24 0 658 KB
PANDUAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
RUMAH SAKIT UMUM“ANANDA” Jl. Lingkar Barat/Utara Gor, Sucen Juru Tengah, Bayan, Telp.(0275) 3128876 Purworejo Jawa Tengah 2019
RUMAH SAKIT UMUM“ANANDA” Jl. Lingkar Barat/Utara Gor, Sucen Juru Tengah, Bayan, Telp.(0275) 3128876 Purworejo
KEPUTUSAN DIREKTUR RSU ANANDA PURWOREJO NOMOR :
/SK/DIR/RSAND/
/20190/452/2016 1873
TENTANG PEDOMAN B3 DIREKTUR RSU ANANDA PURWOREJO Menimbang : a. bahwa untuk mendukung terwujudnya Visi dan Misi RSU. Ananda Purworejo serta dalam rangka mengahadapi tuntutan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta mengutamakan keselamatan pasien, antisipasi situasi kondisi yang sangat dinamis baik internal maupun eksternal; b. bahwa
sehubungan
dengan
itu
perlu
ditetapkan
dengan
keputusan Direktur tentang Pedoman Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan tugas. Mengingat
: 1. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan 2. Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 74 tahun 2001 3. tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun; 4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 3 tahun 2008 tentang Tata cara pemberian simbol dan label B3. 5. Keputusan Nomor
Direktur
RSU
ANANDA
PURWOREJO
.........../Sk/DIR/RSAND/I/2019 tentang Kebijakan
Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan. MEMUTUSKAN Menetapkan : KESATU
: Surat
Keputusan
Direktur
2
RSU
ANANDA
PURWOREJO Tentang
Pedoman B3 sebagai pedoman dalam pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di RSU ANANDA PURWOREJO; KEDUA
: Dapat menjamin keamanan setiap pelayanan yang berhubungan dengan B3 di seluruh lingkungan di RSU ANANDA PURWOREJO baik untuk manusia ataupun untuk lingkungan;
KETIGA
: Dapat memberikan kejelasan pelaksanaan dan kegiatan yang berkaitan dengan bidang B3 di RSU ANANDA PURWOREJO;
KEEMPAT
: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi setiap tahun. Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Purworejo Pada tanggal : ................. DIREKTUR RSU ANANDA PURWOREJO
dr.ANNISA FITRIANI NIK. 19930303 201711 031
3
KATA PENGANTAR Rumah sakit sebagai salah satu tempat layanan kesehatan kepada masyarakat diharapkan dapat berupaya secara terus menerus untuk memperbaiki kualitas pelayanannya di segala bidang. Instalasi Umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan rumah sakit secara utuh. Sehingga pelayanan umum di tuntut untuk selalu berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya. Sehingga disusunlah Pedoman Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Rumah Sakit Umum Ananda Purworejo berdasarkan pada Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti UndangUndang Nomor 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (menggantikan UU No. 4/1982), menempatkan masalah bahan dan limbah berbahaya sebagai salah satu perhatian utama, akibat dampaknya terhadap manusia dan lingkungan bila tidak dikelola secara baik. Demikianlah segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan sehingga penyusunan buku pedoman ini akan mengalami perbaikan secara terus-menerus.
Purworejo, ................. 2019 Penyusun
4
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1 A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................... 1 B. RUANG LINGKUP ............................................................................................................. 2 C. BATASAN OPERASIONAL ................................................................................................ 2 D. LANDASAN HUKUM ......................................................................................................... 3 E. PELABELAN DAN PENYIMPANAN ................................................................................... 7 F. JENIS-JENIS B3 DI RUMAH SAKIT UMUM ANANDA PURWOREJO .............................10 BAB II STANDAR KETENAGAAN .................................................................. 16 A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA ........................................................................ 17 B. DISTRIBUSI KETENAGAAN ............................................................................................ 19 BAB III STÁNDAR DAN FASILITAS ................................................................ 19 BAB IV TATA LAKSANA ............................................................................22 BAB V KESELAMATAN PASIEN .................................................................... 23 BAB VI KESELAMATAN KERJA .................................................................... 35 BAB VII PENGENDALIAN MUTU .................................................................. 41 BAB VIII PENUTUP .................................................................................46 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 47 LAMPIRAN..................................................................................................................................... 47
v
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Penggunaan bahan kimia dalam kebudayaan manusia sudah dimulai sejak zaman dahulu. Bahan kimia merupakan salah satu ilmu pengetahuan alam, yang berkaitan dengan komposisi materi, termasuk juga perubahan yang terjadi di dalamnya, baik secara alamiah maupun sintetis. Senyawa-senyawa kimia sintetis inilah yang banyak dihasilkan oleh peradaban modern, namun materi ini pulalah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang berbahaya. Dengan mengetahui komposisi dan memahami bagaimana perubahan terjadi, manusia dapat mengontrol dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan manusia. Menurut World Bank ada 3 pola pertumbuhan industri yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Kecepatan pertumbuhan sektor industri 2. Distribusi spasial yang belum merata 3. Pergeseran jenis industri Sektor lain yang berpotensi dampak negatif pada lingkungan adalah kegiatan pertambangan - perminyakan, kegiatan medis dan kegiatan pertanian. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (menggantikan UU No. 4/1982), menempatkan masalah bahan dan limbah berbahaya sebagai salah satu perhatian utama, akibat dampaknya terhadap manusia dan lingkungan bila tidak dikelola secara baik, dengan definisi sebagai bahanberbaya dan beracun. Pasal 58 sampai Pasal 61 UU32/2009 mengatur larangan membuang dan mengatur pengelolaan limbah dan B3. Selanjutnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 74/2001 mengatur lebih lanjut tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3), dan PP 18/99 juncto 85/99 mengatur lebih lanjut tentang pengelolaan limbah B3. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya harus menjadi perhatian serius, karena efek samping terhadap manusia dan pencemaran lingkungan yang besar jika tidak mendapatkan perlakuan yang benar. Mulai dari penggunaan bahan baku, pemilihan proses produksi, kegiatan kesehatan (seperti limbah infectious dari rumah sakit) atau dari kegiatan rumah tangga (misalnya penggunaan batere merkuri). Namun sebagian besar jenis limbah yang dihasikan, biasanya berasal dari kegiatan industri. Limbah berkatagori non-hazardous tidak perlu ditangani seketat limbah hazardous, walaupun limbah tersebut berasal dari industri. Sesuai dengan PP 18/99 juncto 85/99, padanan kata untuk Hazardous Waste yang digunakan di Indonesia adalah Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan disingkat menjadi Limbah B3.
