Materi Uas Psikologi Perkembangan Semester 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MATERI UAS PSIKOLOGI PERKEMBANGAN SEMESTER 1



A. HAKEKAT PSIKOLOGI PERKAMBANGAN Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari secara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenetic, yaitu mempelajari proses – proses yang mendasari perubahan – perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan dalam struktur jasmani, perilaku maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya, yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.  Hakikat Perkembangan Perkembangan (Development) Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, malainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu. Pertumbuhan (Growth) Pengertian pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada perubahan – perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, kepala, jantung , paru- paru dan sebagainya. Sedangkan istilah perkembangan lebih menunjuk pada kemajuan mental atau perkembangan rohani yang melaju terus sampai akhir hayat. Kematangan (maturation) Pengertian kematangan adalah potensi yang dibawa indvidu sejak lahir, timbul dan bersatu dengan pembawannya serta turut mengatur pola perkembangan tingkah laku individu. Perubahan (Change) Perkembangan mengandung perubahan, tetapi bukan berarti setiap perubahan bermakna perkembangan. Perubahan tidak pula mempengaruhi perkembangan seseorang dengan cara yang sama. Perubahan – perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup. Secara garis besarnya, perubahan – perubahan dalam perkembangan dapat dibagi kedalam 4 bentuk : 1. 2. 3. 4.



Perubahan dalam ukuran besarnya Perubahan – perubahan dalam proporsi Hilangnya bentuk atau ciri lama Timbul atau lahirnya bentuk atau ciri – ciri baru



 Tujuan Psikologi Perkembangan 1. Memberikan, mengukur dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat umur . 2. Mempelajari perbedaan – perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan atau masa perkembangan tertentu. 3. Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang berbeda. 4. Mempelajari penyimpangan dari tingkah laku yang dialami seseorang.  Manfaat Psikologi Perkembangan Menurut Seifert dan Hoffnung (1994), pengetahuan tentang perkembangan manusia sangat bermanfaat bagi kita dalam empat hal, yaitu : 1. 2. 3. 4.



Dapat memberikan harapan yang realistis terhadap anak dan remaja. Dapat membantu kita dalam memberikan respons yang tepat terhadap perilaku anak. Dapat membantu kita mengenal kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai. Studi perkembangan dapat membantu kita memahami diri sendiri.



 Akar Historis Psikologi Perkembangan Sejarah Psikologi Perkembangan dibagi atas tiga periode yaitu : 1.



Minat Awal mempelajari perkembangan anak



Salah seorang filosof yang yang banyak mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kehidupan anak adalah Plato. Menurut Plato, perbedaan – perbedaan individual mempunyai dasar genetis. Potensi individu ditentukan oleh factor keturunan. Artinya sejak lahir anak telah memiliki bakat – bakat atau benih – benih kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengasuhan dan pendidikan. Selain oleh Plato, studi tentang anak juga dilakukan oleh John Locke dan JJ  Rousseau. Rousseau yang beraliran nativisme mengatakan bahwa anak ketika dilahirkan sudah membawa segi – segi moral, yang dapat berkembang secara alami dengan baik. Sejak lahir anak adalah makhluk aktif dan suka berekspresi. Pandangan ini bertentangan dengan  pandangan John Locke yang mengatakan bahwa Bayi adalah makhluk pasif, yang perkembangannya ditentukan oleh pengalaman. Ia beranggapan bahwa anak adalah makhluk dewasa yang tidak lengkap dan memperoleh pengetahuan melalui cara berpikir orang dewasa. 2.



Dasar – dasar pembentukan psikologi perkembangan secara ilmiah



Perhatian dan penyelidikan yang sungguh – sungguh terhadap perkembangan anak melalui observasi langsung baru dimulai pada abad ke 19. Dalam hal ini, ada 2 tokoh yang berpengaruh , yakni :



a) Pengaruh Darwin (1809-1882) Menurut Darwin, anak merupakan suatu sumber yang kaya akan informasi tentang sifat dan ciri – ciri manusia. Dengan mempelajari tingkah laku dan perkembangan anak, kita bisa mengetahui asal usul manusia. Pandangan – pandangan biologis Darwin yang menganggap perkembangan sebagai pembukaan kemampuan dan ciri – ciri yang telah terprogram secara ginetik, kemudian menjadi landasan bagi sejumlah teori psikologi perkembangan dalam merumuskan teori – teori perkembangannya. b) Pengaruh Wundt (1832- 1920) Kejadian penting pada abad ke 19 adalah tumbuhnya psikologi sebagai disiplin yang berdiri sendiri yang ditandai dengan didirikannya laboratorium psikologi pertama di Leipzig tahun 1879 oleh Wilhelm Wundt. Wundt beranggapan bahwa eksperimen mempunyai arti penting bagi psikologi. Ia memberi dasar ilmiah pada psikologi eksperimental dan dengan teliti ia merumuskan syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah eksperimen. c) Munculnya studi psikologi perkembangan modern Studi sistematis tentang perkembangan anak mengalami perkembangan yang cukup signifikan pada awal abad ke 20. Penelitian – penelitian yang dilakukan pada zaman ini lebih bersifat deskriptif dan lebih di titik beratkan pada ciri- ciri khas yang terdapat secara umum, golongan – golongan umur serta masa – masa perkembangan tertentu.



 Isu – isu penting dalam psikologi perkembangan Isu – isu penting dalam psikologi perkembangan menurut Miller (1993): Sifat dasar manusia Sifat dasar manusia dijabarkan berdasarkan tiga pandangan : a.       Pandangan mekanistik Pandangan mekanistik adalah suatu pandagan yang beranggapan bahwa semua benda di dunia, termasuk organisme hidup dapat dipahami dengan baik sebagai mesin. Pandangan ini menunjukkan adanya suatu gejala tertentu atau factor penentu dalam tingkah laku yang menimbulkan suatu jawaban atau reaksi yang dapat diduga lebih dahulu. b.      Pandangan Organismik Organismik adalah pandangan yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu keseluruhan. Manusia menjadi sesuatu karena hasil apa yang dilakukannya sendiri dan karena hasil mempelajari.



