Metode Statistika [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROGRAM STUDI STATISTIKA – UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG



Buku Ajar



Metode Statistika 1 Lisnur Wachidah Teti Sofia Yanti Program Studi Statistika, Universitas Islam Bandung



D IBIAYAI



OLEH



P ROGRAM H IBAH K OMP ETISI I NSTITUSI 2008



DAFTAR ISI



BAB 1 ARTI STATISTIKA 1. Pengantar 2. Kompetensi Dasar 3. Tujuan Pembelajaran 4. Indikator 5. Kegiatan belajar 5.1 Statistik dan Statistika 5.2 Jenis dan Sumber Data 5.3 Populasi dan Sampel 5.4 Skala Pengukuran 6. Latihan 7. Daftar Pustaka BAB 2 NOTASI DAN OPERASINYA Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan Belajar 5.1 Notasi 5.2 Operasi Penjumlahan ∑ 5.3 Sifat-sifat Pokok Penjumlahan 6. Latihan 7. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5.



BAB 3 PENYAJIAN DATA 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Penyajian Data 5.2 Penyajian Data dalam Bentuk Daftar 5.3 Diagram Batang 5.4 Diagram garis 5.5 Diagram Lingkaran dan Diagram Pastel 5.6 Diagram Lambang 5.7Diagram Peta 5.8 Diagram Pencar 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



Halaman 1 2 2 2 2 3 3 4 4 5 8 9 11 11 11 11 11 12 12 14 16 18 20 22 22 22 22 22 23 23 23 32 37 44 45 47 48 49 52



BAB 4 DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI DAN GRAFIKNYA 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan Belajar 5.1 Daftar Distribusi Frekuensi 5.2 Membuat Daftar Distribusi Frekuensi 5.3 Daftar Distribusi Frekuensi Relatif dan Kumulatif 5.4 Histogram dan Poligon Frekuensi 5.5 Model Populasi 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



BAB V UKURAN GEJALA PUSAT DAN UKURAN LETAK Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Rata-rata atau Rata-rata Hitung 5.2 Rata-rata Ukur 5.3 Modus 5.4 Median 5.5 Kuartil, Desil, Persentil 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



1. 2. 3. 4. 5.



BAB VI UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI, DAN VARIASI 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Rentang, Rentang antar Kuartil, Simpangan Kuartil 5.2 Rata-rata Simpangan 5.3 Simpangan Baku 5.4 bilangan Baku dan Koefisien Variasi 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



54 54 55 55 55 55 55 56 60 63 66 69 73 75 75 75 76 76 76 76 82 85 87 88 91 97 99 101 101 101 101 101 102 102 103 104 111 114 115



BAB VII PELUANG 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Pengertian 5.2 Istilah-istilah 5.3 Definisi Peluang 5.3.1 Definisi Peluang Klasik 5.3.2 Definisi Peluang Empirik 5.4 Hukum-Hukum (Aturan Peluang) 6. Latihan 7. Daftar Pustaka BAB VIII DISTRIBUSI PELUANG 1. Pengantar 2. Kompetensi Dasar 3. Tujuan Pembelajaran 4. Indikator 5. Kegiatan belajar 5.1 Pengertian 5.2 Distribusi Peluang Teoritik 5.2.1 Distribusi Peluang untuk Variabel Diskrit 5.2.2 Distribusi Peluang untuk Variabel Kontinu 6. Latihan 7. Daftar Pustaka BAB IX DISTRIBUSI SAMPLING 1. Pengantar 2. Kompetensi Dasar 3. Tujuan Pembelajaran 4. Indikator 5. Kegiatan belajar 5.1Distribusi Sampling Rata-rata 5.2 Distribusi Proporsi 5.3 Distribusi Simpangan Baku 5.4 Distribusi Selisih Rata-rata dan Distribusi Jumlah Rata-rata 5.5 Distribusi Selisih Proporsi 5.6 Menentukan Ukuran Sampel 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



117 117 117 117 117 117 117 118 119 119 120 120 125 126



128 128 128 128 129 129 132 132 144 157 158 160 160 160 160 161 161 165 167 169 171 174 176 176



BAB 10 PENAKSIRAN PARAMETER 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Beberapa Definisi 5.2 Penaksiran Titik/Titik Taksiran 5.3 Penaksiran Interval 5.3.1 Menaksir Rata-Rata 5.3.2 Menaksir Proporsi 5.3.3 Menaksir Simpangan Baku 5.3.4 Menaksir Selisih Rata-Rata 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



178 178 178 178 178 179 179 179 181 181 183 184 185 191 192



Kata Pengantar Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rakhmat dan karunia-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan buku ajar yang berjudul Metode Statistika I, walaupun buku ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Beberapa tahun terakhir ini makin banyak penelitian dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok. Salah satu hal yang sangat penting sehubungan dengan penelitian yang dilakukan ialah bagaimana data harus didapat, disajikan, dianalisis, dan disimpulkan. Maka diperlukan pengetahuan tentang statistika, dan untuk maksud –maksud itulah buku ini dibuat. Di dalam buku ajar ini, diberikan metode statistika yang penyajiannya dibuat sedemikian rupa sehingga para pemakai yang berkecimpung dalam berbagai disiplin ilmu dapat memperoleh manfaatnya. Isi buku ini terdiri dari 10 Bab yang tiap bab diakhiri dengan soal-soal untuk latihan dan memahamkan penggunaan metode yang diberikan. Pengertian-pengertian dasar statistika diberikan pada Bab I dan II, Bab III membahas masalah penyajian data, sedangkan persoalan daftar distribusi frekuensi dan grafiknya dibahas pada Bab IV. Persoalan ukuran gejala pusat dan ukuran letak di sajikan pada Bab V, sedangkan ukuran simpangan, dispersi dan variasi disajikan pada Bab VI. Pada Bab VII materi yang dibahas adalah mengenai Peluang, dan materi masalah distribusi peluang tertuang pada Bab VIII, dan dua bab terakhir membahas persoalan distribusi sampling serta penaksiran parameter. Buku ajar ini dapat terwujud berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, dan penulis ucapkan terima kasih kepada Hendra Gunawan dan Erti Dinihayati yang telah membantu dalam pengetikan buku ajar ini. Juga kepada Program Studi Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Bandung, atas segala kerjasama dan bantuannya, kami ucapkan terima kasih. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Tim Pelaksana Program Hibah Kompetisi Institusi Universitas Islam Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun buku ajar ini.



Penulis menyadari bahwa buku ajar ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran akan sangat kami terima demi perbaikan dan kesempurnaan buku ini. Akhirnya, kami berharap agar segala amal perbuatan yang telah dilakukan mendapat balasan yang setimpal dari Alloh SWT, Amin.



Program Studi Statistika, FMIPA Universitas Islam Bandung September 2008



Lisnur Wachidah, dkk.



MATERI POKOK I ARTI STATISTIKA MAS 201 Oleh : Lisnur Wachidah , dkk



DAFTAR ISI Halaman 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Statistik dan Statistika 5.2 Jenis dan Sumber Data 5.3 Populasi dan Sampel 5.4 Skala Pengukuran 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



2 2 2 2 3 3 4 4 5 8 9



Bab 1: Arti Statistika



Bab



1



ARTI STATISTIKA



1.



Pengantar Kata statistika, bukanlah kata asing, tentu sebelumnya pernah mendengar atau membaca perkataan statistika. Namun kerapkali masyarakat mengartikan dalam arti sempit mengenai perkataan statistika. Padahal pengertian statistika yang benar akan meliputi seluruh kegiatan tidak hanya para peneliti profesional yang menggunakan, tetapi digunakan pula dalam kehidupan sehari-hari.



2.



Kompetensi Dasar Mahasiswa dapat mendeskripsikan statistik, statistika, dam skala pengukuran.



3.



Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami arti statistik dan statistika dalam penggunaannya, juga berbagai jenis skala pengukuran sebagai dasar untuk menentukan metode apa yang dapat digunakan.



4.



Indikator o Mahasiswa dapat membedakan statistik dan statistika dalam kehidupan sehari-hari o Mahasiswa dapat membedakan jenis dan sumber data o Mahasiswa dapat menentukan populasi dan sampel juga sensus dan sampling dalam suatu penelitian



Buku Ajar



2



Bab 1: Arti Statistika



o Mahasiswa dapat menentuan skala pengukuran dari sekelompok data hasil penelitian



5.



Kegiatan Belajar 5.1 Statsitik dan Statistika Pernyataan hasil pertanian tahun 2003 mengalami penurunan sebesar 20%, rata-rata 80% penghasilan rakyat Indonesia digunakan untuk mencukupi kebutuhan pokok, dan setiap hari terjadi 14 kali kecelakaan di Jawa Barat, sudah sering kita dengar dan baca baik di media elektronik ataupun di media cetak. Pemerintah menggunakan statistika untuk menilai pembangunan masa lalu dan juga membuat rencana yang akan datang. Pimpinan perusahaan mengambil manfaat dari statistika untuk melakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam menjalankan tugasnya, seperti, kapan mengganti alat-alat produksi, bermanfaatkah jika mengambil pegawai baru setiap harinya, dan masih banyak lagi manfaat yang dapat diambil dari statistika. Data yang dikumpulkan melalui penelitian, riset maupun pengamatan, dicatat dalam bentuk bilangan atau angka, agar lebih menarik biasanya disajikan dalam grafik atau diagram. Hal seperti inilah yang biasa disebut dengan statistik. Jadi statistik yang menjelaskan suatu masalah biasanya diberi nama statistik mengenai hal yang bersangkutan, misalnya : statistik pertanian, statistik pendidikan, statistik kesehatan dan masih banyak nama lain lagi. Selain menunjukkan mengenai suatu hal, statistik juga bisa mengandung arti wakil dari sekumpulan data. Ukuran ini didapat berdasarkan perhitungan dengan menggunakan kumpulan sebagian data dari keselurauhan tentang persoalan tersebut, umpanya diteliti 30 mahasiswa dan dicatat IPK (Indeks Prestasi Kumulatif), lalu dihitung rata-rata dari 30 mahasiswa tersebut, didapat 2,87; dari ke-30 mahasiswa tersebut ada 20% yang IPK-nya di atas 3,0; maka nilai rata-rata IPK 2,87 dan 20% tersebut dinamakan statistik. Selain rata-rata dan presentasi masih banyak lagi ukuran lain yang merupakan statistik. Sebagai suatu disiplin ilmu, statistika meliputi berbagai metode dan konsep yang sangat penting dalam semua penelitian yang melibatkan pengumpulan data dengan dara riset maupun pengamatan. Jadi, statistika adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan atau penganalisaannya dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisaan yang dilakukan.



Buku Ajar



3



Bab 1: Arti Statistika



5.2 Jenis dan Sumber Data Informasi atau keterangan mengenai suatu hal bisa berbentuk kategori misalnya : lulus, rusak, setuju, gagal dan sebagainnya, atau juga bisa berbentuk bilangan. Kesemuanya ini dinamakan data atau kelengkapannya data statistik. Data yang berbentuk bilangan disebut data kuantitatif, harganya berubah-rubah atau bersifat variabel (peubah). Dari nilainya, dikenal dua golongan kuantitatif, yaitu : data dengan variabel diskrit, biasanya merupakan data hasil membilang ataung singkatnya data diskrit, dan data dengan variabel kontinu, hasil pengukuran, atau singkatnya data kontinu. Contoh data dikrit : Kabupaten Bandung memiliki 3.500 buah gedung Sekolah Dasar, Dalam satu kelas terdapat 30 orang siswa dengan periincian 19 orang lakli-laki dan 11 orang perempuan. Contoh data kontinu : Berat badan 5 orang mahasiswa : 63 kg, 48 kg, 53 kg, 49 kg, 52 kg; penghasilan 3 orang pegawai negeri sipil : Rp. 758.000,-, Rp. 1.120.000,- Rp. 983.000,- ; kecepatan mobil 90 km/jam. Adapun data selain data kuantitatif dinamakan data kualitatif . Jadi data kualitatif adalah data yang dikategorikan atau berbentuk atribut, misalnya : rusak, gagal, berhasil, cacat, dan sebagainya. Menurut sumbernya data dikenal dengan data intern dan data ekstern. Seorang manager perusahaan perusahaan mencatat segala aktivitas perusahaannya sendiri misalnya : pemasukan, pengeluaran, keadaan pegawai dan lain-lain aktifitas yang ada diperusahaan. Apabila data tersebut digunakan untuk menentukan kebijakan perusahaan atau apapun, maka manajer tersebut menggunakan data intern. Tetapi dalam suatu hal, membutuhkan dat dari luar perusahaannya sendiri, maka manager tersebut menggunakan data ekstern. Data ekstern dibagi mejadi data ekstern primer atau disingkat data primer, bila data tersebut dikumpulkan dan dikeluarkan oleh badan yang sama, misal BPS. Sedangkan di luar itu dinamakan data ekstern sekunder. Data yang belum diolah, baru dikumpulkan dikenal dengan data mentah.



5.3 Populasi dan Sampel Dari data yang diperoleh, berdasarkan penelitian atau percobaan dapat diambil kesimpulan. Kesimpulan yang dibuat mengenai suatu hal, umumnya diharapkan berlaku untuk keseluruhan dan bukan hanya untuk sebagian saja. Andaikan dikatakan rata-rata penghasilan penduduk IndonesiaRp. 800.00,-, maka pernyataan ini berlaku berlaku umum untuk seluruh penduduk Indonesia. Untuk sampai pada pernyataan demikian diperlukan data yang dapat dikumpulkan dalam 2 cara: 1. Semua penduduk Indonesia diteliti atau dijadikan objek penelitian. Buku Ajar



4



Bab 1: Arti Statistika



2. Sebagian saja dari penduduk Indonesia yang dikenai penelitian. Dalam hal pertama, dilakukan sensus, yaitu totalitas semua nilai yangmungkin sesuai dengan sifat yang ingin diteliti, dinamakan populasi dikenai perlakuan tanpa kecuali. Adapun sebagian yang diambil dari populasi dinamakan sampel. Dengan cara-cara yang benar pengambilan sampel ini dinamakan sampling.Karakteristik yang ada dalam populasi harus ada pula dalam sampel,Sehingga hasil yang didapat dari pengolahan sampel ini representatif,yaitu sesuai dengan kondisi yang ada dalam populasi. Pada analisis data apabila peneliti hanya berusaha menganalisis tanpamembuat atau menarik kesimpulan tentang populasi, dinamakan statistikadeskiptif. Sedangkan pada analisis data ternyata peneliti menarikkesimpulan tentang populasi, dinamakan statistika induktif . Untuk keperluan statistika deskriptif ataupun statistika induktif harus ada data, data yang diperlukan harus dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Proses pengumpulan data dapat diperoleh melalui sensus ataupun sampling. Cara pengumpulan data antara lain: a. Penelitian langsung ke lapangan berarti dalam hal ini peneliti menggunakan data primer. b. Menggunakan sebagian atau seluruh data dari sekumpulan data yang ada, berarti dalam hal ini peneliti menggunakan data sekunder.



5.4



Skala Pengukuran Dalam suatu penelitia, data yang dikumpulkan ada yang dapat diukursecara langsung dan ada yang tidak dapat diukur secara langsung. Untuk pengertian yang tidak dapat diukur secara langsung, harus dibuat secara operasional dapat diukur. Operasionalisasi ini berarti harus diusahakan untuk menguraikan pengertian itu dalam sejumlah indikator yang dapat diukur. Misalnya, "operasionalisasi "status sosial ekonomi" diukur melalui indikator; pendapatan perbulan dan status pekerjaan. Jawaban terhadap pertanyaan : "Apakah puas tehadap pelayanan rumah makan A?" dapat diukur dengan skala : sangat puas, puas, cukup, tidak puas, sangat tidak puas. Jika hendak mengukur berat suatu benda, maka dapat dilakukan dengan timbangan yang mempunyai skala gram. Dua skala dalam contoh di atas, yaitu skala untuk mengukur tingkat kepuasan dan skala untuk mengukur berat, jelas merupakan skala yang berbeda. Ada 4 skala pengukuran yang biasa digunakan yaitu :



Buku Ajar



5



Bab 1: Arti Statistika



l. Skala Nominal Pengukuran yang paling lemah tingkatannya dimana bilangan hanya digunakan untuk mengklasifikasikan obyek, orang, atau benda-benda lain. Sebagai contoh, misalkan jenis pekerjaan, PNS diberi simbol 1,Pegawai Swasta 2, Wiraswasta 3, Petani 4, Nelayan 5, dan Lainnya 6. Bilangan 1, 2, …, 6 hanya menunjukkan kategori atau pengelompokkan. Tidak dapat dikatakan bahwa PNS karena simbolnya 1, lebih tinggi dari pegawai swasta yang mempunyaisimbol 2. Dalam contoh yang lain misalnya agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia; Islam Kristen, Protestan Hindu, Budha, dan lainnya. Variabel agama yang dianut mempunyai skala pengukuran nominal, karena nanti kita akan mendapatkan himpunan orang yang memeluk agama tertentu. 2. Skala Ordinal Dapat terjadi bahwa pada saat memberikan bilangan pada obyekdalam suatu kategori di samping menunjukkan kategori yang berbeda, juga mempunyai arti yang lain yaitu, bilangan itu menunjukkan lebih tinggi, lebih besar, lebih sulit, lebih rendah lebih baik dan lain sebagainya. Jadi arti dari bilangan-bilangan tersebut tergantung kepada yang mendefinisikannya. Jika bilangan itu berfungsi untuk membedakan kategori yang satu dengan yang lainnya dan menunjukkan tingkatan atau ranking, maka disebut skala pengukuran ordinal. Sebagai contoh seorang anggota ABRI dapat diklasifikasikanmenurut pangkatnya: Jenderal, Kolonel, Mayor, Kapten dan Letnan. Pangkat Jenderal lebih tinggi dari Kolonel, pangkat Kolonel lebih tinggi dari Mayor, pangkat Mayor lebih tinggi dari Kapten pangkat Kapten lebih tinggi dari Letnan atau jika ditulis dalam simbol ">". Jendral > Kolonel > Mayor > Kapten > Letnan. Jika kita coba untuk mencantumkan bilangan pada pangkat ABRI tersebut, misalnya Jendral 1, Kolonel 2,Mayor 3, Kapten 4, Letnan 5, maka bilangan semakin kecil pangkat semakin tinggi" tetapi jikabilangan yang.dicantumkan untuk Jendral 5, Kolonel 4, Mayor 3,Kapten 2, Letnan 1, artinya bilangan semakin besar menunjukkanpangkat yang semakin tinggi pula. Jadi dapat diambil kesimpulanbahwa bilangan itu dapat menunjukkan semakin rendah atau semakin tinggi tergantung pada definisi yarg dibuat. Contoh lain dari skala pengukuran ordinal adalah status social ekonomi keluarga, ada keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi, menengah atau rendah.



Buku Ajar



6



Bab 1: Arti Statistika



3. Skala Pengukuran Interval Untuk menentukan apakah perbedaan pangkat atau kedudukan social sama atau tidak adalah suatu hal yang sulit. Misalnya perbedaan pangkat kapten sama dengan 2 kali letnan atau perbedaan pangkat kapten dengan letnan sama dengan perbedaan pangkat mayor dan kapten tentulah tidak mudah kita katakan. Dalam skala pengukuran ordinal masalah "perbedaan dalam jarak" antara dua titik tidak diperhatikan. Namun ada skala yang jarak antara dua titik tidak dapat diketahui, dalam hal ini pengukuran telah tercapai dalam skala interval. Pada tingkat skala interval bilangan mempunyai tiga fungsi yaitu : sebagai lambang untuk membedakan, mengisyaratkan peringkat, makin besar bilangan, makin tinggi peringkat atau sebaliknya makin kecil bilangan, makin tinggi peringkat; menunjukkan jarak (interval). Ciri utama skala pengukuran interval adalah titik nol (0) bukanmerupakan titik mutlak, titik nol ditentukan berdasarkan perjanjian. Sebagai contoh kita pandang skala tahun-tahun almanak. Kejadian-kejadian dalam sejarah dapat ditempatkan menurut waktu terjadinya; akhir perang dunia kedua terjadi pada tahun 1945. Dalam skala seperti ini dapat ditentukan apakah dua kejadian terjadi pada tahun yang sama, atau apakah kejadian yang satu mendahului kejadian yang lain (urutan), dan juga dapat ditentukan berapa jauh jarak dalam tahun yang memisahkan dua kejadian itu. Contoh lain dari skala interval adalah skala untuk mengukurtemperatur, yaitu skala Celcius dan Fahrenheit. Unit pengukuran dan titik nol dalam mengukur temperatur berbeda. Namun demikian kedua skala itu memuat informasi yang sama yaitu temperatur dalam skala yang satu dapat ditransformasikan ke skala yang lain dengan rumus transformasi,



9 F = C +32 5



dimana : F : derajat temperatur dalam skala Fahrenheit C : derajat temperatur dalam skala Celcius Dapat ditunjukkan bahwa perbandingan selisih-selisih temperatur(interval) adalah independen dengan unit pengukuran dan titik nol.Misalnya, titik beku terjadi pada skala Celcius pada 00 C, dan titikdidih pada 1000 C. Pada skala Fahrenheit titik beku terjadi pada 320F dan titik didih pada 2120 F. Dalam tabel di bawah ini ditunjukkan beberapa angka yang berbeda dalam kedua skala itu yang menunjukkan temperatur yang sama.



Buku Ajar



7



Bab 1: Arti Statistika



Celcius



0



10



30



50



100



Fahrenheit



32



50



86



12



212



Perhatikan bahwa perbandingan selisih-selisih antara skala temperature dalam skala yang satu sama dengan perbandingan antara selisih-selisih yang ekivalen pada skala yang lain, pada skala Celcius : (30 − 10) (10 − 0)



adalah ,



= 2 dan pada skala Fahrenheit, perbandingan yang ekivalen



(86 − 50) = 2 . Dengan perkataan lain dalam skala interval, ( 50 − 32 )



perbandingan setiap dua interval adalah independen dengan unit pengukuran dan titik nol yang digunakan.



4. Skala Rasio Pada skala pengukuran rasio bilangan fungsinya ada 3 yaitu : sebagai lambang untuk membedakan, isyarat untuk peringkat, menunjukkan interval (jarak) dan mempunyait itik nol tertentu.Contoh skala rasio adalah skala untuk mengukur berat, panjang, isi dan sebagainya. Skalaskala ini mempunyai titik-titik nol yangmutlak. Dalam skala rasio dapat dikatakan, misalnya . berat benda A dua kali berat benda B ; banyak mahasiswa yang hadir dalam kuliah kemarin adalah tiga kali banyak mahasiswa yang hadir hari ini. Titik nol yang dipilih tidak sebarang atau disebut mutlak, absolut atau murni. skala rasio dengan titik nol yang murni dapat menentukan rasio antara dua titik skala dengan jelas.



6. Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan statistik dan statistika, dan berikan contoh jika perlu. 2. Coba terangkan dengan kata-kata sendiri yang dimaksud dengan : a. Data Kuantitatif b. Data Kualitatif c. Data Intern d. Data Extern Buku Ajar



8



Bab 1: Arti Statistika



e. Data Primer f. Data Sekunder g. Data Mentah 3. Berikan beberapa contoh populasi, sampel, sampling dan sensus suatu masalah disertai alasan yang mendasarinya. 4. Jelaskan 2 macam analisis data 5. Sebutkan 4 macam menyertainya.



7.



skala



pengukuran



beserta



sifat-sifat



yang



Daftar Pustaka 1. Bartz, Albert. E, 1988. Basic Statistical Concepts, Third Edition. Mc. Millan Publishing Company, New York. 2. Bhattaraya, G.K., and Johnsons, R.A., 1996. “ Statistical Principles and Methods”, John Wiley and Sons, New York.



Buku Ajar



9



MATERI POKOK II NOTASI DAN OPERASINYA MAS 201 Oleh Lisnur Wachidah, dkk



DAFTAR ISI Halaman 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan Belajar 5.1 Notasi 5.2 Operasi Penjumlahan ∑ 5.3 Sifat-sifat Pokok Penjumlahan 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



11 11 11 11 12 12 14 16 18 20



Bab 2: Notasi dan Operasinya



Bab



2



NOTASI DAN OPERASINYA



1.



Pengantar Sebelum melangkah lebih jauh untuk mempelajari statistika baik deskriptif maupun induktif, perlu mempelajari hal-hal berikut. Untuk menunjukkan urutan angkaangka yang diperoleh dari suatu eksperimen (survei) tanpa menuliskan angka itu sendiri, kerapkali dituliskan angka pertama sebagai x1, angka kedua x2 dan seterusnya.



2.



Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu pengoperasiannya.



3.



mendeskripsikan



masalah



ke



dalam



notasi



dan



Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami notasi serta pengoperasiannya untuk setiap larnbang dan notasi.



4.



Indikator 4.1 Mahasiswa dapat membuat lambang himpunan data untuk setiap masalah yang dihadapi.



Buku Ajar



11



Bab 2: Notasi dan Operasinya



4.2 Mahasiswa mengerti notas dan sifat-sifatnya. 4.3 Mahasiswa dapat mengoperasikan notasi dari himpunan data.



5.



