Metodologi Identifikasi Kawasan Kumuh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

B A B I V P E N D E KATA N DA N M E T O D O LO G I 4 4.1 PENDEKATAN Pada



dasarnya



identifikasi



kawasan



kumuh



adalah



untuk



mengetahui



karakteristik kekumuhan di suatu kawasan untuk kemudian dirumuskan strategi penanganan yang tepat. Pendekatan yang akan dilakukan untuk menghasilkan strategi penanganan yang tepat adalah dengan dengan penyediaan profil dan karakteristik kawasan yang dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan dalam menangani kawasan kumuh. Identifikasi karakteristik kawasan sebelum dapat



menghasilkan



kebijakan



dan



strategi



penanganan



adalah



dengan



melakukan : 1. Inventarisasi Lokasi dan Delineasi Lokus Kawasan 2. Tipologi Kawasan 3. Ranking dan Pembobotan 4. Klasifikasi Kawasan Kumuh 5. Identifikasi Potensi dan Permasalahan Profil akan disusun untuk setiap lokus kawasan kumuh dan akan disajikan dalam bentuk database Sistem Informasi Geografis (SIG). Selain sebagai database, penyajian data dalam bentuk SIG juga akan memudahkan para pengguna dalam mengambil keputusan mengenai penanganan kawasan kumuh. Penyajian profil yang sistematis dan terintegrasi dengan SIG diharapkan dapat memudahkan dalam penentuan cara pendekatan penanganan kawasan kumuh tersebut. Pada tahap ranking, pembobotan, dan klasifikasi juga akan menggunakan analisis SIG. Seluruh indikator yang digunakan akan berbentuk data spasial dan akan diberi bobot dan klasifikasi data. Hasil dari analisis GIS ini akan menghasilkan kategori kumuh menjadi Kumuh berat, kumuh sedang, dan kumuh ringan. Kawasan yang terkategori kumuh berat akan dijadikan kawasan percontohan (pilot project) untuk dibuatkan konsep rencana penanganan Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 1



Pendekatan dan Metodologi



kawasannya.



Pendekatan



penyusunan



konsep



rencana



penanganan



akan



menggunakan konsep CAP (community action plan) yang didahului oleh need assesment sehingga konsep yang disusun dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kerangka metodologi pekerjaan ini dapat dilihat pada Gambar 4.1



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 2



Tinjauan Kebijakan



Ranking dan Pembobotan INDIKATOR KUMUH :



Survey Sekunder



Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang Kota Survey Primer



SWOT



Status Tanah Tata Bangunan



Diskusi dan Penyamaan Persepsi



Lokasi dan Delineasi Lokus Kawasan Kumuh



Kebijakan dan Strategi Penangana n



Potensi dan Permasalahan Kawasan



Sarana Prasarana Lingkungan



Sosial Budaya



Experts & Stakeholders Input



Konsep dan Pendekatan Penanganan tiap kawasan



Rencana Indikasi Program



Need Assesment



Konsep Rencana Pilot Project



Vitalitas Ekonomi Kesehatan Lingkungan



Klasifikasi



Kebencanaan



Kumuh Berat



Upaya dan Komitmen Pemerintah



Tipologi Kawasan cth :  Bantaran Sungai  dekat CBD  dll



Tahap Pendahuluan



Kumuh Sedang



Pemilihan Lokasi Pilot Project



Kumuh Ringan



Community Action Plan (CAP)



Profil Kawasan (GIS Based)



Tahap Akhir



Tahap Antara



Gambar 4.1 Kerangka Metodologis Pelaksanaan Pekerjaan



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 3



4.2 METODOLOGI Metodologi



yang



akan



digunakan



pada



pekerjaan



ini



meliputi



metode



pengumpulan data, metode analisis, dan metode penyusunan kebijakan, strategi, konsep dan rencana penanganan kawasan kumuh.



4.2.1 METODE PENGUMPULAN DATA Metode pengumpulan data terdiri dari survei primer dan survei sekunder. Survei Primer adalah survei yang dilakukan di lapangan pada lokus kawasan kumuh untuk mencari data-data dan gambaran potensi permasalahan di lapangan. Sedangkan survei sekunder berupa survei untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kawasan kumuh di Kota Samarinda yang telah disusun oleh instansi-instansi maupun oleh perseorangan. A. Survei Primer Survei Primer akan dilakukan di lokus-lokus kawasan kumuh untuk mendapatkan data lapangan yang tidak bisa didapatkan melalui survei sekunder. Survei primer akan



dilakukan



wawancara



dengan



kepala



cara



observasi



RW/kampung/tokoh



lapangan, masyarakat,



GPS dan



Marking/Tracking, survei



kampung



bersama masyarakat. Kebutuhan data, metode, serta penggunaan data dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Penggunaan, kebutuhan, serta metode pengumpulan data pada survei primer