c.       Pandangan Kontekstualis Pandangan ini mengungkapkan bahwa perilaku mempunyai arti hanya dalam kaitannya dengan konteks social – historical. Untuk memahami perkembangan manusia secara utuh seseorang tidak hanya dapat memperhatikan gejala – gejala fisik bagian dalam atau gejala – gejala psikis , melainkan juga harus mempertimbangkan gejala – gejala yang ada di luar fisik (seperti cuaca, polusi dan lingkungan), serta peristiwa – peristiwa kebudayaan dan historis. Perkembangan bersifat kualitatif atau kuantitatif Perubahan kualitatif dapat diartikan sebagai perubahan dalam jenis atau tipe(misalnya perubahan telur menjadi ulat, kepompong kemudian menjadi kupu - kupu). Sementara itu perubahan kuantitatif adalah perubahan yang menyangkut jumlah, frekuensi atau derajat, antara lain menyangkut peningkatan efisiensi dan konsistensi. Beberapa perilaku melibatkan perubahan – perubahan baik kualitatif maupun kuantitatif. Dalam beberapa kasus, periode perubahan kualitatif dan kuantitatif terjadi secara bergantian. Kontribusi nature dan nurture bagi perkembangan Nature (alam, sifat dasar) dapat diartikan sebagai sifat khas seseorang yang dibawa sejak kecil atau yang diwarisi sebagai sifat pembawaan. Sedangkan nurture (pemeliharaan, pengasuhan) yaitu factor – factor lingkungan yang mempengaruhi individu sejak masa pembuahan sampai selanjutnya. Nature dan nurture merupakan jalinan yang tidak bisa dipisahkan dan terlibat sepenuhnya dalam setiap proses perkembangan. Esensi Perkembangan Menurut Piaget, yang menjadi esensi perkembangan adalah perkembangan kognitif yang berupa perubahan structural. Perubahan structural memberi pengaruh terhadap perubahan dalam isi pikiran.  Sedangkan menurut pandangan kontemporer, esensi perkembangan meliputi 3 bidang yaitu perkembangan fisik ,kognitif dan psikososial (perubahan reaksi individu terhadap orang lain, perubahan pada emosi dan kepribadian).



B. TEORI PIAGET Pokok-pokok pikiran Piaget mengenai teori kognitif dan perkembangannya Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis. Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetic bukan peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara



organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi lngkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa memoertahankan hidupnya.perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi oleh pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi. Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi. Ia sampai pada suatu keyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan dua kecenderunngan yang fundamental, yaitu kecenderunag untuk : 1. beradaptasi 2. organisasi ( tindakan penataan ) untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat empat konsep dasar, yaitu sebagai berikut : 1. Skema Istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat menjelaskan mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan ingatan. Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi 2. Asimilasi Asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahanbahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yan ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memperoses satu stimulis saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempnagruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, denga proses itu individu secara kognitif megadaptsi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu. 3. Akomodasi Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh Piaget adalah keseimbangan. Untuk keperluan pegkonseptualisasian pertumbuhan kognitif /perkembangan intelektual Piaget membagi perkemabngan ini ke dalam 4 periode yaitu :



 Periode Sensori motor (0-2,0 tahun) Pada periode ini tingksh laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu mengenal obyek.  Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun) Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.  Periode konkret (7,0-11,0 tahun) Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis.  Periode operasi formal (11,0-dewasa) Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain. Piaget mengeukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan perkembangan kognitif : a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf. b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulusstimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu. c. Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu d. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi social. Implikasi teori Piaget dalam pendidikan Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehhingga perkembangan intelektual ini dapat dijadkan landasan untuk memahami belajar. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan. Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram berikut :



Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu : a. Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anak b. Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak. Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi. Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan : a. Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak berbuat aa-apa (jalan buntu) b. Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.



C. TEORI VYGOTSKY Lev Semenovich Vygotsky atau yang biasa dipanggil dengan nama Vygotsky merupakan seorang psikolog yang berkebangsaan Rusia. Beliau lahir di Rusia tanggal 5 November 1896. Pada tanggal 11 juni 1934 beliau menjadi ahli psikolog perkembangan di Uni Soviet. Ia mendasarkan pada psikologi cultural historis. Vygotsky telah belajar privat pada Solomon Ashpiz dan lulus dari Universitas Negeri di Moskow tahun 1917. Beliau wafat pada tahun 1934. Perkembangan kognitif menurut Vygotsky merupakan penekanan kepada anak-anak usia dini secara aktif menyusun pada pengetahuan dan mengembangkan konsep-konsep yang lebih sistematis, logis, dan rasional. Bagi anak usia dini pengetahuan tentang pengembangan konsep pembelajaran dan bermain itu sangat penting karena banyak menambah pengetahuan kratifitas pada anak serta kesiapan mental pada mereka. Jadi, jika anak usia dini belajar perkembangan kognitif dalam teori vygotsky ini akan lebih banyak bersosial kepada teman dan lingkungan sekitar. Karena pada teori vygotsky ini lebih bersosialisasi kepada masyarakat. Teori Perkembangan ada 3 konsep, yaitu : 1.



Konsep Zona Perkembangan Proksimal ( ZPD)



Istilah vygotsky untuk merangkai tugas yang terlalu sulit dikuasai oleh anak usia dini tetapi dalam teori ini bisa membutuhkan bantuan kepada orang tua, teman sebaya, atau guru atau dia bisa melakukannya sendiri. Di dalam teori vygotsky ini dalam perkembangan proksimal menekan apakah anak bisa melakukannya sendiri atau anak membutuhkan bantuan dari orang lain seperti orang-orang di sekitar yaitu orang tua, guru , atau teman sebayanya. 2.



Konsep Scafollding



Konsep scafollding merupakan perubahan tingkat dukungan. Teori perkembangan vygotsky mendiskripsikan perubahan pada anak usia dini dalam melakukan pembelajaran. Dimana seorang guru mengajarkan kepada anak usia dini tentang ketrampilan anak. Yaitu seperti melakukan pembelajaran dengan bermain. Supaya anak juga bisa berfikir logis dan terampil dalam melakukannya serta bisa memahami apa yang diajarkan oleh gurunya. 3.



Bahasa dan Pemikiran



Dalam teori vygotsky ini anak usia dini menggunakan pembicaraan bukan untuk komunikasi sosial saja tetapi juga membantu anak usia dini dalam mengerjakan tugasnya sebagai murid. Disini anak harus menggunakan dsn memahami komunikasi berbahasa kepada orang lain. Penggunaan bahasa ini untuk mengatur diri anak usia dini. Jadi, untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, anak usia dini lebih dapat memahami dan mempelajari bahasa yang lebih dalam.



Walaupun anak usia dini aktif dalam pembelajaran, anak usia dini juga masih membutuhkan bimbingan belajar dari guru. Guru sebagai pendidik harus selalu mendampingi anak usia dini dalam melakukan apapun yang di pelajarinya. Jadi, jika anak usia dini selalu didampingi oleh guru anak usia dini lebih cepat menyerap apa yang sudah diajarkan oleh guru dan mengulanginya lebih mudah jika selalu didampingi oleh gurunya. Dalam teori vygotsky mengatakan bahwa pada kebudayaan dalam masyarakat perkembangan kognitif ini lebih menekankan pada bantuan dari orang dewasa seperti orang tua dan guru yang berada di sekitar anak usia dini. Disini anak usia dini lebih dibimbing oleh orang terdekatnya teman sebayanya juga mempengaruhi tetapi selalu ada bimbingan di sekitarnya. Jadi, orang tua bisa mengontrol anaknya dan tidak usah khawatir terhadap pengaruh-pengaruh dari teman misalnya. Karena orang tua berada di dekat anak usia dini. Tetapi anak usia dini mempunyai fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memusatkan perhatian. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori kognitif pada vygotsky ini mengandung banyak unsur pendidikan anak usia dini serta budayanya. Teori ini sangat baik bagi pendidikan anak usia dini.