Kegiatan Belajar 5.1 Notasi Notasi adalah upaya mencantumkan simbol/lambang pada suatu sistem materi dengan maksud untuk mempermudah operasi matematika. Contoh 1) Jumlah kehadiran siswa di suatu sekolah pada hari minggu pertama Agustus adalah sebagai berikut :



Hari Kehadiran



Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu 35



37



32



40



34



36



Jika X menunjukkan jumlah kehadiran dan subkripnya menunjukkan hari dalam minggu ini, maka dapat ditulis: x1 = 35, x2 = 37; x3 = 32 ; x4 = 40 ; x5 = 34; dan x6 = 36. 2) Sebuah mata uang logam dilemparkan lima kali, dan  1 jika lemparan ke − i menghasilkan " muka x=  0 jika lemparan ke − i menghasilkan "belakang" dimana i = l, 2, 3, 4, 5. Misalnya harga-harga yang diperoleh dari pelemparan semacam itu adalah x1 = 1; x2 = 0 ; x3 = 0 ; x 4 = 0 ; x5 = 1. Jadi pada lemparan pertama ia medapat “muka”, lemparan kedua mendapat "belakang", seterusnya mendapat belakang, dan pada lemparan kelima mendapat “muka" lagi. Jika ada dua variabel yang kita pelajari, misalnya hasil pengukuran berat X dan tinggi Y beberapa orang, dapatlah kita tuliskan hasilnya (x1, y1) berat dan tinggi untuk orang pertama, (x2, y2) untuk berat dan tinggi orang kedua, dan seterusnya.



Buku Ajar



12



Bab 2: Notasi dan Operasinya



3) Sepuluh orang mahasiswa mempunyai tinggi (dalam cm) dan berat (dalam kg) sebagai berikut :



1



Mahasiswa



2



3



4



5



6



7



8



9



10



Tinggi



170 162 169 165 171 170 168 163 166 172



Berat



70



65



59



62



67



65



60



61



63



64



Dalam contoh ini tinggi dan berat badan mahasiswa ke-i ditulis sebagai (xi, yi). Untuk mahasiwa ke-6 (x6, y6) = (170 ; 65). Kerapkali kita ingin menjumlah sekumpulan angka. Jika angka-angka ini ditulis sebagai x1, x2, … , xn, maka jumlahnya ditulis dengan symbol n



∑x



i



= x1 + x2 + ... + x n



i =1



Huruf Σ yakni huruf yunani sigma (huruf besar), berarti “Jumlah”, dan subskrip i : 1 sampai dengan n menunjukkan harga-harga yang dijumlahkan. Jadi i = 1 (di bawah sigma) menunjukkan angka pertama dalam urutan angka yang dijumlah, dan n (di atas sigma) menunjukkan angka terakhir. Untuk data dalam contoh 1, jumlah semua siswa yang hadir dalam satu minggu adalah : 6



∑ x = 35 + 37 + 32 + 40 + 34 + 36 = 214 siswa i =1



i



maka rata-rata hadir setiap harinya adalah : 1 n 214 xi = = 35,666 ∑ 6 i =1 6



Buku Ajar



13



Bab 2: Notasi dan Operasinya



5.2



Operasi Penjumlahan Σ n



∑x



Notasi



i



menunjukkan jumlah n bilangan x1, x2, … , xn. Dibaca : jumlah



i =1



semua xi dengan i berjalan dari 1 sampai dengan n yakni : n



∑x i =1



= x1 + x2 + ... + x n



i



Notasi penjumlahan (Σ) mematuhi beberapa aturan sebagai berikut : Aturan 1 Jika xi = k, suatu harga konstan (yakni harga yang tidak berubah-ubah), maka : n



n



i =1



i =1



∑ xi = ∑ k = k + k + ... + k = n .k Aturan 2 Jika k suatu konstanta, maka : n



∑k x =k x



1



i



i =1



+ k x2 + ... + k xn n



= k ( x1 + x2 + ... + x n ) = k . ∑ xi i =1



Aturan 3 n



∑ ( x + y ) = ( x + y ) + (x i =1



i



i



1



1



2



+ y 2 ) + ... + ( xn + y n )



= ( x1 + x2 + ... + xn ) + ( y1 + y2 + ... + yn ) n



n



i =1



i =1



= ∑ xi + ∑ yi Dalam menggunakan aturan-aturan itu, kerapkali kita harus mengkombinasikan dalam berbagai cara.



Buku Ajar



14



Bab 2: Notasi dan Operasinya



Sebagai contoh kita hitung : n



n



i =1



i =1



2 2 2 1) ∑ ( x i + k ) = ∑ ( xi + 2 kx i + k )



n



n



n



i =1



i =1



i =1



∑ xi2 + ∑ (2kxi ) + ∑ k 2



=



n



∑x



=



n



+ 2k ∑ xi + nk 2



2 i



i =1



n



n



∑ (x + y ) = ∑ (x



2)



2



i



i



i =1



+ 2 xi y i + yi ) 2



n



n



n



i =1



i =1



i =1



∑ xi2 + 2∑ xi yi + ∑ yi



n



n



n



i =1



i =1



i =1



∑ (axi + byi ) = ∑ axi + ∑ byi n



n



i =1



i =1



n



n



∑ x ( x − 1) = ∑ ( x i



i



i =1



2 i



i =1



n



∑ x −∑ x i =1







, aturan 2



− xi )



n



n



, aturan 3 dan 2



i =1



=



5)



2



, aturan 3



= a ∑ xi + b ∑ y i 4)



, aturan 2 dan 1



i =1



i =1



=



3)



2 i



, aturan 3



2 i



i =1



, aturan 3



i



n



( xi − 1) + ( xi + 1) = ∑ ( xi2 −1) i =1



=



n



n



i =1



i =1



∑ xi2 − ∑1 n



=



∑x



2 i



−n



, aturan 3



, aturan 1



i =1



Buku Ajar



15



Bab 2: Notasi dan Operasinya



5.3



Sifat-sifat Pokok Penjumlahan Jika k dan h bilangan-bilangan tepat (konstanta), maka :



n



∑ k = nk i =1 n



n



∑ kx = k ∑ x i



i =1



i



i =1



n



n



i =1



i =1



∑ (kxi + h) = k ∑ xi + nh Dalam perhitungan statistika selanjutnya, kita akan sering menggunakan notasi penjumlahan seperti di atas, malahan penggunaannya kerapkali diperluas menjadi penjumlahan rangkap. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: Misalnya kita punya m n kuantitas xij, dimana i =1,2,..., m dan j = 1, 2,..., n. Marilah kita susun kuantitas-kuantitas ini dalam urutan persegi sebagai berikut :



x11



x12



…..



x1n



x21



x22



.....



x2n



xm2



.....



xmn



. . . xm1



Terlihat ada m baris dan n kolom. Apabila kita ingin menjumlahkan semua kuantitas, kita dapat melaksanakannya dalam dua cara, yakni pertama, kita dapat menjumlahkan masing-masing kolom, kemudian jumlah kolom-kolom ini kita tambahkan untuk memperoleh hasil yang kita inginkan. Cara kedua adalah masing-masing baris kita jumlahkan, selanjutnya jumlah-jumlah baris ini kita



Buku Ajar



16



Bab 2: Notasi dan Operasinya



tambahkan untuk memperoleh hasil yang kita harapkan. Salah satu cara dapat ditulis sebagai m



m



m



i =1



i =1



i =1



∑ xi1 + ∑ xi 2 + ... + ∑ xi n dengan cara yang paling singkat :  m   ∑ xij  ∑ j =1  i =1  n



Karena hasil penjumlahan dengan kedua cara itu harus sama, maka :  m n  m x xij  ∑ ∑ ij  = ∑∑ j =1  i =1 i =1 j =1 n



Karena dalam penjumlahan rangkap yang terhingga, urutan penjumlahan itu tak penting maka penjumlahan rangkap dapat kita tulis tanpa tanda kurung sebagai berikut: n



m



m



n



∑∑ xij = ∑∑ xij j =1 i =1



i =1 j =1



Jadi, jika kita ingin menjumlahkan semua harga x ij, tidaklah berbeda, apakah pertama kita jumlahkan semua xij dalam tiap baris, selanjutnya jumlah baris-baris ini kita jumlahkan untuk memperoleh hasil yang kita inginkan, atau pertama kita jumlahkan semua xij dalam tiap kolom, selanjutnya jumlah kolom-kolom ini kita jumlahkan untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan. Jumlah rangkap dapat juga diterapkan untuk bilinear ; Aij = aij xiyj



, i = 1, 2, … , m j = 1, 2, … , n



kita peroleh :



Buku Ajar



17



Bab 2: Notasi dan Operasinya



m



n



m



n



∑∑ A = ∑∑ a ij



i =1 j =1



ij



xi y j



i =1 j =1



Bentuk terurai jumlah ini adalah :



a11 x1 y1 + a12 x1 y 2 + ... + a1n x1 y n m



n



∑∑ a



ij



xi y j = a 21 x2 y1 + a 22 x2 y2 + ... + a 2 n x2 y n



i =1 j =1



M



a m1 xm y1 + a m 2 xm y2 + ... + a mn xm y n yang merupakan suatu suku banyak (polynomial) dalam (n + m) variabel x1, x2 , …. xm, y1, y2, … , yn. Kasus khusus yang sangat penting dari bentuk di atas adalah jika Aij = aij x j = bi, dimana I = 1, 2, … , m dan j = 1, 2, … , n. Maka kita punya : m



n



∑∑ a i =1 j =1



a11 x1 + a12 x1 + ... + a1n x1 = b1



m



ij



xi = ∑ bi = a 21 x2 + a 22 x2 + ... + a 2 n x2 = b2 i =1



M a m1 xm + a m 2 x + ... + a mn xn = bm



yang merupakan suatu suku banyak dalam n yang tidak diketahui, yaitu x1, x2 , …. xn



6. Latihan



1. Misalnya : x1 = 1 , x2 = 3 , x3 = 5 , x4 = 8, x5 = 6 4



Hitunglah : a.



∑ xi i =1



Buku Ajar



5



c.



∑ (3x + 5) i =1



i



18



Bab 2: Notasi dan Operasinya



5



b.



∑x



5



d.



i



i =1



∑ ( x − 2)(2 x + 3) i



i



i =1



2. Tulis dengan tanda Σ a. b.



3x + 9x2 + 27x3 + 81x4 + 243x5 2 3



+



4 5



+



6 7



+ ... +



2n 2n + 1



3. Sepuluh mahasiswa statistika Universitas “A” mempunyai indeks prestasi (IP) sebagai berikut :



1



Mahasiswa IP



2



3



4



5



6



7



8



9



10



2,74 3,08 2,50 3,37 2,02 2,94 3,12 2,66 2,87 2,96



a. Tuliskan harga-harga x1, x3, x7, dan x9 10



b. Hitunglah



∑x



i



i =1



c. Hitunglah IP rata-rata kesepuluh mahasiswa tersebut x=



1 10 ∑ xi 10 i =1 10



d. Hitunglah



∑ (x



i



+ 8) 2



i =1



4. Data dalam tabel di bawah ini menunjukkan umur beberapa pasangan mudamudi yang melakukan pernikahan pada bulan Juli 2000 di Kecamatan Coblong.



Buku Ajar



19



Bab 2: Notasi dan Operasinya



Pasangan



1



2



3



4



5



6



7



8



Umur laki-laki(xi)



23 32 25 26 42 29 19 24



Umur perempuan (yi) 19 38 21 26 35 32 17 20



a. Tuliskan umur (xi , yi), I = 1, 5, 7, 8 b. Hitunglah : 8



∑x i =1



8



,



i



∑y i =1



2



 8   ∑ xi  ,  i =1  8



8



,



i



∑x i =1



2



 8   ∑ yi  ,  i =1 



8



2



,



i



∑y i =1



2 i



8



∑x y i =1



i



i



8



∑( x − x) ∑( x + y ) i =1



7.



i



i =1



i



i



Daftar Pustaka 1. Bartz, Albert, E, 1988. “Basic Statistical Concept”, Mc. Millan Publishing Company, New York 2. Bhattaraya, G.K, and Johnson, R.A., 1996. “Statistical Principles and Methodes”, John Wiley and Sons, New York. 3. Zanzawi Soejoeti, 1985. Buku Materi Pokok Metode Statistika I, Karunika, Jakarta.



Buku Ajar



20



MATERI POKOK III PENYAJIAN DATA MAS 201 Oleh Lisnur Wachidah, dkk



DAFTAR ISI 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Penyajian Data 5.2 Penyajian Data dalam Bentuk Daftar 5.3 Diagram Batang 5.4 Diagram garis 5.5 Diagram Lingkaran dan Diagram Pastel 5.6 Diagram Lambang 5.7Diagram Peta 5.8 Diagram Pencar 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



Halaman 22 22 22 22 23 23 23 32 37 44 45 47 48 49 52



Bab 3: Penyajian Data



3



Bab



PENYAJIAN DATA 1. Pengantar Data yang telah dikumpulkan baik berupa hasil penelitian maupun percobaan baik itu berasal dari sampel maupun populasi, untuk keperluan laporan atau analisis selanjutnya perlu disusun atau disajikan dengan jelas dan baik



2. Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu mendeskripsikan penyajian data.



3. Tujuan pembelajaran Mahasiswa memahami cara penyajian data, sesuai dengan karakteristik data yang bersangkutan.



4. Indikator 4.1 Mahasiswa dapat membuat berbagai daftar untuk menyajikan data 4.2 Mahasiswa dapat menentukan daftar yang sesuai untuk berbagai jenis data 4.3 Mahasiswa dapat membuat berbagai jenis diagram 4.4 Mahasiswa dapat memilih diagram yang sesuai dengan permasalahan



yang



dihadapi Buku Ajar



22



Bab 3: Penyajian Data



5. Kegiatan Belajar 5.1 Penyajian data Pada dasarnya ada dua cara penyajian data yaitu : tabel atau daftar dan grafik atau diagram. Penyajian dalam bentuk daftar antara lain : a. Daftar Baris Kolom b. Daftar Kontingensi c. Daftar Distribusi Frekuensi Sedangkan penyajian dalam bentuk diagram: a. Diagram Batang b. Diagram Garis c. Diagram Lambang atau Di4ram Simbol d. Diagram Pastel atau Diagram Lingkaran e. Diagram Peta atau Kartogram f. Diagram Pencar atau Diagram Titik



5.2 Penyajian Data Dalam Bentuk Daftar Skema garis besar untuk sebuah tabel dengan nama-nama bagiannya adalah seperti di bawah ini :



Buku Ajar



23



Bab 3: Penyajian Data







Judul daftar, ditulis di tengah-tengah bagian teratas dalam beberapa baris, semuanya dengan huruf besar. Secara singkat dan jelas dicantumkan meliputi : apa, macam atau klasifikasi, dimana, bilangan dan satuan atau unit data yang digunakan. Tiap baris hendaknya melukiskan sebuah pernyataan yang lengkap, dan sebaiknya janganlah dilakukan pemisahan bagian kata dan/atau kalimat.







Judul kolom ditulis dengan singkat dan jelas, bisa dalam beberapa baris. Usahakan jangan melakukan pemutusan kata. Demikian pula halnya dengan judul baris. Sel daftar adalah tempat nilai-nilai data dituliskan. Di kiri bawah daftar terdapat bagian untuk catatan-catatan yang perlu atau biasa diberikan. Dalam bagian ini pula terdapat kalimat Sumber : …., yang menjelaskan dari mana data itu dikutip. Jika kalimat ini tidak terdapat biasanya dianggap bahwa pelapor sendiri telah mengumpulkan data itu.



Buku Ajar



24



Bab 3: Penyajian Data



DAFTAR 3.1 JUMLAH PENDUDUK MENURUT PROPINSI TAHUN 1985 Daearah DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Jawa dan Madura Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Sumatera Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Timor Timur Nusa Tenggara Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Maluku Irian Jaya Seluruh Indonesia



Jumlah Penduduk 4.001.526 15.366.485 13.321.048 1.433.911 15.283.247 49.406.217 1.491.128 4.734.537 1.805.625 1.292.897 885.149 2.697.144 478.107 3.027.990 16.412.577 1.308.286 1.488.672 1.519.058 322.667 4.638.623 1.439.023 560.683 1.131.431 788.640 3.919.777 1.173.464 772.848 3.233.213 561.557 5.741.082 813.586 712.190 81.644.052



Sumber : Biro Pusat Statistik, 1985



Buku Ajar



25



Bab 3: Penyajian Data



Untuk sekumpulan data yang diberikan, kita dapat membuat lebih dari satu macam daftar. Perhatikan daftar 3.2, daftar 3.3, dan daftar 3.4 berikut ini.



DAFTAR 3.2 PEMBELIAN BARANG OLEH JAWATAN “A” DALAM RIBUAN DAN UNIT JUTAAN RUPIAH 1985 – 1987



Jumlah Tahun



Barang A



B



Barang



Harga



(2)



(3)



1985



19,1



315,8



8,3



234,4



10,8



81,4



1986



22,1



388,3



12,7



307,8



9,4



80,5



1987



24,0



382,4



11,0



290,4



13,0



92,0



65,2 1.086,5



32,0



832,6



33,2



253,9



(1)



Jumlah



Banyak Harga Banyak Harga (4)



(5)



(6)



(7)



Catatan : Data Fiktif



Kolom (2) dan (3), untuk jumlah, bisa ditempatkan pada kolom terakhir sesudah kolom harga untuk barang B. Data dalam daftar di atas juga bias disajikan dalam daftar berikut :



Buku Ajar



26



Bab 3: Penyajian Data



DAFTAR 3.3 PEMBELIAN BARANG-BARANG OLEH JAWATAN “A” DALAM RIBUAN UNIT DAN JUTAAN RUPIAH 1985 – 1987



Barang



1985



1986



1987



Banyak Harga Banyak Harga Banyak Harga A



8,3



234,4



12,7



307,8



11,0



290,4



B



10,8



81,4



9,4



80,5



13,0



92,0



Jumlah



19,1



315,8



22,1



388,3



24,0



382,4



Catatan : Data Karangan Model daftar lain untuk data dalam tabel tadi adalah sebagai berikut :



DAFTAR 3.4 PEMBELIAN BARANG-BARANG OLEH JAWATAN “A” MENURUT BANYAK DAN HARGANYA TAHUN 1985 – 1987



Barang



Banyak Barang



Harga



(Ribuan Unit)



(Jutaan Rupiah)



1985 1986 1987 Jumlah (1)



(2)



(3)



(4)



(5)



1985



1986



1987



Jumlah



(6)



(7)



(8)



(9)



A



8,3



12,7



11,0



32,0 234,4 307,8 290,4



832,6



B



10,8



9,4



33,2



33,2



253,9



Jumlah



19,1



22,1



65,2



65,2 315,8 388,3 382,4 1.086,5



81,4



80,5



92,0



Catatan : Data Karangan



Buku Ajar



27



Bab 3: Penyajian Data



Kolom jumlah, yakni kolom-kolom (5) dan (9) berturut-turut bisa ditempatkan sebelum kolom-kolom (2) dan (6). Kalau daftar yang harus dibuat berisikan tiga faktor atau lebih yang semuanya harus dijelaskan oleh data yang nantinya terdapat di dalam sel daftar, maka pembuatan daftar tidaklah selalu mudah dapat dilaksanakan. Sering terlebih dahulu kita harus membuat sketsa-sketsa awal dan apabila sudah nampak benar baru dibuat yang sesungguhnya sekaligus nilai-nilai data diisikan ke dalam sel masing-masing. Untuk daftar yang menjelaskan keadaan pegawai di Jawatan A ditinjau dari faktorfaktor : jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), pendidikan (SD, SLTP, SLTA), dan pengalaman kerja (kurang dari 5 tahurg 5 – 9, 10 - 19, 20 dan lebih), misalnya dapat dibuat daftar sebagai nampak pada halaman berikut ini.



Buku Ajar



28



Bab 3: Penyajian Data



DAFTAR 3.5 KEADAAN PEGAWAI DI JAWATAN “A” MENURUT JENIS KELAMIN, PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN TAHUN 1980 Pendidikan dan Pengalaman SD :



SLTP :



SLTA :



Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan



Jumlah



Kurang dari 5 th



15



7



22



5–9



22



14



36



10 – 19



19



17



36



20 tahun dan lebih



24



23



47



Jumlah



80



61



141



Kurang dari 5 th



18



19



37



5–9



23



12



35



10 – 19



19



30



49



20 tahun dan lebih



32



24



56



Jumlah



92



85



177



Kurang dari 5 th



17



14



31



5–9



16



22



38



10 – 19



7



5



12



20 tahun dan lebih



6



3



9



Jumlah



46



44



90



218



190



408



Jumlah keseluruhan



Dalam daftar di atas nampak bahwa, jika diambil data 15, maka data ini menyatakan bahwa ada 15 laki-laki yang berpendidikan SD dan mempunyai pengalaman kerja kurang dari 5 tahun. Jadi data 15 ini telah menjelaskan ketiga buah faktor yang ada dalam daftar. Dapat mudah dimengerti, bahwa makin banyak kategori atau klasifikasi data makin sulit tabel harus dibuat. Dalam hal demikian, adalah bijaksana jika dibuat lebih dari sebuah tabel. Untuk data yang terdiri atas dua faktor atau dua variaber, faktor yang satu Terdiri atas b kategori dan lainnya terdiri atas k kategori,dapat dibuat daftar kontingensi Buku Ajar



29



Bab 3: Penyajian Data



berukuran b x k dengan b menyatakan baris dan k menyatakan kolom. Bentuk yang sering di pakai dapat dilihat berikut ini:



DAFTAR 3.6 BANYAK MURID SEKOLAH DI DAERAH “A” MENURUT TINGKAT SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN TAHUN 1970 Jenis Kelamin



Tingkat Sekolah SD



SLTP SLTA Jumlah



Laki-laki



4.758 2.795



1.459



9.012



Perempuan



4.032 2.911



1.256



7.404



Jumlah



8.790 4.911



2.715



16.416



Catatan : Data Karangan



Daftar kontingensi di atas adalah merupakan daftar kontingensi 2 x 3 karena terdiri atas 2 baris dan 3 kolom. Model lain, misalnya daftar kontingensi 4 x 4, dapat dilihat dalam Daftar 3.7



Buku Ajar



30



Bab 3: Penyajian Data



DAFTAR 3.7 HASIL UJIAN MATEMATIKA DAN STATISTIKA UNTUK 107 MAHASISWA



Nilai Matematika 50 - 59



60 - 69



70 - 79



80 - 89



jumlah



60 – 69



12



7



10



2



31



70 –79



8



10



5



7



30



80 –89



10



8



3



3



24



90 – 99



5



3



12



2



22



Jumlah



35



28



30



14



107



Nilai Statistika



Catatan : Data Karangan



Jika data kuantitatif dibuat menjadi beberapa kelompok, maka akan diperoleh daftar distribusi frekuensi. Sebuah contoh adalah seperti dalam Daftar 3.8 DAFTAR 3.8 UMUR MAHASISWA UNIV “X” DALAM TAHUN (AKHIR TAHUN 1970) UMUR



BANYAK MAHASISWA



17 –21



1.172



21 –24



2.758



25 –28



2.976



29 –32



997



33 – 36



205



Jumlah



8.108



Catatan : Data Karangan



Buku Ajar



31



Bab 3: Penyajian Data



Kolom kedua, yakni banyak mahasiswa, sering disingkat dengan f yang berarti frekuensi dan menyatakan berapa mahasiswa yang umurnya tertulis pada kolom pertama. Demikianlah misalnya, ada 1.172 mahasiswa yang umurnya paling muda 17 tahun dan paling tua 20 tahun. Bagaimana cara membuat daftar distribusi frekuensi akan dijelaskan kemudian.



5.3 Diagram Batang Penyajian data dalam gambar akan lebih menjelaskan lagi persoalan secara visual. Untuk ini, pertama-tama akan diuraikan pokok dasar pembuatan diagram batang. Data yang variabelnya berbentuk kategori atau atribut sangat tepat disajikan dalam diagram batang. Data tahunan pun dapat pula disajikan dalam diagram ini asalkan tahunnya tidak terdapat terlalu banyak. untuk menggambar diagram batang diperlukan sumbu datar dan sumbu tegak yang berpotongan tegak lurus. Sumbu datar dibagi menjadi beberapa skala bagian yang sama; demikian pula sumbu tegaknya skala pada sumbu tegak dengan skala pada sumbu datar tidak perlu sama. Kalau diagram dibuat tegak, maka sumbu datar dipakai untuk menyatakan atribut atau waktu. Kuantum atau nilai data digambar pada sumbu tegak. Sebuah contoh adalah seperti di halaman berikut :



DAFTAR 3.9 BANYAK MURID DI DAERAH A MENURUT TINGKAT SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN TAHUN 1970



TINGKAT



BANYAK MURID



SEKOLAH LAKI - LAKI PEREMPUAN



JUMLAH



SD



875



687



1.562



SDP



512



507



1.019



ST



347



85



432



SMA



476



342



818



SMEA



316



427



743



2.526



2.084



4.574



JUMLAH



Catatan : Data Karangan



Buku Ajar



32



Bab 3: Penyajian Data



Kalau hanya diperhatikan jumlah murid, tanpa perincian jenis kelamin diagramnya merupakan diagram batang tunggal, seperti dapat dilihat dalam Gambar 3.1. Letak batang yang satu dengan yang lainnya harus terpisah dan lebarnya digambarkan serasi dengan keadaan tempat diagram. Di atas batang boleh juga nilai kuantum data dituliskan. Mungkin juga diagram batang dibuat secara horisontal. Dalam hal ini, untuk Gambar 3.1 menjadi seperti dalam Gambar 3.2



Buku Ajar



33



Bab 3: Penyajian Data



Jika jenis kelamin juga diperhatikan dan digambarkan diagramnya, maka didapat diagram batang dua komponen. Bentuk yang tegak adalah seperti berikut ini .



