Membangun Wisata Melalui Promosi Desa Wisata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Membangun Pariwisata Melalui Desa Wisata



Membangun Pariwisata Melalui Desa Wisata



Penyusun Ida Erlinda Pendamping Lia Afriza Pewajah Isi Algebra Desain Cover Grafis Den’shop



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA PASAL 72 KETENTUAN PIDANA SANKSI PELANGGARAN



1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).



Kata Pengantar Alhamdulilah puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya yang diberikan sehingga dalam perjalanan saya dalam penyusunan buku dengan judul Membangun Pariwisata melalui Desa Wisata telah dapat tersusun dan diselesaikan dengan baik. Buku ini sangat begitu penting bagaimana membangun daerah wisata yang berada di desa-desa dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Pariwisata merupakan sektor yang begitu penting bagi setiap negara dari peradaban, seni dan budaya, keindahan alam, serta berbagai kreasi yang bisa menjadi unsur pariwisata. Membangun pariwisata di masa pademi Covid-19 sungguh perjalanan dengan penuh rintangan yang telah mengakibatkan keterpurukan ekonomi dan kemunduran pariwisata secara keseluruhan. Sehingga pariwisata dengan cara membangun pariwisata melalui desa wisata salah satu penompang untuk membangkitkan pariwisata secara nasional. Kegigihan dan kebersamaan yang melibatkan semua lapisan masyarakat setempat, sehingga dalam membangun pariwisata melalui desa wisata akan dapat mengembalikan kembali pertumbuhan ekonomi masyarakat yang ada disekitar pedesaan. Upaya tersebut membuahkan hasil dengan rumusan strategi konsep membangun kepariwisataan di pedesaan dapat terwujud demi tercapainya kemaslahatan bangsa. i



Diharapkan pada penyusunan buku ini menjadi saksi atas kebangkitan desa wisata dan perekonomiaan pedesaan ditengah masa pademi Covid-19 yang dapat memberikan jawaban dan pencerahan bagi pemerintah, mahasiswa, hingga pengusaha disektor pariwisata. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah senantiasa melindungi kita semua. Aamiin. Subang,



Desember 2021 Penulis



ii



Daftar Isi Kata Pengantar ................................................................. Daftar Isi .......................................................................... Daftar Gambar ..................................................................



i ii vi



Bab 1 Pendahuluan .......................................................... 1.1. Hakekat Membangun ..................................... 1.2. Membangun Indonesia dari Desa ................... 1.3. Tujuan dan Manfaat Membangun ................... 1.4. Dampak Membangun bagi Masyarakat .......... 1.5. Pentingnya Membangun Desa ........................



1 1 3 8 11 13



Bab 2 Karakteristik Membangun Pariwisata .................... 2.1. Iklim dan Budaya ........................................... 2.2. Sadar Wisata Masyarakat ............................... 2.3. Sapta Pesona di Pedesaan ............................... 2.4. Kebutuhan wisatawan .................................... 2.5. Pemasaran Destinasi Wisata ...........................



15 15 18 19 22 23



Bab 3 Potensi Desa .......................................................... 3.1. Potensi Sumber Daya Manusia ....................... 3.2. Potensi Sumber Daya Alam ........................... 3.3. Potensi Sumber Daya Budaya Lokal .............. 3.4. Potensi Sejarah .............................................. 3.5. Potensi Kuliner .............................................. 3.6. Potensi Kreasi Kriya / Kerajinan ....................



33 33 34 35 37 39 44



iii



Bab 4 Pengelolaan Desa Wisata ....................................... 4.1. Pengertian Pengelolaan, Desa, dan Wisata ...... 4.2. Pengelolaan Potensi Wisata Pedesaan ............. 4.3. Pengelolaan Desa Wisata dalam Perspektif Community Based Tourism (CBT) .................. 4.4. Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal ............................................................. 4.5. Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat ..............................



48 48 59 65 69 73



Bab 5 Komponen Pengembangan dalam Pariwisata Desa Wisata .......................................................... 75 5.1. Daya Tarik (Attraction) .................................. 75 5.2. Fasilitas / Sapras (Amenities) .......................... 82 5.2.1. Rumah Makan ..................................... 85 5.2.2. Cinderamata ........................................ 86 5.2.3. Fasilitas Umum ................................... 87 5.3. Tambahan (Ancillary) .................................... 90 5.4. Aktivitas (Activity) .......................................... 91 5.5. Aksesibilitas (Accessibilities) ......................... 93 5.1.1. Jaringan Jalan ...................................... 96 5.1.2. Petunjuk Arah Wisata .......................... 97 5.1.3. Plang Nama Wisata ............................. 98 5.6. Akomodasi (Accommodation) ......................... 99 5.7. Paket yang Tersedia (Available Package) ....... 102 Bab 6 Profil Desa Wisata Unggulan Kabupaten Subang ... 104 6.1. Desa Wisata Cibeusi ....................................... 104 iv



6.2. Desa Wisata Sanca ......................................... 6.3. Desa Wisata Cisaat ......................................... 6.4. Desa Wisata Cibuluh ...................................... 6.5. Desa Wisata Pasangrahan ............................... 6.6. DesaWisata Sidajaya ......................................



125 134 140 144 150



Daftar Pustaka .................................................................. 153



v



Daftar Gambar Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12.



Pembangunan Desa Wisata Cibuluh ............. Masyarakat Membangun Desa melalui Gotong Royong di Kampung Adat Banceuy .



7 12



Simbol 7 Sapta Pesona ................................. Peran Pariwisata ........................................... Skema Pengembangan Desa Wisata .............. Contoh Struktur Organisasi Desa .................. Contoh Lembaga Desa ................................. Contoh Struktur Organisasi Pokdarwis ......... Contoh Struktur Organisasi BUMDes ........... Contoh Struktur Organisasi Koperasi ............ Contoh Struktur Organisasi Karang Taruna . Pemerintah dan Masyarakat Desa Cibeusi dalam Mendukung Desa Wisata Mandiri ......



66



Gambar 13. Pariwisata Berbasis Community Based Tourism (CBT) .............................................



67



Gambar 14. Pembangunan Pariwisata Baerbasis Lokal atau Kerakyatan ............................................ Gambar 15. Atraction (Daya Tarik Wisata) Alam ............ Gambar 16. Atraction (Daya Tarik Wisata) Budaya ......... Gambar 17. Atraction (Daya Tarik Wisata) Kriya ............



72 80 81 81



Gambar 18. Penyediaan Fasiitas (Aminities) di Tempat Wisata .......................................................... Gambar 19. Model Sistem Desa Wisata ........................... Gambar 20. Papan Nama Wisata di Lokasi Wisata ...........



82 91 93



vi



21 32 59 61 61 62 63 64 64



Gambar 21. Aksesibilitas Pada Kegiatan Pariwisata .........



95



Gambar 22. Akses Jalan Menuju Lokasi Desa Wisata di Kabupaten Subang ................................... Gambar 23. Petunjuk Arah Wisata ................................... Gambar 24. Papan Nama Wisata di Lokasi Wisata ..........



97 98 99



Gambar 25. Penyediaan Akomodasi di Lokasi Desa Wisata .......................................................... 100 Gambar 26. Peta Batas Administrasi Desa Cibeusi Kecamatan Ciater Kabupaten Subang ........... Gambar 27. Curug Cibareubeuy ...................................... Gambar 28. Curug Pandawa ............................................ Gambar 29. Curug Angin ................................................ Gambar 30. Wisata Muara Jambu .................................... Gambar 31. Kegiatan Camping di Muara Jambu .............. Gambar 32. Reving Tubing ............................................. Gambar 33. Sisingaan ..................................................... Gambar 34. Kuda Lumping ............................................. Gambar 35. Goong Renteng ............................................ Gambar 36. Galura .......................................................... Gambar 37. Kesenian Tradisional Bangpret ..................... Gambar 38. Alat Musik Cilempung ................................. Gambar 39. Alat Musik Gembyung ................................. Gambar 40. Gula Aren .................................................... Gambar 41. Beras Hitam .................................................



105 107 109 110 111 111 113 114 115 116 116 117 118 119 120 121



Gambar 42. Tradisi Ngaruat di Kampung Adat Banceuy ....................................................... 129 Gambar 43. Peta Batas Administrasi Desa Cisaat ............ 134 Gambar 44. Peta Batas Administrasi Desa Pasanggrahan . 144 vii



Bab 1. Pendahuluan 1.1. Hakekat Membangun Membangun bagi sebagian orang diartikan sebagai proses fisik, sehingga wujudnya berupa bangunan dan gedung. Ada benarnya, tetapi tidak sepenuhnya benar yang kita bayangkan bagaimana kalau gedung terbangun ternyata tidak dimanfaatkan sebagaimana yang diinginkan, bahkan hanya akan menjadikan sebuah “monumen” belaka (Hermana, 2019). Menurutnya bahwa pembangunan dapat dinikmati untuk kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi bagi masyarakat yang sejatinya pembangunan didasarkan kepada pembangunan manusianya. Oleh karena itu manusialah yang akan menjadi aktor atau pelaku utama apakah semua prasarana terbangun itu dapat memacu untuk aktivitas mereka dan mendongkrak pembangunan ekonominya atau tidak. Prasarana fisik hanyalah sarana untuk membuat agar aktivitas yang ingin dilakukan dapat berlangsung dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai. Sehingga hakikat dari membangun atau pembangunan yang diperlukan sebagai berikut: a. Ada keselarasan, keserasian, kesimbangan, dan kebulatan yang menyeluruh dalam kegiatan pembangunan. b. Pembangunan merata harus dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan tanah air. c. Pembangunan dilaksanakan secara bersama oleh masyarakat dan pemerintah. 1



Pada hakekatnya pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan berpegang pada prinsip yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraannya, yaitu: 1. Kesemestaan. Bahwa pembangunan nasional akan bersifat komprehensif, artinya menyatukan seluruh aspek kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. 2. Partisipasi rakyat. Betapa pun kulifiednya para aparat penyelenggara Negara dan matangnya sebuah program pembangunan yang dicanangkan; tidak akan membawa hasil yang optimal tanpa didukung oleh partisipasi rakyat. 3. Keseimbangan. Mengandung makna bahwa pembangunan nasioanl harus seimbang. 4. Kontinuitas. Cita-cita akhir bangsa Indonesia tidak akan tercapai dalam kurun waktu satu genersi, sehingga harus berusaha mewujudkannya dengan penuh perjuangan secara terus-menerus. 5. Kemandirian. Pelaksanaan pembangunan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri yang bersendikan pada kepribadian bangsa. 6. Skala prioritas. Pelaksanaan pembangunan dibatasi oleh keterbatasan, sehingga tidak mungkin semua bidang atau masalah dilaksanakan atau ditangani dalam waktu bersamaan. 7. Pemerataan disertai pertumbuhan. Hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai harus bisa dinikmati secara merata oleh seluruh bangsa Indonesia.



2



Konsepsi dari membangun berfokus kepada pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah alat untuk mengukur kesuksesan pembangunan dalam mendorong peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat (Raditya, 2019). Menurut dikemukakan oleh Kharisma (2017) dikutip dalam Raditya (2019) bahwa sebuah negara akan dinilai berhasil dalam melaksanakan suatu pembangunan jika pertumbuhan ekonomi mengalami suatu peningkatan yang cukup tinggi sehingga dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Sehingga tujuan dari pembangunan tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mecerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaksud dalam alinea II Pembukaan UUD 1945. 1.2. Membangun Indonesia dari Desa Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya akan potensi sumber daya alam. Namun hingga 70 tahun merdeka, kekayaan alam itu tak terkelola maksimal, salah satunya karena paradigma pembangunan yang menempatkan desa sebagai obyek yang tidak diberdayakan (DISPMD, 2015). Menurutnya bahwa masih ada kenyataannya masyarakat miskin yang umumnya ada di desadesa terpencil. Desa juga identik dengan keterbelakangan serta penumpukan angkatan terhadap tenaga kerja produktif yang 3



menganggur untuk menunggu peruntungan dalam mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data, bahwa angka kemiskinan penduduk di Indonesia pada bulan Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Jumlah itu membuat tingkat kemiskinan mencapai 10,14 persen dari total populasi nasional. Jika dibandingkan pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin meningkat 0,36 persen atau naik 1,12 juta orang. Angka ini diperkirakan meningkat jika tidak ada intervensi lebih besar terhadap masyarakat kelas menengah dan kelas bawah yang rentan terhadap gejolak ekonomi (Yovanda, 2021). Menurutnya bahwa sebelumnya pada Maret 2020 jumlah penduduk miskin tercatat hanya sebesar 26,42 juta. Fakta-fakta miris inilah yang mulai dibongkar dengan penerapan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. “Paradigma pembangunan sudah berubah, dari membangun desa jadi desa membangun. Desa sudah mendapat pengakuan dengan lahirnya Undnang-Undang yang memberikan porsi untuk dapay memprioritaskan desa”. Lantas, perbedaan mendasar antara ‘Desa Membangun’ dengan “Membangun Desa” hingga Marwan Jafar sebagai Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi waktu itu menjelaskan bahwa “Desa Membangun” menempatkan desa sebagai subjek pembangunan, yaitu pihak yang merencanakan, melaksanakan, dan sebagai penerima manfaat pembangunan. Sehingga posisi dalam Pemerintah saat ini tugasnya hanya memperkuat, memonitor, dan mengawasi. Dalam peraturan perundang-undangan desa dimaknai sebagai desa membangun 4



terutama dilaksanakan untuk kewenangan asal-usul dan kewenangan skala lokal desa (DISPMD, 2015). Sedangkan dalam ‘Membangun Desa’ lanjut Marwan adalah pembangunan dilaksanakan oleh pemerintah di luar desa (kab./pusat) dengan melibatkan masyarakat desa. “Pembangunan desa terutama dilakukan untuk mengembangkan kawasan pedesaan atau pembangunan yang melibatkan beberapa desa (antar desa)”. Konsep membangun desa merupakan tahapan proses yang harus dilakukan oleh desa. Ada tujuh tahap proses “Desa Membangun” yang dirangkum dalam tiga pasal perundangundangan Desa. Penyiapan Rencana pada pasal 80 meliputi informasi dasar dan penilaian kebutuhan masyarakat, kemudian musyawarah desa yang mencangkup keterlibatan Pemerintah Desa, BPD, dan kelompok masyarakat, serta menetapkan prioritas, program, dan kegiatan lainnya. Sedangkan tiga tahap selanjutnya dirangkum dalam penetapan rencana pada pasal 79 yang meliputi RPJMDes dan RKPDes yang ditetapkan oleh Perdes, 1 Desa, 1 rencana, dan rencana dalam bentuk pedoman APBDesa. Sebagai salah negara berkomitmen penuh mendukung dalam pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai arus utama segenap pembangunan, baik di pusat maupun daerah. Komitmen ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan nasional berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals) mengukur seluruh aspek pembangunan sehingga mampu mewujudkan manusia seutuhnya. Berbagai 5



rencana aksi nasional, provinsi hingga kabupaten termasuk kolaborasi pemerintah dengan perguruan tinggi membentuk pusat studi pembangunan berkelanjutan. Swasta mengarahkan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung kegiatan-kegaitan dalam rencana aksi (Itaibnu, 2020). Menurut Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia bahwa peran desa dalam SDGs, sebagai entitas terdepan dalam segala proses pembangunan nasional, dimana Desa berkontribusi 74% terhadap pencapaian SDGs nasional dari aspek kewilayahan sekitar 91% wilayah pemerintahan berupa desa sehingga dalam pengelolaannya akan memenuhi tujuan terhadap pertumbuhan ekonomi, produksi, dan konsumsi. Tujuan berikutnya ialah pemerataan wilayah, infrastruktur, permukiman, perubahan iklim, lingkungan, dan kemitraan pembangunan. Pembangunan desa melalui pendekatan People Centered Development (Pembangunan yang Berpusat pada Manusia), membangun kelompok-kelompok masyarakat di lapangan, pembangunan langsung masuk ke desa (BaKTI, 2020). Kontribusi dan peran yang dijalankan oleh desa menjadi dasar dalam menjalankan program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa salah satunya terkait dengan pengembangan Desa Wisata, hingga berkaitan dengan kondisi pandemi saat ini yaitu adaptasi kebiasaan baru mengenai Desa Aman COVID-19. Pandemi COVID-19 memang telah melemahkan dalam kehidupan ekonomi pedesaan, melalui skema new normal yang akan dihadapi Indonesia sebagai dampak pandemi COVID-19 akan 6



langsung membawa berbagai suatu perubahan baru termasuk bagi masyarakat yang ada di perdesaan (Samodiningrat & Suryanto, 2020). Namun dalam pelaksanaan perlu melakukan penyesuaian yang menuntut kreatifitas dan inovatif dalam mengelola dan menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat untuk pembangunan di tingkat desa (Merbau, 2021). Desa sebagai kumpulan orang-orang yang sering di left behind yang menuntun ke atas, SDGs sebagai suatu paradigma yang holistic, seluruh masyarakat desa dan pemerintah desa mengetahui persis arah dan tujuan pembangunan desa. Kolaborasi semua pihak terkait termasuk pemerintah dan sektor swasta menjadi sebuah peluang yang harus dimanfaatan oleh desa, karena membangun desa berarti membangun Indonesia (BaKTI, 2020). Sehingga pentingnya membangun desa untuk kemajuan bangsa Indonesia untuk mempermudah tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan (Taufik, 2019).



Gambar 1. Pembangunan Desa Wisata Cibuluh



7



1.3. Tujuan dan Manfaat Membangun Desa Pembangunan adalah aspek paling penting dalam suatu Negara yang pada hakikatnya untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa tujuan dari pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk mewujudkannya, maka tujuan tersebut tentunya harus dilaksanakan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Kesejahteraan ini akan dapat dicapai dengan mengurangi jumlah angka kemiskinan dan pengangguran (Mardhiah, 2017). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan bahwa pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Membangun desa harus dapat mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan guna mewujudkan pengarustamaan perdamaian dan keadilan sosial. Menurut Febrinastri (2021) empat tujuan pembangunan desa yaitu: meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia dengan beberapa variabelnya, meningkatkan pelayanan publik di 8



desa dengan perspektif masyarakat lokal harus disinergikan karena sering terjadi kesenjangan antara pandangan pemerintah dengan masyarakat, penanggulangan terhadap kemiskinan, serta membangun desa untuk menurunkan angka kemiskinan, kesenjangan sosial di masyarakat, dan menjadikan warga desa sebagai subyek dalam pembangunan. Selanjutnya menurut Gaung (2018) bahwa manfaat dari membangun desa yang nantinya akan dirasakan oleh warga sebagai berikut: 1. Tingkat hidup masyarakat maju dan budaya serta tradisi dapat lestari. Manfaat pengembangan desa sebagai desa wisata yang tentunya akan langsung memberikan dampak positif bagi warga tentu saja adalah dampak positif bagi tingkat kehidupan warga yang dalam hal ini seperti mampu memunculkan lapangan kerja baru hingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan melalui fasilitas desa yang diperbaiki agar layak dikunjungi khususnya oleh wisatawan. Selain itu manfaat pengembangan desa sebagai desa wisata lainnya adalah dapat menghidupkan budaya, tradisi atau lingkungan adat sebagai salah satu komoditas wisata budaya lokal yang juga menjaganya agar tetap lestari. Budaya atau tradisi ini akan sangat sulit untuk dapat dilestarikan karena mulai hilangnya ketertarikan pada budaya tersebut. 2. Manfaat perekonomian bagi masyarakat pedesaan. Selain manfaat pengembangan desa sebagai desa wisata dalam hal tingkat hidup masyarakat serta pelestarian budaya, manfaat yang akan diterima oleh masyarakat selanjutnya adalah tentu saja dalam hal perekonomian. Manfaat desa sendiri untuk 9



perekonomian secara langsung maupun secara tidak langsung bagi masyarakat serta apa dampak jangka pendek dan panjangnya. Manfaat lainnya dari pengembangan desa bila dijadikan sebagai desa wisata di sisi perekonomian secara langsung adalah keuntungan diperoleh dari objek wisata yang ditawarkan. Sedangkan untuk manfaat tidak langsungnya adalah meningkatkan kunjungan ke desa tersebut sehingga perputaran perekonomian seperti dari hasil penjualan produk lokal bisa semakin lancar atau bahkan dikirim ke luar desa. 3. Meningkatkan keberadaan industri kecil menengah. Manfaat pengembangan desa selanjutnya adalah peningkatan industri kecil menengah yang memanfaatkan produk lokal sebagai bahan mentahnya. Hal ini juga berhubungan erat dengan poin pertama serta poin kedua dari manfaat pengembangan desa wisata yakni meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan dari meningkatnya tingkat perekonomian. 4. Promosi produk lokal. Manfaat pengembangan desa sebagai adalah sebagai sarana promosi produk lokal bila dijadikan desa wisata. Meningkatkan pemanfaatan SDA seperti lokasi wisata, keberadaan desa wisata juga dapat memberikan manfaat untuk promosi produk lokal. Promosi produk lokal ini bisa menjadi sebuah ciri khas dari desa yang mana diharapkan juga akan meningkatkan penjualan. Dari ke empat manfaat pengembangan desa diatas, dapat juga diberikan beberapa contoh desa wisata yang telah berhasil dalam mengembangkan wilayahnya menjadi lokasi yang sering 10



dikunjungi oleh wisatawan sekaligus menjadi daya tarik desa yang banyak pengunjungnya. Dapat diberikan pula pemberian berupa pelatihan wawasan mengenai manajemen serta strategi dalam mengembangkan desa sebagai desa wisata. 1.4. Dampak Membangun Desa bagi Masyarakat Membangun sebuah desa mandiri dengan memanfaatkan potensi dan tenaga kerja lokal akan dapat membuka sebuah peluang bagi masyarakat setempat untuk dapat memperbaiki dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan warga. Desa akan mendorong dalam peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa apabila diaktifkan secara intensif dan efektif. Peran pemerintah desa perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta mempercepat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dan wilayah. Kegiatan desa mampu memberi kontribusi positif terhadap perkembangan ekonomi dan sosial-budaya masyarakat (Hermawan, 2016). Desa dengan berbagai macam latar belakang sejarah dan kekentalan budaya yang ada menjadikan sebuah nilai tersendiri dalam penerapan kebijakan yang diberikan oleh pemerintah pusat ke seluruh desa-desa yang ada di Indonesia (Ananda, 2021). Menurutnya di masa pandemi Covid-19, saat ini pun desa juga harus mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam menangani penyelesaian dampak perekonomian akibat dari Covid-19 yang melanda di seluruh daerah hingga ke perdesaan. 11



Dengan problem tersebut masyarakat tentunya dapat kehilangan mata pencaharian sehar-harinya yang harus berdiam diri dirumah yang dianjurkan oleh pemerintah untuk menghindari meluasnya virus tersebut ke warga lainnya.



