Memori [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PSIKOLOGI KOGNITIF DAN EMOSI “Memori Jangka Panjang dan Jangka Pendek”



Disusun Oleh : 1. Retno Wulan sari (15610014) 2. Rihadatul Faizun (15610042) 3. Ahmad Karim Abdul J. (15610043)



PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG MARET 2017



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ingatan atau Memori adalah sebuah fungsi dari kognisi yang melibatkan otak dalam pengambilan informasi. Ingatan banyak dipelajari dalam psikologi kognitif dam ilmu syaraf sebagai bentuk terjadinya hubungan timbal balik antara potensi memorialnya dan pengalaman eksternal yang diserapnya. Dengan kata lain, ingatan merupakan tempat menampung hasil-hasil visualitas manusia, misalnya setelah mempelajari sesuatu kemudian menyimpannya didalam ingatan Aktivitas ingatan dicirikan dengan hal-hal berikut : pertama, Penyimpanan informasi dalam pikiran. kedua, recognisi atau mengeluarkan informasi yang sudah tersimpan. ketiga recall, membangkitkan pengalaman masa lalu yang sudah cukup lama terlupakan. keempat, reproduksi yaitu menghasilkan kembali beberapa informasi yang diperlukan setelah lama menghilang dan secara tidak sadar dilupakan, tetapi pada suatu waktu sangat diperlukan. Kelima, menampilkan kembali karakteristik keaslian dari kepribadian yang sesungguhnya. Pada makalah ini kami lebih memfokuskan pada model-model memori dan memori jangka pendek.



BAB II PEMBAHASAN MODEL-MODEL MEMORI DAN MEMORI JANGKA PENDEK A.



Model-Model Memori Ganda



1.



James Model memori ganda (Dualistic Model Of Memory) berkembang pada akhir tahun 1800-



an ketika James membedakan Memori lansung (Immediate Memory) yang disebut juga dengan memori primer dan Memori tidak lansung (Indirect Memory) atau disebut juga dengan memori sekunder. James menyusun teorinya tentang struktur memori berdasarkan introspeksi, dan ia menganggap memori sekunder sebagai suatu tempat penyimpanan informasi (pengalaman) yang pernah dialami, namun tidak dapat diakses lagi. James berpendapat bahwa memori primer yang mirip (namun tidak identik) atau memori jangka pendek (Short Term Memory/STM) merupakan jalur-jalur yang tidak pernah meninggalkan kesadaran dan senantiasa menyediakan “tayangan” pada peristiwa-peristiwa yang dialami. Kemudian memori sekunder atau memori jangka panjang (Long Term Memory/LTM), didefenisikan sebagai jalur-jalur yang “terpahat” dalam jaringan otak manusia, dan setiap manusia memiliki struktur jalur yang berbeda. James juga berpendapat bahwa memori memiliki sifat dualistik, yaitu transitoris (sebagai pengantar) dan permanen, meskipun demikian pada masa James belum terdapat bukti ilmiah yang mendukung perbedaan defenisi operasional antar kedua sistem memori tersebut. Bukti-bukti ilmiah tersebut baru muncul 75 tahun kemudian ketika hubungan antara memori primer dan memori sekunder dideskripsikan oleh Waugh dan Norman pada tahun 1965, didalam model sistem memori primer dan sekunder, sebuah item memasuki memori primer dan kemudian disimpan (melalui latihan pengulangan) atau dilupakan. Dengan menggunakan pengulangan (Rehearsal), item tersebut memasuki memori sekunder dan selanjutnya menjadi bagian dari memori permanen.



2.



Waugh dan Norman Model behavioral modern pertama dikembangkan oleh Waugh dan Norman pada tahun



1965.Model tersebut adalah model dualistik, mencakup memori primer dan memori sekunder.Wough dan Norman mengembangkan model James dengan mengkuantifikasikan karakteristik-karakteristik memori primer. Sistem penyimpanan jangka pendek diketahui memiliki kapasitas yang sangat terbatas, sehingga hilangnya informasi terjadi tidak hanya sebagai suatu proses yang terjadi “seiring berlalunya waktu”, namun terjadi karena item-item baru “menindihi” item-item lama saat ruang penyimpanan telah penuh. 3.



Atkinson dan Shiffrin Atkinson dan Shiffrin meminjam konsep dualistik memori dari Waugh dan Norman,



namun dengan adanya lebih banyak subsistem dalam STM dan LTM. Model-model awal tentang memori, menurut Atkinson dan Shiffrin bersifat terlalu menyederhanakan dan tidak cukup kuat untuk menangani kerumitan proses atensi, proses membandingkan stimuli, pengendalian dalam mengambil memori (Retrieval Control), pemindahan dari STM ke LTM, pencitraan, memori penyandian sensorik. Dalam model Atkinson dan Shiffrin, memori memiliki tiga area penyimpanan, antara lain yaitu: a.



Register sensorik



b.



Penyimpanan jangka pendek



c.



Penyimpanan jangka panjang



Atkinson dan Shiffrin membuat suatu perbedaan penting antara konsep memori dan konsep penyimpanan memori. Istilah “memori” mengacu pada data-data yang disimpan, sedangkan “penyimpanan “(Store)” mengacu pada komponen struktural yang berisi informasi. Dalam model Atkinson dan Shiffrin, informasi dalam penyimpanan jangka pendek dapat ditransfer ke penyimpanan jangka panjang, sedangkan informasi lain dipertahankan selama beberapa menit dalam penyimpanan jangka pendek namun tidak pernah memasuki penyimpanan jangka panjang.



Penyimpanan jangka pendek dipandang sebagai suatu sistem kerja (Working System) yang di dalamnya informasi-informasi yang masuk akan memudar dan menghilang dengan cepat, informasi yang tersimpan dalam penyimpanan jangka pendek dapat berupa suatu bentuk yang berbeda dengan wujud asli informasi tersebut, misalnya sebuah kata yang dibaca oleh sistem visual akan diubah dan direpresentasikan dalam memori secara auditorik. Informasi yang disimpan dalam penyimpanan jangka panjang dianggap relatif permanen, sekalipun terkadang tidak dapat diakses akibat adanya interferensi dari informasi-informasi baru. Adapun kegunaan penyimpanan jangka panjang adalah mengawasi stimuli dalam register sensorik (sehingga mengendalikan informasi yang memasuki penyimpanan jangka pendek) dan menyediakan ruang penyimpanan bagi informasi dalam penyimpanan jangka pendek. B.



Memori Jangka Pendek Atkinson dan Shiffrin berpendapat bahwa memori jangka pendek (STM- Short Term



Memory) adalah bagian di mana pemprosesan seperti aritmatika mental dilakukan. Jika informasi bertahan di STM dalam waktu cukup lama, maka informasi tersebut akan memasuki memori jangka panjang (LTM- Long Term Memory). LTM memiliki kapasitas dan durasi besar penyimpan informasi untuk penarikan di kemudian hari.Meskipun STM memiliki kapasitas yang jauh lebih kecil dibandingkan LTM, STM memiliki peranan penting dalam pemrosesan memori. Suatu karakteristik lain pada STM adalah kapasitas penyimpanannya yang terbatas diimbangi oleh kapasitas pemrosesan yang juga terbatas, dan bukan hanya itu, terdapat pula pertukaran (Trade Off) konstan antara kapasitas penyimpanan dan kemampuan pemrosesan. Faktor-faktor yang mempengaruhi memori jangka pendek, yaitu: Efek posisi serial (The Serial Position Effect). Sejumlah item-item atau objek yang disajikan secara berurutan akan mempengaruhi ingatan seseorang. Item-item atau objek-objek yang berada pada posisi atau urutan bagian awal (depan) dan juga akhir (belakang) akan cenderung diingat lebih baik daripada item-item atau objek-objek yang berada pada urutan di tengah. Sebab informasi atau item-item yang terletak di bagian awal atau depan akan lebih dulu memasuki ingatan jangka pendek sehingga memungkinkan dilakukan pengulangan di dalam pikiran secara memadai untuk kemudian dipindahkan ke dalam ingatan jangka panjang.



Bagi informasi yang terletak di tengah urutan, ketika memasuki ingatan jangka pendek bersamaan waktunya dengan proses pengulangan informasi di bagian depan, sehingga hanya sedikit kapasitas bagi pengulangan kembali informasi yang terletak di tengah. Dengan demikian informasi yang terletak di tengah urutan belum sampai dipindahkan ke ingatan jangka panjang.Sementara itu, informasi yang terletak di bagian akhir cenderung diingat lebih baik, sebab informasinya masih berada pada ingatan jangka pendek pada waktu di recall.Pengaruh informasi yang terletak pada daftar urutan awal penyajian terhadap kuatnya ingatan disebut primacy effects.Sementara itu, pengaruh informasi yang terletak pada daftar urutan terakhir penyajian terhadap kuatnya ingatan disebut recency effects.Memori jangka pendek menyimpan informasi melalui suara atau bunyi sementara memori janka panjang menyimpan informasi melalui bahasa atau makna. C.