No 1 2 3



Penggunaan Data Delineasi Kawasan Tipologi Kawasan Indikator Kumuh



Kebutuhan Data Batas Kawasan Gambaran Karakter Kawasan Gambaran Lapangan Setiap



Metode GPS Marking/Tracking Observasi Lapangan Observasi Lapangan



Indikator Kondisi Bangunan Kondisi Sarana



Observasi/Wawancara Observasi/Wawancara



Prasarana



Lingkungan Kondisi Sosial Budaya Kondisi Vitalitas Ekonomi Kondisi Kebencanaan Perwujudan Upaya 4



Need untuk



Assesment kawasan



percontohan project)



(pilot



dan



Observasi/Wawancara Observasi/Wawancara Observasi/Wawancara Observasi/Wawancara



Komitmen Pemerintah Kondisi Rumah dan Sarana



Survei



Prasarana Lingkungan Sebaran RTLH dan Sarana



Masyarakat GPS Marking/Tracking



Prasarana Lingkungan Inventarisasi Potensi dan



Survei



Bersama



Bersama



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 4



Pendekatan dan Metodologi



No



Penggunaan Data



Kebutuhan Data Permasalahan Kawasan Kebutuhan Penanganan



Metode Masyarakat Survei Bersama



Kawasan



Masyarakat



B. Survei Sekunder Survei Sekunder akan dilakukan dengan mencari data di instansi-instansi atau perseorangan yang telah melakukan pendataan atau kajian mengenai kawasan kumuh di Kota Samarinda. Mengenai kebutuhan data serta instansi yang akan didatangi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.2 Jenis Kebutuhan Data dan Instansi pada Survei Sekunder



No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14



Jenis Kebutuhan Data Draft RTRWK (termasuk peta) Strategi Pengembangan Kota (SPK) RPJMD Kota RPJPD Kota SPPIP Kota Peta Status Lahan Peta Persil Harga Jual Lahan Citra Satelit / Foto Udara Resolusi Tinggi Peta Blok Bangunan Samarinda dalam Angka Kecamatan dalam Angka Potensi Desa Data Inventarisasi Bangunan dan Rumah



Instansi Bappeda Bappeda / DPU-CK Bappeda Bappeda DPU-CK BPN / Bappeda BPN BPN Bappeda / DPU-CK DPU-CK BPS BPS BPS DPU-CK / Dinas



15 16 17 18



Kajian Sosial Budaya Kota Profil Kemiskinan Peta Risiko Bencana Kompilasi Usulan Musrenbang



Perumahan Bappeda Bappeda / BPS / BPBD Bappeda



Keterangan



Time Time Time Time



series series Series Series



4.2.2 METODE ANALISIS Analisis yang akan dilakukan pada pekerjaan ini terdiri dari : 1. Inventarisasi dan Delineasi Lokus Kawasan Kumuh 2. Ranking, Pembobotan, dan Klasifikasi Kawasan Kumuh 3. Analisis Tipologi Kawasan Kumuh 4. Analisis Potensi dan Permasalahan (SWOT)



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 5



Pendekatan dan Metodologi



A. Inventarisasi dan Delineasi Lokus Kawasan Kumuh Tahap ini adalah untuk menentukan lokasi kawasan kumuh dan kemudian menentukan batas area lokus kawasan kumuh beserta luasannya. Penentuan lokasi kawasan kumuh, dapat dilakukan dengan melihat pada data-data inventarisasi bangunan rumah kumuh yang sudah dilakukan sebelumnya. Seperti dari hasil kajian instansi terkait atau dari data BPS yang sudah menghitung jumlah rumah kumuh per desa dari data Potensi Desa. Kemudian dilakukan survei lapangan dan GPS Marking/Tracking untuk mengecek data-data tersebut dan melakukan delineasi awal batas-batas kawasan kumuh. Setelah itu, delineasi awal dibahas dan didiskusikan bersama tim teknis dan perwakilan masyarakat untuk disepakati. Hasil penyepakatan delineasi tersebut diinventarisasi menjadi lokus-lokus kawasan kumuh yang akan diidentifikasi. B. Ranking, Pembobotan, dan Klasifikasi Kawasan Kumuh Ranking, Pembobotan, dan Klasifikasi kawasan kumuh pada keluarannya akan menghasilkan klasifikasi kawasan kumuh menjadi 3(tiga) kategori, yaitu kumuh berat, kumuh sedang, dan kumuh ringan. Penilaian akan dilakukan dengan menetapkan



indikator-indikator



kekumuhan.