1
Kegiatan kesehatan di Rumah Sakit Umum Ananda Purworejomulai dari alat medis, tindakan medis, non medis, laboratorium, farmasi, kelistrikan, gas medis sedikit atau banyak juga menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun yang berpotensi menghasilkan limbah toksik dan infeksius. Sehingga perlu adanya pengelolaan yang benar mulai dari bahan baku sampai dengan limbah yang dihasilhan, sehingga dampak negatif dari Bahan Berbahaya dan Beracun yang digunakan dapat dihindari. B. RUANG LINGKUP Pedoman ini sebagai pedoman penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun yang dilakukan di lingkungan Rumah Sakit Ananda Purworejodalam melakukan pengelolaan B3, pada dasarnya pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip dan pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkandalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009 sebagai pengganti UU-23/1997 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 1 (21) UU-32/2009 mendefinisikan bahan berbahaya dan beracun (disingkat B3) adalah zat, energi, dan / atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan / atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan / atau merusak lingkungan hidup, dan / atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain. C. BATASAN OPERASIONAL Pedoman pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun meliputi empat aktivitas utama, yaitu: 1. Aktivitas yang berhubungan perencanaan Berbahaya dan Beracun a. Merencanakan jenis Berbahaya dan Beracun apa saja yang dibutukkan di rumah sakit guna mendukung pelayanan terhadap pelanggan rumah sakit. b. Memilih bahan yang tidak dilarang peredarannya di iIndonesia. c. Menjamin mutu Bahan berbahaya dan beracun yang digunakan di rumah sakit. 2. Aktivitas
yang
berhubungan
dengan
pengadaan Berbahaya dan Beracun,
dengan kegiatan : a. Melakukan Pembelian Bahan Berbahaya dan beracun kepada distributor yang telah melakukan kerja sama . b. Pemenuhan MSDS untuk setiap pengadaan Bahan Berbahaya dan Beracun yang dikirim oleh distributor. c. Memastikan bahwa bahan yang dibeli sudah memenuhi standar peraturan yang berlaku. 3. Aktivitas yang berhubungan dengan Penyimpanan Berbahaya dan Beracun, dengan kegiatan:
2
a. Tempat penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun. b. Pengelompokkan Bahan sesuai dengan sifat kimia dari Bahan. 4. Aktivitas yang berhubungan dengan pendistribusian Berbahaya dan Beracun, dengan kegiatan: a. Memastikan keamanan bahan saat dilakukan pendistribusian ke unit yang membutuhkan. b. Pemberian label setiap bahan yang keluar dari gudang B3. c. Pemberian simbol bahaya pada setiap kemasan primer. 5. Aktivitas yang berhubungan dengan penanganan limbah dan tumpahan Berbahaya dan Beracun, dengan kegiatan: a. Pengadaan Spill Kit untuk penanganan tumpahan B3. b. Sosialisasi penggunaan Spill Kit kepada seluruh karyawan. D. LANDASAN HUKUM 1. PENGELOLAAN B3 DALAM PP 74/2001 Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan
atau
merusak
lingkungan
hidup,
dan
atau
dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya’ (pasal 1 angka 1). Sedangkan sasaran pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau mengurangi resiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya’ (pasal 2). Pengertian pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3’ (pasal 1 angka 2). Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai fihak yang merupakan mata rantai dalam pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan. Oleh karenanya, pasal-pasal berikutnya mengatur masalah kewajiban dan perizinan bagi mereka yang akan memproduksi (menghasilkan), mengimpor, mengeksport, mendistribusikan, menyimpan, menggunakan dan membuang bahan tersebut bilamana tidak dapat digunakan kembali. Disamping aspek yang terkait dengan pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan dan atau kerusakan lingkungan yang menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap fihak yang terkait, maka aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat diatur dalam PP tersebut. Tidak semua pengelolaan bahan yang berbahaya diatur oleh PP tersebut, antara lain karena telah diatur dalam PP lain, atau telah diatur oleh instansi lain
3
berdasarkan konvesi internasional seperti bahan radioaktif. Bahan berbahaya yang tidak termasuk yang diatur adalah (pasal 3): -
Bahan radioaktif
-
Bahan peledak
-
Hasil produksi tambang serta minyak gas dan gas bumi dan hasil olahannya
-
Makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan lainnya
-
Perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika
-
Bahan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika dan prekursor lainnya
-
Bahan aditif lainnya
-
Senjata kimia dan senjata biologi
Untuk menentukan apakah sebuah bahan termasuk dalam kelompok B3, maka PP tersebut mengklasifikasikan B3 dalam 8 kelompok, yaitu (pasal 5): - Mudak meledak (explosisive) - Pengoksidasi (oxidizing) - Menyala - Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) - Sangat mudah menyala (highly flammable) - Mudah menyala (flammable) - Beracun - Amat sangat beracun (extremely toxic) - Sangat beracun (highly toxic) - Beracun (moderately toxic) - Berbahaya (harmful) - Korosif (coorosive) - Bersifat iritasi (irritant) - Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) - Toksik yang bersifat kronis: - Karsinogenik (carcinogenic) - Teratogenik (teratogenic) - Mutagenik (metagenic) PP 74/2001 mengatur juga secara umum pengangkutan B3 (pasal 13), pengemasan B3 (pasal 15),
pemberian label dan simbol (pasal 17),
penyimpanna B3 (pasal 18). Lokasi dan konstruksi tempat penyimpanan B3 membutuhkan pengaturan tersendiri, agar tidak terjadi kecelakaan akibat kesalahan dalam penyimpanan tersebut. Salah satu persyaratan kelengkapan pada tempat penyimpanan tersebut adalah sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3 (pasal 19). B3 yang dianggap kadaluwarsa, atau tidak memenuhi spesifikasi, atau bekas kemasan, yang tidak dapat digunakan tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus dikelola sebagai limbah B3 (pasal 20).
4
B3 kadaluwarsa adalah bahan yang karena kesalahan dalam penanganannya menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan atau karakteristik sehingga bahan tersebut tidak sesuai lagi dengan spesifikasinya. Sedang B3 yang tidak memenuhi spesifikasi adalah bahan yang dalam proses produksinya tidak sesuai dengan yang ditentukan. Salah satu kehawatiran utama dalam penanganan B3 adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan baik pada saat masih dalam penyimpanan maupun kecelakaan pada saat dalam pengangkutannya. Kecelakaan B3 adalah lepasnya atau tumpahnya B3 ke lingkungan, yang memerlukan penanggulangan cepat dan tepat (pasal 24). Bila terjadi kecelakaan, maka kondisi awalnya adalah berstatus keadaan darurat (emergency). Langkah darurat yang harus dilakukan adalah (pasal 25): 1. Mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan 2. Menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur standar penanggulangan kecelakaan 3. Melaporkan kecelakaan atau keadaan darurat tersebut kepada aparat Kota / Kabupaten setempat 4. Memberikan informasi, bantuan dan melakukan evakuasi masyarakat sekitar lokasi kejadian. 2. KARAKTERISASI B3 MENURUT PP 74/2001 Penjelasan PP 74 / 2001 menguraikan secara singkat klasifikasi B3 sebagai berikut: a. Explosive (mudah meledak): adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar 25oC, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Pengujiannya dapat dilakukan dengan menggunakan Diffrential Scanning Calorimetry (DSC) atau Differential Thermal Analysis (DTA), sedang 2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida
digunakan
sebagai
senyawa
acuan.
Dari
hasil
pengujian tersebut, akan diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih tinggi dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan mudah meledak. b. Oxidizing (pengoksidasi): pengujian bahan padat dilakukan dengan metode uji pembakaan menggunakan ammonium persulfat sebagai senyawa standar. Sedang untuk bahan cair, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat. Suatu bahan dinyatakan sebagai pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
5
c. Flammable (mudah menyala):
Extremely flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik nyala (flash point) di bawah 0oC dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35 o C.
Hghly flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik nyala 0 C 21
Flammable: Bila cairan: bahan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume, dan atau mempunyai titik nyala = 60oC (140oF), akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan 760 mmHg. Pengujiannya dapat dilakukan dengan metode Closed-up test. Bila padatan: bahan bukan cairan, pada temperatur dan tekanan standar dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan, dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran terus menerus dalam 10 detik. Pengujian dapat pula dilakukan dengan Seta Closedcup Flash Point Test, dengan titik nyala di bawah 40oC.
d. Toxic (beracun): akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan. e. Harmful (berbahaya): padatan maupun cairan ataupun gas yang jika kontak atau melalui inhalasi (pernafasan) atau melalui oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu. f. Corrosive (korosif): mempunyai sifat 1. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit. 2. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE-
1020. 3. dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur
pengujian 55oC. 4. Mempunyai pH = 2 untuk B3 bersifat asam, dan atau pH = 12,5 untuk
B3 bersifat basa. g. Irritant (bersifat iritasi): padatan maupun cairan yang bila terjadi kontak secara langsung, dan apabila terus menerus kontak dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan. h. Dangerous to the Environment (berbahaya bagi lingkungan): seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan. i. Chronic toxic (toksik kronis): 1. Carcinogenic (karsinogen): sifat bahan penyebab sel kanker, yaitu sel
liar yang dapat merusak jaringan tubuh.
