METODE KIMIA YAN AJIE Revisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERIKSAAN FOSFOR ANORGANIK DENGAN METODE PHOSPHOMOLYBDATE UV



METODA KIMIA TAHAP DASAR I : ORIENTASI



Presentan : Yan Ajie Nugroho



Pembimbing :



dr. Dian Ariningrum, M.Kes. ,Sp.PK



PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017



ii



i



LEMBAR PENGESAHAN PEMERIKSAAN FOSFOR ANORGANIK DENGAN METODE PHOSPHOMOLYBDATE UV



METODA KIMIA JENJANG I : TAHAP I : DASAR



Oleh Yan Ajie Nugroho



Dipresentasikan Pada Tanggal



Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh Pembimbing



dr. Dian Ariningrum, M.Kes, Sp.PK NIP.197107202006042001



Kepala Bagian Patologi Klinik



Kepala Program Studi Patologi Klinik



Fakultas Kedokteran UNS



Fakultas Kedokteran UNS



dr. Dian Ariningrum, M.Kes, Sp.PK



dr. B. Rina A. Sidharta, Sp.PK-K



NIP.197107202006042001



NIP 196304221988122001 ii



DAFTAR ISI



Halaman LembarPengesahan …………………………………………………………........ Daftar Isi …………………………………………………………………..…...... Daftar Tabel………………………………………………….…………………… Daftar Gambar………………………………………………….………………… BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………................... BAB II. PEMERIKSAAN FOSFOR ANORGANIK DENGAN METODE PHOSPHOMOLYBDATE UV A. Tahap Pra Analitik...………………………………………................... B. Tahap Analitik………….......…….………………................................. C. Tahap Pasca Analitik ………………………......………………............ BAB III. SIMPULAN ………………………………………………..................... DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….............



ii



ii iii iv v 1 8 8 10 11 13 14



iii



DAFTAR TABEL



Halaman Tabel 1.



Tabel 1. Rentang nilai normal fosfor berdasarkan umur………...



11



iv iv iv



DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3.



Distribusi fosfor dalam tubuh ………………………..…… Regulasi Metabolisme Fosfat ………………………………… TMS 24i premium automated clinical analyzer …………..



2 4 8



v ii



v



BAB I PENDAHULUAN



Fosfor adalah unsur non logam dari group nitrogen dan merupakan salah satu elemen yang melimpah dalam tubuh manusia. Fosfor sering ditemukan berikatan dengan kalsium, karena bersama-sama menyusun material tulang dan gigi. Fosfor berada di dalam tubuh dalam bentuk fosfat dengan rumus kimia PO43yang merupakan molekul tetrahedral di mana atom fosfor dikelilingi 4 atom oksigen (Wiley, 2015). Sebagian besar fosfat di dalam tubuh dalam bentuk senyawa organik dan hanya sebagian kecil dalam bentuk fosfat anorganik (Pagana, 2014). Fosfat anorganik terbagi dalam 3 fraksi, yaitu ion fosfat, fosfat yang terikat protein dan fosfat dalam bentuk kompleks dengan sodium, kalsium dan Magnesium (Sudoyo, 2010). Fosfor anorganik memiliki peranan penting untuk beberapa fungsi fisiologis seperti pembentukan tulang, metabolisme mineral, sebagai komponen membran fosfolipid, sinyal sel, agregasi platelet dan transfer energi pada metabolisme mitokondria. Pada orang dewasa mengandung fosfor sekitar 700 gr, di mana 85% nya terdapat dalam tulang dalam bentuk hydroxyapatite [(Ca)10(PO4)6(OH)2], sisanya 14% berada intraseleluler dan hanya 1% ektraseluler. Fosfor yang berada ekstraseluler, 70% nya dalam bentuk organik dan 30% anorganik. Sebanyak 15% akan berikatan dengan protein dan sisanya 85% membentuk ikatan kompleks dengan



