Merger Dan Akuisisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin maju dan perubahan lingkungan bisnis yang sangat signifikan secara global menyebabkan persaingan yang sangat ketat, baik dalam sektor industri yang sama maupun dalam sektor industri yang berbeda. Respon perusahaan terhadap situasi yang terjadi dalam persaingan yang sangat ketat tersebut beragam. Banyak perusahaan memilih untuk bertahan dengan apa yang telaah dilakukannya, namun banyak perusahaan memilih berfokus pada sumberdaya dengan segmen-segmen tertentu yang lebih kecil, banyak pula perusahaan memilih untuk menggabungkan diri mrnjadi satu kesatuan dengan industri perusahaan lain dengan ukuran yang lebih besar. Masuknya produk-produk impor yang masuk kedalam negeri akibat dari adanya globalisasi menuntut perusahaan



untuk



mampu



bersaing



baik



secara



nasional



maupun



internasional. Selain hal tersebut perusahaan juga dituntut untuk mampu menghadapi krisis, deregulasi undang-undang baru yang dicanangkan pemerintah, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan telekomunikasi, serta perubahan-perubahan dari sisi sektor lainnya yang dapat mempengaruhi keadaan ekonomi. Persaingan industri tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi juga terjadi di negara berkembang. Saat ini pada ekonomi ASEAN komunikasi



(AEC) yang merupakan tempat perdagangan antar negara-negara Asia Tenggara akan mendapatkan tanpa batas, hal ini akan memiliki dampak besar terhadap perkembangan dunia bisnis di negara-negara Asia Timur termasuk Indonesia. Indonesia sekarang berkontribusi sebesar 35 persendari PDB ASEAN dan mewakili 40 persen dari populasi di wilayah ini. Kelas menengah dan populasi muda mendominasi kegiatan ekonomi negara dan sekarang menempati angka tingkat pertumbuhan sebesar 6 persen stabil. Diperkirakan pada tahun 2030 Indonesia akan memiliki sekitar 90 juta konsumen baru, hal ini menjadi alasan untuk berinvestasi karena Indonesia mempunyai 250 juta populasi dan mempunyai kepadatan penduduk keempat di dunia yang berpotensi menjadi konsumen (Halim, 2016 dalam Josua et al, 2018). Menurut Mullaninathan (2002) dalam Massa & Gale (2005) perusahaan yang tidak mampu beroperasi secara efisien dan tidak mampu bersaing secara kuat dalam dunia bisnis termasuk dalam industri yang kurang kompetitif, bisanya manajer lebih menjalankan perusahaan mereka tanpa banyak tekanan atas kehidupan perusahaan dan biasanya mereka mengambil strategi yang sinergis untuk meningkatkan keuntungan kompetitif, sebaliknya dalam perusahaan yang kompetitif, manajer akan beroperasi dengan tekun dan efektif. Perusahaan yang kompetitif mempunyai keuntungan yang lebih rendah, hal ini dikarenakan manajer memiliki sedikit insentif untuk bekerja keras.



Persaingan



pasar



bisnis



menuntut



setiap



perusahaan



untuk



meningkatkan tata kelola perusahaan secara eksternal dan internal. Pasar yang



lebih kompetitif mempunyai tekanan yang sangat ketat, hal ini dikarenakan perusahaan menyababkan kesulitan operasi, menurunkan laba, dan resiko yang lebih tinggi. Persaingan yang sangat ketat dalam pasar bisnis mengakibatkan dana atau modal perusahaan terkuras dan tidak mempunyai dana yang cukup besar untuk membiayai perusahaan agar tetap bertahan dalam persaingan pasar bisnis. Salah satu cara perusahaan agar dapat bertahan ialah dengan menggabungkan diri dengan perusahaan besar dalam sektor industri yang sama. Strategi merger dan akuisisi menjadi strategi yang strategis untuk mencapai tujuan perusahaan yang sinergis (Foster, 1994 dalam Wiriastari, 2010). Strategi



merger



dan



akuisisi



merupakan



penggabungan



satu



perusahaan atau lebih menjadi satu kesatuan untuk memperkuat posisi perusahaan yang akan tetep hidup sebagai bada hukum sementara yang lain menghentikan aktivitasnya (Fuji & Ardi, 2012). Akuisisi dilakukan dengan pembelian perusahaan atau sebagian kepemilikan suatu perusahaan saham atau aset perusahaan pengambil-alih mempunyai hak kontrol atas perusahaan target (Moin, 2003 dalam Vally, 2013). Akuisisi merupakan pengambil alihan aset perusahaan yang dapat berupa aset berwujud, aset tidak berwujud, hak, serta kewajiban lainnya. Banyak perusahaan melakukan ekspansi baik secara internal maupun eksternal. Ekspansi internal terjadi pada saat divisi-divisi yang ada dalam perusahaan tumbuh secara normal melalui



capital bugedting misalnya



melalui kapasitas pabrik, menambah unit produksi dan devisi baru. Husnan & Eni (2012) dalam Sundari (2016) mengemukakan bahwa ekspansi eksternal dapat dilakukan dengan penggabungan usaha (merger) atau pengambilalihan usaha (akuisisi) usaha. Fenomena merger dan akuisisi merupakan fenomena yang sangat kompleks. Dalam penelitian Akben & Altiok (2011) kegiatan merger dan akuisisi di Taiwan selama lima tahun terakhir volume merger dan akuisisi mencapai tingkat USD 97 milyar. Schweger et al (2011) dalam Dwi (2013) mengemukakan bahwa sejak tahun 1983 penggabungan usaha yang terjadi di negara maju seperti di Amerika aetiap tahunnya mencapai angka 2.500 lebih. Angka ini belum termasuk keterlibatan perusahaan Amerika dalam merger dan akuisisi antar negara yang jumlahnya juga meningkat drastis. Sedangkan di Cina antara tahun 1985-1996 terjadi merger dan akuisisi dengan nilai total US $5,3 milyar. Dilansir dari liputan6 para negosiator di seluruh Asia Pasifik pada tahun 2015 mampu mengakumulasikan lebih dari US$ 1 triliun dan merger dan akuisisi, sekitar 37 persen lebih dari pada tahun 2014. Dikutip dari CNBN dalam berita Liputan6 terlampir bahwa pengakumulasian tersebut diambil dari rekor 24 persen pangsa pengumuman penawaran global. Volume Asia Pasifik juga mencapai rekor tertinggi dengan kisaran angka US$ 947,7 miliar, dihitung dari 81 persen dari keseluruhan nilai yang mencapai US$ 1,16 triliun. Dalam Intra-Asia deals atau penawaran pengakuisisi Asia menargetkan aset Asia juga mampu melonjakan nilainya sekitar 34 persen



dengan total US$ 72,3 miliar pada tahun 2015. Setengah dari total nilai transaksi merger dan akuisisi di kawasan Asia Pasifik disumbangkan oleh korporasi negara China. China dapat menyumbang setengah dari nilai transaksi merger dan akuisisi disebabkan oleh kelompok investor China menawarkan Qihoo 360 Technology Co senialai 8,4 milyar, China Chemical Corp juga telah membeli Pirelli dengan harga US$ 8 milyar, serta Tsihua Unigroup Ltd telah memborong 15 persen saham Westren Digital Corp dengan nilai US$ 3,8 milyar dikutip dari liputan6. Dikutip dari jawapos Indonesia sendiri juga terjadi merger dan akuisisi, jika tahun 2015 kegiatan merger dan akuisisi mencapai angka 50 persen. Dengan prosentase angka 30 persen merger antara perusahaan asing dan perusahaan lokal dan prosentase angka 20 prosen merger antara perusahaan lokal dengan perusahaan lokal. Kasus akuisisi di Indonesia terjadi pada PT Lafarge Cement Indonesia yang diakuisisi oleh PT Holcim Indonesia Tbk, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menekan biaya di daerah tersebut. Merger dan akuisisi merupakan bentuk pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan. Sebuah perusahaan melakukan penggabungan (merger) dengan perusahaan lain atau membeli perusahaan lain (akuisisi) karena lebih cepat dan prosesnya lebih mudah dari pada jika perusahaan harus membangun perusahaannya sendiri. Merger dan akuisisi merupakan dua



