Metodologi UKL UPL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

5.1. PENDEKATAN Penyusunan UKL-UPL mengikuti kebijakan dan pedoman yang berlaku. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai dasar kebijakan penyusunan UKL-UPL secara terinci. 5.1.1................................................Pendekatan Normatif Pada pendekatan normatif, kajian dirumuskan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undanganan yang ada. Dalam hal pengelolaan lingkungan, Kegiatan bidang infrastruktur Irigasi perlu mengacu kepada : 1. Undang-undang (UU) No. 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup; 2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan; 3. Peraturan Pemerintah No 6/1995 tentang Perlindungan Tanaman; 4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). 5. Keputusan Menteri Pertanian No.887/Kpts/OT.210/9/1997 tentang Pengendalian Hama Terpadu; 6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL; 7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL); 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan bidang Pekerjaan Umum yang wajib dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan; 10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2010 tentang Dokumen Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang Telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup; 1



11. Panduan untuk SLPHT; Untuk Pendekatan terkait penyusunan UKL-UPL, pembahasan pada sub bab ini berisi tentang kajian dasar-dasar normatif (teori) yang akan digunakan dalam penyelesaian pekerjaan Pendekatan normatif ini meliputi inventarisasi, kajian dan review mengenai peraturan perundangan (kebijakan) yang terkait dengan: - Izin Lingkungan - Pengertian Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) - Penapisan / Penyaringan Kategori - Daftar usaha dan kegiatan wajin AMDAL - Pedomen penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup - Sistem Irigasi 5.1.1.1........................Izin Lingkungan (PP 27/2012) Proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemanfaatan sumber daya alam masih menjadi modal dasar pembangunan di Indonesia saat ini dan masih diandalkan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pengunaan sumber daya alam tersebut harus dilakukan secara bijak. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally sound). Proses pembangunan yang diselenggarakan dengan cara tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan generasi masa kini dan yang akan datang. Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/atau Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin. Perangkat atau instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL. Pasal 22 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan 2



Hidup menetapkan bahwa setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Amdal tidak hanya mencakup kajian terhadap aspek biogeofisik dan kimia saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki UKL-UPL. Pelaksanaan Amdal dan UKL- UPL harus lebih sederhana dan bermutu, serta menuntut profesionalisme, akuntabilitas, dan integritas semua pihak terkait, agar instrumen ini dapat digunakan sebagai perangkat pengambilan keputusan yang efektif. Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Pada dasarnya proses penilaian Amdal atau permeriksaan UKL-UPL merupakan satu kesatuan dengan proses permohonan dan penerbitkan Izin Lingkungan. Dengan dimasukkannya Amdal dan UKL-UPL dalam proses perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mendapatkan informasi yang luas dan mendalam terkait dengan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dan langkah-langkah pengendaliannya, baik dari aspek teknologi, sosial, dan kelembagaan. Berdasarkan informasi tersebut, pengambil keputusan dapat mempertimbangkan dan menetapkan apakah suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut layak, tidak layak, disetujui, atau ditolak, dan Izin lLngkungannya dapat diterbitkan. Masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan penerbitan Izin Lingkungan. Tujuan diterbitkannya Izin Lingkungan antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antarinstansi dalam penyelenggaraan perizinan untuk Usaha dan/atau Kegiatan, dan memberikan kepastian hukum dalam Usaha dan/atau Kegiatan. 1. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam 3



rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. (Pasal 1) 2. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. (Pasal 2) 3. Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi: a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL; b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; c. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan. 4. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal (Pasal 3). 5. Kriteria dampak penting antara lain terdiri atas : a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana Usaha dan/atau Kegiatan; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 6. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL-UPL. 7. UKL-UPL disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan (Pasal 14). UKL-UPL merupakan instrumen untuk merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen dalam perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, UKLUPL tidak dilakukan setelah Usaha dan/atau Kegiatan dilaksanakan. UKL-UPL yang dimaksud dalam ayat ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detail rekayasa. 8. Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang. 9. Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa. 10.........Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku Pemrakarsa kepada Menteri, 4



gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (Pasal 42). 11....Permohonan Izin disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL- UPL. 12.Permohonan izin lingkungan harus dilengkapi dengan (Pasal 43): a. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL; b. dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; c. profil Usaha dan/atau Kegiatan. 13........Setelah menerima permohonan Izin Lingkungan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mengumumkan permohonan Izin Lingkungan (Pasal 44) 14........................Izin Lingkungan diterbitkan (Pasal 47): a. setelah dilakukannya pengumuman permohonan Izin Lingkungan b. dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL. 15......Izin Lingkungan paling sedikit memuat (Pasal 48): a. persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL; b. persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan c. berakhirnya Izin Lingkungan.



5.1.1.2.Pengertian UKL-UPL (PermenLH No. 13/2010) 1. UKL UPL adalah dokumen pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan (pasal 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 2010). 2. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal wajib memiliki UKL-UPL (pasal 2). 3. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL ditetapkan oleh ditetapkan olehgubernur atau bupati / walikota berdasarkan hasil penapisan. 4. Penapisan dilakukan dengan pedoman penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PermenLH No. 13 tahun 2010.



5



5. UKL-UPL disusunoleh pemrakarsasesuai denganformat penyusunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II PermenLH No. 13 tahun 2010. 6. Pemrakarsa mengajukan UKL-UPL kepada kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota apabila usaha dan/atau kegiatanberlokasi pada 1 (satu) wilayah kabupaten/kota. 7. Pemrakarsa mengajukan UKL-UPL kepada kepala instansi lingkungan hidup provinsi apabila usaha dan/atau kegiatanberlokasi pada lebih dari 1 (satu) wilayah kabupaten/kota. 8. Kepala instansi lingkungan hidup memberikan tanda bukti penerimaan UKL-UPL kepada pemrakarsa yang telah memenuhi format penyusunan UKL-UPL. Selanjutnya melakukan pemeriksaan yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh unit kerja yang menangani pemeriksaan UKL-UPL. 9. Kepala instansi lingkungan hidup wajib melakukan pemeriksaan UKL-UPL berkoordinasi dengan instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan dan menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya UKL-UPL. 10. Dalam hal terdapat kekurangan data dan/atau informasi dalam UKL-UPL atau SPPL serta memerlukan tambahan dan/atau perbaikan, pemrakarsa wajib menyempurnakan dan/atau melengkapinya sesuai hasil pemeriksaan. 11. Kepala instansi lingkungan hidup wajib menerbitkan rekomendasi UKL-UPL paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya UKL-UPL yang telah disempurnakan oleh pemrakarsa. 12. Bila tidak melakukan pemeriksaan atau tidak menerbitkan rekomendasi UKL-UPL atau persetujuan SPPL dalam jangka waktu tersebut, yang diajukan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dianggap telah diperiksa dan disahkan oleh kepala instansi lingkungan hidup 13. Rekomendasi UKL-UPL digunakan sebagai dasar untuk : - Memperoleh izin lingkungan - Melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup 5.1.1.3.. . . .Penapisan / Penyaringan Kategori (Sesuai lampiran I Permen Lh No. 13 tahun 2010) dan SE KPUPR No.12/ 2014) A. Menurut Lampiran I Permen LH No. 13 Tahun 6



2010 Penapisan terhadap jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL) perlu dilakukan mengingat besarnya rentang jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi UKL-UPL. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal, wajib memiliki UKL-UPL. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur pula bahwa usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKLUPL, wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL). Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan SPPL diatur dengan peraturan Menteri. Secara skematik, pembagian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.



7



Gambar 5.1.



Gambar 5.2.



Bagan Alir Penapisan Penyusunan UKL-UPL



Skema pembagian Amdal, UKL-UPL dan SPPL 8



Skema tersebut di atas dalam pelaksanaannya berbeda-beda untuk setiap daerah sehingga menimbulkan perbedaan pembebanan tanggung jawab bagi pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan untuk daerah yang berbeda walaupun jenis usaha dan/atau kegiatannya adalah sama. Untuk menjamin bahwa UKL-UPL dilakukan secara tepat, maka perlu dilakukan penapisan untuk menetapkan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL- UPL. Adapun usaha dan/atau kegiatan di luar daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL dapat langsung diperintahkan melakukan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai prosedur operasional standar (POS) yang tersedia bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, dan melengkapi diri dengan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL). Disamping itu, mekanisme perizinan telah berkembang ke arah lebih sempurna, sehingga dengan kondisi tersebut beban kajian lingkungan dapat didorong untuk dapat menjadi bagian langsung dari mekanisme penerbitan izin. Sebagai contoh, dalam setiap pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) telah termaktub kewajiban pemrakarsa untuk melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup antara lain: wajib membuat sumur resapan, berjarak tertentu dari batas daerah milik jalan (DAMIJA), dan lain-lain. UKL-UPL merupakan salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam pelaksanaan penerbitan izin lingkungan, sehingga bagi usaha dan/atau kegiatan yang UKL-UPLnya ditolak maka pejabat pemberi izin wajib menolak penerbitan izin bagi usaha dan/atau kegiatan bersangkutan. UKL-UPL dinyatakan berlaku sepanjang usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan perubahan lokasi, desain, proses, bahan baku dan/atau bahan penolong. Bagi UKL-UPL yang telah dinyatakan sesuai dengan isian formulir atau layak, maka UKL- UPL tersebut dinyatakan kadaluarsa apabila usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak rekomendasi atas UKL-UPL diterbitkan. B. Langkah dan rencana usaha



kriteria penapisan jenis dan/atau kegiatan yang wajib 9



dilengkapi dengan UKL-UPL Menurut Lampiran I Permen LH No. 13 Tahun 2010 Penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL dilakukan dengan langkah berikut: LANGKAH PERTAMA 1. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak termasuk dalam jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi amdal. a. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak termasuk dalam daftar jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi amdal, baik yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup atau keputusan bupati/walikota sesuai kaidah penetapan wajib amdal; Catatan: Bupati/walikota atau Gubernur DKI Jakarta atas pertimbangan ilmiah dapat menetapkan suatu jenis usaha dan/atau kegiatan menjadi wajib amdal atas pertimbangan daya dukung, daya tampung dan serta tipologi ekosistem setempat menjadi lebih ketat dari daftar jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi amdal dalam peraturan Menteri. b. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak berlokasi di kawasan lindung; Catatan: Usaha dan/atau kegiatan yang berbatasan dan/atau berlokasi di kawasan lindung wajib dilengkapi amdal. c. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak berlokasi di lokasi yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan/atau rencana tata ruang kawasan setempat. Catatan: Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi tidak sesuai tata ruang wajib ditolak. LANGKAH KEDUA 2. Pastikan bahwa potensi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan telah tersedia teknologi untuk menanggulangi dampak tersebut. Catatan: Jika tidak tersedia teknologi penanganan dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, maka kemungkinan rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut wajib dilengkapi amdal. LANGKAH KETIGA 10



3. Periksa peraturan yang ditetapkan oleh menteri departemen sektoral atau kepala lembaga pemerintah non departemen (LPND) tentang jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL untuk ditetapkan menjadi usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL. Catatan: -Dalam hal menteri departemen sektoral atau kepala lembaga pemerintah non departemen (LPND) belum menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL, maka lakukan penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL sebagaimana langkah keempat dan langkah kelima. - Dalam hal menteri departemen sektoral atau kepala lembaga pemerintah non departemen (LPND) telah menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL tetapi tidak dilengkapi dengan skala/besaran, atau skala/besarannya ditentukan tetapi tidak ditentukan batas bawahnya, maka lakukan penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL sebagaimana langkah keempat dan langkah kelima. - Dalam hal terjadi perubahan terhadap peraturan yang ditetapkan oleh menteri departemen sektoral atau kepala lembaga pemerintah non departemen (LPND) tentang jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL, maka ketentuan dalam langkah ketiga ini wajib mengikuti peraturan yang mengalami perubahan tersebut. LANGKAH KEEMPAT 4. Lakukan penapisan rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut untuk memastikan bahwa dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut memerlukan UKL-UPL atau SPPL dengan menjawab pertanyaan berikut: Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut akan memberikan dampak terhadap lingkungan hidup dan memerlukan UKL-UPL berdasarkan kriteria berikut: Jenis kegiatan



Ya/Tidak Jelaskan!