6
2. Teratogenic: sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio. 3. Mutagenic: sifat bahan yang dapat menyebabkan perubahan kromosom
yang dapat merubah genetika. E. PELABELAN DAN PENYIMPANAN 1. PELABELAN Fungsi pelabelan adalah untuk mengidentifikasi sekaligus mengklasifikasikan B3, yang nantinya akan sangat berguna sebagai informasi penting dalam pengelolaannya. Identifikasi yang digunakan untuk penandaan B3 tediri dari dua jenis yaitu simbol dan label. Simbol B3 merupakan gambar yang menunjukan klasifikasi B3 Label adalah uraian singkat yang menunjukkan antara lain klasifikasi dan jenis B3. a. SIMBOL 1. Bentuk dasar, ukuran dan bahan Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat berwarna dasar putih dan garis tepi belah ketupat tebal berwarna merah (lihat gambar A). Simbol yang dipasang pada kemasan disesuaikan dengan ukuran kemasan. Sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut dan tempat penyimpanan kemasan B3 minimal berukuran 25 cm x 25 cm. 2. Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap air, goresan dan bahan kimia yang akan mengenainya. 3. Jenis simbol B3 1. Untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak (explosive) Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar bom meledak (explosive/exploded bomb) berwarna hitam. Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat meledak dan menimbulkan kebakaran atau melalui reaksi kimia dan / atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.
2. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat pengoksidasi (oxidizing), Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Gambar simbol berupa bola api berwarna hitam yang menyala. Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang dapat melepaskan banyak panas
7
atau menimbulkan api ketika bereaksi dengan bahan kimia lainnya, terutama bahan-bahan yang sifatnya mudah terbakar meskipun dalam keadaan hampa udara.
3. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah menyala (flammable) Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Gambar simbol berupa gambar nyala api berwarna putih dan hitam.
4. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat beracun (toxic) Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar tengkorak dan tulang bersilang.
5. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat iritasi (irritant), Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar tanda seru berwarna hitam.
6. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat korosif (corrosive), Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna hitam. Simbol terdiri dari 2 gambar yang tertetesi cairan korosif.
7. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat bahaya lain berupa gas bertekanan (pressure gas) Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar tabung gas silinder berwarna hitam. Simbol ini untuk menunjukkan bahaya gas bertekanan yaitu bahan ini bertekanan tinggi dan dapat meledak 8
bila tabung dipanaskan / terkena panas atau pecah dan isinya dapat menyebabkan kebakaran.
8. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat Karsinogenisitas Mutagenisitas Sel Induk Toksik terhadap Reproduksi Sensitisasi Pernafasan Toksisitas Sistemik terhadap Organ Sasaran Spesifik, warna dasar putih dengan garis tepi warna merah, ditengah ada gambar manusia.
9. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat Berbahaya bagi lingkunga aquatik
2. PENYIMPANAN PROSEDUR PENYIMPANAN B3 1. Kelompokkan berdasarkan sifat bahan kimianya 2. Simpan sesuai dengan sifat kimia / klasifikasinya serta diatur urut secara alfabetis. 3. Lengkapi ruang penyimpanan dengan simbol dan label serta menyimpan MSDS di dekat gudang peyimpanan B-3. 4. Atur penyimpanan B-3 yang datang terlebih dahulu diletakkan di depan sehingga pada waktu pengambilan memudahkan untuk di ambil terlebih dahulu (penyimpanan dan pengambilan sistem FIFO dan / atau FEFO). 5. Jaga ventilasi dan suhu ruang penyimpanan yang dikontrol dengan indikator alat pengukur suhu. 6. Catat setiap transaksi B3 (pemasukan dan pengeluaran B3) pada kartu stok dan in put data pada sistem komputer Pencatatan pada Kartu stock, meliputi : -
Tanggal keluar atau tanggal masuk.
-
Jumlah yang masuk atau yang keluar.
-
Nama PBF / institusi pemasok B-3.
9
-
Depo Farmasi, Instalasi atau Unit di Rumah sakit dimana B-3 didistribusikan
7. Letakkan kartu stock yang masih berlaku di samping barang dan mengarsip kartu stok yang sudah tidak terpakai. 8. Jaga kebersihan dan kerapihan gudang. 9. Lakukan stock opname setiap periode tertentu 10.Laporkan kegiatan dan permasalahan penyimpanan B-3 kepada kepala Instalasi Farmasi. F. JENIS-JENIS B3 DI RUMAH SAKIT UMUM ANANDA PURWOREJO Daftar B3 RSU Ananda Purworejo No
Nama Dagang
Kandungan
Bentuk Sediaan
Kategori
Tanda
MSDS Ada
1.
Alkohol 96%
Alkohol 96%
Cairan
Cairan mudah terbakar, Ada
2.
Alcohol 70 %
Alcohol 70 %
Cairan
Cairan mudah terbakar Ada
3.
Spiritus
Spiritus
Cairan
Cairan mudah terbakar Ada
4.
Natrium Hipoklorit
Oksidator, NaOCl
Cairan
Cairan mudah terbakar
Ada 5.
Asam
Asam sitrat
Sitrat
anhidrat
Serbuk
Oksidator
Ada 6.
Argenti Nitrat
AgNO3
Serbuk
10
Korosif
Ada 7.
Hydrogen peroxide
H2O2 50%
Cairan
H2O2 8.
Renalin
Asam asetat
Korosif
Corosif Cairan
Ada
(simpan suhu 24oC)
Aquadest
Ada
9.
Paraforma ldehide
Tablet formaldehyde
Padatan
100mg
Karsinogenik, Beracun
Ada
10.
11.
12.
13.
Formalin
Phenol crystal Povidone Iodine
Resorcinol
Formalin Cair 37%
Phenol crystal
Cairan
Kristal cairan
Karsinogenik, Beracun
Ada Beracun Ada
Povidone Iodine
Resorcin
Cairan
Cairan
Beracun
Bahaya bagi lingkungan
Ada
N,N-didecyl-Nmetil poli (heksametil ammonium 14.
Aniosym
propionate),
Ada
Cairan
Poli(hemametile n biguanid) hidrocloride, Excipients,
11
Iritasi
Ada 15.
Barium
Barium Sulfat
Sulfat
(BaSO4)
Serbuk
Iritasi
Ada
Monopropilenglik 16.
Cidezym
ol
Cairan
Iritasi
Monotrietanol Ada 17.
Desinfecta
Liquor cresoli
n L-100
saponatus
Cairan
Iritasi
Ada
Polymhexamehyl 18.
Gigazym
ene Biguanide
Cairan
Iritasi
Hydrochloride Ada
Succindialdehyde Dimethoxytetrah ydrofurane, Ethanol, 19.
Gigasept
Propanol, Methanol,
Cairan
Iritasi
Alcohols, ethoxylated, sulfosuccinates, disodium salts
20.
Intersorb plus
Ada
Sodalime carbon dioxide
Cairan
Iritasi
absorbent Ada
21. Jelly Lacer
Water soluble
Semi
high polymer
Padat
Iritasi
Ada 22. Microshield
Chlorheksidine gluconate 4% b/v
Cairan
Iritasi
Ada
Propane, 23.
Maliseptol
Didecyldi metil ammonium
Cairan
chloride,
12
Iritasi
Eksipient (non ionic surfactant), Purified water Ada
1-Propanol, 24.
Primasept
2-Propanol,
Cairan
Iritasi
2-Bipenilol Ada 25. Rapid fixer
AmmoniumTthios ulphate
Cairan
Iritasi
Ada 26.
Softa-man
Etanol, Propanol
Cairan
Iritasi
Ada
Cocopropilen diamine, Surfactant, 27.
