Mentahan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia dalam 24 jam terendam (submersion) di dalam air.(1) Dimana bila pada asfiksia yang lain tidak terjadi perubahan elektrolit dalam darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada; baik tenggelam dalam air tawar (fresh water drowning) maupun tenggelam dalam air asin (salt water drowning).(234) Tahun 2012 terdapat sekitar 327.000 orang meninggal dikarenakan tenggelam. Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan berkembang. Kasus kematian dikarenakan tenggelam terjadi lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun.5 Data resmi angka kematian mengelompokkan kasus kematian tenggelam yang di akibatkan bunuh diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.5 Investigasi medikolegal pada mayat tenggelam difokuskan pada identifikasi korban, evaluasi waktu tenggelam post mortal dan penentuan cara dan sebab kematian. Dalam setiap kasus kematian akibat tenggelam, faktor lingkungan, riwayat penyakit dan temuan otopsi harus dipertimbangkan dalam mendiagnosa penyebab dan cara kematian. Selain tenggelam , penyebab kematian yang lain seperti luka, keracunan, atau kondisi alam berpotensi sebagai penyebab lain kematian dalam air. Diagnosa cara dan penyebab kematian tergantung pada pemeriksaan yang akurat dari penemuan autopsi, karekteristik korban, dan keadaan sekitar korban. (6) Di Indonesia belum tersedia data insiden dan prevalensi pasti tentang kasus tenggelam sehingga sangat disayangkan karena penting untuk meningkatkan pengetahuan dasar, stratifikasi epidemiologi, dan penanganan yang sesuai untuk korban tenggelam, dan pada akhirnya menyelamatkan jiwa.7



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1.



DEFINISI Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia dalam 24 jam terendam



(submersion) di dalam air.(1) Dimana bila pada asfiksia yang lain tidak terjadi perubahan elektrolit dalam darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada; baik tenggelam dalam air tawar (fresh water drowning) maupun tenggelam dalam air asin (salt water drowning).(234) Definisi terbaru yang diadaptasi Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 2002, tenggelam didefinisikan sebagai suatu proses terjadinya gangguan pernafasan akibat terendam (submersion) atau terbenam (immersion) di dalam cairan.(5)



2.2.



EPIDEMIOLOGI Tahun 2012 terdapat sekitar 327.000 orang meninggal dikarenakan tenggelam.



Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan berkembang. Kasus kematian dikarenakan tenggelam terjadi lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun.5 Kasus yang dilaporkan lebih banyak laki‐laki, karena lebih sering kontak dengan laut tanpa didampingi rekan, ataupun dalam keadaan dibawah pengaruh alkohol saat berenang, menyelam, dan berselancar.13 Data resmi angka kematian mengelompokkan kasus kematian tenggelam yang di akibatkan bunuh diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.5



Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati sepuluh besar penyebab kematian di seluruh penjuru dunia pada usia 1 – 24 tahun.5



Gambar 1. Peringkat tenggelam sebagai 10 penyebab kematian terbanyak.5



Gambar 2. Kematian rata – rata per 100.000 populasi.5



Di Indonesia belum tersedia data insiden dan prevalensi pasti tentang kasus tenggelam sehingga sangat disayangkan karena pelaporan kasus tenggelam yang baik juga penting untuk meningkatkan pengetahuan dasar, stratifikasi epidemiologi, dan penanganan yang sesuai untuk korban tenggelam, dan pada akhirnya menyelamatkan jiwa.7 Angka kematian yang tinggi akibat tenggelam juga diikuti dengan biaya yang tinggi seperti pada negara maju, korban tenggelam yang bertahan hidup tapi mengalami cedera otak berat dapat menyebabkan kelumpuhan sehingga tingginya biaya perawatan. Pada waktu yang sama di negara miskin dan berkembang, kurangnya sarana dan pelayanan medis berarti korban tenggelam yang selamat dengan kecacatan biasanya tidak dapat hidup lama.5



2.3.