kegiatan yang sama, ketika suatu emiten mengumumkan suatu peristiwa, pasar akan bereaksi terhadap peristiwa tersebut (Sundari, 2016). Merger dan akuisisi merupakan informasi yang sangat penting dalam suatu industri, karena dua perusahaan akan menyatukan kekuatannya. Pengumuman merger dan akuisisi sebagai suatu informasi dapat berpengaruh tidak hanya pada kedua perusahaan yang melakukan merger saja, perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang diakuisisi dan perusahaan lain yang menjadi pesaing yang berada dalam satu jenis industri yang serupa dengan pengakuisisi dan target perusahaan (Wibowo & Pakereng, 2001). Aktivitas akuisisi sering dilakukan di Indonesia seiring dengan perkembangan pasar modal di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya undangundang yang mempermudah investor asing masuk dalam pasar modal Indonesia. Implementasi akuisisi di Indonesia umumnya terbatas pada perusahaan yang go public (Pipit, 2017). Saputro (2002) dalam Sundari (2016) menyimpulkan bahwa aktivitas tidak memberikan pengaruh sinergis terhadap efisiensi dan profabilitas namun meningkatkan nilai buku perusahaan. Saiful (2003) dalam Sundari (2016) mengemukakan bahwa perusahaan target memperoleh abnormal return positif sekitar pengumuman merger dan akuisisi. Rahmaawati (2000) dalam Sundari (2016) mengemukakan bahwa akuisisi meningkatkan kesejahteraan investor sebesar 22,7 persen. Penelitian Khairudin & Wulandari (2017) tentang merger, akuisisi, dan kinerja terhadap return saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) bahwa tidak ada perbedaaan abnormal return saham sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Auqi (2013) merger dan akuisisi tergadap abnormal return dan kinerja



keuangan bidder firm di sekitar tanggal pengumuman merger dan akuisisi. penelitian Auqi (2013) menunjukkan bahwa merger dan akuisisi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap abnormal return. Wibowo & Pakereng (2001) tentang merger dan akuisisi terhadap return saham perusahaan akuisiator dan non akuisiator menghasilkan penelitian bahwa adanya perubahan yang signifikan dari retuen saham yang telah diakuisisi. Kathleen et al (2002) mengemukakan bahwa adanya perubahan yang signifikan dan kekayaan yang diciptakan dari akuisisi. Yaitu gabungan penawaran dan pengembalian target adalah positif. Penelitian ini dilakukan untuk menguji informasi dari pengumuman merger dan akuisisi. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat reaksi pasar terhadap pengumuman merger dan akuisisi yang diukur dengan menggunakan abnornal return saham dalam sektor industri yang sama. Berdasarkan informasi diatas tentang merger dan akuisisi yang diumumkan perusahaan pengambilalih mengakibatkan adanya abnormal return saham perusahaan diambil alih maka judul penelitian ini adalah “ANALISIS PENGARUH MERGER DAN AKUISISI TERHADAP RETURN SAHAM PENGAKUISISI PADA PERUSAHAAN JASA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2010-2017” 1.2 Rumusan Masalah Permasalhan dalam penelitian ini adalah dengan adanya ketidak konsistenan dari penelitian terdahulu dari penelitian Khairudin & Wulandari (2017) tentang merger, akuisisi, kinerja terhadap retun saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) hasilnya adalah bahwa tidak ada perubahan abnormal return



sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Auqi (2013) tentang merger dan akuisisi terhadap abnormal retun dan kinerja keuangan bidder firm pada sekitar pengumuman. Hasil penelitian Auqi (2013) menunjukkan merger dan akuisisi tidak berpengaruh signifikan terhadap abnormal return. Wibowo dan Pakereng (2001) mengemukakan penelitiannya bahwa adanya perubahan yang signifikan dari return saham yang telah diakuisisi. Kethleen et al (2002) mengemukakan penelitiannya bahwa adanya pengaruh yang signifikan dan kekayaan diciptakan dari akuisisi yang dapat berupa gabungan penawaran dan pengembalian target hasilnya adalah positif. Penelitian ini berusaha untuk menjawab ketidak konsistenan penelitian terdahulu yang timbul dengan menggunakan merger dan akuisisi selama periode 2013-2017 yang dilakukan oleh perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sehingga pertanyaan dalam penelitian ini adalah: - Apakah terdapat perbedaan return saham yang diukur dengan abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi? 1.3 Batasan Masalah Berdasar identifikasi masalah diatas dan untuk menghindari perluasan mengenai return saham, maka penelitian ini merger dan akuisisi dibatasi pada perusahaan yang mengikuti merger dan akuisisi dalam sektor jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-22017. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian inidilakukan untuk mengetahui return saham sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi:



1. Menganalisis abnormal return yang diperoleh dari pasar sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. 2. Mengalisis perbedaan abnormal return yang diperoleh dari pasar sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Bagi civitas akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan yreferensi untuk penelitian selanjutnya dan menjadi perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh merger dan akuisisiterhadap returnn saham. b. Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengaruh merger dan akuisisi terhadap return saham. 2. Manfaat Praktis a. Bagi penulis, sebagai gambaran tentang kemampuan pengaruh merger dan akuisisi terhadap return saham. b. Bagi investor dan calon investor, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu para investor dan calon investor mendapatkan



tambahan



mempertimbangkan



wawasan



keputusan



dan



berinvestasi



informasi agar



dalam



mendapatkan



keuntungan yang diinginkan dipasar modal. c. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan dalam membuat kebijakan yang bersifat fundamental. d. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansatan Teori 2.1.1 Signaling Theory Menurut Jogiyanto (2015) dalam Khairudin & Wulandari (2017), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi inveator dalam pengambilan inveatasi. Jika



pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi



pasar



ditunjukkan



dengan



adanya



perubahan



volume



perdagangan saham. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah mnerima informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman tersebut sebagai signal baik (good news), maka akan terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham, sebaliknya jika pengumuman tersebut sebagai signal buruk (bad news), maka investor tidak akan melakukan investasi (respon negatif). Signaling theory merupakan kebijakan yang diambil oleh emiten, pemerintah atau inveator pada prinsipnya sinyal atau pertanda keada pasar tentang kecenderungan dimasa yang akan datang. Aktivitas merger dan akuisisi merupakan informasi bagi para investor yang akan mempengaruhi keputusan investasi yang ditandai dengan adanya perubahan harga saham karena transaksi perdagangan saham yang meningkat atau menurun (Khairudin & Wulandari, 2017).