Skala/besaran/ukuran Kapasitas produksi Luasan lahan yang dimanfaatkan



11



Limbah dan/atau cemaran dan/atau dampak lingkungan Teknologi digunakan



yang



tersedia



dan/atau



Jumlah komponen lingkungan hidup terkena dampak Besaran investasi Terkonsentrasi atau tidaknya kegiatan Jumlah tenaga kerja Aspek sosial kegiatan Sumber : Permen LH No. 13 Tahun 2010



Apabila diberikan jawaban "Ya" pada salah satu kriteria tersebut, maka diindikasikan kegiatan tersebut wajib dilengkapi dengan UKL-UPL. LANGKAH KELIMA 5. Tetapkan jenis dan skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut wajib dilengkapi dengan UKL-UPL atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL). Catatan:Pemerintah daerah dapat menetapkan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL di luar jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL- UPL yang ditetapkan oleh menteri departemen sektoral atau kepala lembaga pemerintah non departemen (LPND). C. Tata Cara Penapisan untuk Menentukan Wajib Tidaknya Suatu Rencana Usaha Dan/atau Kegiatan memiliki AMDAL Menurut Lampiran II Permen LH No. 5 Tahun 2012 Tata cara penapisan untuk menentukan wajib tidaknya suatu rencana usaha dan/atau kegiatan memiliki Amdal menurut Lampiran II Permen LH no. 5 tahun 2012 adalah sebagai berikut. 1. Pemrakarsa mengisi ringkasan informasi awal atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan. lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011. 2. Uji ringkasan informasi dengan daftar jenis rencana usaha dan/ataukegiatan yang wajib memiliki amdal (Lampiran I) 12



3. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; TERMASUK dalam daftar pada lampiran I, maka: 4. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan, disimpulkan wajib memiliki amdal. 5. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; TIDAK TERMASUK dalam daftar pada lampiran I, maka: 6. Uji lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan apakah lokasi tersebut berada di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung? Catatan: a. Gunakan daftar kawasan lindung pada Lampiran III (kawasan lindung dimaksud wajib ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundangan); dan b. Gunakan kriteria berbatasan langsung dengan kawasan lindung (Pasal 3 ayat (3)). 7. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang TIDAK BERADA di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung, maka: 8. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan, disimpulkanwajib memiliki UKL-UPL atau SPPL (Lihat Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang UKL-UPL dan SPPL). 9. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; BERADA di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung, maka: 10. Uji ringkasan informasi dengan kriteria pengecualian atas jenis daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan 13



amdal yang berada dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung (Pasal 3 ayat (4)). 11. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; TERMASUK dalam kriteria pengecualian dalam Pasal 3 ayat (4), maka: 12. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan, disimpulkan wajib memiliki UKL-UPL atau SPPL (Lihat Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang UKL-UPL dan SPPL). 13. Jika: a. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; atau b. terdapat usaha dan/atau kegiatan pendukung atas usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang; TIDAK termasuk dalam kriteria pengecualian dalam Pasal 3 ayat (4), maka: 14. Terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan, disimpulkan wajib memiliki Amdal.



14



Gambar 5.3. Bagan Alir Tata Cara Penapisan untuk Menentukan Wajib Tidaknya Suatu Rencana Usaha Dan/atau Kegiatan memiliki AMDAL Menurut Lampiran II Permen LH No. 5 Tahun 2012 5.1.1.4. Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal (Bidang Sumber Daya Air, terkait Daerah Irigasi) (Permen LH No. 5 / 2012) 1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan



15



2.



3. 4.



5.



6.



7.



8.



bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri LH No.5 Tahun 2012. Untuk menentukan rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud diatas, pemrakarsa melakukan penapisan sesuai dengan tata cara penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri tersebut. Terhadap hasil penapisan tersebut, instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota menelaah dan menentukan wajib tidaknya rencana Usaha dan/atau Kegiatan memiliki Amdal. Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal dapat ditetapkan menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal, apabila: a. dampak dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dapat ditanggulangi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau b. berdasarkan pertimbangan ilmiah, tidak menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana tersebut wajib memiliki UKL-UPL atau suratpernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundanganmengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL atau surat pernyataankesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan bidang Pekerjaan Umum, terkait Daerah irigasi Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup mempertimbangkan skala/besaran kawasan perkotaan (metropolitan, besar, sedang, kecil) yang menggunakan kriteria yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku yang mengatur tentang 16



penyelenggaraan penataan ruang (Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang) atau penggantinya, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.1. Jenis Rencana Kegiatan bidang Pekerjaan Umum, terkait Daerah irigasi, Yang Wajib Memiliki Amdal menurut Permen LH No. 5 / 2012 Skala / No. Jenis Kegiatan Alasan Ilmiah Khusus Besaran 2



Daerah Irigasi a. Pembangunan dengan luas



baru



> ha



3.000



-



-



-



b. Peningkatan luas tambahan



dengan



>1.000 ha



-



c. Pencetakan sawah, luas (perkelompok)



> 500 ha



-



Mengakibatkan perubahan iklim mikro dan ekosistem kawasan Selalu memerlukan bangunan utama (headworks) dan bangunan penunjang (oppurtenants structures) yang besar sehingga berpotensi untuk mengubah ekosistem yang ada Mengakibatkan mobilisasi tenaga kerja yang signifikan pada daerah sekitarnya, baik pada saat pelaksanaan maupun setelah pelaksanaan Membutuhkan pembebasan lahan yang besar sehingga berpotensi menimbulkan dampak sosial Menyesuaikan den PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi, terkait kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Pusat untuk pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dengan luas > 3.000 Ha Berpotensi menimbulkan dampak negatif akibat perubahan ekosistem pada kawasan tersebut. Memerlukan bangunan tambahan yang berpotensi untuk mengubah ekosistem yang ada. Mengakibatkan mobilisasi manusia yang dapat menimbulkan dampak sosial. Perubahan neraca air Memerlukan alat berat dalam jumlah yang cukup banyak. Perubahan Tata Air.



Sumber : Lampiran I Permen LH No. 5 / 2012



5.1.1.5.. . .Kegiatan Bidang PU yang Wajib Dilengkapi UKL-UPL (terkait Daerah Irigasi) (Permen PU No. 10/PRT/M/2008) Peraturan Menteri ini sebagai kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup bidang Pekerjaan Umum. Tujuan diberlakukannya Peraturan Menteri ini untuk memberikan acuan dan kemudahan penyaringan kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKPL/UPLberdasarkan pengalaman, perkembangan ilmu 17



pengetahuan dan teknologidalam pembangunan yang berkelanjutan. Jenis usaha da/atau kegiatan Bidang Pekerjaan Umum khususnya tentang Daerah Irigasi DI yang wajib dilengkapi UKL-UPL dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 5.2. Jenis Rencana Kegiatan bidang Pekerjaan Umum, terkait Daerah irigasi, Yang Wajib Memiliki UKL-UPL menurut Permen PU No. 10/PRT/M/2008 N o. 2



Skala / Besara n



Jenis Kegiatan Daerah Irigasi a. Pembangunan baru dengan luas



500 ha s/d < 2.000 ha



Pertimbangan Ilmiah



Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, meningkatnya pengusahaan dan pemanfaatan sumber daya air yang berpengaruh pada penurunan ketersediaan sumber daya air, pengaruh lingkungan sosial, ekonomi budaya masyarakat b. Peningkatan 500 ha Perubahan bentang alam dan dengan luas s/d < bentuk 1.000 ha lahan, meningkatnya pemanfaatan sumber daya air, pengaruh lingkungan sosial, ekonomi budaya masyarakat. c. Pencetakan 100 ha Perubahan lingkungan alam/lahan, sawah, luas s/d < meningkatnya pengusahaan dan (perkelompok 500 ha pemanfaatan sumber daya air, ) pengaruh lingkungan sosial, ekonomi budaya masyarakat. Sumber : Lampiran Permen PUNo.10 /PRT/M/ 2008



Alasan Khusus



Perubahan ekosistem kawasan neraca air, pencemaran pestisida, timbulnya potensi erosi dan sedimentasi, pemanfaatan sumber daya air, perubahan sosial ekonomi dan budaya.



Perubahan neraca air, peningkatapencemar-an pestisida, timbulnya potensi erosi dan sedimentasi, timbulnya potensi konflik perubahan sosial ekonomi. Perubahan ekosistem lingkungan neraca air, perubahan sosial ekonomi dan budaya.



5.1.1.6......Pedoman Penyusunan Dokumen UKL-UPL (dalam Permen LH 16/2012) 1. Dokumen lingkungan hidup terdiri atas: a. dokumen amdal; b. formulir UKL-UPL; dan c. SPPL. 2. Dokumen Amdal dan formulir UKL-UPL merupakan persyaratan mengajukan permohonan izin lingkungan. 3. Formulir UKL-UPL memuat: a. identitas pemrakarsa; b. rencana usaha dan/atau kegiatan; b. dampak lingkungan yang akan terjadi, dan program 18



c. pengelolaan serta pemantauan lingkungan; d. jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan ingkungan hidup yang dibutuhkan; dan e. pernyataan komitmen pemrakarsa untuk melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam formulir UKL-UPL. f. Daftar Pustaka; dan g. Lampiran 4. Pengisian formulir UKL-UPL dilakukan sesuai dengan pedoman pengisian formulir UKL-UPL sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Permen LH 16/2012 sebagai berikut. A. 1. 2.



Identitas Pemrakarsa Nama Pemrakarsa *) Alamat Kantor, kode pos, No. Telp dan Fax. email.



*) Harus ditulis dengan jelas identitas pemrakarsa, termasuk institusi dan orang yang bertangggung jawab atas rencana kegiatan yang diajukannya. Jika tidak ada nama badan usaha/instansi pemerintah, hanya ditulis nama pemrakarsa (untuk perseorangan) B. Rencana Usaha dan/atau Kegiatan 1 2



3



Nama Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dan dilampirkan peta yang sesuai dengan kaidah kartografi dan/atau ilustrasi lokasi dengan skala yang memadai. Skala/Besaran rencana usaha dan/atau Kegiatan



Keterangan: Tuliskan ukuran luasan dan atau panjang dan/atau volume dan/atau kapasitas atau besaran lain yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang skala kegiatan. Sebagai contoh antara lain: 1. Bidang Industri: jenis dan kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan penolong, jumlah penggunaan energi dan jumlah penggunaan air 2. Bidang Pertambangan: luas lahan, cadangan dan kualitas bahan tambang, panjang dan luas lintasan uji seismik dan jumlah bahan peledak 3. Bidang Perhubungan: luas, panjang dan volume fasilitas perhubungan yang akan dibangun, kedalaman tambatan dan bobot kapal sandar dan ukuran-ukuran lain yang sesuai dengan bidang perhubungan 4. Pertanian: luas rencana usaha



19



dan/atau kegiatan, kapasitas unit pengolahan, jumlah bahan baku dan penolong, jumlah penggunaan energi dan jumlah penggunaan air 5. Bidang Pariwisata: luas lahan yang digunakan, luas fasiltas pariwisata yang akan dibangun, jumlah kamar, jumlah mesin laundry, jumlah hole, kapasitas tempat duduk tempat hiburan dan jumlah kursi restoran 6. Bidang-bidang lainnya



4.