Dukungan Neorosis Kognitif, Model Memori Kerja, Kapasitas STM, Penyandian



Informasi Dalam STM, Pengambilan Informasi Dari STM 1) Dukungan neorosis kognitif Penemuan-penemuan neurofisiologis menunjukkan bahwa kedua penyimpanan memori yang berbeda tersebut memiliki letak tertentu dalam struktur otak manusia.Studi-studi neurofisiologis tersebut melibatkan pasien-pasien klinis yang mengalami sejenis trauma fisik atau cedera otak. Misalnya kasus K.F yang diteliti oleh Warrington dan Shallice pada tahun 1969, K.F memilki LTM yang berfungsi secara normal, namun ia mengalami kesulitan besar mengingat serangkaian angka . Dalam kasus K.F, K.F mengalami gangguan STM namun bukan LTM. 2) Model memori kerja Model memori kerja( WM- Working Memory) yang dikembangkan Baddeley dan Hitch (1974) merupakan upaya untuk meniru proses-proses yang bekerja dalam STM. Oleh karena itu, ini merupakan alternatif bagi peyimpanan jangka pendek yang dikemukakan oleh Atkinson dan Shiffrin.Memori kerja didefenisikan secara konseptual sebagai suatu tipe meja kerja (Workbench) yang secara konstan mengubah, mengkombinasikan, dan memperbarui informasi baru dan lama.



Ada tiga komponen utama dalam memori kerja, yaitu: a. Pengulangan fonologis Pengulangan fonologis (Artikulatori) menyimpan bunyi-bunyi wicara dalam jumlah terbatas untuk kurun waktu singkat. Pengulangan fonologis terdiri dari dua komponen, yaitu penyimpanan fonologis pasif dan proses pengendalian artikulatori atau subvokal yang membantu latihan mental. b. Papan sketsa visuospasial Papan sketsa visuospasial (memori kerja visuospasial) adalah versi visual pengulangan fonologis, memyimpan untuk sementara dan memanipulasi informasi visual dan spasial dengan cara yang sama seperti pengulangan fonologis dalam wicara. c. Pelaksana pusat Pelaksana pusat mengatur sumber daya atensional ke subsistem-subsistem lain dalam WM, serta bertanggung jawab atas proses-proses berpikir tingkat tinggiyang digunakan dalam penalaran dan pemahaman bahasa. Pelaksana pusat hanya memiliki kapasitas atensional terbatas dan tidak memiliki kapasitas penyimpanan (penyimpanan terletak di dalam cabang sistem-sistem budak dan LTM) jika suatu tugas terlalu menuntut maka sumber daya-sumber daya pelaksana pusat akan habis dan mengakibatkan penurunan kinerja tugas. Jadi pelaksana pusat adalah perantara antara sistem-sistem budak dan LTM, fokus dan mengalihkan perhatian dalam tugas-tugas, serta mengaktivasi representasi-representasi dalam LTM (Logie & Duff, 1996). Kemudian pada tahun 2000, Baddeley menambahkan satu komponen lagi dalam model memori kerja, yaitu penyangga episodik. Penyangga episodik bertindak sebagai alat penghubung antara sistem-sistem budak lain dan LTM. Peyangga episodik juga sebagai tempat penyimpanan sementara di mana informasi dari sejumlah sumber digabungkan menjadi suatu kesatuan utuh yang dapat ditarik



dan digunakan sebagai suatu ruang percontohan untuk membantu dalam belajar. 3) Kapasitas STM Lloyd dan Margaret Peterson adalah para peneliti yang mempelajari durasi STM, namun Miller lah yang dalam karyanya yang berwawasan mempelajari kapasitas STM.Miller menyimpulkan bahwa STM memuat tujuh unit. Menurutnya, catatan resmi paling awal tentang keterbatasan ditemukan pada pengamatan Sir William Hamilton, seorang filsuf abad ke-19, yang mengatakan “ jikalau anda melemparkan segemgam kelereng ke lantai, anda paling-paling hanya mampu mengamati secara sekaligus hanya enam kelereng tau paling banyak tujuh kelereng tanpa rasa bingung”. Dengan demikian Miller menyusun hipotesis bahwa kapasitas kita untuk memproses informasi memiliki batas sekitar tujuh unit. 4) Penyandian informasi dalam STM Informasi yang tersimpan dalam STM dapat berupa informasi auditorik, visual, atau sematik tergantung jenis informasi atau jenis tugas yang dialami seseorang. a. Sandi auditorik STM nampaknya beroperasi menggunakan sandi auditorik, bahkan sekalipun informasi



tersebut



dihasilkan



dari



sandi



non-auditorik



seperti



stimulus



visual. Misalnya ketika anda ditanya tentang berapa jumlah jendela di rumah anda, anda memang menggunakan sandi visual untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan, namun anda menghitung dan melaporkan dan melaporkan jawaban dalam sandi auditorik. Conrad menemukan bahwa kekeliriuan dalam-kekeliruan dalam STM bersumber dari kekeliruan auditorik bukan kekeliruan visual. Dalam ekperimennya, Conrad menanyangkan huruf-huruf yang bunyinya mirip (B dan V), dan berdasarkan huruf-huruf



tersebut,



ia



menyusun



rangkaian-rangkaian



huruf



yang



tiap



rangkaiannya terdiri dari enam huruf. Rangkaian-rangkaian tersebut disajikan kepada partisipan.Huruf-huruf tersebut disajikan dalam bentuk auditorik dan visual.



Diasumsikan bahwa para partisipan yang mendapatkan stimuli auditorik (mendengar huruf) akan membuat kekeliruan pada huruf-huruf yang bunyinya serupa, sedangkan para partisipan yang mendapatkan stimuli visual (membaca huruf) akan membuat kekeliruan berdasarkan struktur visual huruf-huruf tersebut. Secara umum, diasumsikan bahwa memori yang terlibat dalam pemprosesan informasi bersifat akustik (secara dominan) dan kesalahan yang paling besar akan didapati pada partisipan yang mendapat stimuli suara. b. Sandi visual Posner dan rekan-rekannya, menemukan bahwa setidaknya dalam sebagian kecil waktu informasi disandikan secara visual dalam STM. Dalam ekperimen tersebut, para peneliti menyajikan huruf-huruf berpasangan dalam tiga mode, yaitu mode yang pertama, huruf berpasangan yang identik dalam pelafalan dan bentuk (AA, aa). Mode yang kedua, huruf berpasangan yang memiliki pelafalan yang sama tapi bentuk berbeda (Aa) dan mode yang ketiga, huruf berpasangan yang memiliki perbedaan pelafalan sekaligus berbeda bentuk (AB, ab). Para partisipan diminta menunjukkan (dengan menekan tombol) apakah kedua huruf yang ditampilkan adalah huruf yang sama.huruf-huruf disajikan satu demi satu dengan jeda waktu yang bervariasi : 0 detik (artinya huruf-huruf disajikan serentak), 0,5 detik, 1 detik atau 2 detik. Para peneliti mengasumsikan bahwa bila pasangan huruf tersebut diproses secara auditorik seharusnya partisipan memerlukan waktu lebih lama untuk memproses AA dibanding Aa. Namun, bila penyandian visual juga penting maka partisipan akan memerlukan waktu yang lama untuk merespon Aa dibandingkan AA.



c. Sandi sematik Sandi sematik adalah sandi yang berhubungan dengan makna.Ekperimen Delos Wickens dan rekan-rekannya, dilakukan berdasarkan konsep inhibisi proaktif



(Proactive Inhibition /PI). PI adalah sebuah fenomena ketika kemampuan mengingat dihambat oleh adanya hubungan sematik antara daftar yang diingat dengan daftar sebelumnya. Misalnya ketika seorang partisipan diminta mengingat sebuah daftar kata-kata yang tergabung dalam satu kategori (nama-nama buah), mereka mungkin dapat mengingat 90 persen isi daftar tersebut.Namun, bila mereka diminta mengingat daftar kedua juga berisi nama-nama buah, kemampuan mereka mengingat daftar tersebut hanya sebesar 30 persen. Selanjutnya jika partisipan yang sama diminta mempelajari daftar ketiga yang juga berisi nama-nama buah, kemampuan mengingat semakin menurun. Inhibisi proaktif ini mengindikasikan bahwa informasi sematik sedang diproses dalam STM karena informasi tersebut saling “mengganggu” dengan informasi-informasi dari daftar berikutnya. 5) Pengambilan informasi dari STM Era modern pemprosesan informasi sangat di pengaruhi oleh sebuah teknik ekperimental yang di kembangkan oleh Saul Sternberg. Teknik ini melibatkan sebuah tugas pemindaian serial yang didalamnya pertisipan mendapatkan stimuli berupa serangkaian item, misalnya angka, dengan jeda 1,2 detik setiap item. Diasumsikan bahwa item-item tersebut disimpan dalam STM partisipan. Setelah partisipan menghapalkan daftar, ia menekan sebuah tombol untuk memunculkan sebuah angka yang ada (atau yang tidak ada) dalam daftar yang telah dilihat sebelumnya. Tugas partisipan adalah membandingkan angka tersebut dengan daftar yang telah diingatnya dan menjawab apakah angka tersebut memang ada didaftar atau tidak.Setiap tugas berisi daftar yang berbeda.para peneliti mengubah-ubah ukuran daftar sesuai kapasitas STM yaitu dari satu hingga enam angka. Pada dasarnya, tugas ini mengharuskan partisipan mencari angka-angka dalam suatu daftar untuk menemukan jawaban yang tepat.pencarian seperti ini dapat berhenti dengan sendirinya saat partisipan telah menemukan angka tersebut dan memberikan jawaban, sebaliknya partisipan mungkin melakukan pencarian menyeluruh terhadap daftar di memori sebelum melaporkan jawabannya, terlepas ia menemuka angka itu atau tidak.



Waktu reaksi mencerminkan waktu yang diperlukan partisipan untuk melakukan pencarian angka pada daftar dalam memori dan waktu reaksi dapat berperan sebagai dasar untuk menggambarkan struktur STM sekaligus menggambarkan hukumhukum pengambilan informasi dari struktur tersebut. D.



