6 0 607 KB
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
PERILAKU BATUAN - 4
Suseno Kramadibrata Made Astawa Rai Ridho K Wattimena Laboratorium Geomeknika FIKTM - ITB
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Pendahuluan
Batuan mempunyai perilaku (behaviour) yang berbeda-beda pada saat menerima beban. Perilaku batuan ini dapat ditentukan antara lain di laboratorium dengan uji kuat tekan. Dari hasil uji dapat dibuat kurva tegangan-regangan, kurva creep dari uji dengan tegangan konstan, dan kurva relaksasi dari uji dengan regangan konstan. Dengan mengamati kurva-kurva tersebut dapat ditentukan perilaku dari batuan.
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Elastik & Elasto-Plastik Perilaku batuan dikatakan elastik (linier maupun non linier) jika tidak terjadi deformasi permanen pada saat tegangan dibuat nol Kurva tegangan-regangan dan regangan-waktu untuk perilaku batuan elastik linier dan elastik non linier Plastisitas adalah karakteristik batuan yang mengijinkan regangan (deformasi) permanen yang besar sebelum batuan tersebut hancur (failure).
σ
σ
Elastik non linier reversible
σ
ε
Elastik linier reversible
ε1
ε
ε
t
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Kurva σ – ε – t
σ
Hookean Materials Elastik
σ
St. Venen Plastik Materials
ε
Newtonian Materials Viscous – perfect/pure
σ0 σo = μ W
E=
σ
σ E Spring
ε
ε
σ ε
W
σο
t σ
σ 3η Dashpot
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Kurva σ − ε & ε - t Perilaku Batuan Elasto-Plastik
σ
ε σ1 > σ E
σ
ε1 E
σ1 = 0
ε
ε
E
t
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Kurva σ - ε Perilaku Batuan Elasto-Plastik Sempurna
σ σE
εr
εr
ε
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Kurva σ - ε Perilaku Batuan Elastik-Fragile σ σE
εE
ε
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Perilaku Kurva σ - ε Perilaku batuan sebenarnya yang diperoleh dari uji kuat tekan digambarkan oleh Bieniawski (1984). Pada tahap awal batuan dikenakan gaya, kurva berbentuk landai dan tidak linier yang berarti bahwa gaya yang diterima oleh batuan dipergunakan untuk menutup rekahan awal (pre-existing cracks) yang terdapat di dalam batuan. Sesudah itu kurva menjadi linier sampai batas tegangan tertentu yang kita kenal dengan batas elastik (σE) lalu terbentuk rekahan baru dengan perambatan stabil sehingga kurva tetap linier. Sesudah batas elastik dilewati maka perambatan rekahan menjadi tidak stabil, kurva tidak linier lagi dan tidak berapa lama kemudian batuan akan hancur. Titik runtuh ini menyatakan kekuatan batuan.
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Bieniawski (1967)
Proses terjadinya perambatan rekahan mikro di dalam batuan pada rayapan identik dengan proses runtuhan yang terjadi pada uji kuat tekan uniaksial yaitu:
Penutupan rekahan (closing of crack)
Deformasi elastik sempurna (perfectly elastic deformation)
Perambatan rekahan stabil (stable fracture propagation)
Perambatan rekahan tidak stabil (unstable fracture propagation)
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Kurva σ − ε UCS Tegangan Strength failure
D 4. Perambatan rekahan tidak stabil
Critical energy release (long term strength)
C 3. Perambatan rekahan stabil
Fracture initiation
B
εl Crack closure
εv
εa
2. Deformasi elastik sempurna
A 1. Penutupan rekahan
O
εl= regangan lateral; εv = regangan volumetrik; εa= regangan aksial
Regangan
Kekuatan Jangka Panjang TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Bieniawski (1970) s1 s2 s3 s5 s4 s6 E1 E2 E3 E4
E5 E6
e1 e2
e3
e4
e5 e6
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Kekuatan Jangka Panjang
