga mengatakan bahwa TRA memang lebih mudah dan memberikan hasil yang lebih baik. 2.VALIDASI MODEL Beberapa penelitian menguji validitas dari instrumen-instrumen yang digunakan untuk mengukur penerimaan teknologi oleh pemakai. Selama periode tahun 1990 sampai dengan tahun 1995 banyak penelitian yang mencoba menguji konsistensi, validitas dan reliabilitas pengukuran instrumeninstrumen TAM. Semua peneliti sependapat bahwa tidak ada pengukuran yang secara absolut benar untuk membentuk suatu konstruk. Demikian juga tidak ada pengukuran yang absolut benar untuk konstruk PU dan PEOU yang beda waktu, kondisi dan teknologi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum, hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran instrumen-instrumen TAM cukup kuat, konsisten, valid dan reliable.



3.EKSISTENSI MODEL Penelitian-penelitian yang mencoba mengembangkan model TAM melakukan dengan menambahkan variable-variabel eksternal. Variabel-variabel eksternal yang digunakan dapat dikategorikan misalnya sebagai variable-variabel individual, organisasi, kultur, dan karakteristikkarakteristik tugas. Penelitian yang menambahkan variable-variabel individual misalnya adalah yang dilakukan oleh Agarwal dan Prasad (1999), Gefen dan Straub (1997) dan Karahanna et al. (1999).



4.ELABORASI MODEL Penelitian-penelitian TAM di tahun 2000an mencoba untuk mengelaborasi model TAM menjadi model yang lebih lengakap. Model baru TAM yang lebih lengkap dibangun dari elaborasi hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sudah menemukan banyak variable-variabel eksternal yang mempengaruhi konstruk PU dan PEOU, niat penggunaan dan penggunaan sistem teknologi informasi.



Pengembangan TAM kemudian akan mencakup niat perilaku sebagai variabel baru yang akan secara langsung dipengaruhi oleh kegunaan yang dirasakan dari sistem. Davis menyarankan bahwa akan ada kasus ketika, mengingat suatu sistem yang dianggap berguna, seseorang dapat membentuk niat perilaku yang kuat untuk menggunakan sistem tanpa membentuk sikap, sehingga memunculkan versi modifikasi dari model TAM seperti yang diilustrasikan dalam gambar 5



Davis, Bagozzi, dan Warshaw [1989] menggunakan model di atas untuk melakukan studi longitudinal dengan 107 pengguna untuk mengukur niat mereka untuk menggunakan sistem setelah satu jam diperkenalkan ke sistem, dan lagi 14 minggu kemudian. Dalam kedua kasus, hasil mereka menunjukkan korelasi yang kuat antara niat yang dilaporkan dan penggunaan sistem yang dilaporkan sendiri dengan manfaat yang dirasakan bertanggung jawab untuk pengaruh terbesar pada niat orang. Namun, persepsi kemudahan penggunaan ditemukan memiliki efek kecil tapi signifikan pada niat perilaku yang kemudian mereda seiring waktu. tetapi temuan utama adalah bahwa kedua kegunaan yang dirasakan dan kemudahan penggunaan dirasakan ditemukan memiliki pengaruh langsung pada niat perilaku, sehingga menghilangkan kebutuhan untuk membangun sikap dari model yang ditunjukkan pada Gambar 5. model yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 6.



Dengan demikian, dengan menghilangkan konstruk sikap dan memperkenalkan konstruk niat perilaku, hasil yang diperoleh untuk pengaruh langsung dari kegunaan yang dirasakan pada penggunaan sistem aktual, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, dapat dijelaskan. pada saat yang sama, menghilangkan variabel sikap menghilangkan pengaruh langsung yang tidak dapat dijelaskan yang diamati dari karakteristik sistem ke variabel sikap. perubahan tambahan yang dibawa ke model TAM asli, adalah pertimbangan faktor-faktor lain, disebut sebagai variabel eksternal yang mungkin mempengaruhi kepercayaan seseorang terhadap suatu sistem. Variabel eksternal biasanya mencakup karakteristik sistem, pelatihan pengguna, partisipasi pengguna dalam desain, dan sifat proses implementasi. Dengan adanya versi terakhir ini, penelitian lebih lanjut mengarah ke : 1. Mereplikasi TAM dan menguji proposisi dan kemungkinan batasannya, 2. Membandingkan TAM dengan model lain seperti Theory of Reasoned Action [TRA] dan Theory of Planned Behavior [ TPB], 3. Mengadaptasi TAM untuk berbagai pengaturan seperti skenario wajib, berbagai aplikasi, dan budaya, dan 4. Memperluas model untuk memasukkan variabel lain seperti norma subyektif SN, motivasi ekstrinsik, main-main, dan sebagainya.



9.10 Teori Tentang Subjek yang Berkaitan dengan Variabel pada TAM



1. Pengertian Persepsi Menurut Mitchel (1982) persepsi merupakan proses transformasi yang membentuk dan menghasilkan apa sebenarnya yang dialami. Dalam proses persepsi individu terdapat mekanisme seleksi dan organisasi. Menurut Leavitt (1972). Ada empat aturan yang dapat menjelaskan proses persepsi, yaitu pengujian masa lalu, pemilihan persepsi pada hal-hal yang berdasarkan kebutuhan, mengabaikan hal-hal yang mengganggu, dan perhatian terhadap segala sesuatu yang membahagiakan dirinya. Informasi yang diperoleh melalui proses seleksi itu diproses, disusun, dan diklasifikasikan ke dalam bentuk yang memiliki arti bagi individu.Berdasarkan pengertian diatas tentang persepsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses kognitif untuk mengadakan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta pengiterpretasian untuk menjadi suatu gambaran objek tertentu secara utuh.



2. Manfaat yang dirasa (Percieved Usefulness) Menurut Davis, manfaat yang dirasa “the degree to which a person believes that using a particular system would enhance his or her job performance” atau dapat diartikan “tingkat kepercayaan seseorang bahwa dengan menggunakan sistem tertentu dapat meningkatkan performansi pekerjaannya”.sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjanya. Sehingga dapat diartikan kegunaan persepsian (perceived usefulness) merupakan suatu kepercayaan (belief) tentang proses pengambilan keputusan. Dengan demikian jika seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi berguna maka dia akan menggunakannya. Dalam model TAM, perceived usefulness digunakan untuk mengukur seberapa besar seorang pelanggan merasa bahwa suatu teknologi dapat berguna bagi dirinya. Sebuah sistem dengan “perceived usefulness” yang tinggi, dipercaya pelanggan dapat memberikan hubungan “use-performance” yang positif. Manfaat yang dirasa (perceived usefulness) merupakan suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa pengguna suatu sistem tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Berdasarkan definisi tersebut maka, Thompson (1991) menyimpulkan kemanfaatan teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam melaksanakan tugas. Dia juga menyebutkan bahwa individu akan menggunakan teknologi informasi jika orang tersebut mengetahui manfaat atau kegunaan positif yang didapat atas penggunaanya. Venkatesh dan Morris (2003) menyatakan bahwa terdapat pengaruh penting manfaat dalam pemahaman respon individual dalam teknologi informasi. Venkatesh dan Davis (2000) membagi dimensi manfaat yang dirasa menjadi berikut: 



Penggunaan sistem mampu meningkatkan kinerja individu (improves job performance).







Penggunaan sistem mampu menambah tingkat produktifitas individu (increases productivity).







Penggunaan sistem mampu meningkatkan efektifitas kinerja individu (enhances effectiveness).







Penggunaan sistem bermanfaat bagi individu (the system is useful).



3. Kemudahan yang dirasa Penggunaan (Perceived Ease of Use) Penelitian Jeon, (2006) menjelaskan kompleksitas sebagai tingkat persepsi terhadap teknologi komputer yang dipersepsikan sebagai hal yang relatif sulit dipahami dan digunakan. Thompson (1991) menemukan bahwa semakin kompleks suatu inovasi, semakin rendah tingkat penyerapannya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemudahan terhadap sebuah teknologi informasi dapat mempengaruhi pemahaman pengguna dalam menggunakan teknologi informasi.sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan terbebas dari usaha. Dapat diketahui bahwa konstruk kemudahan penggunaan persipsian (perceived ease of use) ini juga merupakan suatu kepercayaan (belief) tentang proses pengambilan keputusan. Jika seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi mudah digunakan maka dia akan menggunakannya. Definisi tersebut juga didukung oleh Arief Wibowo (2006) yang menyatakan bahwa kemudahan dalam penggunaan sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa teknologi tersebut dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Dan juga didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem informasi akan meningkatkan prestasi kerja seorang karyawan. Kemudahan merupakan satu variabel dalam model TAM untuk melihat pengaruh terhadap kegunaan yang dirasa (perceived usefulness) dan penggunaan sesungguhnya (actual usage). Perceived Ease of Use didefinisikan Davis (1989) sebagai “the degree to which a person believes that using a particular system would be free from effort” atau “kepercayaan seseorang dengan menggunakan suatu sistem tertentu akan mempermudah usaha yang dikeluarkan”. Apabila perceived usefulness menekankan kepada manfaat suatu sistem atau teknologi, maka perceived ease of use menekankan kepada kemudahan penggunaan sistem atau teknologi tersebut. Suatu sistem yang sulit dikendalikan, akan memberikan tingkat perceived ease of use yang negatif. Kemudahan yang dirasa harus mampu meyakinkan pengguna bahwa teknologi informasi yang akan digunakan mudah dan bukan merupakan beban bagi mereka. Teknologi informasi yang mudah digunakan akan terus dipakai oleh perusahaan. Kemudahan yang dirasa dalam penggunaan mempengaruhi kegunaan, sikap, minat dan penggunaan sepenuhnya, Chau dalam Wiyono (2008). Kemudahan yang dirasa penggunaan (Perceived Ease of Use) sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Davis, 1989). Kepercayaan ini menentukan suatu sikap pemakai ke arah penggunaan suatu sistem kemudian menentukan niat tingkah laku dan mengarah pada penggunaan sistem secara nyata. Davis (1986) mendefinisikan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem tertentu dapat mengurangi usaha seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Menurut Goodwin (1987), Silver (1988), dalam Maskur (2005), intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna dengan sistem juga dapat menunjukan kemudahan penggunaan. Sistem yang lebih sering digunakan menunjukan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya. Venkatesh dan Davis (2000: 201) membagi dimensi kemudahan yang dirasa penggunaan menjadi berikut: 



Interaksi individu dengan sistem jelas dan mudah dimengerti (clear and understandable).