TEORI







TEORI



MEMORI



DAN



MEMORI



JANGKA



PANJANG



A. Lokalisasi dan Distribusi LTM Lokasi tempat memori disimpan adalah di seluruh bagian otak, meskipun juga terpusat di bagian-bagian tertentu. Sebagai contoh, studi-studi PET menunjukkan pada area frontal di otak terlibat dalam pemrosesan mendalam terhadap informasi, seperti menentukan apakah suatu kata mendeskripsikan benda hidup atau benda mati (bacalah Kapur, Craik, dkk. 1994; Kapur, Scholey, dkk. 1994; Tulving, Kapur, Craik, Moscovitch & Houle, 1994). Studi-studi tersebut mengindikasikan bahwa jenis – jenis kinerja memori bersifat spesifik. Meskipun demikian, dalam pemrosesan – pemrosesan spesifik tersebut, bagian-bagian lain di otak tetap terlibat, meskipun hanya dalam tingkat yang rendah. Prinsip spesialisasi dan distribusi fungsi tersebut didapati pada jenis-jenis kinerja memori dan sistem penyimpanan yang lain. Informasi dari mata dan telinga, sebagai contoh, dikirimkan ke korteks visual dan korteks auditorik secara berturut – turut. Sangatlah mungkin bahwa memori jangka panjang terkait pengalaman – pengalaman sensorik tersebut juga disimpan di dalam, atau di dekat, area – area tersebut. Meskipun demikian – dan inilah salah satu isu yang paling kompleks dalam ilmu otak – pengalaman-pengalaman sensorik bersifat bermacam – macam (multifarious). Ketika anda membaca kata – kata dalam kalimat sebelumnya, informasi dari mata anda di proses dalam korteks visual, namun ketika anda mencoba memahami makna “multifarious”, anda menggunakan bagian lain dalam otak untuk mengucapkan kata – kata tersebut dalam pikiran anda, dan sekaligus menggunakan bagian otak yang lain untuk mencari padanan maknanya.



B. Kapasitas LTM Dukungan lebih lanjut terhadap kapasitas LTM ditemukan oleh Standing, Conezio, dan Haber (1970). Ketiga peneliti tersebut menanyakan 2.560 slide berwarna kepada partisipan dan



menemukan bahwa rekognisi berkisar para 97% hingga 67% dalam jangka satu tahun. Sebuah hal yang menarik adalah adanya penurunan dalam skor rekognisi setelah 4 bulan. Apakah memori tentang gambar mulai memudar, ataukah gambar – gambar lain mengintervensi dan membingungkan para partisipan? Data – data yang dihimpun dari uji rekognisi setelah 3 dan 7 hari menunjukkan bahwa memori terkait gambar disandikan dalam LTM partisipan dan penurunan memori rekognisi setelah 4 bulan tampaknya disebabkan oleh intervensi dari gambar – gambar baru. C. Analisis Teoretik tentang Kepakaran Chase dan Ericson (1982) telah mendemonstrasikan kinerja memori yang istimewa menggunakan tiga prinsip yang menjelaskan kinerja memori yang terlatih sekaligus menjelaskan bagaimana para pakar menggunakan LTM mereka untuk mengerjakan tugas – tugas yang tidak lazim. 1.



Proses



penyandian



mnemonic atau mnemonic



enconding



principle (terkait



dengan



pengorganisasian) menyatakan bahwa para pakar menyandikan informasi berdasarkan basis pengetahuan yang luas, yang dimiliki para pakar tersebut. Apakah para pakar memiliki STM dengan kapasitas yang lebih besar? Belum tentu. Yang lebih mungkin adalah para pakar tersebut menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk melakukan chunking terhadap informasi – informasi baru (bila anda belum memahami chunking, pelajarilah bab 5). 2. Prinsip struktur pengambilan informasi atau retrieval structure principle (terkait dengan akses) menyatakan bahwa para pakar menggunakan pengetahuan mereka tentang suatu subjek (seperti mengetik, bermain catur, bermain baseball, memilih barang) untuk mengembangkan mekanisme yang sangat terspesialisasi dan abstrak, yang secara sistematik menyandikan dan mengambil pola – pola yang bermakna dari LTM. Kemampuan ini memungkinkan para pakar tersebut untuk mengantisipasi informasi yang diperlukan untuk mengerjakan suatu tugas yang familiar dan untuk menyimpan informasi baru tersebut dalam suatu format yang memudahkan pengambilan informasi tersebut. 3. Prinsip percepatan atau speed – up principle (terkait dengan kecepatan) menyatakan bahwa latihan akan meningkatkan kecepatan para pakar dalam mengenali dan menyandikan pola –



pola. Selain itu, para pakara juga mampu mengambil informasi dari LTM secara lebih cepat dibandingkan para amatir. Jika penyimpanan dan pengambilan informasi dari LTM dapat dipermudah melalui latihan terus – menerus, akibatnya kemampuan pemrosesan informasi seolah tidak terbatas. Salah satu unsur yang sering kali terabaikan dalam diskusi tentang para pakar adalah latihan (practice), yang merupakan tema yang dianalisis secara mendetail oleh ericsson, Krampe dan Tesch-Romer (1993). Tampaknya, faktor mendasar yang melandasi kemampuan para pakar adalah latihan berjam – jam yang dilakukan dengan penuh dedikasi. Pepatah “practice makes perfect” (“orang bisa karena biasa”), meskipun terlalu simplistik untuk dianggap seabagai suatu prinsip ilmiah, sesungguhnya memiliki signifikansi penting dalam mengembangkan keterampilan dan kepakaran. Meskipun latihan yang sederhana, tanpa pertimbangan, dan kasar (brute) cenderung bersifat kontraproduktif, latihan yang “cerdas” dengan alokasi waktu yang teratur adalahjenis latihan yang berhubungan positif dengan kepakaran. D. Durasi LTM Permastore – Very Long Term Memory Sejumlah data penelitian mendukung adanya memori jangka sangat panjang atau very long – term memory (VLTM). Sebuah studi penting yang menyelidiki durasi LTM dilakukan oleh Bahrick, Bahrick dan Wittlinger (1975). Dalam ambisi mereka untuk menentukan durasi memori, ketiga peneliti tersebut menguji 392 lulusan SMU terkait memori mengenai nama dan foto rekan – rekan mereka pada masa lalu (yang diambil dari buku sekolah bertahun – tahun sebelumnya). Menarik dicatat bahwa tingkat rekognisi terhadap wajah rekan sekelas didapati sangat tinggi (sekitar 90% setelah rentang waktu 34 tahun), sedangkan rekognisinama dan pencocokan nama berkurang setela 15 tahun. Penurunan tajam dalam rekognisi dan pengingatan (recall) data setelah 35 tahun mungkin mengindikasikan sejumlah proses degenaritif dalam memori sebagai akibat bertambahnya usia partisipan (35 tahun tersebut adalah tahun – tahun saat memori tetap stabil, sebelum menurun drastis setelah tahun ke - 35). Kemampuan mencocokkan nama dengan wajah dan rekognisi foto tetap stabil untuk jangka waktu yang sangat lama, yakni sekitar 90% pada rentang 3,3 bulan hingga 34 tahun. Data yang dihimpun bahrick dan rekan – rekannya



mendukung gagasan bahwa VLTM memang ada dan bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama. Selain itu, stabilitas rekognisi memori dalam jangka waktu selama itu sungguh mengejutkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rekognisi memori terhadap peristiwa – peristiwa yang terjadi jauh pada masa lalu dipengaruhi oleh tingkat penyandian awal (pada saat peristiwa tersebut terjadi) dan distribusi rehearsal (pengulangan; repetisi). E. VLTM dalam Bahasa Spanyol – Bukti Adanya Permastore? Dalam studi lain oleh Bahrick (1984; Bahrick & Phelps, 1987), para peneliti menguji memori tentang bahasa Spanyol yang dipelajari lima puluh tahun sebelumnya. Secara umum, Bahrick menemukan bahwa semakin saksama partisipan mempelajari bahasa Spanyol semasa SMU, semakin baik pula kinerjanya dalam tes – tes yang diberikan saat penelitian, yakni lima puluh tahun kemudian. Meskipun demikian, kinerja VLTM sesungguhnya memuaskan orang – orang yang berhasrat untuk memiliki umur panjang. Kemampuan berbahasa Spanyol, secara umum, menurun paling tajam pada tiga tahun pertama (bila tidak dipelajari) dan kemudian mencapai suatu level yang stabil selama kurang lebih 30 tahun. Menghilangnya sejumlah pengetahuan, terutama terkait pemahaman bacaan (reading comprehension) terjadi setelah rentang waktu 25 tahun. Meskipun demikian, secara umum kemampuan berbahasa Spanyol yang dipelajari sesama SMU tersebut masih tetap eksis (dan berguna) setelah 50 tahun. Memori yang “permanen” semacam itu disebut Bahrick sebagai permastore, dan diasumsikan bahwa memori tentang bahas Spanyol (dan bahasa – bahasa asing lain) dapat eksis untuk jangka waktu yang sangat lama. F. VLTM dan Psikologi Kognitif Penemuan



tersebut







yang



menunjukkan



bahwa konsep diingat



lebih



lama



dibandingkan nama – masih memerlukan interpretasi lebih lanjut. Diasumsikan bahwa para mahasiswa cenderung kurang termotivasi untuk memasukkan nama – nama ke dalam VLTM mereka (apa gunanya, dalam jangka panjang, untuk mengetahui bahwa Bahrick, Bahrick dan Wittlinger adalah orang – orang yang mengumpulkan data – data penting tentang VLTM?). dengan demikian, memori tentang nama bekerja sesuai prinsip VLTM – artinya, orang cenderung melupakan nama dengan cepat, pada awalnya, namun kemudian ingatan tersebut cenderung stabil. Ebbinghaus – sebuah nama – mudah dilupakan (sebagaimana suku – suku