Griggs, 1939 - Fundamental strength Phillips, 1948 - True strength Potts, 1964 - Time safe stress Price, 1960 - Longterm strength Vutukuri (1978) – Time dependent strength = maximum stress that is carried by a rock without any failure
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Creep Pada σ - ε σ
ε
Failure
IV Creep tidak stabil
III Creep kestabilan semu
Uji Kuat Tekan
εa
II Creep stabil I tidak ada creep
O
t
Uji Creep Kuat Tekan
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Relaksasi Pada σ - ε σ
σ IV Relaksasi tdk stabil
III Relaksasi kestabilan semu
II Relaksasi stabil I Tdk ada relaksasi
εa
εa
ε
I
Rayapan Primer
II
III
Rayapan Sekunder
Rayapan Tersier
E
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
D C H
Rayapan
A F
O
t
G
OA - Regangan elastik seketika AC - Rayapan primer (transient creep) – laju deformasi menurun fungsi waktu - deformasi elastik tertunda - jika tegangan dibebaskan sebelum melewati (C), terjadi instantaneous recovery (CF) diikuti dengan delayed elastic recovery (FG). CD - Rayapan sekunder (steady-state creep) – laju deformasi konstan DE - Rayapan tersier (accelerated rate creep) – laju deformasi menaik fungsi waktu - runtuh Jika tegangan tetap diberikan setelah (C) → rayapan sekunder dgn laju regangan konstan & contoh mengalami deformasi permanen. Jika tegangan dibebaskan sepanjang titik (CD), → deformasi permanen & tidak kembali ke kondisi semula. Deformasi permanen = f(laju regangan tetap & t pembebanan yang dialaminya)
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Model Reologi
Model reologi untuk rayapan:
model sederhana - Hooke (elastis) & Newton (viskos)
model kompleks - Kelvin, Maxwell, dan Burger
Model Burger model kompleks yang paling banyak digunakan karena dianggap mampu mengakomodasi tahapan dalam rayapan Tahap regangan seketika & rayapan sekunder → model Maxwell Tahap rayapan primer → model Kelvin Tahap rayapan: regangan seketika, rayapan primer & rayapan sekunder → model Burger [seri antara Maxwell & Kelvin] representatif untuk kepentingan praktis
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Reologi Sederhana 1. Hookean - Elastik σ τ = Gγ , G= modulus geser
σ E= ε σ
σ
ε
E - Spring
Reologi Sederhana 2. Newtonian - Plastik Sempurna TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
σ
ε W
σ0
Δε
σο
σo = μ W
Δt
ε
t
σ
σ 3η Dashpot
Suatu material plastik sempurna adalah material yang tidak akan terdeformasi sama sekali selama tegangan yang diterimanya lebih kecil dari tegangan batas σo. Jika tegangan yang diterima sama atau lebih besar dari batas tersebut (σo) , material akan terus terdeformasi tanpa penambahan tegangan. Model material tersebut adalah sebuah beban W diletakkan pada permukaan yang memiliki koefisien gesekan tetap μ
Reologi Sederhana 2. Newtonian – plastik/Viscous – perfect/pure TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Δε σ = 3η Δt τ = ηγ (η = Viscocity
τ =
σ1
υ = 0 .5
2
Shear
stress
τ = ηγ = γ = 3
max
tetap ) − ε 3 = −ε 2 =
γ = ε1 − ε 2 = 3
σ1
ε1
ε1 2
2
2
ε1
⎛σ1 ⎞ ⎛ ε ⎞ ⎜ ⎟ = η⎜3 1 ⎟ ⎝ 2 ⎠ ⎝ 2 ⎠ • dε ⇒ σ = 3η dt
⇒
2
σ 1 = η 3ε 1
Reologi Sederhana TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
3. St. Venent – Elasto Plastik Sempurna σ
σ
W
σ0
E W
σο
σο
σ0
ε
ε
Material elasto-plastik sempurna (material St. Venant)
Material St. Venant adalah material yang berperilaku elastik sempurna pada aplikasi tingkat tegangan di bawah σo , dan plastik sempurna ketika σo tersebut tercapai.
Jadi, material ini adalah kombinasi dari suatu elemen elastik sempurna E dan elemen plastik sempurna W yang disusun secara seri.