Tidak dibutuhkan banyak usaha untuk berinteraksi dengan sistem tersebut (does not require a lot of mental effort).







Sistem mudah digunakan (easy to use).



4. Sikap Terhadap Penggunaan (Attitude toward Using) Attitude toward Using dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya (Davis, 1989). Peneliti lain menyatakan bahwa faktor sikap (attitude) sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual. Sikap seseorang terdiri atas unsur kognitif / cara pandang (cognitive), afektif (affective), dan komponen - komponen yang berkaitan dengan perilaku (behavioral components) (Nasution, 2006). Menurut Arif Hermawan (2008) dan Suseno (2009), Sikap pada penggunaan sesuatu menurut Akers dan Myers (1997) adalah, sikap suka atau tidak suka terhadap penggunaan suatu produk. Sikap suka atau tidak suka terhadap suatu produk ini dapat digunakan untuk memprediksi perilaku niat seseorang untuk menggunakan suatu produk atau tidak menggunakannya. Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using technology), didefinisikan sebagai evaluasi dari pemakai tentang ketertarikannya dalam menggunakan teknologi. 5. Minat Perilaku Penggunaan (Behavioral Intention to Use) Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksi- reaksi (reactions) dari suatu obyek atau organisme. Perilaku dapat berupa sadar atau tidak sadar, terus terang atau tidak, sukarela atau tidak. Perilaku manusia dapat berupa perilaku yang umum atau tidak umum, dapat diterima atau tidak dapat diterima. Manusia mengevaluasi penerimaan dari perilaku dengan menggunakan standar pembandingan yang disebut dengan norma- norma sosial (social norms) dan meregulasi perilaku dengan menggunakan kontrol sosial (social control). Behavioral intention to use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan suatu teknologi (Davis, 1986). Tingkat penggunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatian pengguna terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginan menambah alat pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain. Menurut Arief Hermawan (2008) dalam Suseno (2009) mendefinisikan minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention) sebagai minat atau keinginan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Sedangkan (Malhotra, 1999) menyatakan bahwa sikap perhatian untuk menggunakan adalah prediksi yang baik untuk mengetahui penggunaan sebenarnya (Actual Usage). Sudah menjadi sifat dasar seorang manusia memiliki rasa keingintahuan atau penasaran (curiosity). Apabila seorang pelanggan dihadapkan dengan suatu produk baru, maka ada sebagian dari mereka yang ingin mencoba produk baru tersebut. Terlebih bila pelanggan tersebut belum mengetahui fungsi dari produknya. Tingkat keinginan mencoba yang demikian memberikan hubungan positif kepada behavioral intention to use.



6. Pengguna Sesungguhnya (Actual Usage) Actual System Usage adalah kondisi nyata penggunaan sistem. Menurut Wibowo (2008) mendefinisikan penggunaan sesungguhnya (actual system usage) sebagai suatu kondisi nyata penggunaan sistem. Seseorang akan puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktifitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata penggunaan. Menurut Davis (1989), bentuk pengukuran pengguna sesungguhnya (actual usage) adalah frekuensi dan durasi waktu penggunaan terhadap teknologi informasi 7. Kesesuaian Tugas (Job Fit) Thompson et al. (1991) membuat model penelitian yang mengambil sebagian teori yang diusulkan oleh Triandis, tolak ukur yang mempengaruhi pengaplikasian teknologi informasi adalah diantaranya tolak ukur sosial, dampak, tingkat kerumitan, kesesuaian tugas, efek jangka panjang, serta kondisi yang memfasilitasi pemanfaatan teknologi informasi. Kesesuaian tugas diinpretasikan sebagai koresponden antara kebutuhan tugas, kemampuan seseorang dan fungsi dari teknologi. Kesesuaian tugas dan teknologi dipengaruhi diantaranya oleh hubungan antara karakteristik individu pemakai, teknologi yang diaplikasikan, dan tugas yang berbasis teknologi. 8. Pengalaman (Experience) Ajzein dan Fishbein (1980)dalam penelitiannya menemukan adanya perbedaaan yang menonjol antara user yang berpengalaman dengan yang unexperienced dalam mempengaruhi penggunaan yang sebenarnya. Kajian Taylor dan Todd (1995) dalam meneliti pengguna yang berpengalaman, juga menunjukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara minat menggunakan suatu teknologi serta perilaku penggunaan (behavioral usage) suatu teknologi yang berpengalaman. 9. Kerumitan (Complexity) Thompson et.al (1991)memaparkan bahwa semakin kompleks suatu inovasi, maka akan semakin rendah pula tingkat pengaplikasiannya. Inovasi terhadap sebuah TIK bisa mempengaruhi pemahaman pengguna untuk menggunakan TIK.



9.11 THE THEORY OF REASONED ACTION Bagan ini menunjukkan model The Theory of Reasoned Action [TRA] , yang diusulkan oleh Fishben dan Ajzen [1975] .



Dalam model teoretis mereka, fishbein menyarankan bahwa perilaku aktual seseorang dapat ditentukan dengan mempertimbangkan niat sebelumnya bersama dengan keyakinan bahwa orang tersebut akan memiliki perilaku yang diberikan. Mereka merujuk pada niat bahwa seseorang memiliki sebelum perilaku aktual sebagai niat perilaku orang itu, dan mendefinisikannya sebagai ukuran niat seseorang untuk melakukan perilaku. Fishbein dan Ajzen juga mengusulkan bahwa niat perilaku dapat ditentukan dengan mempertimbangkan baik sikap yang dimiliki seseorang terhadap perilaku aktual, dan norma subyektif yang terkait dengan perilaku yang dimaksud. mereka mendefinisikan sikap terhadap perilaku yang diberikan sebagai perasaan positif atau negatif seseorang tentang melakukan perilaku yang sebenarnya, menunjukkan bahwa sikap seseorang terhadap perilaku [A] dapat diukur dengan memusatkan jumlah produk dari semua kepercayaan berlayar [bi ] tentang konsekuensi perorming perilaku itu, dan evaluasi [ei] konsekuensi tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh rumus berikut :



A=∑ B iei Mereka juga mendefinisikan norma subjektif yang terkait dengan perilaku sebagai persepsi orang bahwa sebagian besar orang yang penting baginya berpikir dia harus atau tidak boleh melakukan perilaku itu. Fishbein dan Adjen, kemudian menyarankan bahwa subjektivitas atau [SN] dapat ditentukan dengan mempertimbangkan jumlah produk kepercayaan normatif seseorang [nbi], yaitu harapan yang dirasakan individu atau kelompok lain, dan motivasinya untuk mematuhi [mci] ] rumus yang mereka usulkan untuk mengukur norma subjektif yang terkait dengan perilaku aktual adalah sebagai berikut.



SN=∑ nbimci



Dengan demikian, niat perilaku [bi] seseorang untuk melakukan perilaku dapat dihitung menggunakan fformula yang ditunjukkan di bawah ini, dengan A sebagai ukuran sikap terhadap perilaku dan SN sebagai ukuran norma subyektif yang terkait dengan perilaku yang dipertimbangkan.



BI = A + SN



Teori tindakan yang beralasan demikian, memberikan model yang berguna yang bisa menjelaskan dan memprediksi perilaku aktual seorang individu. Sepuluh tahun kemudian, Davis [1985] mengambil model yang sama dan menyesuaikannya dengan konteks penerimaan pengguna terhadap suatu sistem informasi, untuk mengembangkan model penerimaan teknologi. Davis menganggap bahwa penggunaan sebenarnya dari suatu sistem adalah beahvior dan dengan demikian, teori aksi alasan akan menjadi model yang cocok untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku itu. Namun Davis, membuat dua perubahan utama pada teori model tindakan beralasan [tra]. pertama, dia tidak mempertimbangkan norma subyektif dalam memprediksi perilaku aktual seseorang. ia menyarankan bahwa fishbein dan ajzen sendiri mengakui bahwa norma subyektif adalah aspek TRA yang paling sedikit dipahami, dan bahwa ia memiliki status teori yang tidak pasti. Dengan demikian, Davis hanya mempertimbangkan sikap seseorang terhadap perilaku yang diberikan dalam model TAM-nya. kedua, alih-alih mempertimbangkan beberapa keyakinan menonjol individu untuk menentukan sikap terhadap perilaku pemberi, Davis mengandalkan beberapa penelitian nyata untuk mengidentifikasi hanya dua keyakinan dinstinct, merasakan kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan, yang cukup memadai untuk memprediksi sikap seorang pemberi. pengguna menuju penggunaan suatu sistem.