sodium,



magnesium,



kalsium



atau



bersirkulasi



bebas



sebagai



monohidrogen atau bentuk dihidrogen. Sebanyak 15% dari fosfor ekstraseluler inilah yang berada dalam sirkulasi dan kemudian diukur kadarnya. Melalui makanan fosfor diserap dalam usus halus. Absorbsi fosfor sangat efisien dan jarang sekali terjadi hipofosfatemia yang disebabkan oleh malabsorbsi saluran cerna. Antasid dapat berikatan dengan fosfor dan menurunkan absorbsi usus. Ekskresi fosfat melalui ginjal untuk mempertahankan kadar fosfat yang normal. Kadar fosfat dapat bervariasi, dengan nilai terendah terjadi sekitar jam 10 pagi dan kadar tertinggi pada 12 jam kemudian (Pagana, 2014).



ii



1



Gambar 1. Distribusi fosfor dalam tubuh (Pagana, 2014).



Untuk memastikan metabolisme sel berjalan dengan baik, kadar fosfat anorganik dalam sirkulasi darah dipertahankan dalam batas 2,5-4,5 mg/dL (Fukumoto, 2014). Kadar normal fosfat dalam sirkulasi darah dipertahankan melalui tiga mekanisme, yaitu absorbsi fosfat yang berasal dari makanan oleh usus halus, penyimpanan fosfat di tulang dalam bentuk kristal hidroksiapatit dan reabsorpsi serta ekskresi fosfat oleh ginjal. Ketiga mekanisme tersebut diatur oleh tiga hormon utama, yaitu hormon paratiroid dan kalsitriol, yang juga berperan dalam keseimbangan kalsium tubuh, serta sekumpulan peptida yang dikenal dengan nama fosfatonin. Yang termasuk di dalam fosfatonin adalah fibroblast growth factor-23 (FGF-23) (Bernadt, 2005; Bergwitz, 2010). Untuk itu kadar serum fosfor bergantung pada metabolisme kalsium dan begitupun sebaliknya (Pagana, 2014). Sekitar 60%-70% fosfor yang masuk melalui makanan akan diserap oleh usus. Penyerapan fosfor dipengaruhi oleh transpor pasif yang berhubungan dengan konsentrasi di dalam lumen usus yang akan meningkat saat setelah makan dan juga transpor aktif yang dirangsang oleh 1,25-(OH)2D (calcitriol), yang



2



merupakan metabolit aktif dari vitamin D. Penyerapan secara pasif terjadi melalui epitel brush border Sodium phosphate cotransporter (NPT2B) menggunakan energi dari basolateral sodium-potasium ATPase transporter. Obat-obatan atau makanan yang berikatan dengan fosfor seperti antasid, kalsium dapat menurunkan jumlah fosfor yang diserap. Kalsitriol dapat meningkatkan regulasi sodiumphosphate cotransporter sehingga akan meningkatkan penyerapan fosfor (Hsu, 2016). Protein transpor yang berperan dalam absorbsi fosfat di usus halus adalah protein transpor Na/Pi IIb. Ekspresi protein transport Na/Pi IIb dipengaruhi oleh hormon kalsitriol. Peningkatan kalsitriol menyebabkan peningkatan ekspresi Na/Pi IIb, begitu juga sebaliknya. Peningkatan Na/Pi IIb menyebabkan peningkatan absorbsi fosfat dari lumen usus ke sirkulasi darah (Penido, 2012). Pada saat kadar fosfat di dalam darah turun, tubuh bereaksi dengan meningkatkan sekresi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid. Hormon paratiroid akan berikatan dengan reseptornya di ginjal dan menstimulasi produksi kalsitriol oleh ginjal. Kalsitriol akan berikatan dengan reseptornya di usus halus, menyebabkan peningkatan ekspresi Na/Pi IIb, sehingga meningkatkan absorbsi fosfat di saluran pencernaan. Sekresi kalsitriol mempunyai efek umpan balik negatif terhadap hormon paratiroid. Peningkatan sekresi kalsitriol menyebabkan penurunan sekresi hormon paratiroid (Penido, 2012). Selain berperan dalam meningkatkan absorpsi fosfat di usus halus, hormon paratiroid juga berperan dalam menurunkan reabsorbsi fosfat oleh sel sel tubulus proksimal ginjal. Hormon paratiroid menyebabkan internalisasi dan degradasi protein transport Na/Pi IIa dan Na/Pi IIc yang berperan dalam reabsorpsi fosfat di tubulus ginjal (Penido, 2012). Sekitar 70%-80% dari hasil filtrasi akan direabsorbsi di tubulus proksimal dan sisanya 20%-30% di reabsorbsi di tubulus distal. Faktor yang meningkatkan ekskresi fosfor adalah adanya peningkatan konsentrasi fosfor plasma dan PTH. Sebaliknya berkurangnya konsentrasi fosfor akan menekan proses ekskresi. Ekskresi fosfat melalui ginjal akan meningkat pada keadaan asidosis metabolik, peningkatan