Diagram terakhir ini dapat pula digambarkan secara horisontal. Caranya sama seperti Gambar 3.2 hanya sekarang tentu terdiri atas dua komponen. Supaya juga jumlah murid ikut tergambarkan, maka dapat dibuat satu batang lagi yang melukiskan jumlah murid. Akan didapat diagram batang tiga komponen. Tentu saja tiap batang digambarkan berlainan dan dijelaskan maksudnya dalam legenda seperti di sudut kanan atas dalam Gambar 3.3.



Buku Ajar



34



Bab 3: Penyajian Data



Model diagram batang lain untuk data di atas adalah seperti dalam Gambar 3.4. Gambar 3.3 lebih baik daripada Gambar 3.4, karena dalam gambar pertama tingkatan perbandingan tiap kategori lebih nyata kelihatan. Untuk kategori data yang berlawanan, seperti data di atas, dapat pula dibuat diagran batang dua arah. Sebuah diantaranya adalah sebagai nampak dalam Gambar 3.5. Jika terdapat klasifikasi atribut dengan nilai data sangat besar dibandingkan dengan klasifikasi lainnya, batang untuk yang bernilai besar ini lebih baik dipatahkan. Contohnya dapat dilihat dalam Gambar 3.6.



Jumlah jiwa tiap daerah, kecuali daerah E, di bawah dua juta. Batang daerah E yang mencatat 9,57 juta nampak dipatahkan di atas skala 2000.



Buku Ajar



35



Bab 3: Penyajian Data



Untuk satu kesatuan kumpulan data yang terdiri atas beberapa bagian, sering diagram batangnya hanya digambar sebuah yang dibagi-bagi sesuai dengan banyak bagian yang membentuk kesatuan itu. Misalnya untuk data dalam Daftar 3.10, diagram batangnya telah dibuat seperti dalam Gambar 3.7.



Buku Ajar



36



Bab 3: Penyajian Data



Demikian pokok dasar cara-cara untuk membentuk diagram batang. Variasinya, tentu saja dapat dibuat bergantung pada keadaan data dan keahlian si pembuat gambar.



5.4 Diagram Garis Untuk menggambarkan keadaan yang serba terus atau berkesinambungan, misalnya produksi minyak tiap tahun, jumlah penduduk tiap tahun, keadaan temperatur badan tiap jam dan lain-lain, dibuat diagram garis. Seperti diagrarn batang, di sini pun diperlukan sistem sumbu datar dan sumbu tegak yang saling tegak lurus. Sumbu datar menyatakan waktu sedangkan sumbu tegaknya melukiskan kuantum data tiap waktu. Contoh di bawah ini menyatakan penggunaan barang di sebuah jawatan selama 1971 – 1980 yang diagramnya tertera dalam Gambar 3.8



DAFTAR 3.11 PENGGUNAAN BARANG DI JAWATAN B (DALAM SATUAN) 1971 – 1980



Tahun



Barang Yang Digunakan



Buku Ajar



1971



376



1972



524



1973



412



1974



310



1975



268



1976



476



1977



316



1978



556



1979



585



1980



434



37



Bab 3: Penyajian Data



Dengan memperlihatkan gerak garis, kita dapat mempelajari bagaimana fluktuasi atau naik-turun pengunaan barang dari tahun ke tahun. Beberapa misal diagram garis dengan tafsirannya diberikan dalam Gambar 3.9. (A) Keadaan yang bertambah secara'konstan". (B) Keadaan yang bertambah dengan pertambahan yang menaik. (C) Keadaan yang bertambah dengan pertambahan yang menurut. (D) Keadaan yang menurun dengan penurunan yang tidak tetap.



Buku Ajar



38



Bab 3: Penyajian Data



Jika nilai data terkumpul sekitar harga yang cukup besar sehingga diagramnya cukup jauh dari sumbu horisontal, maka lebih baik dilakukan loncatan atau pemutusan sumbu tegak. Sebuah contoh adalah seperti terlihat dalam Gambar 3.10 dan Gambar 3.11



Gambar 3.10 kurang baik, karena garis diagram kelihatan cukup jauh dari sumbu datar. Jika digambarkan dengan loncatan sumbu tegak akan didapat seperti dalam Gambar 3.11.



Buku Ajar



39



Bab 3: Penyajian Data



Gambar 3.11 diperoleh dari Gambar 3.10 yang nampak bahwa seolah-olah kertas pada skala 9000 disobek, dibuang sebagian antara 0 dan 9000, lalu didekatkan. Cara lain untuk "memperbaiki" Gambar 3.10 adalah dengan jalan memutuskan sumbu tegaknya saja. Hasilnya seperti dalam Gambar 3.12



Ketika membuat diagram garis, hendaknya diperhatikan mengenai penggunaan skala agar kesimpulan yang diambil tidak salah. Pengambilan skala yang terlalu lebar atau terlalu sempit akan menyebabkan gambaran yang berlainan.



Buku Ajar



40



Bab 3: Penyajian Data



Gambar 3.13 di samping ini dan Gambar 3 (14) di bawahnya melukiskan data yang sama tetapi telah diambil pembagian skala yang lebar dan sempit. Memperlihatkan kedua diagram tersebut kita mungkin akan mendapatkan kesimpulan yang berbeda. Kemungkinan terjadinya kesimpulan yang berlainan untuk data yang sama melalui diagram haruslah dihilangkan.



Semua diagram di atas dapat digambarkan pada kertas grafik milimeter. Kertas ini, baik mendatar maupun tegak, mempunyai pembagian skala yang sama besar. Skala demikian biasa dinamakan skala hitung. Kertas grafik dengan skala hitung dipakai apabila dari diagram kita ingin mendapat gambaran persoalan dalam pengertian absolut. Apabila yang dikehendaki gambaran persoalan dalam bentuk relatif, sering digunakan kertas lain yang disebut kertas grafik semi-logaritma. Dinamakan demikian karena Buku Ajar



41



Bab 3: Penyajian Data



salah satu sumbu, biasanya sumbu tegak, mempunyai skala berbentuk logaritma sedangkan sumbu lainnya berskala hitung.



Garnbar 3.15 adalah sebagian dari kertas grafik semi-logaritma (kertas lengkap diberikan dalam lampiran untuk keperluan pembaca) yang terdiri atas dua fase atau siklus sebagaimana dapat dilihat pada sumbu tegaknya. Tiap siklus terdiri atas sembilan bagian, makin ke atas makin sempit. Pemberian nilai pada skala sumbu tegak dimulai dari pembagian paling bawah dengan bilangan positif, jadi tidak dimulai dengan nol. Tiap skala di atasnya merupakan kelipatan bilangan asli berurutan dari nilai pada pembagian skala pertama untuk tiap siklus. Untuk jelasnya" perhatikan baik-baik contoh dalam bagian kanan Gambar 3.15.



Buku Ajar



42



Bab 3: Penyajian Data



Sebuah contoh: Berikut adalah data hasil usaha yang telah dilakukan oleh A dan B selama 1974 - 1980. DAFTAR 3.12 HASIL USAHA A DAN B DALAM JUTAAN RUPIAH 1974 – 1980 TAHUN



A



B



1974



2,5



0,2



1975



3,1



0,3



1976



3,5



0,5



1977



4,2



0,6



1978



4,6



0,9



1979



6,8



1,0



1980



8,0



1,2



Diagram garis untuk kedua usaha itu dapat dilihat dalam Gambar 3.16. Nampaknya dari diagram, kedua usaha mencapai kemajuan dari tahun ke tahun dan usaha A menunjukkan kemajuan absolut yang lebih besar daripada usaha B.



Buku Ajar



43



Bab 3: Penyajian Data



Gambar 3.17 menggunakan kertas semi-logaritma. Kedua usaha, sebagiamana halnya dalam Gambar 3.16, memperlihatkan kemajuan dari tahun ke tahun. Tetapi ternyata usaha B mencapai kemajuan relatif lebih besar daripada usaha A.



5.5 Diagram Lingkaran dan Diagram Pastel Untuk membuat diagam lingkaran, gambarkan sebuah lingkaran, lalu dibagi-bagi menjadi beberapa sektor. Tiap sektor melukiskan kategori data yang terlebih dahulu diubah ke dalam derajat. Dianjurkan titik pembagian mulai dari titik tertinggi lingkaran. Diagram lingkaran ini sering, digunakan untuk melukiskan data atribut.



Contohnya: Kita ambil dalam Daftar 3.10 tentang biaya tiap tahun. Terlebih dahulu tiap nilai 28 data diubah ke dalam derajat. Pos A, misalnya menjadi x 360 0 =100,8 0 dan 100 Buku Ajar



44



Bab 3: Penyajian Data



18 x 3600 = 64,8 0 . Lainnya dihitung dengan cara yang sama dan 100 didapat untuk pos C = 50,4o, pos D = 79,2o, pos E = 36o dan pos F = 28,8o. Dengan teliti, pos B =



sudut-sudut tersebut digambarkan dalam sebuah lingkaran. Hasilnya dapat dilihat dalam Gambar 3.18. Penjelasan dapat ditulis di luar lingkaran secara mendatar. Jika cukup ruangan, lebih baik ditulis di dalam sektor secara mendatar juga.



Variasi bentuk diagram lingkaran, dapat pula dibuat, misalnya seperti dalam Gambar 3.19. Diagram terakhir ini disebut diagram pastel.



5.6 Diagram Lambang Sering dipakai untuk mendapatkan gambar kasar sesuatu hal dan sebagai alat visual bagi orang awam. Sangat menarik dilihat, lebih-lebih jika simbul yang digunakan cukup baik dan menarik. Setiap satuan jumlah tertentu dibuat sebuah simbul sesuai dengan macam datanya. Misalnya untuk data mengenai jiwa, penduduk dan pegawai dibuat gambar orang satu gambar untuk tiap 5000 jiwa; untuk data bangunan, gedung sekolah dan lain-lain dibuat gambar gedung satu gedung menyatakan 25 buah, dan masih banyak contoh lain lagi. Kesulitan yang dihadapi ialah ketika menggambarkan bagian simbul untuk satuan yang tidak penuh.



Buku Ajar



45



Bab 3: Penyajian Data



Contoh: Untuk melukiskan pegawai di pelbagai jawatan, diagram simbulnya dapat dilihat di bawah ini :



Gambar 3.21 berikut ini merupakan diagram simbul untuk penggunaan listrik dalam ribuan KwH untuk industri-industri di beberapa daerah Indonesia selama tahun 1958.



Di bawah ini merupakan gabungan antara diagram lambang dan diagram batang. Data yang dilukiskan adalah mengenai jumlah kendaraan penumpang di Jawa Barat untuk tahun 1967, 1969 dan 1971. (Sumbewr data : KOMDAK Langlangbuana, Jawa Barat).



Buku Ajar



46



Bab 3: Penyajian Data



5.7 Diagram Peta Diagram ini dinamakan juga kartogram. Dalam pembuatannya digunakan peta geografis tempat data terjadi. Dengan demikian diagiam ini melukiskan keadaan dihubungkan dengan tempat kejadiannya. salah satu contoh yang sudah terkenal ialah jika kita membuta buku peta bumi. Disitu antara lain terdapat peta daerah atau pulau dengan mencantumkan pula gambar-gambar pohon kelapa, jagung, kuda dan lain-lain. Contoh lain adalah tentang rata-rata pertumbuhan penduduk di Jawa Barat selama 1961 - 1971 menurut Kantor Statistik propinsi Jawa Barat. Diagram petanya dapat dilihat di bawah ini.



Buku Ajar



47



Bab 3: Penyajian Data



Gambar 3.24 melukiskan penempatan transmigran dari Jawa Barat ke alimantan selama periode 1951 - 1972/1973. Dihitung banyak jiwa yang ditransmigrasikan, datanya dapat dibaca di atas gambar kepala orang.



5.8 Diagram Pencar Untuk kumpulan data yang terdiri atas dua variabel. dengan nilai kuantitatif, diagramnya dapat dibuat dalam sistem sumbu koordinat dan gambarnya akan merupakan kumpulan titik-titik yang terpencar. Karenanya, diagram demikian dinamakan diagram pencar. pada Gambar 3.9, jika garis penghubung antara titiktitik dihilangkarl terjadilah diagram pencar. lni merupakan diagram pencar yang sederhana. Contoh yang lebih kompleks adalah seperti dalam Gambar 3(25).



Buku Ajar



48



Bab 3: Penyajian Data



Uraian lebih lanjut tentang diagram ini akan diberikan kemudian sehubungan dengan uraian teori statistika lainnya.



6.



Latihan 1. Data hasil sampling ataupun sensus perlu disajikan dalam daftar dan/atau diagram. Mengapa? 2. Untuk pembuatan sebuah daftar, hal-hal apa saja lagi yang harus diperhatikan? 3. Lihat Daftar 2.6. Buatlah daftar demikian sekaligus, tetapi sekarang dilengkapi dengan banyak murid dalam keadaan relatif (dalam %). Lalu jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut : a. ada berapa % murid perempuan terdapat di ketiga tingkat sekolah itu. b. ada ... % murid SD, ... % murid SLTP dan ... % murid SLTA c. ada ... % murid laki-laki tercatat di SLTA 4. Menurut Biro Pusat Statistik Jakarta, berdasarkan hasil sensus tahun 1961, penduduk Indonesia terdapat 96.319.929 jiwa (tidak termasuk penduduk di lrian Jaya). Jumlah penduduk ini telah digolongkan menurut umur (dalam tahun) : 0 - 4, 5 - 9, 10 - 14, 15 - 16 , 20 - 24,25 - 34,35 - 44, 45 - 54, 55 - 64, 65 - 74,75 dan lebih dan golongan yang tidak diketahui umurnya. Untuk laki-laki, jumlahnya menurut golongan umur tersebut adalah : 8.461.949, 7.683.534, 4.318.543, 3.834.117, 3.452.362, 7.333.617, 5.719.856, 3.559.007, 1.897.510, 795.730, 377.747,dan 59.882 Adapun untuk perempuan, jumlah-jumlah tersebut adalah 8.580.361, 7.639.422, 3.860.869, 3.874.058, 4.338.603, 8.542.102, 5.363.334, 3.483.325, 1.850.396, 829.027, 406.609, dan 56.869. Buatlah daftar untuk data di atas! Sertakan juga jumlah dan persentasenya untuk tiap gologan umur yang diberikan.



Buku Ajar



49



Bab 3: Penyajian Data



5. Bila kita akan menggunakan a. diagram batang komponen disusun ke samping b. diagram dua arah c. diagram garis d. diagram dengan skala semi logaritma a. diagram peta ?



6. Apakah akibatnya terhadap kesimpulan yang dapat diambil dari diagram garis jika pembagian skaranya terlalu lebar atau terlalu sempit ? 7. Buatlah grafik dari Daftar 3.13 di bawah ini dalam sebuah gambar



DAFTAR 3.13 HASIL PADI, KETELA DAN JAGUNG DI INDONESIA TAHUN 1955 – 1964 (RIBUAN KG)



8. Gambarlah data dalam daftar di bawah ini dalam sebuah grafik dengan sekala semi logaritma. Beri uraian singkat tentang persediaan dan peredaran uang di Indonesia untuk periode 1950 – 1962.



Buku Ajar



50



Bab 3: Penyajian Data



DAFTAR 3.14 PERSEDIAAN DAN PEREDARAN UANG DI INDONESIA TAHUN 19501962 (DALAM JUTAAN RUPIAH)



9. Buatlah diagram yang cocok untuk data pada daftar di bawah ini dalam sebuah gambar berdasarkan data absolut dan data relatifnya.



DAFTAR 3.15 HASIL SURVAI ANGKATAN KERJA NASIONAL TAHUN 1978 DI INDONESIA



Deskripsi



SAKERNAS 1978 Februari



Mei



Agustus



November



1. Penduduk yang bekerja



44.323.384



45.386.150



73.705.631



43.069.333



2. Penduduk yang bekerja di lapangan pertanian



31.579.996



32.576.945



29.736.410



29.361.617



Sumber : Buku Statistika Ekonomi, 1979, BPS Jakarta



Buku Ajar



51



Bab 3: Penyajian Data



7. Daftar Pustaka 1. Bartz, Albert E, 1988, Basic Statitical Concept, Third Edition, Mac Millan Publishing Company, New York. 2.



Bhattaraya, GK, and Johnsons, RA., 1996, “statistical Principles and Methods”, John Wiley and Sons, New York.



3. Sujana, 1992, Metode Statistika. Edisi ke-5, Tarsito, Bandung



Buku Ajar



52



MATERI POKOK IV DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI DAN GRAFIKNYA 201MAS Oleh : Lisnur Wachidah, dkk



DAFTAR ISI 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan Belajar 5.1 Daftar Distribusi Frekuensi 5.2 Membuat Daftar Distribusi Frekuensi 5.3 Daftar Distribusi Frekuensi Relatif dan Kumulatif 5.4 Histogram dan Poligon Frekuensi 5.5 Model Populasi 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



Halaman 54 55 55 55 55 55 56 60 63 66 69 73



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Bab



4



DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI DAN GRAFIKNYA



1.



Pengantar Daftar distribusi frekuensi ini telah disinggung sedikit dalam Bab III dan contohnya dapat dilihat dalam Daftar III.8. Sebuah contoh lagi adalah sebagai berikut : DAFTAR 4.1 NILAI UJIAN STATISTIKA UNTUK 80 MAHASIWA



Nilai Ujian



Buku Ajar



Banyaknya Mahasiswa (f)



31 – 40



2



41 – 50



3



51 – 60



5



61 – 70



14



71 – 80



24



81 – 90



20



91 – 100



12



Jumlah



80



54



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Sebelum dipelajari bagaimana cara membuat daftar ini, akan dijelaskan dulu tentang istilah-istilah yang dipakai.



2.



Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu mendeskripsikan daftar distribusi frekuensi dan grafiknya.



3.



Tujuan Pembelajaran 3.1 Mahasiswa mengetahui istilah-istilah dalam distribusi frekuensi 3.2 Mahasiswa memahami histogram dan poligon



4.



Indikator 4.1 Mahasiswa dapat menerangkan kembali istilah-istilah yang dipergunkan dalam tabel distribusi frekuensi. 4.2 Mahasiswa dapat menghitung nilai-nilai yang dibutuhkan dalam distribusi frekuensi 4.3 Mahasiswa dapat menginterpretasikan model populasi dari bentuk poligon.



5.



Kegiatan Belajar 5.1 Daftar Distribusi Frekuensi Dalam daftar distribusi frekuensi, banyak obyek dikumpulkan dalam kelompok-ketompok berbentuk a – b, yang disebut kelas interval. Ke dalam kelas interval a – b dimasukkan semua data yang bernilai mulai dari a sampai dengan b. Urutan kelas interval disusun mulai data terkecil terus ke bawah sampai nilai data terbesar. Berturut-turut, mulai dari atas, diberi nama kelas interval pertama, kelas interval kedua, …, kelas interval terakhir. Ini semua ada dalam kolom kiri. Kolom kanan berisikan bilangan-bilangan yang menyatakan berapa buah data terdapat dalam tiap kelas interval. Jadi kolom ini berisikan frekuensi, disingkat f. Misalnya f = 2 untuk kelas interval pertama, atau ada 2 orang mahasiswa yang mendapat nilai ujian paling rendah 31 dan paling tinggi 40.



Buku Ajar



55



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Bilangan-bilangan di sebelah kiri kelas interval disebut ujung bawah dan bilangan-bilangan di sebelah kanannya disebut ujung atas. Ujug-ujung bawah kelas interval pertama, kedua, …, terakhir ialah 31, 41, … , 91 sedangkan ujung-ujung atasnya berturut-turut 40, 50, …, 100. Selisih positif antara tiap dua ujung berurutan disebut panjang kelas interval. Dalam daftar 4.1, panjang kelasnya, disingkat dengan p, adalah 10, jadi p =10 dan semuanya sama. Dikatakan bahwa daftar itu mempunyai panjang kelas yang sama. Selain dari ujung kelas interval ada lagi yang biasa disebut batas kelas interval. Ini bergantung pada ketelitian data yang digunakan. Jika data dicatat teliti hingga satuan, maka batas bawah kelas sama dengan ujung bawah dikurangi 0,5. Batas atasnya didapat dari ujung atas ditambah dengan 0,5. Untuk data dicatat hingga satu desimal, batas bawah sama dengan ujung bawah dikurangi 0,05 dan batas atas sama dengan ujung atas ditambah 0,05. Kalau data hingga dua desimal, batas bawah sama dengan ujung bawah dikurangi 0,005 dan batas atas sama dengan ujung atas ditambah 0,005 dan begitu seterusnya. Untuk perhitungan nanti, dari tiap kelas interval biasa diambil sebagai nilai sebagai wakil kelas itu. Yang digunakan di sini ialah tanda kelas interval yang didapat dengan menggunakan aturan : Tanda kelas = ½ (ujung bawah + ujung atas)



…(5.1)



Contoh : Kelas interval pertama adalah 31 – 40 dengan frekuensi f = 2. Ujung bawah kelas 31, ujung atas 40. Adapun batas bawah kelas = 30,5 dan batas atas 40,5. Tanda kelasnya = ½ (31 + 40) = 35,5.



5.2 Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Perhatikan nilai ujian statistika untuk 80 orang mahasiswa berikut :



Buku Ajar



79



49



48



74



81



98



87



80



80



84



90



70



91



93



82



78



70



71



82



38



56



81



74



73



68



72



85



51



65



93



83



86



90



35



83



73



74



43



86



88



92



93



76



71



90



72



67



75



80



91



61



72



97



91



88



81



70



74



99



95



80



59



71



77



63



60



83



82



60



67



89



63



76



63



88



70



66



88



79



75



56



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Untuk membuat daftar distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang sama, kita lakukan sebagai berikut . a. Tentukan rentang, ialah data terbesar dikurangi data terkecil. Dalam hal ini, karena data terbesar = 99 dan data terkecil = 35, maka rentang = 99 – 35 = 64 b. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas sering biasa diambil paling sedikit 5 kelas dan paling banyak 15 kelas, dipilih menurut keperluan. Cara lain cukup bagus untuk n berukuran besar n ≥ 200 misalnya, dapat menggunakan aturan Sturges, yaitu : Banyak kelas = 1 + (3,3) log n dengan n menyatakan banyaknya data dan hasil akhir dijadikan bilangan bulat. Untuk contoh kita dengan n = 80, sekedar memperhatikan penggunaan aturan ini, maka : Banyak kelas = 1 + (3,3) log 80 = 1 + (3,3) (1,9031) = 7,2802 Kita dapat membuat daftar distribusi frekuensi dengan banyak kelas 7 atau 8 buah. c. Tentukan panjang kelas interval p. Ini, secara ancer-ancer ditentukan oleh aturan : p=



Rentang Banyak kelas



Harga p diabil sesuai dengan ketelitian susunan data yang digunakan. Jika data berbentuk satuan, diambil harga p telilti sampai satuan. Untuk data hingga satu desimal, p ini juga diambil hingga satu desimal, dan begitu seterusnya. Untuk contoh kita, maka jika banayak kelas diambil 7, didapat :



P=



64 = 9,14 dan dari sini bias kita ambil p = 9 atau p = 10 7



d. Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ini bias diambil sama dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang telah ditentukan. Selanjutnya daftar diselesaikan dengan menggunakan harga-harga yang telah dihitung.



Buku Ajar



57



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



e. Dengan p = 10 dan memulai dengan data yang lebih kecil dari data terkecil, diambil 31, maka kelas pertama berbentuk 31 – 40, kelas kedua 41 – 50, kelas ketiga 51 – 60 dan seterusnya. Sebelum daftar sebenarnya dituliskan, ada baiknya dibuat daftar penolong yang berisikan kolom tabulasi. Kolom ini merupakan kumpulan deretan garis-garis miring pendek, yang banyaknya sesuai dengan banyak data terdapat dalam kelas interval yang bersangkutan. Dengan mengambil banyak kelas 7, panjang kelas 10 dan dimulai dengan ujung bawah kelas pertama sama dengan 31, seperti dijelaskan dalam e, kita peroleh daftar penolong seperti di bawah ini .



Nilai Ujian TABULASI



FREKUENSI



31 – 40



//



2



41 – 50



///



3



51 – 60



////



5



61 – 70



//// //// ///



14



71 – 80



//// //// //// //// ////



24



//// //// //// ////



12



81 – 90 91 - 100



20



//// //// //



Setelah dituliskan dalam bentuk yang lazim dipakai, hasilnya seperti tertera dalam Daftar 4.1. Jika ujung bawah kelas pertama diambil sama dengan data terkecil, yakni 35, maka daftarnya menjadi seperti dalam Daftar 4.2 di halaman berikut ini.