Garis besar komponen rencana usaha dan/atau kegiatan Pada bagian ini pemrakarsa menjelaskan: a. Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang Bagian ini menjelaskan mengenai Kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundangan. Informasi kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang seperti tersebut di atas dapat disajikan dalam bentuk peta tumpang susun (overlay) antara peta batas tapak proyek rencana usaha dan/atau kegiatan dengan peta RTRW yang berlaku dan sudah ditetapkan (peta rancangan RTRW tidak dapat dipergunakan). Berdasarkan hasil analisis spasial tersebut, pemrakarsa selanjutnya menguraikan secara singkat dan menyimpulkan kesesuaian tapak proyek dengan tata ruang apakah seluruh tapak proyek sesuai dengan tata ruang, atau ada sebagian yang tidak sesuai, atau seluruhnya tidak sesuai. Dalam hal masih ada hambatan atau keragu-raguan terkait informasi kesesuaian dengan RTRW, maka pemrakarsa dapat meminta bukti formal/fatwa dari instansi yang bertanggung jawab di bidang penataan ruang seperti BKPTRN atau BKPRD. Bukti-bukti yang mendukung kesesuaian dengan tata ruang wajib dilampirkan. Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut tidak sesuai dengan rencana tata ruang, maka formulir UKL-UPL tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat (3) PP No. 27 Tahun 2012. Disamping itu, untuk jenis rencana usaha dan/atau kegiatan tertentu, pemrakarsa harus melakukan analisis spasial kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) yang tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, atau peraturan revisinya maupun terbitnya ketentuan baru yang mengatur mengenai hal ini. Berdasarkan hasil analisis spatial tersebut, pemrakarsa dapat menyimpulkan apakah lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut berada dalam atau di luar kawasan hutan alam primer dan lahan gambut yang tercantum dalam PIPIB. Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut berada dalam PIPIB, kecuali untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang dikecualikan seperti yang tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, 20



maka formulir UKL-UPL tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut. Kesesuaian terhadap lokasi rencana usaha dan atau kegiatan berdasarkan peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) yang tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, berlaku selama 2 (dua) tahun terhitung sejak Instruksi Presiden ini dikeluarkan. b. Penjelasan mengenai persetujuan prinsip atas rencana kegiatan. Bagian ini menguraikan perihal adanya persetujuan prinsip yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan tersebut secara prinsip dapat dilakukan dari pihak yang berwenang. Bukti formal atas persetujuan prinsip tersebut wajib dilampirkan. c. Uraian mengenai komponen rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak lingkungan Dalam bagian ini, pemrakarsa menuliskan komponen-komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang diyakini dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Uraian tersebut dapat menggunakan tahap pelaksanaan proyek, yaitu tahap prakonstruksi, kontruksi, operasi dan penutupan/pasca operasi. Tahapan proyek tersebut disesuaikan dengan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan. (Catatan: Khusus untuk usaha dan/atau kegiatan yang berskala besar, seperti antara lain: industri kertas, tekstil dan sebagainya, lampirkan pula diagram alir proses yang disertai dengan keterangan keseimbangan bahan dan air (mass balance dan water balance)) C. Dampak Lingkungan yang ditimbulkan dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Bagian ini pada dasarnya berisi satu tabel/matriks, yang merangkum mengenai: 1. Dampak lingkungan yang ditimbulkan rencana usaha dan/atau kegiatan Kolom Dampak Lingkungan terdiri atas empat sub kolom yang berisi informasi: a. sumber dampak, yang diisi dengan informasi mengenai jenis subnkegiatan penghasil dampak untuk setiap tahapan kegiatan (pra- kontruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi); b. jenis dampak, yang diisi dengan informasi tentang seluruh dampak lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan pada setiap tahapan kegiatan; dan c. besaran dampak, yang diisi dengan informasi mengenai: untuk parameter yang bersifat kuantitatif, besaran dampak harus dinyatakan secara kuantitatif. 2. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup Kolom Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri atas tiga sub kolom yang berisi informasi: a. bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi 21



dengan informasi mengenai bentuk/jenis pengelolaan lingkungan hidup yang direncanakan untuk mengelola setiap dampak lingkungan yang ditimbulkan; b. lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi mengenai lokasi dimana pengelolaan lingkungan dimaksud dilakukan (dapat dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan lebih jelas dalam peta pengelolaan lingkungan pada lampiran UKL-UPL); dan c. periode pengelolaan lingkungan hidup, yang diisi dengan informasi mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang direncanakan. 3. Bentuk upaya pemantauan lingkungan hidup Kolom Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup terdiri atas tiga sub kolom yang berisi informasi: a. bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi mengenai cara, metode, dan/atau teknik untuk melakukan pemantauan atas kualitas lingkungan hidup yang menjadi indikator kerberhasilan pengelolaan lingkungan hidup (dapat termasuk di dalamnya: metode pengumpulan dan analisis data kualitas lingkungan hidup, dan lain sebagainya); b. lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi mengenai lokasi dimana pemantauan lingkungan dimaksud dilakukan (dapat dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan lebih jelas dalam peta pemantauan lingkungan pada lampiran UKL-UPL); dan c. periode pemantauan lingkungan hidup, yang diisi dengan informasi mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk upaya pemantauan lingkungan hidup yang direncanakan. 4. Institusi pengelola dan pemantauan lingkungan hidup Kolom Institusi Pengelola dan Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi mengenai berbagai institusi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup yang akan: a. melakukan/melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup; b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup; dan c. menerima pelaporan secara berkala atas hasil pelaksanaan komitmen pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan lingkup tugas instansi yang bersangkutan, dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam bagian ini, Pemrakarsa dapat melengkapi dengan peta, sketsa, atau gambar dengan skala yang memadai terkait dengan program pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Peta yang disertakan harus memenuhi kaidah-kaidah kartografi. 22



D. Jumlah dan Jenis Izin IZIN PPLH yang Dibutuhkan Dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan yang diajukan memerlukan izin PPLH, maka dalam bagian ini, pemrakarsa menuliskan daftar jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan berdasarkan upaya pengelolaan lingkungan hidup. E. Surat Pernyataan Bagian ini berisi pernyataan/komitmen pemrakarsa untuk melaksanakan UKL-UPL yang ditandatangani di atas kertas bermaterai. F. Daftar Pustaka Pada bagian ini utarakan sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan UKL-UPL baik yang berupa buku, majalah, makalah, tulisan, maupun laporan hasil-hasil penelitian. Bahan-bahan pustaka tersebut agar ditulis dengan berpedoman pada tata cara penulisan pustaka. G. Lampiran Formulir UKL-UPL juga dapat dilampirkan data dan informasi lain yang dianggap perlu atau relevan, antara lain: 1. bukti formal yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan tersebut secara prinsip dapat dilakukan; 2. bukti formal bahwa rencana lokasi Usaha dan/atau Kegiatan telah sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku (kesesuaian tata ruang ditunjukkan dengan adanya surat dari Badan Koordinasi Perencanaan Tata Ruang Nasional (BKPTRN), atau instansi lain yang bertanggung jawab di bidang penataan ruang); 3. informasi detail lain mengenai rencana kegiatan (jika dianggap perlu); 4. peta yang sesuai dengan kaidah kartografi dan/atau ilustrasi lokasi dengan skala yang memadai yang menggambarkan lokasi pengelolaan lingkungan hidup dan lokasi pemantauan lingkungan hidup; dan 5. data dan informasi lain yang dianggap perlu. 5.1.1.7.....Pemeriksaan dan Penilaian Dokumen UKLUPL (dalam Lampiran VIII Permen LH 08/2013) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang izin Lingkungan, proses izin lingkungan juga diintegrasikan dalam pemeriksaan UKL-UPL. Pemeriksaan UKL-UPL dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. 1. penerimaan dan pemeriksaan administrasi permohonan izin lingkungan dan UKL-UPL; 2. pemeriksaan substansi UKL-UPL



23



Tabel 5.3.



N o A



B



Panduan Uji Administrasi Permohonan Izin Lingkungan dan UKL-UPL



Kelengkapan Administrasi Permohonan Izin Lingkungan 1. Dokumen pendirian usaha atau kegiatan 2. Profil Usaha atau kegiatan 3. Formulir UKL-UPL Formulir UKL-UPL 1. Periksa ada tidaknya bukti formal bahwa rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan telah sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku



2.



Ada



Tida k ada



Keterangan



(kolom ini diisi dengan penjelasan yang dianggap perlu, misal : a. Kesimpulan adanya bukti adalah dengan dilampirkannya overlay lokasi rencana kegiatan dengan peta tata ruang yangberlaku oada lampiran dalam dokumen; b. Kesesuaian tat ruang ditunjukkan dengan adanya surat dari Badan Koordinasi Perencanaan Tata Ruang Nasional atau instansi lain yang bertanggung jawab dibidang penataan ruang; dan/atau c. Referensi bukti lainnya)



Periksa apakah formulir UKL-UPL yang disampaikan untuk usaha dan/ataukegiatanyang masih dalam tahap perencanaan atau tidak ?



Catatan : Apabila Usaha atau kegiatan yang diajukan untuk diperiksa formulir UKL_UPL nya telah dilakukan pra konstruksi, konstruksi, operasi dan/atau pasca operasi, maka usaha dan/atau kegiatan tersebutwajib ditolak formulir UKL-UPL nya serta tidak dapat dilakukan pemeriksaan



24



N o



Kelengkapan Administrasi UKL-UPL. Terhadap usaha dan/atau kegiatan tersebut dilakukan mekanisme lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 3. Periksa adanya bukti formal yang menyatakan bahwa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan secar prinsip dapat dilakukan



Ada



Tida k ada



Keterangan



(kolom diisi dengan keterangan bahwa kesimpulan adanya bukti formal tersebut didukung dengan adanya kopi bukti tersebut pada lampiran dalam dokumen)



4. Data dan informasi lain yang dianggap perlu dan relevan 5. Muatan formulir UKL-UPL sudah sesuai dengan pedoman penyusunan formulir UKL-UPL. Muatan tersebut adalah : a. Identitas pemrakarsa; b. rencana usaha dan/ataukegiatan; c. dampak lingkungan yang akan terjadi dan program pengelolaan serta pemantauan lingkungan d. jumlah dan jenis izin PPLH yang dibutuhkan; e. pernyataan komitmen pemrakarsa untuk melaksanakan ketentuan yangtercantum dalam formulir UKL-UPL; f. daftar pustaka; g. lampiran 6. Matriks atau tabel UKL-UPL memuat elemen-elemen : a. Dampak lingkungan yang terjadi, yang terdiri atas : 1) Sumber dampak 2) Jenis dampak 3) Besaran dampak b. upaya pengelolaan lingkungan hidup, yang terdiri atas : 1) bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup 2) lokasi pengelolaan



25



N o



Kelengkapan Administrasi



Ada



Tida k ada



Keterangan



lingkungan hidup 3) periode pengelolaan lingkungan hidup c. upaya pemantauan lingkungan hidup, yang terdiri atas : 1) bentuk upaya pemantauan lingkungan hidup 2) lokasi pemantauan lingkungan hidup 3) periode pemantauan lingkungan hidup d. instansipengelolaan lingkungan hidup 7. Peta pengelolaan lingkungan hidup 8. Matriks rencana pemantauan yangmemuat elemen : a. Dampak yang dipantau b. Bentuk pemantauan lingkungan hidup c. Institusi pemantau lingkungan hidup 9. Peta pemantauan lingkungan hidup Sumber : Permen LH No. 8 Tahun 2013



Tabel 5.4.