Reologi Kompleks 4. Maxwell – Elasto viscous
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
ε
Eε
σ
σ/E
ε
σ
1
=
t
σ
ε
k
ε = ε1 + ε 2 σ σ ε = + E η System ε = 0 σ σt + ε = E η
2
σ η
=
σο
η
E
t
Regangan seketika disusul dengan kenaikan reganan secara linear
t = 0
Reologi Kompleks 4. Kelvin – Firm Viscous
ε
εo
σ/E
ε
t
ε=
σ 0 ⎛⎜ E ⎜⎝
1− e
Et − 3η
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
t E
σ
σ 3η
σ= σ’ + σ” σ= Eε + 3 ηε
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Reologi Kompleks 4. Generalized Kelvin
ε
σ ( E1 + E 2 )
E1
E1E 2
E2
σ 3η
σ/E
t
σ = η1ε1 + E1ε1 σ = E2ε2 ε = ε1 + ε2 σ = η1(ε – (σ/E1) + k1(ε – (σ/E2) η1σ + (E1 + E2) σ = E2(η1ε + E1ε)
Reologi Kompleks 4. Burger
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
ε
E1 E2
σ 3η 3η
t
ε=
σ k2
+
σ ⎛⎜
k1 ⎜⎝
1− e
−
t t1
⎞ σt ⎟+ ⎟ η2 ⎠ G1 t
2σ σ σ σ − σt ε 1 (t ) = 1 + 1 + 1 − 1 e η1 + 1 9k 3G 2 3G1 3G1 3η 2 k=
E 3(1 - 2 μ )
Model merepresentasikan model material yang paling sederhana daripada regangan pada saat reganagan primer dan sekunder. Model ini adalah yang paling cocok untuk material sedimen η1 = Delayed rate elasticity η2 = rate viscous flow G1 = delayed elasticity G2 = elastic shear modulus
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Model Reologi untuk Tipe Batuan yang Berbeda (Lama & Vutukuri, 1978) Jenis batuan
Model Reologi
Perilaku
Sumber
Batuan keras
Hookean
Elastik
Obert dan Duvall, 1967
Batuan pada umumnya
Kelvin
Viskoelastik
Salustowicz, 1958
Batuan pada kedalaman yang cukup besar
Maxwell
Viskoelastik
Salustowicz, 1958
Batuan yang dibebani untuk jangka pendek
Generalized Kelvin atau Nakamura
Viskoelastik
Nakamura, 1940
Sandstone, Limestone, batuan lain
Model Hooke diparalel dengan Maxwell
Viskoelastik
Ruppeneit dan Libermannn, 1960
Batubara
Modified Burger
Viskoelastik
Hardy, 1959; Bobrov, 1970
Dolomit, Claystone, dan Anhydrite
Model Hooke dan sejumlah model Kelvin secara seri
Viskoelastik
Langer, 1966, 1969
Batuan Carboniferous
Kelvin
Viskoelastik
Kidybinski, 1966
Batuan Carboniferous
St Venant paralel dengan Newtonian
Elastoviskoplastik
Loonen dan Hofer, 1964
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Simbol
σ = tegangan γ = regangan geser ε = regangan μ = koefisien gesek E = Modulus Young η = koefisien viskositas W = beban Kuznetsov dan Vashcillin
Model Reologi
Hubungan regangan-waktu
Model mekanik
Rumus
Grafik
Diskripsi Model
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Hooke E
ε
σ
Regangan elastik seketika
E t
Newton 3η
σ
ε (t ) =
σ
3η
ε
Rayapan sekunder
t t
Kelvin
E
⎛
σ
ε (t ) =
σ ⎜
1−e E ⎜⎜ ⎝
3η
−
σ/E
ε
E ⎞ t 3η ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
Rayapan primer t
Maxwell
E
ε
3η
σ
ε (t ) =
σ E
+
σ 3η
t σ/
t
E
Burger
E1 E2
3η1
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
ε =
σ
σ 3η2
ε (t ) = +
σ t 3η 2
σ E2
+
E − 1 t σ ⎛ ⎜ 1 − e 3η 1 E 1 ⎜⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
Regangan elastik seketika dan rayapan sekunder
ε
σ/E2
Regangan elastik seketika, rayapan primer dan sekunder t
2.5 KURVA RAYAPAN SAMPEL C 02
1.5
REG AKSIAL
1.0
0.5
0.0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
240
260
Waktu (jam)
Grafik Rayapan, Station 3 Slice 3 (Regangan Vs Waktu), Dinding Kiri
Kurva Creep Regangan (x 0,001)
Regangan (%)
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
2.0
1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60
y = 0,0006x + 1,2542 R2 = 0,8509
y = 0,2549x 0,3465 R2 = 0,9967 y = 0,0261x R2 = 1
0,40 0,20 0,00 0
100
200
300
400
Waktu (jam )
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Kurva Rayapan Umum - Regangan
ε = εe + ε(t) + At + εT(t) ε = regangan total εe = regangan elastik seketika ε (t) = fungsi regangan - rayapan primer
At
= fungsi regangan linier terhadap waktu - rayapan sekunder
εT (t) = fungsi regangan - rayapan tersier
500
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Kurva sederhana rayapan primer yang cocok, ε(t) = Atn Andrade (1910): rayapan pada logam lunak, ε(t) = At0.33 Rayapan pada massa batuan ≈ perambatan rekahan Tahap rayapan primer: batuan beradaptasi dengan tegangan yang diaplikasikan dan perambatan rekahan berjalan lambat hingga mencapai stabil hampir mendekati konstan. Tahap rayapan sekunder: kerusakan batuan semakin bertambah hingga pada akhirnya mencapai tahap tersier terjadi percepatan perambatan rekahan yang tidak terkontrol dan batuan mengalami runtuhan. Pada suhu kamar dan tekanan atmosfir, rekahan mikro berperan dominan dalam perilaku rayapan batuan, terutama pada batuan dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan dengan kekuatan butir. Rekahan mikro akan meningkatkan efek pada tahap rayapan tersebut. Beberapa orientasi rekahan akan menjalar pertama kali sebagai tekanan minimum kritis dan diikuti oleh rekahan lainnya, dimana sebagian kecil orientasi akan menimbulkan rayapan sekunder. Pada tahap akhir, karena kerusakan semakin besar pada spesimen, perambatan rekahan menjadi tidak stabil dan memberikan rayapan tersier (Lama & Vutukuri, 1978).