Kemudian,



pembobotan



dan



pemeringkatan (ranking) akan diketahui untuk mengetahui kawasan mana yang paling kumuh. Bagian ini terbagi atas 3(tiga) tahapan, yaitu: 1. Penentuan indikator kawasan permukiman kumuh; 2. Pembobotan kawasan permukiman kumuh; dan 3. Penentuan klasifikasi kawasan permukiman kumuh



 Penentuan Indikator Kawasan Permukiman Kumuh Indikator kawasan permukiman kumuh yang disusun dipadukan dari berbagai sumber dan dimodifikasi sesuai dengan karakteristik permukiman di Kota Samarinda. Sumber yang dirujuk antara lain adalah Panduan Identifikasi Kawasan



Permukiman



Kumuh



(2006)



yang



disusun



oleh



Depkimpraswil



(sekarang Kementerian PU) dan juga 5 indikator kawasan kumuh dari UNHabitat. Indikator kawasan kumuh yang ada dimodifikasi dengan menambahkan variabel-variabel yang terkait dengan karakteristik sosial ekonomi seperti tingkat kemiskinan, dan karakter budaya yang mempengaruhi pembentukan kawasan Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 6



Pendekatan dan Metodologi



kumuh. Variabel yang akan digunakan sebagai indikator pada identifikasi kawasan kumuh di Kota Samarinda akan dijabarkan pada Tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Kriteria Penetapan Kawasan Kumuh



NO



Indikator



1. 2. 3.



4.



5.



6.



7.



8.



9.



Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang



VARIABEL 1. Kesesuaian pola penggunaan lahan dengan Rencana Tata Ruang yang berlaku



2. Status sertifikat tanah 3. Status kepemilikan tanah 4. Tingkat Pertambahan Bangunan Liar Tata Bangunan 5. Kepadatan Bangunan 6. Kondisi Bangunan Semi Permanen 7. Tapak bangunan 8. Jarak Antar Bangunan 9. Rasio Kecukupan Luas Rumah Tinggal 10.Kondisi jalan lingkungan Sarana dan Prasarana 11.Kondisi drainase Lingkungan 12.Akses terhadap air minum 13.Akses terhadap prasarana sanitasi 14.Penanganan persampahan 15.Kepadatan Penduduk Sosial Budaya 16.Tingkat Pertambahan Penduduk 17.Penyakit Sosial dan Kriminalitas 18.Kohesi Sosial 19.Motif budaya yang membentuk kawasan 20.Angka Kemiskinan Vitalitas Ekonomi 21.Jumlah pekerja di sektor informal 22.Jumlah Pengangguran 23.Letak strategis kawasan 24.Jarak tempat mata pencaharian 25.Fungsi kawasan sekitar 26.Angka Kesakitan DBD Kesehatan Lingkungan 27.Angka Kesakitan Diare 28.Angka Kesakitan ISPA 29.Frekuensi Histori Kebakaran Kebencanaan 30.Frekuensi Histori Banjir 31.Letak di lokasi Rawan Bencana 32.Pembiayaan Upaya dan Komitmen 33.Kelembagaan Pemerintah 34.Rencana Penanganan 35.Pembenahan Fisik 36.Penanganan Kawasan Sumber: Hasil Kajian Konsultan, 2013 Status Tanah



 Pembobotan Kawasan Permukiman Kumuh Untuk menetapkan prioritas penanganan kawasan kumuh, maka tahapan yang harus



dilakukan



adalah



melakukan



pembobotan



atas



indikator



kawasan



permukiman kumuh. Pembobotan atas indikator kawasan permukiman adalah: a.



Pembobotan Indikator Kesesuaian Rencana Tata Ruang Bobot



penilaian



penggunaan



ruang



kawasan



perumahan



permukiman



tersebut berdasarkan Rencana Tata Ruang yang berlaku sebagai berikut:



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 7



Pendekatan dan Metodologi



 Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang sebagian besar penggunaannya sudah tidak sesuai atau kurang dari 25% yang masih sesuai.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang penggunaannya masih sesuai antara lebih besar dari 25% dan lebih kecil dari 50%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang sebagian besar atau lebih dari 50% masih sesuai untuk permukiman. b.