Panduan Pemeriksaan Formulir UKL-UPL



No .



Kriteria rekomendasi Persetujuan UKL-UPL



1



Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundangundangan



2



Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sumber daya alam yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.



Hasil Pemeriks aan



Keterangan Pemeriksa UKL-UPL wajib menilai keseuaian lokasi rencana kegiatan dengan rencana tata ruang dan keseuaian dengan peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) yang tercantum dalam Inpres no. 6 tahun2013, atau peraturan revisinya maupun terbitnya ketentuan baru yang mengatur tentang hal ini.



26



No .



Kriteria rekomendasi Persetujuan UKL-UPL



3



Kepentingan pertahanan keamanan Kemampuan pemrakarsa yang bertanggung jawab dalam menanggulangi dampak negatif yang akan ditimbulkan dari kegiatan yang direncanakan. Rencana kegiatan tidak menggangu nilai-nilai sosial atau pandangan masyarakat (emic view) Rencana kegiatan tidak akan mempengaruhi dan/atau mengganggu entitas ekologis yang merupakan :



4



5



6



Hasil Pemeriks aan



Keterangan



a. Entitas dan/atau spesies kunci b. Memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance) c. Memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importance) d. Memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance) 7 Rencana kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap kegiatan yang telah berada di sekitar rencana likasi kegiatan. 8 Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi rencana kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkunagn dimaksud. Sumber : Permen LH No. 8 Tahun 2013



5.1.2...........................................................Sistem Irigasi Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti yang diamanatkan dalam UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sedangkan beberapa turunan peraturannya antara lain: Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2006 tentang Irigasi, Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2008 tentang Air Tanah, 27



Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 390jPRTjMj2008 tentang Penetapan status daerah irigasi yang pengelolaaannya menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dengan pembatalan Undang – Undang No.7 Tahun 2004 tentang sumber daya air bahwa sumber daya air perlu dimanfaatkan, dikelola secara terpadu dengan pengaturan yang bersifat spesifik, dari hulu hingga hilir yang berwawasan lingkungan, dasar perencanaan di bidang sumber daya air kembali ke Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Menurut definisinya Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Undang Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mengatur kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan sistem irigasi. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dengan luas 1.000 - 3.000 Ha dan sistem irigasi dengan luas < 1.000 Ha yang lintas kabupaten menjadi tanggungjawab dan kewenangan pemerintah provinsi. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dengan luas < 1.000 Ha dan yang utuh dalam kabupatenjkota menjadi tanggung jawab pemerintah kabupatenjkota yang bersangkutan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, pemerintah provinsi berwenang dan bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya 1.000 - 3.000 Ha atau daerah irigasi yang bersifat lintas kabupatenjkota. Pemerintah kabupaten / kota berwenang dan bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya kurang dari 1.000 Ha. Pengertian



Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. 28



laringan Irigasi Primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/prirner, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya. Jaringan Irigasi Sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya. Pengelolaan Jaringan Irigasi adalah kegiatan yang meliputi operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi. Pemeliharaan Jaringan Irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. Rehabilitasi Jaringan Irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula. Peningkatan Jaringan Irigasi ialah meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan.



kegiatan



Saluran Tersier adalah saluran yang berhubungan langsung dalam pelayanan air dengan lahan pertanian. Saluran Utama adalah saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan sungai, yang terdiri antara lain saluran sekunder dan saluran primer. Adapun kewenangan pengelolaan jaringan irigasi berdasarkan Peraturan Pemerint ah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dan Kepmen PU No 390/KPTS/M/2007 adalah sebagai berikut: 1. Daerah Irigasi (D1) dengan luas 3000 Ha menjadi wewenang dan tanggung jawab Pusat dalam pengelolaannya. Meskipun telah dilakukan Operasi dan Pemeliharaan yang sebaik-baiknya, secara alami jaringan irigasi cenderung mengalami penurunan tingkat layanan akibat waktu (umur prasarana dan sarana) sampai pada tahapan kritis tingkat iayanan menurun tajam dari rencana semula yang berakibat pada penurunan kinerja. Untuk menangulangi hal tersebut, dalam jangka waktu tertentu perlu dilakukan upaya-upaya 29



rehabilitasi guna menqernbatikan kemampuan layanan jaringan irigasi sesuai dengan desain rencana. Rehabilitasi adalah suatu proses perbaikan sistem jaringan yang meliputi perbaikan fisik atau non-fisik untuk mengembalikan tingkat pelayanan sesuai desain semula, maksimum yang pernah dicapai atau sesuai dengan kondisi lapangan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah dana OAK untuk kegiatan rehabilitasl sistem irigasi yang menjadi kewenangan dan tangung jawab pemerintah daerah hanya dikhususkan untuk kegiatan fisiko Kegiatan rehabilitasi sistem irigasi secara umum dilakukan antara lain untuk jenis-jenis bangunan: •



Bendungan/waduk/reservoir/embung/situ tampungan air iainnya untuk keperluan air irigasi;



dan



• Bangunan utama bendung/intake,dll); • Saluran (induk, primer, sekunder, tersier, pembuang / drainase, suplesi, dll); •



Bangunan pelengkap lainnya (bangunan bagi/sadap, pintu air, gorong gorong, talang, siphon, pintu bilas, jembatan dan jalan inspeksi, got, saluran drainase, kantong lumpur, dll).



5.1.3.Pendekatan Teknis Pada pendekatan teknis akademis, kajian dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teori dalam menyusun konsep pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Pendekatan secara teknis ini dapat dilakukan dengan melakukan kajian secara teoritis dan komparatif penyusunan kebijakan dan strategi terdahulu maupun kebijakan di atasnya, sesuai aspek-aspek terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup. Target prioritas dari pendekatan ini adalah memperoleh informasi dan data pengelolaan dan pemantauan yang lebih baik yang lebih tepat sasaran. 5.1.4.Pendekatan Aktual Pendekatan aktual lebih mengarah kepada identifikasi kondisi saat ini mengenai kondisi wilayah studi. Kecenderungan dari pendekatan ini yaitu mencoba untuk menjabarkan isu lingkungan aktual yang berkembang di wilayah studi pada saat ini, sehingga dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menjaring input permasalahan yang dihadapi dalam mengelola kawasan itu sendiri. 30



Pendekatan aktual ini dapat dilakukan dengan menjaring isu-isu yang berkembang dan diperoleh dari kajian-kajian sebelumnya yang terkait dengan berbagai aspek terkait pengelolaan wilayah studi, serta perubahan-perubahan kondisi lingkungan hidup yang perlu diantisipasi di masa mendatang. Penjaringan isu ini dapat sebagai dasar awal bagi pengkajian lebih lanjut dalam menyusun pola konsep kebijakan yang ideal, dengan melakukan pengamatan langsung kondisi di obyek pengamatan. Kegiatan ini antara lain dilakukan dengan melakukan survei dan pengambilan sampling pada beberapa lokasi yang ditentukan, dan merekam isu dan kondisi terkini yang terjadi, kemudian merumuskan identifikasi permasalahan untuk dijabarkan dalam tahap analisis dan perumusan konsep pengelolaan dan pemantauan.



5.1.5.Pendekatan Partisipatif Pada pendekatan partisipatif, kajian dirumuskan dengan melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dengan pengelolaan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dan saran pemangku kepentingan di daerah, dimana dapat diperoleh feedback berupa pemberian informasi yang tepat sasaran dan sesuai dengan demand dan kondisi aktual di lapangan. Dalam pendekatan secara partisipatif ini, keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dilakukan secara aktif dan dapat dilakukan dalam berbagai cara antara lain wawancara maupun kuesioner. Hasil penyusunan konsep kebijakan dan strategi tersebut tentunya perlu disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan selaku penerima langsung maupun tidak langsung atas konsep baru ini, yang kemudian sekaligus akan mengawasi jalannya konsep baru tersebut (monitoring). 5.2. METODOLOGI 5.2.1. Metodologi Penyusunan Pekerjaan Secara umum, pekerjaan UKL-UPL Rehabilitasi Daerah Irigasi ini, melalui proses sebagai berikut: PERSIAPAN



PELAKSANAAN



HASIL



Mobilisasi Tim Kerja Studi literatur/Referensi Review kebijakan



Survey lokasi Pengambilan sampling Kompilasi Data Analisis



Laporan UKL-UPL Rehabilitasi Daerah Irigasi



31



Gambar 5.4. Alur Tahapan Pekerjaan Dalam upaya mencapai hasil yang diinginkan, maka berdasarkan ketiga proses dasar tersebut disusun suatu tahapan pekerjaan yang secara garis besar meliputi : 1. Persiapan 2. Pengumpulan data 3. Analisis data 4. Penyusunan UKL UPL 5. Pelaporan/Pembahasan Dalam setiap tahapan-tahapan tersebut dapat dijabarkan metodemetode yang digunakan untuk memperoleh pencapaian yang diharapkan. Penerapan metode yang digunakan dalam tahapan yang direncanakan adalah : a. Persiapan Pekerjaan 1. Metode persiapan: - Briefing awal - Diskusi internal tim 2. Keterlibatan : - Tim Konsultan 3. Perangkat : - Kerangka Acuan Kerja (KAK) - Materi Usulan Teknis 4. Sasaran : - Penjelasan tugas masing-masing tenaga ahli - Penyempurnaan jadwal dan metode kerja - Koordinasi pembagian tugas b. Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan data primer a. Pengamatan/observasi lapangan 1) Metode pelaksanaan: Survey ke lapangan 2) Sumber pengumpulan data: Di lokasi Daerah Irigasi 3) Keterlibatan : Tim Konsultan & Tim Teknis 4) Perangkat : Kamera/video 5) Sasaran : - Profil lingkungan hidup lokasi survey - Identifikasi kondisi aktual lingkungan hidup dilihat dari berbagai aspek terkait - Rekaman (foto/video) b. Wawancara 1) Metode pelaksanaan: - Wawancara terstruktur (dengan kuesioner/panduan) - Wawancara bebas (dialog) - Pengambilan sample 32



