6 0 592 KB
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geologi merupakan ilmu yang mempelajari bumi baik itu sejarah serta fenomena-fenomena yang terjadi di masa lampau dan sekarang. Salah satu aspek yang memiliki peran penting dalam kejadian tersebut adalah mineral. Oleh karena itu muncullah
ilmu
yang
mempelajari
tentang
mineral
yang
merupakan percabangan ilmu dari geologi yaitu mineralogi. Pengamatan serta pendeskripsian mineral merupakan yang utama dalam mineralogi sehingga dibutuhkan pengamatan secara
mikroskopis.
Pengamatan
secara
mikrosopis
lebih
diperdalam pada kajian mineral optik. Dalam ilmu Geologi analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifatsifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat).
Terkait dengan peranan mikroskop polarisasi dalam identifikasi sifat optik suatu mineral
maka dianggap perlu untuk mampu menggunakan mikroskop
tersebut. Dalam penggunaan mikroskop terdapat pengamatan Nikol Silang dan Nikol Sejajar. Oleh karena itu diadakanlah praktikum untuk pengamatan pada Nikol Sejajar dan Nikol Silang dalam acara Pengamatan Nikol Silang dan Nikol Sejajar. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dari praktikum mineral optik acara ketiga Ortoskop Nikol Silang dan Nikol Sejajar yaitu praktikan mampu memahami fungsi dari ortoskop nikol silang dan nikol sejajar. Adapun tujuan dari praktikum Ortoskop Nikol Silang dan Nikol Sejajar adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui perbedaan pengamatan nikol silang dan nikol sejajar. 2. Dapat mendeskripsi sifat-sifat optik mineral.
1.3 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yag digunakan demi kelancaran praktikum adalah sebagai berikut : 1. Mikroskop Polarisasi 2. Lap Halus dan Kasar 3. Lembar Kerja Praktikum 4. Alat Tulis Menulis 5. Objek Pengamatan 6. Penuntun Praktikum 7. Album Mineral Optik 8. Pensil Warna 1.4 Prosedur Kerja 1. Mempersiapkan alat dan bahan praktikum. 2. Menempatkan preparat pada meja objek. 3. Menentukan perbesaran okuler, objektif, perbesaran total, bilangan skala dan kedudukan mineral.
4. Melakukan pengamatan pada nikol sejajar berupa warna absorbs,
pleokrisme,
intensitas,
bentuk,
indeks
bias,
belahan, pecahan, relief, inklusi, dan ukuran mineral. 5. Melakukan pengamatan pada nikol silang berupa warna interferensi, bias rangkap, sudut gelapan, jenis gelapan, kembaran, polisintetik, sistim kristal, dan tanda rentang optik. 6. Menentukan komposisi mineral serta nama mineralnya dari pencocokan data dengan album mineral optik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengamatan Sifat Optik Pada Nikol Sejajar Untuk
mengidentifikasi
sifat
optik
mineral,
diperlukan
beberapa tahapan, yaitu ortoskop nikol sejajar, ortoskop nikol
silang, dan konoskop. Berikut ini diuraikan berbagai sifat-sifat optik mineral yang dapat teramati dengan Nikol Sejajar, antara lain : 1. Warna Warna merupakan pencerminan dari kenampakan daya serap atau absorpsi panjang gelombang dari cahaya yang masuk pada mineral anisotropik. Pengamatan warna mineral secara megaskopis dengan contoh setangan sangat berbeda dengan pengamatan
warna
secara
mikroskopis.
Hanya
saja
suatu
pendekatan teoritis bahwa ada umumnya mineral yang berwarna pucat sampai putih dalam contoh setangan cenderung akan nampak tidak berwarna atau transparan di dalam sayatan tipis, sebaliknya mineral-mineral yang berwarna gelap atau hitam secara megaskopis akan nampak berbagai variasi warna dalam sayatan tipis. Sedangkan mineral yang kedap cahaya atau minera; yang tidak tembus cahaya akan berwarna gelap atau hitam. (Tim Asisten Mineral Optik, 2016) 2. Pleokrisme Gejala perubahan warna mineral pad ortoskop nikol silang atau sejajar bila meja objek diputar hingga 90 o, disebut dengan pleokrisme.
Untuk
semua
jenis
mineral,
masing-masing
mempunyai sifat pleokrisme yang berbeda. Jenis-jenis pleokrisme mineral terbagi kedalam 2 golongan yaitu :
a. Dwikroik, bila terjadi perubahan dua warna yang berbeda, contoh
pada
mineral
bersistem
kristal
hexagonal
dan
tetragonal. b. Trikroik, bila terjadi perubahan tiga warna yang berbeda. Terjadi pada mineral dengan sistem kristal ortorombik, monoklin, dan triklin. Bila satu mineral mempunyai pleokrisme trikroik dalam satu sayatan tipis, maka mineral tersebut tidak akan memperlihatkan 3 (tiga) kali perubahan warna. Perubahan tiga warna akan terlihat jika membuat sayatan dengan dua arah yang berbeda. Pleokrisme dapat juga yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah diputar hingga 360o, pada posisi nikol sejajar/silang.