2.1.2 Pengertian Merger Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.57 tahun 2010 didefinisikan bahwa penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu badan usaha atau lebih yang menggabungkan diri menjadi badan usaha lain yang telah ada yang menyebabkan aktiva dan pasiva dari badan usaha yang menggabungkan diri beralih karena



hukum kepada badan usaha yang menerima penggabungan dan selaajutnya dan selanjutnya badan usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum (KPPU). (Foster, 1986 dalam Wibowo dan Pakereng, 2001) Merger adalah kombinasi dari dua atau lebih satu perusahaan, dengan salah satu nama perusahaan yang bergabung tetap digunakan sedangkan yang lain dihilangkan. Sedangkan menurut Rajesh (2015) penggabungan (merger) adalah kombinasi dari dua perusahaan yang lebih besar. Dalam merger, perusahaan yang mengakuisisi mengambil alih aset dan kewajiban dari target atau perusahaan yang bergabung. Mustofa (2017:187) merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan, biasanya hanya satu nama perusahaan yang tetap ada, sedangkan nama perusahaan lainyya akan hilang. Sedangkan akuisisi adalah pembelian perusahaan oleh perusahaan lainnya, baik dilakukan secara tunai, maupun dibayar dengan menggunakan saham perusahaan yang membeli tersebut. Wiyono & Kusuma (2017:349) Merger adalah salah satu bentuk penyerapan oleh satu perusahaan terhadap perusahaan lain. Jika dua perusahaan, A dan B, melakukan merger, maka hanya akan ada satu perusahaan saja, yaitu A atau B. Pada sebagian besar kasus merger, perusahaan yang mempunyai ukuran lebih besar yang dipertahankan hidup dan tetap mempertahankan nama serta status hukumnya, sedangkan perusahaan yang lebih kecil (yang dimerger) akan



menghentikan aktivitasnya atau dibubarkan sebagai badan hukum. Pihak yang menerima merger dinamakan surviving firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm). Sementara itu, perusahaan yang berhenti setelah merger dinamakan merger firm. Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran (size) yang semakin besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merger firm dialihkan ke surviving firm. Dengan demikian dia tidak lagi bertindak secara hukum atas nama sendiri.



Gambar 2.1 Ilustrasi merger



A



B



Sebelum



B



Sesudah



(Sumber: Wiyono & Kusuma, 2017) Pada gambar ilustrasi diatas A menggabungkan dirinya terhadap B, sehingga secara hukum A menjadi bubar sedangkan seluruh aktiva dan pasiva A secara hukum beralih kepada B. demikian pula pada pemilik saham, seluruh pemilik saham A secara hukum menjadi pemilik daham B (Wiyono & Kusuma, 2017).



Merger berasal dari kata “mergere” (latin) yang artinya: (1) begabung bersama, menyatu, berkomunikasi. (2) menyebabkan hilangnya identittas karena terserap atau tertelan tertentu. Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang mengambil atau membeli semua aset dan liabilities perusahaan yang dimerger dengan begitu perusahaan yang memerger memiliki paling tidak 50 persen dan perusahaan yang digabung berhenti beroperasi dan pemegang saham menerima sejumlai uang tunai atau saham diperussahaan baru (Myers & Marcus, 1999 dalam Sundari, 2016). PSAK No.22 dalam Sundari (2016) mendefinisikan bahwa merger merupsksn penggabungan badan usaha sebaagai penyatuan dua perusahaan atau lebih yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan.



2.1.3 Pengertian Akuisisi Peraturan Perundangundangan Republik Indonesia No.56 Tahun 2010 dalam (KPPU) pengambilalihan (akuisisi) adalah tindakan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambil alih saham badan usaha yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas badan udaha. Menurut Rajesh (2015) akuisisi adalah istilah yang lebih umum yang menyelimuti sejumlah transaksi akuisisi. Hal tersebut dapat menjadi akuisisi kontrol yang mengarah kepada pengambilanalihan



perusahaan. Pengambilalihan dapat berupa aset berwujud, aset tidak berwujud, hak, dan jenis kewajiban lainnya. Foster (1986) dalam Wibowo dan Pakereng (2001) akuisisi didefinisikan sebagai pembelian seluruh atau sebagian kepemilikan suatu perusahaan, yang dapat dilakukan melalui merger atau tender offer. Rusnanda & Pardi (2013) akuisis berasal dari kata latin “acquitio”



dan



acquisition



(inggris),



secara



harfiah



akuisisi



mempunyai makna membeli atau mendapatkan suatu obyek untuk ditambahkan pada suatu obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Pengertian akuisisi secara terminologi adalah pengambilalihan (takrover) sebuah aset dengan membeli atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. Wiyono & Kusuma (2017) akuisisi adalah pengambilan kepemilikan dan kontrol manajemen oleh satu perusahaan terhadap perusahaan yang lain. Dengan demikian kontrol yang akan membedakan antara merger dan akuisisi. Akuisisi dalam termonologi bisnis



diartikan



sebagai



pengambilalihan



kepemilikan



atau



pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusahaan lain. Dalam peristiwa ini baik perusahaan pengambil alih atau yang diambilalih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah. Sementara itu peraturan pemerintah RI Nomor 27 tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan terbatas



mendefinisikan bahwa akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk pengambilalih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Sedangkan perspektif akuntansi mengenai akuisisi dalam PSAK No. 22 paragraf 08 menjelaskan bahwa akuisisi adalah suatu bentuk penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva dan operasi peruasahaan yang diakuisisi, dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham. Sementara Menurut Moin (2003) dalam Rusnanda & Pardi (2013). Akuisisi merupakan pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau asset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan pengembil alih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hokum yang terpisah. Misalkan perusahaan A yang mengakuisisi perusahaan B dengan menggunakan pembelian saham atau asset perusahaan maka kedua perusahaan akan tetap ada yang mana perusahaan A mengambil alih perusahaan B dan dijadikan anak perusahaan A (Rusnanda dan Pardi, 2013). Ilustrasi akuisisi berarti perusahaan A membeli perusahaan B. Perusahaan B menjadi dimiliki sepenuhnya oleh perusahaan A, tetapi perusahaan B masih ada dalam pra diakuisisinya. Namun kontrol terhadap perusahaan B dipegang oleh perusahaan A, bukan oleh



pemegang saham sebelumnya. Dengan kata lain, perusahaan yang diakuisisi biasanya akan berjalan sebagai anak perusahaan dari pegakuisisi (Roberts et al, 2010 dalam Josua et al, 2018). Gambar 2.2 Ilustrasi akuisisi A



B



X



A



Y



Sebelum



X



B



Y Sesudah



(Sumber: Wiyono & Kusuma, 2017) Dalam ilustrasi diatas, A mengambil alih kendali atas Y sehingga A menjadi pemegang saham dan pengendali dari Y. Tidak ada pengambilalihan aktiva dan pasiva baik dari Y kepada A Maupun sebaliknya (Wiyono & Kusuma, 2017). Akuisisi dapat dibedakan menjadi akuisisi saham dan aset. Akuisisi saham merupakan pengambil alihan atau membeli saham perusahaan dengan menggunakan kas, saham atau sekuritas lain. Akuisisi saham biasanya melalui tahap penawaran oleh perusahaan penawar kepada pemegang saham perusahaan target. Akuisisi dapat dilakukan tanpa persetujuan dari pihak manajemen (hostile takeover). Oleh sebab itu akuisisi ini disebut akuisisi bersahabat. Sedangkan akuisisi aset dilakukan dengan cara membekukan sebagian aset perusahaan terget oleh perusahaan pengakuisisi. Akuisisi ini



membutuhkan suara dari pemegang saham perusahaan target untuk menyetujui pengambil alihan perusahaan (Rachmawati & Tandelilin, 2000 dalam Khairudin & Wulandari, 2017).



2.1.4 Tujuan Merger Tujuan 2017:189-190)



utama



perusahaan



adalah



untuk



melakukan



merger



(Mustofa,



meningkatkan



nilai



kombinasi



perusahaan, yang akan muncul “manfaat” yang disebut dengan “sinergi”. Tujuan lain yang mendorong perusahaan melakukan merger adalah: 1. Economies of scale, adalah skala operasi dengan biaya rata-rata terendah. Dengan adanya merger terjadi penghematan biaya yang dikeluarkan terhadap fasilitas operasi, seperti pengadaan bahan, proses produksi, pemasaran, keuangan, personalia dan juga bidang administrasi, sehingga memperoleh sinergi atau manfaat dari prnggunaan sumberdaya yang ada. 2. Memperbaiki manajemen, perusahaan dapat mempertahankan karyawan hanya pada tingkat yang benar-benar diperlukan, serta efisiensi dan produktofitaskaryawan, disamping memperoleh manajer yang profesional, sehingga kemakmuran pemegang saham dapat ditingkatkan. 3. Penghematan pajak, yaitu dengan penggabungan perusahaan lain yang memperoleh laba agar pajak yang dibayarkan oleh perusahaan yang profitable dapat lebih kecil.