9.11 Perbedaan antara TRA dan TAM Perbedaan antara TRA dan TAM dapat dilihatdari dimensi/indikator yang digunakan. Untuk modelTRA menggunakan dimensi/indikator: attitude towardbehaviour, subjective norm, behavioral intention danactual behaviour. TAM sendiri tidak memiliki dimensi/indikator attitude toward behaviour, subjective normnamun menggunakan behavioral intention dan actualbehaviour.Kelebihan TAM dari TRA adalah memasukkandimensi/indikator external variables,perceivedusefulness, perceived ease of use dan attitude towardusing. Penambahan dimensi ini dilakukan untukmengakomodasi perilaku dalam menggunakanteknologi dan komunikasi. Perbedaan Antara TAM dan TPB Ada tiga perbedaan utama antara TAM dan TPB,yaitu: Pertama, terdapat beberapa variasi di antaraTMA dan TPB. Kedua, TAM tidak detail menjelaskanmengenai variabel sosial sedangkan TPB sangat detail.Terakhir pada TAM dan TPB mengontrol perilakudengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut akandijelaskan pada poin-poin di bawah. Derajat Generalisasi TAM diasumsikan bahwa kepercayaan mengenaikegunaan dan kerugian dari suatu produk selalumerupakan faktor penentu yang utama dalammengambil keputusan pemakai untuk menggunakanproduk tersebut. Definisi ini adalah suatu pilihanyang wajar menurut Davis [7], ‘a belief set that …readily generalizes to different computer systemsand user populations’. Sedangkan, TPB beranggapanbahwa kepercayaan pemakai bergantung pada situasimasing-masing. Karena itu model TPB tidak berasumsibahwa kepercayaan itu yang berlaku pada satu konteksjuga akan berlaku pada konteks yang lain. Walaupunbeberapa kepercayaan ada yang digeneralisasi dan adajugayang tidak.Perbedaan yang terdapat di atas akan menghasilkan3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1)



Dalam beberapa situasi terdapat variabel kerugiandan kegunaan dari suatu produk dapat mempredikasikeinginan dari pemakai. Sebagai contoh, kemudahandalam memperoleh produk, boleh jadi suatu faktorpenting bagi pemakai menentukan penggunaanproduk tersebut. Mengidentifikasi kepercayaan inimenjadi bagian dari metodologi riset yang bakuuntuk TPB. Sedangkan pada TAM hal tersebutbukanlah bagian penting dari model.



2) TPB lebih sulit untuk diterapkan pada kontekspemakai yang berbeda dibanding TAM (TAMmemperhitungkan konstruk dengan cara yangsama untuk setiap situasi). Di sisi lain, TPBmemerlukan suatu studi untuk mengidentifikasihasil relevan, kelompok acuan, dan variablekendali di dalam tiap-tiap konteks yang digunakan.Hal Ini menjadi kompleks jika pemakai berbedamenggolongkan hasil yang berbeda dari pemakaiansistem yang sama. Sebagai contoh, para siswa yangmenggunakan suatu pelajaran sistem teknologidapat memaksimalkan nilai ujian (prestasi),sedangkan guru dapat akan menggunakan systemuntuk membuat lebih efisien waktu mengajar.Instrumen TPB bisa dikhususkan untuk masingmasingkelompok. 3)



Materi TPB memerlukan suatu alternatif perilakueksplisit jika ingin memperoleh hasil yangsama. Sebagai contoh, jika bertanya padaseseorang mengenai penggunaan suatu programuntuk memperhitungkan anggaran penjualansupaya menghemat waktu dan ketepatan akurasipenghitungan dibandingkan menggunakankalkulator; Pertanyaan dengan basis perbandinganyang diajukan harus jelas dan tegas agar perilakualternatif dapat



teridentifikasikan. Para pemakaipotensial boleh jadi diminta untuk bereaksi terhadaphal yang berikut: ‘Penggunaan suatu programsebagai ganti suatu kalkulator akan menghematwaktu dalam mengerjakan anggaran penjualan.(Setuju/Tidak Setuju)’ Jika menggunakan TAMakan berbeda karena tidak memerlukan identifikasisuatu perilaku spesifik untuk perbandingan.Kerugian dari pendekatan TPB, bahwa titikacuan ini tidak berlaku bagi semua individu. Sebagaicontoh, menanyakan kepada orang-orang mengenaipenggunaan kalkulator tersebut, mengenai mana yanglebih cepat dan lebih baik. Sebagian orang mungkinakan menggunakan suatu sistem bantu pengambilankeputusan (Decision Support System/DSS) khusussebagai pengganti kalkulator, sehingga pertanyaantidak membuat suatu perbandingan. Pengaruh Sosial Perbedaan utama yang kedua antara TAMdan TPB adalah bahwa TAM secara eksplisitmemasukkan variabel sosial. Hal ini menjadi pentingjika terdapat variasi yang tidak dijelaskan padamodel tersebut. Davis [7] menjelaskan bahwa normanormasosial tidak memengaruhi hasil akhir. Sebagaicontoh, seorang pegawai akan merasa tertekan jikapenyelia mengharuskan menggunakan sistem tertentu,sehingga pegawai tersebut menghasilkan evaluasiperformansi yang rendah. Norma-norma sosial akanmemperhitungkan sampai taraf tertentu di dalammengevaluasi hasil.Variabel sosial di dalam TPB masih memilikiperbedaan unik yaitu terletak pada niat. Sedangkan efeksosial yang secara langsung tidak dapat dihubungkandengan hasil dari pekerjaan adalah mengenaikegunaannya. Sebagai contoh, beberapa individumungkin menggunakan suatu sistem sebab persepsinyateknologi yang sedang digunakan merupakan teknologipaling mutakhir, sehingga akan lebih membantupekerjaan. Motivasi ini lebih mungkin ditangkap olehTPB dibanding oleh TAM Kontrol Perilaku Perbedaan utama yang ketiga antara TAM danTPB adalah perlakuan terhadap kontrol perilaku yangmengacu pada keterampilan, peluang, dan sumber dayadiperlukan menggunakan sistem tersebut. Variabeltersebut tercakup di dalam TAM yaitu PEOU. UjiPEOU materi dilakukan Davis [7] di mana PEOUmengacu pada hubungan antara kemampuan respondendan keterampilan yang diperlukan oleh sistem.Walaupun kemampunan penguasaan keterampilanadalah penting, kadang-kadang kontrol lain akanmuncul. Ajzen [5] membedakan antara factorpengawasan intern adalah karakteristik individu, danfaktor eksternal yang tergantung pada situasi tersebut.Faktor internal meliputi keterampilan. Faktor Kendalieksternal meliputi waktu, kesempatan, dan kerja samadari yang lain. Sebagai contoh, di mana menghubungkanwaktu dan pemakaian CPU dibebankan ke departemenpemakai, sebagian orang tidak boleh mempunyaisumber daya diperlukan untuk menggunakan suatusistem, sekalipun mereka merasakan mereka biasbermanfaat dan mempunyai keterampilan tersebut.Dengan kata lain, mereka menolak kesempatan untukmenggunakan sistem merupakan faktor eksternal.PEOU sesuai dengan faktor keterampilan yanginternal. Bagaimanapun, isu kendali eksternal tidaklahdipertimbangkan TAM dalam penjelasan manapun. Walaupun bisa menjadi argumentasi bahwa PEOUadalah ‘I would fi [the system] easy to use’ [5]menyiratkan bahwa responden mempertimbangkankendali eksternal, tidak secara eksplisit.Beberapa faktor kendali akan menjadi stabilpada beberapa situasi, sedangkan lainnya tergantungdari konteks ke konteks [5]. Perorangan mengambilketerampilan yang sama dari situasi ke situasi, dankepada tingkat keterampilan yang sama itu diperlukanuntuk tugas berbeda. Kemampuan harus menjadisuatu faktor kendali yang stabil. Hill et al. (1987)menemukan bahwa ukuran keberhasilan produksecara umum dapat memprediksi niat (intention) untukmenggunakan produk yang mengedepankan teknologiIsu mengenai faktor kendali akan menjadi idiosyncraticpada keadaan tertentu. Sebagai contoh,



