Metode Perkolasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH PERBEDAAN METODE EKSTRAKSI MASERASI DAN PERKOLASI TERHADAP UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus)



KARYA TULIS ILMIAH



Oleh : SRI FATMAWATI 16080143



PROGRAM STUDI DIII FARMASI POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA KOTA TEGAL 2019



1



PENGARUH PERBEDAAN METODE EKSTRAKSI MASERASI DAN PERKOLASI TERHADAP UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus)



KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Derajat Ahli Madya



Oleh : SRI FATMAWATI 16080143



PROGRAM STUDI DIII FARMASI POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA KOTA TEGAL 2019



ii



iii



iv



v



vi



HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN



MOTTO



“Bila kamu tak tahan lelahnya belajar, bersiaplah menanggung perihnya kebodohan” (Imam Syafi’i) “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain” “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (Q.S Ar-Ra’ad : 11) “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” (Q.S Al-Insyirah : 6-8)



HALAMAN PERSEMBAHAN



Karya Tulis Ilmiah ini kupersembahkan kepada : Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan aku sayangi, yang senantiasa memberikan kasih sayang serta doanya yang tiada henti. Untuk kakak-kakakku Khojanatun, Siti Mutamimah, dan Suniti yang telah memberiku dukungan, semangat serta do’a dan telah menjadi kakak-kakak terbaik yang aku miliki. Teman-teman almamater yang telah menemaniku selama 3 tahun ini dalam berjuang menggapai cita-cita.



vii



PRAKATA Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul PENGARUH PERBEDAAN METODE MASERASI DAN PERKOLASI TERHADAP UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus.) tepat pada waktunya. Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Diploma III Program Studi Farmasi. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berdasarkan analisis dilapangan dan bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Dengan terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini tidak berlebihan apabila penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tiada terhingga kepada yang terhormat : 1. Bapak Ir. MC. Chambali, B.Eng, E.E, M.Kom., selaku Direktur Politeknik Harapan Bersama Tegal. 2. Bapak Heru Nurcahyo, S.Farm. M.Sc., Apt, selaku Ka. Prodi D III Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal. 3. Pak Kusnadi, M.Pd selaku pembimbing 1 yang telah membantu dan membimbing dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Ibu Purgiyanti, S.Si., Apt selaku pembimbing 2 yang telah membantu dan membimbing dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.



viii



5. Kedua orang tuaku dan kakak-kakaku yang telah memberikan dukungan moral maupun material serta doa dan semangat sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai. 6. Rekan-rekan mahasiswa/mahasiswi angkatan 2016 Politeknik Harapan Bersama Tegal atas bantuan, kebersamaan, dan kerjasamanya sehingga tercipta cerita yang indah dan tidak terlupakan. 7. Pihak-pihak lain yang telah membantu terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas segala jasanya, bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun lebih baiknya KaryaTulis Ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Tegal, 03 Mei 2019



penulis



ix



INTISARI Fatmawati, Sri., Kusnadi., Purgiyanti, 2019. Pengaruh Perbedaan Metode Eksraksi Maserasi Dan Perkolasi Terhadap Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Antioksidan merupakan subtansi yang terkandung dalam bahan pangan, yang mampu mencegah atau memperlambat terjadinya kerusakan oksidatif dalam tubuh dan mengurangi efek negatif radikal bebas. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan salah satu tanaman yang mengandung senyawa antosianin baik daging buahnya maupun kulitnya yang berpotensi sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Perbedaan Metode Eksraksi Maserasi Dan Perkolasi Terhadap Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi dan perkolasi dengan pelarut etanol 70%. Kandungan senyawa antosianin ekstrak kulit buah naga merah diuji dengan metode KLT. Selanjutnya, uji aktivitas antioksidan dengan perendaman DPPH dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Senyawa pembanding yang digunakan yaitu vitamin C. Dari hasil penelitian didapatkan hasil perhitungan IC50 dari masing-masing metode yaitu untuk ekstrak maserasi 83,89 µg/ml, ekstrak perkolasi 33,49 µg/ml, dan vitamin C 2,53 µg/ml. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin kuat aktivitas antioksidannya. Perbedaan metode ekstraksi akan mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah, esktrak dengan metode maserasi mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari ekstrak dengan metode perkolasi yaitu dengan nilai IC50 sebesar 33,49 µg/ml. Kata Kunci : kulit buah naga merah, maserasi, perkolasi, DPPH, spektrofotometri UV-Vis



x



Abstract Fatmawati, Sri., Kusnadi., Purgiyanti, 2019. The Effect of Differences in Maceration and Percolation Extraction Methods Toward Antioxidant Activity Test of Red Dragon Peel Extract (Hylocereus polyrhizus). Antioxidants are substances contained in food, which can prevent or slow down the occurrence of oxidative damage in the body and reduce the negative effects of free radicals. Red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) is one of the plants that contain anthocyanin compounds both the flesh and the peel which has the potential as an antioxidant. This study aims to determine the effect of differences in the method of maceration and percolation extraction toward antioxidant activity test of red dragon peel extract (Hylocereus polyrhizus) The extraction method used in this study was maceration and percolation with 70% ethanol. The anthocyanin content of red dragon peel extract was tested by the TLC method. Furthermore, the antioxidant activity test with DPPH immersion using UV-Vis spectrophotometry method. Comparative compound used was vitamin C. From the results of the study, the IC50 calculation results of each method were obtained for maceration extract 83.89 µg / ml, percolation extract 33.49 µg / ml, and vitamin C 2.53 µg / ml. The smaller the IC50 value, the stronger the antioxidant activity. The difference in the extraction method will affect the antioxidant activity of red dragon peel extract, extracted by using the maceration method have a higher antioxidant activity than the extract by percolation method, ie with IC50 values of 33.49 µg / ml. Keywords: red dragon peel, maceration, percolation, DPPH, UV-Vis spectrophotometry



xi



DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... HALAMAN JUDUL........................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................ HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................................... MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... PRAKATA.......................................................................................................... INTISARI............................................................................................................ ABSTRAK .......................................................................................................... DAFTAR ISI....................................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................... DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1 Latar Belakang masalah..................................... .............................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Batasan Masalah............................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................. 1.5 Manfaat Penelitian............................................................................ 1.6 Keaslian Penelitian........................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS .......................................... 2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................... 2.1.1 Tanaman Buah Naga ............................................................... 2.1.2 Ekstraksi .................................................................................. 2.1.3 Maserasi .................................................................................. 2.1.4 Perkolasi .................................................................................. 2.1.5 Pelarut ..................................................................................... 2.1.6 Flavonoid dan Antosianin ....................................................... 2.1.7 Antioksidan ............................................................................. 2.1.8 Radikal Bebas.......................................................................... 2.1.9 Peredaman DPPH.................................................................... 2.1.10 Kromatografi Lapis Tipis ...................................................... 2.1.11 Spektrofotometri UV-Vis...................................................... 2.2 Hipotesis ........................................................................................... BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 3.1 Obyek Penelitian ............................................................................... 3.2 Sampel dan Teknik Sampling ........................................................... 3.3 Variabel Penelitian ........................................................................... 3.3.1 Variabel Bebas ........................................................................ 3.3.2 Variabel Terikat ...................................................................... 3.3.3 Variabel Terkendali................................................................. 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................



xii



i ii iii iv v vi vii viii x xi xii xiv xv xvi 1 1 4 4 5 5 5 7 7 7 11 12 14 15 15 17 18 19 20 21 25 27 27 27 27 27 28 28 28



3.4.1 Cara Pengumpulan Data.......................................................... 3.4.2 Alat dan Bahan ........................................................................ 3.4.3 Cara Kerja ............................................................................... 3.5 Analisis Data ..................................................................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN........................................................................................................



xiii



28 28 29 43 44 60 61 65



DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.............................................................................. Tabel 1.2 Lanjutan .............................................................................................. Tabel 2.2 Kandungan Nilai Gizi per 100 gr Buah Naga Merah.......................... Tabel 4.1 Hasil Uji Mikroskopis......................................................................... Tabel 4.2 Hasil Uji Bebas Etanol........................................................................ Tabel 4.3 Uji Bebas Etanol ................................................................................. Tabel 4.4 Hasil Uji Kandungan Fitokimia Flavonoid......................................... Tabel 4.5 Penampakan Noda KLT Pada Panjang Gelombang 366 nm .............. Tabel 4.6 Hasil Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis ....................................... Tabel 4.7 Hasil Panjang Gelombang Maksimum ............................................... Tabel 4.8 Aktivitas Antioksidan ......................................................................... Tabel 4.9 Aktivitas Antioksidan Dalam Bentuk Probit ...................................... Tabel 4.10 Tingkat Kekuatan Antioksidan .........................................................