KLASIFIKASI Tenggelam secara garis besar diklasifikan menjadi dua, yaitu Typical Drowning (wet



drowning) yang ditandai dengan adanya hambatan pada saluran napas dan paru karena cairan yang masuk ke dalam tubuh. Cairan ini masuk ke saluran pernapasan setelah korban tenggelam, sedangkan Atypical Drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak ada cairan dalam saluran napas sehingga pada otopsi tidak ditemukan tanda khas untuk menegakkan kasus diagnosis kematiannya jadi di perlukan juga untuk tetap melakukan pemeriksaan luar dan penelusuran keadaan korban sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.4 Pada klasifikasi Atypical drowning dibedakan menjadi : Dry Drowning



 cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan akibat spasme laring.  Menurut teori adalah ketika sedikit air memasuki laring atau trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal refleks. lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan plug fisik pada saat ini.  Dengan demikian, air tidak pernah memasuki paru-paru akan menyebabkan keadaan asfiksia, dan akan menyebabkan kematian.8



Tenggelam di Air Dangkal



Immersion syndrome (vagal inhibition)



Secondary drowning



 Tenggelam terjadi  Terjadi tiba-tiba  Korban sudah pada air dengan ditolong dari pada korban ketinggian yang tenggelam di air dalam air tampak dangkal, tapi sadar dan bisa yang sangat cukup untuk bernapas sendiri dingin (< 20oC menenggelamkan tetapi secara tibaatau 68oF) bagian mulut atau tiba kondisinya  Reflek vagal hidung. memburuk. menginduksi  Terjadi akibat  Pada kasus ini disaritmia yang kecelakaan (orang terjadi perubahan menyebabkan cacat atau anak kimia dan biologi asistol dan kecil), epilepsi, paru yang mabuk, koma, atau menyebabkan fibrilasi orang dengan kematian terjadi ventrikel 8 trauma kapitis. lebih dari 24 jam sehingga dapat setelah menyebabkan tenggelam. kematian.8  Kematian terjadi karena kombinasi pengaruh edema paru, aspiration pneumonitis, gangguan elektrolit (asidosis metabolik).8



2.4.



MEKANISME TENGGELAM Tenggelam dapat menyebabkan kematian melalui berbagai mekanisme, mekanisme



tersebut ialah sebagai berikut: 1. Kematian Akibat Spasme Laring, Gagging, dan Choking Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma saat tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil volume air yang memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi spasme laring akibat pengaruh refleks vagal, hal ini terjadi pada ± 10% kematian akibat tenggelam. Mukosa yang menjadi kental, berbusa, dan berbuih dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu ‘perangkap fisik’ yang menyumbat jalan napas. Spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada kematian telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi peningkatan cepat tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi sehingga menyebabkan hipoksia progresif.5 2. Kematian Akibat Refleks Vagal Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali. Kehilangan kesadaran biasanya cepat dan kematian terjadi segera dalam waktu beberapa menit. Pada otopsi tidak didapatkan tanda umum pada tenggelam. Mekanisme ini dipercaya menyebabkan henti jantung yang merupakan akibat dari air dingin pada belakang faring dan laring. Ada tiga kondisi umum yang menyebabkan kematian ini, yaitu masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu, terkejut atau tidak ada persiapan, keadaan hipersensitif contohnya pada keracunan alkohol. Masuk ke dalam air dengan kaki dahulu memudahkan air masuk ke hidung.5 3. Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada keadaan ini terjadi absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air akan masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah. Akibat penggenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga terjadi perubahan keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, kemudian menyebabkan kematian karena anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5 menit.5



4. Kematian Akibat Edema Pulmonal Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke



dalam



jaringan



interstisial



paru



dan



menimbulkan



edema



pulmonal,



hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.5 Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan tekanan negatif intra-torakal, atau respon adrenergik terhadap kondisi di dalam air yang belum dapat dijelaskan secara biokimia. 5



Cara kematian Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena: 1. Kecelakaan Sering terjadi karena korban jatuh ke laut, danau, sungai dan juga kolam renang. 2. Bunuh diri Peristiwa ini terjadi dengan menjatuhkan diri ke dalam air. Terkadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar tubuhnya dapat tenggelam. 3. Pembunuhan Ada banyak cara yang dapat digunakan, misalkan melempar korban ke laut dengan diikat pada pemberat atatupun dengan memasukkan kepala korban ke bak berisi air. Dari segi patologik sulit dibedakan antara bunuh diri dan pembunuhan. Pemeriksaan pada tempat kejadian sangat membantu. Jika memang benar pembunuhan, maka masih perlu diteliti apakah korban ditenggelamkan saat masih hidup atau sudah mati. Pada pemeriksaan mayat tenggelam, hal penting



yang perlu ditentukan pada



pemeriksaan adalah : 1. Menentukan indentitas korban Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain: 



Pakaian dan benda milik korban







Warna dan distribusi rambut serta identitas lain







Kelainan atau deformitas dan jaringan parut







Sidik jari







Pemeriksaan gigi







Teknik identifikasi lain



2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam. Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal saat tenggelam dapat diketahui dari pemeriksaan: 



Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.







Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.







Benda asing dalam paru dan saluran napas mempunyai nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.







Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.







Dengan ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air.



3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis tenggelam Pada mayat yang segar, gambaran postmortem dapat menunjukkan tipe tenggelam dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan dan kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang benturan antemortem pada tubuh bagian atas, misal memar pada muka, perlukaan pada vertebra servikalis dan medula spinalis dapat ditemukan. 4. Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol atau obat –obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau bedah jenazah. 5. Tempat korban pertama kali tenggelam



Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di tempat lain. 6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian. 



Bila korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernapasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini bisa disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada saat cairan melalui saluran pernapasan bagian atas.







Bila tidak ditemukan air pada paru – paru dan lambung, berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glotis, yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk.



Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak dan kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2 – 12 menit (fatal period).



2.4.1 Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam pada Air Tawar Air tawar bersifat hipotonis dibandingkan plasma darah karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah. Ketika air tawar masuk ke dalam paru-paru (alveoli), dengan cepat air tawar berpindah dari tempat alveoli ke sistem vaskuler melalui membran alveoli karena perbedaan tekanan osmotik antara air tawar di alveoli paru dan plasma darah. Air tawar tersebut dengan cepat berpindah meningkatkan volume darah (hipervolemia) sekitar 50 ml% permenit sehingga akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis).5 Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif. Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan ion kalium dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.5,9



Gambar 3. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Tawar



PERBEDAAN TENGGELAM DI AIR TAWAR DAN AIR ASIN Kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan kematian akibat tenggelam dalam air asin berbeda dalam berbagai hal yang nanti akan mempengaruhi hasil-hasil pemeriksaan terhadap jenazah. Secara garis besar perbedaan tersebut digambarkan oleh tabel dibawah ini: Tabel 1. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin Tenggelam dalam Air Tawar



Tenggelam dalam Air Asin



Paru-paru kecil dan ringan



Paru-paru besar dan berat



Paru-paru relatif kering



Paru-paru relatif basah



Bentuk paru-paru biasa



Bentuk paru-paru besar



Paru-paru tampak merah pucat



Paru-paru ungu biru



Teraba krepitasi ada



Teraba krepitasi tidak ada



Pada pemeriksaan laboratorium darah:



Pada pemeriksaan laboratorium darah:



-



Berat jenis 1,055



-



Berat jenis 1,059-1,60



-



Hipotonik



-



Hipertonik



-



Hemodilusi



-



Hemokonsentrasi



-



Hipervolemik



-



Hipovolemik



-



Hiperkalemia



-



Hipokalemia



-



Hiponatremia



-



Hipernatremia



-



Hipoklorida



-



Hiperklorida



Perbedaan-perbedaan yang akan tampak pada hasil pemeriksaan terhadap jenazah ialah karena mekanisme kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan akibat tenggelam dalam air asin berbeda.



2.5.



PEMERIKSAAN LUAR 



Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5⁰F (0,55oC) per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam waktu ini dapat menjadi lebih lama bila korban tenggelam di air dingin, karena suhu tubuh juga akan menurun dan akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke suhu lingkungan.







Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher, kepala, dan ekstremitas yang merupakan bagian yang tergantung ke bawah saat bagian badan mayat terapung ke permukaan akibatnya menyebabkan darah statis pada daerah tersebut. Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.