ketersediaansuatu jaringan telepon adalah hal penting bagi unitpenjualan dalam suatu perusahaan, namun menjadi halyang tidak terlalu penting bagi unit yang lain. PERBANDINGAN BEBERAPA MODEL TAM, TRA, TPB, TAM2, TAM3 dan UTAUT telah digunakan selama bertahun-tahun oleh berbagai peneliti untuk menjelaskan sistem teknologi adopsi. Bagian ini akan secara singkat membahas perbandingan teori-teori ini dan mengarah pada mengapa TAM dipilih untuk teknologi baru pembayaran platform tunggal E-pembayaran. TAM2, perpanjangan TAM dikembangkan oleh Venkatesh dan Davis (2000) karena keterbatasan TAM dalam hal daya penjelas (R²). Aspirasi untuk TAM2 adalah untuk menjaga konstruksi TAM asli tetap utuh dan “memasukkan faktor penentu utama tambahan yang dirasakan tentang manfaat TAM dan konstruk niat penggunaan, dan untuk memahami bagaimana efek dari penentu ini berubah seiring dengan meningkatnya pengalaman pengguna dari waktu ke waktu dengan sistem target” (Venkatesh & Davis, 2000, hal.187). Karena TAM2 hanya fokus pada faktor-faktor penentu persepsi TAM tentang manfaat dan penggunaan, TAM3 oleh Venkatesh dan Bala (2008) menambahkan faktor-faktor penentu persepsi TAM tentang kemudahan penggunaan dan konstruksi niat penggunaan untuk ketahanan. Oleh karena itu, TAM3 menyajikan jaringan nomologis lengkap dari penentu adopsi Sistem Teknologi Informasi pengguna (Venkatesh dan Bala, 2008). Venkatesh et al. (2003) memasukkan empat penentu utama dalam model UTAUT dan ada harapan kinerja, harapan usaha, pengaruh sosial dan kondisi fasilitasi serta empat moderator utama seperti jenis kelamin, usia, kesukarelaan dan pengalaman. Menurut Bagozzi (2007), UTAUT mungkin menjadi model yang kuat karena strukturnya yang pelit dan kekuatan penjelas yang lebih tinggi (R²) tetapi model tersebut tidak memeriksa efek langsung yang mungkin mengungkapkan hubungan baru serta faktor-faktor penting dari penelitian yang ditinggalkan. dengan hanya menggunakan prediktor yang ada. TAM2 dan TAM3 juga tidak mengukur dan memeriksa efek langsung yang mungkin mengungkapkan hubungan baru serta faktor-faktor penting dari penelitian ini. Technology Acceptance Model (TAM2) oleh Venkatesh dan Davis (2000), TAM3 oleh Venkatesh dan Bala (2008) dan UTAUT oleh Venkatesh, Morris, Davis dan Davis (2003) tidak dipilih karena situasinya adalah untuk produk yang akan diimplementasikan di pasar. dan mempertimbangkan norma subyektif yang mencakup masyarakat yang tidak diharuskan untuk penelitian ini yang melibatkan teknologi baru dari sistem pembayaran elektronik platform tunggal. Davis, Bagozzi dan Warshaw (1989) menjelaskan bahwa skala norma sosial memiliki sudut pandang psikometrik yang sangat buruk, dan mungkin tidak memberikan pengaruh pada niat perilaku konsumen, terutama ketika aplikasi sistem informasi seperti platform tunggal Sistem Pembayaran Elektronik cukup pribadi sementara penggunaan individual bersifat sukarela.



9.13. PENGADAPTASIAN DAN PERLUASAN TAM Sebagian besar penelitian menemukan hasil statistik yang signifikan untuk pengaruh yang tinggi dari manfaat yang dirasakan pada niat perilaku untuk menggunakan sistem tertentu. mereka juga menemukan hasil yang beragam untuk hubungan langsung antara persepsi kemudahan penggunaan dan perilaku penggunaan. Secara umum, studi tertentu memberikan bukti kuat untuk mendukung TAM sebagai model untuk memprediksi perilaku penggunaan sistem. Sayangnya, TAM tidak bisa melampaui hal-hal umum yang mengukur manfaat yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang dirasakan. dengan demikian, sulit untuk mengidentifikasi alasan di balik kemudahan yang dirasakan dirasakan dirasakan dirasakan digunakan variabel yang digunakan dalam model. Selain itu, sebagian



besar penelitian di TAM hanya berfokus pada lingkungan sukarela dengan sedikit pertimbangan pengaturan wajib. untuk mengatasi masalah ini, TAM diperluas. Salah satu ekstensi penting yang dibawa ke TAM adalah oleh Davis dan Venkatesh [2000] yang mengusulkan model TAM2 yang ditunjukkan pada gambar 7. Davis dan Venkatesh mengidentifikasi bahwa TAM memiliki beberapa batasan dalam menjelaskan alasan-alasan di mana seseorang akan menganggap sistem yang diberikan berguna, dan oleh karena itu diusulkan bahwa variabel tambahan dapat ditambahkan sebagai antencedents ke variabel kegunaan yang dirasakan dalam TAM. Mereka menyebut model baru ini, model TAM 2. Venkatesh dan Davis juga tertarik untuk mengevaluasi kinerja TAM 2 dalam pengaturan wajib. Oleh karena itu, mereka melakukan studi lapangan dengan 156 pekerja berpengetahuan, yang menggunakan empat sistem yang berbeda, dua di antaranya untuk penggunaan sukarela, dan dua lainnya wajib. studi ini juga mengumpulkan persepsi pengguna dan penggunaan yang dilaporkan sendiri pada tiga titik waktu: pra-implementasi, satu bulan pascaimplementasi, dan tiga bulan pasca-implementasi.



Menggunakan model TAM 2 davis mampu memberikan penjelasan yang lebih rinci karena alasan peserta menemukan sistem yang diberikan berguna. hasil mereka juga menunjukkan bahwa TAM 2 berkinerja baik di lingkungan sukarela dan wajib dengan pengecualian bahwa norma subjektif tidak berpengaruh dalam pengaturan sukarela tetapi melakukan dalam pengaturan wajib. Ekstensi penting kedua dari model TAM adalah oleh Venkatesh, yang tertarik untuk mengidentifikasi anteseden terhadap kemudahan variabel penggunaan yang dirasakan dalam model TAM. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8, venkatesh mengidentifikasi dua kelompok utama antecendent untuk persepsi kemudahan penggunaan: jangkar dan penyesuaian. Jangkar dianggap sebagai kepercayaan umum tentang komputer dan penggunaan komputer sedangkan penyesuaian dianggap sebagai keyakinan yang dibentuk berdasarkan pengalaman langsung dengan sistem target, dan tiga pengukuran dilakukan selama periode tiga bulan. Hasil yang diperoleh menunjukkan dukungan yang kuat untuk variabel dalam menjelaskan persepsi kemudahan penggunaan untuk sistem yang diberikan.



Namun, seiring dengan fakta bahwa beberapa penelitian telah mengkonfirmasi kekuatan model TAM, beberapa peneliti lain juga menyoroti keterbatasan penting dari model tersebut. Biasanya, kritik untuk model TAM jatuh dalam tiga kategori 1. Metodologi yang digunakan untuk menguji model TAM. 2. Variabel dan hubungan yang ada dalam model TAM. 3. Landasan teori inti yang mendasari model TAM. Venkatesh dan Bala (2008) menggabungkan TAM2 (Venkatesh & Davis, 2000) dan model penentu kemudahan penggunaan yang dirasakan (Venkatesh, 2000), dan mengembangkan model terintegrasi penerimaan teknologi yang dikenal sebagai TAM3 yang ditunjukkan pada Gambar 9. Para penulis mengembangkan TAM3 menggunakan empat jenis yang berbeda termasuk perbedaan individu, karakteristik sistem, pengaruh sosial, dan kondisi memfasilitasi yang merupakan faktor penentu kegunaan yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang dirasakan. Dalam model penelitian TAM3, persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan, kecemasan komputer terhadap persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kemudahan penggunaan terhadap niat perilaku dimoderasi oleh pengalaman. Model penelitian TAM3 diuji dalam pengaturan dunia nyata implementasi TI.



9.12. MODEL TAM 3 – UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology)



Model TAM 3 ini dapat dilihat seperti dibawah:



Venkatesh, Morris, Davis dan Davis (2003) belajar dari model / teori sebelumnya dan membentuk Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) yang ditunjukkan pada Gambar 10. The UTAUT memiliki empat prediktor niat perilaku pengguna dan ada harapan kinerja , harapan usaha, pengaruh sosial dan kondisi fasilitasi. Lima konstruksi serupa termasuk manfaat yang dirasakan, motivasi ekstrinsik, kesesuaian pekerjaan, keuntungan relatif dan ekspektasi hasil membentuk ekspektasi kinerja dalam model UTAUT sementara ekspektasi usaha menangkap gagasan tentang persepsi kemudahan penggunaan dan kompleksitas yang dirasakan. Adapun konteks sosial, Venkatesh et al. (2003) tes validasi menemukan bahwa pengaruh sosial tidak signifikan dalam konteks sukarela. UTAUT adalah perpanjangan dari TAM2 dan TAM3 adalah perpanjangan dari TAM2 yang mencakup pengaruh sosial, oleh karena itu mereka tidak akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan norma sosial. TAM2, TAM3 dan UTAUT menggunakan moderator tetapi penelitian ini hanya berfokus pada faktor-faktor dan niat konsumen untuk menggunakan Sistem pembayaran elektronik platform tunggal. Selanjutnya, TAM2, TAM3 dan UTAUT tidak termasuk studi hubungan langsung. Oleh karena itu, TAM2, TAM3 dan UTAUT tidak suka mempelajari teknologi baru dari sistem pembayaran elektronik platform tunggal. Venkatesh, et al. (2003) kemudian menggunakan teori-teori yang sudah ada sebelumnya ini untuk mengembangkan sebuah model gabungan baru yang terintegrasi. Model gabungan (unified model) ini kemudian mereka sebut dengan nama teori gabungan penerimaan dan penggunaan teknologi (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology) atau disebut dengan singkatannya yaitu UTAUT. Ada tujuh konstruk yang selalu signifikan menjadi pengaruh-pengaruh



langsung terhadap niat (intention) atau terhadap pemakaian (usage) satu atau lebih model-model adopsi pembentuk UTAUT. Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) merupakan teori yang berpengaruh dan banyak diadopsi untuk melakukan penelitian penerimaan pengguna (user acceptance) terhadap suatu teknologi informasi. UTAUT yang dikembangkan oleh Venkatesh, et al. (2003) menggabungkan fitur-fitur yang berhasil dari delapan teori penerimaan teknologi terkemuka menjadi satu teori. Kedelapan teori terkemuka yang disatukan di dalam UTAUT adalah 1. Theory of Reasoned Action (TRA) 2. Technology Acceptance Model (TAM) 3. Motivational Model (MM) 4. Theory of Planned Behavior (TPB) 5. Combined TAM and TPB (C-TAM-TPB) 6. Model of PC Utilization (MPCU) 7. Innovation Diffusion Theory (IDT), 8. Social Cognitive Theory (SCT).