D. TEORI ALBERT BANDURA Teori Meniru Dalam Psikologi Dari Albert Bandura Albert Bandura lahir di Mundare Northern Alberta Kanada yang mendapatkan gelar master bidang psikologi yang kemudian terjun dalam bidang teori dalam psikologi klinis. Bandura meneliti mengenai tingkah laku manusia dan tertarik dengan nilai eksperimen yang kemudian juga mendapat American Psychological Association di tahun 1980. Dalam penelitian berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears yang kemudian belajar tentang pengaruh keluarga pada tingkah laku sosial dan juga proses identifikasi. Mulai saat itu, Bandura meneliti tentang agresi pembelajaran sosial dan mengangkat murid pertamanya yakni Richard Walters untuk mendapatkan gelar doctor sebagai asistennya. Bandura mengungkapkan pendapatnya jika meski prinsip belajar sudah cukup menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, akan tetapi prinsip harus memperhatikan tentang dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial yakni ,manusia belajar tentang sesuatu dengan cara meniru orang lain dan salah satu konsep dalam aliran behaviorisme menekankan pada komponen kognitif serta pemikiran, pemahaman dan juga evaluasi. Berikut adalah ulasan mengenai teori meniru dalam psikologi selengkapnya untuk anda. Definisi Teori Meniru Social learning theory yang merupakan salah satu dari cabang cabang psikologi menurut Bandura adalah manusia yang belajar akan sesuatu dengan cara meniru perilaku dari orang lain yang artinya jika seseorang akan belajar dengan cara mengamati orang lain. Bandura



menyatakan jika teori social learning tidak diciptakan untuk menggantu classical dan operant namun sebagai penyempurna kedua teori yang sudah ada karena classical dan operant conditioning bisa terjadi selama proses meniru tersebut sedang terjadi. Teori social learning ini juga disebut dengan observational learning yang memiliki arti sama. Perkembangan Social Learning Theory Bandura sebagai seorang behavioristik ini percaya jika perkembangan teori belajar kognitif tidak cukup menjelaskan perilaku pada anak. Ia meyakini jika proses meniru juga bisa berpengaruh terhadap perkembangan dari anak. Akan tetapi Bandura juga merasa jika kemampuan kognitif juga berpengaruh terhadap proses belajar khususnya ketika ia melihat eksperimen boneka bobo dimana seorang anak memperlihatkan perilaku berbeda ketika diperlihatkan sebuah tayangan. Psikologi behavioristik atau belajar dengan cara meniru ini memiliki empat batasan, yakni: -Mengabaikan teori teori motivasi dan juga proses kognitif. -Berdasarkan penelitian terhadap hewan. -Mengabaikan dimensi sosial. -Beranggapan jika manusia merupakan organisme pasif yang tidak bisa memilih. Social learning theory atau teori belajar sosial merupakan pengembangan dari karya Cornell Montgomery dimana ia mengajukan pemikiran jika belajar sosial terjadi lewat empat tahap, yakni: -Kontak dekat -Perilaku model peran -Imitasi terhadap pihak yang superior -Memahami konsep perilaku yang akan ditiru. Dalam social learning dan clinical psychology yang merupakan salah satu macam macam psikologi khusus ini, Julian Rotter menyatakan jika efek sebuah perilaku bisa mempengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan hal yang sama. Individu akan cenderung menghindari sesuatu yang berdampak negatif sekaligus juga menginginkan hasil yang positif. Apabila seseorang mengharapkan keluaran positif dari sebuah perilaku atau berpikir jika ada kemungkinan untuk mendapatkan imbalan positif, maka kemungkinan juga akan mau melakukan perilaku tersebut.



Macam macam tingkah laku dalam psikologi tersebut di reinforce dengan keluaran positif sehingga membuat individu cenderung mengulang perilaku untuk mendapatkan imbalan kembali. Teori Albert Bandura lalu melengkapi pemikiran Rotter dan juga melengkapi karya Miller dan Dollard. Bandura berpendapat jika manusia bukan makhluk yang hanya meniru apapun yang dilihat akan tetapi manusia juga bisa memilih perilaku yang mana yang akan diambil dan juga yang dibuang. Bandura kemudian menyempurnakan macam macam metode pembelajaran sosial dengan cara menambahkan aspek perilaku dan kognitif. Behavioral learning atau belajar perilaku mengartikan jika lingkungan membuat seseorang akan melakukan perlikau tertentu. Belajar kognitif mengartikan jika faktor psikologi juga memiliki andil dalam mempengaruhi seseorang berperilaku. Manusia bisa meniru perilaku akan tetapi juga bisa memilih dan memilah perilaku apa yang mau dipelajari. Kecakapan memilah dan memilih inilah aspek kognitif yang dimaksud. Kesimpulannya, Bandura menyatakan jika teori belajar sosial merupakan kombinasi lingkungan dan faktor kognitif. Konsep Dasar Social Learning Theory Bandura Teori belajar sosial sudah menjelaskan jika manusia belajar dari observasi orang lain. Dengan kata lain, apa yang manusia ketahui didasarkan dari penjelasan yang diberikan orang lain pada diri sendiri. Manusia memang akan selalu belajar menggunakan cara belajar efektif menurut psikologi seperti salah satunya belajar dari orang lain. Beberapa cara manusia memahami suatu hal menggunakan social learning theory diantaranya adalah: 1.



Harapan



Harapan merupakan konsep pertama dalam jenis jenis metode pembelajaran sosial. Harapan atau ekspektasi mengartikan jika pengetahuan seseorang harus bisa mewujudkan apa yang diinginkan dari lingkungan dan kepercayaan terhadap sesuatu harus sesuai dengan kepercayaan dari lingkungan. Sebagai contoh, jika kita mengacungkan ibu jari untuk masyarakat Indonesia, Korea atau Jepang, maka ini menjadi pertanda. Akan tetapi jika mengacungkan ibu jari di Brazil, maka ini menandakan pelecehan pada orang lain secara seksual. Ini disebabkan karena mengacungkan ibu jari di Brazil berbeda dengan Indonesia dan tidak digunakan sebagai tanda setuju. 2.