Stabimed
Solvent, Complexing
Cairan
Iritasi
agent, Corotion inhibitor Ada 28.
Zinc Oxide
ZnO
Serbuk
Iritasi
Ada
Mudah 28.
Solar
Solar
Cairan
terbakar dan meledak
Daftar Reagensia RSU Ananda Purworejo
No
Nama
Kandungan
BentukSe
13
Kategori
Tanda
Ada
Dagang
diaan Campuran
1.
EA- 50
spiritus, metil alkohol, isopril
Mudah Cairan
Campuran 2.
Eosin Y 1 %
alkohol, isopril
Mudah Cairan
(Hydroxylat 3.
ingKonversi Treatment)
terbakar, dan
Ada
beracun
alkohol, eosin_Y HCT
Ada
beracun
alkohol, eosin_Y
spiritus, metil
terbakar, dan
HydroxylatingKo nversi
Cairan
Treatment)
Iritasi
Ada
Air deionisasi Isopropyl 4.
Collection fluid
Iritasi,
alkohol Metil alkohol
Cairan
mudah
Ada
terbakar
Trihidrat biru metile b-Dihydrobenz [b] indeno [1,2 -
5. Hematoxilin
d] pyran-3, 4,6 a, 9,10 (6H)-
Cairan
Iritasi
Ada
Cairan
Iritasi
Ada
pentol SODIUM 6.
Bluing
CARBONATE LITHIUM CARBONATE Xylene (isomer campuran)
7.
Xylol
{Benzene, dimetil-}
Cairan
Etilbenzena {Ethylbenzol;
14
Iritasi mudah terbakar
Ada
Phenylethane}
Asam orange 10; 7-Hydroxy-8(phenylazo) -1,3 8.
Orange G
acid disodium salt
Cairan
Iritasi
Ada
Naphthalenedis ulfonic
Daftar X – Ray RSU Ananda
No
Nama Dagang
Kandungan
Bentuk Sediaan
Kategori
Tanda
Ada
X-RAY C-ARM UPP UK 1.
Negative
Lembaran
Mudah
film
film
terbakar
UK 20X25CM
Negative
Lembaran
Mudah
@150
film
film
terbakar
UK 26X36CM
Negative
Lembaran
Mudah
@150
film
film
terbakar
UK 35X43CM
Negative
Lembaran
Mudah
@100
film
film
terbakar
Lembaran
Mudah
film
terbakar
210MM X 25M TIPE II @
Ada
20 CM X-RAY FCR 2.
Ada
(RADIOLOGI) X-RAY FCR 3.
Ada
(RADIOLOGI) X-RAY FCR 4.
Ada
(RADIOLOGI) X-RAY FILM 5.
18 X 24 (RADIOLOGI)
Negative film
15
Ada
X-RAY FILM 6.
24 X 30
Negative film
(RADIOLOGI) X-RAY FILM 7.
30 X 40
Negative film
(RADIOLOGI) X-RAY FILM 8.
35 X 35
Negative film
(RADIOLOGI)
Lembaran
Mudah
film
terbakar
Lembaran
Mudah
film
terbakar
Lembaran
Mudah
film
terbakar
Lembaran
Mudah
film
terbakar
Lembaran
Mudah
film
terbakar
Lembaran
Mudah
film
terbakar
Lembaran
Mudah
film
terbakar
Iritasi
Ada
Ada
Ada
X-RAY FILM 9.
CT SCAN 8 X 10 (20 X 25
Negative film
Ada
CM RO) X-RAY FILM 10.
CT SCAN 11 X 14 (28 X 35
Negative film
Ada
CM/ RO) X-RAY FILM 11.
CT SCAN 11 X 17 (35 X 43
Negative film
Ada
/RO) X-RAY FILM PANORAMIC 12.
15X30 (AGFA
Negative film
FILM)
Ada
(RADIOLOGI) Ammonium 13.
FIXER
Thiosulphate
Cairan
14.
DEVELOPER
Hydroquinon
Cairan
Iritasi, Beracun
BAB II STANDAR KETENAGAAN
16
Ada
Ada
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA 1. Apoteker a. Apoteker memenuhi persyaratan administrasi: 1) Memiliki ljazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi. 2) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker. 3) Memiliki Sertifikat Kompetensi yang masih berlaku. 4) Memiliki Surat lzin Praktik Apoteker. b. Memiliki kesehatan fisik dan mental c. Berpenampilan profesional, sehat, bersih, rapih. d. Menggunakan atribut praktik / tanda pengena. e. Wajib mengikuti Continuing Professianal Development (CPD) dan mampu memberikan
pelatihan
berkesinambungan
tentang
Cara
Pelayanan
Kefarmasian Yang Baik (CPFB) untuk seluruh personil. Dalam melakukan pelayanan kefarmasian seorang Apoteker harus memiliki dan memelihara tingkat kompetensi sesuai dengan standar kompetensi yang berlaku, dan menjalankan peran sebagai : a.
Care-giver (Pemberi layanan) Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis,teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan kefarmasian dilakukan dengan kualitas tertinggi.
b.
Decision-maker (Pengambil keputusan) Apoteker dalam melakukan pekerjaannya harus berdasarkan pada kecukupan, kebermanfaatan (keefikasian), biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya seperti sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan. prosedur dll. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu dievaluasi dan hasilnya menjadi dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan.
c.
Communicator (Komunikator) Apoteker mempunyai kedudukan yang penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik. Komunikasi itu meliputi verbal, nonverbal, mendengar dan kemampuan menulis.
d.
Leader (Pemimpin) Apoteker diharapkan memitiki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan
yang
diharapkan
17
meliputi
keberanian
mengambil
keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. e.
Manager (Pengelola) Apoteker harus efektif mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi Apoteker harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
f.
Life-long-learner (Pembelajar seumur hidup) Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif. Apoteker perlu melaksanakan pengembangan profesionalitas berkelanjutan (Continuing Professional Development / CPD) untuk meningkatkan pengetahuan sikap, dan keterampilan profesi
g.
Teacher (Pengajar) Apoteker memiliki tanggungjawab untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan.
h.
Researcher (Peneliti) Apoteker harus selalu menerapkan prinsip / kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembamgan dan pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
Apoteker harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar kompeiensi dan kode etik) yang berlaku. Seorang apoteker harus mampu mengidentifikasi dirinya / menilai dirinya kebutuhan akan pengembangan diri baik melatui pelatihan, seminar, pendidikan berkelanjutan maupun belajar secara mandiri. 2. Tenaga Teknis Kefarmasian Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
18
Kualifikasi pendidikan berdasarkan Keputusan Meneri Kesehatan RI No. 679/ Menkes/SK/2003, dikelompokan sebagai berikut : a. Jenjang pendidikan menengah : Lulusan Sekolah Asisten Apoteker dan Lulusan Sekolah Menengah Farmasi b. Jenjang Pendidikan Tinggi 1) Diploma III Farmasi : Lulusan Akademi Farmasi dan Lulusan Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi 2) Diploma III Analisa Farmasi dan Makanan : Lulusan Akademi Analisa Farmasi dan Makanan dan Lulusan Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan Tenaga Teknis Kefarmasian yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian. B. DISTRIBUSI KETENAGAAN 1. Instalasi farmasi di kepalai oleh Seorang Apoteker yang telah memiliki Surat Ijin Praktik Apoteker. 2. Kepala Instalasi di bantu oleh seorang apoteker sebagai sekretaris instalasi farmasi. 3. Pada Depo Farmasi Rawat Inap ditunjuk seorang apoteker sebagai koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah tenaga teknis kefarmasian dan tenaga non kefarmasian. 4. Pada Depo Farmasi Rawat Jalan ditunjuk seorang apoteker sebagai koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah tenaga teknis kefarmasian dan tenaga non kefarmasian. 5. Pada Depo Farmasi Insalasi Gawat Darurat ditunjuk seorang apoteker sebagai koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah tenaga teknis kefarmasian. 6. Pada Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral ditunjuk seorang apoteker sebagai koordinator depo dan dapat dibantu oleh apoteker dan sejumlah tenaga teknis kefarmasian.