Buku Ajar



58



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



DAFTAR 4.2 NILAI UJIAN STATISTIKA UNTUK 80 MAHASISWA NILAI UJIAN FREKUENSI 31 – 40



2



41 – 50



3



51 – 60



5



61 – 70



14



71 – 80



24



81 – 90



20



91 - 100



12



Daftar 4.1 dan Daftar 4.3 kedua-duanya dapat digunakan. Akan tetapi dalam Daftar 4.2, kelas interval terakhir, yakni 95 – 104, melebihi nilai yang biasa diberikan, ialah 100. Karenanya, Daftar 4.1 yang lebih baik digunakan. Dari penyusunan kelas-kelas interval di muka dapat dilihat bahwa ujung bawah kelas yang satu berbeda dari ujung atas kelas sebelumnya. Jadi tidak benar, jika dibuat kelas-kelas seperti dalam dua contoh di bawah ini.



31 – 41 41 – 51 51 – 61



35 – 45 atau



45 – 55 55 – 65



Perbedaan antara ujung bawah sebuah kelas dengan ujung atas kelas sebelumnya adalah satu jika data dicatat hingga satuan, sepersepuluh atau 0,1 jika data dicatat hingga satu desimal, seperseratus atau 0,01 untuk data dicatat dua desimal dan begitu seterusnya. Dalam kesua daftar di atas, Daftar 4.1 dan Daftar 4.2, kelas-kelas intervalnya sama panjang dan tertutup. Mungkin saja membuat daftar dengan panjang kelas interval yang berlainan dan terbuka.



Buku Ajar



59



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



DAFTAR 4.3 BANYAK SISWA DI DAERAH A MENURUT UMUR DALAM TAHUN UMUR TAHUN



F



Kurang dari 15



2,456



15 sampai 20



4,075



25 sampai 30



3,560



35 sampai 40



3,219



40 dan lebih



4,168



Jumlah



17,478



Kelas terbuka terjadi pada kelas pertama dan atau kels terakhir. Kelas terbuka ini dibuat apabila tidak cukup banyak pengamatan yang akan terdapat jika interval itu dibuat tertutup dan jika data ekstrim tidak diketahui atau tak perlu diperhatikan.



5.3 Distribusi Frekuensi Relatif dan Kumulatif Dalam daftar di atas, frekuensi dinyatakan dengan banyak data yang terdapat dalam tiap kelas, jadi dalam bentuk absolut. Jika frekuensi dinyatakan dalam persen, maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif. Untuk Daftar 4.1 dapat kita peroleh daftar distribusi frekuensi relatif seperti dalam Daftar 4.4.



DAFTAR 4.4 DISTRIBUSI FREKUENSI RELATIF UNTUK NILAI UJIAN STATISTIKA



Buku Ajar



Nilai



F



31 – 40



2,50



41 – 50



3,75



51 – 60



6,25



61 – 70



17,50



71 – 80



30,00



81 – 90



25,00



91 - 100



15,00



Jumlah



100,00



60



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Frekuensi relatif, disingkat frel atau f(%), untuk kelas pertama didapat dari 2 x 100% = 2,50% 80 Untuk lain-lain dihitung dengan jalan yang sama. Tentu saja kedua bentuk frekuensi, absolut dan relatifdapat disajikan dalam sebuah daftar. Daftar berikut adalah contohnya.



DAFTAR 4.5 NILAI UJIAN STATISTIKA UNTUK 80 MAHASISWA Nilai



fabs



frel



31 – 40



2



2,50



41 – 50



3



3,75



51 – 60



5



6,25



61 – 70



14



17,50



71 – 80



24



30,00



81 – 90



20



25,00



91 - 100



12



15,00



Jumlah



80



100,00



Ada lagi sebuah daftar yang biasa dinamakan daftar distribusi frekuensi kumulatif. Daftar distribusi frekuensi kumulatif dapat dibentuk dari daftar distribusi frekuensi biasa, dengan jalan menjumlahkan frekuensi demi frekuensi. Dikenal dua macam distribusi frekuensi kumulatif ialah kurang dari dan atau lebih. Tentu saja untuk kedua hal ini terdapat pula frekuensi-frekuensi absolut dan relatif. Untuk distribusi frekuensi kumulatif kurang dari dan atau lebih masing-masing dapat dilihat dalam Daftar 4.6 dan Daftar 4.7.



Buku Ajar



61



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



DAFTAR 4.6 NILAI UJIAN STATISTIKA UNTUK 80 MAHASISWA (KUMULATIF KURANG DARI) UMUR TAHUN Kurang dari 31 Kurang dari 41 Kurang dari 51 Kurang dari 61 Kurang dari 71 Kurang dari 81 Kurang dari 91 Kurang dari 101



DAFTAR 4.7 NILAI UJIAN STATISTIKA UNTUK 80 MAHASISWA (KUMULATIF ATAU LEBIH)



fkum 0 2 5 10 24 48 68 80



UMUR TAHUN 31 atau lebih 41 atau lebih 51 atau lebih 61 atau lebih 71 atau lebih 81 atau lebih 91 atau lebih 101 atau lebih



fkum 80 78 75 70 56 32 12 0



Perhatikan bahwa dalam kedua daftar di atas (Daftar 4.6 dan Daftar 4.7) tidak terdapat baris yang menyatakan jumlah frekuensi. Kalau daftar distribusi frekuensi kumulatif dengan frekuensi relatif dikehendaki, maka hasilnya seperti dalam daftar-daftar di bawah ini. DAFTAR 4.8 NILAI UJIAN STATISTIKA UNTUK 80 MAHASISWA



DAFTAR 4.9 NILAI UJIAN STATISTIKA UNTUK 80 MAHASISWA



UMUR TAHUN Fkum (%) Kurang dari 31 0 Kurang dari 41 2,50 Kurang dari 51 6,25 Kurang dari 61 12,50 Kurang dari 71 30,00 Kurang dari 81 60,00 Kurang dari 91 85,00 Kurang dari 101 100,00



UMUR TAHUN Fkum (%) 31 atau lebih 100,00 41 atau lebih 97,50 51 atau lebih 93,75 61 atau lebih 87,50 71 atau lebih 70,00 81 atau lebih 40,00 91 atau lebih 15,00 101 atau lebih 0



Buku Ajar



62



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



5.4 Histogram dan Poligon Frekuensi Untuk menyajikan data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi menjadi diagram, seperti biasa dipakai sumbu mendatar untuk menyatakan kelas interval, dan sumbu tegak untuk menyatakan frekuensi baik absolut maupun relatif. Yang dituliskan pada sumbu datar adalah batas-batas kelas interval. Bentuk diagrmbya seperti diagram batang hanya di sini sisi-sisi batang berdekatan harus berimpitan. Data dalam Daftar 4.1, diagramnya dapat dilihat seperti dalam Gambar 4.1



Gambar 4.1



Diagram seperti di atas dinamakan histogram. Sekarang, tengah-tengan tiap sisi atas yang berdekatan kita hubungkan dan sisi terakhir dihubungkan dengan setengah jarak kelas interval pada sumbu datar. Bentuk yang didapat dinamakan poligon frekuensi. Untuk ini lihat Gambar 4.2.



Buku Ajar



63



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Gambar 4.2 Jika daftar distribusi frekuensi mempunyai kelas-kelas interval yang panjangnya berlainan, maka tinggi diagram tiap kelas harus disesuaikan. Untuk ini , ambil panjang kelas yang sana yang terbanyak terjadi sebagai satuan pokok. Tinggi untuk kelas-kelas lainnya digambarkan sebagai kebalikan dari panjang kelas dikalikan dengan frekuensi yang diberikan. Contoh : Daftar berikut menyatakan gaji bulanan untuk 135 pegawai yang terdapat di suatu daerah.



DAFTAR 4.10 GAJI BULANAN 135 PEGAWAI DI DAERAH A DALAM RUPIAH UMUR TAHUN



f



5.000 – 5.999



30



6.000 – 6.999



32



7.000 – 7.999



25



8.000 – 8.999



18



9.000 – 12.999



28



13.000 – 13.499



2



Jumlah



135



Kelas-kelas interval pertama, kedua, ketiga dan keempat panjangnya sama, yakni 1000. Kelas interval kelima dan keenam masing-masing panjangnya 4000 dan 500. Dengan mengambil pokok panjang kelas 1000, maka tinggi diagram kelas kelima digambarkan seperempat dari 28 atau 7, sedangkan tinffi diagram kelas terakhir digambarkan dua kali dua atau 4. Diagramnya dapat dilihat dalam Gambar 4.3.



Buku Ajar



64



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Gambar 4.3 Diagram untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi kumulatif, bentuknya akan berlainan dengan diagram-diagram di atas. Untuk data dalam Daftar 4.6, yakni daftar kumulatif kurang dari, diagramnya dapat dilihat seperti dalam Gambar 4.4.



Gambar 4.4



Untuk data dalam daftar kumulatif atau lebih seperti dalam Daftar 4.7, grafiknya dapat dilihat di bawah ini :



Buku Ajar



65



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Gambar 4.5



Untuk diagram-diagram di atas, semua frekuensi bernilai absolut. Tentu saja diagram demikian dapat dibuat jika frekuensi dinyatakan dalam persen, jadi untuk daftar distribusi frekuensi relatif. Caranya sama, kecuali sekarang frekuensi, jadi juga skalanya, dinyatakan dalam peren.



5.5 Model Populasi Poligon frekuensi yang merupakan daris patah-patah dapat didekati oleh sebuah lingkaran halus yang bentuknya secocok mungkin dengan bentuk poligon tersebut. Lengkungan yang didapat diinamakan kurva frekuensi. Untuk poligon frekuensi dalam Gamabar 4.2 misalnya, kurva frekuensinya, digambar dengan garis tebal, dapat dilihat dalam Gambar 4.6.



Gambar 4.6 Buku Ajar



66



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Jika semua data dalam populasi dapat dikumpulkan lalu dibuat daftar distribusi frekuensinya dan akhirnya digambarkan kurva frekuensinya, maka kurva ini dapat menjelaskan sifat atau karakteristik populasi. Kurva ini merupakan model populasi yang akan ikut menjelaskan cirri-ciri populasi. Dalam praktek, model populasi ini biasanya didekati oleh atau diturunkan dari kurva frekuensi yang diperoleh dari sampel representatifyang diambil dari populasi itu. Untuk keperluan teori dan metode yang lebih lanjut, model populasi ini dituangkan dalam bentuk persamaan matematik. Beberapa diantaranya adalah : model normal, simetrik, positif atau miring ke kiri, negatif atau miring ke kanan, bentuk-bentuk J dan U.



Gambar 4.7



Untuk gambar-gambar di atas, kita kenal : a. Model normal, yang sebenarnya akan lebih tepat digambarkan berdasarkan persamaan matematikanya. Bentuk model normal selalu simetrik dan mempunyai sebuah puncak. Kurva dengan sebuah puncak disebut unimodal. b. Model simetrik, di sin juga unimodal. Perhatikan bahwa model normal selalu simetrik, tetapi tidak sebaliknya.



Buku Ajar



67



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Kurva untuk model miring, positif ataupun negatif, dapat dilihat dalam Gambar 4.8



Gambar 4.8



Model positif menggambarkan bahwa terdapat sedikit gejala yang bernilai makin besar. Sedangkan negatif terjadi sebaliknya. Soal ujian yang terlalu mudah, sehingga banyak peserta yang mendapat nilai baik menggambarkan nilai negatif.



Gambar 4.9



Kedua gambar di atas memperlihatkan fenomena yang modelnya berbentuk J. Ini banyak terdapt dalam dunia ekonomi, industri dan fisika.



Buku Ajar



68



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



Gambar 4.10



Model bentuk U dapat dilihat seperti dalam Gamabr 4.10. Dalam hal ini mulamula terdapat banyak gejala bernilai kecil, kemudian menurun sementara gejala bernilai besar dan akhirnya menaik lagi untuk nilai gejala yang makin besar.



Model dengan lebih dari sebuah puncak, jadi bukan unimodal, disebut multimodal. Kalau hanya ada dua puncak dinamakan bimodal.



6.



Latihan 1. Bedakanlah antara daftar-daftar distribusi frekuensi, kontingensi dan baris kolom 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan : a. distribusi frekuensi relatif b. distribusi frekuensi kumulatif frekuensi c. kelas interval d. panjang kelas interval e. rentang f. kelas interval tertutup g. kelas interval terbuka



Buku Ajar



69



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



3. Berilah komentar mengenai penyusunan kelas-kelas interval di bawah ini a. 2,5 – 5,0



b. 2,5 – 7,5



5,0 – 7,5



5,0 – 10,5



7,5 – 10,0



7,5 – 12,5



dst



dst



c. 5 – kurang dari 10



d. 10,00 – 19,99



10 kurang dari 15



20,00 – 39,99



15 kurang dari 20



40,00 – 59,99



dst



60,00 dan lebih



4. Apa yang dimaksud dengan : a. histogram b. poligon frekuensi c. kurva populasi 5. Di bawah ini merupakan data tentang kelahiran per 1000 penduduk di berbagai daerah di Jawa selama periode 1955 – 1959 :



32,5 34,8 32,8 32,4 27,8 39,8 33,1 35,8 34,2 18,5 40,6 34,2 37,3 32,9 27,3 29,8 20,7 31,2 32,4 35,1 25,7 27,8 37,4 39,7 44,3 32,0 18,2 34,5 37,6 40,7 28,6 33,8 42,0 43,2 35,8 30,0 36,0 32,5 36,2 33,1 36,5 31,6 31,6 39,0 37,2 15,8 29,7 42,8 33,1 43,1 43,1 35,0 43,1 34,5 33,3 27,6 30,6 13,0 36,1 29,6 30,1 41,7 43,7 37,5 35,7 29,6 41,7 42,9 38,5 37,6 36,8 30,2 32,2 30,8 33,4 (Statistical Pocketbook of Indonesia 1960)



Buku Ajar



70



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



a. Buatlah daftar distribusi frekuensi dengan menggunakan aturan Struges. b. Buat pula sebuah daftar dengan mengambil banyak kelas interval 10 buah c. Susunlah daftar distribusi frekeunsi untuk hasil-hasil di a dan di b. 6. Berikut ini diberikan data tentang umur X (dalam tahun), berat badan Y (dalam kg) dan tinggi badan Z (dalam cm) untuk 100 orang laki-laki, seperti yang terdapat dalam Daftar 4.11. Berdasarkan data dalam daftar tersebut, maka : a. Buatlah daftar distribusi frekuensi (menggunakan lima kelas) untuk umur, berat, dan tinggi keseratus orang itu. b. Gambarkan poligon frekuensinya c. Gambarkan pula grafik untuk daftar distribusi frekuensi kumulatifnya.



Buku Ajar



71



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



DAFTAR 4.11 UMUR, TINGGI DAN BERAT BADAN 100 ORANG LAKI-LAKI X 4 35 41 31 49 34 37 63 28 40 51 33 37 33 41 38 52 31 44 31 40 36 42 28 40 40 35 32 31 52 45 39 40 48



Buku Ajar



Y 70 73 68 68 66 74 65 74 70 69 69 66 71 69 69 69 70 71 68 67 68 73 69 67 71 70 68 68 70 69 69 67 68 66



Z 180 188 178 159 155 156 157 168 185 187 182 155 170 161 167 180 162 156 189 160 166 178 189 158 180 172 157 176 156 165 159 181 169 160



X 61 61 44 58 29 56 53 47 30 64 31 35 65 43 53 58 67 53 42 43 52 68 64 46 41 58 50 45 59 56 59 47 43 37



Y 68 70 68 67 66 65 68 69 73 71 72 70 65 62 60 62 69* 70 58 69 62 66 70 58 698 73 69 59 58 65 61 67 76 63



Z 182 185 161 175 159 171 166 171 178 170 180 162 163 164 159 162 190 187 157 165 163 158 168 162 175 188 164 158 157 168 155 164 184 160



X 52 52 52 40 27 44 41 33 29 24 36 23 47 26 45 41 55 34 51 58 51 35 34 26 25 44 57 67 59 62 40 52



Y 66 67 69 68 68 59 64 70 68 67 67 59 68 70 60 65 66 69 72 67 70 70 69 70 61 71 68 60 69 70 65 71



Z 154 152 162 175 167 158 169 186 161 160 162 159 167 161 158 167 169 160 175 163 174 172 160 175 164 172 163 159 179 167 163 170



72



Bab 4: Daftar Distribusi Frekuensi dan Grafiknya



7.



Daftar Pustaka



1. Bartz, Albert E., 1988. Basic Statistical Concepts, Third Edition, MacMillan Publishing Company, New York. 2. Bhattaraya, G.K., and Johnsons, R.A., 1996. Statistical Principles and Methode, John Wiley and Sons, New York. 3. Hogg and Tanis, 2001. Probability and Statistical Inference, Prentice-Hall. Inc, USA 4. Sujana, 1992. Metode Statistika, Edisi ke 5, Tarsito, Bandung.



Buku Ajar



73



MATERI POKOK V UKURAN GEJALA PUSAT DAN UKURAN LETAK MAS 201 Oleh : Lisnur Wachidah, dkk



DAFTAR ISI Halaman 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar



5.1 Rata-rata atau Rata-rata Hitung 5.2 Rata-rata Ukur 5.3 Rata-rata Harmonik 5.4 Modus 5.5 Median 5.6 Kuartil, Desil, Persentil 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



75 75 76 76 76 76 82 85 87 88 91 97 99



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Bab



5



UKURAN GEJALA PUSAT DAN UKURAN LETAK 1.



Pengantar Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data mengenai sesuatu hal, baik mengenai sampel ataupun populasi, selain daripada data itu disajikan dalam tabel dan diagram, masih diperlukan ukuran-ukuran yang merupakan wakil kumpulan data tersebut. Dalam bab ini akan diuraikan tentang ukuran gejala pusat dan ukuran letak. Beberapa macam ukuran dari golongan pertama adalah : rata-rata atau rata-rata hitung, rata-rata ukur, ratarata harmonik, dan modus. Golongan kedua meliputi : median, kuartil, desil dan persentil. Ukuran yang dihitung dari kumpulan data dalam sampel dinamakan statistik. Ini telah juga disinggung dalam Bagian 1. Bab 1. apabila ukuran itu dihitung dari kumpulan data dalam populasi atau dipakai untuk menyatakan populasi, maka namanya parameter. Jadi ukuran yang sama dapat bernama statistik atau parameter bergantung pada apakah ukuran dimaksud untuk sampel atau populasi.



2.



Kompetesi Dasar Mahasiswa dapat menggunakan ukuran gejala pusat dan ukuran letak dalam menyelesaikan persoalan



Buku Ajar



75



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



3.



Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami pengertian dan penggunaan ukuran, ukuran gejala pusat dan ukuran gejala letak



4.



Indikator a. Mahasiswa dapat mendefinisikan kembali ukuran, ukuran gejala pusat, dan ukuran gejala letak b. Mahasiswa dapat menghitung rata-rata, baik data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi maupun tidak Mahasiswa dapat menentukan ukuran rata-rata yang sesuai untuk berbagai permasalahan



5.



Kegiatan Belajar 5.1 Rata-rata atau Rata-rata Hitung Untuk keperluan ini dan perhitungan selanjutnya, akan diguankan simbolsimbol. Nilai-nilai data kuantitatif akan dinyatakan dengan x1, x2, …, xn, apabila dalam kumpulan data itu terdapat n buah nilai. Simbol n juga akan dipakai untuk menyatakan ukuran sampel, yakni banyak data atau obyek yang diteliti sampel. Simbol N dipakai untuk menyatakan ukuran populasi, yakni banyak anggota terdapat dalam populasi. Jika ada lima nilai ujian dari lima ornag mahasiswa untuk mata kuliah statistika berbentuk : 70, 69, 45, 80, dan 56, maka dalam simbol ditulis : x1 = 70, x2 = 69, x3 = 45, x4 = 80 dan x5 = 56. dalam hal ini n = 5, yang menyatakan sebuah sampel berukuran 5. Rata-rata, atau lengkapnya rata-rata hitung, utnuk data kuantitatif yang terdapat dalam sebuah sampel dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data oleh banyak data. w Simbol rata-rata untuk sampel ialah x (baca : eks garis) sedangkan rata-rata w untuk populasi dipakai simbul µ (baca : mu). Jadi x adalah statistik sedangkan w µ adalah parameter untuk menyatakan rata-arta. Rumus untuk rata-rata x adalah :



Buku Ajar



76



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



n



w x + x 2 + ... + x n w x= 1 atau x = n



∑x i =1



i



n



Atau lebih sederhana lagi ditulis : w x=



∑x



i



dengan Σ xi singkatan dari



n yang ada dalam kumpulan itu.



n



∑x i =1



i



yang berarti jumlah semua harga x



Untuk kelima nilai ujian diatas, nilai rata-ratanya ialah :



w 70 + 69 + 45 + 80 + 56 = 64 x= 5



Jika ada lima mahasiswa mendapatkan nilai 70, enam mendapat nilai 69, tiga mendapat 45 dan masing-masing seorang mendapat nilai 80 dan 56, maka lebih baik data itu ditulis sebagai berikut :



xi



fi



70



5



69



6



45



3



80



1



56



1



xi menyatakan nilai ujian, dan fi menyatakan frekuensi utnuk nilai xi yang bersesuaian Misalnya : f1 = 5 untuk x1 = 70, f2 = 6 untuk x2 = 69 dan seterusnya



Untuk data berbentuk demikian, rumus rata-ratanya adalah :



w x=



∑fx ∑f i



i



… (5.2)



i



Ialah jumlah hasil kali anatra frekunsi dan nilai data dibagi oleh jumlah frekuensi



Buku Ajar



77



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Untuk contoh dimuka, dianjurkan dibuat tabel penolong seperti berikut :



xi



fi



fixi



70



5



350



69



6



414



45



3



135



80



1



80



56



1



56



Dari tabel, didapat ∑ f i = 16



∑fx



= 1035 Sehingga w ∑ f i xi w 1035 = 64.6 x= atau x = f 16 ∑ i i



i



Nilai rata-rata ujian statistika untuk ke-16 mahasiswa itu adalah 64.6. Rumus (5.2) disebut pula rumus rata-rata diboboti yang sering dipakai untuk memperbaiki rata-rata yang dihitung oleh Rumus (5.1) Contoh : Data berikut merupakan daftar barang yang disimpan di gudang, diantaranya terdapat yang rusak. (untuk menyingkat, judul daftar setiap tabel tidak lagi dituliskan)



DAFTAR 5.1 BARANG



DISIMPAN



RUSAK



%



A



100



96



96



B



200



92



46



C



160



80



50



D



80



60



75



JUMLAH



540



328



-



Jika rata-rata mengenai persen abrang yang rusak dihitung dengan Rumus (5.1), maka



w 96 + 46 + 50 + 756 x= % = 66.75% 4



Buku Ajar



78



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Tetapi barang rusak ada 328 dari 540. ini berarti



328 x100% = 60.07%. 540



Hasil ini didapat dengan menggunakan rumus (5.2) seperti dalam daftar berikut :



xi (%)



fi



fixi



96



100



96



46



200



92



75



160



80



Dalam tabel disamping ini, xi = persen yang rusak, fi = banyak barang. Dari tabel dan Rumus (5.2) didapat :Dari tabel, didapat : w ∑ f i xi x= x100% ∑ fi 328 x100% 540 = 60.07% =



75



80



60



Jumlah



540



328



Rata-rata terdapat 60,07% barang yang rusak. Selanjutnya kita juga dapat menentukan rata-rata gabungan, yaitu rata-rata dari beberapa sub sampel lalu dijadikan satu. Kalau ada k buah sub sampel masing-masing dengan keadaan berikut : Sub sampel 1 : berukuran n1dengan rata-rata x1 Sub sampel 2 : berukuran n2 dengan rata-rata x 2 M Sub sampel k : berukuran nk dengan rata-rata x k Maka rata-rata gabungan dari k buah sub sampel itu dihitung dengan :



x=



∑n x ∑n i



i



… ( 5.3 )



i



Contoh ; Tiga sub sampel masing-masing berukuran 10, 6, dan 8 sedangkan rataratanya masing-masing 145, 118, dan 162. Adalah salah jika rata-rata gabungan dihitung dengan Rumus (5.1) ialah Buku Ajar



79



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



x=



145 + 118 + 162 = 141.7 3



Yang benar, harus dihitung dengan Rumus (5.3), ialah : x=



(10)(145) + (6)(118) + (8)(162) =143,9 10 + 6 + 8



Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, rata-ratanya dihitung dengan Rumus (5.2), ialah :



v x=



∑fx ∑f i



i



… (5.4)



i



Hanya disini xi = tanda kelas interval dan fi = frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas xi. Contoh : Marilah kita hitung rata-rata untuk nilai ujian statistika yang terdapat dalam Daftar III (i). untuk keperluan ini kita buat tabel berikut : Catatan : Frekeunsi berbeda dari yang terdapat dalam Daftar III (1) Dari tabel di atas didapat : Σfi = 80 dan Σfixi = 6130.0 Rumus (5.4) memberikan : v 6130.0 x= = 76.62 80 Rata-rata nilai ujian statistika 76.62. Dalam perhitungan di atas, diambil tanda kelas yaitu setengah dari jumlah ujung bawah dan ujung atas, sebagai wakil tiap kelas interval. Jadi telah dianggap ada seorang mahasiswa yang mendapat nilai 35.5, ada dua orang yang mendapat nilai 45.5 dan begitu seterusnya. Nilai-nilai asli, sudah tidak terdapat lagi di sini dan telah diganti oleh tanda kelas. Karena keadaan inilah, amka hasil perhitungan rata-rata bisa berbeda.