Gambar 2. Masyarakat Membangun Desa melalui Gotong Royong di Kampung Adat Banceuy (Sumber: google.com)



Namun dalam menjalankan membangun desa, pemerintah dapat melakukan beberapa cara sesuai dengan potensi yang dimiliki desa dan kebutuhan masyarakat desa. Misalkan melalui pembangunan ekonomi lokal seperti pembangunan desa wisata maka cenderung terjadi aktivitas ekonomi yang dapat juga berpengaruh dalam mengangkat perekonomian pada masyarakat desa, menciptakan akses transportasi yang dapat menjangkau antarwilayah agar dapat membantu akses mobilitas barang dan 12



jasa yang masuk ke desa, serta mempercepat pembangunan infrastruktur dasar. Hal tersebut akan dapat dirasakan sebuah dampak bagi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan dalam membangun tempatnya untuk menata agar bisa dikunjungi oleh wisatawan. Sehingga peran partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga merupakan hal yang penting ketika diletakkan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang dibutuhkan. 1.5. Pentingnya Membangun Desa Wisata Pengembangan desa dengan membangun desa dianggap menjadi salah satu agenda pembangunan nasional yang cukup efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa (Andi, 2020). Menurutnya bahwa pengembangan desa wisata juga dianggap berhasil untuk menekan urbanisasi (perpindahan) orang desa ke kota, alam pembangunan sekaligus akan menjadi tren dalam pembangunan wilayah. Diharapkan agar tumbuh klaster desa-desa yang menjadi basis pokok berbagai kebutuhan desa wisata yang bersangkutan. Misalnya, Desa A memasok produk pendukung seperti kerajinan dan kesenian lokal untuk Desa Wisata B. Sehingga dalam proses merintis desa wisata, masyarakat lokal akan berperan penting dalam membangunan desa wisata karena sumberdaya, keunikan tradisi dan budaya yang melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan di desa wisata. Di lain pihak, komunitas lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan 13



suatu objek wisata menjadi bagian dari sistem ekologi yang berhubungan satu sama lainnya. Namun pada kenyataannya, seringkali terjadi pengabaian terhadap partisipasi masyarakat sehingga mereka (masyarakat lokal) hanya menjadi objek (penonton) dalam pembangunan saja (Andi, 2020). Menurut Andi (2020) bahwa keberhasilan pengembangan desa wisata tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan masyarakat lokal. Masyarakat lokal nantinya akan berperan sebagai tuan rumah dan menjadi pelaku yang sangat penting sekali dalam membangun desa wisata secara keseluruhan dilakukan tahapan mulai dari perencanaan, pengawasan, dan implementasi. Adapun secara sederhana bahwa pembangunan desa wisata dapat menekankan 3 (tiga) prinsip, yaitu: 1. Layak secara ekonomi. Artinya, prinsip pembangunan harus apat dmemberikan nilai manfaat ekonomi bagi pembangunan wilayah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. 2. Berwawasan lingkungan. Menekankan proses pembangunan dan memperhatikan upaya pelestarian lingkungan, baik alam maupun budaya. Membangun pariwisata harus seminimal mungkin menekan dampak negatif yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekologi. 3. Dapat diterima secara sosial. Menekankan bahwa proses pembangunan pariwisata harus dapat diterima secara sosial, bahwa di mana upaya-upaya pembangunan yang dilakukan harus memperhatikan nilai-nilai/norma-norma yang ada di lingkungan masyarakat. 14



Bab 2. Karakteristik Membangun Pariwisataan 2.1. Iklim dan Budaya Permasalahan dalam dunia pariwisata adalah faktor iklim yang tidak mendukung karena dilanda bencana alam seperti bencana banjir, longsor, kebakaran hutan dan lain sebagainya. Wilayah diseluruh Provinsi di Indonesia memiliki alam yang seringkali terjadi bencana tidak hanya bangunan fisik yang rusak juga banyak menelan korban akibat bencana alam tentunya akan sangat merugikan pariwisata sebagai sumber penghasilan daerah setempat (Sudiar, 2020). Berdasarkan laporan Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2021 mengenai dampak dari perubahan iklim, misalnya menyebutkan umat manusia dihadapkan pada ancaman besar (Reinarto, 2020). Menurutnya bahwa salah satu yang terkena dampak terburuk tidak lain pariwisata. Namun kegiatan pariwisata juga tidak dapat dihentikan, dikarenakan banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada industri ini. Apalagi masyarakat dibelahan dunia termasuk daerah-daerah di Indonesia menggantungkan kondisi perekonomiannya secara nasional pada sektor ini. Pariwisata merupakan industri yang bersifat multisektor sehingga apabila dimatikan secara total akan mempengaruhi kegiatan lainnya. Beberapa dampak perubahan iklim yang kita rasakan secara langsung dalam waktu dekat yakni pariwisata 15



pantai mulai kehilangan daya tarik, sebagai contoh yakni abrasi, coral bleaching menjangkiti dunia menyelam (scuba diving/ freedive), dan rusaknya ekosistem akibat jumlah pengunjung yang melebihi batas standar carrying capacity. Begitu juga rusaknya cagar budaya (tangible cultural heritage) akibat tingkat kelembapan udara yang meningkat secara drastis hingga mempercepat pelapukan pada bangunan (Reinarto, 2020). Perubahan iklim dan pemanasan global sering disebut sebagai pemicu terjadinya iklim ekstrem yang akan berakibat munculnya berbagai bencana (Sudiar, 2020). Oleh karena itu, bahwa industri pariwisata sangatlah sensitif terhadap iklim dikarenakan hal ini berkaitan dengan keputusan kemana wisatawan akan memilih tujuan wisatanya. Faktor yang mempengaruhi keputusan untuk menentukan daerah yang akan dikunjungi selain faktor geografis, topografi, lanskap, vegetasi dan fauna adalah faktor iklim. Dari iklim lanjut ke budaya atau culture. Budaya pada sektor pariwisata salah satu kegiatan yang memanfaatkan sebagai objek wisata yang dikunjungi oleh wisatawan. Wilayah yang memiliki budaya hingga terjaga kelestariannya dari peninggalan nenek moyang saat ini dapat dirasakan dan dipelajari oleh wisatawan sebagai potensi daya tarik wisata (Burn & Holder, 1997). Untuk menghindari hal yang berdampak negatif dari pariwisata terhadap kebudayaan, maka diperlukan pengelolaan yang baik terhadap pariwisata untuk dapat terlestarikan alam dan budaya, hingga menjadi wadah untuk lapangan kerja bagi 16



masyarakat lokal yang berada di sekitar kawasan wisata tersebut. Menurut Eticon (2021) bahwa terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat menarik kedatangan wisatawan, sebagai berkut: 1. Bahasa (language). Menggunakan bahasa asli daerah untuk berkomunikasi dengan masyarakat setempat maupun terhadap pengunjung menjadi daya tarik bagi wisatawan. 2. Masyarakat (traditions). Bangsa kita dikenal dengan keramahannya dalam menyambut wisatawan yang datang berkunjung berwisata. Sehingga tidak jarang masyarakat lokal mengenalkan budaya daerah tersebut kepada para wisatawan. 3. Kerajinan tangan (handicraft). Kerajinan tangan khas yang dibuat langsung oleh masyarakat setempat dapat menjadikan sebuah keunikan dan ketertarikan tersendiri oleh wisatawan. Hal tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat lokal untuk manfaat dan peningkatan ekonomi dari kunjungan tersebut. 4. Makanan dan kebiasaan makan (foods and eating habits). Makanan maupun jajanan khas aslin menjadi keunikan yang dapat membuat wisatawan tertarik untuk datang berkunjung ke berbagai destinasi wisata yang ada di lokasi tersebut. 5. Kesenian (art and music). Kesenian tradisional yang unik dan beragam merupakan salah satu hal yang menjadi sebuah daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan. 6. Sejarah suatu tempat (history of the region). Sejarah merupakan salah satu unsur kebudayaan yang menjadi sebuah daya tarik wisatawan untuk datang dan berkunjung.



17



7. Tata cara berpakaian penduduk setempat (dress and clothes). Pakaian adat yang beragam juga menjadi penarik perhatian wisatawan untuk datang berkunjung. 8. Aktivitas pada waktu senggang (leisure activities). Uniknya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal pada waktu senggang, juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. 2.2. Sadar Wisata Pada Masyarakat Masyarakat sadar wisata merupakan suatu kondisi yang menggambarkan partisipasi dan dukungan segenap komponen masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya sebuah kepariwsataan di suatu destinasi atau wilayah (Mahpuz, 2021). Menurutnya bahwa Masyarakat desa yang bertransformasi menjadi masyarakat yang paham akan makna pentingnya pengembangan pariwisata di daerahnya merupakan proses pengembangan budaya yang sangat didasari oleh kepentingan kolektif secara bersama-sama untuk memajukan desanya dan bukan menjadi kepentingan individu saja. Sehingga kekompakan dalam sebuah kelompok masyarakat desa akan terwujud pembangunan yang dapat mensejahterakan masyarakat pedesaan. Sebuah masyarakat desa yang berhasil melaksanakan sadar wisata sebagai karakter perilaku masyarakat desa dapat dilihat dari bagaimana indikator sadar wisata melalui tujuh pesona (Sapta Pesona) diimplementasikan secara utuh di desa tersebut yang penjabaran dari nilai-nilai sapta pesona di suatu desa akan 18



dibahas selanjutnya pada bab ini. sehingga Salah satu kunci keberhasilan pengembangan sektor pariwisata yang ada di pedesaan adalah bagaimana menciptakan masyarakat sadar wisata (Yonavilbia, 2021). Menurut Yonavilbia (2021) bahwa masyarakat yang sadar wisata yakni, masyarakat yang dapat mengerti dan memahami bagaimana menjaga dan mengelola suatu objek wisata, sehingga pengunjung betah dan merasa nyaman ketika berada di suatu objek wisata. Untuk itulah diperlukannya peran aktif dari Pokdarwis, bukan hanya mengelola objek wisata, namun juga turut mengedukasi masyarakat tentang sadar wisata. Pokdarwis yang tangguh dan giat dalam ikut mengembangkan dan menjaga agar wisatawan benar-benar merasa comfort (nyaman). 2.3. Sapta Pesona di Pedesaan Pertаmа kаli pada tahun 1980-an Indonesiа mengikut World Tourism Mаrket (WTM) sebаgаi tаndа keikutsertааn Indonesiа dаlаm erа promosi pаriwisаtа secаrа Internаtionаl. Hasilnya ada tujuh kebijakan strategi pokok pariwisata yang salah satunya adalah melaksanakan kampanye wisata melalui Sapta Pesona (Rahmawati et al., 2017). Sejak itulah sampai saat ini Sapta Pesona digunakan dan dikempanyekan sebagai kondisi yang harus diwujudkan pada setiap objek dan daya tarik wisata diseluruh daerah di Indonesia yang memiliki tempat wisata. Strategi kempanye sadar wisata yang melibatkan masyarakat adalah dengan adanya desa wisata. 19



Menurut Rahmawati et al., (2017) bahwa keberadaan desa wisata saat ini mengalami perkembangan yang pesat sejak ditahun 2009 tercatat ada 144 desa wisata menjadi 980 desa wisata tahun 2013 (Kementerian Pаriwisаtа, 2009). Berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor 5/UM.209/MPPT-89 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sapta Pesona, bahwa Sapta Pesona sebagai kondisi yang harus diwujudkan dalam rangka menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat atau daerah yang ada di Indonesia. Sаptа Pesonа terdiri dаri tujuh unsur yаitu аmаn, tertib, bersih, sejuk, indаh, rаmаh, dаn kenаngаn. Sehubungаn dengаn meningkаtnyа kinerjа pembаngunаn pаriwisаtа, mаkа Progrаm Sаptа Pesonа kemudiаn disempurnаkаn dаn menjаdi jаbаrаn konsep Sаdаr Wisаtа (Sinartejo, 2016; Rahmawati et al., 2017). Adapun unsur sapta pesona yang didefinisikan sebagai beriku: 1. Аmаn. Suаtu kondisi lingkungаn di destinаsi pаriwisаtа yаng memberikаn rаsа tenаng, bebаs dаri rаsа tаkut dаn kecemаsаn bаgi wisаtаwаn. 2. Tertib. Suаtu kondisi lingkungаn dаn pelаyаnаn di destinаsi pаriwisаtа yаng mencerminkаn sikаp disiplin yаng tinggi sertа kuаlitаs fisik dаn lаyаnаn yаng konsisten dаn terаtur sertа efisien. 3. Bersih. Suаtu kondisi lingkungаn sertа kuаlitаs produk dаn pelаyаnаn di destinаsi pаriwisаtа yаng mencerminkаn keаdааn yаng sehаt/higienis.



20



4. Sejuk. Suаtu kondisi lingkungаn di destinаsi pаriwisаtа yаng mencerminkаn keаdааn yаng sejuk dаn teduh yаng аkаn memberikаn perаsааn nyаmаn dаn “betаh” bаgi wisаtаwаn. 5. Indаh. Suаtu kondisi lingkungаn di destinаsi pаriwisаtа yаng mencerminkаn keаdааn yаng indаh dаn menаrik yаng аkаn memberikаn rаsа kаgum dаn kesаn yаng mendаlаm bаgi wisаtаwаn. 6. Rаmаh. Suаtu kondisi lingkungаn yаng bersumber dаri sikаp mаsyаrаkаt di destinаsi pаriwisаtа yаng mencerminkаn suаsаnа yаng аkrаb, terbukа dаn penerimааn yаng tinggi kepаdа wisаtаwаn. 7. Kenаngаn. Suаtu bentuk pengаlаmаn yаng berkesаn di destinаsi pаriwisаtа yаng аkаn memberikаn rаsа senаng dаn kenаngаn indаh yаng membekаs bаgi wisаtаwаn.sejuk dаn teduh yаng аkаn memberikаn perаsааn nyаmаn dаn “betаh” bаgi wisаtаwаn.



Gambar 3. Simbol 7 Sapta Pesona (Sumber: Sinartejo, 2016)



21



2.4. Kebutuhan Wisatawan Kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkatan diantaranya kebutuhan fisiologis, kebutuhan perasaan aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri atau pengakuan, kebutuhan aktualisasi diri (Zuhra, 2015). Objek Wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan sebaiknya perlu untuk mengetahui apa saja kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata merasa lebih nyaman. Permasalahan yang seringkali terjadi di lokasi wisata adalah sampah, toilet dan mushola, penginepan, serta banyak lagi yang harus dibutuhkan jika lokasi atau tempatnya dikunjungi oleh wisatawan. Wisata merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi siapa pun tentunya kebutuhan haruslah diprioritaskan bagi para pengunjung (Farhan, 2012). Menurut Farhan (2012) bahwa kebutuhan wisata untuk memberikan stimulasi dan memberikan dampak positif bagi perekonomian. Tentunya bahwa wisata tidak sekadar dianggap keinginan melainkan kebutuhan (Pryanka & Yolanda, 2019). Oleh karena itu berwisata kini sudah bukan lagi jadi kebutuhan tersier ataupun sekunder, namun sudah jadi kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia (Bahurekso, 2019). Liburan tidak hanya menjadi sekadar berpergian saja, akan tetapi dikalangan masyarakat Indonesia melakukan perjalanan akan lebih lama, lebih jauh, dan lebih sering. Kegiatan berwisata merupakan salah satu hal mendasar yang telah mendapatkan pengakuan sebagai hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal (Juwitasari, 2016). 22



Selanjutnya dalam pasal 19 ayat 1 point a UUK lalu meyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata. Sehingga pariwisata tanpa kita sadari kini telah menjadi kebutuhan dasar yang menjadi bagian dari hak asasi manusia dan harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi. Secara tersirat maupun tersurat, pemerintah selaku pemangku kepentingan serta masyarakat memiliki kewajiban untuk dapat mendukung, mempromosikan dan memenuhi hak berwisata bagi para wisatawan asing maupun domestik sehingga pada gilirannya mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia, dan peningkatan kesejahteraan. Kebutuhan wisata tidak hanya pada objek dan daya tarik wisaja akan tetapi penerapan pun juga dilakukan pada pengembangan Desa Wisata (Andy, 2020). Desa wisata telah dianggap menjadi salah satu agenda pembangunan nasional yang cukup efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. 2.5. Pemasaran Desa Wisata Meningkatnya kebutuhan wisatawan akan produk wisata desa yang diikuti oleh pertumbuhan desa wisata, maka para pengelola desa wisata harus melakukan fungsi pemasaran yang lebih baik lagi agar lebih terkenal dan banyak dikunjungi, sehingga tujuan untuk mensejahterakan masyarakat melalui kepariwisataan dapat tercapai (Nurdin, 2018). Berikut langkah-



23



langkah dari pemasaran desa wisata menurut Nurdin (2018), sebagai berikut: 1. Identifikasi produk. Produk yang berasal dari desa wisata merupakan pengalaman total pengunjung selama melakukan aktivitas di desa wisata. Pengalaman total tersebut terdiri dari apa yang mereka lihat (something to see), apa yang mereka lakukan (something to do) dan apa yang mereka beli (something to buy). Oleh karena itu, langkah pertama dalam pemasaran desa wisata adalah menemukenali atau mengidentifikasi apa yang bisa dilihat, dilakukan dan dibeli oleh pengunjung di desa wisata yang kita miliki. Mengidentifikasi produk sebanyak potensi yang dimiliki akan menjadi sesuatu yang luar biasa dimata pengunjung, atau menanam padi mungkin hal yang biasa bagi kita, tetapi bisa menjadi luar biasa bagi pengunjung dari kota. Kedua dengan cara berfikir inovatif melalui pembuatan sesuatu yang tidak ada di desa kita menjadi ada, seperti membuat gardu pandang dari bambu untuk swafoto (selfie), membuat fasilitas istirahat dengan hammock, membuat panggung pertunjuka, dan lain sebagainya. 2. Proposisi penjualan unik (Unique Selling Proposition). Dalam pemasaran desa wisata, dimana merumuskan USPs (Unique Selling Proposition) atau proposisi penjualan unik. Keunikan yang akan dijual kepada pasar menjadi sebuah alasan pengunjung akan datang ke desa wisata kita. USPs dapat dijadikan senjata untuk keluar dari persaingan harga, yang 24



dapat berdampak buruk bagi kelangsungan desa wisata. identifikasi produk yang telah lakukan dan USPs harus benarbenar unik akan bernilai dimata pengunjung, serta tidak mudah diimitasi oleh desa wisata yang lain. Contoh Desa Wisata Ngelanggeran di Gunung Kidul menetapkan USPsnya: Gunung Api Purba dan kolam besar seperti telaga yang biasa disebut dengan Embung. Desa Wisata Panglipuran di Bali menetapakan USPs-nya: rumah adat Bali yang paling asli Bali dan masih seragam tidak tercampur dengan kebudayaan modern saat ini. 3. Tetapkan target pasar. Pemasaran desa wisata lainnya dilakukan dengan cara mencari segmen pasar yang sesuai dengan karakteristik produk dan USPs yang sudah ditetapkan. Dalam mencari segmen pasar, dimana sasaran pengelola desa wisata dapat menggunakan berbagai teknik segmentasi seperti segmentasi berdasarkan tujuan wisata, geografis, demografis, psikografis, perilaku atau berbasis produk. Contohnya sebagai berikut USPs : Gunung berapi dengan ketinggian yang menantang bagi pendaki dan petualang; dan segmen : geografis (Kota-kota besar di Indonesia, negaranegara sekitar dengan jangkauan penerbangan kurang dari 8 jam), demografis (mayoritas laki-laki berusia 18-40 tahun, pelajar, mahasiswa, peneliti, pegawai swasta/pemerintah), psikografis (minat yang tinggi terhadap kegiatan petualangan, integrasi sosial, penelitian), basis produk (hiker, trekker, explorer). Pada segmen tersbut harus melalui proses seleksi diantaranya adalah segmen yang dipilih harus yang mampu 25



dilayani oleh pengelola desa wisata (product-market matching); segmen yang dipilih harus memperlihatkan pertumbuhan yang menjanjikan; dan segmen yang dipilih harus lebih efisien dalam menjangkaunya dibanding dengan segmen yang lain. 4. Pemosisian (Positioning). Pemasaran desa wisata juga dilakukan dengan merumuskan Positioning. Adapun Positioning adalah strategi dalam menanamkan citra desa wisata dibenak pasar agar dipersepsikan unik dibanding dengan desa wisata yang lain. Contoh dalam mayoritas masyarakat peternak sapi dan pengrajin olahan dari susu sapi, maka dapat dirumuskan positioning sebagai sentra/pusat olahan susu sapi terlengkap di Indonesia. 5. Bangun identitas (brand). Langkah selanjutnya dalam pemasaran desa wisata dengan membangun identitas, atau yang biasanya disebut dengan branding. Identitas biasanya berupa logo, nama, icon, slogan atau tagline. Desa wisata harus memiliki identitas, agar dapat dibedakan dengan yang lain dan dapat mudah diingat oleh pasar. Dalam membangun identitas, yang harus dilakukan adalah dalam menetapkan suatu merek (brand), selanjutnya dikampanyekan melalui komunikasi pemasaran. Menurut Keller (2013) dikutip dalam Nurdin (2017) dalam menetapkan merek, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti:



26



- Memorability: merek harus dapat mudah diingat, mudah dikenal/simpel, mudah terbaca, mudah diperhatikan dan menjadi pusat perhatian. - Meaningfullness: merek harus memiliki arti dan esensi yang terasosiasi dengan produk. - Likability: merek harus berkesan secara estetika (eyecatching). - Transferability: merek harus dapat disesuaikan dengan bahasa atau kebiasaan segmen pasar. - Adaptability: merek harus fleksibel atau cocok ditempatkan pada segala media, kondisi atau situasi. - Protectability; merek jangan sampai diimitasi atau diduplikasi, oleh karena itu harus didaftarkan secara legal. 6. Bangun produk. Tahapan selanjutnya dalam pemasaran desa wisata adalah membangun dan mengembangkan produk. Produk desa wisata pada dasarnya hasil pengalaman total dari apa yang dilihat, dilakukan, dan dibeli oleh pengunjung. Oleh karena itu, pengelola desa wisata bersama pemangku kepentingan yang lain harus dapat menyediakan sarana dan prasarana agar pengalaman total dari pengunjung tersebut terlayani. Produk harus dapat memberikan solusi atau manfaat kepada pasar yang telah dibidik, oleh sebab itu, pengelola desa wisata harus mencari tahu manfaat apa yang dibutuhkan, yang diinginkan dan yang diharapkan oleh target pasar. Membangun produk harus sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan target pasar, tetapi dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan sosial agar desa 27



wisata dapat dipelihara keberlanjutannya. Adapun komposisi produk atau biasa disebut dengan bauran produk yang dapat dikemas oleh pengelola desa wisata adalah: - Produk fisik: terdiri dari (1) atraksi seperti atraksi dari alam (pegunungan, persawahan, danau, bukit, sunset/sunrise, dll), buatan (taman bermain, jembatan, air mancur, dll.), budaya (tari-tarian, kehidupan masyarakat, peninggalan sejarah dll.); (2) fasilitas penunjang wisata (akomodasi, tempat makan dan minum, pusat informasi, dan toilet); serta (3) sarana pencapaian (jalan, moda transportasi, dan penunjuk arah). - Paket wisata: yaitu produk bundel yang terdiri dari gabungan dari beberapa tujuan kunjungan dengan satu harga tertentu, seperti paket bertani yang terdiri dari melakukan aktivitas pertanian, makan/minum, menonton pertunjukan dan mengunjungi sentra oleh-oleh. - Program: yaitu acara-acara (event) yang dapat dibuat oleh pengelola desa wisata, baik secara regular atau terjadwal, maupun spontan, seperti acara perlombaan memasak, acara keagamaan, resepsi 17 agustusan, dan sebagainya. 7. Tetapkan harga. Produk yang telah dikemas, pengelola desa wisata dapat membuat hitung-hitungan berapa biaya total (harga pokok) yang harus dikeluarkan dalam menyediakan produk, baik berupa produk satuan, dan paket atau event. Pengelola desa wisata dapat menetapkan harga jual dengan beberapa teknik penetapan harga sebagai berikut: 28



- Penetrasi: yaitu penetapan harga rendah diawal untuk merangsang kunjungan, dan selanjutnya menaikan harga sampai pada posisi harga normal yang akan ditawarkan secara regular. - Psikologikal: yaitu penetapan harga untuk memperoleh kesan emosional, seperti terkesan murah. Contoh agar terkesan murah tidak menetapkan harga Rp. 200.000,-, tetapi Rp. 199.500,-. - Variasi: yaitu menetapkan harga berdasar tipe-tipe pengunjung tertentu, seperti harga orang dewasa berbeda dengan anak kecil, harga untuk pengunjung luar negeri berbeda dengan dalam negeri, dan lain sebagainya. Dalam menetapkan harga juga harus berdasarkan waktu-waktu tertentu seperti akhir pekan berbeda dengan hari-hari biasa, musim liburan berbeda dengan musim biasa. 8. Bangun saluran pemasaran. Membangun saluran pemasaran (chanel) salah satu teknik dalam memasarkan desa wisata. Saluran pemasaran sebagai perantara desa wisata dalam menggapai pengunjungnya. Adapun beberapa yang dapat dilakukan melalui saluran pemasaran (chanel) yang dapat digunakan oleh pengelola desa wisata sebagai berikut: ‐ Tanpa saluran pemasaran, dimana pengelola desa wisata langsung mendatangkan pengunjung tanpa perantara, bisa dengan mengunjungi komunitas-komunitas, mengundang masyarakat, mengundang perusahaan, dll. ‐ Dengan menggunakan perantara, bahwa pengelola dalam mendatangkan pengunjung melewati perantara seperti 29



agen perjalanan, biro perjalanan wisata, pramuwisata (guide), dan sebagainya. 9. Melakukan komunikasi pemasaran. Unsur yang terakhir ini dalam memasarkan produk dengan melakukan komunikasi pemasaran desa wisata adalah promosi. Langkah promosi dalam memasarkan desa wisata dengan melakukan antara lain: - Menetapkan tujuan komunikasi Pengelola desa wisata dapat menetapkan tujuan dari komunikasi pemasaran, apakah untuk menginformasikan, untuk mempengaruhi/persuasi, atau untuk mengingatkan. Dalam menetapkan tujuan komunikasi pemasaran, pengelola desa wisata dapat menetapkan satu tujuan saja atau kombinasi dari dua tujuan atau ketiga-tiganya. Contohnya kalau situasinya desa wisata baru muncul ke pasar, maka yang lebih tepat dari tujuan komunikasi pemasarannya adalah untuk menginformasikan, jika desa wisata sudah terkenal dan banyak dikunjungai, maka dapat menetapkan tujuan komunikasi hanya untuk mengingatkan saja. - Merumuskan pesan Pesan harus dapat dirumuskan sesuai dengan tujuan dari komunikasi pemasaran yang telah ditetapkan. Contoh: kalau tujuannya untuk merangsan dan mempengaruhi pasar untuk datang, maka pesan-pesan persuatif yang dapat



30



dirumuskan, seperti memberikan pesan potongan harga atau harga spesial pada masa liburan, dan lain sebagainya. - Memilih alat komunikasi pemasaran Setelah tujuan dan pesan dirumuskan, maka selanjutnya memilih alat komunikasi yang dapat digunakan untuk mengirimkan pesan. Dalam hal ini, terdapat beberapa alat yang dapat dipilih oleh pengelola desa wisata dalam mengirimkan pesan kepada audiensnya seperti Digital marketing (seperti membuat website atau blog, dan aktif dalam sosial media), periklanan (seperti menyebarkan brosur, mengundang produser film atau sinetron agar dijadikan lokasi syuting, dan membuat buku panduan bagi pengunjung), penjualan personal, hubungan masyarakat (seperti membuat dan menyebarkan press release, mengikuti seminar atau pameran dagang, membuat acara atau event, dan pelayanan masyarakat atau customer service), dan promosi penjualan (seperti memberikan diskon, kupon berhadiah atau menginap gratis, hadiah langsung, hadiah pembelian, dan mengadakan kontes berhadiah). Dari ke sembilan langkah pemasaran desa wisata menurut Nurdin (2018) tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada kolaborasi antar pemangku kepentingan mulai dari tingkat lokal sampai tingkat nasional. Oleh karena itu, peran dari pemangku kepentingan dalam mengelola desa wisata harus saling merasa memiliki agar terjaga kelestarian desa wisata yang lebih baik. 31



Bab 3. Potensi Sumber Daya Desa Wisata 3.1. Potensi Sumber Daya Manusia Potensi sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan. Hal yang begitu pentingnya aspek sumber daya manusia dalam mengembangkan desa terutama menjadikan menjadinya desa wisata. Masyarakat perlu pemahaman bagaimana desanya dapat dijadikan desa wisata. Tidak diragukan lagi dalam potensi yang dimiliki desadesa di Provinsi Jawa Barat salah satunya Kabupaten Subang. Kabupaten Subang memiliki desa dengan keunikan yang sangat mendukung sekali untuk menjadikan desanya sebagai desa wisata selain alam juga budaya tradisionalnya yang unik.