BAB III STÁNDAR DAN FASILITAS
19
Bahan Berbahaya dan Beracun harus disimpan sesuai dengan ketentuan dan persyaratannya. Sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan yang akan disimpan. Karena penyimpanan B3 dijadikan dalam satu ruangan maka perlu adanya pengelompokkan penyimpanan bahan B3 berdasarkan sifat kimianya. Materi tersebut kadangkala menjadi lebih berbahaya bila berada dalam kondisi tercampur dengan bahan lain. Kadangkala secara tidak sengaja terjadi pencampuran antara 2 materi yang asalnya tidak berbahaya. Pencampuran bahan berbahaya dapat menyebabkan: Timbulnya bahan toksik. Timbulnya gas bakar yang dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan, atau Panas akibat reaksi kimia yang terjadi akan dapat membakar bahan mudah terbakar di sekitarnya. A.
PENYIMPANAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN : 1.
Sarana gudang Penyimpanan Persyaratan umum yang harus dipenuhi supaya tempat atau ruangan dapat digunakan untuk menyimpan B3 adalah : a) Terlindung dari sinar matahari langsung. b) Sirkulasi udara yang baik mempunyai alat pengatur suhu dan monitor suhu ruangan (suhu ruangan 15 -25°C). c) Alat Pemadam Api Ringan. d) Alat Pelindung Diri. e) Peralatan Komunikasi. f)
Tanda Peringatan.
Gambar Tanda Peringatan g) Nama Gudang B3 2.
Sarana produksi dan Pengemasan Kembali Persyaratan umum yang harus dipenuhi supaya tempat atau ruangan dapat digunakan untuk menyimpan B3 adalah : a. Meja kerja untuk melakukan produksi B3 atau pengemasan kembali menjadi kemasan yang lebih kecil. b. Alat Pelindung Diri (masker, hand scoen, kacamata goggles).
20
c. Gelas ukur. d. Kran air untuk mencuci alat. Sirkulasi udara yang baik mempunyai alat pengatur suhu dan monitor suhu ruangan (suhu ruangan 15 -25°C) 3.
Sarana Penyimpanan B3 di Bangsal atau Unit lain yang membutuhkan Persyaratan umum yang harus dipenuhi supaya tempat atau ruangan dapat digunakan untuk menyimpan B 3 adalah a. Mempunyai tempat penyimpanan B3 yang terpisah dengan bahan bahan lain. b. Setiap bahan B3 harus disertai dengan MSDS (material safety data sheet). c. Tempat penyimpanan B3 dibeli label.
B. LABEL 1. Bentuk, warna dan ukuran. Label B3 berbentuk persegi panjang dengan ukuran disesuaikan dengan kemasan yang
digunakan, ukuran perbandingannya adalah panjang : lebar =
3:1, dengan warna dasar putih dan tulisan serta garis tepi berwarna hitam.
Gambar label 2. Pengisian label B3. Label diisi dengan huruf cetak yang jelas terbaca, tidak mudah terhapus dan dipasang pada setiap kemasan B3. 3. Pemasangan label B3 Label B3 dipasang pada kemasan di sebelah bawah simbol dan harus terlihat dengan jelas. Label ini juga harus dipasang pada wadah yang akan dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih kecil.
C. STÁNDAR FASILITAS a. Ruang kantor / administrasi. b. Ruang penyimpanan. c. Ruang ditribusi / pelayanan.
21
BAB IV TATA LAKSANA
22
Bahan Berbahaya dan Beracun di Rumah Sakit Umum Ananda Purworejo pada dasarnya merupakan bagian dari perbekalan farmasi, sehingga dalam proses perencanaan sampai dengan distribusinya mengacu pada tata laksana pengelolaan perbekalan farmasi.
BAB V KESELAMATAN PASIEN
23
A.
PENGERTIAN Pemilihan B3 yang digunakan di Rumah Sakit Umum Ananda Purworejo disuaikan dengan kebutuhan dan manfaat yang diperlukan untuk menunjang pelayanan pasien. Keselamatan pasien dan karyawan merupakan bagian penting dalam program pengelolaan B3 di rumah sakit, mengingat bahaya yang ditimbulkan akan merugikan bagi manusia mataupun lingkungan. Mengidentifikasi resiko tiap Bahan Berbahaya dan Beracun adalah langkah awal yang dilakukan untuk mengenali bahaya atau efek yang tidak diinginkan dari bahan, dari identifikasi yang dilakukkan digunakan sebagai dasar penilaian tingkat resiko, dari tingkat rendah, sedang, tinggi, atau extrim.
B.
TUJUAN 1. Identifikasi bahaya dari B3 yang ada di Rumah Sakit Umum Ananda Purworejo. 2. Mengendalikan faktor bahaya yang muncul dari B3 yang ada di Rumah Sakit Umum Ananda Purworejo. 3. Meminimalkan terjadinya kecelakaan akibat kerja dalam penanganan B3.
24
C.
TATA LAKSANA IDENTIFIKASI RESIKO B3 1. Identifikasi Resiko B3 ( Barang Berbahaya Dan Beracun ) di Rsu Ananda Purworejo No
Area Seluruh area
1
lingkungan rumah sakit
Aktivitas
Detail aktifitas
Hand hygine
Menuang cairan
dengan softaman ke tangan Menuang
2
Farmasi ibs, laboratorium pa
formalin ke botol tempat menyimpan jaringan Penyiapan
3
Gudang farmasi
permintaan b3 untuk ruangan
Bahaya
Penyebab
Terpercik
Menekan tuas
ke mata
terlalu keras
Dampak
Iritasi mata,
Jalan keluar atau pencegahan Lebih behati hati dalam menekan tuas
Menuang formalin ke wadah yang lebih
Karsinogenik
Tumpahan
Iritasi mata, gatal
Meggunakan apd
formalin di lantai
pada kulit, sesak nafas
masker,sarung tangan
kecil Menuang cairan b3 yang diminta
Terpeleset,
Tumpahan b3 di
Iritasi mata, gatal
ke wadah yang
terjatuh
lantai
pada kulit
Terpercik
Tumpahan cairan
kebadan dan
ke meja kerja/
mata
lantai
lebih kecil
Meggunakan apd masker, sarung tangan
Menuang hcl, 4
Laboratorium pa
xylol, bluing, eosin, orange g, hematoxylin
Menuang cairan reagen
25
Menggunakan apd Iritasi mata
(masker, sarung tangan, google
5
6
Radiologi
Radiologi
Menuang cairan
Terpapar ke
dan developer
ke wadah
badan
Mengencerkan
Menuang cairan
Terpapar ke
Tumpahan barium
barium sulfat
ke wadah
badan
sulfat ke lantai
Menuang 7
Ruang cssd
universal
Menuang cairan
detergent,
ke mesin washer
rinse aid Menuang cairan 8
Ruang cssd
Menuang
saat
peroksida
membersihkan alat Menuang cairan
9
Ruang cssd
Menuang
saat
alkazym
membersihkan alat
10
Tumpahan fixer
Menuang fixer