kata tak bermakna ciptaannya sendiri!). Akhirnya, ada kemungkinan bahwa penekanan pada nama versus konsep (sebagaimana dilakukan oleh para profesor), dan bahkan penekanan pada hal – hal tersebut sebagaimana yang anda jumpai dalam buku ini, dapat mempengaruhi memori anda, meskipun kami perlu menambahkan bahwa hasil tersebut tetap konsisten seluruhnya dengan studi – studi terdahulu mengenai VLTM dan tetap mendukung kesimpulan utama sebagaimana yang ditemukan oleh para ilmuwan lainnya. G. Memori tentang Gambar Sebuah demonstrasi yang menakjubkan tentang kemampuan manusia mengenali gambar setelah jeda waktu yang sangat lama, ditunjukkan oleh Shepard (1967). Beliau memilih 612 gambar berdasarkan sejumlah besar gambar yang mudah diingatb (seperti gambar – gambar iklan di majalah). Gambar – gambar tersebut ditayangkan ke sebuah layar dengan kecepatan yang dapat diatus oleh partisipan. Para partisipan dapat mengenali gambar – gambar yang telah mereka lihat sebelumnya dengan sangat baik, bahkan setelah jeda seminggu. Hasil serupa dilaporkan oleh Nickerson (1965, 1968) dan Standing (1973) menggunakan 10,000 gambar. Standing, Conezio dan Haber (1970) menyajikan 2.560 slide berwarna kepada sejumlah partisipan dan menemukan bahwa rekognisi berkisar dari 97% ke sekitar 63% setelah jeda 1 tahun. Sebuah hal yang menarik adalah bahwa penurunan dalam skor rekognisi rata – rata terjadi setelah 4 bulan. Apakah memori tentang gambar akan memudar, ataukah gambar – gambar baru mengintervensi dan membingungkan partisipan? Data penelitian yang dikumpulkan pada eksperimen setelah jeda 3 dan 7 hari menunjukkan bahwa memori tentang gambar disandikan dalam LTM partisipan dan penurunan rekognisi memori setelah 4 bulan tampaknya diakibatkan oleh intervensi gambar – gambar baru yang membingungkan partisipan. H. Memori Otobiografis Memori otobiografis (autobiographical memories) adalah memori yang memiliki seseorang mengenai masa lalunya. Meskipun memori pribadi telah sejak lama menjadi minat kaum awam, sesunggungnya sejumlah studi psikologi yang menarik telah membahas topik tersebut. Salah satu alasan menagapa memori pribadi dipandang menarik adalah karena memori pribadi berkaitan dengan individu yang bersangkutan beserta seluruh sejarah



hidupnya yang unik. Fokus memori otobiografis adalah seseorang – anda, rekan anda, atau siapa saja. Anda adalah pakar mengenai memori otobiografis anda sendiri, karena tidak ada orang lain yang mengetahui hidup anda sebaik anda sendiri. Memori otobiografis juga dapat memberitahu kita berbagai hal mengenai kepribadian dan konsep diri orang yang bersangkutan. Isi memori pribadi kita tidaklah terdiri dari sekumpulan impresi sensorik yang merata. LTM kita tidak merekam informasi secara “liar”, namun sangat selektif. Kita mengingat kerabat dekat kita, bentuk mobil pertama kita, saat – saat “malam pertama”, maskot sekolah kita, nama kota kelahiran kita, tokoh idola kita, seteru kita disekolah, orang – orang yang tidak kita sukai, hal – hal lucu yang dilakukan anak – anak kita, tata ruang rumah kita, dan koleksi porselen milik ibu kita. Betapapun besar niat baik kita, kita tidak “mengingat malam ini selamanya,” atau “tidak akan melupakan dirimu,” atau “memikirkanmu setiap hari.” Kita melupakan banyak hal, dan kadang – kadang hal – hal yang sedemikian intim bagi kita pada suatu saat tertentu, dapat memudar dari ingatan dengan cepat. Hal – hal lain tetap bertahan selamanya. Isi memori pribadi kita tidaklah seperti isi sebuah loteng atau gudang – dengan kata lain, isi memori kita lebih menyerupai semacam penyimpanan selektif yang berisi memori – memori yang penting atau aneh, alih – alih berupa penyimpanan seluruh impresi sensorik tanpa ada pendiskriminasian. Memori otobiografis pada umumnya sangat akurat (bahkan mungkin sempurna). Data – data yang objektif tentang topik ini memang sulit ditemukan (siapa yang bisa menyanggah suatu memori pribadi?). Meskipun demikian, beberapa peneliti (di antaranya Field, 1981) melaksanakan wawancara terhadap anggota keluarga dari orang yang bersangkutan, sehingga memungkinkan validasi terhadap “fakta” yang dikemukakan dari memori pribadi orang yang bersangkutan. Ingatan seperti “Saya yakin saya terserang radang amandel pada tanggal 3 Juli, karena saat itu menjelang 4 Juli (Hari Kemerdekaan Amerika) dan saya tidak dapat menonton parade di alun - alun” dapat diverifikasi dengan mewawancarai anggota keluarga yang lain dan memeriksa rekaman medis orang yang bersangkutan. Studi – studi validasi menghasilkan korelasi sekitar +0,88 antara laporan para anggota keluarga dalam pertanyaan – pertanyaan faktual (yakni pertanyaan – pertanyaan mengenai kejadian atau deskripsi peristiwa). Korelasi yang jauh lebih rendah, yakni sekitar +0,43, di dapati pada wawancara mengenai emosi dan



sikap seseorang (Field, 1981). Tentu saja, kita semua mengetahui adanya keluarga – keluarga yang memiliki korelasi negatif antara tiap anggotanya. Kita patut lega bahwa sejumlah psikolog yang giat telah melakukan tugas yang melelahkan berupa mencatat aktivitas sehari – harinya dan kemudian menguji memorinya terkait aktivitas – aktivitas tersebut. Salah satu studi tersebut, oleh Linton (1982; lihat juga Wagenaar, 1986) berfokus pada pengumpulan pengalaman – pengalaman episodik selama periode 6 tahun. Setiap tahun, Linton – seorang psikolog wanita – menuliskan deskripsi singkat pengalaman – pengalamannya di sehelai kartu, minimal dua pengalaman setiap hari. Setiap bulan ia memilih dua kartu secara acak dan mencoba mengingat kejadian yang tertera di kartu tersebut beserta tanggal kejadian tersebut. Linton juga memberikan rating pada memori berdasarkan pada kemencolokan (saliency), derajat kepentingan, dan intensitas emosi yang dirasakan saat mengingat memori tersebut dan saat menuliskan pengalaman tersebut diatas kartu. Hasil eksperimen Linton mengandung sejumlah kejutan. Kecepatan kelupaan ternyata berbentuk linear, bukannya kurvilinear sebagaimana yang kerap digambarkan sejak masa Ebbinghaus. Berdasarkan data tersebut, kita dapat menyusun kesimpulan penting bahwa memori sehari – hari (terkait peristiwa – peristiwa episodik) menjadi memudar seiring berlalunya waktu, dan kemampuan mengambil “item memori” tersebut memudar dalam kecepatan yang stabil. Linton mengamati adanya dua jenis kelupaan. Kelupaan yang pertama terkait dengan peristiwa – peristiwa yang terjadi berulang – ulang, seperti menghadiri rapat komite. Dalam memori, rapat tersebut bercampur – baur dengan rapat – rapat lain. Jenis kelupaan kedua terkait dengan kejadian – kejadian yang memang dilupakan secara alamiah. Sebuah hal yang mengejutkan adalah tidak ditemukannya hubungan kuat antara pentingnya memori (menurut persepsi kita) dan tidak emosionalitas memori tersebut untuk diingat. Penemuan ini bertentangan dengan “pendapat umum” (dan sejumlah studi lain), namun tetap konsisten dengan ikrar “Saya tidak akan pernah melupakan malam ini” yang diikuti dengan ketidakmampuan mengingat malam tersebut. I. Penyimpanan LTM. Sebuah penjelasan tentang bagaimana memori jangka panjang di bentuk dan disimpan, di temukan dalam karya donald Hebb yang menjadi klasik. Versi sederhana dari gagasan Hebb



tentang LTM menyatakan bahwa informasi dari STM akan di kirim LTM apabila diulangulang (rehearsed) di STM dalam jangka waktu yangt cukup lama. Transformasi dari dari STM ke LTM tersebut terjadi karena struktur STM di otak memiliki sirkuit yang berisikan aktivitas-aktivas neural yang bergema (reverberating), yang memiliki neuron-neuron yang mampu bergerak dalam putaran (loop) secara mandiri. Manaka sirkuit tersebut tetap aktif selama suatu periode tertentu, terjadilah perubahan kimiawi dan atau perubahan struktural, dan memori akan disimpan secara permanen dalam LTM. Jiuka informasikan tersebut dikombinassikan dengan memori-memori yang lain yang bermakna, terjadilah peningkatan memorabilitas (kemudahan memori untuk di ingat). Sejumlah pengalaman lebih mudahdiingat dibandingkan pengalaman lain. Sebagai contoh pengalaman-pengalama yang menyenangkan, yang melibatkan ego atau bahkan yang bersifat traumatik, tampaknya bertahan lebih lama di memori dibandingkan memori mengenai kuliah yang rumit. Penelitian terhadap hewan menunjukan adanya peran pengkatan kaar glukosa terhadap pembentukan memori. Lebih lanjut lagi ketika, suatu peristiwa yang mmenyenangkan terjadi, medulla adrenal m,eningkatkan sekresi epinephrine (Adrenaline) ke dalam darah sehingga meningkatkan konsolidasi memori ( McGaugh, 1990) Diyakini bahwa epinephrine tidak secara langsungf menstimulasi sinapsis-sinapsis otak, melainkan mengubah cadangan glikogen menjadi glukosa sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah, yang menjadi nutrisi bagi otak. Sejumlah penelitian eksperimental telah mendukung gagasan bahwa penyuntikan glukosa seketika setelah proses belajar akan meningkatkan memori tentang materi yang dipelajari (Gpld, 1987;Hall & Gold, 1990). J. Sandi Dalam LTM informasi disandikan secara akustik, secara visual, dan secara semantik, hakikat ke 3 jenis sandi (codes) dalam LTM tersebut dapat diilistrassikan dengan mudah. Sebagian dari kita pernah mengalami kondisi tip of the tongue (TOT; di ujung lidah) (Brown, 1991, Schwartz, 1999) yakni kondisi saat anda dapat mengingat sejumlah aspek dari item tertentu, namun melupakan identitas utama item yang bersangkutan, dalam kondisi TOT, anda mampu mengingat Atribut-atribut item yang bersangkutan namun nama item tersebut sendiri seolah berada diluar jangkauan anda.