Gambar 4. Peran Fungsi Pariwisata



32



Sumber daya manusia (SDM) pariwisata merupakan individu/pelaku industri pariwisata yang secara langsung ataupun tidak langsung memiliki interaksi/keterkaitan dengan seluruh komponen periwisata. Sehingga Sumber daya manusia pariwisata memegang peranan penting dalam menggerakkan roda industri (Pajriah, 2018). Keberadaan sumber daya manusia (SDM) berperanan penting dalam pengembangan pariwisata. SDM pariwisata mencakup wisatawan/pelaku wisata (tourist) atau sebagai pekerja (employment). Sehingga peran SDM menurut Pajriah (2018) sebagai pekerja dapat berupa SDM di lembaga pemerintah, SDM yang bertindak sebagai pengusaha (wirausaha) yang berperan dalam menentukan kepuasan dan kualitas para pekerja, para pakar dan profesional turut berperan dalam mengamati, mengendalikan dan meningkatkan kualitas kepariwisataan serta yang tidak kalah pentingnya masyarakat di sekitar desa wisata yang bukan termasuk ke dalam kategori di atas, namun turut menentukan kenyamanan, kepuasan para wisatawan yang berkunjung ke desa wisata tersebut. SDM merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam memajukan sektor pariwisata. Pentingnya SDM di sektor pariwisata adalah manusia (people) merupakan sumber daya yang sangat penting di sebagian besar organisasi. Khususnya di organisasi berbasis jasa (service-based organization), SDM berperan sebagai faktor kunci dalam mewujudkan keberhasilan kinerja (Evans et al., 2003). Pada pencapaian kinerja dapat 33



memberikan kebangkitan dalam minat dan menciptakan kesenangan serta kenyaman kepada para pengunjung yang datang. Pemahaman SDM yang diperlukan aspek penguasaan pengetahuan, perlakuan sikap, dan keterampilan yang mempuni sesuai kebutuhan karakterisk wisatawan. Kemampuan pada aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kecakapan harus dimiliki bagi SDM yang berada pada sebuah lokasi wisata dimana wisatawan yang berkunjung mudah dipahami. Sehingga peran SDM melaui kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam pemandu wisata sesuai kebutuhannya dapat meningkatkan kemampuan masyarakat setempat. 3.2. Potensi Sumber Daya Alam Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi dalam aspek pariwisata. Pariwisata melibatkan sektorsektor lain seperti pertanian, perhubungan, perdagangan dan jasa, industri serta sektor lainnya. Sehingga dalam pengembangan pada sektor pariwisata akan berpengaruh pada pengembangan sektor-sektor lainnya (Ariyani et al., 2015). Pengembangan desa wisata sebagai bentuk upaya untuk mengembangkan dan mengenalkan potensi-potensi yang ada di wilayah tersebut salah satunya alam (Sekarsari et al., 2020). Yang dimaksud dengan potensi wisata alam adalah keadaan, jenis flora dan fauna suatu daerah, bentang alam seperti pantai, hutan, pegunungan dan lainlain (keadaan fisik suatu daerah). 34



Pengembangan pariwisata alam memiliki prospek yang sangat baik apabila digarap dengan sungguh-sungguh. Hutan dengan segala potensi yang dimilikinya memiliki keunikan serta keindahan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Hal tersebut berada di pedesaan dikarenakan kehidupan yang masih asri dengan tidak adanya bangunanbangunan gedung seperti diperkotaan. Perbedaannya sangat fantastik sehingga pedesaan mengandalkan salah satunya alam untuk buat potensi wisata. Memiliki potensi sumber daya alam yang baik sebagai modal untuk membangun desa menjadi desa wisata (Sekarsari et al., 2020). Wisata alam menjadi salah satu modal sebagai potensi unggulan desa untuk dijadikan sumber kehidupan masyarakat di pedesaan. Adapun potensi sumber daya alam sebagai salah satu potensi desa wisata meliputi beberapa faktor, sebagai berikut: tanah, air dan iklim. 3.3. Potensi Sumber Daya Budaya Lokal Indonesia memiliki berbagai keanekaragaman budaya yang merupakan sumber daya tarik utama dan dimanfaatkan untuk mengembangkan keragaman wisata yang berbasis pada sumber daya warisan budaya. Budaya lokal pada masyarakat Indonesia yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain merupakan hal yang menjadikan bangsa Indonesia yang unik. Pariwisata sendiri merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia, dimana kekayaan alam dan budaya lokal telah 35



menjadi sebuah komponen penting dalam pariwisata Indonesia. Pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang menawarkan kebudayaan yang berupa atraksi budaya, baik yang bersifat tangible maupun intangible, juga yang bersifat budaya yang masih berlanjut dan warisan budaya masa lalu, sebagai daya tarik utama untuk menarik kunjungan wisatawan. Tetapi perlu disadari bahwa pengembangan pariwisata budaya juga harus memperhatikan unsur konservasi/pelestarian dan perlindungan, serta keberlanjutan budaya tersebut, termasuk potensi budaya lokalnya (Prihatini, 2018). Terkait dengan potensi budaya, Yoeti (1982) mengatakan bahwa potensi budaya adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik berupa adat-istiadat, kerajinan tangan, kesenian, peninggalan bersejarah berupa bangunan, monumen dan lain-lain. Keragaman budaya di Indonesia menjadi sangat potensial untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Setiap daerah di Indonesia terutama Kabupaten Subang sebagai daerah yang ada di Provinsi Jawa Barat memiliki potensi budaya berbeda-beda baik dalam bentuk atau wujud tarian, lagu, upacara adat, rumah adat, alat musik, senjata tradisional, dan lain sebagainya. Sehingga potensi sumber daya budaya dan pemanfaatannya menjadi salah satu potensi untuk merubah taraf perekonomian dan kesejahteraan yang lebih baik khususnya pada masyarakat pedesaan. Menjadikan daerah yang maju memiliki keragaman kekayaan dan keragaman budaya yang terbentuk melalui proses panjang melalui interaksi atau hubungan.



36



Pariwisata Budaya (Cultural tourism) adalah salah satu jenis pariwisata yang disebabkan adanya daya tarik seni dan budaya disuatu daerah atau tempat, seperti peninggalan nenek moyang, benda-benda kuno dan sebagainya. Wisata berbasis budaya salah satu jenis kegiatan wisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objeknya. Saat ini pariwisata berbasis budaya di Indonesia telah ditunjukkan oleh beberapa provinsi salah satunya Provinsi Jawa Barat menerapkan budaya di salah satu kabupaten termasuk Kabupaten Subang yang ada di desa wisata. Hingga budaya dijadikan ikon daya tarik wisata untuk desa menjadi desa wisata. Wisata budaya yang berawal di desa wisata saat ini telah banyak diminati oleh wisatawan, United Nations World Tourism Organization (UNWTO) pada tahun 2005 mencatat bahwa kunjungan ke obyek wisata warisan budaya telah menjadi salah satu kegiatan wisata yang tercepat pertumbuhannya (Kartika et al., 2017). 3.4. Potensi Sejarah Potensi pariwisata berbasis sejarah budaya merupakan salah satu aset yang memiliki potensi untuk dikembangkan oleh setiap daerah. Hal ini tidak hanya terkait dengan kepentingan untuk dapat memacu pendapatan daerah, tapi juga urgensi terhadap pengembangan ekonomi daerah. Argumen yang mendasari karena mata rantai dari kepariwisataan cenderung sangat kompleks dan setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga hal ini menjadi keunikan tersendiri yang 37



membedakan dengan daerah yang lain. Oleh karena itu, daerah yang mampu mengembangkan potensi wisata, termasuk wisata sejarah budayanya maka akan memperoleh kemanfaatan dari kepariwisataan (Adi & Saputro, 2017). Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang untuk pendapatan asli daerah setelah sektor industri. Sehingga banyak daerah dipelosok di Indonesia sangat gencar untuk mengembangkan potensi-potensi wisata, tidak hanya potensi alam maupun potensi budaya juga potensi sejarah sepeninggalan masa pejuangan mengusir penjajahan dulu hingga saat ini masih dilestarikan. Potensi wisata sejarah akibat di masa perjuangan melimpah layak dikembangkan menjadi wisata sejarah untuk menjadi daya tarik yang kuat untuk menarik wisatawan. Tidak hanya dijadikan sebuah sejarah wisata, namun wisata menjadikan momen untuk melestarikan (menjaga) dan mengingat jasa perjuangan maupun asal usul keberadaan kemunculan daerah hingga bisa bertahan samapai saat ini (Wijaya, 2018). Contohnya Kota Bandung yang berada di Provinsi Jawa Barat menyimpan sejarah bagi bangsa Indonesia, yang potensial untuk menjadi daya tarik wisata budaya (culture heritage) yaitu keharuman Kota Bandung sebagai Parijs van Java, sejak jaman kekuasaan Kolonial Belanda (Maryani & Logayah, 2017). Memiliki daerah dan bangunan sejarah menjadi potensi pendorong kehadiran wisatawan berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata, Pemanfaatan bangunan bersejarah sebagai produk 38



pariwisata merupakan salah satu jalan keluar bangunanbangunan tersebut dapat terus bertahan dengan semakin banyaknya fasilitas modern di sekelilingnya (Arif, 2019). Potensi objek wisata sejarah salah satu destinasi wisata yang perlu dilestarikan dan dijaga jangan sampai musnah karena perubahan zaman. 3.5. Potensi Kuliner Sederhananya ketika berbicara mengenai kuliner nusantara yang khas, baik makanan ataupun minuman tradisional adalah kebutuhan konsumtif yang tidak perlu diragukan lagi cita rasa serta kualitasnya karena terus memanjakan lidah masyarakat Indonesia dimanapun mereka berada (Arief, 2021). Menurutnya bahwa adaptasi kebiasaan baru, menghadirkan banyak alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tetap siaga menjalankan kehidupan yang aman dan sehat. Melakukan plesiran ke desa dengan segala kearifan lokal yang ada di dalamnya menjadi aktivitas yang cukup ramai dikampanyekan untuk mengembalikan lagi potensi desa di negeri ini yang sungguh kaya akan sumber daya alamnya. Tidak hanya singgah untuk semakin melengkapi perjalanan di suatu desa dengan sensasi hamparan alamnya, publik juga dapat menikmati daya tarik lain berupa kegiatan wisata kuliner tradisional yang memiliki banyak manfaat terutama dalam meningkatkan imunitas tubuh manusia. Merebaknya bisnis kuliner tradisional itu sendiri dari desa ke 39



desa mampu membuka lahan pekerjaan yang dapat memfasilitasi warga dalam memenuhi pendapatan sehari-hari mulai dari menjadi kasir, tukang masak atau bahkan tukang parkir terutama untuk kelompok marginal berdasarkan keterampilannya masingmasing. Sehingga hal tersebut memberikan kekuatan untuk sebuah desa dalam pembentukan identitas / ikon yang secara khusus dihadirkan dari kuliner tradisional maupun sumber daya manusianya (Arief, 2021) Kekayaan beraneka produk pangan menjadikan Indonesia kaya akan potensi kuliner. Potensi produk pangan di Indonesia sangat besar karena memiliki cita rasa dengan keunikan yang lebih beragam. Selain keindahan alam, Indonesia yang ada dibeberapa pelosok daerah hingga pedesaan memiliki potensi kuliner yang khas dijadikan wisata untuk menarik wisatawan. Kuliner bisa menjadi vehicle yang paling efetkif untuk dijadikan media promosi pariwisata (Lestari, 2020). Kuliner merupakan jenis usaha yang selalu menjadi peluang bisnis yang menarik untuk dikembangkan, tidak terkecuali bagi masyarakat di desa (Digides, 2021). Membangun usaha kulineran di pedesaan dengan nuansa wisata merupakan potensi yang sangat menjanjikan dan mampu mendapatkan cuan (keuntungan) lebih bagi siapapun yang ingin memulainya, dikarenakan peminat dari jenis usaha kuliner ini tidak pernah sepi. Berikut usaha kuliner yang bisa dirintis dan dikembangkan di desa sebagai berikut: 1. Kuliner kue tradisional. Jajanan yang satu ini tentunya sering kita temukan dimana-mana. Di pasar hingga di pinggir jalan 40



perkotaan, penjual kue tradisional dengan mudah bisa menjangkau masyarakat manapun. Kue tradisional sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia dan memiliki memori tersendiri di hati masing-masing orang. Mulai dari dijadikan cemilan pada pagi hari, menjadi pelengkap saat minum teh atau kopi, hingga disajikan ketika ada acara penting yang dirayakan. Di setiap daerah pun kue khasnya berbeda-beda dan memiliki penikmatnya tersendiri. Sebab itu kuliner mampu menjadi peluang usaha yang menguntungkan di desa. Disamping itu, bahan-bahan pembuatannya juga cukup mudah ditemukan. 2. Warung makanan khas tradisional. Sebagian daerah biasanya memiliki warung makan yang menjadi tempat persinggahan wisatawan atau pengunjung, bahkan menjadi tempat istirahat bagi sebagian pengendara sebelum melanjutkan perjalanan. Kebanyakan dari mereka memilih warung makan khususnya yang menyajikan masakan khas lokal untuk dijadikan tempat pemberhentian. Selain untuk istirahat, momen tersebut sekalian menjadi kesempatan untuk mencoba makanan khas lokal di sebuah daerah atau desa. 3. Frozen food atau makanan beku. Maraknya penjual bahan makanan beku (frozen food) selama pandemi menjadi hal yang menarik. Penyajiannya yang mudah, praktis, dan cepat menjadi daya tarik dari kuliner yang satu ini. Tidak heran jika kuliner ini laku dan memiliki target pasar yang meluas. Hal ini bisa menjadi peluang yang patut dicoba di desa, karena frozen food merupakan makanan yang tahan lama (jika 41



disimpan di kulkas) dan harganya juga terjangkau. Karena itu usaha kuliner yang satu ini tidak membutuhkan modal yang besar dan anda bisa memulainya dari rumah. Pemasarannya pun tidak perlu repot, cukup memanfaatkan smartphone dan anda bisa memasarkannya melalui grup chat di Whatsapp atau akun sosial media yang anda miliki. 4. Gorengan. Jajanan yang satu ini tentunya sangat familiar bagi masyarakat Indonesia, belum lengkap rasanya jika tidak menyantap gorengan untuk jangka waktu yang lama. Nah, jualan gorengan merupakan alternatif yang tepat untuk memulai usaha anda. Sebagian besar orang menyukai jajanan ini karena termasuk praktis dan cukup mudah ditemukan. 5. Street food atau jajanan kaki lima. Bakso Bakar, Bakso Goreng, Sosis Bakar, Cimol, Batagor, dan sejenisnya merupakan jajanan kaki lima (street food) yang banyak digemari, terutama remaja dan anak-anak yang gemar mengonsumsi cemilan yang mengenyangkan. Bisnis kuliner yang satu ini bisa jadi kesempatan untuk mendapatkan cuan, karena cenderung mudah menarik perhatian masyarakat. Serta lokasi yang strategis (kebanyakan di pinggir jalan atau pusat keramaian) menjadi nilai tambah bagi peluang bisnis kuliner ini, cukup menyediakan gerobak, tenant, atau meja ukuran sedang, maka kalian siap untuk meraup keuntungan. Jadi, tidak ada salahnya untuk mulai mencoba peluang bisnis dengan menjajakan jajanan kaki lima alias street food. 42



6. Cemilan atau snack rumahan. Jenis usaha ini juga terbilang cukup menjanjikan, mengingat cemilan selalu diminati siapapun dan harganya bisa dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Serta proses pembuatan dan bahannya juga mudah didapatkan. Contoh ide cemilan atau snack rumahan yang bisa dicoba antara lain seperti Es Lilin, Banana Roll, Tèla-Tèla, Singkong Keju, Roti Bakar, dan lain sebagainya. 7. Minuman dingin kekinian. Generasi jaman sekarang yang tergolong anak-anak muda sangatlah gemar mencoba atau mencicipi kuliner baru dengan beragam variasi rasa. Itulah alasan mengapa minuman kekinian tergolong laris manis, apalagi dengan perkembangan informasi yang bisa diperoleh dengan cepat. Es Cincau, Minuman Boba, Es Kepal Milo, Thai Tea adalah beberapa minuman yang dinobatkan sebagai minuman kekinian dan sukses menarik perhatian banyak orang. 8. Aneka keripik. Keripik tergolong mudah dibuat dan tahan lama (selama dikemas dengan benar), bahannya juga tidak sulit ditemukan. Berbagai keripik yang banyak diminati yaitu Keripik Ubi, Keripik Pisang, Keripik Tempe, hingga Keripik Kentang. Untuk memasarkannya, keripik bisa dititipkan di warung atau toko-toko UMKM yang ada di desa. 9. Minuman khas daerah. Di setiap daerah di Indonesia biasanya memiliki minuman khasnya masing-masing. Seperti kopi, teh, atau minuman berbahan dasar rempah-rempah. Minuman lokal tersebut biasanya tersedia dalam kemasan dengan berbagai ukuran. Jika desa anda merupakan daerah penghasil 43



biji kopi, maka berbisnis kopi kemasan adalah jenis usaha yang tepat. Begitupun jika daerah anda menghasilkan minuman khas lokal lainnya, maka anda bisa memproduksi minuman tersebut di dalam kemasan yang menarik. 10. Oleh-oleh khas lokal. Bagi sebagian besar wisatawan, berburu buah tangan (olèh-olèh) biasanya menjadi salah satu tuiuan mereka mengunjungi suatu daerah. Olèh-olèh juga bisa berupa kuliner, seperti kue basah atau kue kering. Kuliner tentunya menjadi incaran wisatawan karena hanya bisa ditemukan di daerah. Olahan Dangke juga tersedia dalam bentuk mentah hingga olahan cemilan berupa Keripik Dangke. Keindahan alam Indonesia sudah terbukti di mata dunia, tidak luput para pelancong untuk bisa menikmati kuliner nusantara (Firatmaja & Rachman, 2018). Menurut Beby dikutip dalam Firatmaja & Rachman (2018) bahwa kuliner sebagai tujuan wisata sangat berpotensi cukup besar. Wisata kuliner merupakan program yang mengangkat tema beragam makanan, khususnya yang disajikan warung-warung pinggir jalan dan berharga murah serta dipenuhi pelanggan. Istimewanya, tempattempat yang banyak dikunjungi, sehingga melalui kuliner pula wisatawan bisa memasuki budaya suatu wilayah. 3.6. Potensi Kreasi Kriya/Kerajinan Kekayaan yang beraneka ragam salah satunya produk seni dan kreasi menjadikan Indonesia kaya akan potensi. Keberadaan 44



seni kriya atau kerajinan yang sangat dengan aktivitas dan kebutuhan masyarakat sehari-hari yang kita temukan pada masyarakat pedesaan. Seni kriya dihasilkan melalui keahlian manusia dalam mengolah bahan mentah menjadi produk jadi yang bisa dipasarkan, bahan yang dipergunakan berasal dari alam, diantaranya batu, tanah liat, kayu, bambu, logam, benang, tulang, cangkang kerang, kulit, kaca, dedaunan, buah kering, plastik, atau serat. Salah satu anyaman yang sering ditemukan kerajinan anyaman berasal dari pedesaan dari bahan bambu diantaranya krey bambu, kurungan untuk hewan ternak, dan sebagainya dan bisa kita temukan di Desa Cibuluh, Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Jawa Barat.