Buku Ajar



80



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Cara kedua untuk menghitung rata-rata dari data dalam daftar distribusi frekuensi ialah dengan cara sandi atau cara singkat. Untuk ini diambil salah satu tanda kelas, namakan x0. utnuk harga x0 ini diberi nilai sandi c = 0. tanda kelas yang lebih kecil dari x0 berturut-turut diberi nilai sandi c = -1, c=-2, c=-3 dan seterusnya. Tanda kelas yang lebih besar dari x0 berturut-turut mempunyai harga-harga sandi c =+1, c = +2, c = +3 dan seterusnya. Dengan ini semua jika p = panjang kelas interval yang sama besarnya, maka rata-rata dihitung oleh :  ∑ f ici  x = x0 + p   ∑ f i 







(5.5)



Contoh : untuk data nilai ujian 80 mahasiswa, kita perlu menyusun tabel berikut :



NILAI UJIAN



fi



xi



ci



fici



31-40



1



35.5



-4



-4



41-50



2



45.5



-3



-6



51-60



5



55.5



-2



-10



61-70



15



65.5



-1



-15



71-80



25



75.5



0



0



81-90



20



85.5



1



20



91-100



12



95.5



2



24



Jumlah



80



-



-



9



Telah diambil x0 = 75.5 dan nilai sandi c = 0 telah diberikan untuk ini. Harga-harga c = -1, c = -2, c = -3 dan c = -4 telah diberikan berturut-turut untuk tanda-tanda kelas 65.5, 55.5, 45.5 dan 35.5. tanda kelas yang lebih besar dari x0 = 75.5 berturutturut diberi harga c = 1 dan c= 2. karena p = 10, maka dengan Rumus (5.5), dengan Σfici = 9, didapat  9  x = 75.5 + (10)  = 76.62  80  Hasil yang sama dengan ketika menggunakan Rumus (5.4). ini memang demikian, dan sebenarnya Rumus (5.5), dengan didapat dari Rumus (5.4) dengan xi − x0 berdasarkan sifat : mengguankan transformasi c i = p



Buku Ajar



81



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



1.



Jika tiap nilai data xi ditambah/dikurangi dengan sebuah bilangan tetap d, r maka rata-rata x utnuk data baru bertambah/berkurang dengan d dari artarata data lama.



2.



Jika tiap data xi dikalikan dengan sejauh bilangan tetap d, angka rata-rata r untuk x untuk data baru menjadi d kali rata-rata data lama. Cobalah selidiki sendiri kebenaran sifat ini ! Perhatikan : Cara sandi diatas hanya berlaku jika panjang kelas interval semuanya sama.



5.2.



Rata-rata Ukur Jika perbandigan tiap dua data berurutan tetap atau hampir tetap, ratarata-ukur lebih baik dipakai daripada rata-rata hitung, apabila dikehendaki rata-ratanya. Untuk data bernilai x1, x2, x3, …xn maka rata-rata ukur U didefinisi sebagai : U = n x1 , x 2 , x 3 ,...x n



… (5.6)



Yaitu akar pangkat n dari produk (x1, x2, x3, …, xn). Contoh : Rata-rata ukur untuk data x1 = 2, x2 = 4 dan x3 = 8 adalah : U = 3 2 x 4 x8 n = 4



Untuk bilangan-bilangan bernilai besar, lebih baik digunakan logaritna. Rumus (5.6) menjadi : log U =



∑ log x i n



… (5.7)



Yakni logaritma rata-arta ukur U sama dengan jumlah logaritma tiap data dibagi oleh banyak data. Rata-rata ukur U akan didapat dengan jalan mencari kembali logaritmanya. Tabel logaritma yang sederhana diberikan dalam Lampiran, Daftar A Contoh : Sekedar menunjukkan penggunaan Rumus (5.7), kita ambil x1 = 2, x2 = 4 dan x3 = 8. Maka log 2 = 0.3010, log 4 = 0.6021, dan log 8 = 0.9031



Buku Ajar



82



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



log 2 + log 4 + log 8 3 0.3010 + 0.6021 + 0.9031 log U = = 0.6021 3 log U =



Sehingga, setelah dicari kembali dari daftar logaritma, rata-rata ukur U=4. Untuk fenomena yang bersifat tumbuh dengan syarat-syarat tertentu, seperti pertumbuhan penduduk, bakteri dan lain-lain, sering digunakan rumus yang mirip rata-rata ukur ialah : r x t Pt = P0 (1 + ) 100



…. 5.8)



Dengan: P0 = keadaan awal atau permulaan Pt = keadaan akhir r x = rata-rata pertumbuhan setiap satuan waktu t = satuan waktu yang digunakan



Contoh : Penduduk Indonesia pada akhir tahun 1946 ada 60 juta, sedangkan akhir tahun 1956 mencapai 78 juta. Untuk menentukan laju rata-rata pertumbuhan penduduk tiap tahun kita pakai Rumus (5.8) dengan t = 10, P0 = 60 dan Pt = 78. maka didapat : r x 10 ) 78 = 60(1 + 100 Atau Log 78 = log 60 + 10 log (1 +



x ) 100



Atau 1.8921 = 1.7782 + 10 log (1 +



Buku Ajar



x ) 100



83



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Menghasilkan



(1 +



r x ) = 1.0267 100



Laju rata-rata pertumbuhan = 2.67% tiap tahun. Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi rata-rata ukurnya dihitung dengan rumus : log U =



∑ ( f log x ) ∑f i



i



… (5.9)



i



Dengan xi seperti biasa menyatakan tanda kelas, fi = frekeunsi yang sesuai dengan xi dan harga rata-rata ukur U dicari kembali dari log U.



Contoh : Untuk data dalam Daftar 4.1 tentang nilai ujian 80 mahasiswa kita bentuk abel berikut :



NILAI UJIAN



fi



xi



Log xi



fi log xi



(1)



(2)



(3)



(4)



(5)



31-40



1



35.5



1.5502



1.5502



41-50



2



45.5



1.6580



3.3160



51-60



5



55.5



1.7443



8.7215



61-70



15



65.5



1.8162



27.2430



71-80



25



75.5



1.8779



46.9475



81-90



20



85.5



1.9320



38.6400



91-100



12



95.5



1.9800



23.7600



Jumlah



80



-



-



150.1782



Kolom (3) adalah tanda kelas, kolom (4) merupakan logaritma dari kolom (3) dan kolom (5) menyatakan hasil kali antara kolom (2) dan kolom (4). Didapat ∑ (fi log xi) = 150.1782 dan ∑fi = 80 log U =



Buku Ajar



150.1782 = 1.8772 80 84



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Yang mengahasilkan U = 75.37 Nilai ujian itu mempunyai rata-rata ukur 75.37



5.3



Rata-rata Harmonik Untuk data x1, x2, x3, …,xn dalam sebuah sampel berukuran n, maka ratarata harmonik ditentukan oleh : H=



Atau lengkapnya H =



n 1 ∑  x  i



  



… (5.10)



n 1 1 1 + + ... + x1 x 2 xn



Contoh : rata-rata harmonik utnuk kumpulan data : 3, 5, 6, 6, 6, 7, 10, 12, dengan n = 7 ialah H=



7 = 5.87 1 1 1 1 1 1 1 + + + + + + 3 5 6 6 7 10 12



Penggunaan lain mengenai rata-rata harmonik adalah dalam hal berikut : Si A bepergian pulang pergi. Waktu pergi ia melakukan kecepatan 10 km/jam. Berapakah rata-rata kecepatan pulang pergi? Jawab : otomatis, dengan rata-rata hitung biasa, ialah 1 (10 + 20)km / jam = 15km / jam 2 Ini salah, karena jika panjang jalan 100 km, maka untuk pergi diperlukan waktu 10 jam dan kembali 5 jam. Pulang pergi perlu waktu 15 jam dan menempuh 200 km. rata-rata kecepatan jadinya = 200/15 km/jam = 13 1/3 km/jam.



Buku Ajar



85



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Hasil ini tidak lain daripada rata-rata harmonik. H=



2 1 1 + 10 20



=



1 40 = 13 3 3



Untuk data dalam daftar distribusi frekuensi, maka rata-rata harmonik dihitung dengan rumus : H=



∑f ∑( f / x ) i



i



i



Dengan xi = tanda kelas interval dan fi = frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas xi. Contoh : NILAI UJIAN



fi



xi



fi/xi



(1)



(2)



(3)



(4)



31-40



1



35.5



0.0282



41-50



2



45.5



0.0440



51-60



5



55.5



0.0901



61-70



15



65.5



0.2290



71-80



25



75.5



0.3311



81-90



20



85.5



0.2339



91-100



12



95.5



0.1256



Jumlah



80



-



1.0819



Kolom (3) adalah tanda kelas, kolom (4) merupakan hasil bagi kolom (2) oleh kolom (3). Dari tabel didapat ∑ (fi / xi) = 1.0819 dan ∑fi = 80, sehingga dengan Rumus (5.11) diperoleh : H=



80 = 73.94 1.0819



Rata-rata ahrmonik untuk nilai ujian itu = 73.94. Untuk data dalam Daftar 4.1 telah didapat x = 76.62 ; U = 75.37 dan H = 73.94. ternyata terdapat hubungan H < U < X . Secara umum berlaku :



Buku Ajar



86



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



H≤U≤ X



5.4



… (5.12)



Modus Untuk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi atau paling banyak terdapat digunakan ukuran modus Mo. Ukuran ini juga dalam keadaan tidak disadari sering dipakai untuk menentukan “rata-rata” data kualitatif. Jika kita dengar atau baca : kebanyakan kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit malaria, pada umumnya kecelakaan lalu lintas karena kecerobohan pengemudi, amka ini tiada lain masing-masing merupakan modus penyebab kematian dan kecelakaan lalu lintas. Modus untuk data kuantitatif ditentukan dengan jalan menentukan frekuensi terbanyak di antara data itu. Contoh : Terdapat sampel dengan nilai-nilai data : 12, 34, 14, 34, 28, 34, 28, 14. dalam tabel dapat disusun seperti di bawah ini : xi



fi



12



1



14



2



20



2



34



4



Frekuensi terbanyak, ialah f = 4, terjadi untuk data bernilai 34. maka modus Mo = 34



Jika data luantitatif telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, modusnya dapat ditentukan dengan rumus :  b  Mo = b + p 1   b1 + b2  Dengan : b= batas bawah kelas modal, ialah kelas interval dengan frekuensi terbanyak, p = panjang kelas modal,



Buku Ajar



87



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



b1 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih kecil sebelum tanda kelas modal b2 =f reluensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih besar sesudah tanda kelas modal.



Jika Rumus (5.13) digunakan untuk mencari modus Mo dari data dalam Daftar 4.1, maka dari daftar berikut diperoleh :



NILAI UJIAN



fi



(1)



(2)



31-40



1



41-50



2



51-60



5



61-70



15



71-80



25



81-90



20



91-100



12



Jumlah



1) 2) 3) 4) 5)



kelas modal = kelas kelima b = 70.5 b1 = 25 – 15 10 b2 = 25 – 20 = 5 p = 10 10 Mo = 70.5 + (10)( ) 10 + 5 Mo = 77.1



80



Modus, dibandingkan dengan ukuran lainnya, tidak tunggal adanya. Ini berarti sekumpulan data bisa mempunayi lebih dari sebuah modus. Contoh : Diberikan data seperti di bawah ini :



Buku Ajar



xi



fi



75



8



60



7



92



8



64



7



35



2



Dapat dilihat bahwa ada 8 data masingmasing bernilai 75 dan 92, ini menyatakan bahwa modusnya ada dua, ialah 75 dan 92.



88



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



5.5



Median Median menentukan letak data itu disusun menurut urutan nilainya. Kalau nilai median sama dengan Me, maka 50% dari data hargaharganya paling tinggi sama dengan Me sedangkan 50% lagi hargaharganya paling rendah sama dengan Me.



Jika banyak data ganjil, maka median Me, setelah data disusun menurut nilainya, merupakan data paling tengah. Contoh : Sampel dengan data : 4, 12, 5, 7, 8, 10 setelah disusun menurut nilainya menjadi : 4, 5, 7, 8, 10, 12. data paling tengah bernilai 8. jadi Me = 8. Untuk sampel berukuran genap, setelah data disusun menurut urutan nilainya, mediannya sama dengan rata-rata hitung dua data tengah. Contoh : Diberikan sampel dengan data : 12, 7, 8, 14, 16, 19, 10, 10, 8. setelah disusun menurut nilainya menjadi : 7, 8, 8, 10, 12, 14, 16, 19. data tengahnya ialah 10 dan 12; sehingga median Me=1/2(10+12) = 1.1. Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, mediannya dihitung dengan rums :  1 / 2n − F   Me = b + p f  



… (5.14)



Dengan b = atas bawah kelas median, ialah kelas dimana median akan terletak, p= panjang kelas median, n= ukuran sampel atau banyak data, F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas median f= frekuensi kelas median.



Buku Ajar



89



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Contoh : Jika untuk niali ujian 80 mahasiswa akan dihitug mediannya, dengan menggunakan daftar berikut kita tempuh hal di bawah ini.



NILAI UJIAN



fi



(1)



(2)



31-40



1



41-50



2



51-60



5



61-70



15



71-80



25



81-90



20



91-100



12



Jumlah



Setengah dari seluruh data ada 40 buah. Jadi media akan terletak di kelas interval kelima, karena sampel dengan ini jumlah frekuensi sudah lebih dari 40. dari kelas median ini didapat : B = 70.5; p = 10 dan f = 25. Adapun F = 1+2+5+15 = 23, sehingga 40 − 23 Me = 70.5 + (10)( ) = 77.3 25



80



Ada 50% dari data yang bernilai paling rendah 77,3 dan setengahnya lagi bernilai paling besar 77.3. Dari data dalam Daftar 5.3 tentang nilai ujian 80 mahasiswa, telah didapat rata-rata X = 76.62, modus Mo = 77.17 dan median Me = 77.3. kita lihat bahwa harga-harga statistik tersebut berlainan. Ketiga nilai yakni : rata-rata, median dan modus akan sama bila kurva halus positif atau negatif, hubungan empirik yang berikut dapat diandalkan!



Rata-rata – Mo = 3(Rata-rata – Me)



Buku Ajar



… (5.15)



90



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Dalam grafik, kedudukan ketiga nilai tersebut dapat dilihat di bawah ini



Gambar (A) untuk kurva positif dan (B) untuk yang negatif.



Kalau dalam rata-rata kita bisa menentukan rata-rata gabungan dari beberapa sampel, lihat rumus (5.3), maka tidaklah demikian halnya dengan median. Ini disebabkan urutan nilai data sampel-sampel akan berubah urutan nilai data sampel gabungan. Selain daripada itu, rata-rata sampel bersifat lebih stabil dibanding dengan median sampel. Dengan ini dimaksudkan, jika dari sebuah populasi diambil semua sampel yang mungkin lalu dari tiap sampel dihitung rata-rata dan mediannya, maka harga-harga median bervariasi lebih besar bila dibandingkan dengan ratarata. Karena sifat stabil inilah antara lain statistik x lebih banyak digunakan untuk analisis lebih lanjut dibandingkan dengan statistik lainnya.



5.6 Buku Ajar



Kuartil, Desil dan Persentil 91



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Jika sekumpulan data dibagi menjadi empat bagian yang sama banyak, sesudah disusun menurut urutan nilainya, maka bilangan pembaginya disebut kuartil. Ada tiga buah kuartil, ialah kuartil pertama, kuartil kedua dan kuartil ketiga yang masing-masing disingkat dengan K1, K2 dan K3. pemberian nama ini dimulai dari nilai kuartil paling kecil. Untuk menentukan nilai kuartil caranya adalah : 1) susun data menurut urutan nilainya, 2) tentukan letak kuartil, 3) tentukan nilai kuartil. Letak kuartil ke-i, diberi lambang Ki, ditentukan oleh rumus : Letak Ki = data ke



i (n + 1) dengan I = 1, 2, 3 4



… (5.16)



Contoh : Sampel dengan data 75, 82, 66, 57, 64, 56, 92, 94, 86, 52, 60, 60, 70 setelah disusun menjadi : 52, 56, 57, 60, 64, 66, 70, 75, 82, 86, 92, 94.



Letak K1 = data ke



(12 + 1)



= data ke-31/4 , yaitu antara data ke-3 dan 4 data ke-4 seperempat jauh dari data ke-3. Nilai K1 = data ke-3 + ¼(data ke-4 – data ke-3) K1 = 57 + ¼(60-57) = 573/4 3(12 + 1) = data ke -93/4. dengan cara seperti diatas, 4 nilai K3 dapat ditentukan ialah : Letak K3 = data ke



K3 = data ke-9 + ¾(data ke-10 – data ke-9) K3 = 82 + (3/4)(86-82) = 85



Buku Ajar



92



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, kuartil Ki (i=1, 2, 3) dihitung dengan Rumus :  in   −F  dengan i = 1, 2, 3 K i = b + p 4  f     



… (5.17)



Dengan: b = batas bawah kelas Ki, ialah kelas interval dimana Ki akan terletak p = panjang kelas Ki F = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas Ki f = frekuensi kelas Ki



Contoh : Kembali pada hasil ujian 80 mahasiswa seperti dalam tabel di bawah ini: maka untuk menentukan kuartil ketiga K3, kita perlu ¾ x 80 = 60 data. Dengan demikian K3 terletak dalam kelas interval keenam, dan kelas ini merupakan kelas K3. Dari kelas K3 ini didapatkan b = 80,5; p = 10; f = 20 dan F = 1 + 2 + 5 + 15 + 25 = 48. Dengan i = 3 dan n = 80, dari rumus (5.17) diperoleh :



Buku Ajar



K3



 3 x 80  − 48    = 80,5 + 10  4 20      



K3



= 86,5



93



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



DAFTAR 5.4 Nilai ujian fi 31 – 40



1



41 – 50



2



51 – 60



5



61 – 70



15



71 – 80



25



81 – 90



20



91 – 100



12



Jumlah



80



Ini berarti ada 75% mahasiswa yang mendapat nilai ujian paling tinggi 86,5 sedangkan 25% lagi mendapat nilai paling rendah 86,5. Jika kumpulan data itu dibagi menjadi 10 bagian yang sama, maka didapat sembilan pembagi dan tiap pembagi dinamakan desil. Karenanya ada sembilan buah desil, ialah desil pertama, desil kedua, ..., desil kesembilan yang disingkat dengan D1, D2, ... , D9. Desil-desil ini dapat ditentukan dengan jalan : 1) susun data menurut urutan nilainya 2) tentukan letak desil 3) tentukan nilai desil Letak desil ke-i, diberi lambang Di, ditentukan oleh rumus : Letak Di = data ke



i (n + 1) dengan i = 1, 2, ... , 9 ... (5.18) 10



Contoh :



Buku Ajar



94



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Untuk data yang telah disusun dalam contoh terdahulu, ialah : 52, 56, 57, 60, 64, 70, 75, 82, 86, 92, 94, maka letak D7 = data ke



7(12 + 1) = data ke-9,1 10



Nilai D7 = data ke-9 + (0,1) ( data ke-10 – data ke-9 ) atau D7 = 82 + (0,1)(86 – 82) = 82,4 Untuk data dalam daftar distribusi frekuensi, nilai Di ( i = 1, 2, …, 9) Dihitung dengan rumus :   in  −F   dengan i = 1, 2, ..., 9 Di = b + p  10  f     



... ( 5.19 )



Dengan b = batas bawah kelas Di, ialah kelas interval di mana Di akan terletak p = panjang kelas Di F = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas Di f = frekuensi kelas Di



Contoh : Jika diminta D3 untuk 80 nilai ujian statistik, maka kita perlu 30% x 80 = 24 data. Dapat dilihat bahwa kelas D3 berimpit dengan kelas interval ke-4. Karenanya b = 60.5; p =10,; f = 15 dan F = 1+2+5 = 8. dengan i =3 dan n = 80, maka dari Rumus (5.18) didapat :  3 x80  −8   = 71.2 D3 = 60.5 + (10) 10  15     



Buku Ajar



95



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



Ada 70% dari mahasiswa paling sedikit mendapat nilai ujian 71.2 dan 30% lagi mendapat nilai paling besar 71.2. Akhirnya sekumpulan data yang dibagi menjadi 100 bagian yang sama akan menghasilkan 99 pembagi yang berturut-turut dinamakan persentil pertama, persentil kedua, ..., persentil ke – 99. simbul yang digunakan berturut-turut P1, P2, ..., P99.



Karena cara perhitungannya sama seperti perhitungan desil, maka disini hanya diberikan rumus-rumusnya saja. Letak persentil Pi (i = 1, 2, ..., 99) utnuk sekumpulan data ditentukan oleh rumus : Letak Pi = data ke-



i (n + 1) dengan i = 1, 2, ..., 99 100



... (5.20)



Sedangkan nilai Pi untuk data dalam daftar distribusi frekuensi dihitung dengan:   in −F    dengan i = 1, 2, ..., 99 Pi = b + p 100 f      



... (5.21)



Dengan b = batas bawah kelas Pi ialah kelas interval dimana Pi terletak p = panjang kelas Pi F = jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas Pi f = frekuensi kelas Pi.



Mudah dilihat bahwa Rumus (5.21), kita dapat menurunkan rumus-rumus untuk kuartil dan desil. Jika dalam Rumus (5.21) diambil i = 25, 50 atau 75, maka didapat Rumus (5.17). untuk i = 10, 20, 30, ..., 90, maka Rumus (5.21) memberikan Rumus (5.19) untuk desil. Jelas bahwa untuk i = 50, akan didapat rumus median. Catatan : Mudah dimengerti kiranya bahwa pengelompokkan data dalam kelas interval, menyebabkan hilangnya sejumlah informasi : antara lain, terjadinya perbedaan harga-harga statistik yang dihitung dari data asli dan dari data yang telah dikelompokkan menggunakan wakil berupa tanda kelas. Oleh karena itu, untuk perhitungan statistik apalagi apabila ukuran sampel atau banyak data hanya sedikit, telah dilakukan menggunakan data asli. Dengan Buku Ajar



96



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



adanya alat hiutng yang berkemampuan tinggi, kalkulator maupun komputer, perhitungan ini tidak lagi merupakan masalah, sehingga penggunaan rumus-rumus cara singkat seperti Rumus (5.5), (5.13), (5.14), (5.16), (5.17), sampai dengan (5.21) sebaiknya perlu dipikirkan terlebih dahulu.



6.



Latihan 1. Sebutkanlah macam-macam ukuran gejala pusat dan ukuran letak yang dikenal hingga sekarang 2. Apakah kegunaan ukuran-ukuran : a. modus b. median c. kuartil d. desil e. persentil f. rentang 3. Berikan contoh untuk memperlihatkan bahwa rata-rata ukur lebih tepat berfungsi sebagai rata-rata daripada rata-rata hitung. 4. Kapan untuk sekumpulan data hanya bisa dihitung modusnya saja 5. Kapan D5 atau P50 atau K2 dapat berfungsi sebagai rata-rata? 6. Sebuah sampel berukuran n mempunyai rata-rata x . Tiap nilai data dikurangi dengan 5. Berapa rata-rata kumpulan data yang baru? Bagaimana jika tiap nilai data ditambah dengan 5? Dikalikan dengan 5?Dibagi dengan 5? 7. Rata-rata sebuah sampel berukuran n sama dengan x . Tiap nilai data dikurangi dengan x lalu dibagi oleh bialngan tetap b. Berapa rata-rata kumpulan data yang baru? 8. Bagaimana hubungan antara x , Me, dan Mo? Kapan tanda sama akan berlaku? 9. Perhatikan data dalam Daftar 3.11. Supaya dihitung rata-rata penggunaan tiap tahun. Berapa Mediannya?Berapa modusnya?



Buku Ajar



97



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



10.



Hitunglah rata-rata nilai ujian statistika utnuk 80 mahasiswa yang terdapat dalam halaman 3 Materi Pokok IV Bagian 4.2?Bandingkanlah dengan ratarata yang dihitung dari Daftar 4.1. Apa yang nampak?Mengapa?



11.



Lakukanlah Soal 9 untuk : a. Modus b. Median c. Rata-rata ukur d. Rata-rata harmonik



12.



Jelaskan arti ukuran-ukuran berikut ini : a. K1 = 28 b. K3 = 97 c. D3 = 14 d. D7 = 58 e. Me = 149 f. Mo = 72] g. P10 = 65 h. P90 = 156



13.



Kapan akan terjadi x =Mo =Me untuk hasil sekumpulan pengamatan ?



14.



25% mahasiswa paling muda berumur 23 tahun. Ukuran apa yang dipakai disini?



15.



Selama empat minggu perbandingan harga barang A terhadap harga barang B adalah sebagai berikut : Minggu I, 2 kali Minggu II, 21/4 kali Minggu III, 21/2 kali Pukul rata, harga barang A berapa kali harga barang B ?



Buku Ajar



98



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



16.



Besar tabungan dan banyak penabung di dua bank A dan B, dinyatakan dalam ribuan rupiah, dicantumkan di bawah ini



Besar tabungan Penabung ( x Rp. 1.000) 5–9



Penabung



Di bank A Di bank B 703



912



10 – 49



4.829



3.456



50 – 99



12.558



10.402



100 – 499



1.836



976



500 – 999



273



372



1.000 – 4.999



117



196



2.000 – 9.999



39



47



a. Gambarkan diagram untuk keduanya dalam satu gambar, lalu bandingkan. b. Hitung rata-rata besar tabungan tiap penabung di masing-masing bank. c. Tentukan di bank mana dan berapa batas tabungan terbesar untuk 20% penabung terbesar.