K. Level pemrosesan. Sebagimana telah kami nyatakan, hal-hal yang bermakna akan disimpan dalam memori tapi hal tersebut menimbulkan pertanyanyaan tentang bagaimanakah otak mengenali bahwa suatu informasi adalah informasi yang sangat makna ? otak dapat menggunakan metode heuristik ( metode yang menuntun kepada penemuan sesuatu, atau penyelidikan terg=hadap sesuatu sehingga menyebabkan suatu perumusan-perumusan pikiran-pikiran atau kesimpulan baru). Diasumsikan bahwa otak menggunakan heuristik terhadap jumlah upaya dan waktu yang dicurahkan untuk pemenuhan ssasaran. Misalnya, semakin besar energy yang dicurahkan dalam pengolahan informasi, semakin besar otak menginterpretasikan proses tersebut sebagai isyarat pentingnya atau syarat maknanya informasi yang diproses.Kemungkinan lain,otak menggunakan isyarat-isyarat (cues) dari bagian-bagian lain di system cues. Otak menggunkan isyarat untuk menentukan kebermaknaan informasi, sebelum akhirnya memutuskan bagaimana informasi tersebut diproses. Penelitian Crai dan Lockhart (1972) terhadap level pemrosesan (level of processing) menyertakan gagasan umum bahwa informasi yang diterima indra menjalani serangkaian analisis yang diawali dengan analisis sensorik dangkal dan dilanjutkan oleh analisis yang semakin mendalam, semakin rumit, dan semakin sematik. Pilihan terkait Suatu stimulis diproses secara dangkal maupun secara mendalam bergantung pada hakikat stimulus tersebut dan pada waktu yang tersedia untuk pemrosesan. Item yang diproses secara mendalam cenderung lebih resisten mengalami kelupaan disbanding item yang diproses pada level dangkal. Pada level yang paling dini, stimuli yang datang menjalani analisis sensorik dan analisis fitur terlebih dahulu; pada level lebih mendalam item dapat dikenali lewat pengenalan pola dan pemaknaan. Pada level yang semakin dalam informasi yang diperoleh dapat mengaktifkan asosiasi jangka panjang seseorang.pemrosesan yang semakin dalam diikuti oleh analisis semantic dan kognitif yang semakin kimpleks. Sebagai contoh, pikirkanlah pengenalan terhadap kata (word recognition). Pada tahap awal, konfigurasi visual dianalisis berdasarkan fitur fisikal dan sensorik, seperti garis dan sudut. Pada tahap yang lebih lanjut, melibatkan pencocokan stimuli dengan informasi yang tersimpan di otak––sebagai contoh, system rekognisi kita mengenali huruf A. pada tahap yang paling tinggi, pola yang direkognisi(yang telah dikenali) “dapat memicu asosiasi, citra (image) atau cerita berdasarkan pengalaman masa lalu subyek dengan kata



tersebut. Dalam pandangan Craik dan Lockhart, kita mampu menganalisis atau mempresepsi informasi pada level rumit dan penuh makna(meaningful) sebelum kita menganalisis informasi tersebut pada level yang lebih primitif. Dengan demikian, level pemrosesan lebih menyerupai pemrosesan yang “tersebar”, yang memproes stimuli yang sangat familiar dan penuh makna secara lebih mendalam disbanding stimuli yang kurang bermakna. Sebuah model yang menyerupai ide asli Craik dan Lockheart namun menghindari metaphor “kontak” dapat dilihat pada gambar diatas. Peda gambar tersebut menampilkan aktivasi memori yang terlibat dalam aktivitas membaca sekilas (proofread) beserta aktivasi yang terlibat dalam pemahaman intisari bacaan. Aktifitas membaca sekilas–hanya mengamati bagian permukaan bacaan–melibatkan pemrosesan dangkal yang elaborative dan melibatkan pemrosesan sematik minimal. Aktifitas membaca untuk memahami intisari bacaan (gist)–yakni yang bertujuan “menangkap” poin esensial–melibatkan pemrosesan dangkal yang minimal atau “maintenance rehearsal” (sematamata disimpan dalam memori tanpa elaborasi) namun melibatkan pemrosesan sematikyang elaborative.



L. Level pemrosesan vs Pemrosesan informasi



Otak dapat menggunakan metode heuristic (metode yang menuntun kepada penemuan sesuatu, atau penyelidikan terhadap sesuatu, sehingga menyebabkan perumusan pikiran-pikiran atau kesimpulan baru). Diasumsikan bahawa otak menggunakan heuristic terhadap jumlah upaya dan waktu yang dicurahkan untuk pemenuhan sasaran. Misalnya, semakin besar energy yang dicurahkan dalam pengolahan informasi, semakin besar otak menginterpretasikan proses tersebut sebagai isyarat pentingnya atau syarat maknanya informasi yang diproses.Kemungkinan lain,otak menggunakan isyarat-isyarat (cues) dari bagian-bagian lain di system cues. Otak menggunkan isyarat untuk menentukan kebermaknaan informasi, sebelum akhirnya memutuskan bagaimana informasi tersebut diproses. Penelitian



Crai



dan



Lockhart



(1972)



terhadap level



pemrosesan (level



of



processing) menyertakan gagasan umum bahwa informasi yang diterima indra menjalani



serangkaian analisis yang diawali dengan analisis sensorik dangkal dan dilanjutkan oleh analisis yang semakin mendalam, semakin rumit, dan semakin sematik. Pilihan terkait Suatu stimulis diproses secara dangkal maupun secara mendalam bergantung pada hakikat stimulus tersebut dan pada waktu yang tersedia untuk pemrosesan. Item yang diproses secara mendalam cenderung lebih resisten mengalami kelupaan disbanding item yang diproses pada level dangkal. Pada level yang paling dini, stimuli yang datang menjalani analisis sensorik dan analisis fitur terlebih dahulu; pada level lebih mendalam item dapat dikenali lewat pengenalan pola dan pemaknaan. Pada level yang semakin dalam informasi yang diperoleh dapat mengaktifkan asosiasi jangka panjang seseorang.pemrosesan yang semakin dalam diikuti oleh analisis semantic dan kognitif yang semakin kimpleks. Sebagai contoh, pikirkanlah pengenalan terhadap kata (word recognition). Pada tahap awal, konfigurasi visual dianalisis berdasarkan fitur fisikal dan sensorik, seperti garis dan sudut. Pada tahap yang lebih lanjut, melibatkan pencocokan stimuli dengan informasi yang tersimpan di otak––sebagai contoh, system rekognisi kita mengenali huruf A. pada tahap yang paling tinggi, pola yang direkognisi(yang telah dikenali) “dapat memicu asosiasi, citra (image) atau cerita berdasarkan pengalaman masa lalu subyek dengan kata tersebut. Dalam pandangan Craik dan Lockhart, kita mampu menganalisis atau mempresepsi informasi pada level rumit dan penuh makna(meaningful) sebelum kita menganalisis informasi tersebut pada level yang lebih primitif. Dengan demikian, level pemrosesan lebih menyerupai pemrosesan yang “tersebar”, yang memproes stimuli yang sangat familiar dan penuh makna secara lebih mendalam disbanding stimuli yang kurang bermakna.



Sebuah model yang menyerupai ide asli Craik dan Lockheart namun menghindari metaphor “kontak” dapat dilihat pada gambar diatas. Peda gambar tersebut menampilkan aktivasi memori yang terlibat dalam aktivitas membaca sekilas (proofread) beserta aktivasi yang terlibat dalam pemahaman intisari bacaan. Aktifitas membaca sekilas–hanya mengamati bagian permukaan bacaan–melibatkan pemrosesan dangkal yang elaborative dan melibatkan pemrosesan sematik minimal. Aktifitas membaca untuk memahami intisari bacaan (gist)–yakni yang bertujuan “menangkap” poin esensial–melibatkan pemrosesan dangkal yang minimal



atau “maintenance rehearsal” (semata-mata disimpan dalam memori tanpa elaborasi) namun melibatkan pemrosesan sematikyang elaborative.