Gambar 1. Kerajinan Tangan Anyaman Bambu Tepas Sewu Desa Wisata Cibuluh, Kabupaten Subang



Kerajinan merupakan suatu bentuk kegiatan manusia yang dapat meningkatkan nilai guna dari bahan atau barang dengan mengerahkan inovasi teknologi dan keterampilan fisik serta 45



sumber daya alam yang ada. Kerajinan salah satu komponen utama dalam pengembangan ekonomi lokal. Namun kerajinan harus ditopang oleh beberapa unsur termasuk kreativitas, inovasi, keunikan, kearifan lokal, sumber daya lokal, edukasi, dan kesejahteraan (Sugiarti et al., 2020). Menurut Samodro (2012) di kutip oleh Sugiarti et al. (2020) bahwa kerajinan itu dalam upaya kreatif masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui proses produksi dengan pola industri tradisional. Pariwisata memiliki hubungan simbiotis dengan seni kerajinan. Menurut Nyawo (2015) di kutip oleh Sugiarti et al. (2020) bahwa sisi pariwisata memberi kontribusi kepada seni kerajinan karena dapat mendukung upaya revitalisasi seni kerajinan, sisi lain menurut Horjan (2011) bahwa kerajinan memiliki potensi untuk menjadi daya tarik wisata yang unik dan mendukung diversifikasi atraksi. Sehingga dari keberadaan seni kerajinan memberikan kontribusi kepada wisatawan berupa produk hasil kerajinan dari masyarakat lokal yang memiliki nilai jual cukup tinggi dalam menciptakan hasil dari pengalaman perjalanan wisata (Baskaran, 2016). Kreasi kerajinan yang berasal dari polesan tangan-tangan masyarakat dipedesaan akan tumbuh dan berkembang menjadi wisata kerajinan atau disebut dengan wisata kriya. Menurut Richards (2015) dikutip dari Sugiarti et al. (2020) bahwa pada dasarnya wisata kriya (Craft Tourism) atau wisata kerajinan merupakan sebuah kegiatan wisata untuk mengunjungi, melihat, mempelajari, menikmati, dan mengapresiasi produk seni 46



kerajinan dari berbagai daerah guna mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan manfaat dari keanekaragaman budaya berupa seni kerajinan tersebut. Wisata kriya adalah salah satu bentuk wisata minat khusus (special interest tourism) yang bisa menggabungkan berbagai jenis kegiatan wisata lainnya seperti wisata pedesaan, wisata belanja, wisata budaya, wisata sejarah, dan wisata alam ke dalam satu paket kegiatan bergantung pada sumber daya kerajinan hasil ciptaan masyarakat suatu daerah. Kriya atau kerajinan dari masyarakat pedesaan akan tumbuh menjadi ekonomi kreatif yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Menurut Hasibuan (2016) dikutih oleh Sugiarti et al. (2020) ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep era ekonomi baru mengintensifkan informasi dan kreatifitas dengan mengandalkan pada ide. Untuk pembangunan ekonomi kreatif pada masyarakat pedesaan perlu di dukung Pemerintah setempat berdasarkan peraturan yang telah diterbitkan oleh instruksi Prsiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Sektor ekonomi kreatif merupakan kekuatan pilar utama yang memiliki peran signifikan. Oleh karena itu peran pemerintah tersebut untuk dilakukan pemberdayaan melalui praktek atau pelatihan kriya/kerajinan berkelanjutan dari bahan yang diambil dari alam atau barang yang sudah tidak dipakai dijadikan kerajinan unik yang bernilai untuk jual. 47



Bab 4. Pengelolaan Desa Wisata 4.1. Pengertian Pengelolaan, Desa, dan Wisata Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Pada era globalisasi sekarang ini, pembangunan pariwisata dijadikan prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah, selain mampu menjadi sektor potensial utama dalam sumber Pendapatan Asli Daerah (Putri, 2020), juga memperbesar penyerapan tenaga kerja (Rusyidi & Fedryansah, 2021). Sehingga pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang memiliki multiplier effect dan multi dimension dari rangkaian suatu proses pembangunan, mulai dari aspek ekonomi, sosial budaya, bahkan kepada lingkungan hidup (Arliman S, 2018). Menurut UU No. 10 Tahun 2009, Pariwisata ialah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Menurut World Tourism Organization (WTO), Pariwisata merupakan suatu kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. “Desa wisata” biasanya berupa kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus yang layak untuk menjadi daerah tujuan wisata. Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryati & 48



Wiendu, 1993). Di kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Di luar faktor-faktor tersebut, sumberdaya alam dan lingkungan yang masih asli serta terjaga merupakan salah satu faktor penting dari sebuah kawasan desa wisata. Selain berbagai keunikan tersebut, kawasan desa wisata juga dipersyaratkan memiliki berbagai fasilitas untuk menunjang sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang ada di suatu kawasan desa wisata antara lain; sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan akomodasi perlu disediakan. Desa juga merupakan bagian wilayah dari setiap Kabupaten/Kota yang memiliki peluang sebagai pilar pembangunan daerah maupun nasional. Pengembangan desa sebagai daya tarik wisata terkait dengan alam dan kontak masyarakat, juga merupakan bentuk integrasi antara wisata, atraksi dari budaya hidup masyarakatnya yang mengandung unsur ekonomi dan sosial. Daya tarik wisata desa ini tentunya harus didukung fasilitas dan pengelolaan yang memiliki value. Oleh karena itu, sebelum sebuah kawasan atau daerah tujuan wisata tertentu dikembangkan, sebaiknya para perencana pembangunan pariwisata mengetahui dengan jelas dan detail segala sesuatu yang menyangkut potensi dan kendala yang dimiliki oleh kawasan yang bersangkutan. Paradigma baru 49



pariwisata adalah milik rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Desa merupakan satuan terkecil wilayah dan masyarakat dari bangsa/negara yang menunjukkan keragaman Indonesia, serta gerak perkembangan pariwisata terdapat dalam berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan. Pada dasarnya, dalam aktivitas wisata yang digolongkan ke dalam kategori wisata pedesaan harus mencakup tiga besaran pokok, yaitu produk wisata itu sendiri, yang bentukannya dapat berasal dari alam, budaya, dan kriya/ kreatifitas, sumber daya manusia yang akan menjadi penyelenggara aktivitas tersebut (operator), dan ruang-ruang yang memungkinkan terciptanya interaksi yang lebih dalam antara wisatawan dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Desa wisata sebagai bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993). Pandangan lain tentang Desa Wisata adalah salah satu kegiatan kepariwisataan yang menawarkan keseluruhan suasana yang menonjolkan dari keaslian desa dan lingkungan setempat seperti pemandangan alam desa yang indah, kuliner, cenderamata, homestay dan sebagainya (Sudibya, 2018). Sehingga secera sedernahana dikatakan sebagai kegiatan mengajak wisatawan



50



untuk berkunjung ke desa, melihat dan mempelajari keaslian desa sesuai dengan keunikan dan potensi desa yang dimilikinya. Desa Wisata adalah komunitas atau masyarakat yang terdiri dari para penduduk suatu wilayah terbatas yang bisa saling berinteraksi secara langsung dibawah sebuah pengelolaan dan memiliki kepedulian serta kesadaran untuk berperan bersama sesuai ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki masingmasing untuk memberdayakan potensi secara kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan serta terwujudnya Sapta Pesona sehingga tercapai peningkatan pembangunan daerah melalui kepariwisataan dan memanfaatkannya bagi kesejahteraan masyarakat di wilayah itu. kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat yang dalam aktivitas sosialnya berupaya untuk meningkatkan pemahaman kepariwisataan, mewadahi peran dan partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di suatu wilayah, meningkatkan terhadap bentuk nilai-nilai kepariwisataan, serta memberdayakannya untuk kesejahteraan masyarakat, keikutsertaan dalam mensukseskan pembangunan kepariwisataan. Desa Wisata dibentuk untuk memberdayakan masyarakat agar dapat berperan sebagai pelaku langsung sebagai upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian dalam menyikapi potensi dan daya tarik pariwisata di wilayah mereka dengan tujuan berperan agar mampu berperan sebagai tuan rumah yang baik bagi para wisatawan yang berkunjung, serta memiliki kesadaran akan peluang dan kesiapan menangkap manfaat yang dapat 51



dikembangkan dari kegiatan pariwisata untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Menurut Hadiwijoyo (2020) desa wisata dalam konteks wisata pedesaan adalah aset kepariwisataan yang berbasis pada potensi pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut. Sebagai sebagian atau keseluruhan wilayah, dimana desa wisata yang dimiliki potensi, produk dan aktivitas wisata yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata dan dikelola oleh kelompok masyarakat di desa secara berkelanjutan (Suryawan et al., 2016). Adapun menurut Suryawan (2016) bahwa terdapat komponen pembentuk desa wisata tediri atas: 1. Wilayah Desa Sebuah desa wisata haruslah menjadi bagian dari wilayah satu desa. Bilamana sebuah kegiatan wisata mencakup lebih dari satu wilayah desa, kegiatan wisata tersebut dapat digolongkan kedalam wisata perdesaan dan bukannya desa wisata. 2. Produk Pariwisata Sebuah desa wisata haruslah memiliki produk wisata sebagai bentuk objek material dari proses perdagangan barang dan jasa yang dilakukan kepada wisatawan. Produk pariwisata yang ada dan ditawarkan oleh sebuah desa wisata dapat berupa atraksi wisata, jasa wisata maupun usaha pariwisata yang ada di desa. Produk wisata yang ditawarkan dan beroperasi pada ekonomi pasar. Memungkinkan desa wisata 52



tersebut ditinggalkan oleh wisatawan karena perubahan kondisi permintaan dan penawaran yang berkembang di pasar global. Dimana setiap bentuk penawaran dapat menciptakan permintaannya sendiri (Jhingan, 2007). Tiap terjadi produksi produk akan ada pendapatan yang besar sama dengan nilai produksi sehingga dalam keseimbangan, peningkatan produksi akan selalu diiringi peningkatan pendapatan dan akhirnya diiringi juga oleh peningkatan permintaan. Kondisi ini mengharuskan suatu desa wisata mampu memberikan deferensiasi suatu produk yang beranekaragam dan tanggap terhadap perubahan kondisi pasar. Produk wisata menurut Yoeti (2002) sebagai salah satu obyek penawaran dalam pemasaran pariwisata memiliki unsur-unsur utama yang terdiri dari 3 (tiga bagian) sebagai berikut: daya tarik daerah tujuan wisata, termasuk didalamnya citra yang dibayangkan oleh wisatawan; fasilitas yang dimiliki daerah tujuan wisata, meliputi akomodasi, usaha pengolahan makanan, parkir, trasportasi, rekreasi dan lain-lani; dan kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata tersebut. Damanik dan Weber (2006) mengungkapkan kualitas produk harus memiliki 4 (empat) hal, diantaranya: - Keunikan, yang merupakan kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada suatu objek wisata. Hal ini merupakan keunggulan produk dalam persaingan pasar. - Otensitas, yaitu sebuah kategori nilai yang memadukan sifat alamiah eksotis, dan bersahaja dari suatu daya tarik ekowisata. 53



- Originalitas, yang mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi oleh atau tidaknya mengadopsi nilai atau model dengan nilai aslinya. - Keragaman, yang berarti keanekaragaman produk dan jasa yang ditawarkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan melalui skema pengembangan desa wisata untuk menjadikan desa wisata rintisan ke tahapan berkembang, maju dan mandiri 3. Organisasi Pengelola Keberadaan organisasi pengelola merupakan hal yang wajib pada sebuah desa wisata. Ketidaktersedianya organisasi pengelola menjadi sebuah jaminan bahwa tidak ada legitimasi dari sebuah pihak yang memanfaatkan dan mengelola sumber daya pariwisata dengan mengatasnamakan organisasi desa. Organisasi desa wisata yang dibentuk haruslah memilki kewenangan dan mewakili keberadaan desa, dan diketahui serta disahkan oleh stakeholder di desa baik itu peringkat pemerintahan desa, badan pengawas desa, kelompok organisasi kemasyarakat di desa maupun perwakilan masyarakat desa. 4. Prasarana dan Sarana Kewilayahan Desa Wisata haruslah memiliki prasarana dan sarana kewilayahan sebagai pengejawantahan prasyarat sebuah wilayah.



54



5. Wisatawan Sebuah desa bila menetapkan diri sebagai desa wisata haruslah memiliki wisatawan yang berkunjung ke desa. Wisatawan di desa secara umum dapat dikategorikan menjadi sejumlah macam yaitu wisatawan yang datang dan berkunjung ke desa untuk menikmati produk wisata yang ditawarkan dan wisatawan yang datang dan menginap di desa untuk menikmati produk wisata dan keseharian di desa. 6. Jejaring Sosial. Sebuah desa wisata haruslah memiliki jejaring dalam upaya proses pendampingan, pengelolaan, dan pengembangan jasa wisata yang dilakukan. Berikut adalah kriteria sebuah desa dapat digolongkan menjadi desa wisata adalah 1. Berada dan mencakup sebagian atau seluruh wilayah desa. 2. Memiliki potensi wisata yang unik dan dapat dimanfaatkan, dikembangkan dan dilestarikan sesuai dengan alam dan nilai budaya masyarakat setempat. 3. Produk wisata dibentuk, dikelola dan dimonitoring oleh anggota masyarakat desa. 4. Dikelola oleh organisasi masyarakat lokal yang telah mendapatkan legitimasi minimal setingkat kepala desa dan bendesa adat. 5. Dikunjungi wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata. 6. Memiliki kewenangan kepemilikan dan keberadaan atas prasaranadan sarana yang digunakan untuk kegiatan wisata. 55



7. Melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan untuk pengelolaan dan pengembangan pariwisata di desa wisata. Menurut Syamsu dalam Prakoso (2008) suatu kawasan dikatakan dapat menjadi desa wisata harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Faktor kelangkaan adalah sifat dari atraksi wisata yang tidak bisa dijumpai atau langka di tempat lain. 2. Faktor kealamiahan adalah sifat atraksi wisata yang belum pernah mengalami perubahan akibat campur tangan manusia. 3. Keunikan, yakni sifat atraksi wisata memiliki keunggulan komparatif dibanding objek wisata lain. 4. Faktor pemberdayaan masyarakat yang mampu menghimbau agar masyarakat ikut serta diberdayakan dalam dalam pengelolaan objek wisata di daerahnya. Desa wisata dilihat sebagai bentuk industri pariwisata yang berupa kegiatan mengaktualisasikan perjalanan wisata identik meliputi sejumlah kegiatan yang bersifat menghimbau, merayu, mendorong wisatawan sebagai konsumen agar menggunakan produk dari desa wisata tersebut atau mengadakan perjalanan wisata ke desa wisata tersebut atau disebut pemasaran desa wisata. Komponen produk pariwisata itu sendiri terdiri atas angkutan wisata, atraksi wisata, dan akomodasi pariwisata (Soakadijo, 2000). Pada hakekatnya pengertian produk wisata adalah keseluruhan pelayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati oleh wisatawan semenjak ia meninggalkan tempat tinggalnya sampai ke daerah tujuan wisata hingga kembali 56



kerumah dimana ia berangkat semula. Sedangkan produk wisata yang tersedia di suatu daerah pada hakikatnya dapat memberikan citra wisata dan kesan (image) perjalanan wisata seseorang (Suwantoro, 2004). Sehingga tujuan dari pembentukan Desa Wisata adalah untuk meningkatkan posisi dan peran masyarakat sebagai subjek atau pelaku penting dalam pembangunan kepariwisataan, yang kemudian mampu bersinergi dan bermitra dengan pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan kualitas perkembangan kepariwisataan di daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membangun dan menumbuhkan sikap dan dukungan positif masyarakat sebagai tuan rumah melalui perwujudan nilai-nilai Sapta Pesona yang penting bagi perkembangan kepariwisataan di daerah, selain juga dengan memperkenalkan, melestarikan dan memanfaatkan potensi daya tarik wisata yang ada di masingmasing daerah sehingga memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya. Fungsi Desa Wisata merupakan wadah langsung bagi masyarakat yang memiliki kesadaran mengenai adanya potensi wisata dan terciptanya unsur dari Sapta Pesona di lingkungan wilayah destinasi wisata. Menurut Kartika (2019) bahwa Desa wisata pula menjadi unsur kemitran baik bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam perwujudan dan pengembangan kepariwisataan di daerah. Adapun langkah-langkah pengembangan Desa Wisata dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: 57



1. Melakukan pemetaan wilayah dengan cara mengidentifikasi apa saja potensi alam, sosial, budaya yang terdapat di desa tersebut. 2. Menata wajah desa dengan memperbaiki fasilitas umum, pemukiman, serta yang lebih penting membebaskan wilayah tersebut dari sampah, terutama sampah plastik. 3. Menyiapkan sumber daya manusia, kelembagaan, dan jaringan, diantaranya: a. Rumuskan aturan main pengelolaan Desa Wisata. b. Bentuk badan pengelola Desa Wisata. c. Rancang program kerja (pendek, menengah dan panjang). d. Kembangkan jaringan dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam pentahelix pembangun pariwisata. Ada beberapa prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan Desa Wisata diantaranya : 1. Bertahan dengan tatanan lahan pedesaanya dengan kontrol tetap di desa. 2. Tumbuhkan jiwa bersaing sehat. 3. Setia pada proses awal pengembangan Desa Wisata dan jangan berang-gapan bahwa Desa Wisata dapat berjalan secara instant. 4. Hendaklah bergerak secara bersama antara dinas, masyarakat dan adat. 5. Tetap seperti semula dan jangan berubah ketika sudah menjadi sebuah desa wisata, tidak merubah cara hidup/tatanan mata pencaharian masyarakatnya. 58



Gambar 5. Skema Pengembangan Desa Wisata



4.2. Pengelolaan Potensi Wisata Pedesaan Desa memiliki banyak sekali potensi yang masih belum dimanfaatkan atau belum diolah secara baik, terutama pada sektor wisata. Setiap desa memiliki potensi yang kadang masyarakat sekitarnya sendiri pun belum melihat potensi tersebut. Padahal sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasilan dan mampu memberikan sumbangan yang sangat baik untuk kemandirian desa. Akhir-akhir ini wisatawan beralih dari wisata konvensional beralih ke wisata yang memiliki rasa peduli terhadap lingkungan, alam, dan budaya. Wisata yang memberikan penghargaan terhadap lingkungan, alam, dan budaya tidak lepas dari dukungan lingkungan yang berada di desa, yang digerakkan untuk mendukung potensi wisata pedesaan (PICD, 2020).



59



Potensi wisata lokal yang ada di desa memang akhir-akhir ini sangat diminati oleh wisatawan yang rindu pada alam terbuka, interaksi dengan lingkungan, dan masyarakat lokal. Dalam Antara dan Arida (2015) Desa Wisata (rural tourism) merupakan pariwisata yang terdiri dari keseluruhan pengalaman pedesaan, atraksi alam, tradisi, unsur-unsur yang unik yang secara keseluruhan dapat menarik minat wisatawan (Susyanti, 2013). Desa wisata bisa dikatakan bahwa pariwisata pedesaan memberikan potensi yang dimiliki desa untuk dinikmati oleh masyarakat. Sehingga pengelolaan potensi wisata pedesaan merupakan hal utama untuk menuju desa wisata. Bagaimana cara mengelola potensi desa untuk menjadi Desa Wisata. Setiap desa memiliki keunikan yang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi desa tersebut. Daya tarik setiap desa dapat terlihat secara langsung atau membutuhkan upaya untuk menggali kembali. Daya tarik wisata bisa berupa potensi alam seperti gunung, sungai, pantai, laut, atau potensi budaya seperti adat-istiadat, museum, benteng, situs peninggalan sejarah, dan lain-lain, juga potensi buatan manusia. Suatu wilayah wisata pasti memiliki daya tarik yang berbeda satu sama lain. Setiap desa bisa menjadi sebuah tempat wisata jika masyarakat, organisasi, dan pemerintah dapat mengolah potensi yang dimiliki oleh desa. Pengelolaan di desa/kampung wisata dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang sudah ada di desa/kampung wisata seperti Karang Taruna, Koperasi atau BUMDES, dan Pokdarwis.



60



Gambar 6. Contoh Struktur Organisasi Desa



Gambar 7. Contoh Lembaga Desa



Lembaga pada tingkat desa diantaranya: 1. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) merupakan lembaga di tingkat desa Kelompok ini adalah lembaga bentukan pemerintah desa yang bertugas dan berperan dalam mensosialisasikan nilai dan penerapan sapta pesona. Lembaga pengelola desa wisata ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat yang berorientasi pada keuntungan dari jasa pariwisata, dari mulai bagaimana 61



mengelola tamu sampai pada marketing. Pengelola organisasi desa wisata ini terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, berikut seksi-seksinya seperti: pemandu, homestay, kamanan, promosi, dan lingkungan.



Gambar 8. Contoh Struktur Organisasi Pokdarwis



2. Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk kesejahteraan masyarakat desa. a. Maksud dibentuknya adalah dalam rangka mendorong dan meningkatkan kemandirian desa. b. Tujuannya, meningkatkan pendapatan asli daerah, mengembangkan perekonomian di wilayah pedesaan,



62



menciptakan lapangan kerja, mengembangkan potensi sumber daya yang dimiliki desa. c. Strategi yaitu mengelola potensi yang dimiliki oleh desa disesuaikan dengan kemampuan yang menjadi kewenangan desa. d. Asas demokrasi ekonomi, pengayoman, pemberdayaan, keterbukaan dan akuntabilitas (dapat dipertanggung jawabkan).



Gambar 9. Contoh Struktur Organisasi BUMDes



3. Koperasi merupakan badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya. Dengan demikian, koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan induk perekonomian nasional.



63



Gambar 10. Contoh Struktur Organisasi Koperasi



4. Karang Taruna adalah organisasi sosial sebagai wadah generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial, oleh, dan masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.



Gambar 11. Contoh Struktur Organisasi Karang Taruna



64



5. Pemberdayaan Menurut Mubarak (2010) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat. Pada pemberdayaan pendekatan proses lebih yang memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia (Soetomo, 2006). 4.3. Pengelolaan Desa wisata dalam Perspektif Community Based Tourism (CBT) Munculnya fenomena pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat merupakan kritik atas pengelolaan wisata yang dilaksanakan tanpa melibatkan masyarakat dan dipandang kurang mampu memberdayakan masyarakat. Pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism/CBT) merupakan konsep pengelolaan kepariwisataan dengan mengedepankan partisipasi aktif masyarakat dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi mereka dengan tetap menjaga kualitas lingkungan, serta melindungi kehidupan sosial dan budayanya. Konsep pariwisata berbasis berbasis masyarakat berkesesuaian dengan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang memerlukan partisipasi masyarakat (Purmada et al., 2016). Konsep pariwisata berbasis CBT salah satu upaya dalam menyadari kelangsungan budaya, sosial, dan lingkungan. Pariwisata yang dikelola oleh masyarakat 65



setempat guna membantu para wisatawan untuk meningkatkan kesadaran tentang masyarakat dan tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life).



Gambar 12. Pemerintah dan Masyarakat Desa Cibeusi dalam mendukung Desa Wisata Mandiri



Hausler dalam Sunaryo (2013) Community Based Tourism (CBT) merupakan salah satu pendekatan dalam pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal, baik yang terlihat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak, dalam bentuk pemberian akses pada manajemen dan sistem melalui keidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan kepariwisataan secara lebih adil bagi masyarakat. Upaya dalam membangun pariwisata tentunya akan lebih bermanfaat bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang kepada masyarakat lokal, oleh karena itu konsep CBT bukanlah bisnis wisata yang bertujuan untuk memaksimalkan profil bagi para 66



investor. CBT lebih terkait dengan dampak pariwisata bagi masyarakat dan sumber daya lingkungan (environmental resources). Konsep CBT mempunyai prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai tool of community development bagi masyarakat lokal, yakni: ‐ Mengakui, mendukung dan mempromosikan pariwisata yang dimiliki masyarakat. ‐ Melibatkan anggota masyarakat sejak awal pada setiap aspek, ‐ Mempromosikan kebanggaan masyarakat. ‐ Meningkatkan kualitas hidup. ‐ Menjamin sustanbilitas lingkungan. ‐ Memelihara karakter dan budaya lokal yang unik. ‐ Membantu mengembangkan cross-cultural learning. ‐ Menghormati perbedaan-perbedaan kultural dan kehormatan manusia. ‐ Mendistribusikan keuntungan secara adil di antara anggota masyarakat.