Gambar 4. Livor mortis pada bagian posterior tubuh 



Pembusukan sering tampak dan berlangsung dalam proses yang lebih cepat pada mayat tenggelam, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan. Hal ini bukan merupakan tanda yang tidak spesifik sebab dapat juga di dapatkan pada mayat yang tidak tenggelam.10,1,11







Cutis Anserina (fenomena goose flesh-kulit angsa), merupakan reaksi intravital, jika kedinginan, maka muskulus erektor pili akan berkontraksi dan pori-pori tampak lebih jelas. Kutis anserina biasanya ditemukan pada kulit anterior tubuh terutama ekstremitas. Gambaran seperti kutis anserina dapat juga terjadi karena rigor mortis pada otot tersebut.1,11,12



Gambar 5. Cutis Anserina 



Washerwoman hand appearance. penenggelaman yang lama dapat menyebabkan pemutihan dan kulit yang keriput pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat). Tanda ini tidak patognomomik karena mayat yang lama dibuang ke dalam air akan mengalami keriput juga.10,1,11



Gambar 6. Gambaran washerwoman hand yang disebabkan oleh pembenaman yang lama dalam air 



Schaumfilz froth. Busa tampak pada mulut atau hidung atau keduanya. Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan terisi air dan cairan busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru di tekan dan dari potongan permukaan paru ketika dipotong dengan pisau. Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau hidung atau keduanya, pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya



pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas pembusukan. Sedangkan pada busa yang terbentuk akibat keracunan, biasanya busa dihasilkan oleh hipersalivasi kelenjar yang berbentuk busa yang biasanya sedikit lebih cair dari busa akibat tenggelam.10,11,12



Gambar 6. Gambaran busa pada mulut (Schaumfilz Froth) 



Cadaveric spasm, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput laut, dahan dan batu yang tergenggam. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati, berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.10,1



Gambar 6. Cadaveric spasm pada lengan 



Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-benda disekitarnya. Lukaluka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.3



Pada temperatur rata – rata, hal – hal berikut dapat dipakai untuk menentukan berapa lama tubuh sudah terendam: 



Jika tidak ada kerutan pada jari, telapak tangan maka baru beberapa jam.







Jika tampak pengerutan jari, telapak tangan dan kaki, antara setengah hari sampai tiga hari.







Tanda pembusukan awal, sering pada kepala, leher, abdomen dan kaki 4 – 10 hari.







Pembengkakan wajah dan abdomen, dengan vena yang terlihat jelas dan terkelupasnya epidermis pada tangan, kaki dan kulit kepala : 2 – 4 minggu.







Terkelupasnya kulit secara menyeluruh, otot dengan tulang – tulang yang terlihat, tampak sebagian telah saponifikasi: 1 – 2 bulan.



 2.6.



PEMERIKSAAN DALAM 



Saluran napas (trakea dan bronkus) ditemukan adanya buih/busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh – tumbuhan air). Buih tersebut berupa campuran antara eksudat protein dan surfaktan yang bercampur dengan cairan tempat tenggelam. Biasa berwarna putih, sampai merah muda dan kemerahankarena bercampur dengan darah.6







Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru sehingga tampak impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena pembesaran paru-paru akibat kemasukan air, maka pada perabaan akan terasa crepitasi oleh karena air. Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat dimana bila berat paru-paru normal adalah 200300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1 kilogram. Dalam saluran pernafasan yang besar seperti trakea, bronkus, dan bronkhioli, dapat ditemukan benda-baenda asing, tampak secara makroskopik misalnya tumbuhan air, pasir, lumpur, dsb. Tampak secara mikroskopik diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik).10,11







Pleura dapat berwarna kemerahan dan pada daerah subpleural mungkin terdapat petechie-petechie, tapi dengan adanya air yang masuk maka hal ini tidak lagi berupa titik-titik (karena terjadi hemolisis) melainkan berupa bercak-bercak dan bercakbercak ini disebut bercak-bercak paltauf, yang berwarna biru kemerahan.1



Gambar 7. Bercak Paltauf 



Pada pemeriksaan lambung sering ditemukan pasir, hidupan akuatik dan juga batuan akibat daripada air yang tertelan saat terjadi tenggelam. Ada beberapa ahli patologis



berpendapat bahwa air dapat masuk secara pasif ke dalam lambung akibat daripada turbulansi air berbanding air yang masuk secara aktif ketika terjadi tenggelam. Manakala beberapa ahli patologis yang lain pula berpendapat bahwa relaksasi sphincter gastrophageal lambung yang terjadi pada postmorterm menyebabkan air masuk ke lambung dan mengisi ruangan lambung. Oleh kerana itu, air di didalam lambung tidak bisa digunakan sebagai satu tanda tenggelam. 



Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami pembendungan.







Bila terjadi hemolisis maka akan terjadi bercak hemolisis pada dinding aorta.







Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit di antara septum interalveolar. Mungkin terdapat bercak – bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.



2.7.



PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Tes Kimiawi Gettler chloride Telah banyak tes yang dikembangkan dalam beberapa tahun untuk terakhir dalam menentukan penyebab kematian dari korban tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler chloride, darah dianalisa dari sisi kanan dan kiri jantung dengan perkiraan perbedaan 25mg/100ml antara jantung kiri dan kanan barulah dikatakan signifikan. Jika lebih tinggi pada sisi kanan jantung daripada sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam dalam air tawar. Jika level chloride kurang pada sisi kanan daripada sisi kiri, korban disangka telah tenggelam dalam air asin. Perbedaan kadar elktrolit apabila lebih dari 10% dapat menunjang suatu diagnosis, walaupun terkadang kurang bermakna. Tes ini dilakukan dalam 24 jam setelah kematian agar dianggap reliabel. Berat jenis : a. Dengan CuSO4 = normalnya 1,059 (1,059-1,060) b. Air tawar = 1,055 c. Air laut = 1,065



Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. 9 2. Pemeriksaan Getah Paru Pemeriksaan Getah Paru merukanan pemeriksaan patognomonis dalam kasus-kasus tertentu. Dalam pemeriksaan getah paru yang dicari adalah benda-benda asing dalam getah paru. Getah Paru diambil pada daerah subpleural, adapun benda-benda yang di cari antara lain: pasir, lumpur, telur cacing, tanaman air, dll. Berikut tata cara pemeriksaan getah paru yaitu: 2 1. Paru-paru dilepaskan satu persatu secara tersendiri dengan memotong hilus. 2. Paru-paru yang sudah dilepas tidak boleh diletakkan tetapi langsung disiram dengan dengan air bersih (bebas diatom dan alga). 3. Permukaan paru dibersihkan dengan cara dikerik/dikerok 2-3 kali, lalu pisau kembali dibersihkan dengan air yang mengalir. 4. Dengan mata pisau yang tegak lurus permukaan paru, kemudian permukaan paru diiris sedangkal (subpleura), lalu pisau kembali dibersihkan di bawah air yang mengalir, lalu dikibaskan sampai kering. 5. Dengan ujung pisau, getah paru pada irisan tadi diambil kemudian diteteskan pada kaca objek lalu ditutup cover glass dan diperiksa di bawah mikroskop. 6. Cara lain yaitu dengan menempelkan objek glass pada permukaan irisan di daerah subpleural, lalu ditutup cover glass pada permukaan irisan didaerah subpleural, lalu ditutup cover glass dan diperiksa dibawah mikroskop. Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu eritrosit dalam sediaan harus sedikit jumlahnya. Apabila jumlah eritrosit banyak kemungkin karena irisan yang terlalu dalam. 3. Pemeriksaan Diatome Ganggang yang hidup di dalam air bisanya kita kenal dengan Diatom. Setiap jenis air memiliki berbagai variasi diatomenya tersendiri. Diatome merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di alam dan memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air tawar . Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve. Pada diatome kelas Bacillariophyceae terbagi atas dua bagian yaitu,central dan Pennales atas dasar kesimetritannya. Ada sekitar 10,000 jenis dan 174 jenis diatom, mempunyai ukuran dan bentuk berbeda