Level Pemrosesan versus Pemrosesan Informasi Model-model memori yang menggunakan konsep pemrosesan informasi pada umumnya menekankan komponen struktural yang berhubungan dengan pemrosesan sebagai jenis kinerja yang berhubungan erat (terkadang secara unik) dengan komponen sruktural. Model memori dengan konsep pemrosesan informasi menekankan keberadaan serangkaian tahapan yang didalamnya informasi dipindah dan diproses, sedangkan pandangan alternative Craik dan Lockheart (yakni level pemrosesan) menyatakan bahwa jejak-jejak memori dibentuk sebagai



produk



sampingan



dari



pemrosesan



spiritual.



Dengan



demikian,



daya



tahan (durability) memori dikonseptualisasikan sebagai suatu fungsi dari kedalaman pemrosesan. Informasi yang tidak mendapatkan atensi penuh dan dianalisis hany dalam level dangkal akan segera dilupakan, sedangkan informasi yang diproses secara mendalam–yang diberikan pengertian khusus, dianalisis secara menyeluruh, dan diperkaya dengan asosiasi atau citra-citra– bertahan lama dalam ingatan. Model level pemrosesan tidak lepas dari kritisisme, yang meliputi: (1) pernyataan bahwa peristiwa-peristiwa yang bermakna akan diingat dengan baik adalah pernyataan sehari-hari yang tidak memiliki signifikan ilmiah (mundane); (2) model tersebut terlalu samar-samar (vague)dan secara umum sukar diuji secara ilmiah; dan (3) pernyataan bahwa peristiwa-peristiwa yang bermakna akan diingat dengan baik akan “diproses secara mendalam” adalah pernyataan yang tidak berujung pangkal (circular ststement) karena tidak memiliki objektif (sasaran dan tidak disertai indeks kledalaman yang independen. Sebuah perbedaan jelas antara teori “kotak dalam kepala” dan teori “level-level pemrosesan” adalah pada gagasan utama mengenai pengulangan (rechearsal). Dalam teori “kotak dalam kepala”, pengulangan informasi dalam STM berfungsi mentransfer informasi ke dalam penyimpanan memori jangka panjang. Sedangkan dalam teori level-level pemrosesan, pengulangan dikonseptualisasikan sebagai tindakan mempertahankan informasi pada suatu level



analisis atau pengelaborasian informasi dengan cara memproses informasi tersebut pada level yang lebih dalam. Data yang dikumpulkan diinterpretasikan sebagai bukti bahwa (1) pemrosesan yang lebih mendalam memerlukan waktu penyelesaian yang lebih lama, dan (2) rekognisi terhadap katakata yang disandikan (encoded words) meningkat ebagai suatu fungsi dari levet tempat kata-kata tersebut diproses, yang didalamnya kata-kata yang melibatkan aspek-aspek semantic direkognisi secara lebih mendalam dibandingkan kata-kata yang hanya melibatkan aspek fonologis atau aspek struktural. Studi diatas mendukung gagsan bahwa memori adalah suatu fungsi mengenai cara informasi disandikan pertama kali; informasi yang disandikan secara semantik akan diingat lebih baik dibandingkan informasi yang disandikan secara perceptual. M. Efek Referensi-Diri Konsep level pemrosesan mengalami kemajuan pesat ketika rogers, kuiper, dan kiker (1977) menemukan bahwa referensi-diri (self-reference) merukapakan sebuah faktor yang kuat. Dengan menggunakan suatu metode yang menyerupai metode craik dan tulving (1975), para peneliti meminta partisipan untuk mengevaluasi sebuah daftar yang memiliki 40 kata sifat (adjective) setelah para partisipan tersebut sebelumnya dibagi kedalam empat kelompok tugas (kondisi perlakuan ) : tugas stuktural, fonemik, semantik, dan refensi-diri. Tugas struktural mempresentasikan



penyandian



yang



paling



dangkal



sedangkan



tugas



refensi-diri



mempresentasikan penyandiikan yang paling dalam dalam keempat tugas tersebut para pertisipan melihatsatu dari empat tugas dan kemudian kata sifat dimunculkan dan selanjutnya para partisipan diminta menjawab “ya” atau “tidak” terhadap tiap-tiap pertanyaan, dalam tugass struktural para partisipan ditanyai apakah kata sifat yang ditampilkan memiliki ukuran huruf yang sama dengan pertanyaan isyarat (‘huruf besar’) dal;am tugas fonemik para patisipan melihat sebuah kata dan ditanyai apakah kata tersebut berima dengan kata sifat yang disajikan (“memiliki arti yang sama dengan?”). Dalam referensi-diri, para partisipan ditanyai apakah kata sifat yang disajikan menggambarkan diri mereka (‘apakah kata ini mendeskripsikan diri anda?”).



Sebagaimana craik dan tulving (1975), rogers, kuiper dan kiker (1977) mengasumsikan bahwa kata-kata yang disandikan secara lebih mendalam (sevbagai pengaruh dari jenis pertanyaan yang diajukan) akan diingat lebih baik dibandingkan kata-kata yang disandikan secara dangkal. Setelah para partisipan menilai seluruh kata, mereka disuruh mengingat secara bebass (freerecall) sebanyak mungkin kata yang telah mereka nilai, b=sebagaimana yang diprediksikan sebelumnya, kemampuan mengingat didapati paling rendah pada kata-kata yang dinilai struktural, dan semakiun meningkat pada kata-kata yang diminta fonemik dan semantik. Modifikasi eksperimen tersebut telah dilakukan disejumlah laboratorium dengan hasil serupa. Sejumlah orang berpendapat bahwa tugas tugas referensi diri didimpan dalam suatu sistem memori khusus. Tentu saja ketika anda diminta, mengefaluassi suatu trait kepribadian diri sendiri, seperti serakah, welas asih, atau marah, anda menggunakan suatu skema diri (self-scema) yang sangat kuat (markus, 1977), skema diri adalah suatu sistem terorganisasi yang terdiri dari atribut-atribut internal yang terpusat pada topik”aku, diriku, miliku” (I,me,mine). Kita mengetahui banyak hal mengenai diri kita sendiri (dan kita memiliki minat emosional dan intelektual yang mendalam mengenai diri kita sendiri) sehingga kita memiliki jaringan internal yang kompleks tersebut, kita dapat lebih mudah mengorganisasikan infromasi-informasi baru yang mengacu pada diri kita sendiri. Dibandingkan dengan mengorganisasikan informasiinformasi yang lebih bersifat “biasa saja” (mundane) (lihat Belleza, 1992, untuk mempelajari sejumlah studi penting terkait tema ini). Pertanyaan apakah memori-memori self-rating tersebut disimpan di bagian yang berbeda-beda diotak massih merupakan suatu misteri, namun kita bisa menyakini bahwa sebagian besar ruang otak yang berharga tersebut digunakan untuk menyimpan informasi mengenai diri kita sendiri. N. Model koneksionis tentang memori. Pendekatan terhadap memori sebagimana yang diajukan tulving menemukan adanya korelasi langsung antara aktivitas-aktivitas neural dan jenis-jenis memori. Model koneksionis yang dikembangkan oleh rumelhart, Mcclelland dan sejumlah peneliti lain (1986) juga diinspirasikan oleh adanya aktivitas-aktivitas neural, namun berusaha mendeskripsikan memori berdasarkan analisis unit pemrosesan yang lebih halus (fine-grained) yang menyerupai neuron, lebih lanjut, model tulving dihasilkan dari observasi terhadap aktivitas-alktivitass otak sehingga



model koneksionisdibuat berdasarkan hukum-hukum perkembangan yang mengatur representasi pengetahuan dalam memori, sebuah fitur tambahan dari model PDP (parallel distributed processing lihat bab 1) adalah bahwa model tersebut bukan sekedar memori, melainkan suatu model aksi dan representasi pengetahuan. Salah satu keunggulan model koneksionis (connectionist modela) tentang memori adalah model tesebut dapat menjelaskan pembelajaran kompleks (complex learning). O. Skema dan Intisari Sejumlah besar peneliti memusatkan upayanya unruk menggungkap proses-proses psikologis yang melibatkan memori dan bagaimana memori dapat dipengaruhi oleh proses pengambilan memori (retrieval) itu sendiri. Penelitian rekontruksi memori yang paling termasyur dilakukan oleh sir Frederic Bartlett dari unersitas Cambridge dan hasilnya dilaporkan dalam satu buku sir Bartlett yang menakjubkan, remembering: A study in Experimental and social psychology (1932) dalam buku tersebut, sir bartlett menjabarkan sejumlah eksperimen yang menggunakan cerita-cerita singkat, prosa, gambar, dan sketsa-sketsa yang membuat kaum indian untuk menguji proses mengingat (dan proses melupakan) materi materi yang bermakna. Prosedur sederhana. Para partisipan mendapatkan sebuah cerita singkat (atau materi sejenis itu) mereka membacanya dan kemudian menuturkan ulang apa yang mereka ingit setelah jeda waktu tertentu. Dalam kasus lain sebuah cerita akan dibackan kepada seseorang yang kemudian menuturkan cerita tesebut keorang lain, dan menututkan cerita tersebut keorang lain (jadi tiap yiap orang menceritakan reproduksi cerita dari dari orang sebelumnya), dengan menguji isi versi-versi cerita yang direproduksi oleh berbagai orang tersebut, para peneliti dapat menganalisis hakikat yang disandikan sekaligus hakikat materi yang dilupakan. Menurut Bartlett (1932) mampu menganalisis bagaimana memori direkrontruksi: 



Penghilangan (omission informasi) sejumlah informasi yang spesifik akan lenyap, selain itu, informasi yang tidak logis atau tidak sesuai dengan ekspektassi partisipan cenderung sulit diingat oleh parsipan yang bersangkutan.







Rasionalisasi sejumlah informasi ditambahkan sedemikian rupa oleh partisipan dalam upaya memperjrlas bagian-bagian memori yang tidak kongruen atau tidak logis.