Pembobotan Indikator Status Tanah dan Nilai Lahan 1) Dominasi Status Sertifikat Lahan  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jumlah status tidak memiliki sertifikat lebih dari 50%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jumlah status sertifikat HGB lebih dari 50%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jumlah status sertifikat Hak Milik lebih dari 50%. 2) Dominasi Status Kepemilikan  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jumlah kepemilikan tanah negara lebih dari 50%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jumlah kepemilikan tanah masyarakat adat lebih dari 50%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jumlah kepemilikan tanah milik masyarakat lebih dari 50%.



c.



dominasi dominasi dominasi



Pembobotan Indikator Tata Bangunan 1) Pembobotan Tingkat Kondisi Bangunan a) Tingkat Pertambahan Bangunan Liar  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya tinggi untuk setiap tahunnya.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya sedang untuk setiap tahunnya.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya rendah untuk setiap tahunnya.



b) Kepadatan Bangunan  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang Kepadatan bangunan lebih dari 100 rumah per hektar.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang kepadatan bangunannya mencapai antara 60 sampai 100 rumah per hektar.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan kepadatan bangunannya kurang dari 60 rumah per hektar. c) Kondisi Bangunan Temporer  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya tinggi yaitu lebih 50%.



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 8



Pendekatan dan Metodologi



 Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya sedang atau antara 25% sampai 50%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya rendah yaitu kurang dari 25%. d) Tapak Bangunan (Building Coverage)  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang tapak (koefisien dasar) bangunan mencapai lebih dari 70%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang tapak bangunannya antara 50% sampai 70%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang tapak bangunannya rendah yaitu kurang dari 50%. e) Jarak Antar Bangunan  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan kurang dari 1,5 meter.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan antara 1,5 sampai 3 meter.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan lebih dari 3 meter. f) Rasio Kecukupan Luas Rumah Tinggal  Nilai 50 (lima puluh) untuk nilai rasio luas rumah total dibagi jumlah penduduk dibawah 5 m2 /jiwa.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk nilai rasio luas rumah total dibagi jumlah penduduk diatas 5 m2/jiwa dan dibawah 9 m2 /jiwa.  Nilai 20 (dua puluh) untuk nilai rasio luas rumah total dibagi jumlah penduduk diatas 9 m2 /jiwa. d.



Pembobotan Kondisi Sarana Prasarana Lingkungan



Penjelasan mengenai pembobotan kriteria prasarana dan sarana adalah sebagai berikut, yaitu: 1) Kondisi Jalan Sasaran pembobotan kondisi jalan adalah kondisi jalan lingkungan permukiman  Nilai 50 (lima puluh) untuk kondisi jalan buruk lebih 70%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kondisi jalan sedang antara 50% sampai 70%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kondisi jalan baik kurang 50%. 2) Kondisi Drainase Sasaran pembobotan kondisi drainase adalah drainase di kawasan permukiman.



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV - 9



Pendekatan dan Metodologi



 Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air sangat buruk yaitu lebih dari 50%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air sedang yaitu antara 25% sampai 50%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air normal yaitu kurang dari 25%. 3) Akses terhadap Air Bersih Pembobotan kondisi air bersih dilakukan berdasarkan kondisi jumlah rumah penduduk di kawasan permukiman yang sudah memperoleh aliran air dari sistem penyediaan air bersih.  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih kurang dari 30%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih antara 30% sampai 60%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih lebih besar dari 60%. 2) Akses terhadap Sarana Sanitasi  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan rumah tangga terlayani prasarana sanitasi sehat kurang dari 30%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan dengan rumah tangga terlayani prasarana sanitasi sehat antara 30% sampai 60%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan rumah tangga terlayani prasarana sanitasi sehat lebih dari 60%. 3) Kondisi Persampahan  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah berat kurang dari 50%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah antara 50% sampai 70%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah lebih dari 70%. e.



Pembobotan Kondisi Sosial Budaya 1) Tingkat Kepadatan Penduduk  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk sangat tinggi yaitu lebih dari 500 jiwa per hektar.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk antara 400 sampai 500 jiwa per hektar.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk rendah yaitu kurang dari 400 jiwa per hektar. 2) Tingkat Pertumbuhan Penduduk  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi yaitu lebih dari 2,1% per tahun.



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV 10



-



Pendekatan dan Metodologi



 Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk antara 1,7 sampai 2,1% per tahun.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk rendah yaitu kurang dari 1,7% per tahun. 3) Penyakit Sosial dan Kriminalitas  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan yang tinggi yaitu diatas 10 kasus dalam jangka waktu 1 tahun.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat kasus penyakit sosial dan kriminalitas yang sedang antara 2 sampai 10 kasus dalam jangka waktu 1 tahun.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat kasus penyakit sosial dan kriminalitas yang rendah dibawah 2 kasus dalam jangka waktu 1 tahun. 4) Kohesi Sosial  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat gotong royong tinggi dalam pembangunan kampung.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat gotong royong sedang dalam pembangunan kampung.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan dengan tingkat gotong royong rendah dalam pembangunan kampung. 5) Motif budaya yang Membentuk Kawasan  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang memiliki motif budaya yang membentuk kawasan dan memiliki potensi kawasan bersejarah.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang memiliki salah satu antara motif budaya yang membentuk kawasan dan potensi kawasan bersejarah.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang tidak memiliki motif budaya yang membentuk kawasan dan potensi kawasan bersejarah. f.