berkisar antara 1 ke 500 µm. Diatoms biasanya ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain lain, akan tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu, tergantung pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air tidak didapatkan bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.9 Pada saat seseorang tenggelam, diatom masuk ke rongga paru-paru seseorang yang terbuka ketika mengisap air, dan air yang masuk akan menekan rongga paru-paru dan memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah diatoms dapat masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan otak. Pada diameter dan ketebalan alveoli paru-paru diketahui sangat kecil akan tetapi bisa saja semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam organ dan rongga paru-paru dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler ini disebut “ Drowning Associated Diatoms” (DAD).9 Analisa diatom merupakan tes konfirmasi di dalam kasus tenggelam yang telah dilakukan selama bertahun tahun. Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi sejak beberapa tahun, kasus yang menghasilkan negatif yang salah dan positif yang salah dapat di temui dalam beberapa kasus. Analisa diatom yang saksama merupakan suatu yang dapat menentukan ya atau tidaknya kematian terjadi akibat tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian dengan korban tenggelam haruslah diketahui morfologi dan morphometric suatu diatom dari korban tenggelam sebab penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru tergantung atas kepadatan dan ukuran diatom tersebut.9 Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam, salah satu hal termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh yang tenggelam. Pada kasus tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada putative drowning medium. Untuk mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse dan endapannya dilihat dibawah mikroskop. Paruparu, hati, ginjal, dan bone marrow telah di analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan ditemukannya atau tidak ditemukannnya organisme ini. Saat ini penggunaan analisa diatome cenderung digunakan pada sistem yang tertutup seperti sumsum tulang femur atau kapsul ginjal dari tubuh yang belum membusuk. Diagnosis pada kasus tenggelam dari analisa diatome harusnya positif tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas 20 diatom / 100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari sample paru-paru) dan 50 diatom dari beberapa organ, selanjutnya sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya cocok dari sumsum tulang dan tempat dimana



tenggelam, ini merupakan bukti yang kuat yang dapat mendukung dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih hidup atau tidak. Pada beberapa literature telah berusaha untuk mengembangkan beberapa informasi penting tentang tipe diatom yang spesifik, dimana umumnya masuk pada bermacam organ dalam tubuh seorang yang tenggelam.9 Sample air dari putative drowning memiliki beberapa ragam spesies diatom yang berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam.  Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal ditemukan Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus, N. bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P. gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis diminuta dan banyak spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar. Pinnularia borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses monitor air sungai yang berterusan didapatkan adanya diatom pada air dan tisu sel yang mana diatom yang paling sering ditemukan adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia, Stephanodicus, Fragilaria, Gomphonema, Gyrosigma, Melosira, Achnanthes, Amphora, Cocconeis, Cyclotella,an Cymbella.



Achnanthes sp.



Amphipleura sp.



Anomoeneis sp.



Biddulphia sp.



Cyclotella sp.



Surirella sp.  Eunotia ditemukan di daerah yang pH air 7-8 .  E. lunaris ditemukan di daerah yang pH air 5-6. Penetrasi diatom pada kapiler alveoli menggunakan Transmission Elektron Mikroskop (TEM) dan SEM (Lunette,1998). Sepanjang penemuan mereka, mereka menemukan Diatoma Maniliformis (yang dipenetrasi di distal dinding jalan napas), Navicula Specula (yang dipenetrasi pada khon’s pore), Tabularia fasciculat (yang dipenetrasi dari sebagian laserasi epitel dan endotel yang sejajar dari septum alveolar yang menegang), Nitzschia paleacea (yang dipenetrasi dari sebagian dinding alveolar), Mastogloia smithii (yang dipenetrasi dari dinding alveolar dengan laserasi yang terlihat bersih) dan Amphora delicatissima,dll.9



Pengetahuan



tentang



diatom



berhubungan



dengan



tenggelam



selalu



dihubungkan dengan forensic dalam mengdiagnosis pada kasus tenggelam. Pada penelitian yang lebih lanjut tentang morfologi dan kehidupan diatom yang berbeda pada beberapa macam air di daerah yang spesifik dapat juga membantu dalam memecahkan kasus tenggelam. Adanya diatome pada kasus tenggelam ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan densitas diatom yang dilihat pada medium putative tenggelam. Tidak dapat disangkal bahwa diatom-diatom kecil seperti (Diatoma, Cyclotella, Epithemia dll.) mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk memasuki organ tubuh berbanding diatom dengan ukuran yang lebih besar (Synedra) yang mana bisa juga ditemukan di dalam organ tubuh jika mereka mempunyai kemampuan untuk berfragmentasi yang cukup. Diatom yang sering dijumpai pada organ tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula, Nitzschia, Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak terdapat di air dan ukurannya yang optimum.9 Organ tubuh



Spesies yang sering ditemukan



Paru-paru



Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta, Fragilaria brevistriata, Navicula dll



Sumsum tulang Stephanodicus parvus, Navicula, Diatoma and fragments of Synedra ulna Hati



Achnanthes minutissima, Cocconeis placentula, Fragilaria ulna var. acus, Navicula lanceolata dll