Tema yang dominan, sejumlah tema nampaknya diingat dengan kuat, dan detail-detail disesuaikan dengan tema yang dominan







Transformasi informasi. Kata-kata yang tidak familiar diubah kekata-kata yang lebih familiar.







Transformasi urutan (sequence) cerita. Sejumlah peristiwa “diputarbalikan”, terjadi lebih awal dari yang seharusnya, atau lebih lambat.







Sikap (attitude) partisipan. Sikap partisipan terhadap materi itu sendiri akan menentukan tingkat rekoleksi memori.



Dalam tindakan menyusun analisis berdasarkan gagasan-gagasan diatas, bartlett menggunakan konsep Skema untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitianya, dalam pandangan bartlett, skema mengacu pada pengorganisasian secara aktif terhadap rekasi-reaksi lampau atau pengalaman-pengalaman lampau. Stimuliu yang diindra seluruhnya memberikan kontribusi terhadap pembentukan suatu skema yang terorganisasi dengan baik. P. Jenis – jenis Memori Secara umum, kita dapat menganalogikan LTM sebagai suatu tempat penyimpanan (repository) segala hal dalam memori yang saat itu tidak sedang digunakan namun memiliki makna yang penting dan dapat diambil kembali (retrievable). Sejumlah katagori umum dari jenis informasi yang di simpan dalam LTM (Bower 1975) di susun berdasarkan kemungkinan fungsi adaptifnya. Kemampuan Spasial. Informasi mengenai lokasi kita di dunia dan objek – objek yang penting. Pengetahuan inin memungkinkan kita melakukan pergerakan atau maneuver efektif di lingkungan kita. Karakteristik – karakteristik Fisik Dunia Sekeliling kita. Informasi ini memungkinkan kita berinteraksi secara aman dengan objek – objek yang kita jumpai. Hubungan Sosial. Penting untuk mengetahui siapa lawan kita, siapa kerabat kita, siapa orang yang dapat kita percayai. Mengenali siapa musuh kita bahkan lebih penting lagi.



Nilai – nilai Sosial. Pengetahuan mengenai apa yang dianggap penting oleh kelompok kita Keterampilan – keterampilan Motorik. Penggunaan alat, permanipulasian objek. Keterampilan – keterampilan Perseptual. Memungkinkan kita memahami stimulasi dalam lingkungan kita, mulai dari bahasa hingga musik. Diyakini bahwa kberagaman informasi yang ditemukan dalam LTM telh berevolusi sedemikian rupa sehingga memungkinkan kita mengembangkan interaksi yang sukses dengan lingkungan kita. Memori eksplisit (explicit memory) terutama menggunakan pengambilan (retrieval) pengalaman – pengalaman sadar dan menggunakan isyarat (cue) berupa kognisidan tugas – tugas recall. Memori implist (implicit memory), sebaliknya diekspresikan dalam bentuk mempermudah kinerja dan tidak memerlukan rekoleksi yang sadar. Jenis – jenis Memori Jangka Panjang Memori Otobiografi Memori otobiografi adalah memori pribadi yang dimiliki oleh seorang individu mengenai masa lalunya. Meskipun memori pribadi telah menjadi minat sebagian orang awam, sesungguhnya memori pribadi juga menjadi subjek sebagian penelitian psikologis. Kita telah membicarakan memori otobiografis terkait durasi LTM, dan sekarang kita beralih ke memori otobeografis terkait sebagai suatu jenis khusus memori jangka panjang. Memori otobiografis pada umumnya memiliki keakuratan tinggi (bahkan sempurna). Pada umumnya, memori berisi informasi terkait emosi, deskripsi diri, peristiwa – peristiwa khusus, dan sejarah kehidupan seseorang yang bersangkutan. Mengetahui Apa (What) dan Mengatahui Bahwa (That) Pencarian kita terhadap dasar neurokognitif bagi representasi pnegtahuan berlanjut dengan studi – studi terhadap pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) dan pengetahuan prosedural(procedural knowledge) atau pengetahuan nondeklaratif. Sebagaimana yang telah



disebutkan sebelumnya, pengetahuan deklaratif bersifat eksplisit dan melibatkan fakta – fakta dan peristiwa – peristiwa, sementara pengetahuan procedural bersifat implisit dan di akses melalui kinerja (performance). Kita mengetahui bahwa sebua sepeda mempunyai dua roda, sebuah setang dan rangka(pengetahuan deklaratif), namun kita dapat menunjukan bahwa kita mampu mengendarai sebuah sepeda hanya dengan sungguh – sungguh mengendarai sepeda tersebut (pengetahuan prosedural). Sebuah cara menguji pengetahuan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural adalah melalui eksperimen priming dan eksperimen rekognisi. Piming Priming adalah sebuah tes yang didalamnya partisipan mendapatkan sebuah isyarat (umumnya sebuah kata), yang berhubungan dengan sasaran (yakni sebuah kata yang berhubungan). Kata pemicu (prime) memudahkan rekognisi terhadap kata sasaran. Sebagai contoh, jika kami memberi anda kata MEJA sebagai pemici (prime) tindakan tersebut memudahkan rekognisi anda terhadap KURSI (kata sasaran). Priming diasumsikan melibatkan pengetahuan procedural karena respon bersifat implisit dan terdapat banyak (atau lebih sedikit) aktivitas otomatis pada jalur – jalur neuron yang sudah ada. Dengan demikian, jika seorang penderita amnesia menunjukan kinerja positif dalam tugas priming, kita dapat menyimpulkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki pengetahuan prosedural yang masih berfungsi baik; namun apabila penderita amnesia tersebut menunjukkan kinerja buruk dalam tugas mengingat kata,kita dapat menyimpulkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki pengetahuan deklaratif yang terganggu (impaired). Memori Episodik dan Memori Semantik Memori episodik (episodic memory) adalah suatu “system memori neurokognitif , yang memungkan seseorang mengingat peristiwa – peristiwa pada masa lalunya”. Artinya, memori – memori mengenai pengalaman – pengalaman khusus (misalnya melihat pemandangan laut yang indah, merasakan ciuman pertama, mengunjungi restoran China yang istimewa) membentuk memori – memori episodic. Peristiwa – peristiwa tersebut diimpan sebagai “referensi otobiografi” . Memori episodik sangat rentan terhadap perubahan dan kelupaan, namun memang peranan penting sebagai dasar pengenalan terhadap peristiwa – peristiwa



(seperti orang dan tempat) yang telang kita jumpai pada masa lalu. Memori episodik tidak memiliki struktur formal sebagaimana yang didapati dalam memori semantic. Memori semantik (semantic memory) adalah memori mengenai kata, konsep, peraturan, dan ide – ide abstrak; memori ini penting pada pengguna bahasa, Dalam kata – kata Tulving: Memori semantik adalah sebuah kamus mental, sebuah pengetahuan terorganisasi yang dimiliki seseorang, mengenai kata – kata dan symbol – symbol verbal lainnya, makna dan acuannya; mengenai hubunagan antara symbol – symbol verbal tersebut beserta peraturan – peraturan, rumus, dan algoritma yang diganakan dalam permanipulasian terhadap symbol – symbol, konsep – konsep, dan hubungan – hubungan tersebut. Memori semantik tidak mencakup referensi kognitif dari sinyal – sinyal input. Ketika kita menggunakan kata biru, kita mungkin tidak mengacu pada episode tertentu dalam memori kita (yakni saat kata tersebut kita gunakan pada suatu waktu), namun kita menggunakan nya semata – mata karena makna umum kata tersebut. Dalam kehidupan sehari – hari, kita kerap kali mengambil informasi dari memori semantik yang kita gunakan dalam percakapan, dalam pemecahan masalah, dan dalam membca sebuah buku. Kemampuan kita untuk memproses informasi yang berbeda – beda secara berurutan dan dalam kecepatan tinggi disebabkan oleh proses pengambilan (retrieval) informasi yang sangat efektif dan juga oleh Memori semantik dan memori episodik berbeda tidak hanya dalam isinya, namun juga informasi yang tersetruktur dengan baik dalam memori semantik. dalam kerentanganya terhadap kelupaan. Informasi dalam memori episodik lenyap dengan cepat seiiring masuknya informasi baru secara konstan. Meskipun demikian pengetahuan yang diperlukan untuk mengalikan 5 x 3 (yakni memori semantik) lebih “kebal” tehadap kelupaan. Memori episodik diaktifkan lebih sering (dan akibatnya, lebih sering mengalami perubahan), sedangkan memori semantik tidak diaktifkan sesering memori episodik dan kondisinya relative stabil seiring berlalunya waktu. Memori Prosedural