4. Diversifikasi usaha, yaitu dengan penggabungan perusahaan yang berbeda usaha, maka akan dimiliki bermacam-macam jenis usaha yang lebih besar tanpa harus melakukan dari awal. Dengan diversifikasi, resiko yang dihadapi akan lebih kecil atas suatu saham akan dapat dikompensasi oleh saham yang lain.



2.1.5 Tipe-Tipe Merger Dan Akuisisi 2.1.5.1 Tipe Merger Perusahaan memiliki banyak alternatif dari tipe-tipe merger yang ada seperti merger horizontal, merger vertikal, Congeneric merger dan Conglomerate merger (Mustofa, 2017:188-189) 1. Horizontal



merger,



terjadi



apabila



perusahaan



menggabungkan diri dengan perusahaan lain dalam jenis bisnis yang sama. Dengan kata lain perusahaan yang menggabung, menghasilkan produk atau jasa yang sama. Contoh perusahaan penerbangan Garuda dengan perusahaan penerbangan citilink. 2. Vertical merger, terjadi penggabungan perusahaan yang dimiliki keterkaitan antara input-output maupun pemasaran. Contoh perusahaan pembuat pakaian jadi atau garmen bergabung dengan perusahaan tekstil. 3. Congeneric merger, yaitu penggabungan dua perusahaan atau lebih yang sejenis atau dalam industri ang sama, tetapi tidak memproduksi produk yang sama, maupuntidak ada



keterkaitan supplier, tetapi saling membutukan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya. Contoh perusahaan



perhotelan



bergabung



dengan



prusahaan



pencuci pakaian. 4. Conglomerate merger, yaitu penggabungan dua atau lebih perusahaan dari industri yang berbeda, yang tidak ada keterkaitannya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Contoh perusahaan industri lat rumah tangga gabung dengan perusahaan real eatate, dan lain-lain. Tipe merger jika ditinjau dari prosesnya (Husnan, 2002) ada dua tipe, diantaranya: 1. Akuisisi bersahabat ( Friendly Merger) Proses akuisisi ini disepakati oleh kedua belah pihak dengan cara sebagi berikut: a. Mengidentifikasikan perusahaan yang akan dijadikan target merger dan akuisisi. b. Menentukan harga beli yang bersidia dibayarkan kepada perusahaan target. c. Manajer perusahaan yang akan membeli menghubungi target



menyetujui,



maka



penggabungan



tersebut



dilakukan dengan baik secara tunai dengan kesepakatan kedua belah pihak. 2. Hostile Takeover



Proses ini terjadi apabila perusahaan yang akan dimerger keberatan dengan alasan harga yang ditetapkan terlalu rendah (uneder value) atau dikarenakan manajer enggan kehilangan jabatannya, sehingga melakukan berbagai macam cara untuk menggagalkan kegiatan merger ini. 2.1.5.2 Akuisisi saham Wiyono



&



Kusuma



(2017:356)



akuisisi



saham



dilakukan dengan cara membeli saham perusahaan target. Cara ini biasanya juga dikaitkan dengan posisi manajemen (direktur) yang mengelola perusahaan target. 2.1.5.3 Akuisisi Aset Wiyono & Kusuma (2017:356) sebuah perusahaan dapat melakukan akuisisi terhadap perusahaan lain dengan cara membeli sebagian atau seluruh aset perusahaan target. Dalam hal ini, perusahaan target hanya bertujuan menjual aset perusahaan karena perusahaan membutuhkan dana segar (liquid cash) untuk kepentingan perusahaan. 2.1.6 Siklus hidup merger dan akuisisi Beberpa tahapan yang dapat diidentifikasikan yang harus dilalui perusahaan yang melaksanakan merger dan akuisisi (Roberts, 2010 dalam Josua et al, 2018) diantaranya: 1. Para manajer senior dari salah satu perusahan memulai proses dan kemudian dilanjutkan pada tahap kelayakan, pada tahap ini pada



bidang keuangan berdasarkan motif kegiatan merger dan akuisisi melakukan analisis karekteristik keuangan secara detail, skala waktu yang diproyeksikan, dan generasi sinergi. 2. Tahap kelayakan, pada tahap kelayakan ini perusahaan dapat berkomitmen



untuk



melanjutkan



tahap



berikutnya



dengan



mengalokasikan dana dan sumber daya yang diperlukan dalam mengimplementasikan merger dan akuisi. 3. Proses negosiasi pra-merger, pada tahap ini manajemen puncak dari kedua perusahaan menegosiasikan struktur dan format perusahaan gabungan baru. 4. Setelah tahap negosiasi disetujui, hasih yang dibuat menjadi kontrak merger dan akuisisi yang terperinci. Didalam kontrak ini menjelaskan tentang hak dan kewajiban masing-masing perusahaan merger dan akuisisi dalam hal kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya. 5. Tahap implementasi, merupakan tahap pelaksanaan merger dan akuisisi. 6. Tahap comissioning, merupakan tahap jangka panjang dimana perusahaan telah terbiasa dengan struktur organisasi yang baru.



2.1.7 Motif Merger dan Akuisisi Terdapat dua motif menurut Motis (2007) dalam Josuaet al (2018) yang menyebabkan perusahaan bersedia melakukan merger dan akuisisi, yaitu:



1. Keuntungan pemegang saham yang berfokus untuk meningkatkan laba dan dengan demikian pemegang saham dapat mendapatkan keuntungan. 2. Keuntungan



manajerial,



manajer



memiliki



motif



untuk



memaksimalkan nilai perusahaan. Wiyono & Kusuma (2017:351-352) mengemukakan motif merger dan akuisisi secara umum, yaitu: 1. Motif Ekonomi Dalam perspektif manajemen keuangan adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah mencapai peningkatan nilai tersebut. Perusahaan harus melakukan implementasi program melalui langkah-langkah kongkrit misalnya melalui efisiensi produksi, peningkatan penjualan, pemberdayaan dan produktivitas sumberdaya manusia. Selain itu, motif ekonomi merger dan akuisisi yang lain meliputi: 1) Mengurangi waktu, biaya dan risiko kegagalan pasar. 2) Mengakses reputasi teknologi, produksi dan merk dagang. 3) Memperoleh sumberdaya manusia profesional. 4) Membangun kekuatan pasar (market power). 5) Membangun kekuatan monopoli. 6) Memperluas pangsa pasar.



7) Mengurangi persaingan. 8) Mendiversifikasi lini produk. 9) Mempercepat pertumbuhan. 10) Menstabilkan cash flow dan keuntungan. 2. Motif sinergi Sinergi yang besar dan kuat merupakan alasan utama bagi para pembeli untuk bersedia membeli dengan harga yang tinggi, melebihi nilai yang sebenarnya dari perusahaan yang diminati. Sinergi mengacu pada reaksi yang ditimbulkan ketika dua perusahaan digabungkan untuk menghasilkan efek yang lebih baik bagi kedua entitas yang bersangkutan dari pada masing-masing perusahaan melakukan kegiatan operasinya secara independen. Hal ini dapat digambarkan sebagai “2+2 = 5”. Dalam merger, hal tersebut sebagai kemampuan dari dua atau lebih perusahaan yang digabungkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan



jika



perusahaan



tersebut



beroperasi



secara



independen. Ada dua tipe sinergi, yaitu: 1) Sinergi operasional, mengacu pada peningkatan pendapatan (Revenue enhancement) dan pengurangan/efisiensi biaya (cost reduction). 2) Sinergi



keuangan,



mengacu



pada



kemungkinan



untuk



mendapatkan cost of capital yang lebih rendah dari pada penggabungan dua atau lebih perusahaan.