Ginjal



Achnanthes biasolettiana, N. seminulum dll



Lambung



Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta, Gomphonema minutum dll



Usus



Asterionella



Formosa,



Cyclotella



comensis,



Gomphonema pumilum and Nitzscia pura dll



4. Pemeriksaan DNA Metode lain yang dapat digunakan dalam pengidentifikasian diatom adalah dengan amplifikasi DNA ataupun RNA. Diatom pada jaringan manusia, analisa mikroskopis



pada



bagian



jaringan,



kultur



diatom



pada



media,



dan



spectrofluophotometry digunakan untuk menghitung klorofil dari plankton di paru-



paru. Metode pendeteksi diatom di darah dapat observasi secara langsung diatom pada membrane filter, setelah darah dihemolisa menggunakan sodium dodecyl sulfate, atau dengan metode hemolisa kombinasi, 5 mm pori membrane filter. Dicampur dengan asam nitrat, dan disaring ulang. Setelah pencampuran selesai diatom dapat diisolasi dengan



metode



sentrifuse



atau



membrane



filtration.



Siklus



sentrifuse



mengkonsentrasikan diatom dan menyingkirkan semua sisa asam dengan pencucian berulang, supernatant diganti tiap beberapa kali dengan air distilled.



BAB III KESIMPULAN Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian. Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia akibat spasme laring, asfiksia karena gagging dan choking, refleks vagal, fibrilasi ventrikel (air tawar), dan edema pulmoner (dalam air asin). Pada peristiwa tenggelam di air tawar, terjadi hemolisis dan hemodilusi sehingga menyebabkan hiperkalemia. Kematian terjadi karena fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit. Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam dibedakan atas tenggelam kering (dry drowning), tenggelam tipe basah (wet drowning). Jika ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka dapat dibedakan menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin. Diagnosis kematian akibat tenggelam dapat ditegakkan melalui pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan, dan berat jenis serta kadar elektrolit darah. Pada pemeriksaan luar, dapat ditemukan Schaumfilz froth, kuntis anserina, washer woman’s hand, cadaveric spasm, tanda-tanda asfiksia seperti sianosis dan petekie. Kemudian dapat juga dijumpai luka lecet dan penurunan suhu mayat. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada korban tenggelam yaitu pemeriksaan kimiawi, pemeriksaan getah paru, pemeriksaan diatome, dan pemeriksaan DNA.



DAFTAR PUSTAKA 1.



Bell MD. Drowning. In: Dolinak D, Matshes E, Lew E, editors. Forensic Pathology: Principles and Practice. Burlington: Elsevier Academic Press; 2005. p. 228-37.



2.



Willianto W. Pemeriksaan Diatom pada korban diduga tenggelam (review). Jurnal kedokteran forensic Indonesia. 2012; Vol. 14, No.3



3.



World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention. Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014.



4.



DiMaio VJ, DiMaio D. Death by Drowning. Forensic Pathology. USA: CRC Press; 2001. p. 396-404.



5.



Szpilman D, Bierens JJLM, Handley AJ, Orlowski JP. Current Concepts: Drowning. The New England Journal of Medicine. 2012;366(22):2102-10.



6.



Philippe Lunetta MD JHM, MD. Macroscopical, Microscopical and Laboratory Findings in Drowning Victims, A comprehensive review. Toskos M, editor2005. 59 p.



7.



Wulur RA, Mallo JF, Tomuka DC. Gambaran Temuan Autopsi Kasus Tenggelam Di R. D. Kandou Manado Periode Januari 2007 - Desember 2011. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. 2012.



8.



Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd. 2011. Page 304 – 313.



9.



Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra, Rajvinder Singh. A Fluorocent Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies (Lakes And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2): 81-86.



10.



Knight Bernard. Simpson's Forensic Medicine. 11th Ed. London: Oxford University Press, Inc. 2001. Page 96-99.



11.



Shepherd,



Suzanne



Moore.



Drowning.



[Online]



2013.



Available



at



http://emedicine.medscape.com/article/772733 12.



Bardale R. Section 15: Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic Medicine & Toxicology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd. 2011. Page 304 — 313.



13.



Ilyana, Nur. Pemeriksaan getah paru korban tenggelam yang di autopsy di RSUP Sanglah Periode Januari 2010-November 2014. ISM, Vol. 2 No.1, Januari-April. 2014. Hal 9-12.