Memori procedural, sebagai bentuk memori terendah, mempertahankan hubungan – hubungan antara stimuli dan respons dan dapat disertakan dengan memori asosiatif (associative memory) sebagaimana yang disebutkan Oakley (1981). Memori semantic memiliki kemampuan tambahan berupa menpresentasikan peristiwa – peristiwa internal yang tidak ada pada saat kejadian, sementara memori episodic memungkinkan adanya suatu kemampuan tambahan berupa kemampuan memperoleh (dan mempertahankan) pengetahuan mengenai peristiwa – peristiwa yang dialami secara pribadi. Dukungan Neurosains kognitif Pada musim gugur 1980, seorang pria berusia 30 tahun (dalam literature diidentifikasikan dengan nama “K.C”) menglami kecelakaan sepeda motor yang serius saat sedang dalam perjalanan pulang kerumah dari tempat kerjanya di Toronto. Kejadian yang menyedihkan tersebut ternyat menjadi suatu contoh yang gamblang mengensi hakekat neurologis adari emori episodik dan semantic. K.C memiliki memori semantic namun kehilngan memori episodic. Sebagai contoh, ia mengetahui bahwa keluarga memiliki pondok musim panas, dan ia mengingat lokasinya. K.C. bahkan dapat menunjuk lokasi pondok tersebut disebuah peta. Dia mengetahui bahwa dirinya telah melewatkan sejumlah akhir pekan di pondok tersebut, namun tidakmampu mengingat satupun liburan dan tidak mampu mengingat kejadian apapun yang berlangsung selama liburan disana. Defisiensi yang serupa juga didapati pada ketidakmampuan K.C untuk membentuk kesan atau bayangan mengenai masa depannya. Betapa menyedihkan nya K.C. seolah membeku di suatu dunia kognitif yang tidak mengenal masa lalu dan tidak dapat mengangankan masa depan. Region – region di otak K.C. yang mengalami cedera serius mencakup lobus frontalpariental kiri dan lobus pariental-oksipital kanan. K.C mengalami amnesia yang serius, namun jenis amnesia itu sendiri mencengangkan. K.C mengalami kesulitan mengingat pengalaman sehari – hari, penglaman normal, pengalaman sadar. Ia tidak dapat mengingat “setiap hal yang telah dilakukannya atau dialaminya.” (Tulving 1989) Meskipun demikian K.C. bukanlah seseorang yang menglami keterbelakangan mental. Ia mampu terlibat dalam percakapan normal, ia mampu membaca dan menulis, ia dapat mengenali objek – objek dan foto – foto yang familiar, dan ia menyadiri apa yang telah dia lakukan selama satu atau dua menit setelah ia melakukan



aktivitas tersebut. Tampaknya, kecelakaan yang dialami K.C mnyebakan kerusakan serius di bagian otak yang berperan penting dalam kinerja memori episodic dan dalam cakupan yang jauh lebih sempit, pada kinerja system semantic. Studi kedua mengidikasikan letak lokus (pusat) kortikal dari memori semantic dan memori episodic, yakni melalui pengukuran terhadap aliran darah serebal regional. Melalui pengukuran terhadap aliran darah dalam korteks (yang diinterpretasikan sebagai indikasi adanya aktivitas neural yang terpusat) dengan menggunakan suatu prosedur pencitraan PET yang telah dimodifikasi para peneliti dapat menyusun suatu peta kortikal selama berlangsugnya proses memori yang berbeda – beda. Ketika seseorang terlibat dalam aktivitas – aktivitas memori semantic, sebagai contoh region – region tertentu di otak akan “menyala”, sedangkan aktivitas – aktivitas episodic menyebabkan penyebabkan pengaktifan area – area lain dalam korteks. Dalam kasus pemetaan area – area ot



k yang diasosiasikan engan memori –



memori spesifik dan fungsi – fungsi memori, terdapat tiga area otak yang tampaknya terlibat secara langsung dalam prosen – proses tersebut (namun kami perlu menekankan bahwa fungsi – fungsi memori tetap tersebar di seluruh otak). Ketiga area tersebut adalah korteks, yakni permukaan luar otak yang terlibat terlibat dalam aktivitas kognisi tingkat tinggi seperti berpkir, pemecahan masalah, dan mengingat; serebelum, yakni struktur berbentuk kubis didasr otak yang terlibat dalam pengendalian fungsi – fungsi motoric dan memori motoric; dan hipokampus, sebuah struktur berbentuk S yang terletak jauh di dalam kedua hemisfer serebral dan berfungsi mempresose informasi baru dan menstransfer informasi informasi tersebut kebagian – bagian korteks untuk disimpan secara permanen. (Dalam kasus C.W., yang akan didiskusikan nanti, para peneliti meyakini terdapat kerusakan pada hipokampus pasien yang bersangkutan karena C.W. memiliki memori masa lalu yang masih utuh namun mengalami kesulitan membentuk memori – memori baru). Studi – studi lebih lanjut tentang otak mengidikasikan keberadaan dua jenis



memori,



yakni memori



prosedural



(procedural



memory) dan memori



deklaratif



(declarative memory), yang keduanya dihubungkan dengan aktivitas ketiga area penting diatas, Memori prosedural berkaitan dengan keterampilan motorik seperti menulis, mengetik, dan (masih merupakan asumsi) kemampuan mengendarai sepeda. Memori procedural tersimpan di serebelum. Memori deklaratif terdiri dari informasi dan pengetahuan mengenai dunia ini,seperti



nama tante kita, lokasi gerai pizza terdekat, makna kata – kata tertentu, dan seumlah besar informasi lain. Memori dekleratif tersimpan di korteks serebral. Informasi – informasi sensorik dikirim ke korteks sesegera mungkin setelah nformasi tersebut di terima sebagai stimuli. Dlam proses tersebut, terbentuklah jalur – jalur temporer diantara neuron – neuron. Jlaur – jalur tersebut bertahan hanya dalam jagka waktu yang singkat, namun cukup lama untuk memungkinkan terjadinya tindakan – tindakan yang sederhana, seperti mempertahankan suatu nomer telpon di benak kita saat menghubugi nomor yang bersangkutan. Agar impresi – impresi sementar tersebut menjadi permanen, di perlikan sebuah proses yang lain disebut long-term potentiation (LTP; potensiasi jangka panjang). LTP terjadi saat sel – sel saraf dipaparkan pada stimul yang diulang – ulang dengan cepat, sehingga meningkatkan tendensi respons sel – sel tersebut untuk jangka waktu yang lebih lama. LTP telah didapati terjadi di sinapsis – sinapsis hipokampus pada mamalia . Sebuah teori mengajukan gagasan bahwa dendrit – dendrit yang terstimulasi melalu proses LTP akan emndorong perkembangan dendrit – dendrit baru, yang selanjutnya memudahkan pembentukan memori jangka panjang. Memori – memori deklaratif jangka panjang diyakini berawal dari proses pengiriman informasi dari korteks serebral ke hipokampus – sebuah proses yang memperkuat memori yang bersangkutan melalui perangsangan cepat dan berulang – ulang terhadap sirkuit neural di korteks. Penguatan memori jangka panjang dapat terjadi melalui upaya sadar, seperti mengulangi suatu nomortelpon berulang – ulang atau dalam sejumlah kasus melalui upaya tidak sadar, sebagaimana yang dapat terjadi dalam peristiwa traumatic atau peristiwa emosional. Sebagai contoh, kita mingkin mengingat dengan jelas detail – detail suatu kecelakaan mobil tanpa perna secara sadar mengulang – ulang peristiwa tersebut dalam benak kita. Sebagi kesimpulan, meskipun masih banyak hal yang perlu di pelajari lebih lanjut mengenai hakikat neurobiologis pada memori, sesungguhnya kita juga telah mngetahui sejumlah hal yang penting. Stimuli fisik dari dunia ekstenal, seperti energy cahaya dan energy suara, dideteksi oleh system sensorik, ditransduksikan menjadi impuls – impuls saraf, dan ditransmisikan ke otak. Di otak, impuls – impuls tersebut awalnya awalnya di analisis dan secara serempak dikirimkan ke pusat – pusat pengelolahan informasi seperti hipokampus, yang salahsatu fungsinya adalah mengenali makna emosional dalam informasi. Jejak tersebut (yang terkadang disebut engram – satu jejak atau bekas hipotesi yang tertinggal dalam system sraf



sebagai hasil upaya belajar) lebih lanjut dikirim balik ke korteks dan lokasi – lokasi lain tempat pengaktifan senyawa – senyawa kimia saraf (neurochemicals). Proses tersebut terkadang menyebabkan pembentukan jejak – jejak memori permanen sehingga tatkala impresi sensorik yang serupa (atau sama) diterima pada lain waktu, jejak memori tersebut dapat diaktifkan. Melalui pemahaman mendasar tentang struktur neurokognisi memori sebagaimana dijelaskan diatas, kita sekarang berpaling ke studi – studi psikologi dan teori –teori memori yang bersifat tradisional.



BAB III PENUTUP A.



Kesimpulan



1.



Model-model memori ganda Menurut james memori ganda dibedakan menjadi dua, yaitu: pertama, memori primer



atau memori jangka pendek dan memori sekunder atau memori jangka panjang. 2.



Memori jangka pendek Atkinson dan shiffrin berpendapat bahwa memori jangka pendek (stm- short term



memory) adalah bagian di mana pemprosesan seperti aritmatika mental dilakukan. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi memori jangka pendek, yaitu: effek posisi serial (the serial position effects). 3.



Dukungan neorosis kognitif, model memori kerja, kapasitas STM, penyandian informasi



dalam STM, pengambilan informasi dari STM a.



Dukungan neorosis kognitif



b.



Model memori kerja Ada tiga komponen utama dalam memori kerja yaitu pertama, pengulangan fonologis.Kedua, papan sketsa visuospasial.Ketiga, pelaksana pusat.



c.



Kapasitas STM Berdasarkan penelitian yang dilakukan, miller menyimpulkan bahwa stm memuat tujuh unit.



d.



Penyandian informasi dalam STM Ada beberapa bentuk penyandian informasi dalam stm, yaitu sandi auditorik, sandi visual dan sandi sematik.



e.



Pengambilan informasi dari STM



DAFTAR PUSTAKA Solso, Robert L Dkk. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga. Marliany, Rosleny. 2010. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia. Ling, Jonathan dan Jonathan Catling. 2012. Psikologi Kognitif. Erlangga. Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi. http://nienanieechie.blogspot.co.id/2013/05/teori-teori-memori-dan-memori-jangka.html