Gambar 13. Pariwisata Berbasis Community Based Tourism (CBT)



67



Pariwisata berbasis masyarakat dengan mengedepankan pendekatan bottom-up, sedangkan pariwisata yang berkelanjutan mengedepankan pendekatan top-down. Pendekatan bottom-up mengandung arti bahwa inisiatif untuk pengembangan pariwisata berasal dari masyarakat, sedangkan pada pendekatan top-down, inisiatif berasal dari pemerintah (Baskoro, 2008). Penerapan pariwisata berbasis masyarakat mampu memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan, perlindungan terhadap lingkungan, serta perlindungan terhadap kehidupan sosial dan budaya mereka (Purmada et al., 2016). Pengelolaan pariwisata yang melibatkan masyarakat, tidak terjadi pada pariwisata konvensional yang memprioritaskan jumlah kunjungan atau pengunjung dengan mengabaikan atau kurang memperhatikan partisipasi masyarakat lokal. Pengelolaan pariwisata desa yang berbasis partisipasi masyarakat atau desa wisata, sangat perlu untuk dikembangkan (Alfianto & Iqbal, 2017). Oleh karena itu menurutnya mendorong untuk memaksimalkan pengembangan pariwisata berbasis desa atau desa wisata. Selain untuk lebih banyak menarik kunjungan wisatawan, pengembangan desa wisata juga memberikan dampak pemerataan pembangunan hingga tingkat desa dan mengangkat tingkat perekonomian masyarakat. Pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism/CBT) merupakan konsep pengelolaan kepariwisataan dengan mengedepankan partisipasi aktif masyarakat dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi mereka dengan 68



tetap menjaga kualitas lingkungan, serta melindungi kehidupan sosial dan budayanya Purnada (2013) dalam Alfianto dan Iqbal, (2017). Sehingga pengelolaan dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat berkesesuaian dengan pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) yang memerlukan partisipasi masyarakat. 4.4. Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal Setiap destinasi wisata sering tidak dapat mempertahankan keaslian dan keunikan budaya dan kehidupan sosial masyarakat. Hal ini terjadi dikarenkan struktur sosial masyarakat mengalami perubahan produk sesuai dengan pengembangan usaha wisata (Komariah et al., 2018). Menjaga kelestarian nilai kearifan lokal kawasan wisata harus melibatkan peran serta dari masyarakat melalui kegiatan pariwisata yang berbasis masyarakat. Wujud kearifan lokal ada di dalam kehidupan masyarakat yang mengenal dengan baik lingkungannya, masyarakat hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, memahami cara memanfaatkan sumberdaya alam secara arif dan bijaksana. Kearifan lokal dalam wujud pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan merupakan wujud konservasi masyarakat. Keberadaan desa wisata dalam perjalanan pembangunan pariwisata di tanah air sudah sedemikian penting. Desa wisata mampu mewarnai variasi destinasi yang lebih dinamis dalam suatu kawasan pariwisata, sehingga pariwisata tidak selalu terjebak dalam trend pengembangan bercorak mass tourism. 69



Dalam konteks kepariwisataan Bali perkembangan desa wisata menjadi bagian tak terpisahkan dari pasang-surut perkembangan pariwisata. Melalui desa wisata, maka pariwisata membuktikan keberpihakannya kepada semangat pariwisata sebagai penyerap tenaga kerja pedesaan, sebagai generator pertumbuhan ekonomi wilayah, dan sebagai alat pengentasan kemiskinan (Antara & Arida, 2015). Pengembangan dalam mengelola wisata pedesaan yang berbasis pengembangan potensi alam, pertanian, sosial dan budaya lokal dapat menjadi pengembangan potensi masyarakat berbasis pariwisata (Komariah et al., 2018). Pengembangan desa wisata yakni bagaimana masyarakat bisa didorong dan dikembangkan secara berkesinambungan, sehingga potensi yang dimiliki desa dan masyarakat dapat dikembangkan secara optimal. Melalui penggalian potensi desa dan masyarakat secara berkesinambungan maka pengembangan desa wisata dapat berdampak maksimal bagi kesejahteraan petani dan masyarakat desa. Dengan demikian, perkembangan suatu kawasan wisata tidak lepas dari pengembangan dan penggalian potensi-potensi wisata itu sendiri mulai dari dilevel daerah atau yang paling rendah (Aditya, 2018). Paradigma pengelolaan pariwisata berbasis lokal atau kerakyatan dalam berbagai bentuknya telah lama menjadi paradigma alternatif sebagai kegagalan model modernisasi yang diterapkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki banyak kelemahan karena selalu mengacu pada 70



pertumbuhan dan perkembangan fisik karena kurangnya memperhatikan masalah sosial budaya masyarakat. Terkait dengan pemikiran tersebut, maka desa-desa yang memiliki keunikan mulai dilirik untuk dipersiapkan menjadi desa wisata maupun wisata perdesaan oleh pemerintah maupun pelakupelaku pariwisata. Selanjutnya juga disebutkan bahwa pariwisata perdesaan harus memperhatikan hal-hal seperti: 1. Lokasinya harus di daerah pedesaan. 2. Fungsi pedesaan dikembangkan dalam suasana pedesaan yang memiliki ciri khusus, yaitu usaha kecil, ruang terbuka, berhubungan dengan alam dan keaslian kegiatan masyarakat tradisional. 3. Bersifat tradisional, berkembang secara perlahan dan berhubungan dengan masyarakat lokal. 4. Skala pedesaan baik dalam bentuk bangunan maupun pengaturan harus selalu dalam skala kecil. 5. Menyajikan bentuk yang komplek dari lingkungan pedesaan, ekonomi, sejarah, dan lokasinya. Keberhasilan pariwisata perdesaan sangatlah dipengaruhi oleh intensitas kegiatan, lokasinya, manajemen, dan dukungan dari masyarakat setempat atau lokal dan harus sesuai dengan keinginan masyarakat lokal. Kemudian dalam hubungan antara komponen pembangunan pariwisata berbasis lokal atau kerakyatan seperti yang diuraikan sebelumnya disajikan pada gambar dibawah ini.



71



Gambar 14. Pembangunan Pariwisata Berbasis Lokal atau Kerakyatan



Menjaga keseimbangan alam merupakan kearifan lokal karena sudah menjadi sebuah keyakinan yang dipegang oleh masyarakat yang ada di pedesaan. kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan terwujud akibat aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhannya (Komariah et al., 2018). Bentuk-bentuk dalam pengembangan pengelolaan wisata berbasis lokal atau kerakyatan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu; (1) swadaya (sepenuhnya dari masyarakat); (2) kemitraan (melalui pengusaha besar/kecil atau sistem bapak angkat); dan (3) pendampingan oleh LSM atau pihak perguruan tinggi selama masyarakat dianggap belum mampu untuk mandiri, namun 72



apabila mereka sudah dianggap mampu mandiri maka secara pelan-pelan ditinggalkan oleh pendamping. Untuk mencapai pariwisata kerakyatan yang berkelanjutan dilakukan dengan berbagai pendekatan sistem yang utuh dan terpadu, bersifat interdisipliner, participatory, dan holistik antara komponen terkait. 4.5. Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Ironisnya, kekayaan alam yang dimiliki belum mampu membebaskan negeri ini dari jeratan kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah memiliki peranan penting dalam menggali potensi dan membuat kebijakan terhadap pengembangan kepariwisataan, sehingga masyarakat lokal tergugah kesadarannya untuk menggali potensi dan bergerak membangun desa (Zaini et al., 2018). Pembangunan di sektor wisata ini bersifat inklusif dimana mampu melibatkan masyarakat sebanyak-banyaknya dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat (Kristiana and Theodora, 2016). Kegiatan pariwisata lokal melalui desa wisata salah satu cara pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dan melestarikan potensi desa yang dapat dikembangkan. Saat ini juga pemerintah menggencarkan dalam pengembangan pariwisata lokal dengan konsep desa wisata untuk memberdayakan, meningkatkan perekonomian, dan melestarikan budaya masyarakat lokal. 73



Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam pasal 1 ayat (12) menjelaskan bahwa upaya mengembangkan masyarakat dengan melalui pengembangan kemandirian dan kesejahteraan dalam meningkatkan pengetahuan dan kompetensi masyarakat. Menurut Ganjar Kartasasmita menerangkan bahwa konsep pemberdayaan masayarakat salah satu strategi dalam pembangunan kerakyatan (Indardi, 2016). Oleh karena itu, upayapemberdayaan ke masyarakat dengan menekankan variasi lokal sangat cocok untuk masyarakat pedesaan yang sudah memiliki potensi masing-masing serta memiliki keunikan untuk melestarikan budaya. Masyarakat pedesaan sudah memiliki identitas atau tradisi yang biasa dilakukan, berasal dari nenek moyang atau leluhur yang berada di desa tersebut. Masyarakat pedesaan meneruskan dan melestarikan tradisi dan budaya yang sudah ada sebelumnya sebagian besar berupa ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa ataupun acara sakral lainnya yang biasa mereka lakukan. Oleh karena itu, tujuan yang dicapai dalam pemberdayaan adalah untuk membentuk individu maupun masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Selanjutnya manfaat dari hasil Desa Wisata Pentingsari sudah cukup dapat dirasakan untuk masyarakat secara luas.



74



Bab 5. Pengembangan Pariwisata Desa Wisata Wisata dewasa ini menjadi sebuah pilihan yang tepat bagi individu maupun kelompok dengan tujuan untuk berlibur atau rekreasi dengan melakukan perjalanan dari satu tempat ketempat lain dalam memperoleh kesenangan dan kepuasan (Safitri et al., 2020). Komponen pariwisata adalah komponen kepariwisataan yang harus dimiliki oleh objek daya tarik wisata. Istilah kepariwisataan merupakan gabungan dari istilah wisata, pariwisata dan kepariwisataan. Pariwisata harus menghasilkan produk wisata yang bisa dijual ke wisatawan ketika berkunjung dengan menawarkan produk asli asal daerah yang memilik nilai jual. Kegiatan pariwisata dapat menjadi besar disebabkan tiga hal. Pertama, penampilan yang eksotis dari pariwisata, kedua, adanya keinginan dan kebutuhan orang modern yang disebut hiburan waktu senggang dan ketiga, memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa dari Negara yang dijadikan daerah tujuan turisme. 5.1. Daya Tarik (Attraction) Daya tarik wisata atau “tourist attraction”, istilah yang lebih sering digunakan, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu (Kresna, 2020). Daya tarik wisata adalah sesuatu yang memiliki daya tarik untuk dilihat dan dinikmati yang layak dijual ke pasar 75



wisata. Daya tarik wisata sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dari alam maupun budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang menjadi sasaran tertentu guna untuk kunjungan wisatawan. Sehingga pentingnya keaslian dalam menentukan kriteria kualitas daya tarik wisata, baik dari segi originalitas, maupun otentisitasnya. Menurut Maryani (1991) dikutip oleh Kresna (2020) bahwa Attraction atau atraksi adalah produk utama pada sebuah daya tari. Daya tarik sendiri memenuhi syarat untuk mengembangkan desa yang berkaitan diantaranya: 1. What to see Di tempat tersebut harus ada objek dan atraksi wisata yang berbeda dengan yang dimiliki daerah lain. Dengan kata lain daerah tersebut harus memiliki daya tarik khusus dan atraksi budaya yang dapat dijadikan “entertainment” bagi wisatawan. What to see meliputi pemandangan alam, kegiatan, kesenian dan atraksi wisata. 2. What to do Di tempat tersebut selain banyak yang dapat dilihat dan disaksikan, harus disediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan betah tinggal lama ditempat itu. 3. What to buy Tempat tujuan wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleholeh untuk di bawa pulang ke tempat asal.



76



4. What to arrived Di dalamnya termasuk aksesbilitas dimana bagaimana kita mengunungi daya tarik wisata tersebut, kendaraan apa yang akan digunakan dan berapa lama tiba ketempat tujuan wisata tersebut. 5. What to stay Bagaimana wisatawan akan tingggal untuk sementara selama dia berlibut. Diperlukan penginapan-penginapan baik hotel berbintang atau hotel non berbintang dan sebagainya. Apa yang bisa dilihat dan dilakukan oleh wisatawan di destinasi tersebut. Atraksi bisa berupa keindahan dan keunikan alam, budaya masyarakat setempat, dan peninggalan bangunan bersejarah. Seharusnya sebuah atraksi harus mempunyai nilai diferensiasi yang tinggi. Daya tarik wisata itu segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sehingga masing-masing daya tarik wisata ini memiliki hubungan langsung dan positif terhadap minat berkunjung ulang para pengunjung. World Travel and Tourism Council (WTTC) mencatat bahwa industri pariwisata menghasilkan pendapatan dunia per tahun lebih 5,5% dari perekonomian dunia (Basiya & Rozak, 2012). Menurut Witt (1994) dikutip dari Basiya & Rozak (2012) daya tarik tempat tujuan wisata merupakan motivasi utama bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata. Menurutnya 77



destinasi wisata dikelompokkan menjadi empat daya tarik, sebagai berikut: 1. Daya tarik wisata alam (natural attraction) yang meliputi pemandangan alam daratan, pemandangan alam lautan, pantai, iklim atau cuaca. 2. Daya tarik wisata berupa arsitektur bangunan (building attraction) yang meliputi bangunan dan arsitektur bersejarah, bangunan dan arsitektur modern, arkeologi. 3. Daya tarik wisata yang dikelola khusus (managed visitor attractions), yang meliputi tempat peninggalan kawasan industi seperti yang ada di Inggris, Theme Park di Amerika, Darling Harbour di Australia. 4. Daya tarik wisata budaya (cultural attraction) yang meliputi teater, musium, tempat bersejaah, adat-istiadat, tempattempat religius, peristiwa-peristiwa khusus seperti festival dan drama bersejarah (pageants), dan heritage seperti warisan dari peninggalan budaya. 5. Daya tarik wisata sosial seperti gaya hidup penduduk di tempat tujuan wisata. Menurut Middleton (1995) dikutip dari Basiya & Rozak (2012) bahwa total produk pariwisata adalah suatu paket atau kemasan yang meliputi komponen barang berwujud dan tidak berwujud, yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan di tempat tujuan wisata dan paket dan paket tersebut dipersepsikan oleh wisatawan sebagai suatu pengalaman yang dapat dibeli dengan harga tertentu. Elemenelemen daya tarik tempat tujuan wisata merupakan 78



pilihan wisatawan dan yang mendorong bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata. Daya tarik tempat tujuan wisata ini sebagai berikut: ‐ Daya tarik wisata alam yang meliputi pemandangan alam daratan), pemandangan alam lautan, pantai, iklim, dan ciri kas geografis lainnya dari tempat tujuan wisata. ‐ Daya tarik wisata berupa bangunanbangunan yang meliputi bangunanbangunan dengan arsitektur modern, arsitektur bersejarah, monumen, promenades, taman dan kebun, convention center, arkeologi, managevisitor attractions generally, lapangan golf, toko-toko khusus, dan themed retail areas. ‐ Daya tarik wisata budaya yang meliputi history and folklore, religion and art, teater, musik, tari-tarian (dance) dan entertainment lainnya, museum, dan peristiwaperistiwa khusus seperti festival dan drama bersejarah (pageants). ‐ Daya tarik wisata sosial seperti gaya hidup, bahasa penduduk di tempat tujuan wisata, serta kegiatan seharihari. Produk jasa dikatakan berkualitas atau tidak berkualitas tergantung pada persepsi individu (konsumen) dalam menginterpretasikan jasa yang dibeli atau dikonsumsi. Hasil interpretasi masing-masing individu (konsumen) bisa berbeda-beda walaupun jenis jasa yang dijual sama. Konsumen akan mempersepsikan produk sebagai produk berkualitas tergantung pada sikap individu konsumen, harapan dan pengalaman, serta manfaat yang 79



diperoleh dari pembelian (Swarbrooke dan Horner dikutip dari Basiya & Rozak, 2012). Menurut Koskela (2002) dikutip dikutip dari Basiya & Rozak (2012) kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap evaluasi atribut produk, kinerja atribut, dan upaya meningkatkan fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk mencapai pelanggan yang baik pada berbagai situasi. Sedangkan persepsi didefinisikan sebagai proses di mana individu memilih, mengorganisir, dan menginterpretasikan stimuli (rangsangan) di dalam gambaran tentang dunia yang masuk akal dan berarti (Schiffman dan Kanuk dikutip dari Basiya & Rozak, 2012). Jadi apabila konsumen mempersepsikan kualitas rendah, maka kualitas tersebut adalah rendah, apakah secar realitas baik atau memang benar buruk. Oleh karena itu konsumen dalam membuat keputusan bukan didasarkan pada kualitas secara realitas, tetapi lebih didasarkan pada persepsi.



Gambar 15. Atraction (Daya Tarik Wisata) Alam



80



Gambar 16. Atraction (Daya Tarik Wisata) Budaya



Gambar 17. Atraction (Daya Tarik Wisata) Kriya



81



5.2. Fasilitas / Sarpras (Amenities) Persaingan industry pariwisata yang semakin tinggi di antara daerah, menyebabkan kepuasan wisatawan menjadi prioritas utama bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan pemerintah, industry maupun perusahaan. Pariwisata adalah salah satu industri yang mampu menghasilkan devisa negara dengan mendatangkan wisatawan baik wisatawan mancanegara dan nusantara maupun lokal. Untuk menetapkan sasaran pariwisata pada suatu daya tarik wisata perlu mempersiapkan fasilitas atau kenyamanan (amenities) dan daya tarik pariwisata sedemikian rupa sehingga bila wisatawan berkunjung ke daya tarik wisata tersebut merasa puas, senang dan sesuai dengan harapannya.



Gambar 18. Penyediaan Fasilitas (Aminities) di Tempat Wisata



82



Fasilitas atau sarpras (amenities) adalah dua kata yang sering digunakan dalam industri perhotelan maupun usaha penginapan. Menurut Suwantoro (1997) mengatakan, berbagai fasilitas atau sarana prasarana desa yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah penginapan, biro perjalanan, toilet, musola/masjid, rumah makan dan minum, serta fasilitas/sarpras pendukung lainnya yang diperlukan oleh wisatawan ketika berkunjung ke desa wisata. Fasilitas/sarana prasarana wisata dapat dibagi menjadi tiga unsur pokok yaitu: 1. Sarana pokok kepariwisataan Fungsinya adalah meneydiakan fasilitas pokok yang dapat memberikan pelayana bagi kedatangan wisatawan. Sarana semacam ini harus diadakan, pembangunannya harus diarahkan, apalagi dalam rangka hendak menarik lebih banyak wisatawan. Pariwisata sebagai industri mutlak memerlukan sarana pokok kepariwisataan, yaitu: ‐ Biro perjalanan umum dan agen perjalanan ‐ Transportasi wisata baik darat, ‐ Restaurant dan rumah makan ‐ Hotel, pondok wisata, homestay, dan jenis akomodasi lainnya. 2. Sarana pelengkap kepariwisataan Sarana pelengkap kepariwisataan ialah fasilitas-fasilitas yang dapat melengkapi sarana pokok sedemikian rupa, sehingga fungsinya dapat membuat wisatawan lebih lama tinggal di tempat atau di daerah yang dikunjunginya. Misalnya: 83



a. Fasilitas rekreasi dan olahraga; b. Prasarana umum seperti jalan raya, jembatan listrik, telekomunikasi, air bersih dan lain- lain. 3. Sarana penunjang kepariwisataan Sarana penunjang kepariwisataan adalah fasilitas yang diperlukan wisatawan yang berfungsi tidak hanya melengkapi sarana pokok dan sarana pelengkap, tetapi fungsinya yang lebih penting agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya ditempat yang dikunjunginya tersebut. Misalnya souvenir shop. Kegiatan pemeliharaan fasilitas / sarana prasarana wisata dilakukan untuk menjamin agar sarana dan prasarana yang ada dalam kondisi baik dan siap digunakan wisatawan. Menurut Purwanto dan Ali (2008), pemeliharaan fasilitas / sarana prasarana memiliki beberapa tujuan yang mencakup, antara lain: - Menjamin fasilitas / sarana prasarana selalu dalam kondisi prima, siap digunakan untuk mendukung proses bisnis dan berfungsi dengan baik. - Memperpanjang umur pemakaian sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses bisnis. - Menjamin keamanan dan kenyamanan bagi para pemakai. - Mengetahui kerusakan secara dini sehingga tindakan perbaikan dapat direncanakan dengan baik. - Menghindari terjadinya kerusakan secara mendadak peralatanperalatan yang kritikal.



84



- Menghindari terjadinya kerusakan fatal yang mengakibatkan waktu perbaikan yang lama dan biaya perbaikan yang besar. - Meningkatkan budaya perusahaan untuk mengembangakan sistem manajemen perawatan dengan baik sehingga mempunyai dampak pada peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja. - Meningkatkan motivasi pekerja. 5.2.1. Rumah Makan Rumah makan adalah istilah umum untuk menyebut usaha yang menyajikan hidangan kepada masyarakat sebagai wisatawan yang berkunjung ke rumah makan tersebut dan menyediakan tempat untuk menikmati hidangan tersebut serta menetapkan tarif untuk makanan dan pelayanannya. Munculnya berbagai makanan yang unik, adanya wisata kuliner, dan tren kuliner sebagai gaya hidup masyarakat, menjadi bukti bahwa bisnis ini berkembang dengan pesat. Sebagai untuk daya tarik wisata pilihan banyak orang. Penyediaan rumah makan atau warung nasi ditempattempat wisata sangat penting. Makanan dan minuman merupakan produk yang memiliki nilai penting dalam industri pariwisata (Sukarni & Sugiarti, 2015). Pariwisata, dimana bisnis makanan saat ini telah memberi kontribusi sekitar 19,33 % total penghasilan dari industri pariwisata. Menurut Nurhidayati (2013) dikutip dari Sukarni & Sugiarti (2015) bahwa p engeluaran wisatawan untuk membeli makanan dan minuman merupakan 85



pengeluaran kedua terbesar setelah pengeluaran akomodasi, yang kontribusinya mencapai 38,48 %. Rumah makan dilokasi desa wisata adalah elemen penting dalam pengalaman wisata. Bahkan makanan dan minuman seringkali justru menjadi daya tarik wisata utama bagi wisatawan untuk berkunjung ke suatu lokasi. Menurut Siregar (2004) dikutip dari Sukarni & Sugiarti, 2015, bahwa kekhasan dan keunikan dari makanan dan minuman lokal yang merupakan kekayaan etnis dan budaya masyarakat, telah menyebabkan timbulnya kegiatan wisata minat khusus yang dinamakan wisata kuliner (food tourism). Daya tarik makanan juga meningkatkan pemberdayaan ekonomi dan sosial keluarga dan masyarakat lokal. Oleh karena itu kemampuan mengeksplorasi sumber daya lokal, mengolah, menyajikan, menampilkan, dan promosi makanan dengan baik sangat menentukan penghasilan dari sektor pariwisata secara keseluruhan. 5.2.2. Souvenir atau Cinderamata Para pelaku desa wisata dituntut untuk menciptakan kreativitas dan inovasi dalam pembuatan souvenir atau cinderamata bagi wisatawan. Souvenir atau cinderamata jangan dibuat sekedar replikasi atau duplikasi dari tempat wisata lain, tapi diusahakan memiliki ciri khas dari desa wisata tersebut. Cinderamata adalah sesuatu yang dibawa pulang oleh wisatawan kerumahnya saat belibur mengunjungi tempat-tempat wisata sebagai barang kenangan yang terkait dengan tempat yang 86



dikunjungi. Di beberapa daerah di Indonesia, selain memiliki tempat wisata menarik dan indah untuk dikunjungi, juga memiliki ciri khas tertentu berupa cinderamata, pernik-pernik atau ikon daerah tersebut. Membuat souvenir wisata ibarat mengasah kreativitas dan inovasi sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Pemberdayaan dengan cara pelatihan pembuatan souvenir bagi pelaku desa wisata. Souvenir tidak harus yang mahal, tetapi bisa membuat imej wisatawan tertarik. Souvenir atau cinderamata misalnya dompet, gantungan kunci, atau pernik-pernik lain. Indonesia sangatlah kaya akan warisan budaya yang unik dan bernilai seni tinggi. Bukan sebuah rahasia jika negara ini memiliki beragam kerajinan tangan untuk dijadikan souvenir atau cinderamata yang sangat berkualitas dan patut dibanggakan. Banyaknya wisatawan yang antusias untuk berkunjung ke pusatpusat kerajinan di lokasi wisata khususnya desa wisata meski sekadar melihat hingga mempelajari nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalamnya (Putri, 2021). Ragam jenis kerajinan tangan dari para pengrajin lokal yang bisa dibawa pulang sebagai cinderamata untuk para wisatawan, sekaligus bagi masyarakat setempat dapa membantu roda perekonomian para UMKM agar dapat terus berputar, terlebih di situasi pandemi Covid-19 saat ini. 5.2.3. Fasilitas Umum Kurang atau tidak memadainya fasilitas pengunjung yang ada ditempat wisata, dapat berdampak pada sepinya pengunjung. 87



Salah satu cara untuk memperbaiki kualitas dari destinasi wisata ialah memberikan fasilitas lengkap untuk para wisatawan. Fasilitas pariwisata inilah yang nantinya dapat mendukung terciptanya kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan bagi para wisatawan saat mengunjungi destinasi wisata terutama ke desa wisata. Oleh karena itu fasilitas umum di lokasi wisata aspek penting yang menunjang perekonomian, oleh sebab itu perlu dilakukan pengembangan pariwisata ke arah yang lebih baik. Hal tersebut sebagai salah satu solusi untuk membangun pariwisata ke arah yang lebih baik adalah dengan menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism). Faktanya masih banyak ditemukan beberapa lokasi destinasi wisata tidak memiliki fasilitas umum yang lengkap sehingga akan menyulitkan bagi para wisatawan. Memiliki fasilitas penunjang namun tidak dirawat dengan baik dan dibiarkan kotor begitu saja akan mengurangi wisatawan yang akan berkunjung ke lokasi wisata. Dengan fasilitas dapat mendukung terciptanya kemudahan, kenyamanan, serta keselamatan wisatawan (Eticon, 2021). Beberapa fasilitas penunjang yang dibutuhkan di lokasi wisata, sebagai upaya pengembangan pariwisata daerah ke arah yang lebih baik, sebagai berikut: 1. Tersedianya fasilitas toilet yang memadai Untuk setiap tempat wisata sudah seharusnya memiliki toilet yang memadai. Bukan hanya dari segi jumlahnya yang banyak, namun juga harus terawat kebersihannya agar 88



wisatawan nyaman menggunakannya. Karena pada kenyataannya banyak sekali destinasi wisata yang menyediakan toilet dengan kondisi yang memprihatinkan, atau dalam kata lain tidak bersih dan tidak terawat. 2. Tersedianya tempat sampah Ketersediaan fasilitas tempat sampah di lokasi wisata, sampai saat ini masih menjadi catatan penting bagi pengelola tempat wisata. Permasalahan sampah di tempat wisata menjadi hal penting yang perlu diatasi. Banyak sekali ditemukan sampahsampah plastik yang dibuang ke sembarang tempat di lokasi wisata sehingga akan tidak akan nyaman bagi wisatawan ke lokasi wisatawan. 3. Tersedianya tempat ibadah Fasilitas yang tidak kalah penting yang harus ada di lokasi wisata adalah tempat ibadah, misalnya saja seperti masjid atau mushola. Dengan adanya mushola ini dapat membantu pengunjung muslim yang akan menunaikan ibadah. Mushola yang tersedia di tempat wisata inipun juga harus dijaga kebersihannya, mulai dari tempat mengambil air wudhu hingga karpet yang digunakan di dalam mushola atau masjid. 4. Terdapat akses yang mudah Fasilitas selanjutnya adalah ketersediaan akses yang mudah bagi para wisatawan. Misalnya saja kondisi jalan yang baik sehingga nyaman dan memudahkan pengunjung untuk sampai ke tempat wisata tersebut, jika jalan menuju ke lokasi wisata rusak akan tidak memberikan kenyaman bagi wisatawan. 89



Selain akses harus tersedianya lahan parkir di lokasi wisata cuku untuk kendaraan dua dan roda empat. 5.3. Pelayanan Tambahan (Ancillary) Pelayanan tambahan harus disediakan oleh Pemerintah setempat dari suatu daerah tujuan wisata baik untuk wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan yang disediakan termasuk pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta, air minum, listrik, telepon, dan lain-lain) serta mengkoordinir segala macam aktivitas dan dengan segala peraturan perundangundangan baik di jalan rayamaupun di objek wisata. Ancilliary (pelayanan tambahan) juga merupakan hal-hal yang mendukung sebuah kepariwisataan, seperti lembaga pengelolaan, tourist information, travel agent dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan (Setiawan, 2015). Selain dari tambahan tersebut, keberadaan sebuah destinasi wisata juga harus ditunjang dengan keberadaan lembaga yang mengelolanya. Lembaga tersebut bermanfaat para wisatawan untuk memudahkan berbagai layanan tambahan seperti informasi, keamanan dan berbagai layanan lain yang disediakan oleh organisasi, pemerintah daerah, pengelola destinasi wisata dan kelompok lainnya. Daya tarik wisata adalah segala potensi yang dimiliki oleh suatu daerah sehingga dapat menumbuhkan rasa keingintahuan wisatawan baik berasal domestik maupun mancanegara untuk berkunjung dan menikmati suasana baru (Nazhima, 2010). Dalam pelayanan tambahan atau pelengkap, maka yang harus 90



disediakan oleh pemerintah daerah, baik untuk wisatawan atau pelaku pariwisata, sebagai berikut: ‐ Pemasaran (tourism information service: brosur, profil wisata, buku, leaflet, poster, peta, pemandu wisata) ‐ Pembangunan fisik (patung-patung, penerangan jalan, public space, dan lain sebagainya) ‐ Peraturan perundang-undangan. Desa wisata tidak bisa dibangun dengan hanya pada unsur masyarakat tetapi perlu peran dari pemerintah dan unsur lain.