xiv



6 7 11 45 47 48 49 51 51 52 54 55 57



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tanaman Buah Naga Merah.............................................................. 8 Gambar 2.2 Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan ...................................... 21 Gambar 2.3 Diagram Sederhana Spektrofotometer .............................................. 24 Gambar 3.1 Skema Pembuatan Serbuk Simplisia................................................. 30 Gambar 3.2 Skema Uji Mikroskopis Serbuk Simplisia ....................................... 31 Gambar 3.3 Skema Ekstraksi dengan Metode Maserasi ....................................... 32 Gambar 3.4 Skema Ekstraksi dengan Metode Perkolasi ...................................... 33 Gambar 3.5 Skema Uji Bebas Etanol.................................................................... 33 Gambar 3.6 Skema Uji Kandungan Fitokimia Antosianin ................................... 33 Gambar 3.7 Skema Uji Kromatografi Lapis Tipis ................................................ 34 Gambar 3.8 Skema Pembuatan Larutan DPPH..................................................... 37 Gambar 3.9 Skema Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH .............. 38 Gambar 3.10 Skema Pembuatan Larutan Induk Vitamin C.................................. 38 Gambar 3.11 Skema Pembuatan Uji Seri Vitamin C............................................ 39 Gambar 3.12 Skema Pembuatan Larutan Induk Ekstrak 2000 ppm ..................... 40 Gambar 3.13 Skema Pembuatan Uji Seri Ekstrak ................................................ 41 Gambar 3.14 Skema Penentuan Aktivitas Antioksidan ........................................ 41 Gambar 4.1 Reaksi Dugaan Flavonoid dengan Serbuk Mg.................................. 45 Gambar 4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ..................................... 53 Gambar 4.3 Mekanisme DPPH dengan Antioksidan............................................54 Gambar 4.4 Hubungan Antara Log Konsentrasi dengan Probit % Inhibisi Vitamin C .......................................................................................... 56 Gambar 4.5 Hubungan Antara Log Konsentrasi dengan Probit % Inhibisi Ekstrak Maserasi Kulit Buah Naga Merah........................................ 56 Gambar 4.6 Hubungan Antara Log Konsentrasi dengan Probit % Inhibisi Ekstrak Perkolasi Kulit Buah Naga Merah ....................................... 56 Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Nilai IC50 Vitamin C dengan Ekstrak Maserasi dan Perkolasi Kulit Buah Naga.......................................... 58 Gambar 4.8 Peredaman DPPH oleh Flavonoid.....................................................58



xv



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran I Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah .....................................65 Lampiran II Perhitungan Fase Gerak .....................................................................66 Lampiran III Pembuatan Larutan Uji .....................................................................67 Lampiran IV Tabel Probit ......................................................................................72 Lampiran V Hasil Absorbansi Sampel...................................................................73 Lampiran VI Perhitungan Antioksidan ..................................................................74 Lampiran VII Proses Pembuatan Serbuk Simplisia Kulit Buah Naga Merah .......76 Lampiran VIII Uji Kromatografi Lapis Tipis ........................................................79 Lampiran IX Pembuatan Larutan Uji.....................................................................80



xvi



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah iklim tropis kering. Buah naga ini memiliki kandungan anioksidan seperti vitamin C, senyawa flavonoid, serta polifenol. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) ini memiliki pigmen warna berupa antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan (Yanty dan Siska 2017). Daging buah naga merah memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi dibanding jenis buah naga putih (Ide 2009). Kulit buah naga merah merupakan salah satu bagian tanaman yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat, hal tersebut disebabkan salah satunya karena ketidaktahuan mereka tentang manfaat dan kandungan dari kulit buah naga bagi kesehatan tubuh, sebagian besar mengetahui bahwa hanya daging buahnya saja yang dapat dimanfaatkan. Sangat disayangkan jika kulit buah naga merah tidak dimanfaatkan karena kulitnya mempunyai berat 30 – 35% dari berat buah (Wahyuni 2011). Kandungan dalam kulit buah naga salah satunya yaitu antosianin yang berpotensi sebagai antioksidan yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dalam mengkaji kandungan antioksidan berupa antosianin yang terdapat dalam kulit buah naga merah, sehingga dapat menambah sumber antioksidan alami yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia dan



1



2



sebagai upaya untuk meningkatkan pemanfaatan dan nilai ekonomis dari kulit buah naga tersebut. Kulit buah naga mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid, terpenoid, flavonoid, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan fitoalbumin (Putri, Gunawan, dan Suarsa 2015). Ekstrak kulit buah naga merah memiliki kandungan antioksidan berupa vitamin C, flavanoid, tanin, alkaloid, steroid, dan saponin Selain itu aktivitas antioksidan pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan aktivitas antioksidan



pada



daging



buahnya,



sehingga



berpotensi



untuk



dikembangkan menjadi sumber antioksidan alami. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Nurliyana dkk. 2010) yang menyatakan bahwa dalam 1 mg/ml kulit buah naga mampu menghambat sebanyak 83,48 ± 1,02% radikal bebas, sedangkan untuk 1 mg/ml daging buah naga hanya mampu menghambat radikal bebas sebesar 27,45 ± 5,03%. Antioksidan adalah zat penghambat reaksi oksidasi akibat radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan asam lemak tak jenuh, membran dinding sel, pembuluh darah, basa DNA, dan jaringan lipid sehingga menimbulkan penyakit (Widyastuti 2010). Antioksidan terdapat dalam beberapa bentuk, diantaranya vitamin, mineral, dan senyawasenyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang dimanfaatkan untuk mencegah proses penuaan dini. Pengujian antioksidan dilakukan salah satunya dengan menggunakan DPPH sebagai radikal



3



bebas yang stabil. Metode aktivitas antiradikal bebas DPPH merupakan metode terpilih untuk menapis aktivitas antioksidan bahan alam (Umayah dan Amrun 2007). Pengambilan zat aktif yang bersifat antioksidan dilakukan dengan metode ekstraksi maserasi dan perkolasi. Dalam penelitian (Niah dan Helda 2016) mengenai uji aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga dengan menggunakan metode ekstrasi maserasi dikarenakan senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan yaitu antosianin. Antosianin merupakan komponen bioaktif kelompok flavonoid yang dapat memberikan warna merah, ungu, biru, pada bunga, daun, umbi, buah dan sayur yang bergantung pada ph lingkungan tempatnya berada. Antosianin memiliki fungsi yang baik untuk kesehatan seperti mencegah risiko kanker usus kolon dan kanker hati. Antosianin juga diketahui sebagai antidiabetes dan antioksidan (Mahmudatussa’adah dkk. 2014). Akan tetapi untuk mengambil senyawa flavonoid tidak digunakan metode ekstraksi dengan cara panas karena flavonoid tidak tahan panas dan rusak pada suhu tinggi (Waji dan Sugrani, 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui daya antioksdian kulit buah naga super merah. (Putri, Gunawan, dan Suarsa 2015) mengambil senyawa antosianin dengan metode ekstraksi maserasi menghasilkan nilai IC 50 sebesar 73,2772 mg/L, sedangkan (Rahmawati 2016) dengan mengambil senyawa kulit buah naga merah dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 96% menghasilkan nilai IC50 sebesar 397,64 ppm. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk



4



melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Perkolasi Terhadap Uji Aktivtas Antioksidan Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah ada aktivitas antioksidan dalam kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) hasil ekstraksi maserasi dan perkolasi dengan yang diuji menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan peredaman radikal DPPH? 2. Metode ekstraksi manakah yang memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi antara metode maserasi atau perkolasi? 1.3 Batasan Masalah 1. Kulit buah naga yang digunakan adalah kulit dari buah naga merah didapat dari daerah Pasar Suradadi Kabupaten Tegal 2. Identifikasi sampel dengan uji mikroskopik. 3. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan perkolasi 4. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70% dengan perbandingan 1:7,5 5. Jenis senyawa yang bersifat antioksidan dari ekstrak kulit buah naga merah adalah flavonoid, uji identifikasi dilakukan secara kualitatif dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). 6. Metode yang digunakan dalam penentuan antioksidan adalah metode spektrofotometri UV-Vis dengan peredaman radikal DPPH (2,2difenil-1-pikrihidrazil)



5



1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui daya antioksidan kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) hasil ekstraksi maserasi dan perkolasi dengan nilai IC50 yang diuji menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan peredaman radikal DPPH. 2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan metode ekstraksi maserasi terhadap uji aktivitas antioksidan kulit buah naga merah. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi adanya aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit buah naga merah 2. Diperoleh informasi tentang pengaruh perbedaan metode ekstraksi maserasi dan perkolasi terhadap uji antioksidan kulit buah naga merah. 1.6 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No.