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Faktor Yang Mempengaruhi Rayapan Jenis Beban Wawersik & Brown (1973): Rayapan UCS & UTS batu granit Westerly percepatan rayapan meningkat sedikit demi sedikit hingga tercapai rayapan tersier. Sebelum contoh runtuh ada tanda-tanda keruntuhan yang ditunjukan oleh pengukur deformasi. Sedang pada beban tarik, rayapan tersier terjadi begitu cepat dan tidak ada tanda-tanda sebelum terjadi keruntuhan. Chugh (1974): Rayapan UCS & UTS - laju rayapan UTS batu pasir = 6 kali laju rayapan UCS batupasir. Laju rayapan UTS batu gamping & granit = x kali laju rayapan UCS batu gamping & granit. Tingkat Tegangan Besarnya rayapan = f(tegangan yang diterima batuan). Jika tegangan yang diterima kecil → regangan yang terjadi terlampau kecil. Jika tegangan yang diberikan besar → kurva akan langsung menuju tahap tersier & disusul dgn keruntuhan & tahap ini berlangsung sangat cepat. Afrouz dan Harvey (1974) melakukan uji batuan yang berbeda yaitu dalam kondisi jenuh air dan kering pada tingkat tegangan yang berbeda dan memperoleh data bahwa pada tingkat beban dua kali lipat rayapan sekunder naik 90% sedangkan rayapan primer naik 50%-80%.
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Faktor Yang Mempengaruhi Rayapan Kandungan Air dan Kelembaban Griggs (1940) batuan Alabaster yang dicelup dalam larutan HCl & kecepatan rayapannya lebih cepat dibandingkan dalam air walaupun kelarutannya lebih kecil tapi bukan fungsi waktunya. Kanagawa & Nakaarai (1970) pada batusabak (slate) dan porfirit kondisi kering laju regangan awalnya lebih besar 2-5 kali, tetapi setelah 20-100 hari laju regangan pada kondisi rayapan sekunder cenderung sama. Jenis batuan yang berbeda akan mempunyai kemampuan untuk menyerap air yang berbeda khususnya pada batuan sedimen. Afrouz & Harvey (1974) menyatakan bahwa pada batuan lunak (soft rock) yang jenuh, laju rayapan akan meningkat, sebesar tiga kali pada batubara dan delapan kali pada batuserpih (shale) Faktor Struktur Lacomte (1965) meneliti pengaruh ukuran butiran terhadap perilaku rayapan pada batu garam (salt-rock), peningkatan ukuran butir mengurangi kecepatan rayapan. Temperatur Mc Clain dan Bradshaw (1970) pengaruh panas pada pilar batugaram pemanasan meningkatkan laju regangan sekitar 100 kali. Kuznetsov dan Vashcillin (1970) menguji batupasir menyatakan bahwa deformasi rayapan sekunder akan meningkat dengan meningkatnya temperatur.