2) Sumber pengumpulan data: - Kantor BLH dan PSDA - Instansi-instansi terkait dengan aspek yang dikaji - Masyarakat P3A selaku penerima hasil rehabilitasi Daerah Irigasi 3) Keterlibatan : - Tim Konsultan - Pemda BLH dan PSDA - Perangkat instansi terkait - Masyarakat 4) Perangkat : - Kuesioner/daftar pertanyaan - Kamera & Tape recorder 5) Sasaran : - Pola pengelolaan dan pemantauan Daerah irigasi saat ini - Sample air, tanah dan udara - Respon dan tanggapan masyarakat terhadap pengelolaan selama ini 2. Pengumpulan data sekunder a. Survei data instansi 1) Sumber pengumpulan data: - Instansi terkait : BLH dan PSDA - Biro Pusat Statistik 2) Keterlibatan : - Tim Konsultan 3) Perangkat : - Daftar kebutuhan data 4) Sasaran : - Kebijakan daerah terkait pengelolaan kawasan Daerah Irigasi - Data statistik terkait - Peta, gambar atau denah pendukung. b. Studi literatur 1) Metode pengumpulan data: - Kajian/studi akademis - Studi literatur internet - Studi literatur pustaka 2) Keterlibatan : - Tim Konsultan 3) Perangkat : - Daftar kebutuhan data c. Analisis Data 1) Metode analisis : - Kompilasi dan kategorisasi data - Analisis data kualitatif - Analisis data kuantitatif - Identifikasi permasalahan dan isu terkini 2) Keterlibatan : 33



- Tim Konsultan 3) Perangkat : - Data hasil survey dan wawancara(data primer) - Data hasil studi literatur (data sekunder) - Data hasil penelitian laboratorium 4) Target : - Pengelompokan data - Identifikasi permasalahan - Analisis penajaman aspek pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup d. Perumusan Hasil Kajian 1) Metode perumusan : - Perumusan konsep pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Rehabilitasi Daerah Irigasi 2) Keterlibatan : - Tim Konsultan 3) Perangkat : - Hasil analisis 4) Target : - Perumusan hasil analisis pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Rehabilitasi Daerah Irigasi e. Pelaporan & Diskusi Metode - ALUR Rapat Pembahasan TAHAPAN METODE KETERLIBATAN 2) Keterlibatan : - Tim Konsultan Briefing awal Konsultan PERSIAPAN - Tim Teknis Diskusi Internal Tim 3) Perangkat : - Laporan Pendahuluan, Antara, Laporan Draft Final, dan Laporan Final DATA PRIMER Konsultan Observasi Lapangan Tim Teknis 4) Target : PENGUMPULAN DATA Wawancara Pemda/instansi daerah - Dokumen Pelaporan Masyarakat - Masukan substansi dalam Rapat Pembahasan



ANALISIS DATA



DATA SEKUNDER Survei data instansi Studi literatur



Konsultan Instansi pemerintahan Instansi lainnya



Seleksi dan kategorisasi data Visualisasi data Analisis data



Konsultan



ALTERNATIF PENAJAMAN ASPEK PERUMUSAN HASIL KAJIAN



Konsultan



KONSEP/DRAFT UKL - UPL



PENYEMPURNAAN KONSEP



Revisi penajaman UKL-UPL



Konsultan Tim Teknis



34 FINALISASI KONSEP KEMITRAAN KONSEP



Konsultan Tim Teknis



Gambar 5.5. Bagan Alir Metode Pelaksanaan Kajian



5.2.2. Metodologi dalam penyusunan dokumen 5.2.2.1. Pendekatan Teknologi Pada hakekatnya seluruh dampak lingkungan komponen fisik dapat ditanggulangi dengan pendekatan teknologi. Pendekatan perekayasaan ini dimungkinkan untuk komponen fisik dan biologis. Untuk komponen fisik penanganannya menggunakan pendekatan techno engineering dan biologis menggunakan bio engineering. Pendekatan ini merupakan pendekatan teknologi yang digunakan untuk mengelola dampak penting terhadap lingkungan hidup, yaitu : a. Pendekatan teknologi untuk udara ambient (debu dan gas) dan kebisingan dilakukan dengan melakukan penanaman buffer zone (tanaman penyangga) sepanjang jalan yang dilewati alat-alat angkutan dan operasional. b. Untuk iklim (suhu dan kelembaban udara), perubahan kualitas tanah dan erosi dilakukan dengan melakukan perhitungan dampak yang akan terjadi dari kegiatan operasional pelabuhan, sehingga peruntukan lahan tidak akan terganggu dan segera mungkin melakukan upaya pengelolaan lingkungan bila terjadi dampak yang timbul dari kegiatan tersebut. c. Pendekatan teknologi untuk pengelolaan kualitas air sungai yaitu dengan melakukan upaya pengelolaan terhadap proses erosi tanah baik dari lahan yang terbuka atau penyaliran dari stockpile agar tidak langsung masuk ke badan sungai. d. Untuk komponen biologi (biota perairan) yaitu dengan melakukan pengelolaan terhadap wilayah habitat biota perairan, juga dengan menanam tanaman mangrove swarm (bakau rawa) yang fungsinya bisa menyerap logam dasar maupun logam berat yang terdapat pada sungai, dan juga sebagai habitat biota sungai. e. Pendekatan teknologi untuk perekonomian, proses disosiatif dan sikap persepsi masyarakat adalah dengan melakukan pendekatan musyawarah yang dipadukan dengan pendekatan hukum formal dalam penanganan konflik yang terjadi dalam proses pembebasan lahan, penerimaan tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja. 35



5.2.2.2. Pendekatan Sosial Ekonomi Pendekatan sosial ekonomi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Membangun partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan, pengendalian dan penanggulangan pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas kegiatan. b. Mengembangkan pendekatan musyawarah dan persuasif yang dipadukan dengan pendekatan hukum formal dalam penanganan dan penyelesaian suatu masalah antara perusahaan dan masyarakat disekitarnya. c. Mengadakan dialog dengan masyarakat untuk mengetahui pendapat dan keluhan yang terjadi akibat adanya kegiatan perusahaan untuk menekan dampak negatif suatu masalah yang timbul dimasyarakat sekitarnya. d. Pengalokasian anggaran perusahaan yang mencukupi untuk mendukung pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan secara optimal. 5.2.2.3. Pendekatan Institusi Pendekatan ini merupakan mekanisme institusi (kelembagaan) yang akan dilakukan pemrakarsa dalam rangka menaggulangi dampak penting terhadap lingkungan hidup, yaitu: a. Membentuk unit kerja upaya pengelolaan lingkungan hidup di lingkup daerah irigasi yang dilengkapi dengan personalia, peralatan dan fasilitas kerja yang memadai untuk upaya pengelolaan lingkungan. b. Menyusun Standard Operational Prosedure (SOP) pencegahan, pengendalian dan penanggulangan pencemaran lingkungan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku termasuk mengembangkan dan mengoptimalkan komunikasi dan koordinasi serta kerjasama dengan aparat pemerintahan dan aparat keamanan dalam patrol perlindungan dan pengamanan lingkungan. c. Mengembangkan komunikasi, koordinasi dan tukar informasi dengan aparat pemerintahan setempat, dinas instansi terkait dan perusahaan terhadap kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. d. Membangun kerjasama dan komunikasi kemitraan dengan masyarakat untuk mempelajari dan menilai usulan dan permohonan bantuan yang disampaikan masyarakat serta memberikan masukan kepada pihak manajemen dalam pelaksanaan program community development atau dengan kerjasama kemitraan. e. Mengembangkan kegiatan sosial kemasyarakatan secara bersama-sama untuk mempererat hubungan sosial dan



36



semangat kerjasama antara perusahaan dan masyarakat disekitar wilayah operasional irigasi. f. Membuka ruang bagi terselenggaranya dialog dan diskusi dengan berbagai pihak berkenaan dengan kinerja upaya pengelolaan lingkungan hidup yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh kelompok petani pengguna air. g. Membangun komunikasi dan koordinasi dengan aparat desa dan pemerintah daerah setempat dalam upaya perlindungan dan pengamanan lingkungan serta penanganan masalah konflik serta sikap dan persepsi masyarakat terhadap kegiatan penggunaan air irigasi. 1) Metode Penilaian Para Ahli Penggunaan metode ini ditujukan untuk menganalisis dan memberikan interpretasi atas suatu fenomena dampak lingkungan yang cenderung bersifat kualitatif dan subyektif. Prakiraan dampak lingkungan dengan metode ini sangat dipengaruhi oleh ketajaman narasumber dan kepakaran para ahli yang dijadikan narasumber dalam metode studi UPL-UKL ini. Penggunaan metode ini dipilih bila metode empiris dan metode analogi tidak dapat secara tepat memberi makna atau interpretasi atas fenomena dampak lingkungan yang terjadi. 2) Metode Penerapan Baku Mutu Penggunaan metode ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai skala kualitas parameter komponen lingkungan yang terukur pada keadaan setelah kegiatan proyek berlangsung dengan ambang batas baku mutu lingkungan yang menjadi acuan dalam studi UPL-UKL ini. Nilai kualitas lingkungan yang terukur pada kondisi rona awal dan setelah berlangsungnya kegiatan yang melebihi ambang batas (baku mutu) lingkungan yang telah ditetapkan, dengan cara mengidentifikasi terjadinya pencemaran atau penurunan kualitas lingkungan yang signifikan dan memerlukan upaya penanganan dan pengelolaan lebih lanjut. Sementara itu, bila skala kualitas lingkungan yang terukur menunjukan masih berada dibawah ambang batas baku mutu lingkungan, hal ini mengidentifikasi bahwa perubahan kualitas lingkungan yang terjadi masih dapat ditoleransi atau tergolong rendah. 5.2.3. Rona Lingkungan Awal Implementasi dari Rona lingkungan awal diinterpretasikan sebagai identifikasi rona awal lingkungan sebelum dilakukan kegiatan di area Kegiatan secara sistematis untuk menghindari terabaikannya dampak negatif sebagai sumber 37



polutan dari kerusakan lingkungan secara keseluruhan. Interpretasi dari rona lingkungan awal adalah melakukan analisis kuantitatif untuk data-data yang terkait dengan lingkungan fisik, kimia dan biologi, sedangkan data sosial budaya dan ekonomi dilakukan secara kualitatif yang dideskripsikan berdasarkan tingkat pengelompokannya. Dengan memperhitungkan berbagai keterbatasan, terutama terkait dengan ruang lingkup (scoping) daerah studi analisis untuk menentukan dampak penting hipotetik yang diperkirakan timbul sebagai akibat kegiatan rehabilitasi Daerah Irigasi, pelingkupan tersebut perlu dilakukan untuk mempermudah dampak penting terutama dampak fisik,kimia dan biologi berdasarkan arah penyebarannya. Pelingkupan tersebut dilakukan dengan mengacu pada rona lingkungan awal, deskripsi kegiatan proyek dari pihak perusahaan, dan kajian tersebut berdasarkan tolok ukur sebelum adanya kegiatan operasional. 1) Metode Pengumpulan dan Analisis Data Data yang diperlukan dalam studi analisis upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan berupa data primer dan data sekunder tetapi dianggap primer karena berdasarkan perhitungan dari instansi terkait. Terhadap komponen fisik dan kimia serta biologi, pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan sampel pada lokasi yang telah ditetapkan. Kemudian sampel di bawa untuk di uji laboratorium, sedangkan data biologi dilakukan dengan mengambil sampel air sungai yang kemudian di uji ke laboratorium. Pengumpulan data sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan untuk kebutuhan tersebut. Dalam memperdalam informasi, data dilakukan juga wawancara dengan tokoh formal, maupun tokoh informal, tokoh adat dan tokoh agama. Untuk mempertajam analisis data kualitatif dilakukan juga diskusi kelompok terarah (focus group discussion) dengan beberapa responden terpilih. 2) Komponen Geo-Fisik-Kimia a. Iklim Mikro i. Parameter Parameter yang ditelaah meliputi curah hujan, jumlah hari/bulan hujan, suhu udara, kelembaban udara relatif, intensitas penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin. ii. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dan informasi iklim mikro di wilayah studi dilakukan melalui data-data sekunder dari instansi terkait yang dalam hal ini Badan Meteorologi dan 38



iii.



iv.