Belajar Obsevasional



Belajar observasional mengartikan seseorang mendasari pengetahuannya dengan cara mengobservasi orang lain pada lingkungan sehingga akan ada hubungan perilaku dengan sikap. Seseorang akan mengenali perilaku orang lain, menyesuaikan dengan diri sendiri dan kemudian meniru perilaku tersebut di masyarakat. Semua yang sudah diketahui tersebut juga berasal dari perilaku orang yang ada disekitarnya. Sebagai contoh kata “pantek” di beberapa kota mengartikan pengeboran manual untuk menggali sumur. Sedangkan di beberapa kota Sumatera



mengartikan makian. Untuk itu orang yang berasal dari Sumatera akan terkejut ketika mendengar kata tersebut. Akan tetapi jika diobservasi dengan bai, maka ia akan sadar jika kata tersebut memiliki arti yang berbeda. 3.



Kapabilitas Behavioral



Kapasitas behavioral merujuk pada fakta jika pengetahuan seseorang sangat dibutuhkan agar bisa mempengaruhi perilaku. Meski perilaku orang lain bisa berpengaruh, namun selama perilaku diri sendiri tidak terpengaruh sampai sadar, mkaa barulah perilaku agar bisa diterima masyarakat bisa diubah. Seorang anak mungkin saja tidak sadar ketika teriak di dekat orang tidaklah sopan hingga seseorang menegur anak tersebut. Jika anak tersebut tidak mendapat respon negatif, maka tentunya ia akan terus melakukan hal tersebut karena ia tidak sadar. Namun ketika sudah diberikan respon negatif atau punishment, maka barulah anak tersebut bisa berhenti sebab sudah mengetahui macam macam gaya belajar perilaku. Ketika seseorang mendapatkan respon negatif, maka ia akan mengetahui jika perilaku yang ia lakukan tidaklah baik dan disinilah kapasitas behavioral bermain. 4.



Self Efficacy



Self efficacy atau efikasi diri merupakan keyakinan seseorang terhadap diri sendiri. Apabila seseorang yakni dengan pengetahuan yang dimiliki, maka ia akan bertindak atas dasar pengetahuannya tersebut dan akan dilakukan dengan percaya diri. Sebagai contoh ketika mengacungkan ibu jari dan ada orang Brazil yang marah karena perilaku tersebut, maka tentunya akan membuat pelaku heran dan mulai ragu ragu dengan pengetahuan yang dimiliki. Semakin banyak orang yang marah, maka seseorang semakin paham jika mengacungkan ibu jari tersebut adalah hal yang salah dan tidak melakukannya kembali sekaligus mengembangkan manfaat berpikir positif. 5.



Determinisme Resiprokal



Determinisme resiprokal merupakan orang yang saling meniru perilaku ketika sedang berinteraksi. Pada saat seseorang ada dalam sebuah lingkungan, maka ia akan beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Sebagai contoh ketika bertemu dengan guru atau dosen dan mungkin berbicara tentang tugas, maka seseorang akan memakai kata saya dan nada bicara yang juga rendah. Namun ketika berbicara dengan teman, maka kemungkinan akan berbicara lebih santai baik nada dan juga bahasa berdasarkan macam macam sifat manusia. 6.



Reinforcement



Reinforcement merupakan respon yang berasal dari orang lain yang bisa memperkuat atau bahkan melemahkan sebuah perilaku. Sebagai contoh jika seorang wanita memakai pensil alis dengan baik dan mendapat pujian, maka ia akan terus memakai pensil alis tersebut. Namun



ketika ada orang yang menghina, maka kemungkinan besar ia juga akan berhenti memakai pensil alis tersebut. 7.



Proses Mediasi Social Learning Theory



Bandura mengatakan jika manusia sebenarnya merupakan prosesor aktif. Manusia tidak hanya meniru namun juga memikirkan konsekuensi dari perilaku yang akan ditiru tersebut seperti dalam psikologi sosial. jika perilaku tidak bisa memberikan manfaat untuk diri sendiri, maka ia tidak akan meniru hal tersebut. Namun ketika perilaku tersebut memberi dampak positif, maka ia akan meniru perilaku tersebut. Seseorang nantinya juga tidak akan sembarang melihat serta meniru perilaku dan ada proses pertimbangan yang dilakukan di antara proses observasi dan juga proses meniru. Bandura berpendapat jika ada tiga model yang akan ditiru dalam observational atau social learning, yakni: Model langsung: Seseorang yang nyata berada di dekat peniru dan melakukan sebuah perilaku. Model instruksi verbal: Seseorang menyebutkan perilaku dan juga ciri ciri dengan detail. Model simbolik: Karakter baik nyata atau fiktif yang memperlihatkan perilaku lewat media bisa berbentuk film, video atau buku.



E. TEORI PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 mei 1856 dan meninggal di London, 23 september 1939 berasal dari keluarga Yahudi. Tahun 1873-1881 masuk Fakultas Kedokteran Universitas Wina pada spesialisasi dokter ahli syaraf dan penyakit jiwa (psikiatri). Pada tahun 1894 Freud belajar terapi histeri pada Jean Caharcot di Paris. Tahun 1895 ia kembali ke Wina bekerja sama dengan Dr. Joseph Breuer, dengan metode asosiasi bebas. Tahun 1895 Freud bersama Breuer menulis tentang kasus-kasus histeri. Tahun 1902 ia membentuk kelompok psikologi di Wina. Tahun 1908 Freud diundang oleh George Stanley Hall ke USA dan memberi ceramah-ceramah pada pertemuan-pertemuan Dies Natalis Universitas Clark. Freud menjadi terkenal di seluruh dunia. Tahun 1909 Freud digabungi oleh Alfred Adler dan Carl Gustav Jung. Tahun 1923 Freud kena penyakit kanker rahang dan pernah dioperasi sampai 30 kali. Tahun 1928 Nazi berkuasa di Austria, Freud menyingkir ke Inggris dan meninggal dunia di London 1939. Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud Peran penting dari ketidaksadaran beserta insting-insting seks dan agresi yang ada di dalamnya dalam pengaturan tingkah laku, menjadi karya/temuan monumental Freud. Sistematik yang dipakai Freud dalam mendiskripsi kepribadian menjadi tiga pokok yaitu: struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.



Struktur Kepribadian Kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran: sadar, prasadar, dan tak sadar. Pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni: id, ego dan super-ego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama tetapi melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya. Tingkat Kehidupan Mental 1.



Sadar (Conscious)



Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness). 2.



Prasadar (Preconscious)



Prasadar disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar. 3.



Taksadar (Unconscious)



Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalam-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar. Wilayah Pikiran 1. Id (Das Es) Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak sadar, mewakili subjektivitas yang tidak pernah sisadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Plesure principle diproses dengan dua cara : a.