glukokortikoid dan kalsitonin. Faktor yang dapat mengurangi



ekskresi fosfat meliputi growth hormone dan hormon tiroid (Hsu, 2016).



ii



3



Selain hormon paratiroid dan kalsitriol, baru-baru ini ditemukan sekumpulan peptida yang juga berperan dalam metabolisme fosfat dan di ginjal. Sekumpulan peptida tersebut dikenal dengan nama fosfatonin. Yang termasuk di dalam fosfatonin adalah fibroblast growth factor-23 (FGF-23), secreted Frizzled related protein-4 (sFRP-4), matrix extracellular phosphoglycoprotein (MEPE) dan fibroblast growth factor-7 (FGF-7). Diantara keempat peptida tersebut, peran FGF-23 yang paling banyak diketahui (Bernadt, 2015). Fibroblast growth factor23 (FGF-23) disintesis oleh sel osteoblas dan osteoklas di tulang. Hormon tersebut akan berikatan dengan reseptornya, fibroblast growth factor receptor (FGFR), di ginjal. Kompleks FGF-23 dan reseptornya memicu serangkaian proses transmisi sinyal intraselular yang menyebabkan penurunan ekspresi protein transpor Na/Pi IIa dan Na/Pi IIc di sel - sel tubulus proksimal ginjal. Penurunan ekspresi protein transpor tersebut mengakibatkan penurunan reabsorbsi fosfat dan peningkatan ekskresi fosfat oleh ginjal. Di dalam ginjal, FGF-23 juga menyebabkan inhibisi produksi kalsitriol. Penurunan produksi kalsitriol mengakibatkan penurunan ekspresi protein transpor fosfat di usus halus, dan pada akhirnya menurunkan absorbsi fosfat di saluran pencernaan (Martin, 2012).



Gambar 2. Regulasi Metabolisme Fosfat (Digirolamo, 2012).



4



Indikasi pemeriksaan kadar fosfat bermanfaat untuk diagnosis dan manajemen penyakit tulang, paratiroid, dan penyakit ginjal, serta berbagai kelainan lainnya. Hipofosfatemia adalah konsentrasi serum fosfat di bawah normal. Hipofosfatemia dapat terjadi karena peralihan fosfat intraseluler misalnya pasca pemberian insulin, alkalosis respiratorik, hiperalimentasi, pemberian glukosa, kerusakan tubulus ginjal, sindrom Fanconi, hipofosfatemia familial. Hilangnya fosfat dari saluran gastrointestinal dapat diakibatkan oleh muntah, diare, antasida pengikat fosfat, sindrom malabsorpsi, kekurangan vitamin D, hiperparatiroidismeprimer. Pada populasi umum pasien rawat inap, diamati pada 1-5% individu



hipofosfatemia biasanya ringan dan asimtomatik.