3. Motif neragukan (dubious) Terkadang akuisisi dilakukan dengan alasan yang meragukan (dubious). Terdapat dua alasan dubious yang sering disebut adalah diversifikasi dan jumlah earning per share (EPS). Dari konsep CAPM diketahui bahwa diversifikasi tidak menumbulkan manfaat, karena pasar akan menentuka nilai perusahaan berdasarkan atas resiko yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Sementara EPS yang dubious terjadi karena analisis dilakukan atas dasar pertimbangan jumlah EPS saat ini. 4. Motif pertimbangan pajak Perusahaan yang menguntungkan dan berada pada rentang tarif pajak yang tertinggi dapat mengakuisisi sebuah perusahaan yang memiliki akumulasi kerugian pajak dalam jumlah besar. Kerugian tersebut kemudian dapat diperhitungkan sebagai penghematan pajak. 5. Melindungi diri dari pengambilalihan Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan utang, karena beban utang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi ditanggung oleh bidding firm yang berminat. 6. Motif diversifikasi



Diversifikasi merupakan strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksudkan untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing dan dapat mengurangi risiko ketergantungan



terhadap



satu



core



business.perusahaan



mendiversifikasi usahanya melalui akuisisi perusahaan lain bertujuan untuk mengurangi ketidakstabilan arus penerimaan kas dan keuntungan. 7. Motif keterampilan manajemen dan teknologi Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang sudah modern. 8. Motif pribadi manajemen Motif non-ekonomi ini berasal dari kepentingan personal (personal interest motive) dari manajemen perusahaan maupun dari pemilik perusahaan. Menurut Tarigan (2017) dalam Josua et al (2018), faktor-faktor yang dapat menghasilkan keuntungan pemegang saham adalah: 1. Pertumbuhan Sebagian besar perusahaan memilih untuk tumbuh dengan sarana eksternal seperti merger dan akuisisi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan akses ke lini produk baru, segmen pelanggan, atau



geografis. Dengan menggunakan strategi ini perusahaaan tidak perlu memulai dari bawah untuk melakukan ekspansi. Namun, sumberdaya keuangan perlu dilakukan merger dan akuisisi lebih besar karena goodwill diperlukan untuk memotivasi perusahaan dengan sasaran yang sudah memiliki keterampilan yang baik. 2. Sinergi Menggabungkan kedua perusahaan menghasilkan nilai tambah lebih besar dari masing-masing perusahaan berdiri sendiri atau “1+1=3” sudut pandang. Nilai tambah nilai dapat diperoleg dari pangsa pasar yang luas dan lebih besar, meningkatkan teknologi atau pengetahuan, bagaimana memperluas penawaran, mengurangi biaya tenaga kerja, biaya operasi, dan pencapaian skala ekonomi (Eliasson dalam Josua, Alfonis, dan Hatane, 2018).



2.1.8 Merger dan Akuisisi Yang Baik Dan Yang Tidak Baik 2.1.8.1 Alasan Masuk Akal Mahmud & Hanafi (2017) merger dapat mendatangkan manfaat ekonomis melalui beberapa cara. Berikut adalah alasan yang masuk akal (benar) yang sering disebut sebagai sumber sinergi dalam merger : 1. Skala ekonomi Meskipun skala ekonomi dapat menjadi alasan terjadinya merger, tetapi skala ekonomi dapat dicapai tidak harus melalui merger. Bahkan dalam beberapa keadaan, cara yang



paling baik untuk mencapai skala ekonomi justru tidak melakukan merger. Penggabungan (merger) tidak dilakukan dengan baik, maka unit usaha yang bergabung barangkali akan berjalan sendiri, dan tidak memanfaatkan skala ekonomi. 2. Pengendalian Beberapa perusahaan melakukan merger untuk memperoleh pengendalian yang lebih baik terhadap jalur produksi/ atau industri. Apabila perusahaan ingin mendapatkan pasokan bahan



baku



yang



statil,



maka



dapat



mengakuisisi



perusahaan pemasok. Merger ini sering disebut sebagai integrasi kebelakang (backward integration). Kemudian, jika perusahaan tersebut ingin mempunyai kendali atas distribusi/pelayanan kepada konsumen, perusahaan tersebut dapat membeli perusahaan ritel. Merger ini sering disebut sebagai integrasi ke depan (forward integration). 3. Pajak Merger dapat dilakukan dengan tujuan untuk penghematan pajak. Misalkan perusahaan yang dibeli mengalami akumulasi kerugian yang cukup besar, karena perusahaan yang membeli (partner)mempunyai keuntungan yang cukup tinggi maka kerugian ditransfer ke perusahaan yang membeli (tax carry backward and/or forward). Pajak yang



dibayarkan oleh perusahaan gabungan (partner) akan berkurang dibanding dengan jika tidak bergabung. 4. Menggabungkan sumber daya Perusahaan



dapat



membeli



perusahaan



lain



yang



mempunyai sumber daya yang bisa melengkapi sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan pembeli. 5. Menghilangkan ketidak efisienan Jika manajer tidak kompeten menjalankan perusahaannya, perusahaan menjadi tidak kompeten. Manajer harus berhenti dan digantikan oleh manajer yang lebih baik. Manajer tidak dapat memecat dirinya sendiri. Pemegang saham dalam situasi tertentu juga tidak dapat memecat manajer yang tidak kompeten. Apalagi jika kepemilikan pemegang saham menyebar luas. Dalam keadaan ini, manajer praktis menjadi pihak yang paling berkuasa di perusahaan. Merger atau akuisisi menjadi alternatif untuk menghilangkan manajer yang tidak kompeten. Kemudian setelah merger, manajer dapat digantikan oleh manajer yang lebih kompeten. 6.



Memaksa pendistribusian kas Manajer cenderung ingin memegang kendali atas kas. Akan tetapi manajer tidak ingin membagikan aliran kas tersebut kepada pemegang saham, situasi ini sering disebut dengan free cash flow antara pemegang saham dengan manajer.



Kegiatan merger dan akuisisi merupakan salah satu cara untuk memaksa manajer membayar kas kepada pemegang saham (investor). Perusahaan dengan karakteristik seperti ini cenderung mempunyai nilai yang rendah (undervalued). 2.1.8.2 Alasan Tidak Masuk Akal Mahmud & Hanafi (2017) Alasan yang tidak masuk akal dalam merger dan akuisisi yaitu : 1. Diversifikasi Diversifikasi dapat mengurangi risiko. Jika perusahaan melakukan merger, perusahaan dapat mengurangi risiko. Sekilas argumen tersebut masuk akal. Tetapi dari sisi investor dapat melakukannya secara langsung (lever personal) dengan relatif leih mudah. Karena dapat dilakukannya



sendiri,



upaya



yang



dilakukan



oleh



perusahaan tidak dinilai lebih oleh investor. 2. Meningkatkan pertumbuhan Meningkatkan pertumbuhan tanpa diikuti oleh peningkatan sinergi, bukan merupakan alasan yang tepat dalam mmerger. Perusahaan akan memperbesar perusahaan. Tetapi tanpa peningkatan sinergi, maka tidak ada pengaruh positif terhadap pemegang saham. Pertumbuhan semacam ini hanya akan penguntungkan manajer, karena mengelola



perusahaan akan lebih prestisius dibandingkan dengan mengelola perusahaan kecil. 3. Meningkatkan EPS Tujuan ini dianggap tidak masuk akal, karena peningkatan EPS belum tentu meningkatkan nilai tambah terhadap pemegang



saham.



Peningkatan



EPS



tanpa



melalui



peningkatan sinergi/efisiensi hanya akan menciptakan peraangkap bagi perusahaan, karena untuk meningkatkan EPS,



maka



hanya



bisa



dilakukan



merger



untuk



meningkatkan EPS. 2.1.8.3 Alasan Lainnya yang Tidak Nampak Motif lain yang tidak nampak oleh pihak luar ialah keinginan manajer untuk mempertahankan sumber daya perusahaan. Caranya adalah dengan membeli perusahaan lain, yang berarti perusahaan tidak jatuh kepada pihak lain. Dengan cara tersebut manajer masih memegang kendali atas sumber daya perusahaan. Tentu saja merger semacam ini bukan merger yang baik bagi pemegang saham. Perusahaan yang melakukan merger semacam ini akan menjadi target akuisisi perusahaan lain.