Pembeda



1.



Judul Penelitian



Ni Ketut Meidayanti Putri, I Wayan Gede Gunawan, dan I Wayan Suarsa, 2015 Aktivitas Antioksidan Antosianin Dalam Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis)



Mahardika Rahmawati, 2016



Sri Fatmawati, 2018



Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Secara In Vitro



Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Perkolasi Terhadap Uji Aktivitas Antioksidan



6



Tabel 1.2 Lanjutan Dan Analisis Kadar Totalnya



2.



Sampel (Subyek) Penelitian



Kulit buah naga super merah (Hylocerus costaricensis) 1. Aktivitas antioksidan 2. Ekstrak etanol kulit buah naga super merah 3. Zat aktif antosianin 4. Analisa kadar total antosianin 1.Metode ekstraksi menggunakan metode maserasi 2. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH



3.



Variabel Penelitian



4.



Metode penelitian



5.



Hasil Penelitian



Nilai IC50 73,2772 mg/L dan kadar total rata-rata antosianin diperoleh sebesar 58,0720 ± 0,0001 mg/L



6.



Aspek Lain



Analisa kadar total antosianin



Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) 1. Aktivitas antioksidan 2. Ekstrak kulit buah naga merah 3. Metode yang digunakan secara in vitro 1.Metode ekstraksi menggunakan metode maserasi 2. Uji aktivitas antioksidan secara in vitro



Kulit Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Kulit buah naga merah (Hylocerus polyrhizus) 1. Aktivitas antioksidan 2.Ekstrak kulit buah naga merah 3. Metode ekstraksi maserasi dan perkolasi



1.Metode ekstraksi menggunakan metode maserasi dan perkolasi 2. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH Nilai IC50 dari Nilai IC50 dari ekstrak kulit ekstrak maserasi buah naga kulit buah naga merah dan merah 33,49 vitamin C ppm, ekstrak yaitu sebesar perkolasi kulit 397,64 ppm buah naga merah dan 9,97 ppm 83,89 ppm dan vitamin C 2,53 ppm Uji aktivitas Perbandingan antioksidan metode maserasi secara in vitro dan perkolasi Sumber : Penelitian Terdahulu



BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Tanaman Buah Naga 1. Klasifikasi Buah Naga



Gambar 2.1 Buah Naga (Dokumen Pribadi, 2018) Taksonomi tumbuhan, buah naga dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Elwadi 2015) : Kingdom



: Plantae



Divisi



: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)



Subdivisi



: Angiospermae (berbiji tertutup)



Kelas



: Dicotyledonae (berkeping dua)



Ordo



: Cactales



Famili



: Cactaceae



Subfamili



: Hylocereanea



Genus



: Hylocereus



Spesies



: Hylocereus polyrhizus (daging merah)



7



8



2. Morfologi Buah Naga Tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika selatan bagian utara ini sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk konsumsi segar. Jenis dari tanaman ini merupakan tanaman memanjat. Secara morfologi tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun yang mana hanya memiliki akar, batang dan cabang, bunga, buah serta biji (Renasari 2010). Perakaran tanaman buah naga sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan yang cukup lama. Kalaupun tanaman ini dicabut dari tanah, ia masih hidup terus sebagai tanaman epifit karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada pada batangnya (Renasari 2010). Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau ungu. Batang tersebut berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga. Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi. Itulah sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman (Renasari 2010). Bunga tanaman buah naga berbentuk seperti terompet, mahkota bunga bagian luar berwarna krem dan mahkota bunga bagian dalam berwarna putih bersih sehingga pada saat bunga mekar



9



tampak mahkota bunga berwarna krem bercampur putih. Bunga memiliki sejumlah benang sari (sel kelamin jantan) yang berwarna kuning. Bunga buah naga tergolong bunga hermaprodit, yaitu dalam satu bunga terdapat benangsari (sel kelamin jantan) dan putik (sel kelamin betina). Bunga muncul atau tumbuh di sepanjang batang di bagian punggung sirip yang berduri. Sehingga dengan demikian, pada satu ruas batang tumbuh bunga yang berjumlah banyak dan tangkai bunga yang sangat pendek (Renasari 2010). Buah naga tergolong buah batu yang berdaging dan berair. Bentuk buah bulat agak memanjang atua bulat agak lonjong. Kulit buah ada yang berwarna merah menyala, merah gelap, dan kuning, tergantung dari jenisnya. Kulit buah agak tebal, yaitu sekitar 3 mm – 4 mm. Di sekujur kulitnya dihiasi dengan jumbai-jumbai menyerupai sisik-sisik ular naga. Oleh karena itu, buahnya disebut buah naga. Berat buah beragam berkisar antara 80 – 500 gram, tergantung dari jenisnya. Daging buah berserat sangat halus dan di dalam daging buah bertebaran biji-biji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Daging buah ada yang berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung dari jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit masam (Renasari 2010). Biji buah naga sangat banyak dan tersebar di dalam daging buah. Bijinya kecil-kecil seperti biji selasih. Biji buah naga dapat



10



langsung dimakan tanpa mengganggu kesehatan. Biji buah naga dapat dikecambahkan untuk dijadikan bibit (Renasari 2010). 3. Kandungan Buah Naga Kulit buah naga merah mengandung beberapa senyawa seperti vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3 dan vitamin C, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, flavonoid, tiamin, niasin, pyridoxine, kobalamin, glukosa, fenol, betasianin, polifenol, karoten, fosfor, besi dan fitoalbumin yang beberapa diantaranya merupakan senyawa antioksidan. Terdapat beberapa senyawa dalam ekstrak kulit buah naga merah yang memiliki aktivits antioksidan, yaitu, betasianin, flavonoid, dan fenol (Rahmawati 2016). Tabel 2.1 menjabarkan kadar dari beberapa senyawa antioksidan (betasianin, flavonoid, dan fenol) alam kulit buah naga merah dengan daging buah naga merah.



11



Tabel 2.1 kandungan Nilai Gizi per 100 gr Buah Naga Merah No



Kandungan



Kulit



Daging



1.



Betasianin (mg/100gr)



6,8 ± 0,3



29,19 ± 0,01



2.



Flavonoid (katechin/100gr)



9,0 ± 1,4



49,49 ± 0,60



3.



Fenol (GAE/100gr)



19,8 ± 1,2



70,24 ± 1,65



4.



Air (%)



4,9 ± 0,2



85,05 ± 0,11



5.



Protein (%)



3,2 ± 0,2



1,45 ± 0,01



6.



Karbohidrat (%)



72,1 ± 0,2



12,97 ± 0,11



7.



Lemak (%)



0,7 ± 0,2



-



8.



Abu (%)



19,3 ± 0,2



0,54 ± 0,01



Sumber : (Rahmawati 2016). 2.1.2 Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak terlarut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung berbagai senyawa aktif yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain (Erawati 2012). Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan masuk kedalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang terus berulang



12



samapai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel (Marjoni 2016). Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Sampel yang akan diekstraksi dapat berbentuk sampel segar ataupun sampel yang telah dikeringkan. Sampel yang umum digunakan adalah sampel segar karena penetrasi pelarut akan berlangsung lebih cepat. Selain itu penggunaan sampel segar dapat mengurangi kemungkinan tebentuknya polimer resin atau artefak lain yang dapat terbentuk selama proses pengeringan. Penggunaan sampel kering juga memiliki kelebihan yaitu dapat mengurangi kadar air yang terdapat di dalam sampel, sehingga dapat mencegah kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas anti mikroba (Marjoni 2016). Metode ekstraksi terdapat beberapa macam akan tetapi dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode maserasi dan perkolasi. 2.1.3 Maserasi Maserasi berasal dari bahasa latin “macerare” yang berarti merendam , sehingga maserasi dapat diartikan sebagai suatu sediaan cair yang dibuat dengan cara merendam bahan nabati emnggunakan pelarut bukan air atau pelarut setengah air seperti etanol encer selama waktu tertentu (Marjoni 2016). Maserasi merupakan proses ekstraksi yang banyak digunakan karena bersifat sederhana. Proses maserasi