Persentasenya meningkat tajam pada pasien dengan alkoholisme, ketoasidosis diabetes, atau sepsis, di mana penelitian telah melaporkan tingkat frekuensi hingga 40-80%. Hipofosfatemia telah dilaporkan pada sejumlah besar pasien yang mengalami parsial hepatektomi untuk transplantasi (sampai 55%), persentase yang signifikan pada penerima transplantasi ginjal (50-80%) (Sofranescu, 2015). Hiperfosfatemia adalah keadaan dimana konsentrasi fosfat serum berada di atas nilai normal. Hiperfosfatemia dapat terjadi karena keadaan yang dapat mengurangi ekskresi ginjal misalnya, GFR berkurang, gagal ginjal, penyakit ginjal



akut,



penyakit



ginjal



kronis,



peningkatan



resorbsi



tubular, hipoparatiroidisme (Sofranescu, 2015). Hiperfosfatemia jarang terjadi pada populasi umum, namun pada pasien dengan penyakit ginjal kronis lanjut, prevalensiya 70%. Hampir semua pasien dengan gagal ginjal tergantung dialisis mengalami hiperfosfatemia pada suatu waktu selama perjalanan penyakit mereka. Hal ini berlaku untuk penyakit ginjal akut dan kronis. Data statistik menunjukkan prevalensi hiperfosfatemia pada populasi umum dan orang dengan gagal ginjal serupa di seluruh dunia (Sofranescu, 2015). Pada umumnya metode yang digunakan untuk penentuan fosfat anorganik yaitu berdasarkan reaksi fosfat dengan amonium molibdat yang akan membentuk kompleks fosfomolibdat. Kompleks fosfomolibdat yang terbentuk diukur absorbansinya dengan alat spektrofotometer (Sofranescu, 2015; McPherson, 2017). Jenis metode pemeriksaan fosfat anorganik meliputi metode Enzimatik



ii



5



kalorimetrik,



metode phosphomolybdate UV dan metode molybdenum blue



(Pesce et.al, 1974; McPherson, 2017). Metode enzimatik kalorimetrik diperkenalkan oleh Fawaz et. al pada tahun 1966. Metode ini juga digunakan oleh Schulz et al. untuk menentukan fosfat anorganik pada jaringan. (Pesce et.al, 1974) Prinsipnya adalah fosfor mengalami reaksi enzimatik yang dikatalisis oleh glycogen phosphorylase, phosphoglucomutase, dan glukosa-6-fosfat dehidrogenase. NADPH



yang



dihasilkan dapat dihitung secara fluorometri atau spektrofotometri. Jumlah NADPH yang terbentuk diukur pada 340 nm (Pesce et.al, 1974; McPherson, 2017).



Gambar 3. Reaksi kimia pada metode enzimatik kalorimetrik (Pesce et.al, 1974)



Pada metode Phosphomolybdate UV, fosfor anorganik bereaksi dengan amonium molibdat dalam media asam kemudian



membentuk komplek



phosphomolybdate yang akan menyerap cahaya sinar ultraviolet pada panjang gelombang 340 nm. Absorbansi pada panjang gelombang ini berbanding proporsional dengan jumlah fosfor anorganik yang terkandung dalam sampel (Bishop, 2010; Anonim 1, 2012). Pengukuran penyerapan Ultraviolet (UV) langsung nonreduksi ini pertamakali dikemukakan oleh Daly dan Ertinghausen pada tahun 1972 dan telah diadaptasi untuk digunakan pada sebagian besar automated analyzers. Pembentukan kompleks fosfomolibdat bergantung pada pH, dan laju pembentukkannya dipengaruhi oleh konsentrasi protein. Pengukuran kompleks non reduksi memiliki keuntungan



yaitu pemeriksaannya lebih



6



sederhana, cepat, dan stabil (McPherson, 2017). Sedangkan



kekurangannya



adalah metode ini dipengaruhi oleh turbiditas serum dan pigmentasi (Berti, 1988). Sebagai alternatif, adalah dengan menggunakan metode Moliybdenum blue di mana kompleks fosfomolibdat dapat direduksi dengan berbagai macam agen misalnya asam aminonaptolsulfonat, asam askorbat, sulfat metil-paminofenol, ferrous sulfate untuk menghasilkan molybdenum blue, yang dapat diukur pada 600-700 nm (McPherson, 2017). Pada metode molybdenum blue sensitivitas, spesifitas serta stabilitas warnanya sangat dipegaruhi oleh jenis agen pereduksi yang digunakan (Berti, 1988).



ii



7



BAB II PEMERIKSAAN FOSFOR ANORGANIK DENGAN METODE PHOSPHOMOLYBDATE UV



A. Pra Analitik 1. Persiapan pasien Pada pemeriksaan fosfor anorganik tidak diperlukan persiapan pasien. 2. Alat dan Bahan a.