Gambar 19. Model Sistem Desa Wisata



5.4. Aktivitas (Activity) Aktivitas wisata yang paling banyak dilakukan oleh wisatawan adalah berjalan-jalan dan melihat pemandangan alam, snorkeling, berperahu (boating), berenang (swimming), dan sebagainya. Sedangkan yang paling sedikit diminati adalah menyelam (diving) dan memancing (fishing). Sehingga aktivitas wisata adalah apa yang dikerjakan wisatawan, atau apa motivasi 91



wisatawan datang ke destinasi. Keberadaan mereka di sana dalam waktu setengah hari sampai berminggu-minggu. Suatu aktivitas wisata misalnya suatu museum, yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung dalam setengah hari di antara lama waktu kunjungan wisatanya. Aktivitas wisata suatu digerakkan oleh adanya atraksi wisata, terutama yang unik seperti: pantai, taman, bangunan bersejarah, topografi khas, ciri khas budaya, peristiwa lokal unik, dan lain-lain. Aktivitas wisata adalah segala kegiatan yang dilakukan didalam maupun di luar atau di sekitar Daya Tarik Wisata. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan tersebut dapat berupa aktivitas wisata alam, aktivitas wisata petualangan, aktivitas wisata Rafting, aktivitas wisata budaya dan masih banyak lagi aktivitas lainnya. Aktivitas pariwisata ini dilakukan seiring dengan penyaluran hobby atau bakat seperti sight seeing, shopping, spa/relaxation, cooking class, dancing class serta attending culture events. Untuk pemenuhan kebutuhan fisik demi terpenuhinya kepuasan serta kesehatan jasmani dan rokhani seperti cycling, tracking, jogging, walking in the rice field. Beragam aktivitas yang dilakukan oleh para wisatawan yang berlibur, maka akan memungkinkan wisatawan tersebut akan tinggal lebih lama di daerah tujuan wisata tersebut. Dengan tinggalnya mereka lebih lama dengan sendirinya uang yang mereka belanjakan disana lebih banyak, sehingga ini juga membawa keuntungan bagi daerah tujuan wisata tersebut untuk meraup dollar yang lebih banyak dan dengan sendirinya akan 92



meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat apabila segenap lapisan masyarakat dapat ikut ambil bagian dalam peluang tersebut sesuai dengan keteranpilan yang dimiliki. Aktivitas dalam wisata menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.



Gambar 20. Aktivitas Pada Pariwisata



5.5. Aksesibilitas (Accessibilities) Pariwisata merupakan salah satu sektor industri andalan Indonesia khususnya di sektor kepariwisataan yang memegang peranan yang begitu sangat penting dalam menumbuhkan perekonomian suatu daerah, oleh karenanya mayoritas daerah di Indonesia hingga bersaing dalam memperkenalkan potensi kepariwisataannya untuk menarik minat wisatawan berkunjung. Salah satu bentuk dari pariwisata adalah loyalitas kepada pelanggan yaitu wisatawan. Potensi kepariwisataan di Provinsi Jawa Barat sangat banyak dan beragam. Selain itu, Jawa Barat memiliki berbagai macam destinasi wisata yang tersebar di masing-masing kabupaten. Keberadaan destinasi wisata tersebut 93



berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan domestik yang meningkat setiap tahunnya. Wisata alam menjadi jenis wisata yang paling banyak diminati (Brahmanto et al., 2017). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011, aksesibilitas pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung dalam pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah destinasi pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata. Accessibilities of the tourist destination sebagai semua yang dapat memberi kemudahan kepada wisatawan untuk datang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata (DTW). Bahkan menurut Oka A. Yoeti (1997) jika suatu obyek tidak di dukung aksesibilitas yang memadai maka obyek yang memiliki atraksi tersebut sangat susah untuk menjadi industri pariwisata, aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada tranportasi dan komunikasi karena faktor jarak dan waktu sangat mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Yang membuat suatu kawasan lebih banyak di kunjungi seperti terdapat jaringan jalan, petunjuk arah ke wisata, terdapatnya plang nama wisata menuju daerah tujuan wisata. Accessibility sendiri merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan pariwisata. Segala macam transportasi ataupun jasa transportasi menjadi akses penting dalam pariwisata. Di sisi lain akses ini diidentik dengan transferabilitas, yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Jika suatu daerah tidak tersedia aksesibilitas yang baik seperti 94



bandara, pelabuhan dan jalan raya, maka tidak akan ada wisatawan yang mempengaruhi perkembangan aksesibilitas di daerah tersebut. Jika suatu daerah memiliki potensi pariwisata, maka harus disediakan aksesibilitas yang memadai sehingga daerah tersebut dapat dikunjungi. Oleh karena itu, pada tingkat kemudahan bahwa pencapaian ke daerah wisata tersebut akan mempengaruhi perkembangan suatu daerah wisata. Kemudian menurut Soekadijo (2003) mengemukakan bahwa persyaratan aksesibilitas terdiri dari akses informasi dimana fasilitas harus mudah ditemukan dan mudah dicapai, harus memiliki akses kondisi jalan yang dapat dilalui dan sampai ke tempat objek wisata serta harus ada akhir tempat suatu perjalanan.



Gambar 21. Aksesibilitas Pada Kegiatan Pariwisata



Pengembangan aksesibilitas pariwisata yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 yaitu: 1. Pembangunan aksesibilitas pariwisata, yaitu penyediaan dan pengembangan sarana transportasi. 95



2. Pembangunan terhadap aksesibilitas pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung pengembangan kepariwisataan dan pergerakan wisatawan menuju destinasi dan pergerakan wisatawan di dalam DPN. 5.5.1. Jaringan Jalan Strategi bersaing pada bisnis pariwisata dewasa ini mutlak menuntut perhatian penuh para pengelola jasa pariwisata dalam mengelola kepuasan maupun ketidakpuasan bagi pengunjung (Priyanto et al., 2018). Pariwisata salah satu sektor paling penting dari suatu negara ekonomi dengan tingkat pertumbuhan yang cepat. Didukung dengan sarana dan prasarana akan memudahkan wisatawan menggunakan akses yang tersedia hingga ke lokasi yang dituju menjadi mudah. Sarana prasarana tersebut yaitu transportasi untuk mendukung pariwisata. Transportasi yaitu sektor yang berkaitan dan memberikan dampak besar dari laju pertumbuhan ekonomi. Kelemahan menuju akses wisata di desa-desa yang ada di Indonesia saat ini adalah kurang tersedianya fasilitas transportasi dikarenakan jaringan jalan yang minim mengakibatkan kesulitan para pelancong menggunakan kendaraan baik roda dua dan roda empat sulit menjangkau ke lokasi wisata terutama ke desa yang dijadikan wisata yang pada umumnya jaringan jalan rusak dan tidak beraspal. Oleh karena itu saatnya perbaikan infrastruktur jalan dengan dibarengi penataan fasilitas transportasi umum ke lokasi destinasi wisata. 96



Gambar 22. Akses Jalan menuju Lokasi Desa Wisata Di Kabupaten Subang



5.5.2. Petunjuk Arah Wisata Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah perihal penunjuk arah wisata yang akan disematkan pada plang. Pada dasarnya, plang ini memang mempunyai fungsi untuk menunjukan arah. Pemasangan petunjuk arah jalan menuju obyek wisata harus jelas, karena sangat diperlukan bagi wisatawan yang akan berkunjung ke sebuah tempat wisata tentunya kehadiran plang ini sangat diperlukan agar tidak tersesat pada saat melakukan wisata bersama teman dan keluarga. Petunjuk arah wisata sebagai media informasi yang penting bagi para wisatawan terutama perorangan tanpa pemandu wisata. Saat ini persaingan dalam pelayanan kepada wisatawan makin 97



kompetitif di masing-masing daerah, sebagai upaya manarik minat wisatawan akan memperbesar jumlah yang akan berkunjung. Jadi, meskipun terkesan sepele, namun petunjuk arah jalan menuju objek wisata juga fungsinya sangat penting. Dengan begitu, tentu arah yang dibuat pun haruslah jelas dan bisa dibaca atau dipahami oleh semua orang.



Gambar 23. Petunjuk Arah Wisata



5.5.3. Plang Nama Wisata Papan petunjuk arah jalan tidak terlepas dengan plang nama wisata. Petunjuk tersebut sama-sama sebagai bentuk media layanan kepada wisatawan agar mereka dimudahkan dalam perjalanan menuju obyek wisata. Plang nama wisata sangat penting bagi pengunjung atau wisatan untuk mengetahui nama wisata yang mereka kunjungi. Menjadi bagian yang cukup penting dalam menunjukkan nama dan tempat wisata, adanya 98



plang ini bagi pengunjung atau wisatawan tidak akan merasa kebingungan dalam menentukan tempat wisata. Meskipun demikian, pemasangan plang nama wisata tidak bisa dipasang sembarangan. Namun jika dilihat dari fungsi dan kegunaannya, tentu sangat besar pengaruhnya pada perkembangan usaha. Tak heran, saat ini selain pemerintah, pihak-pihak pengelola tempat wisata pun mulai sadar dan lebih meningkatkan upayanya untuk perbaikan atau pengadaan plang ini.



Gambar 24. Papan Nama Wisata di Lokasi Wisata



5.6. Akomodasi (Accommodation) Khusus untuk sarana akomodasi, desa wisata dapat menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata (homestay) sehingga para pengunjung dapat merasakan suasana pedesaan yang masih asli. Akomodasi mempunyai banyak sekali makna dan maksud yang berbeda-beda. Penjelasan akomodasi sebagai berikut: ‐ Akomodasi adalah suatu hal yang sudah disediakan untuk memenuhi/melengkapi kebutuhan, contohnya pada tempat 99



penginapan atau tempat tinggal sementara bagi orang yang bepergian; ‐ Akomodasi adalah penyesuaian mata supaya objek yang berbeda menerima bayangan dengan jelas; ‐ Akomodasi adalah penyesuaian manusia dalam kesatuan sosial agar menghindari dan meredakan interaksi ketegangan ataupun konflik; ‐ Akomodasi adalah penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok manusia untuk meredakan pertentangan; ‐ Akomodasi adalah kamar atau ruang tempat tinggal awak kapal atau penumpang kapal.



Gambar 25. Penyediaan Akomodasi di Lokasi Desa Wisata



Pondok wisata salah satu bagian dari akomodasi yang harus tersedia di lokasi wisata. Pondok wisata adalah homestay yaitu usaha akomodasi jasa pelayanan penginapan bagi umum 100



yang dilakukan perorangan dengan menggunakan sebagian dari tempat. Fasilitas akomodasi yang saat ini mulai banyak digemari oleh wisatawan adalah homestay/pondok wisata, yaitu bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan seharihari. Pondok wisata sering kita kenal sebagai tempat penginapan yang bersifat sementara. Tempat terdapat fasilitas seperti kamar dan dihuni dengan pemiliknya serta dimanfaatkan sebagian kamarnya untuk disewakan kepada wisatawan. Dilengkapi dengan papan nama yang terlihat dengan jelas dan jalan menuju homestay terpelihara dengan baik, sehingga akses tamu ke pondok wisata tersebut dapat mudah dijangkau. Fasilitas utama pondok wisata (Wiguna, 2018), antara lain: Kamar tidur setiap bangunan homestay yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian jumlah kamar untuk disewakan dengan kriterianya, antara lain: jumlah kamar tidur yang disewakan maksimal lima unit diluar dari kamar yang dihuni oleh pemilik; setiap kamar tidur terjaga kebersihan dan kesehatannya, setiap kamar tidur memiliki: sirkulasi udara yang cukup, sesuai dengan kondisi lingkungan atau iklim setempat. Penerangan memadai dengan pencahayaan lampu tradisional atau listrik; dan perlengkapan kamar tidur, mencakup: tempat tidur dengan kasur, bantal dan sarung bantal; sprei dan selimut;



101



meja dan kaca rias; tempat sampah; dan lemari/tempat penyimpanan pakaian. Kamar mandi (bathroom), mencakup: kamar mandi menyatu dengan bangunan homestay. Tersedia kamar mandi dan toilet dengan perbandingan satu unit untuk dua kamar. Sirkulasi udara yang cukup, tersedia air bersih yang cukup, penerangan yang cukup, menyatu dengan bangunan rumah, lantai keras, tidak licin, terjaga kebersihannya dan tidak bau. Ruang makan (dining room), mencakup: ruang makan merupakan tempat untuk makan dan terletak dekat dapur untuk mempermudah penyajian. Dilengkapi dengan meja makan dan kursi yang layak. Ruang dapur (kitchen), merupakan tempat bagi pengguna homestay untuk melakukan suatu aktivitas mengolah dan menyediakan makanan dan minuman, mencakup: perlengkapan dapur yang bersih dan aman. Ruang tamu (living room), digunakan sebagai tempat untuk berkumpul pengguna homestay, dan tersedia: kursi dan meja tamu sesuai kebutuhan, sirkulasi udara dan penerangan memadai, dan terjaga kebersihannya. 5.7. Paket yang Tersedia (Available Package) Paket wisata (package tour) adalah produk perjalanan yang dijual oleh suatu perusahaan biro perjalanan atau perusahaan transport yang bekerja sama dengannya dimana harga paket wisata tersebut telah mencakup biaya perjalanan, hotel ataupun fasilitas lainnya (Zkarim, 2016). Paket wisata merupakan suatu 102



perjalanan wisata yang direncanakan dan diselenggarakan oleh suatu travel agent atau biro perjalanan atas resiko dan tanggung jawab sendiri baik acara, lama waktu wisata dan tempat yang akan dikunjungi, akomodasi, transportasi, serta makanan dan minuman telah ditentukan oleh biro perjalanan dalam suatu harga yang telah ditentukan jumlahnya.



Gambar 1. Paket Wisata Kabupaten Subang



103



Bab 6. Profil Desa Wisata Unggulan Kabupaten Subang 6.1. Desa Wisata Cibeusi Desa Cibeusi merupakan salah satu dari 6 desa wisata unggulan yang ada di Kabupaten Subang dan dibina oleh Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Subang. Desa Cibeusi terletak merupakan salah satu dari 7 desa di Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang yang terletak ± 3 km ke arah timur dari Taman Wisata Alam Pemandian Air Panas Alami Sari Ater. Kurang lebih 3 kilometer kearah timur dari pusat kecamatan. Kondisi geografis Cibeusia adalah daerah perbukitan di ketinggian 900 DPL dengan temperatur suhu udara 32 derajat Celcius. Di Cibeusi terdapat sebuah objek wisata bernama Curug Cibareubeuy dan situs batu tapak dan masih banyak curug-curug yang ada di daerah tersebut. Pemerintah Kabupaten Subang telah menetapkan Desa Cibeusi sebagai Desa Wisata sejak tahun 2011. Wilayah Cibeusi meliputi 4 dusun/kampung dari dibentuknya dibentuk dari 7 RW dan 23 RT yakni: 1. Dusun Cibeusi, 2. Dusun Cibereum, 3. Dusun Neglasari, 4. Dusun Peuntas, Desa Cibeusi berbatasan dengan beberapa desa dan kecamatan, yaitu: 104



Berbatasan dengan Desa Cibitung dan Desa Nagrak di sebelah utara, ‐ Berbatasan dengan Kecamatan Cisalak di sebelh selatan, ‐ Berbatasan dengan Desa Cibitung dan Kecamatan Cisalak di sebelah timur, ‐ Berbatasan dengan Desa Nagrak di Sebelah Barat. ‐



Gambar 26. Peta Batas Administrasi Desa Cibeusi, Kecamatan Ciater Kabuapten Subang



Visi, Misi, dan Tujuan dari Pemerintah Desa Cibeusi Kabupaten Subang untuk mewujudkan desa wisata diantaranya: a. Visi, diantaranya: Menjadi desa wisata unggulaan pilihan pengunjung yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 105



b. Misi, diantaranya: 1. Menggali dan mengembangkan potensi desa; 2. Membiasakan masyarakat sadar wisata melalui kegiatan yang positif; 3. Menataan dan inventarisir segala potensi lokal; 4. Meningkatkan kemampuan berwirausaha berbasis potensi dan kearifan lokal; 5. Melestarikan segala potensi lokal yang ada agar dapat dirasakan oleh masyarakat; 6. Mewujudkan inovasi/impovment untuk meningkatkan kestabilan perekonomian masyarakat c. Tujuan, diantaranya: ‐ Mengangkat kehidupan sosial masyarakat menjadi daya tarik wisata; ‐ Meningkatkan perekonomian masyarakat; ‐ Masyarakat menjadi penggerak dan pelaku wisata sekaligus penerima manfaat. Desa Cibeusi sebagai desa wisata memiliki panorama alam yang asri dan hamparan sawah menghijau akan menyambut anda di desa wisata Cibeusi, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang. Desa ini memiliki pesona alam lainnya yang sangat memukau mulai dari curug-curug yang indah hingga tanaman padi unik yang tak ditemukan di daerah lain (Parulin, 2021). Padi tersebut oleh masyarakat setempat disebut dengan padi hitam (Kotasubang.com, 2016). Sebagian petani di desa Cibeusi menanam padi jenis ini. 106



Bukan hanya itu, desa ini memiliki pesona alam lainnya yang memukau mulai dari curug-curug yang indah selain tanaman padi unik tersebut yang tak ditemukan di daerah lain. Curug Cibeureubeuy, adalah curug tertinggi di desa wisata Cibeusi. Untuk mencapainya pengunjung harus berjalan kaki sekitar 45 menit hingga 1 jam melewati pematang sawah dan bukit. Pemandangan yang indah akan menemani sepanjang perjalanan menuju ke Curug Cibareubeuy.



Gambar 27. Curug Cibareubeuy



107



Curug tersebut merupakan salah satu andalan Daya Tarik Wisata yang dimiliki oleh Desa Wisata Cibeusi. Curug ini mempunyai ketinggian kurang lebih sekitar 40 meter, dan yang membuat curug ini unik yaitu bentuknya yang zig zag. Keindahan alam yang disediakan cukup memanjakan wisatawan dapat mandi, berselfie, hingga dapat melihat pemandangan alam sekitar yang masih asri dan masih terawat keindahanya. Tidak jauh lokasinya dari Curug Cibareubeuy terdapat sebuah Curug dinamakan Curug Pandawa. Curug Pandawa merupakan salah satu tempat wisata di Subang yang juga cukup populer diantara wisata curug Subang lainnya (Rangga, 2021). Dikatakan Curug Padawa Lima karena tipe curugnya yang berundak lima tingkat dan menyerupai gunung dalam cerita Pewayangan. Fasilitas yang disediakan di curug ini pun tidak kalah menariknya, dimana terdapat saung saung sebagai tempat untuk beristirahat dan menara selfie yang menghadap lansung ke Curug Cibareubeuy. Menurut Rangga (2021) bahwa Curug Pandawa Lima sampai saat ini terus menjadi sorotan para wisatawan dari berbagai daerah. Keramaian pengunjung ke lokasi wisata alam tersebut. Tidak lain adalah berkat partisipasi dan dukungan yang terus dilakukan oleh segenap komponen masyarakat sekitar. Masyarakat di Desa Cibeusi terus menerus mendorong untuk mewujudkan iklim wisata yang lebih kondusif melalui konsep Sadar Wisata dan Sapta Pesona.



108



Kondisi alam di area wisata Curug Pandawa masih asri. Curug yang memiliki 5 tingkatan ini mengalirkan air yang jernih dan menyegarkan. Kenikmatan setelah memandang keindahan curug, wisatawan akan disuguhkan dengan menikmati enaknya nira atau lahang yang merupakan bahan baku utama untuk membuat gula aren.



Gambar 28. Curug Pandawa



Curug lainnya yang berada di Desa Wisata Cibeusi adalah Curug Ciangin. Curug yang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti air terjun sedangkan untuk nama ciangin sendiri di angkat kata angin (Air Terjun Ciangin), dikatakan Curug Ciangin karena di daerah ini sering berhembus angin yang kencang, sehingga air jatuh dari atas tebing akan langsung dihempaskan oleh angin, sehingga udara yang berada di sekitar menjadi sejuk karena bercampur dengan butir-butir air yang sejuk (Ariya, 2020). 109



Curug tersebut yang memiliki ketinggian 9 meter, di bawah curugannya membentuk kolam dengan kedalaman 5 meter. Pengunjung bisa bermain air di curug kecil lainnya masih di sekitar Curug Ciangin. Tempat wisata Curug Ciangin juga sangat cocok untuk lokasi camping yang letaknya dilokasi tepi sungai dengan aliran air jernih dan sekitarnya dikelilingi oleh pesawahan yang menawarkan keindahan. Terletak di Kampung Neglasari, tepatnya di Desa Cibeusi, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang. Wisata Curug Ciangin banyak menarik wisatawan yang berasal dari sekitar daerah curug maupun dari luar daerah karena mengandalkan keindahan alamnya serta keunikan dari lokasi sekitar curug (Ariya, 2020).



Gambar 29. Curug Angin



Selain dengan curugnya, Desa Wisata Cibeusi memiliki wisata muara jambu yang letaknya tidak terlalu jauh dengan lokasi Curug Ciangin. Muara Jamu merupakan area camping ground dan wisata Curug Ciangin yang dikelilingi oleh gunung110



gunung yang indah dan sangat dekat letaknya, selain gunung terdapat juga sawah-sawah yang terhampar luas membentang dan sungai yang mengalir di hiasi dengan bebatuan.