13



secara umum adalah dengan menempatkan bahan tanaman dalam bentuk bubuk serbuk kedalam bejana tertutup dengan menambahkan pelarut selama tujuh hari dengan sesekali diaduk. Bejana dalam keadaan tertutup untuk mencegah penguapan pelarut selama periode ekstraksi. Pelarut akan berdifusi masuk melalui dinding sel untuk melarutkan konstituen dalam sel kemudian pelarut akan berdifusi keluar. Proses difusi tanpa pengadukan akan berjalan sangat lambat. Faktor yang mempengruhi proses maserasi diantaranya kecepatan pelarut masuk ke dalam serbuk bahan, tingkat kelarutan dari senyawa yang larut dengan pelarut, kecepatan pelarut keluar dari senyawa yang tidak larut (Renasari 2010). Maserasi dapat pula dilakukan dengan cara masukan 10 bagian simplisia dengan derajat yang halus yang cocok dalam bejana, lalu dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk, sari kemudian diserkai, diperas, kemudian dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Keuntungan dari cara ini adalah pekerjaan dan peralatan yag digunakan sderhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara ini adalah dibutuhkan waktu yang lama. Proses maserasi biasanya menggunakan etanol sebagai cairan pengekstrasinya, karena etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Etanol sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal,



14



dimana bahan bebas hanya sedikit yang ikut kedalam cairan pengekstraksi (Voight 1994). 2.1.4 Perkolasi Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya melalui dan colare yang artinya merembes. Jadi, perkolasi adalah penyarian dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan disebut perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku secara perkolasi (Ibtisam 2008). Prinsip ektraksi dengan perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Erviana 2016). Perkolasi



lebih



baik



dibandingkan



dengan



cara



maserasi



dikarenakan adanya cairan penyari menyebabkan pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi dan keberadan ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran kapiler tempat



15



mengalir cairan penyari menyebabkan meningkatnya perbedaan konsentrasi (Ibtisam 2008). 2.1.5 Pelarut Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi yaitu etanol 70%. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral,



absorbsinya



baik,



dapat



mengendapkan



albumin



dan



menghambat kerja enzim. Selain itu etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Guna meningkatkan penyarian, biasanya digunakan campuran antara etanol dan air dalam berbagai perbandingan tergantung pada bahan yang akan disari (Voight 1994). 2.1.6 Flavonoid dan antosianin Senyawa flavonoida merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Ulfa 2016). Flavonoid memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang mampu mentransfer sebuah elektron atau sebuah atom hidrogen ke senyawa radikal bebas dengan menghentikan tahap awal reaksi. Oleh karena itu, flavonoid dapat menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan mengahambat beberapa enzim (Latifah 2015). Salah satu golongan flavonoid yaitu antosianin.



16



Antosianin merupakan kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar luas pada tanaman (Simanjuntak, Sinaga, dan Fatimah 2014). Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Antosianin peka terhadap panas dimana kerusakan antosianin berbanding lurus dengan kenaikan suhu yang digunakan. Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang dapat larut dalam air. Flavonoid mengandung dua cincin benzena yang dihubungkan oleh 3 atom C. Ketiga atom C tersebut dirapatkan oleh suatu atom oksigen sehingga terbentuk cincin diantara dua cincin benzena. Zat ini tersusun oleh aglikon yang berupa antosianidin yang teresterifikasi dengan molekul gula (Jayanti 2010). Antosianin



memiliki



fungsi



fisiologis



yaitu



antioksidan,



perlindungan terhadap sel-sel hati. Antosianin bermanfaat bagi kesehatan



tubuh



karena



dapat



berfungsi



sebagai



antioksidan,



antihipertensi dan pencegah gangguan fungsi hati, jantung koroner, kanker, dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis. Antosianin juga mampu menghalangi laju perusakan sel radikal bebas akibat, nikotin, polusi udara dan bahan kimia lainnya. Antosianin berperan dalam mencegah terjadinya penuaan, kemerosotan daya ingat dan kepikunan, polyp, asam urat, penderita sakit maag (asam lambung). Selain itu antosianin juga memiliki kemampuan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik). Total kandungan antosianin bervariasi pada



17



setiap tanaman dan berkisar antara 20 mg/100 g sampai 600 mg/ 100 g berat basah (Sayuti dan Yenrina 2015). 2.1.7 Antioksidan Secara kimia senyawa antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif oksidan.



Antioksidan



bekerja



dengan



cara



mendonorkan



satu



elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa di hambat. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang memiliki radikal bebas dan menghambat pembentukan radikal bebas (Sayuti dan Yenrina 2015). Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintesis (Triyem 2010). Adanya antioksidan alami maupun sistesis dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan degradasi komponen organik dalam bahan makanan. Beberapa senyawa antioksidan sintesis yang umum digunakan adalah butylated hidroxytoluen (BHT), butylated hidroxyanisole (BHA), terbutylhydroxyquinone (TBHQ), asam galat dan propil galat. Antioksidan alami dapat diperoleh dari makanan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan tanaman lainya yang mengandung antioksidan bervitamin (seperti vitamin A, C, E), asam-asam fenolat (seperti asam ferulat, asam



18



klorogerat, asam elegat dan asam kafeat) dan senyawa flavonoid seperti kuersetin, mirisetin, apigenin, luteolin, dan kaem ferol) (Erawati 2012). Aktifitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur dari kemampuannya menangkap radikal bebas. Radikal bebas yang biasa digunakan sebagai model dalam mengukur daya penangkal radikal bebas adalah DPPH yang merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup dilarutkan. Jika disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpananya yang baik akan stabil selama bertahuntahun (Fatyanti 2017). 2.1.8 Radikal Bebas Suatu zat atau senyawa dapat menunda reaksi antioksidan apabila senyawa itu dapat menghambat pembentukan radikal bebas pada tahap inisiasi, atau senyawa itu dapat menginturepsi propagasi reaksi berantai radikal bebas. Inisiasi radikal bebas dapat dapat dihambat dengan penggunaan pengurai peroksida, atau senyawa pengelat logam, atau penghambat oksigen singlet. Walaupun demikian, karena peroksidaperoksida dan logam-logam intiator tidak dapat seluruhnya dihilangkan, kebanyakan kajian diarahkan pada kerja akseptor radikal bebas (Santoso 2016). Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai setiap spesies yang mampu berada secara independen dan memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan (unpaired electron), yaitu elektron yang sendirian



19



dalam orbital. Lambang dot radikal (.) digunakan untuk menandai adanya satu atau lebih elektron tak berpasangan. Contoh radikal bebas ialah superoksida, O. . studi kinetika kerja antioksidan pertama-tama telah dilakukan oleh Bolland dan ten Have pada tahun 1947 sengan menggunakan sistem model etil linoleat yang mengandung hidroquinon sebagai penghambat. Dipostulasikan bahwa antioksidn menghambat reaksi berantai dengan bertindak sebagai donor hidrogen atau akseptor radikal beas dan disimpulkan bahwa akseptor radikal bebas (AH) bereaksi terutama dengan RO.2 dan tidak dengan radikal R. (Santoso 2016). 2.1.9 Peredaman DPPH Metode DPPH adalah suatu metode kolorimetri yang efektiv dan cepat untuk memperkirakan aktivitas aniradikal/antioksidan. Uji kimia ini secara luas digunakan dalam penelitian produk alami untuk isolasi antioksidan fitokimia dan ntuk menguji seberapa besar kapasitas ekstrak dan senyawa murni dalam menyerap radikal bebas. Metode DPPH berfungsi untuk mengukur elektron tunggal seperti aktivitas transfer hidrogen sekaligus untuk mengukur aktivitas penghambatan radikal bebas (Suhaling 2010). Radikal DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λmax 517 mm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi



20



kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi penurunan intensitas warna yan terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat erjadi apabila adanya penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi (Sayuti dan Yenrina 2015).