Alat



Pemeriksaan pemeriksaan fosfor anorganik pada metode ini menggunakan instrumen TMS 24i premium automated clinical analyzer.



Gambar 3. TMS 24i premium automated clinical analyzer (Anonim 3, 2012)



Prinsip pengukuran dijelaskan dalam dua bagian, yaitu kombinasi pergerakan bagian mekanik dan fitur pengukuran optik. 1) Pergerakan bagian mekanik terdiri dari sampler, sample delivery, reagent tray, reagent delivery, reaction tray, mixing units, cuvette washing unit, spectrophotometer.



8



2) Fitur pengukuran optik 3. Sampel a. Jenis sampel yang digunakan Pemeriksaan kadar fosfat menggunakan sampel serum atau plasma (lithium heparin). Antikoagulan seperti EDTA, sitrat, dan oksalat dapat mengganggu pembentukan kompleks fosfomolibdat dalam analisis standar (Troup, 2012). Serum lebih dipilih karena kebanyakan antikoagulan, kecuali heparin, dapat menginterferensi hasil dan menghasilkan nilai yang rendah palsu. Spesimen hemolisis tidak dapat digunakan karena eritrosit mengandung kadar ester organik yang tinggi, yang dihidrolisis menjadi fosfat anorganik selama penyimpanan, dan dengan demikian akan menghasilkan kadar yang tinggi (Sofranescu, 2015; McPherson, 2017). Wadah atau tabung yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: 1) Tabung tutup merah (dengan klot aktivator) 2) Tabung pemisah serum 3) Tabung pemisah plasma 4) Tabung tutup hijau (sodium heparin, amonium heparin, heparin lithium) (Sofranescu, 2015). b. Volume sampel Sebanyak 0,5 mL plasma atau serum (volume minimum 0,25 mL) dan 0,5 mL darah utuh (Sofranescu, 2015). c. Stabilitas Sampel Konsentrasi fosfat dalam plasma dan serum akan meningkat pada spesimen yang disimpan pada suhu kamar untuk waktu yang lama, untuk itu harus segera dilakukan analisis. Jika sampel tidak dapat dianalisis dalam waktu 1 jam, sampel harus disentrifugasi dan serum atau plasma harus dikeluarkan dari sel dalam waktu 2 jam setelah pengumpulan sampel. Sampel bisa didinginkan pada suhu 2-8o C sampai dengan 7 hari. Jika tes harus disimpan lebih dari 48 jam, maka sampel harus dibekukan pada suhu -15 ° C sampai -20 ° C. Sampel beku harus dicairkan hanya



ii



9



satu kali. Kerusakan analit dapat terjadi pada sampel yang berulang kali membeku dan dicairkan (Sofranescu, 2015).



4. Reagen Ammonium Molybdate 0.48 mM, Sulfuric Acid 220 mM, surfaktan (Anonim 1, 2012).



5. Quality Control Disarankan mengikutsertakan serum kontrol pada setiap rangkaian analisis.



B. Analitik 1. Prinsip Fosfor anorganik bereaksi dengan amonium molibdat dalam media asam kemudian membentuk kompleks phosphomolybdate yang akan menyerap cahaya pada 340 nm. Absorbansi pada panjang gelombang ini berbanding lurus dengan jumlah fosfor anorganik yang terkandung



dalam sampel



(Bishop, 2010; Anonim 1, 2012)