Gambar 30. Wisata Muara Jambu



Gambar 31. Kegiatan Camping di Muara Jambu



111



Disini para pengunjung disuguhkan dengan pemandangan alam yang masih asri, yang di jamin dapat memanjakan mata dan membuat para pengunjung betah, selain itu para pengunjung dapat camping/menginap dan berenang karena disana sudah tersedia kolam renang bagi dewasa maupun anak-anak. Wisata Muara jambu menyediakan fasilitas seperti homestay, saung, event hingga outing. Semua fasilitas yang disediakan untuk memanjakan pengunjung. Pengelola wisata Muara jambu menghadirkan perpaduan konsep keselarasan alam dengan gaya khas Sunda menjadikannya sebagai tempat yang ideal berlibur di akhir pekan. Sehingga Muara Jambu menjadi salah satu tujuan wisata di Desa Cibeusi sekaligus desitansi wisata di Kabupaten Subang. Pada Desa Wisata terdapat wisata alam Rontog yang merupakan destinasi wisata alam yang sangat diminati oleh pengunjung baik lokal maupun diluar daerah dan sangat cocok pada liburan akhir pekan bersama keluarga, sahabat maupun pasangan (Haidar, 2021). Lokasi wisata ini terletak di Kampung Neglasari yang lebih di kenal dengan Rontog Wetan, Desa Cibeusi, Kecamatan Ciater. Pemandangan yang disuguhkan disana sangat menarik, dimana pengunjung dapat menaiki menara yang cukup tinggi dan berada di atas bukit sehingga pengunjung dapat dengan luas melihat indahnya pegunungan dan hamparan sawah, selain itu disana para pengunjung dapat bermain River Tubing yang melewati terowongan yang terbuat dari bebatuan tebing yang masih di sekimuti dengan rerumputan 112



sehingga membuat suasana menjadi lebih menarik dan menantang.



Gambar 32. Reving Tubing



Selain pesona wisata alam dan buatan yang terdapat di Desa Wisata Cibeusi terdapat pula seni dan budaya tradisional, diantaranya sisingaan, kuda lumpung, goong renteng, galura, bangpret, buhun terbang, tarompet, dan gembyung. Seni dan budaya yang terdapat di Desa Cibeusi telah turun menurun sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat setempat bahkan dipentaskan ketika ada acara adat atau ketika ada tamu yang datang ke Desa Cibeusi. Sisingaan atau gotong singa merupakan kesenian khas hasil kreatifitas budaya masyarakat Kabupaten Subang yang tidak akan lepas dari perubahan secara alamiah, seiring dengan perubahan jaman. Sisingan selalu ada pada acara-acara tertentu 113



dengan menampilkan 2-4 boneka singa yang di usung dan diduduki oleh seorang anak laki-laki yang akan di khitan atau seorang tokoh masyarakat pada saat acara-acara tertentu. Kesenian tersebut salah satu kesenian sunda yang sudah sangat tua umurnya, dan mulai di kenal pada abat ke-16 dan tersebar di berbagai wilayah yang ada di Jawa Barat.



Gambar 33. Sisingaan



Kuda lumping merupakan seni tari yang dimainkan dengan poreperti kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainya dan dihiasi rambut tiruan dari tali rapia/plastik yang di kepang. Seni kuda lumping diiringi oleh musik tradisional gamelan dengan dikenakan oleh seorang pemain yang tidak ubahnya tengah menunggangi seekor kuda, dalam iringan musik. Didalam pertunjukannya kesenian kuda lumping mengandung unsur magis yang dapat membuat para pemainnya kesurupan dan melakukan atraksi seperti memakan beling, di bacok tidak mempan dan lainnya. Kesenian kuda lumping merupakan asset



114



kesenian tradisional yang dimiliki di Desa Cibeusi yang didalamnya sarat akan filosofi hidup.



Gambar 34. Kuda Lumping Goong artinya gamean dan renteng artinya berjejer atau berderet, jadi goong renteng merupakan kesenian goong yang berjajar atau beruntun yang terdiri dari 24 goong mulai dari yang kecil sampai dengan yang besar dan dimainkan oleh 7 (tujuh) orang pemain yang masing-masing memegang satu stel gong. Goong renteng salah satu kesenian sunda yang sudah sangat tua umurnya sejak zaman kerajaan mataran dan mulai di kenal pada abad ke-16 dan tersebar di berbagai wilayah yang ada di Jawa Barat. Adapun lagu yang dimainkan pada saat pementasan Gong Renteng hanya ada 9 (Sembilan) lagu, dimana 7 (tujuh) lagu dari ke Sembilan lagu tersebut merupakan lagu wajib. Tujuh lagu tersebut adalah Mapag, Badaya, Dengkle, Rincong, Rincang, Aming dan Sulanjana. Goong renteng salah satu pusaka yang dimiliki oleh Desa Cibeusi khususnya di Dusun Neglasari. 115



Gambar 35. Goong Renteng



Galura merupakan salah satu kesenian sunda yang disebut dengan acara kesenian mapag panganten (sambut pengantin) dimana laki-laki yang menggunakan kesenian adat. Kesenian ini tidak hanya ada dalam pesta pernikahan saja, namun kini sering juga ditampilkan dalam acara menyambut kedatangan pejabat atau tamu negara.



Gambar 36. Galura



116



Kesenian tradisional bangpret hampir sama dengan kesenian gembyung dimana beberapa alat yang digunakan sama namun ada yang membedakannya dan lebih banyak alat musik yang digunakanya di bangpret. Dikatakan bangpret kesenian tersebut melakukan gerakan terbang dan diiringi dengan alat tiup trompet. Kesenian tersebut biasanya dijadikan pengiring dalam pertarungan para pendekar silat, namun sekarang ditiadakan hanya lagu saja hanya masih ada saat ini.



Gambar 37. Kesenian Tradisional Bangpret



Celempung merupakan alat musik tradisional yang di pukul terbuat dari bambu yang di set sesuai nada khas dari Desa Cibeusi. Alat musik Celempung di Desa Wisata Cibeusi dahulu hanya dimainkan oleh perseorangan dan biasanya dimainkan saat sedang di sawah. Saat ini kesenian tersebut selain dimainkan oleh orang dewasa juga dimainkan mendidik anak-anak yang bertujuan melestarikan kesenian budaya celempung dan salah satu daya tarik yang unik di Desa Wisata Cibeusi. Belakangan ini 117



Celempung sering dimainkan dalam acara Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus, serta acara-acara besar seperti ulang tahun desa (Rautan Bumi), serta acara lainnya yang ada di Desa Cibeusi.



Gambar 38. Alat Musik Cilempung



Gemyung merupakan salah satu alat musik tradisional yang membantu menyebarkan agama Islam di Desa Cibeusi. Alat musik ini biasa lebih dikenal dengan sebutan Terbang. Alat musik ini awalnya berasal dari Cirebon, putra Prabu Siliwangi yang bernama Puspadiwangsa berguru ke pesantren di Cirebon lalu melestarikan kesenian Gemiyung di Desa Cibeusi. Lagulagu yang mengiringi alat gemyung sangat khusus dan sakral. Biasanya liriknya berisikan puji-pujian kepada Allah SWT dan sebelum pementasan selalu diadakan ritual berupa sesajen yang bertujuan untuk penghormatan kepada leluhur. Hanya sesepuh yang boleh memainkan alat musik gemyung, hingga sampai saat



118



ini kesenian tersebut belum diturunkan ke generasi berikutnya sehingga tidak pernah melakukan latihan rutin.



Gambar 39. Alat Musik Gemyung



Di Desa Wisata Cibeusi terdapat beberapa kuliner asli Desa Cibeusi diantaranya gula aren dan beras hitam. Gula aren atau lebih dikenal dengan gula merah bisa dinikmati dan menyaksikan proses pembuatan gula aren secara langsung oleh pengrajin tradisional yang ada di Desa Cibeusi mulai pengambilan dari pohon sampai jadi gula aren dan pengunjung bisa membeli gula tersebut untuk oleh-oleh keluarga di rumah selepas berwisata disekitar lokasi wisata Desa Cibeusi. dimana pengunjung dapat menyaksikan secara langsung pembuatan gula aren dari awal pengambilan dari pohon sampai jadi gula aren dan pengunjung dapat membeli gula aren sebagai oleh-oleh. Gula aren menjadi potensi daya tarik wisata unik yang bisa ditemukan di Desa Cibeusi. Tidak hanya gula aren yang dapat dinikmati oleh 119



pengunjung sebagai oleh-oleh juga air lahang dari pohon aren bisa dinikmati pengunjung dengan rasa manis.



Gambar 40. Gula Aren Beras hitam berasal dari padi hitam salah satu tum-buhan yang unik dan hanya tumbuh di Desa Cibeusi. Beras hitam ini sangat sacral dengan kehidupan warga Cibeusi yang secara turun temurun warga Cibeusi menanam padi hitam walaupun masa panen jauh lebih lama dari padi biasa pada umumnya. Tapi masyarakat sekitar masih menjaga tradisi nenek moyang yang sudah berjalan beberapa generasi.



Gambar 41. Beras Hitam



120



PAKET WISATA DESA CIBEUSI



121



122



123



124



6.2. Desa Wisata Sanca Desa Sanca salah satu desa wisata yang ada di Kabupaten Subang sebagai desa unggulan. Di desa ini terdapat kampung yang telah dikenal menjadi kampung wisata dengan konsep budaya selain Wangunharja yaitu Kampung Adat Banceuy. Kampung Adat Banceuy merupakan satu-satunya Kampung Adat yang berada di Kabupaten Subang dan berjarak ± 23 km dari pusat Kabupaten Subang. Kampung Adat Banceuy memiliki beragam potensi wisata yang dapat dikem-bangkan. Daya Tarik Utama Kampung Adat Banceuy adalah bidang Budaya. Selain itu juga di lengkapi dengan suguhan alam yang asri.



Gambar 3. Peta Batas Administrasi Desa Sanca



Pengelolaan wisata berbasis budaya yang ada di Kampung Adat Banceuy dilakukan oleh masyarakat setempat secara turun menurun. Kampung adat banceuy berada pada dataran tinggi 125



sehingga iklim wilayah ini lebih dingin dibandingkan wilayah lainnya. Kampung Banceuy adalah suatu perkampungan yang memiliki ciri khas sebagai orang Sunda, di lihat dari bahasa yang digunakan secara turun temurun yaitu bahasa Sunda (Afif, 2020). Menurutnya bahwa terdapat wisata berbasis budaya yang ada di Kampung Adat Banceuy sebagai berikut: - Ruatan bumi Salah satu upacara tradisi yang sekarang masih ditaati, dipatuhi, diyakini, dan dilaksanakan oleh masyarakat sunda adalah tata upacara ruwatan. Ada juga pengeritan Ruwatan Bumi atau Ngaruwat Bumi adalah dari kata rawat atau ngarawat yang artinya mengumpulkan atau memelihara, secara umum memiliki makna yaitu mengumpulkan seluruh masyarakat serta mengumpulkan seluruh hasil bumi, baik bahan mentah setengah jadi maupun yang sudah jadi. Ngaruwat Bumi bertujuan mengungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang telah diperoleh dari hasil bumi dan juga sebagai tolak bala serta ungkapan penghormatan kepada karuhun (leluhur). - Hajat mawar Hajat Wawar adalah salah satu acara adat yang biasa dilaksanakan di Kampung Adat Banceuy masih bertujuan untuk tolak bala. Secara makna ialah suatu acara adat yang dilakukan oleh masing-masing lingkungan di setiap wilayah Kampung Adat Banceuy. Perbadaan dengan Ruwatan bumi adalah waktu pelaksanaan untuk hajat wawar tidak ditentukan 126



serta pelaksanaan hajat wawar tidak dilaksanakan serentak satu kampung melainkan perwilayah. Hajat wawar tidak diperbolehkan dilakukan di tempat tertutup, tergantung dari kebutuhan wilayah masing-masing tetapi biasanya dilaksanakan paling sering 3 bulan sekali atau paling tidak 1 tahun sekali. hajat wawar bertujuan sebagai tolak bala. Hajat wawar dilakukan apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, misalnya dalam lingkungan tersebut banyak warga yang sakit secara serentak atau banyak ternak yang mati mendadak. Sesajen dalam hajat wawar yang paling khas adalah adanya sawen. Sawen tersebut terdiri dari daun darangdan, daun tamiang dan jukut palias. sesajen makanan yang disajikan dalam hajat wawar, diusahakan harus habis oleh warga yang melaksanakan hajat wawar tersebut. - Hajat mulud aki leutik Aki Leutik adalah bernama asli Raden Ismail Shaleh. Hajar Mulud Aki Leutik beliau adalah pendiri Kampung Adat Banceuy. Hajat Mulud Aki Leutik merupakan hajat syukuran yang diselenggarakan khusus oleh keturunan keluarga dari Aki Leutik dengan maksud meningkatkan rasa syukur dan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Hajat ini biasa dilaksanakan setiap hari senin atau kamis pada minggu terakhir bulan mulud yang berlokasi di makam Aki Leutik. Kegiatan dilakukan dimulai pagi hari dengan menyembelih domba kemudian dilanjutkan dengan berdzikir dan bertasawul yang dilaksanakan di makam Aki Leutik secara tertutup. 127



- Hajat solokan/mapag cai (ngabeungkat) Tradisi mapag cai adalah salah satu ritual adat yang dilaksanakan dengan cara membersihkan saluran irigasi. Ritual ini dilatarbelakangi oleh pembagian aliran air pada Kampung Banceuy dan Desa Sanca. - Upacara naderan/khitanan (hajat khitanan) Kegiatan ini dilakukan oleh warga banceuy dengan tujuan untuk mensucikan anak kecil laki-laki dan perempuan. Adapun rangkaian prosesi sebelum khitanan, diantaranya dimulai dari tutup nutu atau orang yang bersangkutan tidak boleh beraktifitas selama 3 hari menjelang Upacara segala keperluan harus sudah siap, mapag beas, nyelamkeun, mandi koneng, gusaran, nyembahkeun, arak-arakan dan sawer panganten sunat. - Hajat puput puser Hajat ini merupakan ritual syukuran individu yang biasa dilakukan oleh warga banceuy ketika terlepasnya tali pusar bayi atau udel. Kegiatan tersebut dilakukan umumnya setelah bayi berumur 7 atau 8 hari, dengan menggunakan kunyit sebagai antiseptik bagi bayi yang dibalurkan ke seluruh bagian pusar bayi. - Hajat safaran Hajat safaran merupakan suatu upacara adat yang dilakukan tiap bulan safar. Upacara ini dilakukan oleh orang tua yang mempunyai anak lahir pada bulan safar. Upacara ini dilakukan bertujuan untuk memohon kepada Allah SWT, 128



supaya anak tersebut dijauhkan dari marabahaya serta diberikan keselamatan, dan upacara ini juga sebagai tolak bala untuk anak tersebut. Ciri khas pada hajat safaran adalah harus adanya rebus umbi-umbian, mulai dari singkong, talas, sagu, ganyol, kacang tanah (suuk), jagung, dan ubi jalar. - Mitembeyan tandur Mitembeyan tandur merupakan ritual ketika akan melakukan tanam padi (mitembeyan) bertujuan agar padi yang ditanam akan tumbuh sumbur dan membuahkan hasil yang melimpah. Mitembeyan tandur dilakukan secara bersama-sama dengan pelaksanaan tandur



Gambar 42. Tradisi Ngaruat di Kampung Adat Banceuy



Pengelolaan wisata berbasis alam di Kampung Adat Banceuy, diantaranya:



129



- Leuwi lawang. Kampung adat banceuy menyimpan panorama alam yang begitu indah dan eksotis, potensi wisata alam yang kini tengah dikembangkan adalah leuwi lawang. Leuwi lawang sendiri berada di aliran sungai yang melewati Kampung adat banceuy. Ke khasan dari leuwi lawang ini di bagian sungai yang lebih dalam dan Lawang berarti gerbang. Dua buah tebing batu raksasa yang mengapit aliran sungai sehigga tampak seperti sebuah gerbang, atau lawang dalam bahasa sunda. - Curug bentang. Kampung adat karena mampu melestarikan tradisi adat yang dimiliki secara turun-temurun. Kampung selalu dikaitkan dengan keberadaan Curug Bentang yang lokasinya agak terpencil tidak jauh dari perkampungan warga banceuy. Dari potensi keindahan dan kealamian Curug Bentang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun diluar daerah Kabupaten Subang. Trekking akan cukup menantang dan menguji ketahanan fisik jika memulai dengan berjalan kaki dengan jalan yang masih berupa tanah dan berbatu untuk mencapai lokasi curug tersebut (Fenti, 2020). - Hutan pinus. Alam yang eksostis dipenuhi berbagai budaya tradisional, Kampung Adat Banceuy memiliki wisata baru yang dijadikan lokasi wisata alam yaitu hutan pinus yang kini sedang dikembangkan. Dengan konsep wisata hutan dijadikan tempat untuk berkemping bagi wisatawan yang senang dengan suasana alam yang eksostis dan iklim yang sejuk.



130



- Hiking. Hiking atau pendakian sebagai kegiatan berjalan jauh sambil berekreasi dengan medan yang masih mudah dilalui oleh para pengunjung. Di Kampung Adat Wisata dapat ditemui tempat-tempat untuk berhiking. Keunikan lainnya dari Kampung Adat Banceuy dengan keberadaannya alat musik tradisional yang secara turun menurun telah diwariskan oleh nenek moyang. Adapun alat musik tradisional yang ada di kampung tersebut sebagai berikut: - Toleat - Tutunggulan - Celempung - Dogdog - Karindung - Durkeung - Rengkong - Kaulinan barudak lembur - Gembyung Selain alam yang dimiliki wisata di Kampung Adat Banceuy juga terdapat wisata buatan. Wisata buatan ini diantaranya sebagai berikut: - Wisata edukasi - Panen bersama - Hutan konservasi - Belajar kesenian - Pengolahan sawah - Adat istiadat masyarakat Selanjutnya yang tidak boleh dilupakan bila berkunjung ke Kampung Adat Banceuy selain seni dan budaya tradisional adalah kuliner. Kuliner yang terdapat di Kampung tersebut sebagai berikut: - Kue satu - Rangginang katumbiri - Opak rasa - Sambel papagan



131



132



133



6.3. Desa Wisata Cisaat Cisaat adalah sebuah desa yang bernuansa wisata berada di di sebelah barat Kantor Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Luas wilayahnya sekitar 699,57 ha yang terdiri dari 4 dusun dengan 6 rukun warga dan 28 rukun tetangga, dengan lokasi desa tersebut berjarak sekitar 22 km dari pusat Kota Subang. Desa Cisaat memiliki potensi wisata dan daya tarik yang beragam. Dimulai dengan daya tarik alam, budaya, religi dan agrowisata. Saat ini sudah banyak juga pengrajin home industry untuk mendukung program desa wisata dan ekonomi masyarakat desa.



Gambar 43. Peta Batas Administrasi Desa Cisaat



134



Desa Cisaat terdapat beberapa wisata yang bisa dikunjungi dengan menawarkan nuansa panorama yang indah dengan dikelilingi hamparan kebun teh dan pegunungan, disertai dengan iklim yang sejuk dan dingin. Di desa tersebut terdapat beberapa wisata yaitu wisata berbasis alam, wisata berbasis budaya, wisata berbasis kriya, wisata berbasis kuliner, dan wisata berbasis buatan. 1. Wisata berbasis alam Wisata berbasis alam yang bernuansa lingkungan bertujuan menjaga kelestarian lingkungan dan tetap terjaga. Beberapa wisata berbasis alam yang berada di lokasi Desa Wisata Cisaat sebagai berikut: ‐ Wisata panorama alam pegunungan ‐ Wisata panorama alam perkebunan ‐ Agrowisata (sayuran dan buah-buahan) ‐ Wisata berburu sunset 2. Wisata berbasis budaya Kegiatan wisata dengan memanfaatkan suatu kebudayaan tradisional yangsaat ini masih tetap terjaga. Budaya yang dijadikan objek wisata dimiliki oleh Desa Wisata Cisaat sebagai berikut: ‐ Wisata religi khaul menak taun, tafakuran ma’rifat dan muludan keramat ‐ Wisata ziarah ‐ Ruwatan kampung



135



‐ Hajat babarit ‐ Triwulan rajaban bubur sura 3. Wisata berbasis kriya Wisata ini baru dikembangkan di Desa Wisata Cisaat saat ini terus berkembang untuk dijadikan sebagai cinderamata khas Desa Cisaat. Kriya sebagai bentuk kreasi dan inovasi kerajinan dari masyarakat cisaat sebagai souvenir yang dijadikan cinderamata. Adapun cinderamata di Desa Cisaat bernuansa lokal yang mudah didapat disekitar Desa Cisaat, sebagai berikut: - Pulpen bambu, anyaman bambu - Boneka - Sisingaan - Lampion - Tas kulit - Mebeler bambu 4. Wisata berbasis kuliner Desa Cisaat selain dikenal alam yang eksostis dikelilingi dengan bukit dan berdekatan dengan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu. Wisata kuliner yang ditawarkan di Desa Wisata Cisaat masih khas tradisional bagi pengunjung diantaranya: ‐ Papais cisaat ‐ Susu sapi murni ‐ Tahu susu ‐ Kerupuk susu 136



‐ Peuyeum gantung ‐ Keripik ‐ Susu, bayam, nangka, nanas, sing-kong, gadung, talas, ubi jalar ‐ Sale pisang dan nanas ‐ Wedang ‐ Jalang dan Jahe ‐ Gegeplak ‐ Bodas dan Jahe ‐ Awug ‐ Rebung Bambu 5. Wisata berbasis buatan Desa Cisaat merupakan Desa Wisata yang mengembangkan wisata buatan yang berbasis edukasi. Adapun wisata buatan tersebut sebagai berikut: - Wisata rekreasi permainan anak dan family gathering - Wisata olahraga tea walk dan outbound



137



138



139



6.4. Desa Wisata Cibuluh Desa Cibuluh berada di Kabupaten Subang memiliki luas wilayah sekitar 563,298 ha dengan ketinggian 650 meter dpl, dengan alam perbukitan beriklim sejuk yang didalamnya terdapat sebuah perkampungan, persawahan, perkebunan, pemakaman, perkantoran, dan prasarana umum lainnya. Mayoritas pada masyarakatnya hidup dengan bertani, berladang, dan produksi rumahan atau home industry (Septiani, 2020). Visi: Terwujudnya masyarakat desa cibuluh yang sejahtera, berilmu, berbudaya dan berakhlak mulia. Misi: 1. Meningkatkan PADES untuk mensejahterakan masyarakat dengan cara mengelola potensi SDM dan lembaga ekonomi. 2. Membangun SDM melalui dukungan kepada program pendidikan disemua jenjang pendidikan. 3. Menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menjaga dan memelihara kesehatan serta meningkatakan pelayanan kesehatan di posyandu dan puskesmas. 4. Mengelola dan menjaga kelestarian warisan seni budaya sunda dan peninggalan sejarah perjuangan bangsa agar menjadi daya tarik wisata. 5. Meningkatkan peran serta wanita dan generasi muda dalam kegiatan gotong royong, membangun desa, menjaga keamanan, pelestarian alam, olahraga dan kegiatan sosial lainnya. 140



Saung mulan adalah tempat menikmati terangnya bulan. Kegiatan bulanan yang selalu diselenggara-kan ditempat ini diberi nama “MULAN” setiap mal-am tanggal 14 Tahun Hijriyah/malam bulan purnama, dalam acara Mulan ini mempunyai Tema yang berkaitan dengan Budaya Sunda, Budaya Tani, dan Budaya Sungai. Festival 7 Sungai ini diselenggarakan disetiap bulan November. Tepas Seuweu merupakan tempat berkum-pulnya para pengrajin anyaman dan para seniman dimana para pengunjung bisa interaksi dan belajar cara membuat anyaman dan kesenian sebagai atraksi wisata. Curug cilaga mempunyai 2 curug yang berdekatan di sekitar kebun dan pesawahan. Fun Rafting jalur Sungai Cikembang merupakan mulainya rafting dengan lama perjalanan rafting ± 1,5 jam hingga 2 jam. Nusa Jajaway merupakan tempat pertemuannya 7 sungai yang berada di wilayah Desa Wisata Cibuluh. Monumen Perjuangan 45 merupakan Destinasi Wisata Sejarah terjadinya pertempuran pasukan Siliwangi melawan pasukan Belanda. Pasir kidang merupakan tempat Camping Ground yang memiliki luas 8 Ha. Kontur tanah yang berbukit di apit oleh 2 sungai yaitu : Sungai Cileat dan Sungai Cikaruncang. Kampung Kaulinan mengenalkan permainan tradisional Jawa Barat dengan keunikannya masing-masing, seperti: Enggrang, Tarumpah, Gobak sodor, dan lain sebagainya. Adapun atraksi di Desa Cibuluh seperti pembuatan opak, kerajinan anyaman, kerajinan dari bambu, kolecer, wisata petik manggis, jelajah sawah, permainan di sungai, ruwat bumi, dan seni adat tradisi. 141



142



143



6.5. Desa Wisata Pasanggrahan Desa pasaggrahan terletak di ketinggian 500 mdpl. Keadaan tanah di desa Pasanggrahan cukup subur karena jenis tanah di desa ini umumnya tanah hitam dan merah. Desa Pasanggrahan berbatasan langsung dengan 4 Desa Sebelah Utara: Desa Sindang Sari, Sebelah Timur: Desa Darmaga, Sebelah Selatan: Desa Cipunagara Sebelah Barat: Desa Sanca. Penggunaan lahan yang berada di lokasi Desa Pasanggrahan umumnya digunakan untuk pemukiman (65.23 Ha), persawahan (2.72 Ha), perkebunan (120,1 Ha), perkantoran (1.3 Ha), pemakaman (7.5 Ha) dan Sarana dan prasana lainya (2.106 Ha).



