MGG 1, LP Fraktur Maxilla [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Anatomi dan Fisiologi Os maxilla adalah tulang rahang atas pada manusia dan diketahui memiliki fungsi dalam menyokong gigi-gigi yang berada dibagian atas mulut. Rahang atas juga diketahui berfungsi dalam menjaga bentuk tulang hidung tetap ideal dan tulang rahang atas ini diketahui juga merupakan penyokong dari keberadaan tulang langit-langit (Sejati, 2018).



Maxilla terbentuk dari dua bagian komponen piramidal iregular yang berkontribusi terhadap pembentukan bagian tengah wajah dan bagian orbit, nasal fossa, oral cavity dan sebagian besar palatum, nasal cavity, serta apertura piriformis (Sejati, 2018). Maxilla terdiri dari badan dan empat prosesus; frontal, zygomatic, palatina, dan alveolar. Badan maxiila mengandung sinus maxilla yang besar, pada massa anak-anak ukuran sinus ini masih kecil, tapi pada saat dewasa ukuran akan membesar dan menembus sebagian besar struktur sentral pada wajah. Secara konseptual karangka wajah terdiri dari empat pasang dinding penopang (buttress) vertikal dan horizontal. Buttress merupakan daerah tulang yang lebih tebal yang menyokong unit fungsional wajah (otot, mata, oklusi dental, airway) dalam relasi yang optimal dan menentukan bentuk wajah dengan cara memproyeksikan selubung soft tissue diatasnya (Sejati, 2018).



B. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Fraktur adalah patah tulang atau hilang dan putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Nurlaeli, 2019). Fraktur maxilla terjadi ketika maxilla menjadi retak atau patah. Fraktur maxilla terjadi karena seseorag mengalami cedera pada wajah akibat dari jatuh, kecelakaan mobil, tertusuk, atau berlari ke suatu objek (Nurlaeli, 2019). 2. Etiologi Penyebab terjadinya fraktur maxilla antara lain (Muthoharoh, 2019): a. Terjadinya fraktur pada daerah 1/3 tengah wajah adalah karena yang hebat, tetapi kebanyakan oleh oleh karena kecelakaan lalu lintas. b. Fraktur maksilofasial dapat diakibatkan karena tindak kejahatan atau penganiayaan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga dan industri, atau diakibatkan oleh hal yang bersifat patologis yang dapat menyebabkan rapuhnya bagian tulang. c. Fraktur pada midface seringkali terjadi akibat kecelakan kendaraan bermotor, terjatuh, kekerasan, dan akibat trauma benda tumpul lainnya. d. Untuk fraktur maksila sendiri, kejadiannya lebih rendah dibandingkan dengan fraktur midface lainnya. 3. Klasifikasi Os maxilla terdapat tiga pola fraktur, yaitu Le Fort I, Le Fort II dan Le Fort III. Fraktur os maxilla berdasarkan klasifikasi Le Fort (Sejati, 2018): a. Fraktur Le Fort I Fraktur Le Fort I merupakan jenis fraktur yang paling sering terjadi, dan menyebabkan terpisahnya prosesus alveolaris dan palatum durum. Fraktur ini menyebabkan rahang atas mengalami pergerakan yang disebut floating jaw. Hipoestesia nervus infraorbital kemungkinan terjadi akibat dari adanya edema. Garis fraktur berjalan dari aperture piriformis di bagian atas spina nasalis,



kemudian



berjalan



ke



dinding



sinus



maksilaris,



Krista



zigomatikoalveolaris, tuber maksila, bagian ujung kaudal prosesus pterigoideus, dinding posterior sinus maksilaris hingga kembali ke aperture piriformis. b. Fraktur Le Fort II Fraktur Le Fort tipe II biasa juga disebut dengan fraktur piramidal. Manifestasi dari fraktur ini ialah edema di kedua periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang terlihat seperti racoon sign. Biasanya ditemukan juga hipoesthesia di nervus infraorbital. Kondisi ini dapat terjadi karena trauma langsung atau karena laju perkembangan dari edema. Maloklusi biasanya tercatat dan tidak jarang berhubungan dengan open bite. Pada fraktur ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat palpasi di area infraorbital dan sutura nasofrontal. Keluarnya cairan cerebrospinal dan epistaksis juga dapat ditemukan pada kasus ini. c. Fraktur Le Fort III Fraktur ini disebut juga fraktur tarnsversal. Fraktur Le Fort III menggambarkan adanya disfungsi kraniofasial. Tanda yang terjadi pada kasus fraktur ini ialah remuknya wajah serta adanya mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks, disertai pula dengan keluarnya cairan serebrospinal, edema, dan ekimosis periorbital. Garis fraktur berjalan dari sutura frontonasalis atau sutura frontomaksilaris lewat os. Lacrimale, dinding medial orbita, foramen optikum.



4. Patofisiologi (pathway) Trauma langsung



Trauma tidak langsung



Kondisi patofisiologis



Fraktur



Pembedahan



Diskontinuitis tulang



Pergeseran fragmen tulang



Perubahan jaringan sekitar



Nyeri Akut



Laserasi kulit



Susah tidur



Kerusakan integritas kulit



Gangguan Pola Tidur



Gangguan Citra Tubuh



Efek anestesi Asites



Luka insisi



Inflamasi bakteri



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Harga Diri Rendah Situasional



Sumber : PPNI (2017 & 2018) & Nurlaeli (2019) 5. Manifestasi Klinik Rahang yang patah biasanya menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan rahang dan kebanyakan orang sering merasa bahwa gigi mereka sakit biasa. Seringkali, mulut tidak dapat dibuka lebar, atau bergeser ke satu sisi saat membuka atau menutup. Fraktur maxilla sering menyebabkan pembengkakan dan deformitas wajah. Pembengkakan jarang menjadi cukup berat untuk menyebabkan seeorang mengalami gangguan pada saluran pernapasan. Gejala fraktur maxilla yang dapat terjadi (Nurlaeli, 2019) : a. Mimisan b. Memar di sekitar mata dan hidung c. Bengkak pada pipi



Resiko Infeksi



d. Bentuk di sekitar hidung tidak beraturan e. Mengalami kesulitan dalam penglihatan f. Memiliki penglihatan ganda g. Terjadi mati rasa di daerah rahang atas h. Mengalami kesulitan mengunyah, berbicara atau makan i. Saat mengunyah, berbicara, atau makan akan terasa sakit di bibir j. Terdapat gigi yang patah 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pada pasien fraktur maxillaris yang terjadi perdarahan jarang sekali menimbulkan masalah yang serius, tetapi karena diperlukan untuk pembedahan maka penting untuk dilakukan pemeriksaan golongan darah untuk keperluan transfusi darah. Yang diperlukan untuk pemeriksaan laboraturium antara lain (Nurlaeli, 2019) : 1) Hemoglobin / haemoglobin (Hb) nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, nilai normal dewasa wanita 12-16 gram/dL, wanita hamil 10-15 gram/dL, dikatakan Hb rendah apabila nilainya