Inorganic Phosphorus



+ H2SO4 + Ammonium Molybdate







Unreduced phosphomolybdate Complex



2. Prosedur Kerja (Sofranescu, 2015) Prosedur secara manual : 1) Label tabung tes "blanko", "kontrol"dan "patient" 2) Masukan 1,0 ml reagen ke setiap tabung pada suhu kamar (25° C). 3) Tambahkan 0,02 ml (20ul) sampel ke masing-masing tabung, aduk dan biarkan bertahan selama 5,0 menit pada suhu kamar 4) Zero spectrophotometer dengan reagen blanko pada 340 nm. 5) Baca dan catat absorbansi semua tabung. 6) Lakukan perhitungan untuk mendapatkan hasil, dengan rumus sebagai berikut:



10



Abs. = Penyerapan



Abs. Tidak diketahui x Konsentrasi = Anorganik Fosfor (mg/dl) Abs. Standar



Standar



Contoh: Abs. tidak diketahui = 0,20; Abs. dari standar = 0,29; Konsentrasi standar =5 mg / dl Maka, perhitungannya adalah :



0,20



x 5 = 3,4 mg / dl



0,29



C. Pasca Analitik 1. Rentang Nilai normal Konsentrasi fosfat ditandai dengan variasi fisiologis yang tergantung pada usia, jenis kelamin, keadaan fisiologis (misalnya kehamilan), dan juga kadar vitamin D yang terlibat langsung dalam regulasi konsentrasi fosfat. Oleh karena itu, rentang rujukan nilai normal telah ditetapkan sesuai dengan usia dan jenis kelamin (Sofranescu, 2015). Rentang nilai rujukan nilai normal dapat dilihat pada tabel berikut ini:



Tabel 1. Rentang nilai normal fosfor berdasarkan umur Umur



Konsentrasi Fosfor



0-5 bulan



5,2-8,4 mg / dL



6-12 bulan



5,0-7,8 mg / dL



1-5 tahun



4,5-6,5 mg / dL



6-12 tahun



3,6-5,8 mg / dL



13-20 tahun



2,3-4,5 mg / dL (Specker, 2008).



2. Intepretasi Hasil Tingkat penurunan fosfat dapat ditafsirkan berbeda-beda. Serum fosfat 1.52.4 mg/dL dapat dianggap sebagai penurunan sedang dan biasanya tidak



ii



11



menimbulkan tanda dan gejala klinis Fosfat serum lebih rendah dari 1,5 mg/dL dapat menyebabkan kelemahan otot, hemolisis eritrosit, koma serta deformitas tulang dan pertumbuhan tulang yang terganggu.



Fosfat serum



lebih rendah dari 1 mg / dL dianggap penting dan mengancam jiwa. Pada pasien rawat inap, hipofosfatemia relatif sering terjadi. Pada kondisi kadar serum fosfat meningkat secara cepat, akan menyebabkan timbulnya keadaan hipokalsemia di mana dapat menyebabkan tetani, kejang dan hipotensi. Sedangkan efek jangka panjang dari peningkatan serum fosfat



adalah



kalsifikasi jaringan lunak (Sofranescu, 2015). 3. Interferensi Karena konsentrasi fosfat lebih tinggi di dalam eritrosit, maka hemolisis akan menyebabkan peningkatan kadar dalam plasma atau serum fosfat. Konsentrasi fosfat meningkat 4-5 mg/dl per hari pada sampel hemolisis yang disimpan pada suhu 4° C atau suhu kamar. Penyimpanan yang berkepanjangan pada suhu kamar dan penundaan analisis menyebabkan hidrolisis ester fosfat (misalnya glukosa fosfat, kreatinin fosfat) sehingga menimbulkan pengukuran konsentrasi fosfat yang berlebihan. Peningkatan konsentrasi lipid dan bilirubin (sampel lipemik dan ikterik) dapat mengganggu hasil pemeriksaan laboratorium yang akurat. Konsentrasi fosfat memiliki fluktuasi diurnal yang signifikan, dengan konsentrasi puncak pada siang dan malam hari. Diperlukan pengumpulan sampel pagi hari (Sofranescu, 2015). Pemberian glukosa intravena, dapat menyebabkan penurunan kadar fosfor, karena fosfor masuk ke dalam sel bersama glukosa. Laksatif atau enema yang mengandung sodium fosfat dapat meningkatkan kadar fosfor. Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar fosfor meliputi metisilin, steroid, diuretik (Furosemide dan tiazid) dan vitamin D. Obat-obatan yang dapat menurunkan kadar fosfor meliputi antasid, albuterol, obat anestesi, estrogen, insulin, kontrasepsi oral dan manitol (Pagana, 2014).