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Analogi Uji Rayapan vs. Uji UCS Uji rayapan
Uji kuat tekan uniaksial
Regangan elastik seketika
Penutupan rekahan
Rayapan primer
Deformasi elastik sempurna
Rayapan sekunder
Perambatan rekahan stabil
Rayapan tersier
Perambatan rekahan tidak stabil
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Hubungan σ - ε Untuk Perilaku Batuan Elastik Linier & Isotop 0.5 ΔL
[ε1, ε2, ε3] = f [σ1, σ2, σ3] L/D=2 σ1
0.5 ΔL D + ΔD
σ2 σ3
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
σ – ε Batuan Elastik Linear & Isotrop 1. Batuan dikenakan tegangan sebesar σ1 pada arah (1), sedangkan pada arah (2) dan (3) = 0
ε1 =
σ1
ε2 =−
E
νσ 1 E
ε3 = −
νσ 1 E
2. Batuan dikenakan tegangan sebesar σ2 pada arah (2), sedangkan tegangan pada arah (1) dan (3) = 0
ε1 = −
νσ 2 E
ε2 =
σ2
ε3 = −
E
νσ 2 E
3. Batuan dikenakan tegangan sebesar σ3 pada arah (3), sedangkan tegangan pada arah (1) dan (2) = 0
ε1 = −
νσ 3 E
ε2 =−
νσ 3 E
ε3 =
4. Batuan dikenakan tegangan
σ3 E
σ 1 pada arah (1) # ε 1 total = σ 2 pada arah (2) # ε 2 total = σ 3 pada arah (3) # ε 3 total =
σ1 ν E
−
E
(σ 2 + σ 3 )
σ2 ν E
−
E
σ3 ν E
−
E
(σ 1 + σ 3 ) (σ 1 + σ 2 )
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
1.
Bentuk umum hubungan σ & ε adalah sebagai berikut (arah prinsipal): N = σ1 + σ2 + σ3 i bervariasi dari 1 sampai 3.
ν ⎛1 + ν ⎞ N ⎟ σ1 − E ⎝ E ⎠
ε1 = ⎜
2. Jika tidak pada arah prinsipal maka hubungan regangan tegangan adalah: i bervariasi dari 1 sampai 3 j bervariasi dari 1 sampai 3
ν ⎛1 + ν ⎞ Nδ ij ⎟ σ ij − E ⎝ E ⎠
ε ij = ⎜
Strain tensor : i
Stress tensor : i
⎛ ε 11 ε 12 ⎜ ⎜ ε 21 ε 22 ⎜ε ⎝ 31 ε 32
ε 13 ⎞ ⎟ ε 23 ⎟ ε 33 ⎟⎠
⎛ σ 11 σ 12 σ 13 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ σ 21 σ 22 σ 23 ⎟ ⎜σ ⎟ ⎝ 31 σ 32 σ 33 ⎠
dij = 0 jika i ≠ j dij = 1 jika i = j
3. Bentuk umum hubungan tegangan dan regangan adalah sebagai berikut :
σi = μ εi + λi ξ (arah prinsipal) ξ = ε1 + ε2 + ε3 TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
i bervariasi dari 1 sampai 3
Modulus Geser = G = μ =
λ=
E 2(1 +ν )
Eυ (1 +ν )(1 − 2ν )
μ dan λ dikenal sebagai koefisien Lame
4. Jika tidak pada arah prinsipal maka hubungan σ & ε: σij = 2 μεij + λξ x δij i bervariasi dari 1 sampai 3 j bervariasi dari 1 sampai 3
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Hubungan σ & ε Pada Bidang Untuk Perilaku Batuan Elastik Linier & Isotrop
Untuk menyederhanakan perhitungan hubungan antara tegangan dan regangan maka dibuat model dua dimensi di mana pada kenyataannya adalah tiga dimensi. Model dua dimensi yang dikenal adalah :
Regangan bidang (plane strain)
Tegangan bidang (plane stress)
Symmetrical revolution
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Regangan Bidang (Plane Strain) Misalkan sebuah terowongan yang mempunyai sistem sumbu kartesian x, y & z dipotong oleh sebuah bidang dengan sumbu x, y, sehingga : εz = 0
Y
γyz = 0 (γyz = ε23) γxz = 0 (γxz = ε13) X
εz = σz
E
υ
−
υ E
(σ x + σ y ) = 0