7.



Daftar Pustaka 1. Bartz, Albert E, 1988. Basic Statistical Concept, Third Edition, MacMillan Publishing Company, New York.



Buku Ajar



99



Bab 5: Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak



2. Bhattaraya, G.K., and Johnson, R.A., 1996. Statistical Principles and Methode, John Wiley and Sons, New York. 3. Hogg and Tanis, 2001. Probability and Statistical Inference, Prentice-Hall. Inc., USA



Buku Ajar



100



MATERI POKOK VI UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI, DAN VARIASI MAS 201 Oleh Lisnur Wachidah, dkk



DAFTAR ISI 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Rentang, Rentang antar Kuartil, Simpangan Kuartil 5.2 Rata-rata Simpangan 5.3 Simpangan Baku 5.4 bilangan Baku dan Koefisien Variasi



6. Latihan 7. Daftar Pustaka



Halaman 101 101 101 101 102 102 103 104 111 114 115



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Bab



6



UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI, DAN VARIASI 1. Pengantar Kecuali ukuran gejala pusat dan ukuran letak, masih ada lagi ukuran lain ialah ukuran simpangan atau ukuran dispersi. Ukuran ini kadang-kadang dinamakan pula ukuran variasi, yang menggambarkan bagaimana berpencarnya data kuantitatif. Beberapa ukuran dispersi yang terkenal dan akan diuraikan di sini ialah : rentang, rentang antar kuartil, simpangan kuartil atau deviasi kuartil, rata-rata simpangan atau ratarata deviasi, simpangan baku atau deviasai standar, varians dan koefisien variasi.



2. Kompetensi Dasar Mahasiswa dapat mengentahui penggunaan ukuran simpangan, dispersi dan variasi.



3. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami ukuran simpangan dan dapat menggunakannya sesuai dengan masalah yang dihadapi.



4. Indikator Mahasiswa dapat menggunakan dan menghitung rumus ukuran simpangan Mahasiswa dapat memilih ukuran simpangan yang sesuai untuk masalah yang dihadapi



Buku Ajar



101



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



5. Kegiatan Belajar 5.1. Rentang, rentang Antar Kuartil dan Simpangan Kuartil Ukuran variasi yang paling mudah ditentukan ialah rentang. Ini sudah digunakan dalam Materi Pokok IV, bagian 4.2, ketika membuat daftar distribusi frekuensi. Rumusnya adalah : Rentang = data terbesar – data terkecil



… (6.1)



Contoh : Untuk ke 80 data yang ada Materi Pokok IV Bagian 2 dengan data terbesar = 99 dan data terkecil = 35, maka rentangnya = 99 – 35 = 64. Karena mudahnya dihitung, rentang ini banyak sekali digunakan dalam cabang lain dari statistika, ialah statistika industri. Rentang antar kuartil juga mudah ditentukan, dan ini merupakan selisih antara K 3 dan K1. Jadi didapatlah hubungan : RAK = K3 – K1 Dengan RAK



… (6.2)



= rentang antar kuartil,



K3



= kuartil ketiga



K1



= kuartil pertama,



Contoh : Daftar berikut menyatakan upah tiap jam untuk 65 pegawai di suatu pabrik.



Buku Ajar



Upah (Rupiah)



fi



50,00 – 59,99



8



60,00 – 69,99



10



70,00 – 79,99



16



80,00 – 89,99



14



90,00 – 99,99



10



100,00 – 109,99



5



110,00 – 119,99



2



JUMLAH



65



102



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Dengan rumus (6.17), nilai-nilai K1 dan K3 dapat dihitung. Hasilnya K1 = Rp. 68,25 dan K3 = Rp. 90,75 Dari rumus (6.2), maka RAK = Rp. 22,50 Ditafsirkan bahwa 50% dari data, nilainya paling rendah 68,25 dan paling tinggi 90,75 dengan perbedaan paling tinggi 22,50 Simpangan kuartil atau deviasi kuartil atau disebut pula rentang semi antar kuartil, harganya setengah dari rentang antar kuartil. Jadi, jika simpangan kuartil disingkat dengan SK, maka : SK = ½ ( K3 – K1 )



… (6.3)



Contoh : dari daftar (6.1), jelas didapat : SK = ½ ( Rp. 90,75 – Rp. 68,25 ) = Rp. 11,25 Selanjutnya, karena ½ ( K3 – K1 ) = Rp. 79,50, maka 50% dari pegawai mendapat upah terletak dalam interval Rp. 79,50% ± Rp. 11,25 atau antara Rp. 68,25 dan Rp. 90,75.



5.2. Rata-rata Simpangan Misalkan data hasil pengamatan berbentuk x1, x2 , … , xn dengan rata-rata x . Selanjutnya kita tentukan jarak antara tiap data dengan rata-rata x . Jarak ini, dalam simbol ditulis | xi - x | ( baca : harga mutlak dari selisih xi dengan x ). Dengan |a| berarti sama dengan a jika a positif, sama dengan –a jika a negatif dan nol jika a = 0. Jadi harga mutlak, selalu memberikan tanda positif, karena inilah | xi - x | disebut jarak antara xi dengan x . Jika sekarang jarak-jarak : | x1 - x |, | x2 - x |, … , | xn - x | dijumlahkan, lalu dibagi oleh n, maka diperoleh satuan yang disebut rata-rata simpangan atau rata-rata deviasi. Rumusnya adalah :



RS =



∑| x



i



- x|



n



… (6.4)



dengan RS berarti = rata-rata simpangan.



Buku Ajar



103



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Meskipun ukuran in tidak akan digunakan di dalam buku ini, untuk menjelaskan Rumus (6.4) diberikan sebuah contoh berikut :



x1



xi - x



| xi - x |



8



-1



1



7



-2



2



10



1



1



11



2



2



Dari data disamping ini, jika dihitung, rata-ratanya = 9. Jumlah harga-harga mutlaknya, yaitu jumlah bilangan-bilangan dalam kolom akhir adalah 6. Maka RS =



6 =1,5 4



5.3 Simpangan Baku Barangkali ukuran simpangan yang paling banyak digunakan adalah simpangan baku atau deviasi standar. Pangkat dua dari simpangan baku dinamakan varians. Untuk sampel, simpangan baku diberi simbol s, sedangkan untuk populasi diberi simbol σ (baca : sigma). Variasnya tentulah s2 untuk varians sampel dan σ2 untuk varians populasi. Jelasnya, s dan s2 merupakan statistik sedangkan σ dan σ2 parameter. Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data x1, x2, … , xn dan rata-rata x , maka statistik s2 dihitung dengan :



2



s =



∑| x



i



- x|



n -1



2



… (6.5)



Untuk mencari simpangan baku s, dari s2 diambil harga akarnya yang positif.



Buku Ajar



104



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Dari rumus (6.5), varians s2 dihitung sebagai berikut : 1) Hitung rata-rata x 2) Tentukan selisih x1 - x , x2 - x , … , xn - x 3) Tentukan kuadrat selisih tersebut, yakni (x1 - x )2 , (x2 - x )2 , … (xn - x )2 4) Kuadrat-kuadrat tersebut dijumlahkan 5) Jumlah tersebut dibagi oleh (n – 1)



Contoh : Diberikan sampel dengan data : 8 , 7 , 10 , 11 , 4. Untuk menentukan simpangan baku s kita buat tabel berikut :



xi



x1 - x



(x1 - x )2



(1)



(2)



(3)



8



0



0



7



-1



1



10



2



4



11



3



9



4



-4



16



Rata-rata x = 8 Dapat dilihat dari kolom (2), bahwa ∑( x1 - x ) = 0. Karena itulah di sini diambil kuadratnya yang dituliskan dalam kolom (3). Didapat ∑( x1 - x )2 = 30 Dengan menggunakan rumus (6.5) didapat : s2 =



30 = 7,5 sehingga s = 7,5 = 2,74 4



Bentuk lain untuk rumus varians sampel ialah : n ∑ xi2 − (∑ x1 )



2



s = 2



Buku Ajar



n(n − 1)



… (6.6)



105



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Dalam rumus di atas nampak bahwa tidak perlu dihitung dulu rata-rata x , tetapi cukup menggunakan nilai data aslinya berupa jumlah nilai data dan jumlah kuadratnya. Jika digunakan untuk data di atas, maka dari tabel ini dihasilkan :



xi



xi2



8



64



7



49



10



100



11



121



4



16



40 = ∑ xi 350 = ∑ xi2



∑ xi = 40 dan ∑ xi2 = 350. Dengan n = 5, dari rumus (6.6) didapat varians s2 =



5 x 30 − (40) 2 = 7,5 5x4



dan simpangan baku s = 7,5 = 2,74 Sangat dianjurkan bahwa menghitung simpangan baku lebih baik menggunakan rumus (6.6) karena kekeliruannya lebih kecil. Jika data dari sampel telah disusun dalam daftra distribusi frekuensi, maka untuk menentukan variuans s2 dipakai rumus : 2



s =



∑f ( x i



i



- x)



2



… (6.7)



n -1



atau yang lebih baik digunakan : n ∑ f i x i - (∑ f i xi ) 2



2



s =



n (n - 1)



2



… (6.8)



dengan tanda x1 = tanda kelas, fi =- frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas xi dan n = ∑ fi.



Buku Ajar



106



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Rumus (6.7) menggunakan rata-rata x sedangkan Rumus (6.8) hanya menggunakan nilai tengah atau tanda kelas interval. Contoh : Untuk menghitung varians s2 dari data dalam Daftar (5.4) tentang nilai ujian 80 mahasiswa, dengan rumus (6.7), lebih baik dibuat tabel berikut.



xi – x



(xi – x )2



fi (xi – x )2



(3)



(4)



(5)



(6)



31 – 40



1 35,5



-41,1



1689,21



1.689,21



41 – 50



2 45,5



-31,1



967,21



1.834,42



51 – 60



5 55,5



-21,1



445,21



2.226,05



61 – 70



15 65,5



-11,1



123,21



1.848,15



71 – 80



25 75,5



-1,1



1,21



30,25



81 – 90



20 85,5



8,9



79,21



1.548,20



91 – 100



12 95,5



18,9



Nilai Ujian



fi



xi



(1)



(2)



Jumlah



80



-



-



357,21 4.286,52000 -



13.498,80



Telah dihitung, harga x = 76,6 Komlom (3) merupakan tanda kelas, kolom (4) adalah tiap tanda kelas dalam kolom (3) dikurangi 76,6 dan kolom (5) merupakan kuadrat bilangan-bilangan dalam kolom (4) sedangkan kolom akhir sama dengan hasil kali kolom (2) dengan kolom (5). Didapat harga-harga : N = ∑ fi = 80 dan ∑ fi(xi – x )2 = 13.498,80 sehingga dengan rumus (6.7) didapat varians s2 =



13.498,80 = 170,9 79



Simpangan baku s = 170,9 =13,07



Buku Ajar



107



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Untuk menggunakan rumus (6.8), menggunakan data yang sama, maka tabel yang perlu dibuat adalah seperti di bawah ini :



xi – x



(xi – x )2



fi (xi – x )2



(3)



(4)



(5)



(6)



31 – 40



1 35,5



-41,1



1689,21



1.689,21



41 – 50



2 45,5



-31,1



967,21



1.834,42



51 – 60



5 55,5



-21,1



445,21



2.226,05



61 – 70



15 65,5



-11,1



123,21



1.848,15



71 – 80



25 75,5



-1,1



1,21



30,25



81 – 90



20 85,5



8,9



79,21



1.548,20



91 – 100



12 95,5



18,9



Nilai Ujian



fi



xi



(1)



(2)



Jumlah



80



-



-



357,21 4.286,52000 -



13.498,80



Kolom (4) adalah kuadrat tanda-tanda kelas dalam kolom (3), kolom (5) merupakan hasil kali kolom (2) dan kolom (3) dan kolom akhir adalah produk antara kolom (2) dan kolom (4). Dari tabel di dapat : N = ∑ fi = 80 dan ∑ fixi = 6.130 dan ∑ fi (xi – x )2 = 483.310 Sehingga dari rumus (6.8) diperoleh varians 80 x 483.310 − (6.130) 2 s = =172,1 89 x 79 2



Hasilnya berbeda dengan hasil dari rumus (6.7), karena x yang digunakan di rumus (6.7) telah dibulatkan hingga satu desimal, yang dengan sendirinya akan menyebabkan adanya perbedaan. Cara singkat atau cara sandi, seperti ketika menghitung rata-rata x , lihat rumus (6.5), dapat digunakan juga untuk menghitung varians sehingga perhitungan akan lebih sederhana. Rumusnya adalah :



 n Σf i ci 2 − (Σf i ci ) 2   s = p   n ( n − 1 )   2



2



… (6.9)



Dengan p = panjang kelas interval ci = nilai sandi dan n = ∑ fi



Buku Ajar



108



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Contoh : Untuk data dalam tabel yang lalu, jika dipakai rumus (6.9) ini, maka diperlukan tabel berikut :



ci 2 fi ci fi ci2



Nilai Ujian



fi



xi



(1)



(2)



(3) (4) (5)



ci



(6)



(7)



31 – 40



1 35,5



-4



16



-4



16



41 – 50



2 45,5



-3



9



-6



18



51 – 60



5 55,5



-2



4 -10



20



61 – 70



15 65,5



-1



1 -15



15



71 – 80



25 75,5



0



0



0



0



81 – 90



20 85,5



1



1



20



20



91 – 100



12 95,5



2



4



24



48



Jumlah



80



-



-



9



137



-



Dari tabel ini didapat p = 10, n = ∑ fi = 80, ∑ fi ci = 9 dan ∑ fi ci2 = 137, sehingga didapat varians  80 x137 − (9) 2   =172,1 s 2 = (10) 2  80 x 79   Hasilnya sama dengan bila menggunakan rumus (6.8) Ini memang demikian! Membandingkan rumus (6.8) dan rumus (6.9), sebenarnya yang terakhir didapat dari yang pertama dengan menggunakan transformasi x −x ci = i 0 berdasarkan sifat : p 1) Jika tiap nilai data xi ditambah atau dikurangi dengan bilangan yang sama, maka simpangan baku s tidak berubah 2) Jika tiap nilai data xi dikalikan dengan bilangan yang sama d, maka simpangan bakunya menjadi d kali simpangan baku yang asal.



Buku Ajar



109



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Contoh : Diberikan sampel dengan data : 9, 3, 8, 8, 9, 8, 9, 18. Setelah dihitung, maka s= 4,14; a) Tambah tiap data dengan 6 atau berapa saja, maka untuk data baru s = 4,14 b) Kurangi tiap data dengan 5 atau berapa saja, maka untuk data baru s = 4,14 c) Kalikan tiap data dengan 6, maka untuk data baru s = 24,84 d) Bagi tiap data dengan 1/2 , maka untuk data baru s = 8,28 Selanjutnya, sebagaimana halnya dalam rata-rata kita dapat menghitung rata-rata gabungan (lihat rumus (5.3), Materi Pokok V), maka untuk simpangan baku pun kita dapat menentukan simpangan baku gabungan. Jika ada k buah sub sampel dengan keadaan berikut : Subsampel 1 : berukuran n1 dengan simpangan baku s1 Subsampel 2 : berukuran n2 dengan simpangan baku s2 M Subsampel k : berukuran nk dengan simpangan baku sk Yang digabungkan menjadi sebuah sampel berukuran n = n1 + n2 + … +nk , maka simpangan baku untuk sampel ini merupakan simpangan baku gabungan yang dihitung dengan rumus :



Σ ( ni −1) si s = Σ ni − k



2



2



… (6.10)



Atau lengkapnya :



s



2



2 2 2 ( n1 −1)s1 + (n2 −1)s 2 + ...+ (nk −1)s k =



n1 + n2 + ... + nk − k



Dengan s2 berarti varians gabungan untuk sampel yang berukuran n.



Buku Ajar



110



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Contoh : Hasil pengamatan pertama terhadap 14 objek memberikan s = 2,75 sedangkan pengamatan yang kedua kalinya terhadap 23 objek menghasilkan s = 3,08. Maka dengan rumus (6.10) untuk k = 2 , didapat varians gabungan



s



2



( 14 −1)(2,75) 2 + (23 − 1)(3,08) 2 = 14 + 23 − 2



= 8,7718



Sehingga simpangan baku gabungan s = 2,96



5.4. Bilangan Baku dan Koefisien Variasi Misalkan kita mempunyai sebuah sampel berukuran n dengan data x1, x2, … , xn sedangkan rata-ratanya x dan simpangan baku = s. Dari sini kita dapat membentuk data baru z1, z2, … , zn dengan rumus :



zi =



xi − x s



untuk i = 1, 2, …, n



… (6.11)



Jadi diperoleh penyimpangan atau deviasi data dari rata-rata dinyatakan dalam satuan simpangan baku. Bilangan yang didapat dinamakan bilangan z. Variabel z1, z2, … , zn ternyata mempunyai rata-rata = 0 dan simpangan baku = 1. Dalam penggunaannya, bilangan z ini sering diubah menjadi keadaan atau model baru, yang ternyata distribusi baru, yang mempunyai rata-rata x 0 dan simpangan baku s0 dengan rumus :  x −x  z i = x 0 + s0  i   s 



… (6.12)



Perhatikan bahwa untuk x 0 = 0 dan s0 = 1, rumus (6.12) menjadi rumus (6.11), sehingga bilangan z sering pula disebut bilangan standar.



Buku Ajar



111



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Contoh : 1) Dalam psikologi, test Wechsler-Bellevue diubah ke dalam bilangan baku dengan rata-rata = 10 dan simpangan baku = 3 2) Test klasifikasi umum tentara di Amerika Serikat biasa dijadikan bilangan baku dengan rata-rata = 100 dan simpangan baku = 20 3) “Graduate Record Examination” di USA dinyatakan dalam bilangan standar dengan rata-rata = 500 dan simpangan baku = 100 Bilangan baku sering dipakai untuk membandingkan keadaan distribusi fenomena. Contoh : Seorang mahasiswa mendapat nilai 86 pada ujian akhir matematika di mana ratarata dan simpangan baku kelompok masing-masing 78 dan 10. Pada ujian akhir statistika di mana rata-rata kelompok 84 dan simpangan baku 18, ia mendapat nilai 92. Dalam mata ujian mana ia mencapai kedudukan yang lebih baik ? Jawab : Dengan rumus (6.11) didapat bilangan baku : Umtuk matematika z = Untuk statistika



z=



86 − 78 = 0.8 10 92 − 84 = 0,44 18



Mahasiswa itu mendapat 0,8 simpangan baku di atas rata-rata nilai nilai matematika dan hanya 0,4 simpangan baku di atas rata-rata nilai statistika. Kedudukannya lebih tinggi dalam hal matematika.



Kalau saja nilai-nilai di atas ke dalam bilangan angka baru dengan rata-rata 100 dan simpangan baku 20, maka :  80 − 78  Untuk matematika z =100 + 20   =116  10  Untuk statsistika



 92 − 84  z =100 + 200   =108,9  18 



Dalam sistem ini ia lebih unggul dalam matematika



Buku Ajar



112



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Ukuran variasi atau disversi yang diuraikan dalam bagian-bagian lalu merupakan disperse absolute. Variasi 5 cm untuk ukuran jarak 100 m dan variasi 5 cm untuk ukuran jarak 20 m jelas mempunyai pengaruh yang berlainan. Untuk mengukur pengaruh demikian dan untuk membandingkan variasi antara nilai-nilai kecil, digunakan disperse relative yang ditentukan oleh : Dispersi Relatif =



Dispersi Absolut Rata − rata



… (6.13)



Jika untuk dispersi absolut diambil simpangan baku,maka didapat koefisien variasi, disingkat KV. Rumusnya, dinyatakan dalam persen, berbentuk :



KV =



simpangan baku x100% rata − rata



Koefisien variasi tidak bergantung pada satuan yang digunakan, karenanya dapat dipakai untuk membandingkan variasi relatif beberapa kumpulan data dengan satuan yang berbeda. Contoh : Semacam lampu elektron rata-rata dapat dipakai selama 3.500 jam dengan simpangan baku 1.050 jam. Lampu model lain rata-ratanya 10.000 jam dengan simpangan baku 2.000 jam.



KV (lampu pertama ) =



1.020 x 100% = 30% 3.500



KV (lampu kedua )



2.000 x100% = 20% 10.000



=



Ternyata lampu kedua secara relative mempunyai masa pakai yang lebih uniform.



Buku Ajar



113



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



6.



Latihan



1.



Sebutkan apakah kegunaan ukuran dispersi atau ukuran variasi itu! Sebutkan pula macamnya yang dikenal.



2.



Definisikan atau rumuskan ukuran-ukuran variasi berikut : a. Rentang b. rentang antar kuartil c. deviasi kuartil d. koefisien variasi e. rata-rata simpangan f. simpangan baku g. varians



3.



Berikan hubungan yang ada antara rentang dan rata-rata hitung.



4.



Sebuah sampel berukuran n memberikan simpangan baku s. Tiap nilai data sekarang : a. ditambah dengan 10 b. dikurangi dengan 10 c. dikalikan 10 d. dibagi 10



5.



Hasil pengamatan memberikan harga-harga K1 = 140 dan K3 = 196. Apakah artinya : a. K3 – K1 b. ½ (K3 – K1) Ukuran-ukuran apakah itu ?



6.



Diberikan data : 12, 8, 9, 10, 14, 15, 8, 10, 12. Hitunglah : a. rata-rata simpangan b.



simpangan baku



c.simpangan baku beberapa kali rata-rata simpangan Buku Ajar



114



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



7.



Hitunglah varians untuk umur, tinggi dan berat 100 laki-laki yang datanya diberikan dalam soal 6, Materi Pokok IV



8.



Koefisien variasi hasil pengamatan yang terdiri atas 100 obyek besarnya 20%. Rata-ratanya tiga lebihnya dari simpangan bakunya. Tentukan rata-rata sampel itu.



9.



Didapat hasil ujian sejarah untuk 40 mahasiswa : 63



78



85



95



77



62



93



90



81



57



97



61



75



87



73



82



67



80



62



78



65



79



84



80



85



53



71



83



68



38



85



76



77



74



75



71



60



93



70



68



a. Hitunglah rata-rata dan simpangan baku b. Jadikan data dia atas ke dalam bilangan baku dengan rata-rata 10 dan simpangan baku = 3 c. Kalau dalam system bilangan baku ini, nilai lulus ditentukan paling kecil 15, ada berapa orang yang lulus. 10.



7.



Ada tiga calon masing-masing dating dari tiga sekolah tingkat akhir yang berbeda. Di sekolahnya masing-masing calon A mendapat nilai matematika 83 sedangkan rata-rata kelsnya 62 dan simpangan baku 16. Calon B mendapat nilai 97 dengan rata-rata kelas 83 dan simpangan baku 23, sedangkan calon C mendapat nilai 87 dengan rata-rata kelas 65 dan simpangan baku 14. Salah satu calon ini akan dipilih berdasarkan system dengan rata-rata 500 dan simpangan baku 100. Calon mana sebaiknya yang didahulukan diterima ?



Daftar Pustaka 1. Bart, Albert E, 1998. Basic Statistical Concept, Third Edition, Memillian Publishing Company, New York 2. Bhattaraya, G.K, and Johnsons, R.A., 1996. Statistical Principles and Methode, John Wiley and Sons, New York 3. Hogg and Tanis, 2001. Probability and Statistical Inference, Prentice – Hall. Inc., USA



Buku Ajar



115



Bab 6: Ukuran Simpangan, Dispersi, dan Variasi



Buku Ajar



116



MATERI POKOK VII PELUANG MAS 201 Oleh : Lisnur Wachidah , dkk DAFTAR ISI Halaman 1. Pengantar 2. Kompetensi Dasar 3. Tujuan Pembelajaran 4. Indikator 5. Kegiatan belajar 5.1 Pengertian 5.2 Istilah-istilah 5.3 Definisi Peluang 5.3.1 Definisi Peluang Klasik 5.3,2 Definisi Peluang Empirik 5.4 Hukum-Hukum (Aturan Peluang) 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



117 117 117 117 117 117 118 119 119 120 120 125 126



Bab 7: Peluang



Bab



7



PELUANG 1. Pengantar Pada bab ini, mahasiswa mempelajari unsur-unsur peluang, antara lain pengertian peristiwa, ruang sampel, titik sampel, definisi peluang, dan aturan peluang. Materi ini merupakan pengetahuan dasar untuk pembahasan materi yang akan datang.



2. Kompetensi Dasar Mahasiswa dapat memahami pengertian peristiwa, ruang sampel, titik sampel dan penggunaan peluang suatu peristiwa.



3. Tujuan Pembelajaran Menjelaskan dasar-dasar pengertian : peristiwa, ruang sampel, titik sampel, definsi peluang : secara klasik, secara empiris ; hukum-hukum peluang beserta penggunaanya.



4. Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan kembali pengertian peristiwa, dapat menentukan : ruang sampel, titik sampel ; menghitung peluang suatu peristiwa.