Gambar 2.2 Reaksi DPPH dengan Senyawa Antioksidan (Tristantini dkk. 2016). 2.1.10 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri dari fase diam yang ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah adalah berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok, pemisahan terjadi selama perambatan kapiler. Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan. Kromatografi lapis



21



tipis mempunyai banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu analisis cepat, daya pisah cukup baik. Derajat retensi pada kromatografi lapis tipis biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi, Rf (Retardation factor). Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu pemisahan merupaka hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak dalam KLT (Ikhlas 2013). Rf =



2.1.11 Spektrofotometri UV-Vis Sinar ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-750 nm) merupakan salah satu radiasi elektromagnetik dan energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektomagnetik pada frekuensi (panjang gelombang) yang sesuai sehingga energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul (Ganjdar dan Rohman, 2012). Suatu zat dapat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis apabila memunyai zat tersebut memiliki gugus kromofor dan anksokrom.kromofor merupakan ikatan rangkap yang terkonjungsi atau gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak (misalnya gugus alken, alkin, karbonil,



22



karboksil, amido, azo, nitro, nitroso, dan nitrat). Ausokrom atau suatu gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas seperti OH, -O, NH2, dan –OCH3 (Ganjdar dan Rohman, 2012). Hal-hal



yang



harus



diperhatikan



dalam



analisis



secara



spektrofotometri UV-Vis: 1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara ini digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain yang direaksikan dengan pereaksi tertentu. 2. Waktu operasional (Operating time) Cara ini bisa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. 3. Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelmbang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. 4. Pembuatan kurva baku Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan



23



berbagai koensentrasi yang diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. 5. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 17%, jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan. T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar dan Rohman 2007). 1. Instrumen Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapa atau emisi radiasi elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut spektrometer atau spektrofotometer. Berikut adalah diagram sederhana dari spektrofotometer:



Sumber



Monokromator



Sel/kuvet



Mesin pencatat



Detector



Gambar 2.3 Diagram Sederhana Spektrofotometer (Sastrohamidjojo 2015) a. Sumber tenaga radiasi Untuk senyawa-senawa yang menyerap dispektrum daerah ultraviolet,



digunakan



lampu



deuterium.



Deuterium



merupakan salah satu isotop hidrogen. Suatu lampu deuterium



merupakan



sumber



energi



tinggi



yang



24



mengemesikan sinar pada panjang gelombang 200-370 nm dan digunakan untuk semua spektroskopi dalam daerah spektrum ultraviolet. b. Monokromator Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif atau panjang gelombang-gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelmbang-gelombang tersebut menjadi jalur-jalur sangat sempit. c. Tempat cuplikan Cuplikan yang akan dipelajari pada daerah ultraviolet atau terlihat yang biasanya berupa gas atau larutan ditempatkan dalam sel atau kuvet. Sel yang digunakan untuk cuplikan yang berupa gas mempunyai panjang lintasan dari 0,1 hingga 100 nm, sedang sel untuk larutan mempunyai panjang lintasan dari 1 hingga 10 cm. d. Detektor Detektor biasanya merupakan kepingan elektronik yang disebut dengan tabung pengganda foton, yang beraksi untuk mengubah intensitas berkas sinar ke dalam sinyal elektrik yang dapat diukur dengan mudah, dan juga beraksi sebagai pengganda untuk meningkatkan kekuatan sinyal.



25



e. Pencatat Membaca spektrum yang dihasilkan dan mengeluarkan data sesuai yang diingikan 2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal Penjang



gelombang



yang digunakan



untuk



analisis



kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal yaitu: a. Pada panjang gelombang tersebut kepekaanya juga maksimal karena panjang gelombang maksimal tersebut perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. b. Jika dilakukakn pengukuran ulang maka kesalahan oleh pemasang ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman 2007). 2.2 Hipotesis 1. Ada aktivitas antioksidan pada ekstrak maserasi dan perkolasi kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis L.).



26



2. Ekstrak maserasi mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada perkolasi.



BAB III METODE PENELITIAN



3.1 Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini pengaruh perbedaan metode ekstraksi maserasi dan perkolasi terhadap uji aktivitas antioksidan pada kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). 3.2 Sampel dan Teknik Sampling Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Sampel kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) diperoleh dari Pasar Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal. Teknik sampling pada penelitian ini yaitu menggunakan purposive sampling dimana pengambilan kulit buah naga merah ditentukan dengan mempertimbangan kesegaran buah dan kulit buah naga yang berwarna merah. 3.3 Variabel Penelitian Variabel adalah karakteristik dari subjek penelitian, atau fenomena yang memiliki beberapa nilai (variasi nilai). Variabel yang dikumpulkan harus mencakup pada tujuan dan kerangka konsep (Sudibyo dan Surahman, 2014). 3.3.1 Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel yang sengaja



diubah-ubah



untuk



mengetahui



pengaruhnya



terhadap



variabelterikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode



27



28



ekstraksi dengan metode maserasi dan metode ekstraksi dengan metode perkolasi. 3.3.2 variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam pnelitian ini adalah aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah. 3.3.3 Variabel Terkendali Variabel terkendali merupakan variable yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga tidak akan memengaruhi variabel yang akan diteliti. Variabel tekendali dalam penelitian ini adalah tempat pengambilan sampel, proses pengeringan simplisia, proses pengujian antioksidan dengan metode spektrofotometri UV-Vis. 3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Cara Pengumpulan Data 1. Jenis data yang digunakan bersifat kualitatif dan kuantitatif 2. Metode pengumpulan data menggunakan eksperimen laboratorium Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal. 3.4.2 Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan sebagai berikut : Timbangan analitik, beaker glass,



toples hitam untuk maserasi, perkolator, batang



pengaduk, kain flanel, kapas, corong kaca, cawan uap, tabung reaksi, labu ukur, pipet volume, blender, rotavapor, mikroskop,



29



vial, gelas ukur, mikro pipet, kuvet, spektrofotometer UV-Vis (Ganesys 10 S). 2. Bahan Bahan yag digunakan di dalam penelitan ini adalah kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) diperoleh dari pasar Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Etanol 70%, metanol, H2SO4, aquadest, asam asetat, HCl pekat, DPPH, butanol. 3.4.3 Cara Kerja 1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan Sampel dilakukan dengan memilih kulit buah naga merah di Pasar Suradadi Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal. 2. Pembuatan Serbuk Kulit Buah Naga Merah Kulit buah naga dikumpulkan dan dibersihkan dari kotoran, kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih untuk selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari. Setelah simplisia kering kemudian dihaluskan hingga didapat serbuk simplisia yang halus. Serbuk simplisia yang diperoleh disimpan dalam wadah bersih, kering dan tertutup rapat.



30



Mengumpulkan sejumlah kulit buah naga merah dan emebersihkan dari kotoran dengan cara mencuci kulit buah naga merah dengan air mengalir



Mengeringkan kulit buah naga merah dengan cara dijemur dibawah sinar matahari



Menghaluskan simplisia dan mengayak dengan ukuran mess 60



Menyimpan serbuk simplisia yang diperoleh dalam wadah bersih, kering dan tertutup rapat Gambar 3.1 Skema Pembuatan Serbuk Simplisia 3. Identifikasi Serbuk Simplisia a. Mikroskopis Identifikasi serbuk simplisia dengan menggunakan mikroskop. Sedikit serbuk simplisia diletakkan pada objek glass dengan menambahkan aquadest secukupnya dan ditutup dengan deg glass kemudian mengatur pencahayaan mikroskop dan mengamati dibawah mikroskop dengan pembesaran



tertentu



kemudian



mikroskopik sampel yang telah diamati.



memfoto



bentuk



31



Mengambil sedikit serbuk simplisia pada objek glass



Menambahkan aquadest secukupnya dan tutup dengan deg glass



Mengatur pencahayaan mikroskop



Mengamati dibawah mikroskop dengan pembesaran tertentu Memfoto bantuk mikroskopik sampel yang telah diamati



Gambar 3.2 Skema uji mikroskopis serbuk simplisia 4. Ekstraksi Kulit Buah Naga Merah a. Maserasi Sebanyak 50 gram serbuk simplisia kulit buah naga merah diekstraksi dengan pelarut etanol 70% sebanyak 375 mL dengan perbandingan 1: 7,5 rendam selama ± 5 x 24 jam sambil sesekali diaduk, setelah itu disaring untuk memisahkan ampas dan filtratnya. Selanjutnya filtrat dievaporasi sehingga didapat ekstrak kental (Marjoni 2016).



32



50 gr serbuk kulit buah naga merah



375 mL etanol 70%



Memasukkan kedalam bejana dan dimaserasi selama ± 5 x 24 jam terlindung dari cahaya



Menyaring untuk memisahkan ampas dan filtrat



Filtratnya dievaporasi untuk mendapat ekstrak kental



Gambar 3.3 Skema Ekstraksi dengan Metode Maserasi b. Perkolasi Sebanyak 50 gram serbuk kulit buah naga merah yang sebelumnya telah melewati proses perendaman ± 3 jam dimasukkan kedalam perkolator yang sudah dilengkapi dengan kapas untuk menahan serbuk simplisia, tuang pelarut etanol 70% secara perlahan sampai



merendam seluruh massa.