12



BAB III SIMPULAN



1. Fosfor anorganik memiliki peranan penting untuk beberapa fungsi fisiologis



seperti pembentukan tulang, metabolisme mineral, sebagai



komponen membran fosfolipid, sinyal sel, agregasi platelet dan transfer energi pada metabolisme. 2. Metode yang paling umum digunakan untuk penentuan fosfat anorganik berdasarkan



reaksi fosfat dengan ammonium molibdat yang akan



membentuk kompleks fosfomolibdat pembentukan kompleks fosforolibdat absorben yang diukur dengan alat spektrofotometer. 3. Indikasi pemeriksaan kadar fosfat bermanfaat untuk diagnosis dan manajemen penyakit tulang, paratiroid, dan penyakit ginjal, serta berbagai kelainan lainnya.



ii



13



DAFTAR PUSTAKA



Anonim 1. 2012, Inorganic PhosphorusReagent Set (UV) Pointescientific, INC. www.pointescientific.com. Diunduh 10 Juni 2017 Anonim 2. 2012. Phosphorus UV.Chema Diagnostica. www.chema.com. Diunduh 10 Juni 2017 Anonim 3. 2012. Automated Clinical Analyzer TMS 24i Premium Manual Version 2.03 Tokyo Boeki Machinery Ltd



Operator’s



Bergwitz C, Juppner H. Regulation of Phosphate Homeostasis by PTH, Vitamin D and FGF23. Annu Rev Med. 2010. 61: 91 – 104 Bernadt TJ, Schiavi S, Kumar R. “Phosphatonins” and the Regulation of Phosphorus Homeostasis. Am J Physiol Renal. 2005. 289: 1170 – 1182 Bishop M., Fody E.P. 2010. Clinical Chemistry Correlation 6th ed. Lippincot : Philadelphia.



Techniques



Principles,



Digirolamo DJ, Clemens TL, Kousteni S. The Skeleton As an Endocrine Organ. Nature Rev Rheumat. 2012. 7: 674 - 683 Fukumoto S. Phosphate Metabolism and Vitamin D. 3(497): 1 – 5



BoneKey Reports. 2014;



Hsu H. 2006. Calsium and Phosphate Metabolism Management in Chronic Renal Disease. Springer: Michigan John Wiley. 2015. Essentials of Inorganic Chemistry: For Students of Pharmacy, Pharmaceutical Sciences and Medicinal Chemistry Martin A, David V, Quarles LD. Regulation and Function of The FGF23/Klotho Endocrine Pathways. Physiol Rev. 2012. 92: 131 – 155 McPherson R., Pincus M.2017. Henry’s Clinical Diagnosis And Management By Laboratory Methods 5th ed. Elsevier : Missouri USA. Pagana. 2014. Mosby’s Manual of Diagnostic and Laboratory Test 5th ed.Elsevier: Missouri USA. Penido MG, Alon US. Phosphate Homeostasis and Its Role in Bone Health. Pediatr Nephrol. 2012. 27: 2039 – 2048.



14



Sofranescu A. 2015. Phosphate (Phosphorus). emedicine.medscape.com. Specker. 2008 KDOQI Clinical Practice Guideline for Nutrition in Children with CKD: 2008 Update. National Kidney Foundation, Inc. Sudoyo 2010. Struktur & Metabolisme Tulang. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Troup S. 2012. Phosphate (serum, plasma, urine) Biochemistry.



ii



Association



for Clinical



15