(σ x + σ y ) E 1 1 1 ε x = (σ x − υσ y − υσ z ) = (σ x − υσ y − υ 2σ x − υ 2σ y ) = (1 − υ 2 )σ x − υ (1 + υ )σ y ) E E E 1 1 1 ε y = (σ y − υσ x − υσ z ) = (σ y − υσ x − υ 2σ x − υ 2σ y ) = (1 − υ 2 )σ y − υ (1 + υ )σ x ) E E E (1 − υ ) E υE σx = εx + ε y = (λ + 2 μ )ε x + λε y (1 + υ )(1 − 2υ ) (1 + υ )(1 − 2υ ) (1 − υ ) E υE σy = εy + ε x = (λ + 2 μ )ε y + λε x (1 + υ )(1 − 2υ ) (1 + υ )(1 − 2υ ) E τ xy = γ xy dengan τ xy = σ 12 dan γ xy = ε 12 2(1 + υ ) τ xy = μγ xy E
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
σz
=
σ z = υ (σ x + σ y ) ⎡ (1 − υ ) E ⎢ ⎧σ x ⎫ ⎢ (1 + υ )(1 − 2υ ) υE ⎪ ⎪ ⎢ ⎨σ y ⎬ = ⎢ ⎪τ ⎪ ⎢ (1 + υ )(1 − 2υ ) ⎩ xy ⎭ ⎢ 0 ⎢⎣
υE (1 + υ )(1 − 2υ ) (1 − υ ) E (1 + υ )(1 − 2υ ) 0
⎤ ⎥ ⎥⎧ ε x ⎫ ⎪ ⎪ 0 ⎥⎨ ε y ⎬ ⎥ ⎪ ⎪ E ⎥ ⎩γ xy ⎭ ⎥ 2(1 + υ ) ⎥⎦ 0
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Tegangan Bidang (Plane Stress) Pada tegangan bidang maka seluruh tegangan pada salah satu sumbu sama dengan nol. σz = 0, τxz = 0, τyz = 0. Z εz = 0 & σ z = 0
1 ε x = (σ x − υσ y ) E 1 ε y = (σ y − υσ x ) E
γ xy =
γ xy
G σ z = 0 = γ xz = γ yz
σy ε y
εz # 0 −υ (σ x + σ y ) E E σx = (ε x + υε y ) (1 − υ 2 ) E σy = (ε y + υε x ) (1 − υ 2 ) τ xy = Gγ xy
εz =
σx ε x
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Symmetrical Revolution Jika sebuah benda berbentuk silinder diputar pada sumbunya maka benda tsb dapat diwakili oleh sebuah bidang. Karena sumbunya merupakan sumbu simetri maka benda tsb cukup diwakili oleh bidang yang diarsir
Elemen yang mewakili
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Contoh Metode Perhitungan Analisis Dengan FEM
Untuk memperkirakan deformasi yang terjadi pada permukaan tanah Model dianggap sebagai suatu massa yang kontinu 2 Pendekatan analisis yaitu, penurunan tekanan hidrostatis lumpur dan adanya rongga (cavity) bawah tanah
Model Analisis
Model Axisymmetric
Model Plainstrain
Load
Load
Load
Î
Load
Load
Bentuk Original
Potongan Model
Load
Model 2D yang dianalisis
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Model Axisymmetric
SKETSA PERKIRAAN DIMENSI KAWAH LUMPUR SIDOARJO
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Lubang
Kepundan
Kepundan
Kepundan
Lubang Lubang
Pembawa Lumpur Pembawa Lumpur
Model Axisymmetric Keseluruhan
Potongan Model Axisymmetric
Model Axisymmetric Yang DIanalisis
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Pendekatan Pemodelan Numerik Pemodelan dilakukan dengan dua kondisi pendekatan
Kondisi 1, Pemodelan massa batuan tanpa material lumpur • Analisis pada penurunan profil permukaan tanah akibat adanya lubang saluran mud diapir dan penurunan tekanan hidrostatis dari lumpur di bawah tanah • Lumpur dianggap sebagai material yang bersifat hidrostatis, dan pemodelan dilakukan dengan mengganti material lumpur dengan memberikan tekanan hidrostatis kepada massa batuan • Tekanan hidrostatis akan menurun seiring dengan keluarnya lumpur ke permukaan
Kondisi 2, Pemodelan massa batuan dengan material lumpur • Analisis pada penurunan profil permukaan tanah akibat adanya lubang saluran mud diapir dan lumpur yang keluar sehingga meninggalkan ruang kosong (cavity)
0 -0.2 0 -0.4 Penurunan (m)
TA 3111 Mekanika Batuan – Perilaku Batuan
Pemodelan Lubang Mud-diapir
200
400
600
800
-0.6 -0.8 -1 -1.2 -1.4 -1.6 -1.8 -2 Jarak (m)
1000
1200
1400