Akuisisi



dan



merger



tersebut



bertujuan



untuk



mengeluarkan kas dari perusahaan tersebut. Dengan kata lain merger dan akuisisi dapat dipandang sebagai pemecahan terhadap agency problem of free cash flow. Di sisi lain, agency



problrm of free cash flow dapat menjadi penyebab merger dan akuisisi yang tidak sehat. Mootif lain adalah adanya kemungkinan manajer terjangkit penyakit “hubris” (animal spirit atau semangat binatang) manajer akan bertindak diluar batas rasional, termasuk dalam melakukan kegiatan merger dan akuisisi (Mahmud & Hanafi, 2017).



2.1.8.4 Siapa Untung, Siapa Rugi dari Merger Dan Akuisisi ? Mahmud & Hanafi (2017) studi untuk mengetahui apakah kegiatan merger dan akuisisi mempunyai manfaat ekonomis aada dua kerangka, yaitu: 1. Studi Ex-ante (masa depan) Studi ini dapat dilakukan oleh kalangan akademisi. Asumsi: pasar efisien, bisa memperkirakan potensi sinergi, harga yang dibayar, kemampuan integrasi. Tabel dibawah ini adalah hasil ringkasan yang diperoleh untuk jenis-jenis akuisisi dan untuk pengakuisisi perusahaan yang diakuisisi. Tabel 2.3 Ringkasan Perolehan Tipe Merger Tender offer



Rata-rata return untuk pemegang saham (%) Perusahaan yang diakuisisi Perusahaan yang mengakuisisi



20 2-3 (tidak signifikan)



Perusahaan yang diakuisisi



35



Perusahaan yang mengakuisisi



2-5



Spin-off



2-5



Divertasi: Sell-off



Penjual



0.5-1.0



Pembeli



0.34



Equity Carve Out



2



Berikut ini adalah ciri transaksi merger dan akuisisi yang baik ( Mahmud & Hanafi, 2017) : 1) Penciptaan nilai yang lebih besar. Jika penciptaan nilai cukup signifikan, maka profabilitas untuk transaksi yang sukses



akan



semakin



besar.



Jika



transaksi



hanya



diperkirakan marginal atau jelek, saham jatuh 98%. 2) Premium yang dibayarkan rendah. Pengakuisisi yang membayarkan premium rendah (10% atau tidak ada premium)



akan



memperoleh



tiga



kali



lebih



besar



kemungkinan memperoleh reaksi positif dari pasar, alasannya: a. Daftar harga pasar perusahaan keseluruhan yang bisa dipakai dasar negoisasi relatif kurang. b. Integrasi divisi bisa dilakukan lebih cepat. 3) Pengakuisisi yang baik. Pengakuisisi yang baik, dengan ROIC diatas rata-rata industri akan mempunyai reaksi yang positif, sementara yang dibawah akan mengalami penurunan harga saham.



2. Studi Ex-post (masa lalu) Memfokuskan merger dan akuisisi dengan menggunakan data masa lalu. Studi oleh McKinsey terhadap 116 akuisisi di US dan UK 61 persen gagal, 23 persen sukses. Untuk 97 sampel yang clear winners atau loser, profabilitas sukses sebesar 45 persen adalah pengakuisisi yang membeli perusahaan yang lebih kecil kegiatan bisnis yang berkaitan. Jika target besar dan tidak berkaitan, tingkat kesuksesan turun menjadi 14 persen. Dari 23 persen yang sukses, 92 persen oleh pengakuisisi yang mempunyai performance care business yang baik. 2.1.9 Faktor-Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Merger dan akuisisi Menurut Mallikarjunappa dan Nayak (2007) dalam Josua et al (2018), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kegagalan merger dan akuisisi, yaitu: 1. Ukuran masalah, ketidakcocokan dalam ukuran antara pengakuisisi dan



atrget



perusahaan,



sering



disebut



akuisisi



gangguan



pencernaan, hal ini dapat terjadi ketika perusahaan memperoleh perusahaan terlalu besar atau tidak memberikan dan perhatian yang kecil. 2. Diversifikasi,



pengelolaan



yang



gagal



karena



kurangnya



pengetahuan industri, kurangnya fokus, dan ketidakmampuan untuk mendapatkan strategi yang berarti.



3. Kecocokan dan budaya yang buruk, kesesuaian antara praktik administratif dan budaya, dan karakteristik personil. Hal ini akan memudahkan komunikasi dan meminimalkan kesalah pahaman selama tahai implementasi, sehingga memudahkan transfer pengetahuan dan keterampilan. 4. Sasaran strategi yang buruk, merger dan akuisisi dengan kecocokan strategis dapat meninfkatkan profabilitas melalui pegurangan overhead, pemanfaatan fasilitas yang efektif, biaya modal yang lebih rendah dan penyebaran surplus uang tunai untuk memperluas bisnis dengan hasil yang lebih tinggi. 5. Uji tuntas yang tidak lengkap dan tidak memadai, kurangnya analisis terperinci dari semua hal-hal penting dari kedua perusahaan. Uji tuntas harus dilakukan pada durasi yang realistis. 6. Integrasi yang dikelola dengan buruk, integrasi perusahaan membutuhkan kualitas pengelolaan yang tinggi, hal ini harus direncanakan dan dirancang pada periode pra-akuisisi sehingga implementasinya dapat berjalan dengan lancar. 7. Kegagalan kepemimpinan, suatu gaya yang harus dihadapi dalam menghadapi merger. Manajemen harus mengelola tindakan dengan dengan baik dan mengatur laju integrasi. Selain itu, berbicara atau berkomunikasi dengan karyawan adalah hal yang penting untuk meminimalkan ketidakpastian dan menjaga kepercayaan karyawan.



2.1.9.1 Penyebab kegagalan Merger dan Kkuisisi Mahmud



&



Hanafi



(2017)



ada



dua



kemungkinan penyebab kegagalan merger dan akuisisi, yaitu : 1.



Membayar terlalu mahal, hal ini akan menyebabkan meningkatnya biaya sehingga menjadi melebihi manfaat merger dan akuisisi. Penyebab terjadinya pembayaran yang terlalu mahal adalah : 1) Terlalu optimis terhadap potensi pasar. 2) Over-estimasi sinergi. 3) Tidak memperhatikan potensi problem. 4) Overbidding. 5) Integrasi post-akuisisi yang kurang baik.



2. Manajemen



post-akuisisi



yang



kurang



baik



akan



menyebabkan proses pperalihan menjadi tidak lancar dan meningkatkan potensi kegagalan. 2.1.9.2 Langkah-Langkah untuk Merger dan Akuisisi yang Sukses Mahmud & Hanafi (2017) setelah melihat motif-motif merger dan akuisisi, melihat kemungkinan penyebab merger dan akuisisi yang baik dan tidak baik. Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan agar kegiatan merger dan akuisisi sukses: 1. Langkah pre-akuisisi



Langkah ini memperjelas visi bagaimana meningkatkan nilai. Terdapat tiga cara, yaitu: 1) Memperkuat core business dengan memperoleh akses ke konsumen baru atau produk/jasa yang komplemen. 2) Memanfaatkan economic of scale (distribusi atau manufaktur). 3) Memanfaatkan tranfer teknologi. 2. Mengidentifikasikan kandidat Harus lebih aktis, jangan menunggu tawaran dari bank. Bisa membuat semacam database, baik untuk perusahaan public atau private, target yang ideal lebih di identifikasikan: bisnis yang berkaitan, bisa di integrasikandengan lebih mudah, dapat dijangkau harganya, dan dapat dibeli. 3. Menilai kandidat lebih mendalam Nilai yang diperoleh akan di bandingkan dengan harga yang akan dibayar. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa sinergi, yaitu: 1) Universal: dapat dimanfaatkan oleh setiap pengakuisisi. 2) Endemic: dapat dimanfaat oleh beberapa pengakuisisi, misal yang sama di dalam industri. 3) Unique: hanya dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu saja. 4) Melakukan kontak, negoisasi.