Gambar 3. Peta Batas Administrasi Desa Pasanggrahan



Papatah orang dulu mengatakan bahwa “Air adalah Sumber Kehidupan”, itulah yang kiranya tepat untuk 144



mengambarkan Desa Pasanggrahan. Desa yang terletak di Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang, Jawa Barat ini dilimpahi kekayaan sumber mata air pegunungan dari Gunung Tangkuban Parahu dan Burangrang yang berlimpah. Suasana pedesaan, hamparan sawah, bentangan alam yang indah serta aliran sungai yang berasal dari Cipunagara kian menyejukkan mata para Wisatawan yang datang. Semangat masyarakat desa yang kuat menjadi tonggak keberhasilan program-program wisata di Desa Pasanggarahan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang berlimpah sebagai sumber utama penghidupan warga. Curug yang terdapat di Desa Pasanggrahan yaitu Curug Masigit. Indahnya alam dengan spot wisata mempesona pastinya akan memanjakan jiwa, pikiran dan tubuh menikmatinya. Sajian air terjun yang indah dan Curug Masigit akan mendamaikan jiwa siapa saja yang mengunjunginya. Pemandangan alam yang hijau, air curug yang jernih dan segar juga akan menambah kualitas berlibur di Curug Masigit. Mata air cimincul menjadi tempat menyenangkan yang akan merefresh jiwa dan pikiran yang penuh dengan kepenatan. Rasakan kesegaran dari air yang ada di Sumber Mata Air Cimincul ketika berlibur di Subang, Jawa Barat. Nikmati kesegaran dari tempat menarik satu ini untuk mendamaikan jiwa yang jenuh dengan suasana perkotaan maupun beban kerja.



145



Kasumber mata air cipondok salah destinasi wisata yang ada di Desa Wisata Pasanggrahan, yang bisa dikunjungi Ketika merasa bosan dan bingung mecari tempat wisata. Kasumber Mata Air Cipondok inilah salah satu solusinya. Disini kalian bisa menemukan sumber mata air yang jernih dan bisa kalian gunakan untuk berenang sebagai Pelepas rasa penat saat bekerja seharian, dan dijamin bisa membuat badan menjadi lebih segar. Ditambah lagi, ditempat ini kalian bisa melakukan foto underwateryang sedan trend di media sosial belakangan ini. Hal tersebut tentunya, bisa membuat momen liburan kalian semakin berkesan. Kuliner khas Desa Pasanggrahan menjadi daya tarik untuk mendatangkan wisatawan untuk mencicipi kuliner yang ada di desa tersebut. Adapun kuliner yang ada di Desa pasanggrahan yaitu: nasi liwet, nasi tumpeng, dan awug. Menjadikan pengunjung kembali untuk terus berwisata yaitu adanya oleholeh yang mereka senangi ketika sedang berkunjung ke lokasi wisata. Oleh-oleh khas Desa Pasanggrahan yang tidak boleh dilewati saat berkunjung ke Desa Pasanggrahan yaitu: kolontong, keripik pisang, sele pisang, keripik ubi, pakreng, keripik singkong, dan gula aren. Selanjutnya kesenian tradisional yang ada di Desa Pasanggrahan sampai saat ini masih dilestarikan dan menjadi daya tarik tersendiri. Kesenian tradisional tersebut diantaranya: singa depok, kacapi suling, dan seni gembyung.



146



PAKET WISATA DESA PASANGGRAHAN



147



148



149



6.6. Desa Wisata Sidajaya Desa Sidajaya salah satu desa wisata terbaru yang berada di Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dalam pengembangan wisata di lokasi tersebut dapat diharapkan membantu mempercepat perekonomian masyarakat disekitar cagar budaya yang saat ini belum terdata di Kabupaten Subang. Konsep desa wisata berbasis budaya hadir untuk dapat memperdayakan masyarakat agar menjadi pelaku utama dalam pengembangan desa wisata. Penunjang sarana prasarana akan penyelenggaraan pelayanan masyarakat tersebut perlu didukung dengan fasilitas serta situasi ataupun kondisi ataupun penyegaran ruang pelayanan yang aman, nyaman, tenang dan menyenangkan guna terwujudnya pelayanan yang optimal, baik dan berkualitas. Sebagai desa wisata baru, Desa Sidajaya terus dipantau perkembangannya oleh Pemerintah Kabupaten Subang yaitu Disparpora dan MUSPIKA Cipunagara bersama Danramil dan Wakapolsek untuk persiapan Desa Sindajaya menjadi Desa Wisata yang berbasis budaya. Pengelola sentral wisata di Desa Wisata Sidajaya menjadi beberapa bidang, diantaranya bidang perhotelan/homestay, bidang kuliner, bidang agro wisata, bidang kesenian dan kebudayaan, bidang olah raga, bidang event organiser dan bidang poto grafer. Kemudian Desa Sidajaya ini adalah desa pertama yang menjadi desa wisata dizona Tengah. Harapannya adalah satu masyarakat di Desa Sidajaya khususnya dan umum nya di Kecamatan Cipunagara ini meningkat kesejahteraanya. 150



151



152



Daftar Pustaka Adityaji, R. (2018). Formulasi Strategi Pengembangan Destinasi Pariwisata dengan Menggunakan Metode Analisis SWOT: Studi Kasus Kawasan Pecinan Kapasan Surabaya. Jurnal Pariwisata Pesona, 3(1). doi:10.26905/jpp.v3i1.2188 Adi, S. W., & Saputro, E. P. (2017). Potensi Daya Tarik Wisata Sejarah Budaya. Prosiding Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis, 744–751. Afif, S. (2020). Kebudayaan Kampung Adat Banceuy Desa Sanca Kecamatan Ciater Kabupaten Subang. Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, 17(1), 43–57. https://doi.org/10.15575/ al-Tsaqafa.v17i1.9004 Alfianto, A. P., & Iqbal, M. (2017). Analisis Eksploratori Industri Kreatif Desa Wisata dalam Perspektif. Jurnal Admiinistrasi Bisnis (JAB), 53(1), 113–123. Ananda, C. F. (2021). Membangun Desa melalui Dana Desa. Https://Manguntara.Desa.Id/Membangun-Desa-MelaluiDana-Desa, Diakses Tanggal 12 September 2021, 1–3. Andi, H. (2020). Tahapan Merintis dan Mengembangkan Desa Wisata. Https://Eticon.Co.Id/Tahap-Merintis-DesaWisata/, Diakses Tanggal 14 September 2021, 1–4. Andy, H. (2020). Tahapan Merintis dan Mengembangkan Desa Wisata.Https://Eticon.Co.Id/Tahap-Merintis-DesaWisata/, Diakses Tanggal 4 Nopember 2021, 1–5. Antara, M., & Arida, N. S. (2015). Panduan pengelolaan desa wisata berbasis potensi lokal. In Konsorium Riset Pariwisata Universitas Udayana. https://simdos.unud.ac. id/uploads/file_penelitian_1_dir



153



Arief, F. R. (2021). Membangun Identitas Desa Melalui Wisata Kuliner Tradisional. Https://Www.Timesindonesia.Co.Id/ Read/News/319964/Membangun-Identitas-Desa-MelaluiWisata-Kuliner-Tradisional, Diakses Tanggal 23 September 2021, 1–4. Arif, M. (2019). Menelusuri Potensi Obyek Wisata Sejarah. Jurnal Rihlah, 7(1), 43–52. Ariya, S. (2020). Wisata Rekreasi: Wisata Curug Ciangin dan Muara jambu Subang. Happyholiday, 1–4. Ariyani, N., Demartoto, A., & Zuber, A. (2015). Habitus Pengembangan Desa Wisata Kuwu: Studi Kasus Desa Wisata Kuwu Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Jurnal Analisa Sosiologi, 4(2). Bahurekso, P. R. (2019). Berlibur Sudah Menjadi Kebutuhan Primer. Https://Www.Medcom.Id/Rona/Wisata-Kuliner/ DN6pMjpk-Berlibur-Sudah-Menjadi-Kebutuhan-Primer, Diakses Tanggal 30 September 2021, 1–3. Basiya, R., & Rozak, H. A. (2012). Kualitas Daya Tarik Wisata, Kepuasan dan Niat Kunjungan Kembali Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah. Dinamika Kepariwisataan, 1–12. Baskaran, B. (2016). Development of Craft Tourism Services in Tamilnadu. International Journal of World Research, 1(15), Hal. 48-55. Brahmanto, E., Hermawan, H., & Hamzah, F. (2017). Strategi Pengembangan Kampung Batu Malakasari sebagai Daya Tarik Wisata Minat Khusus. Inarxiv. Burn, P., & Holder, A. (1997). Tourism : A New Perspective, Prestice Hall International Hampstead.



154



Digides. (2021). 10 Usaha Kuliner yang Bisa Dikembangkan di Desa. Https://Digitaldesa.Id/Artikel/10-Usaha-KulinerYang-Bisa-Dikembangkan-Di-Desa, Diakses Tanggal 26 September 2021, 1–3. DISPMD. (2015). Dari Desa Membangun Indonesia. Https://Dispmd.Bulelengkab.Go.Id/Informasi/Detail/Artik el/Dari-Desa-Membangun-Indonesia-11, Diakses Tanggal 7 September 2021, 1–4. Eticon. (2021). Mengenal Pariwisata Berbasis Budaya (Cultural Tourism). Https://Eticon.Co.Id/Pariwisata-BerbasisBudaya/, Diakses Tanggal 20 Nopember 2021, 1–3. Evans, Nigel, Campbell, D., & Stonehouse, G. (2003). Strategic Management for Travel and Tourism. In Oxford: Butterworth-Heinemann. Farhan, A. (2012). Wamenparekraf: Wisata Adalah Kebutuhan. Https://Travel.Detik.Com/Travel-News/d-1958370/ Wamenparekraf-Wisata-Adalah-Kebutuhan, Diakses Tanggal 30 Nopember 2021, 1–5. Febrinastri, F. (2021). Empat Tujuan Pembangunan Desa. Https://Www.Suara.Com/News/2021/08/19/164351/Pemb angunan-Desa-Memiliki-Empat-Tujuan-Berikut-MenurutSekjen-Kemendes-Pdtt, Diakses Tanggal 9 September 2021, 1–4. Fenti, S. (2020). Curug Bentang di Subang, Air Terjun Alami Yang Menyimpan Sejarah Di Kampung Adat Banceuy. Https://Www.Nativeindonesia.Com/Curug-Bentang-2/, Diakses Tanggal 15 Nopember 2021, 1–4. Firatmaja, F., & Rachman, S. (2018). Potensi Wisata Kuliner Indonesia. Https://Republika.Co.Id/Berita/Pfe7at216/ Potensi-Wisata-Kuliner-Indonesia, Diakses Tanggal 8 Nopember 2021, 1–4. 155



Gaung. (2018). 4 Manfaat Pengembangan Desa Sebagai Desa Wisata. Https://Www.Berdesa.Com/4-Manfaat-Pengemba ngan-Desa-Sebagai-Desa-Wisata/, Diakses Tanggal 9 September 2021, 1–4. Haidar, M. (2021). Destinasi Wisata Alam Rontog Subang. Https://Karawangpost.Pikiran-Rakyat.Com/Wisata/Pr1423306793/Destinasi-Wisata-Alam-Rontog-Subang, Diakses Tanggal 25 Desember 2021, 1–4. Hermana, J. (2019). Management by Heart (7): “Hakikat Membangun.” Https://Suaramuslim.Net/Management-byHeart-7-Hakikat-Membangun/Html., Diakses Tanggal 6 September 2021, 1–4. Hermawan, H. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisatanglanggeran Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Lokal. Sniptek, 426–435. https://doi.org/10.31219/osf.io/ wmr9s Indardi. (2016). Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat. In Bandung: UNPAD Press. Itaibnu. (2020). Membangun Indonesia dari Desa. Https:// Bakti.or.Id/Berita/Membangun-Indonesia-Dari-Desa, Diakses Tanggal 13 September 2021, 1–6. Juwitasari, W. C. (2016). Implementasi Pengakuan Hak Asasi Manusia dalam Kegiatan Berwisata di Indonesia. In Penelitian Mandiri: Program Studi Industri Perjalanan Wisata (pp. 1–21). Kartika, T., Fajri, K., & Kharimah, R. (2017). Pengembangan Wisata Heritage sebagai Kota Cimahi. Jurnal Manajemen Resort Dan Leisure, 14(2), 1–4. Kementeriаn Pаriwisаtа. (2009). PNPM Mаndiri Pаriwisаtа. Http://Kemenpаr.Go.Id/, Diаkses Pаdа Tаnggаl 6 September 2021, 1–6. 156



Komariah, N., Saepudin, E., & Yusup, P. M. (2018). Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Pariwisata Pesona, 3(2), 158–174. https://doi.org/10.26905/jpp.v3i2.2340 Kotasubang.com. (2016). Desa Wisata Cibeusi Subang, Menikmati Keindahan Curug Hingga Beras Hitam. Https://Www.Kotasubang.Com/9271/Desa-WisataCibeusi-Subang-Menikmati-Keindahan-Curug-HinggaBeras-Hitam, Html., Diakses Tanggal 228 Nopember 2021, 1–4. Kresna. (2020). Daya Tarik Wisata atau Atraksi. Https://Konsultasiskripsi.Com/2020/04/05/Daya-TarikWisata-Atau-Atraksi-Skripsi-Dan-Tesis/, Diakses Tanggal 2 Nopember 2021, 1–5. Lestari, R. (2020). Potensi Wisata Kuliner Indonesia dalam Memajukan Pariwisata. Https://Kemenparekraf.Go.Id/ Potensi-Wisata-Kuliner-Indonesia-Dalam-MemajukanPariwisata/, Diakses Tanggal 3 Nopember 2021, 1–3. Mahpuz, K. (2021). Masyarakat SADAR WISATA. Https://Www.BanjarsariLabuhanhaji.Desa.Id/Artikel/2020/9/29/MasyarakatSadar-Wisata, Diakses Tanggal 23 September 2021, 1–4. Mardhiah, N. (2017). Identifikasi Tujuan Dan Sasaran Pembangunan Desa Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Public Policy, 77–88. https://doi.org/10.35308/jpp.v3i1.753 Maryani, E., & Logayah, D. S. (2017). Pengembangan Bandung sebagai Kota Wisata Warisan Budaya (Culture Haritage). 1–13. Merbau, P. (2021). Dari Desa Membangun Indonesia dari Desa Mengubah Dunia. Https://Www.Merbau-Tanggamus. Desa.Id/Artikel/2021/2/3/Dari-Desa-Membangun157



Indonesia-Dari-Desa-Mengubah-Dunia, Diakses Tanggal 26 September 2021, 1–5. Nurdin. (2018). 9 langkah Pemasaran Desa Wisata. Https://Pemasaranpariwisata.Com/2017/12/09/9Langkah-Pemasaran-Desa-Wisata/, Diakses Tanggal 5 Nopember 2021, 1–5. Nuryanti, W. (1993). Concept, Perspective and Challenges, Makalah Bagian dari Laporan Konferensi Internasional Mengenai Pariwisata Budaya. In Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pajriah, S. (2018). Peran Sumber daya Manusia dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Kabupaten Ciamis. Jurnal Artefak: History and Education, 5(1), 25–34. PICD. (2020). Mengelola Potensi Wisata Pedesaan. Https://Www.Caritra.Org/2020/11/25/MengelolaPotensi-Wisata-Pedesaan/, Diakses Tanggal 30 September 2021, 1–4. Prihatini, L. (2018). Potensi Budaya Lokal dalam Pengembangan Pariwisata Indonesia. Jurnal Ilmiah Pariwisata, 14(2), 1– 15. Priyanto, R., Hermawan, H., Nurhalimah, & Suryana. (2018). Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Wisatawan serta Dampaknya terhadap Loyalitas. Upajiwa Dewantara, 2(2), 99–111. https://doi.org/10.26460/ mmud.v2i2.3088 Pryanka, A., & Yolanda, F. (2019). Wisata, Kebutuhan Masyarakat Semua Kelas. Https://Www.Republika. Co.Id/Berita/Plt7q3370/Wisata-Kebutuhan-MasyarakatSemua-Kelas, Diakses Tanggal 29 Nopember 2021, 1–4. Purmada, D. K., Wilopo, & Hakim, L. (2016). Pengelolaan Desa Wisata dalam Perspektif Community Based Tourism. 158



Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya, 32(2), 15–22. Putri, R. L. (2021). Wisata Sambil Berburu Kerajinan Lokal. Https://Travel.Okezone.Com/Read/2021/09/12/25/247006 0/Wisata-Sambil-Berburu-Kerajinan-Lokal-Ini-5Destinasi-Yang-Wajib-Anda-Kunjungi, Diakses Tanggal 30 September 2021, 1–3. Raditya, D. (2019). Membangun Kembali Pembangunan. Https://Chub.Fisipol.Ugm.Ac.Id/2019/12/02/MembangunKembali-Pembangunan/Html., Diakses Tanggal 5 September 2021, 1–4. Rahmawati, S. W., Sunarti, & Hakim, L. (2017). Penerapan Sapta Pesona Pada Desa Wisata. Jurnal Administrasi Bisnis, 50(2), 195–202. Rangga, D. (2021). Curug Pandawa 5, Tempat Wisata Subang yang Semakin Populer. Https://Www.Pandawanews. Com/775/Curug-Pandawa-5-Subang.Html, Diakses Tanggal 5 Desember 2021, 1–3. Reinarto, R. (2020). Ancaman Besar Perubahan Iklim bagi Pariwisata dan Solusinya. Https://Katadata.Co.Id/ Muchamadnafi/Indepth/615c5e9484d77/Ancaman-BesarPerubahan-Iklim-Bagi-Pariwisata-Dan-Solusinya, Diakses Tanggal 10 Nopember 2021, 1–3. Safitri, I., Ramdan, A. M., & Sunarya, E. (2020). Peran Produk Wisata dan Citra Destinasi terhadap Keputusan Berkunjung Wisatawan. Jurnal Ilmu Manajemen, 8(3), 734. https://doi.org/10.26740/jim.v8n3.p734-741 Samodiningrat, G., & Suryanto, R. (2020). Recovery Membangun Indonesia dari Desa. Https://Www.Caritra. Org/2020/07/10/Bangkit-Membangun-Indonesia-DariDesa/, Diakses Tanggal 8 September 2021, 1–2. 159



Sekarsari, R. W., Fabiola, J. D., Hidayatullah, R., Oktaviana, D., Ma’arif, Darma, S., Riansyah, Shinta, I. A., Giofany, Maylian, Rokhmawati, Agestwo, I. N., Putra, R., Duana, A., & Sahroni. (2020). Meningkatkan Potensi Sumber Daya Alam untuk Mewujudkan Desa Wisata. Jurnal Pembelajaran Masyarakat, 1(2), 153–160. Septiani, T. (2020). Tersembunyi di Desa Wisata Cibuluh. Https://Www.Goodnewsfromindonesia.Id/2020/03/23/Des tinasi-Tersembunyi-Di-Desa-Wisata-Cibuluh, Diakses Tanggal 20 Nopember 2021, 1–5. Setiawan, I. B. D. (2015). Identifikasi Potensi Wisata Beserta 4A (Atraction, Amenity, Accessibility, Acilliary) di Dusun Sumber Wangi Desa Pemuteran. Sinartejo, W. (2016). Pelajari 7 (Sapta) Pesona Sebelum Bergerak Bidang Pariwisata. Http://Sinartejo.Blogspot. Com/2016/08/Pelajari-7-Sapta-Pesona-Sebelum.Html, Diakses Tanggal 24 September 2021, 1–4. Soakadijo, R. G. (2000). Anatomi Pariwisata Memahami Pariwisata sebagai Systemic Linkage. In Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sudiar, N. Y. (2020). Pentingkah Membangun Informasi Iklim untuk Pengembangan Pariwisata. Https://Yoursay.Suara. Com/News/2020/03/09/104619/Pentingkah-MembangunInformasi-Iklim-Untuk-Pengembangan-Pariwisata, Diakses Tanggal 30 September 2021, 1–4. Sudibya, B. (2018). Wisata Desa dan Desa Wisata. Bappeda Litbang, 1(1), 2018. Sugiarti, R., Margana, M., & Muthmainah, M. (2020). Pengembangan Wisata Kriya Berbasis Kreasi dan Inovasi di Sentra Industri Kerajinan Kulit Kabupaten Magetan. Cakra Wisata, 21(1), 12–25. 160



Sukarni, N., & Sugiarti, R. (2015). Pemberdayaan masyarakat Pedesaan dalam Pengembangan Warung Sehat Ramah Lingkungan di Desa Wisata Berjo. Cakra Wisata, 16(2), 36–49. Suryawan, I. B., Suryasih, I. A., & Anom, I. P. (2016). Perkembangan dan Pengembangan Desa Wisata.pdf. In Herya Media Depok, Press. (pp. 1–128). Suwantoro, G. (2004). Dasar-dasar Pariwisata. In Yogyakarta: Andi. Taufik, M. A. (2019). Pentingnya Membangun Indonesia dari Desa. Https://Medium.Com/@ariftaufik16/PentingnyaMembangun-Desa-Untuk-Kemajuan-Bangsa-Indonesia53272277bbb0, Diakses Tanggal 20 September 2021, 1–4. Wiguna, I. M. A. (2018). Usaha Pondok Wisata sebagai Pendudukung Pariwisata Budaya Berkelanjutan di Desa Wisata UBUD. JUMPA, 5(1), 227–240. Wijaya, M. A. (2018). Kembangkan Potensi Wisata Sejarah. Https://Mmc.Kotawaringinbaratkab.Go.Id/Berita/Kemba ngkan-Potensi-Wisata-Sejarah-, Diakses Tanggal 23 September 2021, 1–4. Yoeti, O. A. (1982). Perencanaan Strategis Pemasaran daerah Tujuan Wisata. In Jakarta: PT Pradnya Paramita. Yonavilbia, E. (2021). Masyarakat Sadar Wisata, Kunci Pengembangan Pariwisata di Suatu Wilayah. Https://Infopublik.Id/Kategori/Nusantara/584271/Masyar akat-Sadar-Wisata-Kunci-Pengembangan-Pariwisata-DiSuatu-Wilayah, Diakses Tanggal 30 Nopember 2021, 1–5. Yovanda, R. Y. (2021). BPS: Maret 2021, Jumlah Penduduk Miskin Tembus 27,54 Juta. Https://Www.Tribunnews. Com/Bisnis/2021/07/16/Bps-Maret-2021-JumlahPenduduk-Miskin-Tembus-2754-Juta, Diakses Tanggal 7 161



September 2021, 1–6. Zaini, R. A. N., Muchsin, S., & Hayat. (2018). Pengembangan Desa Wisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. 1–7. Zkarim, T. (2016). Pengertian dan Komponen Paket Wisata. Https://Taufikzk.Wordpress.Com/2016/02/01/PengertianDan-Komponen-Paket-Wisata/, Diakses Tanggal 20 Nopember 2021, 1–4. Zuhra, U. F. (2015). Tinjauan Kebutuhan Wisatawan di Objek Wisata Pantai Padang. In Skripsi: Program Studi Manajemen Perhotelan.



162



PETA LOKASI DESTINASI WISATA KABUPATEN SUBANG



163