Tindak Refleks (Refleks Actions)



Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan. b. Proses Primer (Primery Process) Adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.



2. Ego (Das Ich) Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Ego adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama ; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.



3. Superego (Das Ueber Ich) Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak punya sumber energinya sendiri. Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu hal penting – superego tak punya kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan kesempurnaan pun menjadi tidak realistis. Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience) dan ego ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara jelas tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalamanpengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan.



Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Ada tiga fungsi superego ; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, (3) mengejar kesempurnaan. Dinamika Kepribadian Dalam dinamika kepribadian, Freud menjelaskan tentang adanya tenaga pendorong (cathexis) dan tenaga penekanan (anti–cathexis). Kateksis adalah pemakaian energi psikis yang dilakukan oleh id untuk suatu objek tertentu untuk memuaskan suatu naluri, sedangkan antikataeksis adalah penggunaan energi psikis (yang berasal dari id) untuk menekan atau mencegah agar id tidak memunculkan naluri–naluri yang tidak bijaksana dan destruktif. Id hanya memiliki kateksis, sedangkan ego dan superego memiliki anti-kateksis, namun ego dan superego juga bisa membentuk kateksis-objek yang baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan secara tidak langsung, masih berkaitan dengan asosiasi–asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang diinginkan oleh id. Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki. 1.



Insting Sebagai Energi Psikis



Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai kekurangan nutrisi, dan secara psikologis dalam bentuk keinginan makan. Hasrat, atau motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan enerji yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian. Energi insting dapat dijelaskan dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong (impetus) yang dimilikinya : a) Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar. b) Tujuan insting : adalah menghilangakan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan) ialah menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan cara makan.



c) Obyek insting : adalah segala aktivitas yang menjadi perantara keinginan dan terpenuhinya keinginan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi termasuk pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang timbul karena isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan itu. d) Pendorong atau penggerak insting : adalah kekuatan insting itu, yang tergantung kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang (sampai batas tertentu) penggerak insting makannya makin besar.



2.



Jenis-Jenis Insting



a.



Insting Hidup (Life Instinct)



Insting hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar,haus dan seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting hidup, namun dalam kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting seksual (terutama pada masa-masa permulaan,sampai kira-kira tahun 1920). Dalam pada itu sebenarnya insting seksual bukanlah hanya untuk satu insting saja, melainkan sekumpulan insting-insting, karena ada bermacammacam kebutuhan jasmaniah yang menimbulkan keinginan-keinginan erotis. b.



Insting Mati (Death Instinct)



Insting mati disebut juga insting-insting merusak (destruktif). Insting ini berfungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak begitu dikenal. Akan tetapi adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif insting mati yang terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah pengrusakan diri yang diubah dengan obyek subtitusi. Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan dengan menggigit, menguyah dan menelan makanan.



3.



Kecemasan



Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat



disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego karena memberi sinyal ada bahaya di depan mata. Kecemasan akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman. Hanya ego yang bisa memproduksi atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego, maupun dunia luar terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan: realistis, neurotis dan moral. Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada superego memunculkan kecemasan moral, dan ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan kecemasan realistis. a.



Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)



Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi asal muasal timbulnya kecemasan neurotis dan kecemasan moral. b.



Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)



Adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau figur penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang diyakininya bakal menuai hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang tua belum tentu mengetahui pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya orang tua mengetahui juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan figur pemberi hukuman dalam kecemasan neurotis bersifat khayalan. c.



Kecemasan Moral (Moral Anxiety)



Adalah kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul ketika orang melanggar standar nilai orang tua. Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip yakni : tingkat kontrol ego pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam memikirkan masalahnya sedang pada kecemasan neurotis orang dalam keadaan distres – terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas.



4.



Mekanisme Pertahanan Ego



Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism) sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.



Menurut Freud mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak macamnya, adapun mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada tujuh macam, yaitu : a.



Identifikasi (Identification)



Cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Diri orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu mencapai tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat mana yang membuat tokoh itu sukses sehingga orang harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum menemukan mana yang ternyata membantu meredakan tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang positif disebut Introyeksi. Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan, yaitu : •



Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah hilang.







Untuk mengatasi rasa takut.



• Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan khayalan mental dengan kenyataan. b.



Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)



Ketika obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapt dicapai karena ada rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres kembali ke ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat mereduksi tegangan. Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi antara tuntutan insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi. Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu : o Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi, diterima masyarakat sebagai kultural kreatif. o Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih mirip dengan kepuasan aslinya. o Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain. c.



Represi (Repression)



Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran.



d.



Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)



Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu. Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana. Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi e.



Proyeksi (Projection)



Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri. f.



Introyeksi (Introjection)



Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain. g.



Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)



Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi : bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif



5.



Perkembangan Kepribadian



Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil (05 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual (erogenus zone) a.



Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)



Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari kehidupan individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka adalah mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan. b.



Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)



Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini, fokus dari energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya. c.



Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)



Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan mempermainkannya dengan maksud memperoleh kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan). Oedipus complex adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan ibunya. d.



Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)



Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan impuls seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas). e.



Fase Genital



Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual primer. Pada fase ini kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti : berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga.



F. TEORI ERIKSON Teori Erik Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial. Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara proses-proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan kekuatan-kekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut pandang seperti ini, teori Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi dibandingkan teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson membahas perkembangan psikologis di sepanjang usia manusia, dan bukan hanya tahun-tahun antara masa bayi dan masa remaja. Seperti Freud, Erikson juga meneliti akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman usia dini terhadap



masa-masa berikutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir kehiduaan. Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia, satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis. Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosialpsikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumsi mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Erikson memberi jiwa baru ke dalam teori psikoanalisis, dengan memberi perhatian yang lebih kepada ego dari pada id dan superego. Dia masih tetap menghargai teori Freud, namun mengembangkan ide-ide khususnya dalam hubungannya dengan tahap perkembangan dan peran sosial terhadap pembentukan ego. Ego berkembang melalui respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif dan kreatif, berjuang aktif (otonomi) membantu diri menangani dunianya. Erikson masih mengakui adanya kualitas dan inisiatif sebagai bentuk dasar pada tahap awal, namun hal itu hanya bisa berkembang dan masak melalui pengalaman sosial dan lingkungan. Dia juga mengakui sifat rentan ego, defense yang irasional, efek traumaanxieO-guilt yang langgeng, dan dampak lingkungan yang membatasi dan tidak peduli terhadap individu. Namun menurutnya ego memiliki sifat adaptif, kreatif, dan otonom (adaptable, creative, dan autonomy).  Dia memandang lingkungan bukan semata-mata menghambat dan menghukum (Freud), tetapi juga mendorong dan membantu individu. Ego menjadi mampu – terkadang dengan sedikit bantuan dari terapis – menangani masalah secara efektif. Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada pada psikoanalisis Freud, yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan



kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego semacam itu disebut juga ego-kreatif, ego yang dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila menemui hambatan atau konflik, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan. Ego bukan budak tetapi justru menjadi tuan/pengatur id, superego dan dunia luar. Jadi, ego di samping basil proses faktor-faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks kultural dan historik. Ego yang sempurna, digambarkan Erikson memiliki tiga dimensi, faktualitas, universalitas, dan aktualitas: 











Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data basil interaksi dengan lingkungan. Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sells  of reality) yang menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan prinsip realita dari Freud. Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat hubungan untuk mencapai tujuan bersama. Ego adalah realitas kekinian, terus mengembangkan cara baru dalam memecahkan masalah kehidupan, yang lebih efektif, prospektif, dan progresif. Menurut Erikson, ego sebagian bersifat taksadar, mengorganisir dan mensintesa pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling behubungan, yakni body ego (mengacu ke pangalaman orang dengan tubuh/fisiknya sendiri), ego ideal (gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal), dan ego identity (gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial). Ketiga aspek itu umumnya berkembang sangat cepat pada masa dewasa, namun sesungguhnya perubahan ketiga elemen itu terjadi pada semua tahap kehidupan. Teori Ego dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan dari teori perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai teori yang khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Menurut Erikson, fungsi psikoseksual dari Freud yang bersifat biologis juga bersifat epigenesis, artinya psikoseksual untuk berkembang membutuhkan stimulasi khusus dari lingkungan, dalam hal ini yang terpenting adalah lingkungan sosial. Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Menurutnya, situasi memberi makan merupakan model interaksi sosial antara bayi dengan dunia luar. Lapar jelas manifestasi biologis, tetapi konsekuensi dari pemuasan id (oleh ibu) itu akan menimbulkan kesan bagi bayi tentang dunia



luar. Dari pengalaman makannya, bayi belajar untuk mengantisipasi interaksinya dalam bentuk kepercayaan dasar (basic trust), yakni mereka memandang kontak dengan manusia sangat menyenangkan karena pada masa lalu hubungan semacam itu menimbulkan rasa aman dan menyenangkan. Sebaliknya, tanpa basic trust  bayi akan mengantisipasi interaksi interpersonal dengan kecemasan, karena masa lalu hubungan interpersonalnya menimbulkan frustrasi dan rasa sakit Kepercaayaan dasar berkembang menjadi karakteristik ego yang mandiri, bebas dari dorongan drives darimana dia berasal. Hal yang sama terjadi pada fungsi ego seperti persepsi, pemecahan masalah, dan identias ego, beroperasi independen dari drive yang melahirkan mereka. Ciri khas psikologi ego dari Erikson dapat diringkas sebagai berikut: 



 







Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasakan ego yang sehat, alih-alih konflik salah suai yang neurotik. Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan konsep epigenetik kepribadian. Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls id yang taksadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari Id, membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sitem kerja id. Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberlanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang. Perkembangan berlangsung melalui penyelesaian krisis-krisis yang ada pada tahapan perkembangan yang terjadi berurutan. Erikson pertama kali memaparkan kedelapan tahapan ini dalam bukunya yang termasyhur, Childhood and Society (1950a). Tabel Delapan Tahapan Perkembangan Psikososial menyajikan daftar tahapan dan menunjukkan krisis atau tugas psikososial apa yang terkait dengan masing-masing tahapan tersebut, kondisi-kondisi sosial yang mungkin membantu atau mengganggu penyelesaian tahapan itu, dan hasil-hasil perilaku yang muncul dari penyelesaian tahapan tersebut entah itu berhasil maupun gagal.



G. TEORI BAKAT DALAM PSIKOLOGI Bakat secara pandangan umum dikenal sebagai kemampuan dasar yang merupakan keunggulan alami dari seseorang dan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Bakat bisa menjadi sesuatu yang menjadi jalan untuk kesuksesan jika diasah dan dikembangkan dengan tepat. Bakat juga bisa menjadi hal yang berlalu begitu saja jika tidak mendapat jalan untuk maju.



Dalam dunia psikologi, bakat memiliki makna khusus yang berhubungan dengan keseluruhan atau kehidupan manusia mulai dari sejak sebelum dalam kandungan hingga ketika dewasa dan hidup berdampingan dengan lingkungan sekitar, berikut Teori Bakat dalam Psikologi secara lengkap dan mendalam. 1. Teori Bakat Menurut Howard Gardner Gardner Teori Bakat dalam psikologi menurut Howard Gardner Gardner memunculkan teori dimana manusia memiliki tipe bakat yang berbeda beda, diantaranya adalah: (Baca juga mengenai hambatan dalam menyalurkan bakat) Teori bakat bahasa (linguistik) : adalah bakat mengelola kata dan bahasa. Teori bakat logika matematik (mathematical) : adalah bakat menggunakan logika terutama terkait dengan matematika. Teori bakat musik (musikal) : adalah bakat menciptakan musik. Teori bakat kinestetik (kinesthetic) : adalah bakat mengendalikan gerak tubuh. Teori bakat ruang bidang (spatial) : adalah bakat yang berkaitan dengan persepsi visual. Teori bakat interpersonal : adalah bakat berhubungan dan memahami orang. Teori bakat intrapersonal : adalah bakat memahami diri sendiri. (Baca juga mengenai peran guru dalam mengembangkan bakat peserta didik) Teori bakat naturalistik : adalah bakat memahami unsur dalam lingkungan alam. Teori bakat eksistensial : adalah bakat dan kepedulian terhadap isu moral



2. Teori Bakat Menurut Beberapa Ahli Psikologi Menurut Guilford (1959) menyatakan bahwa “Bakat bertalian dengan kecakapan untuk melakukan sesuatu” Menurut (Notoatmodjo, 1997) (Baca juga mengenai perbedaan bakat dan minat dalam psikologi) “Bakat adalah salah satu kemampuan manusia (achievement, capacity, dan aptitude)” Menurut Utami Munandar “1987” Bahwa bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. 3. Faktor yang Mempengaruhi Bakat dalam Psikologi