Dari ketujuh konstruk, hanya empat konstruk utama yang dianggap mempunyai peran penting dalam pengaruh-pengaruh langsung terhadap penerimaan pemakai dan perilaku pemakaian. Keempat konstruk ini adalah, Ekspektansi kinerja (performance expectancy), ekspektansi usaha (effort expectancy), pengaruh sosial (social influence), dan kondisi-kondisi pemfasilitasi (facilitating condition). Berikut adalah penjelasan dari masing-masing konstruk : a. Ekspektansi Kinerja (Performance Expectancy) Venkatesh, et al. (2003) mendefinisikan Ekspektasi Kinerja (performance expectancy) sebagai tingkat dimana seseorang mempercayai dengan menggunakan sistem tersebut akan membantu orang tersebut untuk memperoleh keuntungankeuntungan kinerja pada pekerjaan. Dalam konsep ini terdapat gabungan variabel-variabel yang diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan teknologi. Adapun variabel tersebut adalah: 1. Persepsi Terhadap Kegunaan (perceived usefulness) Menurut Venkatesh, et al. (2003), persepsi terhadap kegunaan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai seberapa jauh seseorang percaya bahwa menggunakan suatu sistem tertentu akan meningkatkan kinerjanaya. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitan Davis (1989) dan Davis, et al. (1989). 2. Motivasi Ekstrinsik (extrinsic motivation) Menurut Venkatesh, et al. (2003), motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) didefinisikan sebagai persepsi yang diinginkan pemakai untuk melakukan suatu aktivitas karena dianggap sebagai alat dalam mencapai hasil-hasil bernilai yang berbeda dari aktivitas itu sendiri, semacam kinerja pekerjaan, pembayaran, dan promosi-promosi. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Davis, et al. (1992).



3. Kesesuaian Pekerjaan (job fit) Menurut Venkatesh, et al. (2003), kesesuaian pekerjaan (job fit) didefinisikan bagaimana kemampuan-kemampuan dari suatu sistem meningkatkan kinerja pekerjaan individual. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Davis, et al. (1992). 4. Keuntungan Relatif (relative advantage) Menurut Venkatesh, et al. (2003), keuntungan relatif (relative advantage) didefinisikan sebagai seberapa jauh menggunakan sesuatu inovasi yang dipersepsikan akan lebih baik dibandingkan menggunakan pendahulunya. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Moore dan Benbasat (1991). 5. Ekspektasi-ekspektasi Hasil (outcome expectations) Menurut Venkatesh, et al. (2003), ekspektasiekspektasi hasil (outcome expectations) berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi dari perilaku. Berdasarkan pada bukti empiris, mereka dipisahkan ke dalam ekspektasiekspektasi kinerja (performance expectations) dan ekspektasi-ekspektasi personal (personal expectations). Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Compeau dan Higgins (1995) dan Compeau, et al. (1999). Davis, F.D. (1989) mendefinisikan kemanfaatan (usefulness) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang mempercayai dan merasakan dengan menggunakan suatu teknologi informasi akan sangat berguna dan dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja b. Ekspektansi Usaha (Effort Expectancy) Ekspektasi usaha (effort expectancy) merupakan tingkat kemudahan penggunaan sistem yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam melakukan pekerjaannya. Variabel tersebut diformulasikan berdasarkan 3 konstruk pada model atau teori sebelumnya yaitu persepsi kemudahaan penggunaan (perceived easy of use-PEOU) dari model TAM, kompleksitas dari model of PC utilization (MPCU), dan kemudahan penggunaan dari teori difusi inovasi (IDT) (Venkatesh, et al. 2003). Davis, et al. (1989) mengidentifikasikan bahwa kemudahan pemakaian mempunyai pengaruh terhadap penggunaan teknologi informasi. Venkatesh dan Davis (2000) mengatakan bahwa Kemudahan penggunaan teknologi informasi akan menimbulkan perasaan dalam diri seseorang bahwa sistem itu mempunyai kegunaan dan karenanya menimbulkan rasa yang nyaman bila bekerja dengan menggunakannya. Kompleksitas yang dapat membentuk konstruk ekspektasi usaha didefinisikan oleh Rogers dan Shoemaker dalam Venkatesh, et al. (2003) adalah tingkat dimana inovasi dipersepsikan sebagai sesuatu yang relatif sulit untuk diartikan dan digunakan oleh individu. Thompson, et al. (1991) menemukan adanya hubungan yang negatif antara kompleksitas dan pemanfaatan teknologi informasi. Davis (1989) memberikan beberapa indikator kemudahan penggunaan teknologi informasi, yaitu: TI sangat mudah dipahami, TI mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh penggunanya, keterampilan pengguna akan bertambah dengan menggunakan TI, dan TI tersebut sangat mudah untuk dioperasikan. Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, pengguna teknologi informasi mempercayai bahwa teknologi informasi yang lebih fleksibel, mudah dipahami dan mudah dalam hal pengoperasiannya akan menimbulkan minat dalam menggunakan teknologi informasi tersebut dan seterusnya akan menggunakan teknologi informasi tersebut. c. Pengaruh Sosial (Social Influence) Pengaruh Sosial (Social Influence) didefinisikan sebagai sejauh mana seorang individual mempersepsikan kepentingan yang dipercaya oleh orangorang lain yang akan mempengaruhinya menggunakan sistem yang baru. Pengaruh sosial merupakan faktor penentu terhadap tujuan perilaku dalam menggunakan teknologi informasi yang direpresentasikan sebagai norma subyektif dalam TRA, TAM, TPB, faktor sosial dalam MPCU, serta citra dalam teori difusi inovasi (IDT). (Venkatesh, et al., 2003). Moore dan Benbasat (1991) menyatakan bahwa pada



lingkungan tertentu, penggunaan teknologi informasi akan meningkatkan status (image) seseorang di dalam sistem sosial. Menurut Venkatesh dan Davis (2000), pengaruh sosial mempunyai dampak pada perilaku individual melalui tiga mekanisme yaitu ketaatan (compliance), internalisasi (internalization), dan identifikasi (identification). Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengaruh yang diberikan sebuah lingkungan terhadap calon pengguna teknologi informasi untuk menggunakan suatu teknologi informasi yang baru maka semakin besar minat yang timbul dari personal calon pengguna tersebut dalam menggunakan teknologi informasi tersebut karena pengaruh yang kuat dari lingkungan sekitarnya. d. Kondisi-kondisi Pemfasilitasi (Facilitating Condition) Kondisi-kondisi Pemfasilitasi (Facilitating Condition) didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa infrastruktur organisasional dan teknikal tersedia untuk mendukung sistem. Dalam konsep ini terdapat gabungan variabel- variabel yang diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan teknologi. Adapun variabel tersebut adalah: 1) Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) (Ajzen, 1991), 2) Kondisi-kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) (Thomson et al., 1991), dan 3) Kompatibilitas (compatibility) (Moore and Benbasat, 1991).



9.13. CONTOH KASUS PENERAPAN TAM DAN UTAUT A. APLIKASI KRS Teknologi informasi salah satu bagian dari kebutuhan akan perkembangan zaman yang membantu para penggunanya menjadi lebih mudah serta efisien dalam pemanfaatannya. Dengan adanya teknologi yang semakin berkembang tidak menjadi hambatan bagi para penggunanya untuk menggunakan sistem informasi yang tersedia.Dari sistem informasi yang dirancang dan dibangun sesuai keinginan penggunanya, maka banyak suatu sistem informasi dibuat secara kebutuhan akan pengguna. Sistem informasi saat ini sudah ada yang terintegrasi dengan server baik jaringan lokal (intranet) maupun jaringan luar (internet). Dimana sebagian dari dunia bidang pendidikan pun ikut memanfaatkan teknologi dari sistem informasi tersebut, baik untuk kegiatan aktivitas akademik maupun pegawai. Masing-masing dari universitas menciptakan suatu web portal sendiri untuk meningkatkan persaingan mutu serta kemudahannya. Dengan adanya web portal tersebut mahasiswa dapat memanfaatkan dalamunsur penunjang kegiatannya di universitas. Penerapan dari teknologi informasi tersebut adalah sistem informasi yang bertujuan untuk mendukung aktivitas para mahasiswa dalam kebutuhan suatu informasi. Salah satu dari informasi yang dibutuhkan oleh mahasiswa tersebut adalah entry KRS melalui internet. Mahasiswa bisa melakukan entry jadwal kuliah atau KRS dari manapun dengan informasi yang disediakan. Dimana entry KRS tersebut dapat merencanakan mata kuliah apa saja yang akan diambil untuk semester yang dijalanin. Dari sistem informasi KRS tersebut, menghubungkan para mahasiswa dengan pihak universitas. Sehingga apabila pada sistem informasi KRS tersebut suatu saat mengalami suatu kendala kerusakan, ketidak amanan atau kegagalan dalam memenuhi misinya, akan timbul peluang kemungkinan sebagian atau seluruh sistem informasi KRS online terancam failed serta terhambat untuk semester yang akan datang. Oleh karena itu sistem informasi KRS merupakan salah satu sistem informasi yang menjadi kritis (critical information system) bagi pihak universitas. Melihat akan pentingnya sistem informasi KRS online, maka dari itu sistem informasi KRS harus dapat mengatasi pemanfaatannya untuk mahasiswa yakin dengan sistem informasi KRS online yang ada di universitas. Untuk mengevaluasi dari sistem informasi KRS online terhadap tingkat pemanfaatan keyakinan terhadap pengguna, maka digunakan metode technology acceptance model (TAM) untuk mengembangkan sistem informasi KRS online,