Geofisika (BMG) dan dianggap cukup untuk memperoleh gambaran atas kondisi iklim mikro di wilayah studi. Khusus untuk parameter suhu udara dan kelembaban udara relatif, selain menggunakan data sekunder juga dilakukan pengukuran secara langsung dilapangan. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada pagi hari pukul 06.00 – 08.00, pada siang hari pada pukul 12.00 – 14.00, dan pada malam hari pada pukul 17.00 – 19.00 dengan menggunakan thermometer dan hygrometer. Lokasi Pengukuran suhu udara, dan kelembaban udara relatif dilakukan di 2 (Dua) lokasi, masing-masing yaitu di area Kegiatan dan area dekat pemukiman masyarakat yang dilalui armada pengangkut material bijih besi serta mineral pengikut. Metode Analisa Data Data suhu dan kelembaban udara relatif disajikan dalam bentuk tabulasi dan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai rata-rata yang menggambarkan perbedaan kondisi suhu dan kelembaban relatif pada areal yang berhutan atau belukar rapat dengan areal terbuka. Data iklim mikro yang lain disajikan dalam bentuk tabulasi kemudian di lakukan perhitungan matematis untuk mendapatkan gambaran curah hujan, hari hujan, intensitas penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin dominan yang terjadi di wilayah studi guna menentukan tipe iklim.



b. Kualitas Udara Ambien Parameter Parameter yang akan diuji meliputi konsentrasi partikulat (PM10), NO2, SO2, CO dan O3. ii. Metode Data kualitas udara ambien diperoleh melalui pengujian secara langsung dilapangan. - Metode untuk pengujian (PM10) menggunakan gravimetric dengan sistem radiometri sinar beta-contiunous measurement. - SO2 menggunakan metode flouresensi ultravioletcontiunous measurement. - NO2 menggunakan metode pressure chemiluminesencecontiunous measurement. - CO menggunakan meode fotometri infra merahcontiunous measurement. - O3 menggunakan metode Ultraviolet flouresensi absorbans. Pengujian kualitas udara ambien akan dilakukan oleh Pihak konsultan. iii. Lokasi i.



39



Pengukuran kualitas udara ambien dilakukan 2 (dua) tempat. Pengujian di dua tempat tersebut dipandang sudah mencukupi mengingat sifat udara ambien yang umumnya terpapar secara luas dan sifatnya homogen. Dengan asumsi tersebut maka pengujian di dua lokasi tersebut dapat mewakili kondisi udara ambien yang ada di area Kegiatan. iv. Metode Analisa Data Data hasil pengujian kualitas udara ambien dibandingkan dengan baku mutu udara ambien yang tercantum pada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Untuk penilaian skala kualitas lingkungan digunakan Nilai Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara. Metode pengumpulan dan analisis data kualitas udara ambien disajikan pada tabel berikut Tabel 5.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kualitas Udara Ambien (debu dan gas) Parameter a. PM10 b. NO2



c. CO



Satuan g/Nm3 g/Nm3 mg/N m3



d. SO2



g/Nm3



e. O3



g/Nm3



Metode Pengujian



Metode Analisis Data



gravimetri Pressure ChemiluminesenceContiuous Measurement



Hasil pengujian dibandingkan dengan Lampiran PP 41 tahun



Fotometri Infra merah Contiuous Measurement Flouresensi Ultraviolet Contiuous Measurement Ultraviolet flouresensi absorbans



1999 tentang pencemaran udara



40



c. Kebisingan i. Parameter Parameter yang akan diuji meliputi tingkat kebisingan dan periode kebisingan. ii. Metode pengumpulan data Pengujian kebisingan akan dilakukan dengan menggunakan Integreted Sound Level Meter dengan pengukuran di lakukan sebanyak 2 (dua) kali, dimana pengukuran mewakili siang hari dan masing-masing pengukuran dilakukan selama 1 (satu) jam. iii. Lokasi Lokasi pengujian dilakukan pada area Kegiatan, dan area sekitar pemukiman penduduk. iv. Metode Analisa Data Data kebisingan dibandingkan dengan keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Metode pengumpulan dan analisis data kebisingan disajikan pada tabel Tabel 5.2.



Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kebisingan Paramet er Kebising an



Satua n dB (A)



Metode Metode Analisis Pengujian Data Integrated Sound Level Meter Hasil Pengujian dibandingkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep48/MENLH/1996 tentang Baku Mutu tingkat Kebisingan



Perhitungan prakiran dampak dari kegiatan mobilitas alatalat berat dihitung dengan mengukur kebisingan di lokasi sebagai rona kebisingan awal, sedangkan untuk sumber kebisingan dari alat-alat berat dan kendaraan bermotor disajikan pada tabel sebagai berikut. Tabel 5.3. Intensitas Kebisingan dari Sumber Alat Berat No



Sumber Suara



Intensitas KebisinganPada Jarak 15 m dari sumber (dBA)



1



Traktor



89



2



Backhoe



83



3 4



Generator Float Dozer/Exavator



5



Crushing Plant



76 Loaders/ 80 89



41



Sumber: Webber,H, et al, 1984 Environment Guidelines for Overland Transportation



Tabel 5.4.



Intensitas Kebisingan Kendaraan Bermotor dari Jarak 15 meter dari Sumber Kecepatan Kendaraan (Km/Jam) 9 > 50 60 70 80 0 100 100 Truk Besar 8 1 (dBA) 82 83 84 85 6 87 88 Truk Sedang 8 2 (dBA) 73 77 78 78 3 84 85 7 3 Sedan (dBA) 63 65 70 70 2 74 75 Sumber: Webber,H, et al, 1984 Environment Guidelines for Overland Transportation No



Jenis Kendaraan



d. Sifat Fisik Tanah i. Parameter Parameter sifat fisik tanah yang diukur adalah tekstur, struktur, bobot isi, porositas ii. Metode pengumpulan data Untuk pengujian sifat tanah, sampel tanah diambil dengan menggunakan ring sampler. Pengambilan sampel tanah utuh dilakukan pada kedalaman yaitu pada kedalaman 0 – 30 cm untuk mengukur porositas dan bobot isi. Sedangkan untuk pengukuran permeabilitas dilakukan pada kedalaman 30 – 60 cm. Setelah sampel tanah diperoleh maka hasil tersebut dideskripsikan, karena sifat fisik tanah bisa langsung di analisa deskripsi secara visual saja, jadi dalam hal ini tidak perlu dilakukan laboratorium. iii. Lokasi Pendekatan yang dikembangkan dalam penentuan jumlah dan sebaran pengambilan tanah di lokasi studi, dilakukan pada titik di area Kegiatan. iv. Metode Analisa Data Hasil pengujian sifat fisik tanah akan dibandingkan ke dalam skala kualitas lingkungan berdasarkan kriteria dari pusat penelitian tanah dan agroklimat Departemen Pertanian (1983). e. Sifat Kimia Tanah i. Parameter Parameter sifat kimia tanah yang diuji adalah pH tanah disetiap titik disekitar area Kegiatan. Parameter yang diukur meliputi Fe, Cu, Zn dan Pb, karena keempat unsur tersebut merupakan material tambang yang diproduksi dalam bijih besi dan logam dasar serta mineral ikutan. Kandungan mineral terbesar yang dibawa dari tambang menuju pelabuhan, yang di interpretasikan sebagai sumber polutan terbesar di area tersebut. ii. Metode pengumpulan data 42



iii. iv.



Pengujian parameter kimia tanah, dilakukan melalui sampel yang diambil secara komposit dengan menggunakan skop atau alat pencukil tanah. Sampel diambil pada kedalaman 0 – 120 cm seberat 0,5 – 1 Kg sehingga diperoleh 1 (satu) buah sampel. Sampel tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tempat berupa pollybag dan diberi label lokasi, yang untuk selanjutnya dikirim sebagai upaya uji laboratorium di Universitas Palangka Raya. Lokasi Lokasi pengambilan contoh untuk pengujian sifat kimia tanah sama dengan lokasi untuk pengujian sifat fisik tanah. Metode Analisa Data Hasil pengujian sifat fisik tanah akan dikonversi kedalam skala kualitas lingkungan berdasarkan kriteria dari pusat penelitian agroklimat Departemen Pertanian (1983).



f. Erosi Tanah i. Parameter Untuk memprediksi besarnya erosi permukaan tanah yang terjadi, beberapa alat analisis berupa data curah hujan selama 5 tahun, kelerengan tanah, bahan organik tanah, struktur tanah dan peremabilitas tanah perlu pengkajian dalam menentukan tingkat erosi tanah. ii. Metode pengumpulan data Data curah hujan di dapat dari stasiun meteorology dan geofisika. iii. iv.



Lokasi Lokasi disekitar area Kegiatan. Metode Analisa Data Analisa erosi digunakan model parametrik yang dikembangkan oleh Wischmeier and Smith (1965, 1978) yang dikenal dengan The Universal Loss Equation (USLE). Persamaan uang digunakan adalah memasukan parameter fisik dan pengelolaan lahan yang mempengaruhi laju erosi kedalam 6 parameter utama. Persamaan yang digunakan adalah: A = R.K.LS.C.P dimana : A = Jumlah tanah tererosi R = Indeks Erosivitas Hujan K = Faktor erodibilitas tanah Ls = Faktor Panjang Lereng C = Faktor vegetasi penutup tanah P = Faktor tindakan konservasi tanah



43



g. Kualitas Air Sungai i. Parameter Beberapa jenis parameter yang akan diuji meliputi parameter fisik dan kimia mengacu pada lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Yang meliputi parameter fisik, temperature, DO (dissolved Oxsigen), Fe, Cu, Zn, Pb. ii. Metode pengumpulan data Pengambilan contoh berpedoman pada SNI 06-2421-1991 tentang Pedoman pengambilan contoh untuk pengujian Kualitas Air. Jumlah titik sampling ditentukan setelah dilakukan pengukuran debit aliran sungai. Sungai dengan debit 0 – 15 m3/detik jumlah titik sampling sebanyak 2 (dua) titik. Pengambilan dilakukan secara place and time composite, yaitu contoh air dari beberapa titik sampling tersebut diambil dengan volume yang sama dan di uji laboratorium di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. iii. Lokasi Lokasi sampel air diambil di sungai dengan 1 (satu) titik dan 1 (satu) titik di pemukiman penduduk di sekitar area Kegiatan. iv.



Metode Analisa Data Data hasil pengujian laboratorium dibandingkan dengan lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air terutama untuk kelas II. Parameter kualitas air sungai, metode pengujian yang digunakan dan lokasi pengambilan sampel disajikan pada tabel berikut.