4. Melakukan



untuk



kandidat



yang



utama.



Sekaligus



melakukan negoisasi dan mempelajari situasi target. 5. Manajemen post-merger Integrasi target. Dibawah ini kerangka analisis must-to-do. Tabel 2.4 kerangka must-to-do Must-to-do Define new 1. Unifity strategic direction business model 2. Develop new operating model 3. Set clear targets, accountability, and performance incentives Resolve



4. Decide top management 5. Embrace top performers 6. Communicate to get employee buy-in



Respod to external presures



7. Sell deal to key customers 8. Communicate with external stakeholders 9. Keep regulators satisfied



2.1.10 Penilaian Merger Dan Akuisisi Menurut Rajesh et al (2015) dalam penilaian merger dan akuisisi, ivestor membuat keputusan berdasarkan harapan kinerja masa depan. Analis harus mendasarkan perkiraan pada perkiraan masa depan dari pada hasil dimasa lalu. Realitas ekonomimerupakan nilai nyata yang didasarkanMerger pada arus kas dari pada laba akuntansi. sudah efektif Gambar 2.3 Penilaian Merger Memenuhi syarat



Pemberitahuan KPPU



Penilaian



Pendapat KPPU



Sumber: KPPU Mahmud & Hanafi (2017) penilaian merger dan akuisisi merupakan isu yang penting, karena merupakan salah satu faktor merger dan akuisisi yang tidak sukses adalah membayar terlalu mahal, terlalu optimis terhadap prospek merger dan akuisisi (tidak realistis). Penilaian merger dan akuisisi pada dasarnya pada dasarnya sama dengan penganggaran modal dalam keputusan investasi. Kemudian, persoalan penganggaran modal pada dasarnya adalah persoalan nilai waktu uang. 2.1.10.1 Implementasi Dan Manajemen Merger Dan Akuisisi Mahmud & Hanafi (2017) merger dan akuisisi yang baik harus sesuai dengan kerangka strategis perusahaan atau organisasi. Langkah-langkah interaktif yang harus dilakukan sebagai untuk merger dan akuisisi yang baik adalah sebagai berikut: 1.



Proses straategis untuk pertumbuhan nilai.



2.



Analisis karakteristik industri.



3.



Strategi berganda untuk pertumbuhan nilai.



4.



Proses pencarian.



5.



Melihat potensi ekonomis melalui sinergi.



6.



Melihat potensi ekonomis melalui restrukturisasi.



7.



Due diligence – hukum dan bisnis.



8.



Faktor budaya.



9.



Penilaian.



10. Negoisasi. 11. Struktur deal 12. Implementasi. 13. Review dan proses baru. Mahmud & Hanafi (2017) proses strategis merger dan akuisisi mempenyai karakteristik sebagai berikut: 1) Melakukan



analisis



lingkungan



meliputi



analisis



lingkungan baru. 2) Kemampuan, misi, dan interaksinya dengan lingkungan, dilihat dari sudut pandang perusahaan. 3) Tujuan perusahaan. 4) Penekanan pada proses, kebutuhan akan koordinasi dan konsistensi. 5) Pengakuan akan kebutuhan untuk bisa beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. 6) Integrasi perencanaan ke dalam sistem kompensasi.



2.1.10.2 Strategi dan Tak Tik Merger dan Akuisisi Mahmud & Hanafi (2017) Jika suatu perusahaan ingin mengakuisisi atau menggabungkan diri dengan perusahaan lain, maka perusahaan perlu melakukan langkah-langkah ofensif. Apabila perusahaan yang diincar (target) tidak mau dibeli atau bergabung, maka langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah mempertahankan diri dari serangan (defensif). 1. Strategi dan langkah ofensif Langkah-langkah yang dapat dilakukan, yaitu: a. Perusahaan dapat melakukan langkah awal dengan jalan membeli saham perusahaan target melalui pasar saham. b. Perusahaan dapat melakukan tender offer atau tetap melakukan pembelian di pasar saham. Dalam tender offer perusahaan mengumumkan akan membeli saham dengan harga tertentu. Investor yang tertarik dapat menjual sahamnya kepada perusahaan pengakuisisi. Perusahaan juga dapat melakukan kombinasi antar keduanya, bisa juga dapat digabungkan dengan kontes proksi, perusahaan membujuk pemegang saham lain untuk



mewakilkan



pengakuisisi.



suaranya



kepada



perusahaan



c. LBO (laveraged buy out), yaitu membeli perusahaan lain



dengan



menggunakan



utang



yang



tinggi.



Perusahaan mempunyai utang sangat besar. Setelah terjadi akuisisi, perusahaan gabungan (yang membeli dari target) akan mempunyai utang yang tinggi, dengan kewajiban yang tinggi. Utang yang tinggi tersebut dapat berpengaruh pada efek perilaku dan ekonomis. Efek ekonomis yang diperoleh adalah penghematan pajak yang tinggi. Degree of financial laverge yang tinggi membuat perusahaan memperoleh EPS yang tinggi pula. Efek perilaku muncul dari kedisiplinan manajer yang semakin tinggi. d. Junk bond, obligasi yang tidak dirating karena risikonya tinggi. 2. Strategi dan tak tik defensif a. Strategi pencegahan Strategi pencegahan bertujuan menjadikan target tidak menarik untuk diambil alih oleh perusahaan lain. Ketidak menarikan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:  Menaikkan utang untuk membeli saham sehingga terkonsentrasi.  Menaikkan dividen.



 Perjanjian utang: pembayaran dipercepat jika terjadi takeover.  Invest excess cash ke proyek dengan NPV positif.  Beli perusahaan lain.  Undervalue asser: sell=of atau restrukturisasi untuk meningkatkan nilai. b. Strategi pertahanan aktif Jika perusahaan terjadi serangan akuisisi, perlawanan yang dapat dilakukan ada beberapa cara, yaitu :  Ligitation: target dapat menghindari pengambilalihan jalur hukum. Target bisa antitrust, disclosure tidak cukup, fraud.  Greenmail: pembelian blok saham dari pemegang saham tertentu dengan premium. Transaksi ini disertai dengan perjanjian bahwa pemegang saham tertentu tersebut



akan



berhenti



melakukan



upaya



pengambilalihan perusahaan dalam jangka waktu tertentu (standstill agreement).  Pac man defense: perusahaan target melakukan pembalasan dengan membeli saham bidder. Strategi ini



akan



efektif



apabila



target



lebih



besar



dibandingkan dengan pengakuisisi. Strategi ini bisa tidak



terkendali,



karena



keuadanya



akan



mengeluarkan



biaya



yang



besar



untuk



saling



“menggigit”.  White knight: target dapat mencari partner yang lebih friendly,



karena lebih cocok atau janji tidak akan



memecah target, kemudian dijadikan partner untuk menggagalkan pengambilalihan oleh pihak yang tidak disukai oleh terget.  White squire: berdeda dengan white knight, dalam white squire, partner tidak perlu memiliki kontrol atas terget. Target menjual blog saham kepada white squire, kemudian partner tesebut akan mendukung manajemen dari perusahaan target. 2.1.11 Sumber Return Menurut Muatofa (2017) Return merupakan sesuatu yang memotvasi investor untuk melakukan investasi dan merupakan bentuk imbalan bagi investor atas keberaniannya menanggung resiko atas investasi yang dilakukannya. Ada dua sumber return dari investasi, yaitu: 1. Yield Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari investasi. Contoh: bunga dari obligasi atau deposito, deviden saham. 2. Capital gain (loss)



Capital gain (loss) merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga yang dapat memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor. Return total = yield + capital gain (-loss). Yield bisa berangka (0) atau positif (+). Capital gain (loss) bisa angka negatif (-) atau nol (0) atau positif (+).