apakah sudah sesuai dengan kebutuhan universitas sesuai dengan misi sistem informasi tersebut, dan sampai sejauh mana tingkat prediksi pemanfaatan keyakinan pengguna. Contoh dari pengaplikasian TAM pada sistem KRS, ada pada penelitian yang dilakukan oleh Universitas Bina Darma[CITATION Fat \l 14345 ]. Penelitian ini hanya dilakukan kepada mahasiswa ilmu komputer yang menggunakan pemanfaatan dari KRS online di Universitas Bina Darma dengan menggunakan metode technology acceptance model (TAM) dari variabel perceived ease of use (PEU) dan perceived of usefulness (PU). Adapun Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya prediksi keyakinan mahasiswa akan pemanfaatan KRS online yang ada dilingkungan Universitas Bina Darma dan Menguji adanya pengaruh dari variabel perceived ease of use dan perceived usefulness terhadap KRS online dengan keyakinan pemanfaatan KRS online.Manfaat pada Penelitian adalah memberikan informasi kepada pihak manajemen akan keamanan yang diberikan kepada mahasiswa untuk terhadap pemanfaatan dari KRS online. Dalam peneltian ini, peneliti memilih model TAM sebagai suatu dasar teoritis yang memiliki kemampuan kuat untuk menjelaskan pemakaian teknologi oleh pengguna (Davis, FD 1989). Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) variabel yang telah dimodifikasi dari model penelitian TAM sebelumnya yaitu: Kebermanfaatan (Perceived Usefulness) sebagai variabel bebas pertama (X1), kemudahan (Perceived Ease of Use) sebagai variabel bebas kedua (X2), dan penerimaan pengguna KRS Online sebagai variabel terkait (Y) dimana menurut teori TAM secara signifikan variabel kebermanfaatan dan variabel kemudahan berpengaruh terhadap penerimaan pengguna dalam penggunaan KRS Online. Dari hasil penelitian tersebut, para peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal:  



Pengaruh Kebermanfaatan (perceived usefulness) terhadap Penerimaan KRS Online Pernyataan hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kebermanfaatan pada sistem KRS Online terhadap penerimaan penggunanya dapat diterima. Pengaruh Kemudahan (perceived ease of use) terhadap Penerimaan KRS Online Pernyataan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kemudahandari sistem KRS Online berpengaruh terhadap penerimaan penggunanya dapat diterima.



B. MOBILE BANKING Perkembangan teknologi yang semakin pesat dari tahun ke tahun mendukung keberhasilan sebuah organisasi dalam persaingan bisnis. Semakin mudah dan cepatnya mendapatkan informasi dengan menggunakan teknologi berdampak pada peningkatan interaksi antar individu untuk mendapat informasi yang dibutuhkan. Hal ini memberikan pengaruh terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, baik dalam kegiatan ekonomi maupun sosial masyarakat termasuk kegiatan transaksi keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu yang mengikuti perkembangan teknologi informasi ini adalah perbankan. Perkembangan teknologi ini dilakukan perbankan dengan tujuan agar organisasinya berjalan dengan baik dan meningkatkan prestasi kerjanya. Hal ini diwujudkan dalam pengembangan sistem pelayanan terhadap nasabah dalam bentuk mobile banking. Mobile banking merupakan sebuah fasilitas dari bank dalam era modern ini yang mengikuti perkembangan teknologi dan komunikasi. Layanan yang terdapat pada mobile banking meliputi pembayaran, transfer, history, dan lain sebagainya. Penggunaan layanan mobile banking pada telepon seluler memungkinkan para nasabah dapat lebih mudah untuk menjalankan aktivitas perbankannya tanpa batas ruang dan waktu. Dengan adanya layanan mobile banking diharapkan dapat memberikan kemudahan dan manfaat bagi para nasabah dalam melakukan akses ke bank tanpa harus datang



langsung ke bank. Penawaran layanan perbankan melalui mobile banking sebenarnya sudah banyak dilakukan di media-media elektronik maupun dengan menawarkan secara langsung kepada nasabah pada saat pembuatan rekening tabungan. Namun belum banyak nasabah yang menggunakan mobile banking dalam melakukan transaksi keuangannya. Hal tersebut disebabkan terdapat beberapa kendala seperti kurangnya pengetahuan akan kemudahan dan manfaat dari layanan mobile banking serta masih banyaknya nasabah yang lebih menyukai untuk menggunakan transaksi secara manual dengan datang langsung ke bank untuk mengantri. Permasalahan tentang bagaimana nasabah dapat menerima dan memanfaatkan layanan mobile banking ini dapat dijelaskan dengan menggunakan kerangka TAM (Technology Acceptance Model). Model TAM telah banyak digunakan untuk menguji penerimaan teknologi oleh pemakai sistem dalam berbagai macam konteks. Teori ini menawarkan suatu penjelasan yang kuat dan sederhana untuk penerimaan teknologi dan perilaku para penggunanya (Davis 1989; Davis et al. 1989). Penelitian model penerimaan teknologi (Technology Acceptance Model) telah banyak digunakan untuk menguji penerimaan teknologi oleh pemakai sistem salah satunya adalah penelitian model TAM yang dikembangkan oleh Gardner dan Amoroso (2004). Dalam penelitiannya, Gardner dan Amoroso (2004) mengembangkan TAM dengan menambahkan empat variabel eksternal untuk digunakan meneliti penerimaan pelanggan menggunakan teknologi internet. Empat variabel eksternal ini adalah experience (pengalaman), complexity (kompleksitas), gender dan voluntariness (kesukarelaan). Hasil penelitian Gardner dan Amoroso (2004) menyatakan bahwa experience berpengaruh signifikan positif terhadap perceived usefulness dan behavioral intention, voluntariness berpengaruh signifikan positif terhadap behavioral intention, internet complexity berpengaruh signifikan terhadap penggunaan sistem, dan gender berpengaruh terhadap penggunaan sistem. Penelitian dengan menggunakan model TAM juga pernah di lakukan oleh Sugihanti (2011) dengan objek e-filling, berbeda dengan Gardner dan Amoroso (2004). Hasil penelitian Sugihanti (2011) menyatakan bahwa experience, complexity tidak berpengaruh terhadap behavioral intention Adanya penelitian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan studi empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat penggunaan mobile banking denganmenggunakan model kerangka TAM yang dimodifikasi oleh Venkatesh (2000) untuk menguji pengaruh variabel kemudahan penggunan persepsian dan persepsi kegunaan terhadap variabel minat untuk menggunakan mobile banking dengan menambahkan tiga variabel eksternal dari penelitian Gardner dan Amoroso (2004) yaitu experience (pengalaman), complexity (kompleksitas), gender. Hal ini bertujuan untuk mengetahui minat individu terhadap mobile banking. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilaksanakan penelitian di Universitas Jember oleh Kurniawati, Alif dan Winarno [ CITATION Kur \l 14345 ] dimaksudkan untuk mengkaji guna TAM dalam mobile banking itu sendiri Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman, kompleksitas dan persepsi kemudahan berpengaruh terhadap kegunaan persepsian (perceived usefulness). Kemudahan penggunan persepsian dan kegunaan persepsian penggunaan berpengaruh terhadap minat perilaku pengguna mobile banking (Kim 2008). Kegunaan persepsian (perceived usefulness) berpengaruh terhadap minat perilaku penggunaan mobile banking. Sedangkan gender tidak berpengaruh terhadap kegunaan persepsian (perceived usefulness) dan tidak berpengaruh terhadap kemudahan penggunan persepsian (perceived ease of use). Penelitian ini menggunakan model penerimaan teknologi, yaitu TAM dengan beberapa konstruk yang digunakan, antara lain persepsi pengalaman, persepsi kompleksitas, gender, persepsi kegunaan, kemudahan penggunan persepsian pada minat individu untuk menggunakan mobile banking. Namun, peneliti tidak menambah konstruk



lain yang lebih berpengaruh pada minat individu dalam menggunakan mobile banking, misalnya persepsi risiko, penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempertimbangkan kembali untuk memperluas model keperilakuan atas penerimaan teknologi guna mencakup konstruk teoritis penting lainnya dengan menambahkan variabel resiko.