Kemudian didiamkan dalam keadaan tertutup selama 24 jam setelah itu keran perkolator dibuka sedikit sampai pelarut menetes dengan kecepatan 1 mL/menit. Perkolat kemudian dipindahkan kedalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari ditempat sejuk, saring perkolat dan evaporasi hingga didapat



ekstrak



Wehantouw 2013).



kental



(Mokoginta,



Runtuwene,



dan



33



50 gr serbuk ekstrak kulit buah naga merah direndam selama 3 jam



Memasukkan kedalam perkolator dan memasukkan etanol 70% kemudian diamkan tertutup selama 24 jam



Diamkan perkolat selama 2 hari kemudian saring



Perkolat dievaporasi untuk mendapat ekstrak kental



Gambar 3.4 Skema Ekstraksi Metode Perkolasi. c. Uji Bebas Etanol Memasukkan sedikit ekstrak maserasi dan perkolasi kulit buah



naga



merah



ke



dalam



tabung



reaksi,



lalu



menambahkan 2 tetes H2SO4. Kemudian mengamati perubahan bau, jika tidak berbau atil asetat (ester) maka ekstrak terbebas dari etanol (Fatyanti 2017). Memasukkan sedikit ekstrak maserasi dan perkolasi kedalam tabung reaksi, lalu menambahkan 2 tetes asam asetat dan 2 tetes H2SO4



Mengamati perubahan bau, jika tidak berbau estil asetat (ester) maka ekstrak terbebas dari etanol



Gambar 3.5 Skema Uji Bebas Etanol 5. Uji Kandungan Fitokimia Flavonoid Dilakukan uji warna golongan senyawa flavonoid yakni sebanyak 2 ml ekstrak ditambahkan dengan air panas secukupnya.



34



Kemudian didihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat sebanyak 5 ml ditambahkan 0,05 mg serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat. Kemudian dikocok kuat-kuat. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning dan jingga (Koleangan, Sangi, dan Baud 2014). 2 mL ekstrak ditamahkan dengan air panas secukupnya, didihkan selama 5 menit kemudian saring



5 mL filtrat ditambahkan 0,05 mg serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat kemudian kocok kuat



Hasil positif menunjukkan warna merah, kuning, dan jingga Gambar 3.6 Skema Uji Kandungan Fitokimia Flavonoid 6. Uji Kromatrografi Lapis Tipis Dilakukan



uji



senyawa



flavonoid



dengan



metode



KLT.



Menyiapkan alat dan bahan, plat KLT lapis silika gel yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 3 menit pada suhu 45°C untuk mengurangi kadar air pada plat KLT. Selanjutnya plat KLT yang sudah dioven diberi garis batas atas dan batas bawah masingmasing 1 cm untuk mempermudah penotolan dan mengetahui jarak pelarut yang ditempuh sehingga mempermudah dalam perhitungan Rf (Retardation factor). Kemudian membuat fase gerak dengan mengambil n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5), dimasukkan kedalam chamber dan jenuhkan dengan menggunakan kertas saring



35



(Adrinata



2016).



Setelah



jenuh



proses



selanjutnya



yaitu



memasukkan plat KLT yang sudah ditotolkan sampl kedalam chamber yang sudah jenuh. Pada proses ini BAA akan bergerak naik melewati butiran silika gel, dan pergerakan BAA akan diikuti oleh senyawa yang diidentifikasi. Setelah proses elusi, lempeng silika gel selesai ditandai dengan naiknya eluen sampai garis batas atas. Angkat plat KLT dan keringkan dengan cara dianginanginkan kemudian dilihat penampakan noda pada sinar UV. Eluen yang baik ialah eluan yang bisa memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak ditandai dengan munculnya noda. Syarat noda yang baik ialah bentuk noda tidak berekor dan jarak antar nda satu dengan yang lainnya jelas. Proses selanjutnya menganalisa Rf dan hRf. Berikut identifikasi KLT secara skematis :



36



Menyiapkan alat dan bahan



Mengoven palt KLT selama 3 menit pada suhu 45°C



Membuat garis batas atas dan batas bawah pada plat KLT 1 cm



Menotolkan sampel pada garis batas bawah plat KLT



Menunggu hingga kering plat KLT siap digunakan



Membuat fase gerak



Memasukkan nbutanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5) ke dalam chamber Menjenuhkan dengan kertas saring sebagai indikasinya



Menunggu jenuh fase gerak siap digunakan



Memasukkan plat KLT ke dalam chamber yang sudah dijenuhkan



Menunggu hingga eluen naik sampai batas atas plat KLT, keringkan dengandiangin-anginkan



Melihat bercak yang nampak dubawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 sebagai panjang gelombang teoritis



Menganalisa Rf dan hRf Gambar 3.7 Skema Uji Kromatgrafi Lapis Tipis



37



7. Analisa Antioksidan Dalam Ekstrak a. Larutan blanko yang digunakan adalah metanol. Pencataan dilakukan terhadap absorbansi pada panjang gelombang maksimum. b. Pembuatan larutan DPPH Larutan DPPH dibuat dengan melarutkan DPPH dengan konsentrasi 40µg/mL, dalam metanol yag dibuat segar serta terlindung dari cahaya. Sebanyak 10 mg DPPH dilarutkan dengan metanol dalam labu ukur 10 mL, dikocok hingga homogen. Dari larutan tersebut dipipet 4 mL dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan metanol sampai batas dan didapatkan larutan pereaksi dengan konsntrasi 40µg/ml (Fatyanti 2017) 10 mg DPPH



10 mL Metanol



Masukkan kedalam labu ukur 10 mL, kocok sampai homogen



Dipipet sebanyak 4 mL dan masukkan kedalam labu ukur 100 mL, cukupkan dengan metanol



Didapatkan larutan DPPH dengan Konsentrasi 40 µg/mL Gambar 3.8 Skema Pembuatan Larutan DPPH c. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH



38



Memipet larutan DPPH sejumlah volume tertentu ke dalam kuvet kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang 450, 460, 470, 480, 490, 500, 510, 520, 530, 540, dan 550 nm, kemudian mencatat absorbansi yang dihasilkan oleh masing-masing gelombang dan membuat kurva hubungan antara panjang gelombang dan absorbansi (Rahmawati 2016). Memipet larutan DPPH sejumlah volume tertentu



Periksa pada panjang gelombang 450, 460, 470, 480,490, 500, 510, 520, 530, 540, dan 550 nm



Mencatat absorbansi yang dihasilkan oleh masingmasing gelombang



Membuat kurva hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi Gambar 3.9 Skema Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH d. Pembuatan Larutan Induk Vitamin C (100 ppm) Sebagai Kontrol Positif Serbuk vitamin C sebanyak 10 mg, dilarutkan dalam metanol lalu dimasukkan dalam labu ukur 100 mL. Volume dicukupkan



dengan



(Rahmawati 2016).



metanol



sampai



tanda



batas



39



Menimbang vitamin C sebanyak 10 mg



Melarutkan dengan metanol



Memasukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian cukupkan dengan metanol sampai tanda batas Gambar 3.10 Skema Pembuatan Larutan Induk Vitamin C e. Pembuatan Larutan Uji Seri Vitamin C (10, 20, 40, 80) Larutan induk vitamin C masing-masing dipipet 1, 2, 4, 8 mL dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL. Volume dicukupkan dengan metanol hingga tanda batas (Rahmawati 2016). Larutan uji dibuat konsentrasi 10, 20, 40, 80 ppm



Larutan induk vitamin C dipipet sebanyak 1, 2, 4, 8 (mL)



Masing-masing dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan dengan metanol Gambar 3.11 Skema Pembuatan Larutan Uji Seri Vitamin C



40



f. Pembuatan Larutan Induk Ekstrak kulit Buah Naga Merah (2000 ppm) Ekstrak kulit buah naga merah (ekstrak maserasi dan perkolasi) ditimbang sebanyak 100 mg, dilarutkan dalam metanol lalu dimasukkan dalam labu ukur 50 mL, volume dicukupkan dengan metanol sampai tanda batas (Fatyanti 2017). Menimbang ekstrak kulit buah naga merah (ekstrak maserasi dan perkolasi) sebanyak 100 mg



Melarutkannya dengan metanol



Memasukkan kedalam labu ukur 50 mL, kemudian cukupkan dengan metanol sampai tanda batas Gambar 3.12 Skema Pembuatan Larutan Induk Ekstrak 2000 ppm g. Pembuatan Larutan Uji Seri Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (100, 200, 400, dan 600 ppm) Larutan induk ekstrak kulit buah naga merah (ekstrak maserasi dan perkolasi ) dipipet masing-masing; 0,5; 1 ; 2 ; 3 (mL) dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, volume dicukupkan dengan metanol sampai tanda batas (Fatyanti 2017).