Tabel 5.5. Parameter Kualitas air Sungai dan Metode Pengujian yang digunakan N o



Satua n



Parameter



Metode Uji



1



Temperatur



0



2



mg/l



Gravimetri



3



Zat Padat Terlarut (TDS) Zat Padat Tersuspensi (TSS)



mg/l



Gravimetri



4



pH



-



Potensiometri



5



Besi (Fe)



mg/l



AAS



6



Mangan (Mn)



mg/l



AAS



7



Tembaga (Cu)



mg/l



AAS



8



Zinc (Zn)



mg/l



AAS



mg/l



Spektrofotometri



+6



)



C



Potensiometri



9



Krom Heksavalen (Cr



10



Krom Total (Cr)



mg/l



AAS



11



Kadmium (Cd)



mg/l



AAS



44



N o



Parameter



Satua n



Metode Uji



12



Raksa (Hg)



mg/l



AAS



13



Timbal (Pb)



mg/l



AAS



14



Arsen (As)



mg/l



AAS



15



Selenium (Se)



mg/l



AAS



16



Nikel (Ni)



mg/l



AAS



17



Kobal (Co)



mg/l



AAS



18



Sianida (CN)



mg/l



Spektrofotometri



19



Sulfida (H2S)



mg/l



Titrimetri



20



Flourida (F)



mg/l



Spektrofotometri



21



Klorin Bebas



mg/l



Spektrofotometri



22



Amoniak Bebas (NH3 - N)



mg/l



Spektrofotometri



23



Nitrat (NO3)



mg/l



Spektrofotometri



24



Nitrit (NO2)



mg/l



25



BOD5



mg/l



Spektrofotometri Titrimetri cara Winkler



26



COD



mg/l



Refluks tertutup



27



Phenol



mg/l



Spektrofotometri



28 Minyak/Lemak mg/l Gravimetri Sumber: Lampiran Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metode Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.



3) Komponen Biologi i. Parameter Parameter biota perairan diukur meliputi kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominasi jenis sedangkan nekton hanya sejenis saja. ii. Metode pengumpulan data Pengambilan sampling plankton dilakukan dengan cara pemekatan sampel air. Pemekatan dimaksud agar organism plankton yang tertangkap benar-benar mewakili komunitas plankton di dalam perairan. Air disaring menggunakan jarring plankton (plankton net). Jumlah air yang akan disaring sebanyak 50 liter dan sampling air akan tersaring pada botol penampung berukuran 100 ml (sesuai dengan ukuran botol penampung yang digunakan). Selanjutnya sampel air yang tertampung apda botol penampung dipindahkan ke dalam botol sampel yang telah diberi label. Sampel-sampel yang telah dimasukan kedalam botol sampel diawetkan menggunakan larutan lugol. Pengambilan sampel organisme benthos dilakukan dengan cara mengambil substrat dasar perairan dengan menggunakan alat Eckman Grab. Substrat dasar perairan 45



iii. iv.



yang telah diambil disimpan kedalam toples plastik berlabel dan diawetkan dengan menggunakan larutan formalin 10%. Proses identifikasi jenis dan pencatatan jumlah menurut kelompok taksonomi dan analisis data akan dilakukan di laboratorium. Lokasi Pengambilan sampel untuk biota perairan sama dengan lokasi pengambilan sampel air sungai. Metode Analisa Data Beberapa persamaan matematis yang akan digunakan untuk menganalisis data yaitu: a) Kelimpahan Kelimpahan jenis plankton dihitung menggunakan persamaan : N=nx



A 1 x B C



Dimana: N = Kelimpahan Plankton (Individu/liter) n = Jumlah rata-rata total individu A = Luas Wadah/Utermohl (mm2) B = Luas satu lapang pandang (mm2) C = Volume contoh air yang disaring (liter)



Jumlah kelimpahan organisme benthos akan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : N=



nx 10.000 A



Dimana: N = Kelimpahan Benthos n = Jumlah rata-rata Individu A = Luas Bukaan mulut Eckman Grab (cm2) b) Keanekaragaman Keragaman jenis makrozoobenthos dan plankton akan dihitung dengan indeks Shanon-Wiener (Krebs,1985) yaitu: s



H=∑ I=1



ni n x log 2 i N N 46



Dimana: H = Indeks Keragaman Shanon-Wiener s = Jumlah Taksa n i = Jumlah total jenis ke-i N = Jumlah total keseluruhan jenis (∑ni) c) Keseragaman Keseragaman jenis mikrozoobenthos dan plankton akan dihitung dengan menggunakan Indeks Keseragaman Jenis (E) menggunakan persamaan Margalef dalam Krebs (1985) : H E= H maks Dimana: E = Indeks keseragaman jenis (kisaran 0-1) H = Indeks Keragaman Jenis Shanon-Wiener yang diperoleh Hmaks = Indeks keseragaman jenis maksimum = log 2 S = 33129 log 10 ( S = jumlah total jenis didalam suatu kominitas) Indeks keseragaman jenis (E) berkisar antara nilai 0 hingga 1, dimana : - Bila nilai E mendekati 1 berarti penyebaran individu antar jenis relatif sama - Bila nilai E mendekati 0 berarti penyebaran individu antar jenis relatif tidak sama dan ada sebuah kelompok jenis individu tertentu yang melimpah.. d) Indeks Dominasi Jenis Dominasi jenis mikrozoobenthos dan plankton diukur menggunakan persamaan Simpson (1949):



s



C=∑



I=1



[ ] ni N



akan



2



Dimana: C = Indeks Dominasi Jenis (Kisaran 0-1) S = Jumlah Taksa n i = Jumlah total jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh taksa Indeks Dominasi Jenis (C) berkisar antara 0 hingga 1 dengan nilai maksimum untuk C = 1,00. Hal ini berarti suatu komunitas terbentuk dari organisme tunggal. Keuntungan menggunakan indeks ini adalah indeks ini 47



menyediakan nilai obyektif tunggal yang menjelaskan proporsi hubungan dari berbagai macam kategori biota yang diteliti dan dianalisis. Metode pengumpulan data biota perairan disajukan pada Tabel berikut. Tabel 5.6. Metode Pengumpulan Data Biota Perairan Parameter 1. Plankton



Metode Pengambilan Sampel



Analisis



Metode penyaringan (Filtration method) dengan menggunakan



1. Kelimpahan



Jaring Plankton (Plankton Net)



3. Keseragaman



2. Keanekaragaman 4. Dominasi



2. Benthos



Metode Tangkap segera (Immediate Sampler) menggunakan Ekman - Grab



4) Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya Populasi sosial dalam studi UPL dan UKL di area Kegiatan. Dalam studi UPL dan UKL ini tidak seluruh komponen sosial, ekonomi dan budaya akan diteliti, dengan mengajukan sampling terhadap prosentase kondisi masyarakat disekitar area relatif homogen. Dengan demikian komponen sosial, ekonomi dan budaya cukup dengan menganalisis mata pencaharian. Populasi sosial dalam studi UPL dan UKL di wilayah studi merupakan parameter penting dalam menentukan tingkat perekonomian masyarakat desa tersebut. i. Parameter Beberapa jenis parameter yang digunakan untuk mengukur komponen sosial, ekonomi dan Budaya adalah tingkat perekonomian masyakat setempat sebelum adanya rencana kegiatan dan akan dievaluasi setelah adanya rencana kegiatan trial mining tersebut. Proses Disosiatif (Konflik Sosial) diharapkan dengan adanya rencana kegiatan tersebut proses disosiatif akan berjalan kondusif seiring perkembangan operasional perusahaan. Sikap dan persepsi masyarakat merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur tanggapan masyarakat sekitar terhadap rencana kegiatan tersebut, apakah menerima atau tidak. ii. Metode pengumpulan data Metode yang dilakukan dengan wawancara langsung. Dan untuk kemudian diinterpretasikan kedalam ukuran yang dianggap kuantitatif. iii. Lokasi Lokasi dilakukan pada desa yang akan menerima langsung kehadiran kegiatan operasional Kegiatan. iv. Metode Analisa Data 48



Melakukan wawancara langsung terhadap masyarakat berdasarkan kuesioner yang dibuat, kemudian dari data tersebut yang diinterpretasikan sebagai data kualitatif kemudian dikonversikan menjadi data kuantitatif berdasarkan skala yang merupakan faktor prioritas dalam menentukan data – data sosial 5) Flora dan Fauna i. Parameter Parameter yang digunakan adalah melihat dan wawancara secara langsung kepada masyarakat desa setempat, tentang flora dan fauna yang ada di area dan sekitar rencana kegiatan Kegiatan. ii. Metode pengumpulan data Metode yang dilakukan dengan secara visual dan wawancara langsung ke desa Kalap Kecamatan Kumai. Tentang keberadaan flora dan fauna. iii. Lokasi Lokasi dilakukan pada daerah yang akan menerima langsung kehadiran kegiatan Kegiatan. iv. Metode Analisa Data Melakukan analisis secara visual dan wawancara langsung terhadap masyarakat berdasarkan kuesioner yang dibuat, kemudian dari data tersebut yang diinterpretasikan sebagai data kualitatif kemudian dikonversikan menjadi data kuantitatif berdasarkan skala yang merupakan faktor prioritas dalam menentukan data – data keberadaan flora dan fauna. 6) Kesehatan Masyarakat. i. Parameter Parameter yang digunakan adalah melihat dan wawancara secara langsung kepada masyarakat desa setempat, tentang Preverensi dan insidensi penyakit yang ada di area dan sekitar rencana kegiatan Kegiatan. ii. Metode pengumpulan data Metode yang dilakukan dengan secara visual dan wawancara langsung Tentang penyakit yang selama ini di derita. iii. Lokasi Lokasi dilakukan pada daerah yang akan menerima langsung kehadiran kegiatan operasional Kegiatan. iv.



Metode Analisa Data Melakukan analisis secara visual dan wawancara langsung terhadap masyarakat berdasarkan kuesioner yang dibuat, kemudian dari data tersebut yang diinterpretasikan sebagai data kualitatif kemudian dikonversikan menjadi data 49



kuantitatif berdasarkan skala yang merupakan faktor prioritas dalam menentukan data – data tentang preverensi dan insidensi penyakit. 5.3. PROGRAM KERJA Program kerja penyusunan Pekerjaan UKL / UPL Rehabilitasi DI Kedung Asem Kab. Batang, Kendal mencakup beberapa hal yang dapat diuraikan sebagai berikut. 5.3.1. Tahap Pendahuluan : Persiapan Dalam tahap ini mencakup kegiatan penyusunan laporan pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi dan pendekatan serta pengorganisasian pelaksanaan Pekerjaan UKL / UPL Rehabilitasi DI Kedung Asem Kab. Batang, Kendal. Secara rinci langkah-langkah yang dilakukan dalam Tahap Pendahuluan adalah : 1. Pemahaman KAK Pemahaman KAK bertujuan untuk mengetahui ruang lingkup dan output pekerjaan yang sesuai dengan keinginan pemberi pekerjaan. Pemahaman KAK merupakan dasar pertimbangan untuk membuat rencana kerja dan metode pelaksanaan pekerjaan. 2. Persiapan dan mobilisasi personil Persiapan awal dan mobilisasi personil merupakan tahapan yang perlu dilakukan pada awal pekerjaan yang bertujuan untuk brainstorming awal sekaligus menyamakan persepsi antar personil dalam hal pekerjaan. Tahapan ini melibatkan seluruh personil sesuai dengan yang diuraikan pada KAK. 3. Penyiapan referensi pekerjaan dan studi literatur Referensi pekerjaan dan studi literatur diperlukan sebagai pertimbangan tentang beberapa dasar hukum terkait pekerjaan dan studi sejenis untuk memperkaya metodologi pelaksanaan pekerjaan. 4. Pemantapan metodologi Pemantapan metodologi diperlukan untuk menyempurnakan metodologi yang diusulkan pada usulan teknis dan secara lebih jelas diuaraikan secara diagramatis. 5. Penyusunan rencana kerja Penyusunan rencana kerja dilakukan dengan menyempurnakan rencana kerja yang diusulkan pada usulan teknis yang disesuaikan dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dan tahapan-tahapan pada pelaksanaan pekerjaan. 6. Koordinasi dengan pemberi kerja Kooridnasi dengan pemberi kerja dilakukan dengan bentuk konsultasi substansi kepada tim teknis untuk 50