Ruang
Menuang
perawatan
peroksida
dan developer ke
Meggunakan apd Iritasi
lantai
Terpercik ke badan dan mata
masker, sarung tangan
Terpeleset, terjatuh
Hati hati saat mengencerkan larutan Menggunakan apd
Tumpahan cairan ke badan
Iritasi mata dan kulit
(masker, sarung tangan, berhati- hati dalam menuang cairan
Terpercik kebadan dan mata Terpercik kebadan dan mata
Tumpahan cairan ke badan
Menyebabkan / sakit rasa nyeri di kulit dan mata
Menggunakan apd (masker, sarung tangan, berhati- hati dalam menuang cairan Menggunakan apd
Tumpahan cairan ke badan
Iritasi kulit dan mata
(masker, sarung tangan, berhati- hati dalam menuang cairan
Menuang cairan
Terpercik
saat nengganti
kebadan dan
balut pasien
mata
26
Tumpahan cairan ke badan
Menyebabkan / sakit rasa nyeri di kulit dan mata
Menggunakan apd (masker, sarung tangan, berhati- hati dalam menuang cairan
11
Sanitasi
Menuang
Menyemprot
larutan
cairan
mustang,
menggunakan
klerat,hct
alat Membersihan
12
Ruang
Menuang cairan
peralatan
perawatan
disinfektan
dengan cairan disinfektan
Terpercik ke badan dan mata, terhirup
Terpeleset,iritasi kulit
Menggunakan apd
Tumpahan cairan
dan mata,
(masker, sarung
ke lantai
keracunan,sesak
tangan, berhati- hati
nafas ,pusing
dalam menuang cairan
uapnya Terpercik ke badan dan mata, terhirup
Tumpahan cairan ke lantai
Terpeleset,iritasi kulit dan mata, sesak nafas, pusing
uapnya Terpercik ke
13
Ruang
Menuang
perawatan
larutan betadin
Menuang saat
badan dan
Tumpahan caira
melakukan
mata,
ke badan dan
tindakan
terhirup
lantai
14
Laboratorium
cairan reagen
klinik dan pa
untuk pengujian sampel
Menuang atau
Terpercik ke
mengambil
badan dan
Tumpahan caira
cairan dengan
mata,
ke badan dan
pipet atau alat
terhirup
lantai
yang lain
uapnya
(masker, sarung tangan, berhati- hati dalam menuang cairan Menggunakan apd
Terpeleset , iritasi
(masker, sarung
ringan
tangan, berhati- hati dalam menuang cairan
uapnya Mengambil
Menggunakan apd
Menggunakan apd Iritasi kulit , mata, pernafasan, terpeleset
(masker, sarung tangan, berhati- hati dalam menuang cairan reagen
27
Depo farmasi 15
rawat inap, depo farmasi rawat jalan
Menmgambil,
Terpercik ke
Membuat
mengencerkan,
kulit atau
larutan
menuang,
mata, dan
peroksida 3 %
memindahkan
mengenai
peroksida pekat
pakaian
Menggunaka apd yang Cairan tumpah di meja kerja
Rasa sakit dikulit,
sesuai dengan standart
iritasi berat pada
untuk melakukan
mata, pakaian rusak
pengenceran peroksida
Menmgambil, Depo farmasi 16
rawat inap, depo farmasi rawat jalan
mengencerkan,
Membuat
menuang,
larutan carbogliserin
memindahkan fenol dan
Terpercik ke
Cairan tumpah di
kulit atau
meja kerja dan
mata
memercik
Menggunaka apd yang Iritasi kulit dan mata
sesuai dengan standart untuk melakukan pencampuran b3
gliserin
17
18
Mengambil,
Seluruh area
Menuang
lingkungan
povidon iodin
rumah sakit
10%
Seluruh area
Menuang
lingkungan
alkohol
rumah sakit
dan 96 %
menuang, melakukan tindakan medis
70 %
Menggunaka apd yang Terpercik ke
Cairan tumpah di
kulit atau
meja kerja dan
mata
memercik
sesuai dengan standart Iritasi kulit dan mata
untuk melakukan pengenceran peroksida
Menmgambil,
Terpercik ke
Cairan tumpah
menuang,
kulit atau
saat dituang ke
memindahkan
mata, dan
baskom atau
alkohol
pakaian
ember
28
Menggunakan apd yang sesuai dengan standart Iritasi kulit dan mata
untuk melakukan pengenceran peroksida
Mengambil, 19
Bangsal Mawar
Mengencerkan kaporit
mengencerkan,
Terpercik ke
Cairan tumpah di
menuang,
kulit atau
meja kerja dan
memindahkan
mata
memercik
Iritasi kulit dan mata merusak pakaian
Menggunaka apd yang sesuai standart saat menuang kaporit
kaporit Mengambil, 20
Depo farmasi
Menimbang
rawat inap
agno3
memindahkan kristal agno3 ke
Kristal agno3 Terkena kulit
timbangan atau
jatuh saat akan di timbang
pot
29
Rasa terbakar pada kulit
Menggunaka apd yang sesuai dengan standart saat menagmbil agno3
2. Analisa Resiko D.
NO
1
AKTIVITAS
SELURUH AREA
HAND HYGINE
MENUANG
LINGKUNGAN RUMAH
DENGAN
CAIRAN KE
SAKIT
SOFTAMAN
TANGAN
MENUANG 2
DETAIL
AREA
FAMASI IBS, LABORATORIUM PA
FORMALIN KE BOTOL TEMPAT MENYIMPAN JARINGAN
BAHAYA
AKTIFITAS
PENYEBAB
DAMPAK
PROBABILITAS
SKORING
3
3
9
3
3
9
3
3
9
3
3
9
MENEKAN TERPERCIK KE
TUAS
MATA
TERLALU KERAS
MENUANG FORMALIN KE WADAH YANG
TUMPAHAN KARSINOGENIK
FORMALIN DI LANTAI
LEBIH KECIL MENUANG
3
GUDANG FARMASI
PENYIAPAN
CAIRAN B3 YANG
PERMINTAAN B3
DIMINTA KE
UNTUK RUANGAN
WADAH YANG
TERPELESET, TERJATUH
TUMPAHAN B3 DI LANTAI
LEBIH KECIL TUMPAHAN
MENUANG HCL, 4
LABORATORIUM PA
XYLOL, BLUING,
MENUANG
EOSIN, ORANGE
CAIRAN REAGEN
G, HEMATOXILIN
TERPERCIK
CAIRAN KE
KEBADAN DAN
MEJA
MATA
KERJA/ LANTAI
30
5
6
RADIOLOGI
RADIOLOGI
MENUANG FIXER DAN DEVELOPER
MENGENCERKAN BARIUM SULFAT MENUANG
7
RUANG CSSD
UNIVERSAL DETERGENT, RINSE AID
TUMPAHAN
MENUANG CAIRAN KE WADAH
RUANG CSSD
FIXER DAN
BADAN
DEVELOPER
3
3
9
3
3
9
3
3
9
3
3
9
3
3
9
KE LANTAI TUMPAHAN
MENUANG CAIRAN KE WADAH
TERPAPAR KE
BARIUM
BADAN
SULFAT KE LANTAI
MENUANG
TERPERCIK KE
TUMPAHAN
CAIRAN KE
BADAN DAN
CAIRAN KE
MESIN WASHER
MATA
BADAN
TERPERCIK
TUMPAHAN
KEBADAN DAN
CAIRAN KE
MATA
BADAN
CAIRAN SAAT
TERPERCIK
TUMPAHAN
MEMBERSIHKAN
KEBADAN DAN
CAIRAN KE
ALAT
MATA
BADAN
MENUANG 8
TERPAPAR KE
MENUANG
CAIRAN SAAT
PEROKSIDA
MEMBERSIHKAN ALAT MENUANG
9
RUANG CSSD
MENUANG ALKAZYM
31
MENUANG 10
RUANG PERAWATAN
MENUANG
CAIRAN SAAT
PEROKSIDA
NENGGANTI BALUT PASIEN
11
SANITASI
MENUANG
MENYEMPROT
LARUTAN
CAIRAN
MUSTANG,
MENGGUNAKAN
KLERAT,HCT
ALAT
RUANG PERAWATAN
TUMPAHAN
KEBADAN DAN
CAIRAN KE
MATA
BADAN
3
3
9
3
3
9
3
3
9
3
3
9
TERPERCIK KE BADAN DAN
TUMPAHAN
MATA,
CAIRAN KE
TERHIRUP
LANTAI
UAPNYA
MEMBERSIHAN 12
TERPERCIK