Pembobotan Kriteria Vitalitas Ekonomi



Penjelasan mengenai pembobotan kriteria vitalitas ekonomi adalah sebagai berikut, yaitu: 1) Angka Kemiskinan  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang jumlah KK Miskin > 50%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang jumlah KK Miskin 20 - 50%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang jumlah KK Miskin < 20%. 2) Proporsi pekerja di sektor informal  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal > 50%. Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV 11



-



Pendekatan dan Metodologi



 Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal 20 - 50%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal < 20%. 3) Jumlah Pengangguran  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah pengangguran > 50%.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah pengangguran 20 - 50%.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah pengangguran < 20%. 4) Potensi Ekonomi Lokal yang kompetitif  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang memiliki potensi ekonomi lokal yang khas dan kompetitif.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang memiliki potensi ekonomi lokal yang khas tetapi belum kompetitif.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang belum memiliki potensi ekonomi lokal yang khas dan kompetitif. 5) Tingkat Kepentingan Kawasan Terhadap Wilayah Sekitarnya Penilaian konstelasi terhadap kawasan sumber ekonomi produktif dengan bobot nilai sebagai berikut:  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat kepentingannya terhadap wilayah kota sangat strategis.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat kepentingannya terhadap wilayah kota cukup strategis.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat tingkat kepentingannya terhadap kawasan kota kurang strategis. 2) Jarak Jangkau Ke Tempat Bekerja Penilaian jarak jangkau perumahan terhadap sumber mata pencaharian dengan bobot sebagai berikut:  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya kurang dari 1 km.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya antara 1 sampai dengan 10 km.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya lebih dari 10 km. 3) Fungsi Sekitar Kawasan Penilaian fungsi sekitar kawasan dengan bobot sebagai berikut :



Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV 12



-



Pendekatan dan Metodologi



 Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang berada dalam kawasan pusat kegiatan bisnis kota.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan berada pada sekitar pusat pemerintahan, perkantoran, perguruan tinggi dan sekitar fasilitas umum skala kota.  Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan sebagai kawasan permukiman atau kegiatan lainnya selain pusat kegiatan bisnis, pemerintahan/perkantoran, perguruan tinggi, dan fasilitas umum skala kota. g.



Pembobotan Kriteria Kesehatan Lingkungan



Penjelasan mengenai pembobotan kriteria kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut, yaitu: 1) Angka Kesakitan DBD  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh kejadian DBD dalam jangka waktu satu tahun > 15% penduduk.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh kejadian DBD dalam jangka waktu satu tahun 5 - 15% penduduk.



yang angka dari jumlah yang angka dari jumlah



 Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian DBD dalam jangka waktu satu tahun < 5% dari jumlah penduduk. 2) Angka Kesakitan Muntaber  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh kejadian Diare dalam jangka waktu satu tahun > 30% penduduk.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh kejadian Diare dalam jangka waktu satu tahun 15 - 30% penduduk.



yang angka dari jumlah yang angka dari jumlah



 Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian Diare dalam jangka waktu satu tahun < 15% dari jumlah penduduk. 3) Angka Kesakitan ISPA  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh kejadian ISPA dalam jangka waktu satu tahun > 15% penduduk.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh kejadian ISPA dalam jangka waktu satu tahun 5 - 15% penduduk.



yang angka dari jumlah yang angka dari jumlah



 Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian ISPA dalam jangka waktu satu tahun < 5% dari jumlah penduduk.



h.



Pembobotan Kriteria Kebencanaan Laporan Pendahuluan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Samarinda



IV 13



-



Pendekatan dan Metodologi



Penjelasan mengenai pembobotan kriteria kebencanaan adalah sebagai berikut, yaitu: 1) Angka Kejadian Kebakaran  Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian kebakaran dalam jangka waktu lima tahun >3 kali.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian kebakaran dalam jangka waktu lima tahun 1-3 kali.  Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian kebakaran dalam jangka waktu lima tahun 3 kali.  Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian banjir dalam jangka waktu lima tahun 1-3 kali.  Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian banjir dalam jangka waktu lima tahun