2.1.11.1 Abnormal Return Abnormal return pada umumnya menjadi fokus dalam studi yang mengamati reaksi harga dan efisiensi pasar. Abnormal return merupakan selisih antara return yang sesungguhnya terjadi dikurangi return yang diharapkan atau return ekaspansi (Jogiyanto dalam Mochamad, 2017). Dengan kata lain abnormal return kelebihan return yang sesungguhnya terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspansi (return yang diharapkan investor). Return yang sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada awal waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang dengan harga sebelumnya. Sedangkan return yamng diharapkan merupakan return yang harus di estimasi. Abnormal return akan terjadi apabila pengumuman merger dan akuisisi mempunyai kandungan informasi dalam



pangsa pasar yang efisien, harga saham dan tingkat ppengembalian bereaksi dengan adanya pengumuman merger dan akuisisi sehingga dengan memanfaatkan informasi publik (public information), maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan diatas normal. Jogiyanto (2015) dalam Khairudin & Wulandari (2017) untuk mengestimasikan return yang diharapkan ada tiga model, yaitu: 1. Mean Adjusted Model Model disesuaikan rata-rata (Mean Adjusted Model) ini menganggap bahwa ireturn iekspansi bernilai konstan dan sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi return yang diharapkan dihitung dengan cara membagi return realisasi suatu perusahaan pada periode estimasi dengan lamanya periode estimasi. 2. Mean Adjusted Model Return yang diharapkan dihitung dengan dua tahap: Pertama,



Membentuk



model



ekspansi



dengan



menggunakan data reaalisasi selama periode estimasi. Sebelumnya ditentukan dulu event periodnya. Model regresi ekspansi ini dapat dibentuk dengan menggunakan regresi OLS (Ordinary Least Square) untuk memperoleh parameter α (alfa) dan β (beta). Beta dihitung berdasrkan



dara historis dari sekuritas dan return pasar selama periode estimasi. Setelah model-model estimasi setiap sekuritas diperoleh selanjutnya adalah menghitung return estimasi untuk tiap hari periode jendela. Return ekspansi untuk sekurita i pada hari ke-t dapat diestimasikan dengan memasukkan nilai return indeks pasar untuk hari ke-t ke dalam model ekspansinya. Langakah selanjutnya adalah menghitung abnormal return. Abnormal return dihitung dari selisih antara return ekspansi pada periode jendela yang telah ditetapkan sebelumnya. Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi. Alfa menunjukkan intercept dengan sumbu Rit. 3. Market Adjusted model Model disesuaikan pasar Perhitungan return ekspansi dengan model pasar dilakukan dengan dua tahap, yaitu: membentuk model ekspansi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan menggunakan model ekspansi ini untuk mengestimasi return ekspansi diperiode jendela.



Model



ekspansi



dapat



dibentuk



dengan



menggunakan tekni OLS (Ordinary Least Square). Marker Adjusted Model menganggap bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return



indeks



pasar



pada



saat



tersebut.



Dengan



menggunakan model ini tidak perlu meggunakan model estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return saham yang estimasi adlah indeks pasar. 2.2 Penelitian terdahulu 1. Penelitian Khairudin dan Wulandari tahun 2017 yang berjudul “MERGER, AKUISISI DAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)”. Sampel yang diuji sebanyak 38 perusahaan dari berbagai jenis sindustri yang berbeda-beda selama periode 2011-2015. Menggunakan samples pared t-test untuk menguji ada tidaknya abnormal return setelah dan sebelum pengumuman merger dan akuisisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi. 2. Penelitian Auqi tahun 2013 yang berjudul “DAMPAK MERGER DAN AKUISISI TERHADAP ABNORMAL RETURN DAN KINERJA FIRM DISEKITAR PENGUMUMAN MERGER DAN AKUISISI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2012”. Sampel yang diuji sebanyak 32 badan usaha yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan 115 badan usaha yang memiliki laporan keuangan sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi. Dengan pengujian dengan menggunakan t-test, Wilcoxon, dan paired-T. Hasilnya tidak ada dampak yang signifikan yang diterima oleh pemegang saham bidder.



3. Penelitian Amin Wibowo dan Yulita Milla Pakereng tahun 2001 yang berjudul “PENGARUH PENGUMUMAN MERGER DAN AKUISISI TERHADAP



RETURN



SAHAM



PERUSAHAAN



AKUISIATOR



INDUSTRI YANG SAMA DIBURSA EFEK JAKARTA”. Sampel yang diuji sebanyak 35 perusahaan. Menggunakan mean adjusted model untuk mencari return saham. Hasil penelitian bahwa ada pengaruh signifikan sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi. 4. Penelitian Kethlen Fuller, Jefry Netter, dan Mike Stegemoller tahun 2001 yang berjudul “WHAT DO RETURNS TO AQCUIRINGS FIRM TELL US? EVIDENCE FROM FIRMS THAT MAKE MANY AQCUIRUNGS”. Sampel meliputi 539 akuisisi dan 3.135 tawaran. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan yang aktif. No



Peneliti



1.



Muchamad khairudin dan Trisninik Wulandari (2017)



2.



Vally Auqi (2013)



Variabel X: merger dan akuisisi



Metode penelitian



Hasil



t-test



Tidak ada perubahan return sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi.



t-test



Tidak ada dampak yang signifikan yang diterima oleh pemegang bidderi.



Model adjusted model



Terdapat pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi



Y: Kinerja saham X: merger dan akuisisi Y1: abnormal return Y2: kinerja firm



3.



Amin Wibowo dan Yulita Milla Pakereng (2001)



X: merger dan akuisisi Y:return saham



4.



Kethlen Fuller, Jefry Netter, dan Mike Stegemoller (2002)



X: akuisisi Y: return perusahaan



t-test



Terdapat pengaruh signifikan yang aktif



2.3 Kerangka teoritis Berdasarkan latar belakang , perumusan masalah, tujuan penelitian, dan landasan teori yang telah dikemukakan diatas maka hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam sebuah kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut: Gambar 2.4 Kerangka teoritis



Sebelum dan sesudah merger dan akuisisi



Return saham



2.4 Pengembangan Hipotesis Hitt (2002) dalam Khairudin dan Wulandari (2017) megemukakan bahwa merger dan akuisisi dilakukan untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham. Dalam merger dan akuisisi nilai tercipta jika manfaat sinergi diperoleh melalui penggabungan tersebut. Informasi merger dan akuisisi akan menjadi sinyal perusahaan kepada pemegang saham atau inveator. Apabila informasi merger dan akuisisi menjadi sinyal positif bagi investor, maka akan terjadi peningkatan harga saham. Sebaliknya, jika informasi merger dan akuisisi



menjadi sinyal negatif bagi investor, maka akan terjadi penurunan harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo & Pakereng (2001) mengenai pengumuman merger dan akuisisi terhadap return saham perusahaan akuisiator industri yang sama di Bursa Efek Jakarta. Sampel yang diujikan sebanyak 35 perusahaan. Menggunakana metode mean adjusted model untuk mencari return saham. Hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah pengumuman merger dan akuisisi. Informasi tentang merger dan akuisisi mengakibatkan adanya abnormal return saham perusahaan non akuisiator. Fuller et al (2001) mengenai what do returns to aqcuirings firms tell us? Evidence from firms that make many acquirings. Sampel yang diujikan meliputi 539 akuisisi dan 3.135 tawaran. Hasil dari penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan yang aktif. Berdasarkan literatur dan telaah dari beberapa peneliti diatas, hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.