5. Kegiatan Belajar 5.1 Pengertian Dalam kehidupan kita sehari-hari sering kita melontarkan perkataan mungkin. Perkataan mungkin tersebut mengisyaratkan bahwa kita berhadapan dengan peristiwa yang tidak pasti, apakah bakal terjadi atau tidak terjadi.



Buku Ajar



117



Bab 7: Peluang



Apabila pada peristiwa yang tidak pasti kita mencantumkan nilai numeric atau bilangan yang besarnya antara 0 dan 1 kepada kemungkinan tersebut, maka kemungkinan itu sudah menjadi peluang, Oleh karena itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan peluang (probability) adalah kemungkinan yang sudah diberi nilai numerik.



5.2 Istilah-istilah a. Anak yang akan dilahirkan oleh seorang Ibu, kemungkinan jenis kelaminnya laki-laki (L) atau perempuan (P). L dan P merupakan keseluruhan kemungkinan yang terjadi.Himpunan (set) yang berisikan keseluruhan kemungkinan peristiwa yang dapat terjadi disebut ruang sampel (sampel space). Secara matematika dapat ditulis S = { L , P } b. Bayi yang lahir mungkin laki-laki ( L ) atau perempuan ( P ) mempunyai kesempatan yang sama. Peristiwa-peristiwa yang mempunyai kesempatan yang sama untuk terjadi disebut equally likely. c.



Unsur-unsur (elemen-elemen) yang ada dalam ruang sampel disebut titik sampel (sampel point). Jadi dalam ruang sampel SA ada dua buah titik sampel ialah L dan P



d. Apabila bayi yang lahir adalah L, maka bayi P tidak lahir. Ini artinya L dan P saling menghilangkan. Titik-titik sampel yang saling menghilangkan, disebut mutually exclusive (saling eksklusif) Contoh yang lain: 1. Sebuah mata uang yang terdiri atas Tampak Huruf (H) dan Tampak Gambar (G) dilantunkan satu kali.Himpunan (set) yang berisikan keseluruhan kemungkinan peristiwa yang tampak H atau G adalah S = {H,G}. Jadi ruang sampel S di atas terdiri atas 2 titik sampel. 2. Sebuah dadu bermuka enam, yang terdiri atas muka 1, muka 2, muka 3, muka 4, muka 5, dan muka 6., dilantunkan satu kali. Himpunan (set) yang berisikan keseluruhan kemungkinan peristiwa nomor muka yang muncul di atas adalah S ={1,2,3,4,5,6}. Jadi ruang sampel S di atas terdiri atas 6 buah titik sampel. Apabila A menyatakan barang yang dihasilkan adalah rusak, maka A menyatakan barang yang dihasilkan adalah tidak rusak. Jadi dua peristiwa tersebut dinamakan saling eksklusif Apabila B menyatakan peristiwa yang terjadi, maka B menyatakan peristiwa yang tidak terjadi. Peristiwa-peristiwa B dan B adalah saling menghilangkan ( saling eksklusif)



Buku Ajar



118



Bab 7: Peluang



5.3 Definisi Peluang 5.3.1 Definisi Klasik Peluang Misalkan sebuah peristiwa E dapat terjadi sebanyak n kali diantara N peristiwa yang mutually exclusif (saling eksklusif) dan masing-masing terjadi dengan n kesempatan yang sama. Maka peluang peristiwa E terjadi adalah , dan ditulis N n dalam bentuk P(E) = N Contoh : a. Jumlah mahasiswa Jurusan Staistika Tahun Akademik 2002/2003 ada 40 orang, yang terdiri dari 25 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Masingmasing mahasiswa mempunyai Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), yang berwarna, bahan, ukuran , dan bentuknya sama. Kartu-kartu Tanda mahasiswa disimpan dalam sebuah kotak dan setelah terkumpul semua lalu diaduk. Pada suatu saat, seorang mahasiswa mengambil sebuah kartu dari kotak tersebut. Berapakah peluang bahwa kartu yang terambil tersebut kepunyaan mahasiswa perempuan ? Misal A adalah peristiwa KTM kepunyaan mahasiswa perempuan. Maka P(A) =



15 40



b. Sebuah mata uang yang terdiri atas Huruf (H) dan Gambar (G) dilantunkan 1 1 kali, maka P(H) =P(G) = 2 c. Sebuah dadu bermuka enam, yang terdiri atas muka 1, muka 2, muka 3, muka 4, muka 5, dan muka 6. Maka P(muka 1) = P(muka 2) = P(muka 3) = 1 P(muka 4) = P(muka 5) = P(muka 6) = 6 d. Sebuah kotak berisi 15 kelereng berwarna merah, 10 kelereng berwarna kuning, dan 20 kelereng berwarna hitam. Kelereng dalamkotak tersebut diaduk,lalu diambil sebuah kelereng tanpa melihat ke dalam kotak atau dengan mata ditutup. Maka peluang kelereng berwarna merah terambil adalah 15 15 atau ditulis P(kelereng berwarna merah) = . Sedangkan P(kelereng 45 45 10 20 berwarna kuning) = dan P(kelereng berwarna kuning) = 45 45



Buku Ajar



119



Bab 7: Peluang



5.3.2 Definisi Empirik Peluang Apabila dari N buah rentetan peristiwa yang terjadi terdapat t buah peristiwa A, maka peluang bahwa peristiwa A akan terjadi didefinisikan sebagai : P(A) = lim



N →∞



t N



…(7.1)



Atau dengan kata lain : Definisi : Kita perhatikan frekuensi relatif tentang terjadinya sebuah peristiwa untuk sejumlah pengamatan. Maka peluang peristiwa itu adalah limit dari frekuensi relatif apabila jumlah pengamatan diperbesar sampai tak hingga banyaknya. Contoh : Sebuah mata uang dilantunkan 100 kali, misalnya tampak huruf (H) sebanyak 58 58 = 0,58. Selanjutnya lantunkan 200 kali. Maka frekuensi relatif tampak H = 100 110 kali, ternyata tanpak H sebanyak 110 kali. Maka frekuensi relatif H = = 0,55. 200 Apabila dilakukan 400 kali ternyata tampak H sebanyak 230 kali, Maka frekuensi 230 tampak H = = 0,575. Apabila proses tersebut diteruskan, maka nilai 400 frekuensi relatif akan dekat kepada sebuah bilangan yang merupakan peluang 1 tampak H, ialah P(tampak H) = . 2



5.4 Hukum-hukum (aturan) Peluang a. Apabila A merupakan sebuah peristiwa yang pasti terjadi, maka peluang peristiwa A adalah P(A) = 1 b. Apabila A merupakan sebuah peristiwa yang tidak terjadi, maka peluang peristiwa A adalah P(A) = 0 c. Akibat dari pernyataan a dan b, apabila A merupakan suatu peristiwa, maka berlaku 0 ≤ P(A) ≤ 1. d. Apabila A merupakan sebuah peristiwa dan A merupakan bukan peristiwa A, maka diperoleh P(A) = 1 –P(A) atau P( A ) = 1 – P(A) atau P(A) + P( A ) = 1. Peristiwa-peristiwa A dan A dikatakan saling berkomplemen. Peristiwa A dan A juga merupakan dua peristiwa yang saling menghilangkan atau



Buku Ajar



120



Bab 7: Peluang



saling eksklusif, karena terjadinya peristiwa A menghindarkan terjadinya peristiwa A dan sebaliknya. Contoh : Seorang mahasiswa mengikuti ujian mata kuliah Metoda Statistika 1. Jika peluang lulus mahasiswa tersebut adalah 0,75. Berapakah peluang mahasiswa tersebut tidak lulus mata kuliah Metoda Statistika 1 ? Penyelesaian : Peluang mahasiswa tidak lulus : P( A ) = 1 – 0,75 = 0,25 e. Peristiwa-peristiwa yang saling ekslusif dihubungkan dengan kata atau. Oleh karena itu berlaku aturan : Apabila i buah peristiwa A1, A2, … , Ai saling ekslusif, maka peluang terjadinya peristiwa A1 , atau A2 , atau … , Ai sama dengan jumlah peluang tiap peristiwa. Dalam rumus ditulis : P(A1 atau A2 atau … atau Ai) = P(A1) + P(A2) + … + P(Ai)



…(7.2)



Contoh : 1. Sebuah mata uang dilantunkan satu kali. Berapa peluang tampak muka H atau G ? P(H atau G) = P(H) + P(G) =



1 1 + =1 2 2



2. Sebuah kotak berisi 8 buah kelereng putih, 10 buah kelereng berwarna merah, dan 15 buah kelereng berwarna hitam. Isi kotak diaduk,lalu seorang mengambil sebuah kelereng dalam kotak tersebut. Berapa peluang akan terambil kelereng berwarna merah atau hitam ? Misalkan X = terambil kelereng berwana putih Y = terambil kelereng berwarna merah Z = terambil kelereng berwarna hitam X, Y, Z merupakan peristiwa-peristiwa yang saling eksklusif. Sehingga diperoleh :



Buku Ajar



121



Bab 7: Peluang



P(X) =



8 8 = 8 + 10 + 15 33



P(Y) =



10 10 = 8 + 10 + 15 33



P(Z) =



15 15 = 8 + 10 + 15 33



Maka peluang akan terambil kelereng berwarna merah atau hitam adalah : P(Y atau X) = P(Y) + P(X) =



10 15 25 + = 33 33 33



f. Dua peristiwa mempunyai hubungan bersyarat, jika peristiwa yang satu menjadi syarat terjadinya peristiwa yang lain. Misalnya A dan B adalah dua peristiwa, peristiwa A terjadi dengan didahului terjadinya peristiwa B, dapat ditulis A|B. dalam peluang, apabila peluang terjadinya peristiw A dengan syarat B atau didahului terjadinya peristiwa B, dapat ditulis P(A|B) Apabila terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa B tidak mempengaruhi terjadinyaperistiwa A, maka A dan B dinamakan peristiwa-peristiwa bebas. Apabila kita tulis A dan B adalah peristiwa-peristiwa A dan B kedua-duanya terjadi, maka peluang bersyarat diperoleh : P(A dan B) = P(B). P(A|B)



…(7.3)



Contoh : Dalam sebuah kotak berisi 23 buah kelereng yang bentuk, ukuran, dan bahan baku yang sama. Dari 23 buah kelereng tersebut, 15 buah kelereng diantaranya berwarna hitam, dan sisanya (8 buah kelereng) berwarna merah. Dari dalam kotak tersebut diambil 2 buah kelereng secara berturut-turut. Berapa peluangnya bahwa kelereng yang terambil pertama kelereng berwarna hitam, dan yang terambil kedua adalah kelereng berwarna merah.



Buku Ajar



122



Bab 7: Peluang



Jawab : Misalkan A : Pengambilan kelereng pertama berwarna merah B : Pengambilan kelerenmg kedua berwarna hitam



Maka peluang terambil pertama kelereng berwarna hitam dan terambil kedua kelereng berwarna merah adalah : P(A dan B) = P(A).P(B|A) =



15 8 . = 0, 23715 23 22



g. Apabila peristiwa A dan peristiwa B merupakan dua buah peristiwa yang saling bebas atau independen, maka berlaku : P(A dan B) = P(A) . P(B)



…(7.4)



Dua peristiwa A dan peristiwa B merupakan dua buah peristiwa yang saling bebas, apabila terjadi peristiwa A tidak mempengaruhi terjadinya peristiwa B, atau terjadinya peristiwa B tidak mempengaruhi terjadinya peristiwa A. Peristiwa-peristiwa yang saling bebas, dihubungkan dengan kata dan. Oleh karena itu, berlaku aturan : Apabila i bukan peristiwa A1, A2 , … , Ai yang saling bebas, maka peluang terjadinya peristiwa A1 dan A2 dan … dan Ai adalah : P(A1 dan A2 dan … dan Ai) = P(Ai) . P(A2) ….P(Ai)



…(7.5)



Contoh : 1. Peluang A akan hidup 15 tahun lagi adalah 0,70 Peluang B akan hidup 15 tahun lagi adalah 0,55 Berapa peluang A dan B akan hidup dalam waktu 15 tahun lagi ? Jawab : Peluang A dan B akan hidup dalam waktu 15 tahun lagi adalah P(A dan B) = P(A) . P(B) = 0,70 . 0,55 = 0,385



Buku Ajar



123



Bab 7: Peluang



2. Sepasang suami isteri mempunyai dua orang anak. Berapa peluang bahwa anak yang pertama laki-laki dan anak yang kedua laki-laki. Jawab : Misalkan A adalah anak yang lahir pertama laki-laki maka P(A) =



1 2



B adalah anak yang lahir kedua laki-laki maka P(B) =



1 2



Peluang anak yang lahir pertama laki-laki dan anak yang lahir kedua laki-laki adalah : P(A dan B) = P(A) . P(B) =



1 1 . 2 2



=



1 4



h. Apabila peristiwa A dan B merupakan dua buah peristiwa yang mempunyai hubungan inklusif, maka berlaku hubungan atau A dan B atau keduaduanya terjadi, berlaku rumus : P(A dan atau B) = P(A) + P(B) – P(A dan B)



…(7.6)



Contoh : Penduduk RW 12 kecamatan “X” terdiri atas 250 keluarga 130 keluarga berlangganan Harian Kompas, 140 keluarga berlangganan Harian Pikiran Rakyat, dan 60 keluarga berlangganan Harian Kompas dan Harian Pikiran Rakyat. Berapa peluangnya bahwa keluarga tersebut yang berlangganan Harian Kompas atau Harian Pikiran Rakyat atau kedua-duanya. Jawab : A : Keluarga berlangganan Harian Kompas P(A) =



130 250



B : Keluarga berlangganan Harian Pikiran Rakyat P(B) =



Buku Ajar



140 250



124



Bab 7: Peluang



Peluang keluarga berlangganan Harian Kompas dan Harian Pikiran Rakyat 60 adalah P(A dan B) = 250 Peluang keluarga berlangganan Harian Kompas atau Harian Pikiran rakyat atau kedua-duanya adalah : P(A dan atau B) = P(A) + P(B) – P(A dan B) =



130 140 60 + 250 250 250



= 0,84



6. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan peristiwa : a. Independen b. Saling eksklusif c. Bersyarat d. Inklusif 2. Peluang seorang mahasiswa lulus ujian mata kuliah “A” sebesar 0,79. berapakah peluang mahasiswa tersebut tidak lulus ujian mata kuliah “A”? Rumus mana yang saudara gunakan! 3. Dari setumpuk kartu bridge, diambil sebuah kartu secara acak. Berapakah peluang akan terambil : a. Kartu bertanda Q b. Kartu Heart c.



Kartu Diamond



4. Peluang seekor sapi jantan akan hidup 4 tahunlagi adalah 0,86 dan peluang seekor sapi betina akan hidup 4 tahun lagi adalah 0,77. Tentukan peluang sapi jantan dan sapi betina akan hidup 4 tahun lagi . 5. Seorang penjual jam tangan memiliki 50 buah jam tangan merk “X”, 5 buah diantaranya palsu. Seseorang ingin membeli 2 buah dari penjual itu.



Buku Ajar



125



Bab 7: Peluang



Berapakah peluang pembeli itu mendapatkan jam tangan merk “X” yang dibelinya asli semua 6. Satu mata uang (terdiri atas H dan G) dilantunkan 3 kali. Berapakah peluang bahwa : a. Hasil ketiga lantunan itu sama b. Paling sedikit huruf (H) tampak dua kali 7. Dua buah dadu, satu hitam dan yang satu lagi putih dilantunkan bersamasama satu kali. Berapakah peluang bahwa jumlah angka yang tampak pada kedua dadu tersebut : a. 7 atau lebih b. Kurang dari 5



7.



Daftar Pustaka 1. Bhattaraya, G.K, and Johnsons, R.A., 1996. Statistical Principles and Methode, John Wiley and Sons, New York 2. Hogg and Tanis, 2001. Probability and Statistical Inference, Prentice – Hall. Inc., USA



Buku Ajar



126



MATERI POKOK VIII DISTRIBUSI PELUANG MAS 201 Oleh : Lisnur Wachidah , dkk



DAFTAR ISI Halaman 1. 2. 3. 4. 5.



Pengantar Kompetensi Dasar Tujuan Pembelajaran Indikator Kegiatan belajar 5.1 Pengertian 5.2 Distribusi Peluang Teoritik 5.2.1 Distribusi Peluang untuk Variabel Diskrit 5.2.2 Distribusi Peluang untuk Variabel Kontinu 6. Latihan 7. Daftar Pustaka



128 128 128 128 129 129 132 132 144 157 158



Bab 8: Distribusi Peluang



Bab



8



DISTRIBUSI PELUANG



1. Pendahuluan Pada bab VII, mahasiswa mempelajari unsur-unsur peluang, yang merupakan pengertian awal/dasar untuk pembahasan pada Bab VIII. Pada Bab VIII, mahasiswa akan mempelajari distribusi peluang serta menghitung nilai peluangnya.



2. Standar Kompetensi Mahasiswa memahami distribusi peluang : diskrit dan kontinu serta dapat menyelesaikan persoalan mengenai distribusi peluang.



3. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat menjelaskan kembali pengertian distribusi peluang diskrit, distribusi peluang kontinu, dan dapat menghitung nilai peluang : distribusi peluang diskrit, distribusi peluang kontinu.



4. Indikator o Mahasiswa dapat menjelaskan kembali konsep-konsep dasar distribusi peluang untuk variabel diskrit. o Mahasiswa dapat menjelaskan kembali konsep-konsep dasar distribusi binom, Multinomial, Hipergeometrik, Poisson



Buku Ajar



128



Bab 8: Distribusi Peluang



o Mahasiswa dapat menerapkan konsep distribusi binom, Multinomial, Hipergeometrik, Poisson dalam kehidupan nyata o Mahasiswa dapat menjelaskan kembali konsep-konsep dasar distribusi peluang untuk variabel kontinyu. o Mahasiswa dapat menjelaskan kembali konsep-konsep dasar distribusi Normal, Student, chi kuadrat dan distribusi F Mahasiswa dapat membaca distribusi Normal, Student, chi kuadrat dan distribusi F



5. Kegiatan Belajar 5.1 Pengertian a.



Misalkan sepasang suami istri mempunyai 3 orang anak, maka akan terdapat 23 = 8 buah titik sampel. Susunan jenis kelamin 3 orang anak tersebut adalah : LLL, LLP, LPL, PLL, PPP, PPL, PLP, LPP.



b.



Kita mengadakan perjanjian bahwa X merupakan variabel yang menyatakan banyaknya anak laki-laki diantara 3 anak-anak tersebut. Maka akan diperoleh nilai X dan peluangnya untuk ke-3 orang anak laki-laki adalah : Tabel 8.1 Nilai Peluang Untuk Ke-3 Orang Anak Laki-laki



X = x1



P(x=X1)



3



1 8



2



3 8



1 0



3 8 1 8



Dalam statistika kalau kita berbicara variabel, maka yang dimaksud bukan variabel dalam pengertian biasa, tetapi yang dimaksud adalah variabel random atau variabel acak atau peubah acak.



Buku Ajar



129



Bab 8: Distribusi Peluang



Untuk mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan variabel acak, perhatikan uraian berikut ini : Dari contoh peroalan pada bagian a dan b di atas, maka peluang benyaknya anak laki-laki di antara 3 orang anak adalah : •



Peluang diantara 3 orang anak tersebut ada 3 orang anak laki-laki adalah P (3L) = P ( X = 3 ) =







1 8



Peluang diantara 3 orang anak tersebut ada 2 orang anak laki-laki adalah P (2L) = P ( X = 2 ) =







3 8



Peluang diantara 3 orang anak tersebut ada 1 orang anak laki-laki adalah P (1L) = P ( X = 1 ) =







3 8



Peluang diantara 3 orang anak tersebut ada tidak ada anak laki-laki adalah P (0L) = P ( X = 0 ) =



Buku Ajar



1 8



130



Bab 8: Distribusi Peluang



Dari perhitungan di atas, kita dapat membuat sebuah tabel sebagai berikut : Tabel 8.3 Nilai-nilai X dan Peluangnya Yang Bersangkutan



X = x1



P(x=X1)



0



1 8



1



3 8 3 8



2



1 8



3



3



∑ P( X = x ) 1



i =0



1



Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa untuk setiap nilai variabel X terdapat peluang yang bersangkutan. c.



Sebuah variabel X disebut variable acak, apabila untuk setiap nilainya terdapat peluang yang bersangkuitan. Variabel acak biasa disingkat dengan variat (variate). Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa jumlah seluruh peluang untuk seluruh kemungkinan nilai X adalah sama dengan 1. Peluang yang sama besarnya sama dengan 1 didistribusikan kepada nilai : X = 0 sebesar



1 8



X = 1 sebesar



3 8



X = 2 sebesar



3 8



Buku Ajar



131



Bab 8: Distribusi Peluang



X = 3 sebesar



1 8



Ini artinya kita berhadapan dengan variabel yang mempunyai distribusi peluang. Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan : Sebuah variable X disebut variable random apabila X mengikuti suatu distribusi peluang tertentu.



5.2 Distribusi Peluang Teoritik Pada saat kita pertama kali mengenal variabel, maka kita mengenal variable kuantitatif diskrit dan variable kuntinu. Apabila kita hubungkan dengan distribusi peluang, maka secara teoritik ada distribusi peluang untuk variable diskrit dan ada distribusi untuk variable kontinu.



5.2.1 Distribusi Peluang untuk Variabel Diskrit Definisi : Jika nilai yang mungkin dari variable acak X, yaitu runag hasil RX, terhingga atau tak terhingga tetapi terbilang, maka x disebut variabel diskrit. Jadi x dapat mengambil nilai x1, x2, …, xn atau x1, x2, …, x n ; xi ∈ R Dalam hal ruang hasil dari X merupakan semua nilai dalam suatu interval yang terhingga atau dalam interval ( - ∼, ∼ ), yaitu banyaknya bilangan tak terhingga dan tak terbilang, maka X disebut variable acak kontinyu. Yang akan dibicarakan pada distribusi peluang untuk variable diskrit adalah :



5.2.1.1



Distribusi Binomial



Suatu eksperimen mungkin terdiri dari serangkaian percobaan yang bersifat saling bebas dan tiap percobaan dapat menghasilkan dua macam hasil yang berbeda atau lebih. Contoh mengenai eksperimen : a. Mesin C dipakai untuk memproduksi barang C sebanyak 1000 unit dan setiap hasil produksi C dapat digolongkan ke dalam “barang baik” dan “barang cacat”



Buku Ajar



132



Bab 8: Distribusi Peluang



b. Bila seseorang memilih secara acak sebuah kartu dari setumpuk kartu bridge, kartu yang terpilih dapat merupakan “kartu As” atau “kartu bukan AS”. c. Hasil pertandingan sepak bola dapat digolongkan ke dalam “menang” atau “kalah” Contoh eksperimen di atas menghasilkan dua peristiwa kita katakana “peristiwa A” dan alternatifnya “peristiwa buka A”, dengan P(A) = p = peluang terjadinya peristiwa A. Jika pada tiap percobaan dalam eksperimen itu, p = P(A) tetap harganya, maka percobaan yang berulang-ulang dari eksperimen itu dinamakan peristiwa Bernoulli. Jika peristiwa Bernoulli dilakukan sebanyak N kali secara independen dinamakan peristiwa Binomial, X diantaranya menghasilkan peristiwa A dan sisanya (N-X) peristiwa A . Jika P(A) = p untuk tiap percobaan maka P( A ) = 1 – p. Peluang terjadinya A sebanyak X = x kali dinyatakan dengan rumus : N P(x) = P(X=x) =   p x ( 1 − p ) N − x x 



…(8.1)



N N! Dimana : x = 0, 1, 2, … N ; 0 < p < 1 ;   =  x  x!( N − x )!