C. INTERNET BANKING Meningkatnya persaingan dan usaha untuk menekan biaya operasional seefisienmungkin mendorong bank-bank untuk memanfaatkan internet dalam menjalankanbisnisnya. Selain itu tingkat mobilitas di masyarakat yang semakin meningkat daritahun ke tahun menyebabkan para penyedia layanan bagi masyarakat seperti perbankanmelakukan banyak inovasi pada pelayanan mereka terhadap para nasabahnya. Salahsatu aplikasi yang saat ini mulai menjadi perhatian adalahinternet banking Internet bankingpertama kali muncul di Amerika Serikat pada pertengahan tahun1990-an, di mana lembaga keuangan di Amerika Serikat memperkenalkan danmempromosikaninternet bankinguntuk menyediakan layanan perbankan yang lebih baik(Chan and Lu 2004 : 21 dalam Sri Maharsi 2007). Internet bankingmenjadi salah satustrategi yang digunakan oleh industri perbankan untuk bersaing. Semakinmeningkatnya pemakai internet dari tahun ke tahun dipercaya akan mendorong penggunaanint ernet bankingsebagai salah satu bentuk pelayanan bank kepada konsumen akansemakin menguntungkan. Layananinternet bankingdiberikan oleh bank dengan tujuan utama memberikankemudahan kepada nasabah. Pelayanan perbankan melalui internet tersebut berupa situsdari suatu bank tertentu yang menyediakan pelayanan perbankan langsung tanpa perludatang ke bank yang bersangkutan. Dengan adanya situs ini, nasabah suatu bank akansemakin mudah untuk melakukan kegiatan perbankan karena mereka dapat mengaksessitus tersebut dan menggunakan fitur-fitur yang ada di dalamnya seperti cek saldo, mutasirekening sampai transfer, melakukan pembayaran tagihan, pembelian voucher prabayar,dan lain-lain, di mana saja dan kapan saja, asalkan memiliki koneksi ke internet.Kemudahan lainnya ialah karena situs itu sama seperti situs-situs lain pada umumnya,sehingga nasabah dapat secara langsung mengakses.Selain bermanfaat bagi nasabah, penggunaaninternet bankingjuga bermanfaatbagi pihak bank. Manfaat internet bagi pihak bank adalah sebagai berikut (Budi Raharjo, 2001) : 1. Business Expansion Dahulu sebuah bank harus memiliki sebuah kantorcabang untuk beroperasi di tempat tertentu. Usaha ini memerlukan biaya yangtidak kecil. Kemudian hal ini dipermudah dengan hanya meletakkan mesinATM sehingga dengan adanya mesin ATM tersebut dapat hadir di berbagaitempat. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, muncul teknologiinternet bankingdanphone bankingyang dengan menggunakan teknologitersebut mulai menghilangkan batas fisik, batas ruang dan waktu. Layananperbankan dapat di akses dari mana saja di seluruh Indonesia, dan bahkan diseluruh dunia. 2. Customer Loyality. Nasabah, khususnya yang sering bergerak (mobile), akanmerasa lebih nyaman untuk melakukan aktivitas perbankannya tanpa harusmembuka account di bank yang berbeda-beda di berbagai tempat. Dia dapatmenggunakan satu bank saja. 3. Revenue and Cost Improvement.



Biaya untuk memberikan layanan perbankanmelalui internet banking dapat lebih murah dari pada membuka kantor cabang. 4. Competitive Advantag. Bank yang tidak memiliki mesin ATM akan sukarberkompetisi dengan bank yang memiliki banyak mesin ATM. Demikian pulabank yang memilikiinternet bankingakan memiliki keuntungan dibandingkandengan bank yang tidak memilikiinternet banking.Dalam waktu dekat, orangtidak ingin membuka account di bank yang tidak memiliki fasilitasInternetbanking. 5. New Business Model.  Internet bankingmemungkinkan adanya bisnis modelyang baru. Layanan perbankan baru dapat diluncurkan melalui web dengancepat Pengaplikasian TAM pada Internet Banking dapat dilihat dengan penggunaan perceived use of ease (PEU), perceived usefulness (PU), personalization (P), computer self-efficacy (CSE), dan trust (T) pada aspek dalam internet banking. Menurut penelitian yang dilakukan pada Bank Negara Indonesia (BNI) oleh Wijayanti [CITATION Wij \l 14345 ], ditarik kesimpulan berupa:      



 



Persepsi personalisasi (P) terhadap persepsi pengguna manfaat yang diperoleh (PU), Keamanan & privasi pengguna Internet Banking & juga menguji pengaruh dari kemampuan seseorang dalam menggunakan computer (CSE) terhadap persepsi pengguna manfaat yang diperoleh (PU) Keamanan & privasi pengguna Internet Banking & juga menguji pengaruh dari kemampuan seseorang dalam menggunakan computer (CSE) terhadap persepsi pengguna kemudahan dalam penggunaan (PEU) Kepercayaan (T) terhadap persepsi pengguna kemudahan dalam penggunaan (PEU), Persepsi pengguna kemudahan dalam penggunaan (PEU) terhadap persepsi pengguna manfaat yang diperoleh (PU) Personalisasi (P) terhadap persepsi pengguna kemudahan dalam penggunaan P, CSE, T terhadap PEU membuktikan bahwa penelitian ini mendukung adanya suatu pengaruh yang signifikan terhadap personalisasi (P) dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan antara nasabah dalam menggunakan komputer (CSE) dan kepercayaan nasabah terhadapInternet Banking(T) dengan persepsi kemudahan terhadap penggunaan Internet Banking(PEU). Hal ini membuktikan bahwa nasabah akan menilaiInternet Banking mudah digunakan apabila mereka memiliki keyakinan (P) dalam penggunaan Internet Banking. Kemampuan menggunakan komputer dan kepercayaan terhadapInternet Bankingtersebut tidak signifikan terhadap persepsi kemudahan dalam penggunaanInternet Banking. Jadi, walaupun penggunaanInternet Bankingmudah digunakan tetapi nasabah tidak bisa menggunakan komputer dan tidak memiliki kepercayaan terhadap layananInternet Bankingmaka nasabah tersebut tidak akan menggunakan layanan Internet Bankingtersebut.



D. UPAYA PENGUNAAN TAM DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT INFORMASI



Salah satu teori integrasi teknologi yang cukup populer adalah technology acceptance model (TAM). Pengembangan TAM mendeskripsikan terdapat dua faktor yang secara dominan mempengaruhi integrasi teknologi. Faktor pertama adalah persepsi pengguna terhadap manfaat teknologi. Sedangkan faktor kedua adalah persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan teknologi. Kedua faktor tersebut mempengaruhi kemauan untuk memanfaatkan teknologi. Selanjutnya kemauan untuk memanfaatkan teknologi akan mempengaruhi penggunaan teknologi yang sesungguhnya. Menurut Sharma dan Mochtar (2005), ketersediaan teknologi bagi masyarakat mencakup “includes not just the availability of content and applications but its affordability as well. The issue of usability is also relevant, given that 80% of Internet content is in English.” Dari uraian tersebut, ketersediaan akses informasi/teknologi perlu juga mempertimbangkan ketersediaan, kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat dalam mengakses informasi. Sebagai contoh adalah menyediakan konten di internet yang disesuaikan dengan bahasa masyarakat setempat. Pengembangan TAM bertujuan untuk memberikan rekomendasi upaya pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi. Upaya pemberdayaan masyarakat berupaya meningkatkan persepsi masyarakat terhadap manfaat dan kemudahan pendayagunaan TIK. Upaya pemberdayaan memberi landasan secara jelas dukungan media komunikasi dan pelaksanaan pemberdayaan yang harus diambil fasilitator bilamana dihadapkan pada konteks yang berlaku di masyarakat. Media komunikasi bertujuan agar masyarakat dapat lebih mudah menerima dan memahami informasi dari fasilitator pemberdayaan. Dukungan media komunikasi berpengaruh dalam menumbuhkan persepsi positif masyarakat untuk mendayagunakan TIK. Dengan kesiapan dukungan media komunikasi maka pelaksanaan pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi dapat dimulai. Tahap pelaksanaan pemberdayaan masyarakat meliputi keseluruhan aktivitas yang dilaksanakan fasilitator bersama masyarakat. Meningkatnya persepsi masyarakat terhadap pendayagunaan TIK diharapkan dapat berimplikasi mereduksi kesenjangan digital dan mewujudkan masyarakat yang berdaya terhadap informasi. Masyarakat informasi akan memiliki kesadaran dan kebutuhan terhadap informasi sebagai sumber kekuatan. Pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi adalah upaya untuk memberi keperdayaan bagi masyarakat yang diarahkan dalam membentuk masyarakat informasi. Menurut Polyviou (2007, h. 3), masyarakat informasi adalah “a society characterised by a high level of information intensity in the everyday of most of its citizens, in most organizations and workplaces; by the use of common or compatible technology for a wide range of personal, social, educational, and business activities and by the ability to transmit and receive digital data rapidly between places irrespective of distance.” Dari uraian ini diketahui bahwa masyarakat informasi merupakan masyarakat yang menggunakan TIK untuk mencukupi intensitas kebutuhannya yang tinggi akan informasi. Masyarakat informasi memiliki kesadaran dan kebutuhan terhadap informasi sebagai sumber kekuatan. Masyarakat informasi akan menggunakan informasi untuk terlibat dalam proses pembangunan yaitu mengambil keputusan yang baik bagi dirinya sendiri, bertindak secara kritis dalam upaya memperbaiki keadaan dan mengatasi masalahnya sendiri, mampu terlibat dalam proses-proses sosial dan politik termasuk dalam proses pengambilan keputusan publik yang dilakukan komunitasnya (Kadiman, 2006). Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diterapkan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki persepsi pengguna. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki persepsi pengguna, yaitu (Wijaya, 2006).:



-



-



Upaya membangun persepsi positif terhadap manfaat teknologi. Upaya membangun persepsi positif terhadap manfaat teknologi adalah sebagai berikut:  Jika teknologi baru merupakan upgrade dari cara tradisional/teknologi lama maka dilakukan upaya penjelasan bahwa cara tradisional/teknologi lama sudah tidak dapat memenuhi/mempercepat pencapaian kebutuhan. Selanjutnya dilakukan penjelasan tentang posisi dan manfaat teknologi baru yang sebaiknya dilengkapi dengan demonstrasi teknologi.  Jika teknologi baru merupakan teknologi yang pertama kali akan diadopsi maka perlu upaya penjelasan akan manfaat teknologi baru ke pengguna. Perlu dilengkapi dengan demonstrasi. Upaya membangun persepsi positif pengguna terhadap kemudahan penggunaan teknologi. Upaya kedua adalah untuk membangun persepsi positif pengguna terhadap kemudahan penggunaan teknologi. Upaya ini merupakan upaya yang penting karena kegagalan pengembangan persepsi positif terhadap kemudahan penggunaan teknologi akan mempengaruhi integrasi teknologi. Upaya yang perlu dilakukan harus memperhatikan faktor penyebab dari persepsi kemudahan penggunaan teknologi. o Faktor pertama yang berpusat pada teknologi itu sendiri biasanya disebabkan oleh pengalaman dalam menggunakan teknologi. Antara lain pengguna merasa kesulitan menggunakan teknologi jenis tersebut. Upaya yang dilakukan dapat dengan menyediakan teknologi yang user friendly dan pelatihan penggunaan yang intensif. Selain itu juga dengan menghadirkan teknologi tersebut kepada pengguna berdasarkan model aplikasi yang telah dipahami oleh pengguna. Contoh paling mudah adalah menghadirkan komputer dengan fasilitas aplikasi yang dilengkapi game dan pengguna dibiarkan berinteraksi dengan komputer tersebut sampai batas waktu tertentu sampai pengguna merasa familiar dengan komputer. o Faktor penyebab kedua yaitu reputasi teknologi yang kurang baik didengar oleh pengguna. Upaya yang dapat dilakukan adalah menghadirkan teknologi ke pengguna dan memperbolehkan pengguna untuk berinteraksi dengan teknologi tersebut. Dengan catatan bahwa kekurangan yang didapatkan pengguna setiap saat langsung dilakukan langkah koreksi. o Faktor penyebab ketiga yaitu mekanisme support. Solusi dari masalah ini adalah dengan menyediakan team support yang dapat membantu setiap saat serta menyediakan panduan penggunaan yang dapat diakses setiap saat dan memenuhi kebutuhan pengguna.



Upaya pemberdayaan yang dapat dilakukan fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi dapat dikelompokkan menjadi 2 upaya besar yaitu: upaya untuk membangun persepsi positif terhadap manfaat TIK dan upaya untuk membangun persepsi positif terhadap kemudahan/kesenangan menggunakan TIK. -



Upaya membangun persepsi positif masyarakat terhadap manfaat TIK terdiri dari upayaupaya sebagai berikut: o Merubah paradigma maupun pola pikir masyarakat di era globalisasi ini yang bermuara pada tingginya nilai sebuah informasi sebagai sebuah faktor produksi penting maupun bahan baku dari pengetahuan yang berkualitas. o Membawa masyarakat dengan kesadaran penuh untuk menggunakan TIK karena kemampuannya untuk memuaskan informasi yang menjadi kebutuhan masyarakat. o Jika teknologi baru merupakan upgrade dari cara tradisional/teknologi lama maka melakukan upaya penjelasan bahwa cara tradisional/teknologi lama sudah tidak dapat memenuhi/mempercepat pencapaian kebutuhan. Selanjutnya dilakukan penjelasan



tentang posisi dan manfaat teknologi baru yang sebaiknya dilengkapi dengan demonstrasi teknologi. o Jika teknologi baru merupakan teknologi yang pertama kali akan diadopsi maka perlu upaya menjelaskan akan manfaat teknologi baru ke pengguna dan melengkapi dengan demonstrasi. Upaya membangun persepsi positif masyarakat terhadap kemudahan dan kesenangan dalam penggunaan TIK, terdiri dari upaya-upaya sebagai berikut: -



-



Jika masyarakat merasa kesulitan menggunakan TIK maka perlu upaya pelatihan penggunaan TIK yang intensif dan menghadirkan TIK berdasarkan model aplikasi yang telah dipahami oleh pengguna. Contoh paling mudah adalah menghadirkan komputer dengan fasilitas aplikasi yang dilengkapi game dan masyarakat dibiarkan berinteraksi dengan komputer tersebut sampai batas waktu tertentu sampai pengguna merasa familiar dengan komputer. Jika masyarakat merasa reputasi TIK kurang baik maka perlu upaya menghadirkan TIK ke masyarakat dan memperbolehkan pengguna untuk berinteraksi dengan TIK tersebut. Jika masyarakat merasa kurangnya mekanisme dukungan dan layanan maka perlu upaya menyediakan team support yang dapat membantu setiap saat serta menyediakan layanan TIK



Dengan TAM, para agen pemberdayaan dapat mengerti persepsi masyarakat akan kegunaan teknologi pada kehidupan sehari-hari, serta value-value penting yand harus diterapkan pada teknologi sistem yang ada agar masyarakat dapat mengerti betapa pentingnya teknologi di era digital sekarang agar mereka dapat menjadi masyarakat informasi yang bermutu, maju dan modern. Setelah melakukan kajian konsep dasar, tahapan pengembangan, dan melakukan pengamatan implementasi pengembangan technology acceptance model (TAM) dalam rangka pelaksanaan pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi, upaya pemberdayaan memberi landasan secara jelas dukungan media komunikasi dan pelaksanaan pemberdayaan. Upaya pemberdayaan yang dapat dilakukan fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi dapat dikelompokkan menjadi 2 upaya besar yaitu: upaya untuk membangun persepsi positif terhadap manfaat TIK dan upaya untuk membangun persepsi positif terhadap kemudahan/kesenangan menggunakan TIK.



Pembahasan di atas, konsep, aplikasi dan pengembangan adopsi teknologi model dan teori berdasarkan tinjauan pustaka mencakup pandangan dan interpretasi yang berbeda.Tinjauan literatur berbagi perbedaan model adopsi teknologi dan teori wawasan teoretis yang berbeda, masalah penelitian, variabel, dan pengukuran. Pengembangan kerangka kerja penelitian teoritis baru akan tergantung pada sejumlah faktor tetapi tidak terbatas pada berikut ini: masalah dan tujuan penelitian, analisis kesenjangan, target pasar (pengguna atau pengembang, dll), tujuan organisasi dan pemahaman model adopsi teknologi dan teori berdasarkan bahan yang tersedia dan lainnya. Pemahaman seperti itu sangat penting untuk memungkinkan pihak yang berkepentingan (e, g: siswa, akademisi, peneliti, pemerintah, organisasi) untuk berhubungan dengan kedua teori dan aspek praktis dari model dan teori adopsi teknologi. Ini ulasan akan menjelaskan beberapa aplikasi ringan dan potensial untuk aplikasi teknologi di masa depan peneliti untuk membuat konsep, membedakan dan memahami model teknologi yang mendasarinya dan teori-teori yang dapat memengaruhi aplikasi adopsi teknologi sebelumnya, saat ini dan masa depan. The Technology Acceptance Model [TAM] memang model yang sangat populer untuk menjelaskan dan memprediksi penggunaan sistem. Sampai saat ini, telah ada sejumlah studi impresif pada TAM, tetapi sementara beberapa hasil konfirmasi telah diperoleh, ada skeptisisme yang dibagikan di antara beberapa peneliti mengenai aplikasi dan akurasi teoretis dari model. Akibatnya, tergoda untuk menyimpulkan bahwa penelitian tentang TAM mungkin telah mencapai tingkat kejenuhan, sehingga penelitian di masa depan akan fokus dalam mengembangkan model baru yang akan mengeksploitasi kekuatan model TAM sambil membuang elemahannya.



DAFTAR PUSTAKA 



E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 7, No. 8, 2018: 4124-4152







Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 2, No. 2, September 2010, 92-102 ISSN 2085-4277 http://journal.unnes.ac.id/index.php/jda







OverviewoftheTechnologyAcceptanceModel:Origins,DevelopmentsandFutureDirectionsISSN 1535-6078







International Journal of Advance Research in Computer Science and Management Studies Volume 1, Issue 6, November 2013 pg.144-148







Khairani Ratnasari Siregar, Kajian Mengenai Penerimaan Teknologi dan InformasiRekayasa, Volume 4, Nomor 1, April 2011







Fatmasari, Muhamad Ariandi, PENERAPAN METODE TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) TERHADAP PENERIMAAN KRS ONLINE, Jurnal Imiah MATRIK Vol.16. No.2, Agustus 2014:135 -144







Wijayanti, Ratih., ANALISIS TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN NASABAH TERHADAP LAYANAN INTERNET BANKING, Jurnal Akuntasi Universitas Gunadarma, 2009







Davis, F.D., 1989. Perceived usefulness, perceived ease of use, and user acceptance of information technology. MS Quarterly(online), Vol. 13. Iss. 3, pg. 318. (2005, 20 Juli).







Davis, F.D., Bagozzi, R.P., and Washaw, P.R., 1989. User acceptance of computer technology: A comparison of two theoretical models. Management Science (online), Vol. 35 Iss. 8, pg.982 (2005, 20 Juli)







Simanjutak, Olivier Samuel. PENGEMBANGAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENUJU MASYARAKAT INFORMASI. TELEMATIKA Vol. 8, No. 1, JULI 2011 : 25 – 32