Keunggulan atau potensi individu yang dibawa sejak lahir. (Baca juga mengenai peran bakat dalam proses belajar psikologi pendidikan). Sebab bawaan akan sangat menentukan sekali pembentukan dan perkembangan teori bakat dalam psikologi individu. Keunggulan yang dimiliki individu ditentukan oleh faktor bawaan dan keunggulan tersebut hanya akan dapat berkembang sampai batas batas tertentu. Lingkungan tidak akan dapat merubah membentuk individu melebihi batas keunggulan yang dimiliki individu. -Minat individu yang bersangkutan Suatu teori bakat dalam psikologi tertentu tidak akan berkembang dengan baik apabila tidak disertai minat yang cukup tinggi terhadap bidang atau hal yang sesuai dengan teori bakat dalam psikologi tersebut. Misalnya individu yang memiliki teori bakat dalam psikologi cukup tinggi sebagai ahli mesin, apabila ini tidak atau kurang berminat terhadap hal hal yang berhubungan dengan mesin, maka teori bakat dalam psikologinya tersebut tidak akan dapat berkembang secara baik. -Motivasi yang dimiliki individu (Baca juga mengenai ciri anak cerdas istimewa dan berbakat) Suatu teori bakat dalam psikologi akan menjadi kurang berkembang atau tidak akan menonjol bila kurang disertai oleh adanya motivasi yang cukup tinggi untuk mengaktualisasikannya, sebab motivasi berhubungan erat dengan daya semangat individu untuk mencapai suatu tujuan. -Nilai hidup yang dimiliki individu. Yang dimaksud dengan nilai hidup di sini adalah bagaimana cara individu memberi arti terhadap sesuatu di dalam hidupnya, dalam hal ini yang berhubungan dengan teori bakat dalam psikologi sebagai bintang film, teori bakat dalam psikologinya tersebut tidak akan dapat berkembang secara baik bila ia memberi arti yang negative terhadap profesi sebagai bintang film. -Kepribadian individu. Sebab kepribadian ini juga sangat memegang peranan bagi perkembangan teori bakat dalam psikologi individu, misal konsep diri, rasa percaya diri, keuletan atau keteguhan dalam berusaha, kesediaan untuk menerima kritik dan saran demi untuk meraih sukses yang tinggi. -Maturity (kematangan). Teori bakat dalam psikologi tertentu akan berkembang dengan baik apabila sudah mendekati atau menginjak masa pekanya. Suatu hal yang sulit bagi individu adalah dalam menentukan kapankah saatnya (pada usia berapakah) seuatu keunggulan atau teori bakat dalam psikologi tertentu sudah matang untuk dikembangkan atau dilatih, sebab untuk masing masing keunggulan dan untuk setiap individu kemantangannya belum tentu atau tidak selalu sama.



4. Jenis dan Contoh Teori Bakat dalam Sehari Hari -Teori bakat dalam psikologi umum Yaitu keunggulan yang berupa potensi dasar yang bersifat umum, artinya setiap individu memiliki. -Teori bakat dalam psikologi khusus Yaitu keunggulan yang berupa potensi khusus, artinya tentang teori teori yang diungkapkan dalam bentuk kata kata. -Teori bakat dalam psikologi Numerikal Teori bakat dalam psikologi tentang teori teori dalam bentuk angka. -Teori bakat dalam psikologi Skolastik Kombinasi kata kata (logika) dan angka angka. keunggulan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan teoritual atau pola numerik, pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional. Ini yaitu bakat para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer. -Teori bakat dalam psikologi Abstrak Teori bakat dalam psikologi yang bukan kata maupun angka tetapi berbentuk pola, rancangan, diagram, ukuran ukuran, bentuk bentuk dan posisi posisinya. -Teori bakat dalam psikologi mekanik Teori bakat dalam psikologi tentang prinsip prinsip umum IPA, tata kerja mesin, perkakas dan alat alat lainnya. -Teori bakat dalam psikologi Relasi Ruang (spasial) Teori bakat dalam psikologi untuk mengamati, menceritakan pola dua dimensi atau berfikir dalam 3 dimensi. Mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi. Ini yaitu bakat para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin. -Teori bakat dalam psikologi kecepatan ketelitian klerikal Teori bakat dalam psikologi tentang tugas tulis menulis, ramu meramu untuk laboratorium, kantor dan lain lainnya.



-Teori bakat dalam psikologi bahasa (linguistik) Teori bakat dalam psikologi tentang penalaran analistis bahasa (ahli sastra) misalnya untuk jurnalistik, stenografi, penyiaran, editing, hukum, pramuniaga dsb.



H. TABULARASA Teori Tabularasa (John Locke dan Francis Bacon). Teori ini mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih yang belum ditulisi (a sheet ot white paper avoid of all characters). Jadi, sejak lahir anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Di sini kekuatan ada pada pendidik. Pendidikan dan lingkungan berkuasa atas pembentukan anak. Pendapat John Locke seperti di atas dapat disebut juga empirisme, yaitu suatu aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui alat indera. Kaum behavioris juga berpendapat senada dengan teori tabularasa itu. Behaviorisme tidak mengakui adanya pembawaan dan keturunan, atau sifat-sifat yang turun-temurun. Semua Pendidikan, menurut behaviorisme, adalah pembentukan kebiasaan, yaitu menurut kebiasaankebiasaan yang berlaku di dalam lingkungan seorang anak.



I.



TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN



Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan. Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut: 1.



Masa bayi dan anak-anak



Belajar berjalan Belajar mekan makanan padat Belajar berbicara Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh Mencapai stabilitas fisiologik Membentuk pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang lain Belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan kata hati 2.



Masa Anak Sekolah



Belajar ketangkasan fisik untuk bermain Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organism yang sedang tumbuh Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya Belajar peranan jenis kelamin Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan kehidupan sehari-hari Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai Belajar membebaskan ketergantungan diri Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembga-lembaga 3.



Masa Remaja



Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita Menginginkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab social Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki Perkembangan skala nilai Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih adekwat Persiapan mandiri secara ekonomi Pemilihan dan latihan jabatan Mempersiapkan perkawinan dan keluarga 4.



Masa Dewasa Awal



Mulai bekerja Memilih pasangan hidup Belajar hidup dengan suami/istri Mulai membentuk keluarga Mengasuh anak Mengelola/mengemudikan rumah tangga Menerima/mengambil tanggung jawab warga Negara Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan 5.