mencapai kesepakatan, terutama mengenai metodologi dan rencana kerja konsultan untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam Pekerjaan UKL / UPL Rehabilitasi DI Kedung Asem Kab. Batang, Kendal. 7. Pengumpulan data awal Pengumpulan data awal lebih bertujuan pada pengenalan wilayah pengamatan, terutama dalam hal geografis, kondisi fisik alam, kependudukan, sarana dan prasarana, perekonomian dan sosial budaya masyarakat. 8. Orientasi & observasi lapangan (awal) Orientasi dan observasi lapangan awal bermanfaat untuk observasi awal tentang kondisi sarana dan prasarana sanitasi pada wilayah pengamatan. 9. Penyusunan Draft Laporan Pendahuluan 10.Pembahasan Draft Laporan Pendahuluan bersama tim teknis 11.Penyempurnaan Laporan Pendahuluan dengan penyempurnaan materi berdasarkan masukan dari tim teknis 5.3.2. Tahap Antara : Survey dan Penyusunan Gambaran Rencana Kegiatan 1. Penyiapan Desain Survey Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pengumpulan data terdiri atas persiapan survei dan pelaksanaan survei. Persiapan survei meliputi : a. Persiapan dasar, berupa pengkajian data/informasi dan literatur yang telah ada, yang berkaitan dengan pedoman yang hasilnya dapat berupa kebutuhan data yang akan digunakan untuk analisis. b. Mempersiapkan instrumen survei berupa : - Peta dasar wilayah pengamatan. - Menyusun daftar kebutuhan data dan informasi. - Alat-alat ukur dan instrumen pelengkap lainnya. Sedangkan pelaksanaan survei meliputi : a. Survai data instansional, berupa pengumpulan data dari instansi pemerintah terkait. Hasil yang diharapkan berupa uraian, data angka, atau peta mengenai keadaan wilayah, keadaan wilayah di sekitarnya b. Survai lapangan, untuk menguji data instansional dan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Hasilnya berupa peta-peta yang mencakup : - Data wilayah yang menggambarkan kondisi bentang alam, ekosistem, pusat-pusat permukiman dan lain sebagainya, serta program dan proyek yang sudah berjalan yang dipandang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kawasan 51



- Data lingkup wilayah pengamatan, mencakup data yang perlu dipetakan meliputi: penggunaan lahan, kondisi bangunan dan lingkungan, topografi dan kemiringan lahan, geologi atau daya dukung tanah, hidrologi, sumber air, kegiatan penduduk. - Diperlukan pula tambahan data mengenai keaneragaman hayati c. Observasi dan interview untuk melengkapi survey tersebut di atas dan untuk memperoleh data/ informasi yang lebih rinci. Setelah teridentifikasi kebutuhan data, selanjutnya melakukan proses pengumpulan data. Pengumpulan data merupakan proses awal yang menentukan bagi proses selanjutnya. Kelengkapan suatu data adalah salah satu prasyarat keberhasilan analisis dan rencana yang nantinya akan dihasilkan. Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam studi ini meliputi metode pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data sekunder. 2. Pengumpulan Data Primer Metode pengumpulan data primer merupakan pengumpulan data secara langsung dari subjek/objeknya. Cara memperoleh data primer dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik observasi lapangan dan wawancara. Data yang akan diperoleh dengan metode pengumpulan data ini meliputi data kondisi penggunaan lahan, kondisi aktivitas kawasan, kondisi ekosistem kawasan, serta keanekaragamn hayati kawasan. Data ini menunjukkan potensi dan permasalahan pengembangan kawasan. Data primer ini sifatnya sebagai data penunjang dalam proses analisis. Data yang diperoleh dengan metode pengumpulan data primer ini bersumber dari pengamatan lapangan. Teknik pengumpulan data primer merupakan pengumpulan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, yang dalam studi ini dilakukan melalui pengamatan (observasi) langsung di lapangan. Observasi lapangan dalam teknik pengumpulan data primer yang akan dilakukan pada studi ini meliputi 2 (dua) cara, yaitu : a. Pemotretan Lapangan b. Pengamatan Visual 3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder merupakan pengumpulan data secara tidak langsung dari sumber/obyeknya. Data ini dapat diperoleh melalui laporan tahunan instansi, dokumen penelitian atau melalui buku data terbitan resmi dari instansi. Sumber yang terkait bisa dari institusi pemerintah, pendidikan maupun swasta. Pengumpulan 52



data sekunder dalam pekerjaan ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumentasi data dari beberapa instansi yang terkait dengan kebutuhan data. Instansi-instansi yang dapat menjadi sumber data diantaranya Dinas/Instansi Teknis di lingkungan Pemerintah pada lokasi terpilih. Pengumpulan data juga didapat dari hasilhasil penelitian lain yang berkaitan dengan wilayah perencanaan. Teknik pengumpulan data sekunder dalam pekerjaan ini menggunakan teknik pengumpulan data yang dilaksanakan melalui kunjungan instansional.



4. Kompilasi Data Metode kompilasi data merupakan proses pengolahan dan penyajian data dan informasi agar memudahkan proses analisis. Data yang telah dikumpulkan, kemudian diolah melalui tahapan sebagai berikut: a. Tahap identifikasi data, yaitu dengan memilih dan memilah data yang telah terkumpul sesuai dengan jenis dan pemanfaatannya. 1)Editing Semua data yang diperoleh baik yang berupa data primer maupun data sekunder diolah dengan melakukan reduksi data atau memilah data yang benar-benar dibutuhkan dan mendukung kegiatan serta memisahkan data yang sekiranya tidak mendukung, sehingga mudah dalam menganalisis data tersebut. Data yang perlu dilakukan editing pada kegiatan ini meliputi semua data yang telah diperoleh selama melakukan survei lapangan dan kunjungan instansional. 2)Klasifikasi Klasifikasi yaitu proses pemilahan data sesuai analisis masing-masing. Data yang telah terkumpul akan diklasifikasikan sesuai kebutuhan analisisnya. 3)Tabulasi Tabulasi merupakan tahap pengelompokan data dengan memasukkan data dalam bentuk tabel. Data yang diolah dengan tabulasi ini terutama data yang akan dianalisis dengan teknik komparatif baik mengkomparasikan tahun data maupun wilayah. b. Tahap verifikasi data, yaitu pemeriksaan keabsahan data agar data yang diperoleh akurat dan dapat 53



dipertanggungjawabkan. Tahap ini juga disebut sebagai tahap validasi data. c. Tahap penyajian data, yaitu penampilan data hasil olahan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh pembaca. Data yang telah diperoleh dan diolah serta diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, kemudian disajikan dalam bentuk: a. Tabulasi, yaitu menyajikan informasi dalam bentuk tabel-tabel. b. Gambar, yaitu menyajikan informasi dalam bentuk peta-peta. c. Grafik, yaitu menyajikan informasi dalam bentuk grafikgrafik baik grafik bar, grafik garis, maupun grafik pie. 5. Penyusunan Gambaran Rencana Kegiatan Data yang telah dikumpulkan, kemudian diolah dalam penyusunan rencana kegiatan melalui tahapan sebagai berikut: a. Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang. b. Analisis laboratorium kualitas air, kualitas udara ambien, getaran dan keseimbangan Analisis kualitas air meliputi analisis parameter fisik, kimia dan biologi. Analisis kualitas udara ambien meliputi parameter gas, partikel debu dan kondisi fisik. Sedang analisis getaran dan keseimbangan meliputi getaran dan kebisingan. c. Penjelasan mengenai persetujuan prinsip atas renana kegiatan Bagian ini menguraikanperihal adanyapersetujuan prinsip yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan tersebut secara prinsip dapat dilakukan dari pihak yang berwenang. Bukti formal atas persetujuanprinsip tersebut wajib dilampirkan. d. Uraian mengenai komponen rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak lingkungan Dalam bagian ini, pemrakarsa menuliskan komponen rencana usaha yang diyakini dapat menimbulkan dampak terhadaplingkungan. Uraian tersebut dapat menggunakan tahap pelaksanaan proyek, yaitu tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi dan penutupan / pasca operasi. Tahapan proyek tersebut disesuaikan dengan jenis rencana kegiatan. 6. Penyusunan Komponen Lingkungan yang terkena dampak dan prakiraan dampak Pada tahap ini dilakukan penyusunan matriks yang merangkum mengenai : a. Sumber dampak, yang diisi dengan onformasi mengenai jenis subkegiatan penghasil dampak untuk 54



setiap tahapan kegiatan (prakonstruksi, konstruksi, operasi dan penutupan / pasca operasi). b. Jenis dampak,yang diisi dengan informasi mengenai seluruh dampak lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan pada setiap tahapan kegiatan. c. Besaran dampak, yang diisi dengan informasi mengenai : untuk parameter yang bersifat kuantitatif, besaran dampak harus dinyatakan secara kuantitatif. 7. Penyusunan Draft Laporan Antara 8. Pembahasan Draft Laporan Antara bersama tim teknis 9. Penyempurnaan Laporan Antara dengan penyempurnaan materi berdasarkan masukan dari tim teknis 5.3.3. Tahap Akhir : Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Pada tahap ini berisi tahapan sebagai berikut: 1. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, berisi tentang : a. Bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, berisi Informasi mengenai bentuk / jenis pengelolaan lingkungan hidup yang direncanakan untuk mengelola setiap dampak lingkungan yang ditimbulkan. b. Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, berisi informasi menganai lokasi dimana pengelolaan lingkungan dimaksud dilakukan (dapat dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan lebih jelas pada peta pengelolaan lingkungan pada lampiran UKL-UPL) c. Periode pengelolaan lingkungan hidup, berisi informasi mengenai waktu / periode dilakukannya bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang direncanakan. 2. Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, berisi tentang : a. Bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, berisi Informasi mengenai cara, metode dan/atau teknik untuk melakukan pemantauan atas kualitas lingkungan hidup yang menjadi indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup b. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup, berisi penjelasan lokasi dimana pemantauan lingkungan dimaksud dilakukan (dapat dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan lebih jelas pada peta pemantauan lingkungan pada lampiran UKL-UPL) c. Periode pemantauan lingkungan hidup, berisi informasi mengenai waktu / periode dilakukannya bentuk upaya pemantauan lingkungan yang direncanakan 3. Penyusunan Draft Laporan Akhir 4. Pembahasan Draft Laporan Akhir bersama tim teknis



55



5. Penyempurnaan Laporan Akhir dengan penyempurnaan materi berdasarkan masukan dari tim teknis Program kerja dapat disampaikan dalam bentuk bagan alir penyusunan UKL-UPL sebagai berikut.



56



57



58



Gambar 5.6. Bagan Alir Penyusunan UKL - UPL



59