MENUANG CAIRAN
PERALATAN
DISINFEKTAN
DENGAN CAIRAN DISINFEKTAN
TERPERCIK KE BADAN DAN
TUMPAHAN
MATA,
CAIRAN KE
TERHIRUP
LANTAI
UAPNYA TUMPAHAN
13
RUANG PERAWATAN
TERPERCIK KE
CAIRA KE
MENUANG
MENUANG SAAT
BADAN DAN
BADAN
LARUTAN
MELAKUKAN
MATA,
DAN
BETADIN
TINDAKAN
TERHIRUP
LANTAI
UAPNYA
32
14
LABORATORIUM KLINIK DAN PA
MENGAMBIL
MENUANG ATAU
TERPERCIK KE
TUMPAHAN
CAIRAN REAGEN
MENGAMBIL
BADAN DAN
CAIRA KE
UNTUK
CAIRAN DENGAN
MATA,
BADAN
PENGUJIAN
PIPET ATAU
TERHIRUP
DAN
SAMPEL
ALAT YANG LAIN
UAPNYA
LANTAI
MENMGAMBIL,
16
DEPO FARMASI RAWAT INAP
MEMBUAT LARUTAN PEROKSIDA 3 %
MENGENCERKAN, MENUANG, MEMINDAHKAN PEROKSIDA
TERPERCIK KE KULIT ATAU MATA, DAN MENGENAI PAKAIAN
PEKAT MENMGAMBIL,
17
DEPO FARMASI RAWAT
MEMBUAT
INAP, DEPO FARMASI
LARUTAN
RAWAT JALAN
CARBOGLISERIN
MENGENCERKAN, MENUANG, MEMINDAHKAN FENOL DAN
18
MENUANG
LINGKUNGAN RUMAH
POVIDON IODIN
SAKIT
10%
3
9
3
3
9
3
3
9
3
3
9
CAIRAN TUMPAH DI MEJA KERJA
CAIRAN TERPERCIK KE
TUMPAH DI
KULIT ATAU
MEJA
MATA
KERJA DAN MEMERCIK
GLISERIN SELURUH AREA
3
MENGAMBIL, MENUANG, MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS
33
CAIRAN TERPERCIK KE
TUMPAH DI
KULIT ATAU
MEJA
MATA
KERJA DAN MEMERCIK
CAIRAN SELURUH AREA 19
LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
MENUANG ALKOHOL
70 %
DAN 96 %
MENMGAMBIL,
TERPERCIK KE
MENUANG,
KULIT ATAU
MEMINDAHKAN
MATA, DAN
ALKOHOL
PAKAIAN
TUMPAH SAAT DITUANG
3
3
9
3
3
9
KE BASKOM ATAU EMBER KRISTAL
MENMGAMBIL, 21
DEPO FARMASI RAWAT
MENIMBANG
INAP
AgNO3
MEMINDAHKAN KRISTAL AgNO3 KE TIMBANGAN ATAU POT
AgNO3 TERKENA
JATUH
KULIT
SAAT AKAN DI TIMBANG
Setelah semua resiko teridentifikasi dan diperoleh peringkat resiko dengan cara mengalikan dampak dengan probabilitas didapatkan hasil bahwa semua bahan B3 masuk dalam katagori resiko tinggi sehingga pengelolaannya harus diawasi, di lakukan modifikasi dalam penangannya sehingga dapat menurunkan resikonya dan untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam program manajemen resiko rumah sakit.
34
BAB VI KESELAMATAN KERJA A. PENGERTIAN
Prosedur kerja yang dilakukan dalam pengelolaan B3 yang dapat melindungi pekerja dari bahaya atau kecelakaan yang terjadi selama melakukan pekerjaan yang berhubungan dangan Bahan Berbahaya dan beracun B. TUJUAN
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan Rumah Sakit Umum Ananda Purworejo. C. TATA LAKSANA
1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat bekerja a. Masker. b. Sarung tangan. c. Alat peredam suara /ear plug /ear murf. d. Desinfektan pencuci tangan. e. Biologycal Safety Cabinet. f. Baju Pelindung. g. Kaca mata. h. Cover Shoes. 2. Depo dan gudang farmasi dilengkapi dengan alat pemadam api ringan (APAR) dan alarm bahaya kebakaran serta washtafel. 3. Meja dan kursi penyiapan, pelayanan dipilih yang bersifat ergonomis. 4. Gudang penyimpanan bahan berbahaya dan beracun dilengkapi dengan label bahan berbahaya dan beracun. 5. Clean room / ruang bersih untuk penanganan sitostatika. 6. Spillkit tumpahan B3 Spillkit adalah peralatan yang berisi a. APD ( masker, Handscoen, Penutup Kepala, Gogles, Apron). b. Pengki dan sapu. c. Lap. d. Pasir sebagai bahan penyerap. e. Plastik sampah. f. Penanda tumpahan. Yang berfungsi untuk penanganan tumpahan dan darah dan B3 yang ditempatkan pada setiap tempat yang mempunyai B3 dan yang beresiko terjadinya tumpahan
35
Gambar spill kit D.
Penanganan Tumpahan Limbah B3 dan Pelaporan Insiden Penanganan tumpahan limbah B3 adalah tindakan gawat darurat terhadap tumpahan limbah
B3 yang tercecer di area instalasi yang menghasilkan limbah B3, area RSU Ananda dan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3. Jenis limbah B3 yang dihasilkan di RSU Ananda terdiri dari limbah infeksius, limbah B3 cair (radiologi, laboratorium), dan limbah B3 umum (accu bekas, lampu TL & Bohlam, tinta, dll). Upaya penanganan tumpahan B3 agar berjalan efektif, perlu didukung dengan penyediaan sarana spill kit tumpahan B3. Spill kit tersebut adalah seperangkat perlengkapan penanganan tumpahan yang terdiri dari: 1. APD: Google, masker disposible, sarung tangan disposible, apron disposible. 2. Cairan: desinfektan dan handrub. 3. Peralatan: adsorben (kertas, kain majun, kantong plastik kuning, serokan + sapu kecil, spuit) Selain itu diperlukan cara penagananan tumpahan yang benar agar tidak terjadi paparan terhadap petugas. 1. Penanganan tumpahan limbah B3 a. Penanganan tumpahan limbah infeksius. 1) Cuci tangan menggunakan handrub. 2) Petugas menggunakan Alat Pelindung diri (kacamata/google, masker disposible, apron disposible, sarung tangan disposible, dan sepatu kerja). 3) Gunakan adsorbent kain/koran bekas untuk menyerap dan membersihkan tumpahan limbah infeksius. 4) Masukan kain/koran bekas yang telah digunakan ke plastik kuning. 5) Basahi lantai yang terkena tumpahan dengan desinfektan/larutan chlorine 0.05% selama 5 menit.
36
6) Bersihkan lantai dengan adsorbent kain/koran bekas untuk menyerap dan membersihkan sisa desinfektan. 7) Lepas APD (sarung tangan disposible, masker disposible, apron disposible) dan masukkan ke kantong plastik kuning. 8) Lepas APD kacamata/google dan bersihkan dengan desinfektan. 9) Buang plastik kuning ke tempat sampah infeksius. 10) Cuci tangan menggunakan handrub 11) Isi kembali spill kit. 12) Buat laporan kejadian tumpahan pada formulir pelaporan. 13) Serahkan kepada Panitia K3 paling lama 2 x 24 jam. b. Penanganan tumpahan limbah B3 non infeksius 1) Penanganan tumpahan solar :
Petugas menggunakan Alat Pelindung Diri (sarung tangan dan sepatu boot).
Lokalisir tumpahan solar dengan adsorbent pasir/serbuk kayu/koran/kain bekas.