Masa Usia Madya/Masa Dewasa Madya



Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berbahagia Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh. Robert J. Havighurst (1961) mengartikan tugas – tugas perkembangan itu merupakan suatu hal yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang apabila berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya tapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu yang bersangkutan dan kesulitan – kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya. Hurlock (1981) menyebut tugas – tugas perkembangan ini sebagai social expectations yang artinya setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui oleh berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Faktor sumber munculnya tugas – tugas perkembangan :



1. Adanya kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu 2. Tuntutan masyarakat secara kultural : membaca, menulis, berhitung, dan organisasi 3. Tuntutan dari dorongan dan cita – cita individu sendiri (psikologis) yang sedang berkembang itu sendiri : memilih teman dan pekerjaan 4. Tuntutan norma agama Adapun tugas – tugas perkembangan pada setiap fase perkembangan (Robert J. Havighurst (Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen, 1974; Havighurst, 1976) ) sebagai berikut : 1. Tugas – tugas perkembangan pada usia bayi dan kanak – kanak (0 – 6 tahun) a. Belajar berjalan. b. Belajar memakan makanan padat. c. Belajar berbicara. d. Belajar buang air kecil dan buang air besar. e. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin. f. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis. g. Membentuk konsep – konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam. h. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang – orang disekitarnya. i. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti mengembangkan kata hati. Menurut beberapa ahli psikologi lainnya tentang tugas perkembangan disetiap fase – fase perkembangan 0 – 6 tahun : 1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of life : a. Fase pertama (0 – 1 tahun) Belajar menghayati berbagai objek diluar diri sendiri, melatih fungsi – fungsi motorik. b. Fase kedua (2 – 4 tahun) Belajar mengenal dunia objektif diluar diri sendiri, disertai dengan penghayatan yang bersifat subjektif. Misalnya anak bercakap – cakap dengan bonekanya atau berbincang – bincang dan bergurau dengan binatang kesayangannya.



c. Fase ketiga ( > 5 tahun) Belajar bersosialisasi. Anak mulai memasuki masyarakat luas (pergaulan dengan teman sepermainan (TK) dan sekolah dasar. Menurut Soe’oed (dalam Ihromi, ed., 1999 : 30) syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi sosial. A. Gosin (Soe’oed, dalam Ihromi, ed., 1999 : 30) : sosialisasi adalah proses belajar yang dialami oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai – nilai dan norma – norma agar dia bisa berpartisipasi sebagai anggota dalam masyarakatnya. 2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental Psychology : a. Prenatal, yaitu masa konsepsi anak sampai umur 9 bulan dikandungan ibu. b. Masa natal : 1.) Infancy atau neonatus (dari lahir sampi usia 14 hari), penyesuaian terhadap lingkungan 2.) Masa bayi (2 minggu sampai 2 tahun), bayi tidak berdaya dan sangat tergantung pada lingkungan dan kemudian (karena perkembangan) anak mulai berusaha menjadi lebih independen. 3.) Masa anak ( > 2 tahun) Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga dia merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari lingkungan yang ada.



3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society : a. Masa bayi (0 – 1,5 tahun), anak belajar bahwa dunia merupakan tempat yang baik baginya, dan ia belajar menjadi optimis mengenai kemungkinan – kemungkinan mencapai kepuasan. b. Masa Toddler (1,5 – 3 tahun) Anak belajar menggunakan kemampuan bergerak sendiri untuk melaksanakan dua Tugas penting, yakni pemisahan diri dari ibu dan mulai menguasai diri, lingkungan, dan keterampilan dasar untuk hidup. c. Awal masa kanak – kanak ( > 4 tahun) Anak belajar mencontoh orang tuanya, pusat perhatian anak berubah dari benda ke orang.



2. Tugas – tugas perkembangan pada masa sekolah (6 – 12 tahun)



Menurut Robert J. Havighurst (Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen, 1974; Havighurst, 1976) tugas – tugas perkembangan masa ini adalah : a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan : bermain sepak bola, loncat tali, berenang. b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. c. Belajar bergaul dengan teman – teman sebaya. d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung f. Belajar mengembangkan konsep sehari – hari. g. Mengembangkan kata hati h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga – lembaga. Menurut ahli psikologi lain tentang tugas – tugas perkembangan fase anak 6 – 12 tahun : 1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of life : a. Fase ketiga (6 – 8 tahun) Anak belajar bersosialisasi dengan lingkungannya. b. Fase keempat (9 – 12 tahun) Anak belajar mencoba, bereksperimen,bereksplorasi, yang distimulasi oleh dorongan – dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar



2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental Psychology : a. Masa anak (6 – 11 tahun). Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan. b. Masa praremaja (11 – 12 tahun). Anak belajar memberontak yang ditunjukkan



dengan tingkah laku negatif.



3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society : a. Awal masa kanak – kanak (6 – 7 tahun) Anak belajar menyesuaikan diri dengan teman sepermainannya, ia mulai bisa melakukan hal – hal kecil (berpakaian, makan) secara mandiri. b. Akhir masa kanak – kanak (8 – 11 tahun) Anak belajar untuk membuat kelompok dan berorganisasi. c. Awal masa remaja (12 tahun) Anak belajar membuang masa kanak – kanaknya dan belajar memusatkan perhatian pada diri sendiri.



3. Tugas – tugas perkembangan remaja (adolescence) dan dewasa Masa ini merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka, dalam Pikunas, 1976 ; Kaczman & Riva, 1996). Remaja merupakan masa berkembangnya identity (identitas) (Erik Erickson (Adams & Gullota, 1983 : 36 – 37; Conger, 1977 : 92 – 93)). Identity adalah suatu pengorganisasian dorongan – dorongan (drives), kemampuan – kemampuan (abilities), keyakinan – keyakinan (beliefs), dan pengalaman – pengalaman individu kedalam citra diri (images of self) yang konsisten (Anita E. Woolfolk). Lustin Pikunas (1976 : 257 – 259), masa remaja akhir ditandai oleh keinginan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang secara matang agar dapat diterima oleh teman sebaya, orang dewasa, dan budaya. Menurut beberapa ahli tugas – tugas perkembangan pada masa ini adalah : 1. William Kay a. Menerima fisiknya sendiri beriku keragaman kualitasnya. b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur – figur yang menjadi otoritas. c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul



dengan teman sebaya atau orang lain baik secara individual maupun kelompok. d. Menemukan manusia model untuk dijadikan identitasnya. e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri. f. Memperkuat kemampuan mengendalikan diri atas dasar prinsip atau falsafah hidup. g. Mampu meninggalkan masa kanak – kanaknya.



2. Robert J. Havighurst (1961) a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. b. Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif. d. Mencapai kemadirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. e. Mancapai jaminan kemandirian ekonomi. f. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan). g. Belajar merencanakan hidup berkeluarga. h. Mengembangkan keterampilan intelektual. i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. j. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku. k. Mengamalkan nilai – nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan dalam kehidupan sehari – hari, baik pribadi maupun sosial.



3. Charlotte Buhler (1930) Belajar melepaskan diri dari persoalan tentang diri sendiri dan lebih mengarahkan



minatnya pada lapangan hidup konkret, yang dahulu dikenalnya secara subjektif belaka.



4. Elizabeth B. Hurlock (1978) Belajar menyesuaikan diri terhadap pola – pola hidup baru, belajar untuk memiliki cita – cita yang tinggi, mencari identitas diri dan pada usia kematangannya mulai belajar memantapkan identitas diri



5. Erik Erikson (1963) Anak mulai memusatkan perhatian pada diri sendiri, mulai menentukan pemilihan tujuan hidup, belajar berdikari, belajar bijaksana.