41



Larutan uji dibuat konsentrasi 100, 200, 400, 600 ppm



Larutan induk ekstrak kulit buah naga merah dipipet sebanyak 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 (mL)



Masing-masing dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan dengan metanol Gambar 3.13 Skema Pembuatan Uji Seri Ekstrak (Maserasi dan Perkolasi) Kulit Buah Naga Merah h. Penentuan Aktivitas Antioksidan Dengam Metode DPPH Larutan uji dan kontrol sebanyak



1 mL dari



masing-masing konsentrasi dipipet dan dimasukkan dalam vial,



kemudian



ditambahkan



dengan



larutan



DPPH



sebanyak 1,5 mL dikocok sampai homogen, kemudian inkubasi selama 30 menit ditempat yang terlindung dari cahaya. Selanjutnya, dibaca serapannya pada panjang gelombang maksimum (Niah dan Helda 2016). Larutan uji dipipet sebanyak 1 mL dari masing-masing konsentrasi, masukkan ke dalam vial Menambahkan dengan 1,5 mL larutan DPPH, kocok sampai homogen Kemudian inkubasi selama 30 menit terlindung dari cahaya Serapan dibaca pada gelombang maksimum Gambar 3.14 Penentuan Aktivitas Antioksidan



42



i. Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dinyatakan dengan nilai peredamannya maka akan semakin besar juga nilai aktivitas antioksidannya. Presentase aktivitas penghambat DPPH pada masing-masing ekstrak dan vitamin C dinyatakan dengan rumus : 100%



% inhibisi =



Data presentase inhibisi selanjutnya diplotkan ke tabel probit untuk memeproleh nilai probit, kemudian dibuat grafik antara log konsentrasi (x) dan probit ( y ) sehingga diperoleh persamaan regresi linier y = ax + b. Dengan memasukkan nilai y = 5 ( probit dari 50% ) makan nilai IC50. IC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar 50%. Kemudian IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier, konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan inhibisi sebagai sumbu y. Dari persamaan y = ax + b dapat dihitung nilai IC50 dengan menggunakan rumus : Y = ax + b 5 = ax + b (x) IC50 =



(Fatyanti 2017)



43



3.5 Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi Maserasi dan Perkolasi Terhadap Uji Aktivias Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan peredaman DPPH menggunakan metode spektrofotometri UVVis. Metode pengumpulan data menggunakan eksperimen di laboratorium Farmasi Politeknik Hrapan Bersama Tegal. Sampel yang digunakan yaitu kulit buah naga merah. Pengambilan kulit buah naga menggunakan teknik purposive smpling diperoleh dari pasar Suradadi, Kabupaten Tegal. Kulit buah naga merah disortasi agar sampel yang digunakan tidak tercampur dengan bahan-bahan asing lainya kemudian sampel ditimbang sebanyak 1752 gram. Sampel dikeringkan di bawah sinar matahari langsung. Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak atau ditumbuhi jamur agar simplisia dapat disimpan dalam waktu lama. Dalam waktu kurang lebih 5 hari hasil pengeringan diperoleh sebanyak 138,38 gram dengan demikian diperoleh prosentase berat kering terhadap berat basah sebesar 7,89%. serbuk simplisia kemudian ditimbang 2 bagian masing-masing 50 gram, yang pertama untuk ekstraksi dengan metode maserasi dan yang kedua untuk ekstraksi dengan metode perkolasi.



44



45



Serbuk simplisia kulit buah naga yang telah diperoleh kemudian diidentifikasi secara mikroskopis untuk mengetahui kebenaran simplisia yang digunakan. Tabel 4.1 Hasil Uji Mikroskopis No



Fragmen



1.



Butir pati



2.



Jaringan pengangkut dengan penebalan bentuk tangga



3.



Sel parenkim



4.



Rambut



5.



Epidermis



Literatur (Siregar 2011)



45



Hasil



46



Hasil dari tabel menunjukkan serbuk kulit buah naga merah dengan pengamatan di bawah mikroskop ditemukan fragmen-fragmen atau bagian-bagian yang terdapat pada kulit buah naga merah meliputi : epidermis, rambut, sel parenkim, jaringan pengangkut dengan penebalan bentuk tangga, dan butir pati. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah maserasi dan perkolasi dengan perbandingan 1:7,5 menggunakan pelarut etanol 70%. Sampel kulit buah naga yang sudah dihaluskan ditimbang untuk ekstraksi dengan metode maserasi dan perkolasi masing-masing 50 gram, sampel yang digunakan berbentuk serbuk bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga zat yang terkandung pada simplisia tersebut dapat tertarik lebih mudah. Sampel pertama sebanyak 50 gram diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 375 mL selama ± 5 x 24 jam. Kemudian sampel kedua sebanyak 50 gram diekstraksi dengan metode perkolasi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 375 mL, sebelumnya sampel diendam terlebih dahulu selma 3 jam bertujuan untuk proses pencucian, perendaman tersebut juga membantu mempermudah pelarut masuk ke dalam sel dengan cara membentuk suatu perlintasan melalui pembengkakan. Pada saat pelarut baru membasahi simplisia, maka dengan mudah pelarut tersebut masuk dan menarik senyawa-senyawa yang ada di dalamnya sehingga mempermudah penyarian selanjutnya, setelah perendaman baru kemudian dimasukkan ke dalam perkolator dan didiamkan terlebih dahulu selama 2 x 24 jam agar zat aktif tertarik sempurna dengan adanya penambahan pelarut. Kran pada perkolator dibuka setelah 2 x 24 jam dengan kecepatan tetesan 1 mL/menit (Purwanto 2009).



47



Alasan menggunakan pelarut etanol yaitu etanol lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorbansinya baik, dan panas yang digunakan untuk pemekatan lebih sedikit dan juga flavonoid bersifat polar sehingga cocok mengunakan pelarut polar agar zat terarik sempurna. Ekstrak yang telah diperoleh kemudian diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental. Dengan metode perkolasi didapat ekstrak dengan rendemen sebesar 36,53% sedangkan dengan metode maserasi didapat ekstrak dengan rendemen sebesar 42,15%. Setelah didapat ekstrak kental kemudian dilakukan uji bebas etanol untuk memastikan bahwa ekstrak telah terbebas dari pelarutnya yaitu etanol. Tabel 4.2 Hasil Uji Bebas Etanol Sampel Ekstrak (metode maserasi) Ekstrak (metode perkolasi)



Uji Ekstrak + 2 tetes asam asetat (CH3COOH) + asam sulfat (H2SO4) Kemudian dipanaskan



Pustaka



Tidak berbau ester (Fatyanti, 2017)



Hasil Tidak berbau ester



Ket +



+ Tidak berbau ester



Keterangan : (+) Sesuai dengan pustaka (-) Tidak sesuai dengan pustaka Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa ekstrak maserasi dan perkolasi memperoleh hasil positif pada uji bebas etanol hal ini sudah sesuai dengan pustaka yaitu tidak berbau ester. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah naga baik dengan metode maserasi maupun perkolasi terbebas dari etanol.



48



Tabel 4.3 Uji Bebas Etanol No 1.



Sampel Ekstrak Maserasi



2.



Ekstrak perkolasi



Gambar



Setelah dilakukan uji bebas etanol, selanjutnya dilakukan uji kandungan fitokimia flavonoid. Flavonoid merupakan suatu senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan. Untuk mengetahui kandungan flavonoid dalam ekstrak kulit buah naga merah maka diperlukan uji kualitatif. Uji kualitatif meliputi uji warna dan uji kuantitatif flavonoid dilakukan menggunakan KLT. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.5



49



Tabel 4.4 Hasil Uji Kandungan Fitokimia Flavonoid Sampel



Reaski identifikasi



Ekstrak maserasi



2 mL ekstrak + air panas (didihkan 5 menit, kemudian saring). 5 mL filtrat + 0,05 mg + 1 mL HCl pekat kemudian dikocok kuat.



Ekstrak perkolasi



Warna awal



Hasil



Keterangan (+)



(+)



Ket : a. Perkolasi b. Maserasi



Pada hasil uji flavonoid, ekstrak maserasi dan perkolasi buah naga merah positif mengandung senyawa flavonoid dengan perubahan warna yang dihasilkan yaitu menjadi warna kuning. Flavonoid merupakan senyawa polar oleh karena itu, umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol. Etanol berfungsi sebagai pembebas flavonoid dari bentuk garamnya. Penambahan asam klorida pekat berfungsi untuk protonasi flavonoid hingga terbentuk garam flavonoid. Setelah penambahan bubuk magnesium, hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi kuning. Warna kuning yang dihasilkan



50



menandakan adanya flavonoid akibat dari reduksi oleh asam klorida pekat dan magnesium (Koleangan, Sangi, dan Baud 2014).