Distribusi Binomial mempunyai rata-rata (µ) dan simpangan baku (σ) yaitu :



µ = Np



;



σ=



Np ( 1 − p )



…(8.2)



Distribusi Binomial disingkat X ∼ B ( x ; N , p ) Contoh : 1. Sebuah mata uang terdiri atas huruf (H) dan gambar (G) dilantunkan sebanyak 15 kali. Berapa peluang tampak 8 kali muka H. Jawab : X = jumlah muka H yang tampak x= 8 N = 15 p=½ Buku Ajar



133



Bab 8: Distribusi Peluang



Peluang tampak 8 muaka H sebanyak 15 kali lantunan adalah : 15  1   1  P (X = 8) =       8  2   2  8



7



15



1 = 6435    2 = 0,1964



2. Sepasang suami istri mempunyai 4 orang anak. Berapa peluang bahwa diantara ke-empat orang anak tersebut terdapat 2 orang anak perempuan Jawab : N = 4 x=2 p=½ peluang terdapat 2 orang anak perempuan diantara ke-empat orang anak adalah :  4  1   1  P(X=2) =       2  2   2  2



1 = 6  2



2



4



= 0,375



3. Berdasarkan pengalaman di bagian kepegawaian sebuah lembaga tertentu 5% dari para pegawai di lembaga itu termasuk pegawai yang tidak disiplin. Pada suatu saat lembaga tersebut merekrut 30 orang pegawai baru. Apabila : a. pengalaman yang lalu masih berlaku, berapa peluang bahwa dari 30 orang pegawai baru itu nantinya 2 orang diantaranya akan menjadi pegawai yang tidak disiplin Jawab : N = 30 X=x=2



Buku Ajar



134



Bab 8: Distribusi Peluang



Peluang pegawai tidak displin = p = 0,05 1 – p = 0,95 Peluang terdapat 2 orang pegawai tidak disiplin diantara 30 orang pegawai adalah :  30  P (X=2) =   (0,05) 2 (0,95) 28 2  = 432 (0,0025)(0,2378) = 0,2586



b. Berapa peluang bahwa diantara 30 orang pegawai yang direkrut paling banyak hanya ada 2 orang yang tidak disiplin Jawab : P (X≤2) = P(X=0) + P(X=1) + P(X=2)  30  P (X=0) =   (0,05) 0 (0,95) 30 0  = 1.1.(0,95)30 = 0,2146  30  P (X=1) =   (0,05)1 (0,95) 29 1  = 30 (0,05)(0,2259) = 0,3389



 30  P (X=2) =   (0,05) 2 (0,95) 28 2  = 432 (0,0025)(0,2378) = 0,2586



Buku Ajar



135



Bab 8: Distribusi Peluang



Peluang paling banyak terdapat 2 orang pegawai yang tidak displin di antara 30 orang pgawai yang direkrut adalah : P(X=2) = 0,2146 + 0,3389 + 0,2586 = 0,8121



5.2.1.2



Distribusi Multinomial



Perluasan dari distribusi Binomial adalah distribusi Multinomial. Misalnya sebuah eksperimen menghasilkan peristiwa-peristiwa E1, E2, … , Ek dengan peluang p1 = P(E1), p2 = P(E2), …, pk = P(Ek). Terhadap eksperimen tersebut, kita lakukan percobaan sebanyak N kali. Maka peluang akan terdapat X1 peristiwa E1, X2 peristiwa E2, … , Xk peristiwa Ek diantara N, adalah



p ( x1 , x 2 ,..., x k ) =



N! p1x1 p 2x2 ... p kxk x1! x 2 !... x k !



…(8.3)



dengan p1 + p2 + …+ pk = 1 ; 0 < p1 < 1, i = 1, 2, … , k k



∑p



i



i =1



=1



x1 + x2 + … + xk = N k



∑x i =1



i



=N



Distribusi Multinomial adalah distribusi berparameter dua, rata-rata distribusi multinomial untuk tiap peristiwa E1, E2, … , Ek adalah Np1, Np2 ,…, Npk sedangkan varians masing-masing adalah Np1 (1 - p1), Np2 (1 - p2),…, Npk ( 1 – pk )



Contoh : 1. Sebuah dadu bermuka 6 dilantunkan 10 kali. Berapa peluang tampak muncul muka 1, muka 2, …, muka 6 masing-masing tepat 2 kali.



Buku Ajar



136



Bab 8: Distribusi Peluang



Jawab : N = 10 P(tampak muncul muka 1) = 1/6 P(tampak muncul muka 2) = 1/6 P(tampak muncul muka 3) = 1/6 X = x1 = 2 X = x2 = 2 X = x3 = 2 X = x4 = 2 X = x5 = 2 X = x6 = 2 Peluang tampak muncul muka 1, muka 2, …, muka 6 masing-masing tepat 2 kali adalah



2



2



2



2



2



10! 1 1 1 1 1 1 P(2,2,2,2,2,2) = .            2! 2! 2! 2! 2! 2!  6   6   6   6   6   6 



2



12



1 = 113.400 .   6 = 0.0034383



2. Sebuah kotak berisi 3 kelereng berwarna hitam, 4 kelereng berwarna putih, dan 5 biji kelereng berwarna merah, yang bahan dan bentuknya sama. Sebuah kelereng diambil secara acak dari dalam kotak itu, warnanya dilihat, lalu disimpan kembali ke dalam kotak. Berapa peluang diantara 6 buah kelereng yang diambil, diperoleh 1 buah kelereng berwarna hitam, 2 buah kelereng berwarna putih, dan 3 buah kelereng berwarna merah. Jawab : P(kelereng berwarna hitam) = 3/12 P(kelereng berwarna putih) = 4/12 P(kelereng berwarna merah) = 5/12



Buku Ajar



137



Bab 8: Distribusi Peluang



X=x1 = 1 ( kelereng warna hitam ) X=x2 = 2 ( kelereng warna putih ) X=x3 = 3 ( kelereng warna merah ) Peluang diantara 6 buah kelereng yang diambil, diperoleh 1 buah kelereng berwarna hitam, 2 buah kelerng berwarna putih, dan 3 buah kelereng berwarna merah adalah 1



P(1,2,3) =



1



720  3  =   12  12  = 0,1206



5.2.1.3



2



6!  3   4   5  .      1! 2!3!  12   12   12  4    12 



2



5    12 



3



3



Distribusi Hipergeometrik



Misalkan ada sebuah populasi berukuran N diantaranya terdapat D buah termasuk kategori tertentu. Dari populasi tersebut diambil sebuah sample acak berukuran n. Ingin dicari ialah berapa peluang dalam sample itu terdapat x buah termasuk kategori tertentu ? Peristiwa tersebut dikenal dengan nama percobaan hipergeometrik. Rumus distribusi hipergeometrik :



 D  N − D     x  n − x   p( x) = N   n 



…(8.4)



dengan x = 0, 1, 2, 3, …, n rata-rata distribusi hipergeometrik adalah µ =



nD N



Contoh : 1. Sebuah kotak berisi 40 buah sekrup, dan dapat diterima apabila terdapat paling banyak 3 buah sekrup yang cacat. Suatu kotak akan ditolak jika dari kotak tersebut diambil 5 buah sekrup sebagai sample dan ternyata 1 buah sekrup cacat. Berapa peluang mendapatkan tepat 1 buah sekrup yang cacat dalam sample .



Buku Ajar



138



Bab 8: Distribusi Peluang



Jawab : N = 40 D=3 n=5 x=1



 3 40 − 3     1  5 − 1   p( x) = P( X = 1) =  40    5   3  37     1 4 =     40    5  = 0,3011



2. Sebuah kotak berisi 30 buah kelereng, dan diantaranya ada 3 buah kelereng berwarna merah. Secara acak diambil 5 kelereng dari kotak tersebut. Berapakah peluangnya diantara 5 buah kelereng tersebut a. Tidak terdapat/tidak ada kelereng yang berwarna merah b. Terdapat tidak lebih dari 1 buah kelereng yang berwarna merah Jawab : a. N = 30 D=3 n=5 x=0



Buku Ajar



139



Bab 8: Distribusi Peluang



 3  30 − 3     0  5 − 0   p( x) = P( X = 0) =  30     5  3  27     0 5 =     30     5 (1)(80730) 142.506 = 0,5665



=



b. N = 30 D=3 n=5 x = 0, 1



P(X≤ 1) = P(X=0) + P(X=1) P(x) = P(x=0) = 0,5665



 3 30 − 3    1  5 −1   p( x) = P( X = 1) =  30     5  3 27     1 4 =     30     5 (3)(17550) 142.506 = 0,3695



=



Jadi P(X≤1) = 0,5665 + 0,3695 = 0,9360



Buku Ajar



140



Bab 8: Distribusi Peluang



5.2.1.4 Distribusi Poisson Pandanglah distribusi Binomial B (N , p) dimana N percobaan banyak sekali, dan nilai kemungkinan untuk sukses p kecil sekali, maka distribusi yang terbentuk adalah distribusi poisson. Dalam kehidupan sehari-hari variable yang mengikuti distribusi poisson adalah variable yang menggambarkan peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi, misalnya ; orang meninggal dikarenakan diinjak oleh gajah, terjadinya gempa bumi, banyak pengunjung toko swalayan setiap hari dari pengunjung swalayan tersebut, sangat jarang terjadi yang pingsan. Maka kejadian tersebut mengikuti peristiwa poisson, sebab peluang terjadinya pengunjung yang pingsan sangat kecil. Definisi : Apabila X merupakan sebuah variable diskrit yang mengikuti distribusi peluang P ( X = x) =



e − λ λx x!



; x = 0, 1, 2, …,



…(8.5)



nilai e-λ dapat dilihat pada lampiran



Maka X disebut variable yang mengikuti distribusi poisson. Rata-rata distribusi poisson adalah µ=λ=np Simpangan baku distribusi poisson adalah σ =



λ



Distribusi poisson dapat dianggap sebagai pendekatan kepada distribusi binom. Apabila pada distribusi binom, N cukup besar sedangkan p = peluang terjadinya peristiwa A sangat dekat kepada nol, sedemikian sehingga λ = Np tetap, maka distribusi Binom dapat didekati oleh distribusi poisson. Untuk penggunaannya, sering dilakukan pendekatan ini, jika N ≥ 50 dan Np < 5. Contoh : 1. Misalkan dari 50 siswa SD kelas 1 ada 2 orang yang dapat berenang. Sebuah sample berukuran 100 siswa telah diambil, Jika x = banyak siswa SD kelas 1 yang dapat berenang. Berapa peluangnya siswa SD kelas 1 yang tidak dapat berenang.



Buku Ajar



141



Bab 8: Distribusi Peluang



Jawab : X = siswa yang dapat berenang = 0 λ = Np = Peluang siswa SD kelas 1 yang tidak dapat berenang adalah



e − λ λx x! −4 0 e 4 = 0! 0,0183.1 = 1 = 0,0183



P( X = 0) =



2. Peluang seseorang siswa SD kelas VI akan mendapat reaksi buruk setelah mengikuti latihan berenang adalah 0,0005. Dari 1000 orang siswa SD kelas VI Kecamatan A mengikuti latihan berenang. Berapakah peluang yang mendapat reaksi buruk dari 1000 orang siswa tersebut : a. ada 1 orang b. paling banyak 2 orang c. tidak ada yang mengalami reaksi buruk Jawab : N = 1000 P = 0,0005 λ = N.p = 1000 . 0,0005 = 0,5 Apabila x = banyaknya siswa SD kelas VI yang mendapat reaksi buruk, maka a. Peluang ada 1 orang siswa SD kelas VI, yang mendapat reaksi buruk adalah : X=1



Buku Ajar



142



Bab 8: Distribusi Peluang



e −0,5 0,51 P( X = 1) = 1! 0,6065 . 0,5 = 1 = 0,3033



b. Peluang paling banyak ada 2 orang siswa SD kelas VI yang mendapat reaksi buruk adalah : P(X ≤ 2) = P ( X = 0 ) + P ( X = 1 ) + P ( X = 2 ) Dalam hal ini berarti X = 0, X = 1, X = 2 Maka yang harus dicari adalah P (X = 0), P (X=1), P (X=2) e −0,5 0,5 0 0! 0,6065 .1 = 1 = 0,6065



P( X = 0) =



P(X=1) sudah dihitung pada bagian a.



e −0, 5 0,5 2 P( X = 2) = 2! 0,6065 . 0,25 = 2 = 0,0758 Maka peluang paling banyak ada 2 orang siswa kelas VI yang mendapat reaksi buruk adalah : P(x) = P (X = 0) + P (X=1) + P (X=2) = 0,6065 + 0,3033 + 0,0758 = 0,9856



c. Peluang tidak ada siswa SD kelas VI yang mendapat d. reaksi buruk adalah



Buku Ajar



143



Bab 8: Distribusi Peluang



P(X = 0) = 0,6065 ( sudah dihitung pada bagian b.



5.3 Distribusi Peluang Untuk Variabel Kontinu Yang akan dibicarakan pada distribusi peluang untuk variable kontinu adalah : 5.3.1Distribusi Normal Definisi : Adalah merupakan variable yang mengikuti distribusi peluang (fungsi densitas)



1 x − µ   σ 



−  1 f ( x) = e 2 σ 2π



2



;-∼ 5% berlaku : N



µX = µ σX =



σ n



Apabila



N −n N −1



…(9.1)



σ n ≤ 5% , berlaku µ X = µ dan σ X = N n



…(9.2)



σ X dinamakan kekeliruan standar rata-rata atau kekeliruan baku rata-rata atau galat baku rata-rata. Ini merupakan ukuran variasi rata-rata sampel sekitar ratarata populasi, atau dapat digunakan untuk mengukur besarnya perbedaan ratarata yang diharapkan dari sampel ke sampel. Dari Tabel 9.1 dapat dibentuk daftar distribusi frekuensi untuk rata-ratanya sebagai berikut: Rata-rata



Frekuensi



Peluang



97



3



1/15



97,5



12



4/15



98



15



1/3



98,5



12



4/15



99



3



1/15



Jumlah



45



1



Terlihat bahwa rata-rata untuk semua sampel membentuk sebuah distribusi peluang. Untuk penggunaannya, diperlukan bentuk distribusi . Untuk hal tersebut berlaku sebuah dalil limit pusat yaitu:



Dalil Limit Pusat : Jika sebuah populasi mempunyai rata-rata µ dan simpangan baku σ yang besarnya terhingga, maka untuk ukuran sampel acak n cukup besar, distribusi



Buku Ajar



163



Bab 9: Distribusi Sampling



rata-rata sampel mendekati distribusi normal dengan rata-rata simpangan baku σ X =



µ X = µ dan



σ . n



Perhatikan bahwa Dalil limit pusat berlaku untuk sembarang bentuk atau model populasi asalkan simpangan bakunya terhingga besarnya, maka rata-ratany akan mendekati Distribusi Normal. Pendekatan kepada normal makin baik jika ukuran sampel n makin besar. Distribusi normal yang diperoleh dari distribusi rata-rata, agar tabel distribusi normal baku dapat digunakan, maka distribusi normal yang diperoleh dari distribusi rata-rata harus distandarkan terlebih dahulu. Transformasi yang digunakan adalah : z=



x −µ σx



…(9.3)



Contoh : Berat badan mahasiswa rata-rata mencapai 65 kg dan simpangan baku = 6,5 kg. Diambil sebuah sampel acak berukuran n = 50 orang mahasiswa tersebut. Berapakah peluang berat badan rata-rata ke-50 mahasiswa tersebut antara 67 – 68. Jawab : Dari soal di atas, ukuran populasi tidak diketahui, maka dapat dianggap cukup besar untuk berlakunya teori, sehingga dalil limit berlaku. Jadi rata-rata x untuk berat badan mahasiswa akan mendekati distibusi normal baku. Untuk soal di atas, maka : rata-rata µ X = 65 kg. Simpangan baku : σ X =



σ n



=



6,5 kg 50



= 0,9192 kg Langkah selanjutnya adalah menghitung Z, dengan cara transformasi. Dari soal yang ditanyakan adalah antara 67 – 68 kg. Maka x = 67 kg dan x = 68 kg, sehingga z akan diperoleh :



Buku Ajar



164



Bab 9: Distribusi Sampling



Untuk x = 67 kg 67 − 65 0,9192 = − 2,18



z1 =



Untuk x = 68 kg 68 − 65 0,9192 = − 3, 26



z2 =



Dari tabel Distribusi Normal Baku untuk z1 = -2,18 dan z2 = 3,26 diperoleh peluangnya adalah 0,4854 dan 0,4994. Maka peluang rata-rata berat badan ke-60 mahasiswa antara 67 – 58 kg adalah 0,4854 + 0,4994 = 0,9848.



5.2 Distribusi Proporsi Misalkan populasi berukuran N, yang di dalamnya di dapat peristiwa A sebanyak Y Y diantara N. Maka didapat parameter proporsi peristiwa A sebesar . Dari populasi N tersebut diambil sampel acak berukuran n, dan misalkan di dalamnya ada peristiwa A x sebanyak x. Maka didapat statistik proporsi peristiwa A sebesar . Jika semua n sampel yang mungkin diambil dari populasi tersebut, maka diperoleh sekumpulan harga-harga statistik proporsi. Dari kumpulan tersebut kita dapat menghitung rataratanya diberi simbol µ x dan simpangan bakunya diberi simbol σ x . σ x dinamakan n



n



n



kekeliruan baku proporsi.



Buku Ajar



165



Bab 9: Distribusi Sampling



Apabila rasio



n > 5% maka : µ x = π N n σx = n



Jika rasio



π (1− π ) n



…(9.3) N −n N −1



…(9.4)



n ≤ 5% , maka : : µ x = π N n σx = n



π (1 − π ) n



…(9.5)



Untuk perhitungan, agar tabel distribusi Normal baku dapat dipergunakan diperlukan transformasi sebagai berikut : x −π z= n σx



…(9.6)



n



Contoh : Misalkan sebuah sampel terdiri atas 200 orang. Menurut informasi ada 5% anggota yang tergolong ke dalam golongan A. Berapakah peluang bahwa dari 150 orang tersebut akan terdapat paling sedikit 20 orang dari golongan A ? Jawab : Dari soal tersebut, diketahui : π = 5% = 0,05 Maka 1 – π = 1 – 0,05 = 0,95 Untuk ukuran sampel 200, paling sedikit 20 orang tergolong kategori A, maka paling sedikit x 20 = n 200 = 0,1



Buku Ajar



166



Bab 9: Distribusi Sampling



Dan kekeliruan bakunya adalah : σx = n



π (1 − π ) n



0,05 (0,95) 200 = 0,015 =



Sehingga tranformasi Z diperoleh : x −π z= n σx n



0,1 − 0,05 0,015 = 3,33 =



Dari soal yang ditanyakan adalah paling sedikit, maka luas daerah atau peluang yang dicari adalah = 0,5 – 0,4995 = 0,0005 Jadi besarnya peluang bahwa dari 150 orang akan terdapat paling sedikit 20 orang yang termasuk golongan A sebesar 0,0005.



5.3. Distribusi Simpangan Baku Misalkan sebuah populasi berukuran N, diambil sample-sampel acak berukuran n, dari setiap sample dihitung simpangan bakunya, yaitu s. Dari kumpulan tersebut dihitung rata-ratanya, diberi simbol μs , dan simpangan bakunya diberi simbol σs. Apabila populasi mengikuti distribusi normal, maka: μs = σ



Buku Ajar



167



Bab 9: Distribusi Sampling



σ 2n



σs =



dalam hal ini σ adalah simpangan baku populasi. Transformasi yang dapat digunakan adalah :



z=



s −σ σs



Contoh : Sebuah populasi yang berdistribusi normal, diketahui variansnya adalah 2,25. Dari populasi tersebut diambil sampel berukuran 125. berapakah peluang bahwa sampel tersebut akan mempunyai simpangan baku lebih dari 1,75.



Jawab : Dari soal, diketahui varians populasinya (σ2) adalah 2,25. maka simpangan baku populasi (σ) adalah σ=



2,25 = 1,5



dan simpangan baku sampel (s) = 1,75 sehingga μs = 1,5 dan 1,5 250 = 0,095



σs =



Transformasi untuk tabel distribusi Normal Baku adalah :



1,75 − 1,5 0,095 = 2,63



z=



Dari soal yang ditanyakan adalah peluang sampel akan mempunyai simpangan baku lebih dari 1,75. Maka luas daerah yang dicari adalah :



Buku Ajar



168



Bab 9: Distribusi Sampling



Dari Tabel Normal Baku : Untuk z = 2,63 diperoleh 0,4975 Jadi P(Z > 2,63) = 0,5 – 0,4957 = 0,0043



Sehingga besarnya peluang, bahwa sampel akan mempunyai simpangan baku lebih dari 1,75 adalah sebesar 0,0043. 5.4 Distribusi Selisih Rata-rata dan Distribusi Jumlah Rata-rata Misalkan kita mempunyai dua buah populasi, masing-masing berukuran N1 dan N2. Populasi kesatu mempunyai rata-rata μ1 dan simpangan baku σ1. Populasi kedua mempunyai rata-rata μ2 dan simpangan baku σ2. Secara independen dari populasi kesatu diambil sampel acak berukuran n1 dan dari populasi kedua diambil sanpel acak berukuran n2. Populasi kesatu mempunyai variable X, dan populasi kedua mempunyai variable Y. Dari sampel-sampel tersebut dihitung rata-ratanya sehingga diperoleh kumpulan rata-rata sampel : x 1, x 2 , … , x n dan y 1, y 2, … , y n. n1 adalah banyaknya sampel yang diambil dari populasi kesatu n2 adalah banyaknya sampel yang diambil dari populasi kedua Bentuk semua selisih antara rata-rata dari sampel-sampel, sehingga didapat kumpulan selisih rata-rata, yang bentuk umumnya : xi − y j ; i = 1,2 ,...,k dan j = 1,2,...,r i Dari kumpulan selisih rata-rata sampel tersebut, akan membentuk distribusi selisih rata-rata. Dari kumpulan tersebut, kita dapat menghitung rata-ratanya, diberi simbul µ x− y - . Apabila populasi berdistribusi normal, maka untuk distribusi selisih rata-rata berlaku : µ x − y = µ1 − µ 2



Buku Ajar



…(9.7)



169



Bab 9: Distribusi Sampling



σ x− y =



σ 12 σ 22 + n1 n2



atau



µ y − x = µ 2 − µ1



σ y−x



σ 12 σ 22 = + n1 n2



…(9.8)



…(9.9)



Agar tabel Distribusi Normal Baku dapat digunakan, maka transfomasinya adalah: z=



( x − y ) − ( µ1 − µ 2 ) σ x− y



…(9.10)



Apabila dari dua kumpulan rata-rata sampel x i dan y j , i = 1, 2, … , k ; j= 1, 2, …, r dibentuk jumlahnya, maka diperoleh jumlah rata-rata sampel xi+ yj . Dari kumpulan jumlah rata-ratanya diberi simbol µ x + y dan simpangan bakunya diberi simbol σ x + y . Untuk populasi berdistribusi normal dan sampel-sampel acaknya independen distribusi jumlah rata-rata berlaku : σ x+ y =



σ 12 σ 22 + n1 n2



…(9.11)



Transformasi yang digunakan adalah : z=



( x + y ) − (µ1 + µ 2 ) σx+y



…(9.12)



Contoh : Rata-rata berat badan mahasiswa laki-laki 67 kg dan simpangan bakunya 2,5 kg. Ratarata berat badan mahasiswa perempuan 62 kg dengan simpangan bakunya 2,3 kg. Dari kedua kelompok mahasiswa itu, masing-masing diambil sebuah sampel acak secara independen berukuran masing-masing 110 orang. Tentukanlah peluang ratarata berat badan mahasiswa laki-laki paling sedikit 4 kg lebihnya dari berat badan mahasiswi.



Buku Ajar



170



Bab 9: Distribusi Sampling



Jawab : Untuk membedakan mahasiwa dan mahasiswi, kita beri simbul X dan Y. Dari soal di atas diketahui : μ1 = μx = 67 kg ; σ1 = σx = 2,5 kg μ1 = μy = 62 kg ; σ2 = σy = 2,3 kg n1 = n2 = 110 Maka : µ x − y = 67 kg – 62 kg = 5 kg



Simpangan baku :



σ x− y



(2,5) 2 (2,3) 2 = + 110 110 = 0,3238



Rata-rata berat badan mahasiswa laki-laki paling sedikit 4 kg lebihnya dari berat badan mahasiswi, maka x - y = 4 kg Transformasi : z =



4−5 = -3,09 0,3238



Peluang rata-rata berat badan mahasiswa laki-laki paling sedikit 4 kg lebihnya dari berat badan mahasiswi adalah :



Dari tabel normal baku, untuk z = -3,09, luas daerahnya adalah 0,4990. Jadi peluang yang dicari adalah 05 + 0,4990 = 0,9990.



5.5 Distribusi Selisih Proporsi Misalkan ada dua buah populasi. Di dalam kedua populasi itu ada peristiwa A dengan proporsi π1 untuk populasi kesatu, dan π2 untuk populasi kedua. Secara independent,



Buku Ajar



171



Bab 9: Distribusi Sampling



dari kedua populasi itu diambil sampel-sampel acak berukuran n1 dari populasi kesatu dan berukuran n2 dari populasi kedua. Untuk peristiwa A, diperoleh kumpulan proporsi : xj xi ; i = 1, 2, ... , k dan ; i = 1, 2, ... , r n2 n1 Xi : adanya peristiwa A dalam sampel yang diambil dari populasi kesatu Yj : adanya peristiwa A dalam sampel yang diambil dari populasi kedua x y  Selisih proporsi :  i − j   n1 n2  Dari kumpulan selisih proporsi tersebut, dapat dihitung rata-ratanya diberi simbol μsp dan simpangan bakunya, diberi simbul σsp .



Apabila datanya berdistribusi Normal, maka berlaku : μsp = π1 – π2 σ sp =



π1 (1 − π 1 ) π 2 (1 − π 2 ) + n1 n2



Agar distribusi normal menjadi distribusi normal baku, diperlukan transformasi : x y  −  − (π 1 + π 2 ) n n2  z= 1 σ sp



Contoh : Ada informasi, bahwa calon A akan mendapat suara 70% dalam pemilihan ketua RW. Dua buah sampel acak secara independen diambil, masing-masing terdiri tas 200 orang. Berapa peluangnya akan terjadi perbedaan persentase tidak lebih dari 13% yang akan memilih calon A ? Jawab : Dari soal di atas diketahui :



π1 = 70% = 0,70 π 2 = 70% = 0,70



Buku Ajar



172



Bab 9: Distribusi Sampling



n1 = n2 = 200 Misalkan : x ; Jumlah ornag yang memilih calon A dalam sampel kesatu y : Jumlah orang yang memilih calon A dalam sampel kedua



yang ditanyakan adalah :



y x x y − < 13% atau − < 13% n2 n1 n1 n2



Sehingga apabila digabungkan menjadi : -13%