Hindarkan semua material yang yang berpotensi menimbulkan percikan/ nyala api.
Masukkan adsorben pasir/serbuk kayu/koran/solar ke dalam kantong plastik kuning/ember/drum.
Bersihkan lantai yang terkena tumpahan solar dengan detergen sampai lantai tidak licin.
Bersihkan dan bilas APD dengan air mengalir.
Lakukan prosedur cuci tangan dengan sabun.
Buat laporan kejadian tumpahan pada formulir pelaporan.
Serahkan kepada Panitia K3 paling lama 2 x 24 jam.
2. Pelaporan insiden Kontaminasi/paparan
bahan
berbahaya
beracun
(B3)
serta
limbahnya
dapat
menimbulkan bahaya pada manusia maupun lingkungan. Kejadian kontaminasi/tumpahan dikategorikan sebagai kecelakaan akibat kerja sehingga perlu pelaporan (accident report). Alur pelaporan insiden sama dengan kejadian pelaporan kecelakaan akibat kerja (SPO pelaporan kecelakaan akibat kerja di RSU Ananda. Laporan insiden dilaporkan dan dievaluasi setiap 3 (tiga) bulan oleh panitia K3 kepada Direktur. Arahan Direktur dijadikan petunjuk untuk meningkatkan/memperbaiki agar tidak terjadi lagi insiden kecelakaan akibat kerja akibat kontaminasi baik bahan maupun limbah berbahaya beracunGb. 4.4 Alur pelaporan insiden
37
Tumpahan /kontaminasi B3/Limbah B3
Kecelakaan akibat kerja
Pengobatan di IGD
Pencatatan accident report & evaluasi oleh PK3 RS
Pelaporan data accident report ke Direktur
Arahan & tindak lanjut dari Direktur
E.
Alat Pelindung Diri Penanganan B3 dan Limbah B3 Bahan dan limbah bahan Berbahaya dan Beracun berpotensi menimbulkan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku tentang Keselamatan Kerja, maka RSU Ananda harus menyediakan peralatan pelindung diri yang digunakan secara benar disertai prosedur tertulis cara penggunaannya serta dipelihara dalam kondisi layak pakai. Pimpinan RS menetapkan secara tertulis jenis dan jumlah alat pelindung diri yang harus ada di RSU Ananda, dimana dan pada saat apa dipergunakan serta siapa yang mempergunakan alat pelindung diri tersebut. Jenis Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan di tiap instalasi/unit kerja cukup banyak jenisnya, diantaranya: 1. Masker 2. Sepatu boot 3. Sarung tangan disposible 4. Kaca mata/google 5. Apron disposible 6. Jas lab 7. Baju operasi Seluruh instalasi/unit kerja yang yang mempunyai risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Jenis Alat Pelindung Diri menurut tempat kerja disajikan pada tabel 4.3
38
Tabel 4.3 Jenis Alat Pelindug Diri (APD) Di RSU Ananda No 1
Jenis APD Masker
Instalsi/Unit
Risiko Bahaya
Farmasi Perawatan R.operasi Laboratorium Kesling
Debu Penularan penyakit
Pestisida
2
Sepatu Booth
Kebersihan Juru masak
Terpeleset,tertusuk benda tajam, kejatuhan benda
3
Sarung tangan
Perawat Laboratorium Dokter Kesling
Iritasi kulit Penularan penyakit
4
Kaca mata
UPSRS R.Operasi
Cahaya pijar las Penularan kuman
5
Celemek
Dapur
Tumpahan minyak
6
Jas laboratorium
Laboratorium
Percikan specimen lab
7
Baju operasi
R.Operasi
Percikan darah Kontaminasi kuman
39
Gambar
8
Apron
Radiologi
Paparan sinar radiasi
40
BAB VII PENGENDALIAN MUTU A. PENGERTIAN
Pengelolaan B3 di Rumah Sakit Umum Ananda Purworejodilakukan secara benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk menjamin setiap B3 yang ada aman dari segala efek yang tidak diinginkan yang muncul karena pemakaiannya. Material Safety Data Sheet (MSDS) Material safety data sheet atau dalam SK Menteri Perindustrian No 87/MIND/PER/9/2009 dinamakan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi sifat fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakkan khusus dalam keadaan darurat, pembuangan dan informasi lain yang diperlukan. Semua bahan kimia berbahaya diwajibkan memiliki MSDS, hal ini diatur dalam berbagai peraturan seperti keputusan menteri Kesehatan nomor 472 tahun 1996, keputusan menteri tenaga kerja nomor 187 tahun 1999, PP 74 tahun 2001 tentang B3 dan keputusan menteri perindustrian no 87 tahun 2009 tentang global harmonize system (GHS). Didalam OSHA Hazard Communication 29 CFR 1919.1200 juga dinyatakan bahwa pihak manufaktur bahan kimia harus memastikan bahwa semua bahaya bahan kimia yang diproduksi sudah dievaluasi dan memastikan bahwa bahaya tersebut diinformasikan kepengguna bahan kimia tersebut melalui MSDS. Menurut OSHA, yang bertanggung jawab membuat MSDS adalah pihak manufaktur yang memproduksi bahan kimia tersebut. Dan semua pihak-pihak yang berkaitan dengan aliran distribusi bahan kimia tersebut bertanggung jawab menyampaikan MSDS tersebut sampai kepengguna. Bahkan MSDS tersebut harus selalu menyertai bahan kimia tersebut sepanjang pendistribusiannya. Pembuatan MSDS adalah kewajiban pembuat bahan kimia dan pengguna bahan kimia memiliki hak untuk memperoleh MSDS dari pihak pemasok, meskipun pihak pemasok bukan pembuat atau manufaktur bahan kimia tersebut, namun pihak pemasok berkewajiban menyediakan MSDS dari bahan kimia yang didistribusikan yang dia peroleh dari pihak manufaktur. Pihak perusahaan sebagai pengguna berkewajiban menyediakan MSDS ditempat kerja atau area yang mudah dijangkau atau diketahui oleh pekerja. Pihak perusahaan juga berkewajiban memberikan training mengenai MSDS kepada pekerja agar mereka dapat membaca dan memahami MSDS tersebut.
41
Kenapa MSDS atau LDKB diperlukan? MSDS atau LDKB merupakan sumber informasi yang sangat penting mengenai sifatsifat bahaya bahan kimia yang diggunakan, misalnya sifat mudah terbakar, beracun, korosive, mudah meledak, bersifat reaktif, bahan sensitive dan lain-lain. MSDS juga merupakan sumber informasi cara penanganan jika terjadi kecelakaan dengan bahan kimia tersebut seperti tumpah, keracunan, terkena pada tubuh pekerja dan terhisap serta informasi alat pelindung diri (APD) yang diperlukan saat penanganan atau penggunaan bahan kimia tersebut seperti kacamata safety, respirator dan sarung tangan (glove). Semua informasi tersebut sangatlah penting bagi pengguna untuk menghindari terjadi kecelakaan bahan kimia yang bisa berakibat fatal bagi pengguna. Persyaratan dan Format MSDS MSDS harus mengandung informasi semua sifat bahaya yang terkandung didalam bahan kimia tersebut, tidak boleh menyembunyikan dengan sengaja salah satu atau lebih sifat bahaya yang terkandung didalamnya. Bahkan MSDS juga harus mencantumkan ingredient pembentuk produk tersebut, meskipun diijinkan untuk menyembunyikan salah satu atau lebih ingredient (trade secret) yang dianggap penting untuk melindungi kepentingan bisnis perusahaan. Namun pihak perusahaan harus membuka trade secret tersebut kepada pihak pengguna jika dalam keadaan emergency, seperti ada pekerja yang kerancunan dan perlu diketahui bahan apa yang merancuninya berdasarkan permintaan dari dokter yang menanganinya. Secara umum MSDS harus mengandung:
Identitas semua ingredient yang terkandung