Gambar 4.1 Reaksi Dugaan Flavonoid dengan Serbuk Mg (Latifah 2015). Setelah uji kandungan fitokimia diketahui hasilnya maka dilanjutkan identifikasi dengan cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT merupakan salah satu analisis kuantitatif dari suatu yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase gerak disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Fase gerak yang digunakan untuk ekstrak maserasi dan perkolasi kulit buah naga merah yaitu fase gerak BAA terdiri dari n-butanol : asam asetat : air dengan perbandigan 4 : 1 : 5 dibuat sebanyak 10 mL (Adrinata 2016). Fase gerak kemudian dijenuhkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Tujuan dari penjenuhan adalah untuk memperoleh homogenitas dalam bejana dan akan meminimalkan penguapan pelarut dari plat KLT selama pengembangan. Untuk mengetahui kejenuhan fase gerak tersebut digunakan kertas saring dengan melihat lembabnya kertas saring sampai ke atas chamber. Sedangkan plat KLT dioven selama 3 menit



51



dengan suhu 45°C bertujuan untuk mengurangi kadar air supaya tidak lembab sehingga penyerapan dapat berlangsung dengan cepat. Pada plat KLT diberi tanda batas atas dan batas bawah, penotolan sampel ekstrak maserasi dan perkolasi kulit buah naga merah yaitu pada batas bawah. Kemudian plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang berisi fase gerak yang telah jenuh. Fase gerak dibiarkan naik sampai batas atas plat KLT. Tabel 4.5 Penampak Noda dari KLT pada panjang gelombang 366 nm No 1.



Sampel Ekstrak maserasi



2.



Ekstrak perkolasi



Gambar



Tabel 4.6 Hasil Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis No 1.



Sampel



Rf



Ekstrak 0,92 maserasi 2. Ekstrak 0,95 perkolasi (sumber : Data Penelitian)



HRf 92 95



standar Rf (Latifah 2015) 0,91 – 0,96



52



Nilai Rf dan hRf sampel ekstrak maserasi yaitu 0,92 dan 92, sedangkan nilai Rf dan hRf sampel ekstrak perkolasi yaitu 0,95 dan 95. Nilai Rf kedua ekstrak diduga merupakan senyawa flavonoid karena masuk range standar Rf flavonoid yaitu 0,91 – 0,96 (Latifah 2015). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak kulit buah naga merah mengandung senyawa flavonoid. Nilai Rf dipengaruhi oleh kejenuhan bejana, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu dan struktur senyawa yang dipisahkan. Uji selanjutnya menentukan nilai aktivitas antioksidan, tahap awal yaitu menentukan panjang gelombang maksimum DPPH terlebih dahulu untuk memudahkan penyerapan absorbansi agar mendapatkan absorbansi yang terbaik. Larutan DPPH 40 ppm yang telah diinkubasi selama 30 menit diukur serapannya pada panjang gelombang 450-550 nm. Tabel 4.7 Hasil Panjang Gelombang Maksimum panjang gelombang



Absorbansi



450



0,653



460



0,715



470



0,797



480



0,899



490



1,011



500



1,114



510



1,174



520



1,16



530



1,073



540



0,944



550



0,827



53



Panjang Gelombang Maksimum Absorbansi



1,5 1 0,5 0 450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550 Panjang Gelombang



Gambar 4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Dari kurva tersebut dapat diketahui bahwa gelombang maksimum berada pada puncak gelombang 510 nm. Langkah selanjutnya yaitu uji aktivitas antioksidan dengan peredaman DPPH. Metode DPPH merupakan metode yang sering dipilih sebagai metode pengujian aktivitas antioksidan karena sederhana, mudah, cepat, peka dan memerlukan sedikit sampel. Metode ini hanya membutuhkan senyawa DPPH yang bersifat stabil dan senyawa pembandingan vitamin C. Hasil dapat diamati dengan perubahan larutan dari ungu menjadi kuning. Perubahan warna menunjukkan bahwa DPPH telah tereduksi oleh proses donasi hydrogen atau elektron dari senyawa antioksidan sehingga warnanya berubah dari violet ke kuning. Konsentrasi yang dibuat untuk menentukan aktivitas antioksidan pada ekstrak maserasi dan perkolasi kulit buah naga merah yaitu 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm denagn larutan induk 2000 ppm. Langkah berikutnya mengambil beberapa mL larutan induk sesuai perhitungan pengenceran konsentrasi ( lampiran III) yang digunakan dengan penambahan metanol add 10 mL. Kemudian mengambil larutan konsentrasi yang dibuat sebanyak masing-



54



masing 2 mL dan ditambah dengan 1,5 mL larutan DPPH dan selanjutnya akan diukur absorbansinya pada spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm. Ekstrak maserasi dan perkolasi kulit buah naga merah ketika bereaksi dengan DPPH langsung mengubah warna ungu menjadi kuning pucat. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Wahdaningsih, Setyowati, dan Wahyuono 2011) yaitu adanya aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH dalam metanol yang semula berwarna violet pekat menjadi kuning pucat.



Gambar 4.3 Mekanisme DPPH dengan Antioksidan(Ulfa 2016)



55



Tabel 4.8 Aktivitas Antioksidan



Sampel



Konsentrasi



Absorbansi ratarata



Absorbansi Blanko



0,118 10 0,075 20 Vitamin C 0,461 0,054 40 0,025 80 100 0,588 200 0,581 Ekstrak 1,201 perkolasi 400 0,551 600 0,515 100 0,198 200 0,151 Ekstrak maserasi 0,461 400 0,139 600 0,127 Absorbansi blanko vitamin C dan ekstrak maserasi = 0,461 Absorbansi blanko ekstrak perkolasi = 1,201



% inhibisi 74,4 83,73 88,28 94,57 51,04 51,62 54,12 57,12 57,04 67,24 69,84 72,45



Tabel 4.9 Aktivitas Antioksidan Dalam Bentuk Probit



Sampel



Vitamin C



Ekstrak perkolasi



Ekstrak maserasi



Log konsentrasi



Probit % inhibisi



1 1,3 1,6 1,9 2 2,3 2,6 2,8 2 2,3 2,6 2,8



5,64 5,99 6,18 6,64 5,03 5,05 5,1 5,18 5,18 5,44 5,5 5,58



Persamaan Regresi Linier



IC50 (µg/mL)



y = 1,0633x + 4,5707



2,53



y = 0,1796x + 4,6545



83,89



y = 0,4721x + 4,2801



33,49



56



Vitamin C



probit



7



y = 1,0633x + 4,5707 R² = 0,9765 R = 0,9811



6,5 6 5,5 0



0,5



1



1,5



2



log Konsentrasi



Gambar 4.4 Hubungan Antara Log Konsentrasi Dengan Probit % Inhibisi Aktivitas Antioksidan Vitamin C Perkolasi



probit



5,2 5,15



y = 0,1796x + 4,6545 R² = 0,8846 R = 0,9405



5,1 5,05 5 0



0,5



1



1,5



2



2,5



3



log konsentrasi



Gambar 4.5 Hubungan Antara Log Konsentrasi Dengan Probit % Inhibisi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Perkolasi Kulit Buah Naga Merah



probit



Maserasi 5,7 5,6 5,5 5,4 5,3 5,2 5,1



y = 0,4721x + 4,2801 R² = 0,9111 R = 0,9545



0



0,5



1



1,5



2



2,5



3



log konsentrasi



Gambar 4.6 Hubungan Antara Log Konsentrasi Dengan Probit % Inhibisi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Maserasi Kulit Buah Naga Merah



57



Parameter yang digunakan untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah Inhibitory Concentration (IC50). Nilai IC50 menggambarkan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal bebas 50%. Nilai IC50 diperoleh dengan menggunakan persamaan linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi (simbol x) dengan aktivitas penangkap radikal bebas (simbol y). Pada penelitian ini untuk mendapatkan nilai IC50 menggunakan probit. Nilai IC50 ditentukan dengan analisis probit yang diperoleh dari konversi % inhibsi ke dalam nilai probit, sehingga nilai konsentrasi diubah ke dalam nilai log konsentrasi. Nilai IC50 merupakan nilai antilog pada nilai probit 50. Tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji dengan menggunakan metode DPPH dapat digolongkan menurut nilai IC50 (Pranata 2013). Tabel 4.10 Tingkat Kekuatan Antioksidan Intesitas



Nilai IC50 (µg/ml)



Sangat kuat