Gambar 2.1 Warna interferensi biotit sejajar sumbu C dan pleokroismenya pada sudut putaran 90o
3. Bentuk Mineral Pengamatan bentu mineral secara optic dilakukan dengan melihat bentuk mineral dalam kondisi dua dimensi. Sementara itu denan adanya bidang belahan dari mineral, maka dapat pula kita menafsirkan struktur kristal dari mineral tersebut. Bentuk mineral diamati dengan melihat atau mengamati bidang-bidang
batas ataupun garis batas dari mineral tersebut. Bentuk-bentuk mineral dibagi kedalam tiga bagian, yaitu : a. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri. b. Subhedral, bila kristal dibatasi hanya sebagian bidang kristalnya sendiri. c. Anhedral, bila kristal sama sekali tidak dibatasi oleh bidangbidang kristalnya sendiri. Peristilah bentuk-bentuk mineral seperti tersebut merupakan penamaan bentuk luar mineral, sedangkan untuk penamaan bentuk dalam kristal adalah prismatik, kubik, tabular, pipih, jarum, dan polygonal. (Tim Asisten Mineral Optik, 2016). 4. Indeks Bias Indeks bias mineral dapat diartikan sebagai salah satu nilai (konstanta) yang menunjukkan perbandingan sinus sudut datang (i) dengan sinus sudut bias atau refraksi (r). Berdasarkan pengertian tersebut, maka indeks bias (n) juga merupakan fungsi dari perjalanan sinar di dalam medium yang berbeda. 5. Belahan dan Pecahan Setiap mineral mempunyai kemampuan
dan
kecenderungan untuk terpisahkan menjadi bagian yang lebih kecil. Apabila bidang-bidang tersebut berbentuk lurus dengan arah tertentu sesuai dengan bentuk kristalnya, bidang tersebut adalah belahan (cleavage). Salah satu dari sifat mineral adalah adanya bidang belahan yang tetap, hal tersebut berhubungan pula dengan sifat-sifat khusus struktur atom mineral tersebut. Jika bidang-bidang kecil dari mineral tersebut tidak lurus dengan
arah-arah yang tidak teratur dan tidak terkontrol oleh struktur atomnya, maka bidang tersebut adalah pecahan (fracture). 6. Relief Mineral Relief suatu mineral dapat diartikan sebagai suatu kenampakan yang timbul akibat adanya perbedaan indeks bias mineral dengan media yang ada di sekitarnya. Pada sayatan batuan, relief dapat terlihat pada batas sentuhan antara kristalkristal. Dalam hal ini dipengaruhi pula oleh harga indeks bias diantara dua media atau kristal tersebut. Dalam identifikasi relief suatu mineral, digunakan skala relief tinggi, sedang, dan rendah (Gambar 2.2). Mineral yang mempunyai relief tinggi, misalnya zircon, olivine, piroksin, dan hornblende. Mineral yang berelief sedang sampai tinggi misalnya piroksin, amphibole. Sedangkan yang berelief rendah seperti kelompok mineral feldspar dan silika serta felspatoid.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.2 Relief Mineral (a) Relief Rendah (Sanidin); (b) Relief Sedang (Biotit); (c) Relief Tinggi (Epidot)
7. Penentuan Ukuran Mineral Ukuran mineral dalam suatu sayatan tipis dapat diukur dengan
diketahuinya
bilangan
skala
untuk
masing-masing
pembesaran total. Ukuran mineral ini dinyatakan secara absolut dalam millimeter dan centimeter. Dalam praktikum ini yang
dipakai adalah ukuran dalam satuan mm, dengan okuler yang berskala dapat diukur ukuran (lebar, panjang, dan garis tengah) dari mineral. Untuk masing-masing pembesaran yang digunakan, akan
memberikan
ukuran
mineral
yang
bervariasi.
Dalam
penerapannya, ukuran dari berbagai jenis mineral yang terdapat dalam suatu batuan dapat dijadikan dasar menentukan fenokris ataupun
massa
dasar,
matriks,
dan
semua
jenis
batuan,
sehingga dapat diketahui pula pembentukan dari mineral-mineral tersebut. 2.2 Pengamatan Sifat Optik pada Nikol Silang Identifikasi mineral secara optic dengan ortoskop nikol silang, menggunakan lensa polarisator dan analisator. Dengan ketentuan bahwa arah getar polarisator harus tegak lurus terhadap arah getar analisator. Sifat-sifat optic yang diamati adalah : 1. Warna Interferensi Warna yang dihasilkan dari cahaya yang diteruskan melalui analisator kepada mata pengamat. Warna interferensi terjadi pada mineral anisotropy karena adanya selisih harga indeks bias sinar
ordiner
dan
ekstraordiner.
Cara
penentuan
warna
interferensi, yaitu : a. Sayatan dianggap mempunyai ketebalan yang seragam.
b. Letakkan
sayatan
pengamatan
diatas
ortoskop
meja
nikol
objek
silang
lalu
dilakukan
dengan
memakai
analisator. c. Meja objek diputar sampai diperoleh warna interferensi maksimum. d. Warna yang nampak dibandingkan dengan warna standar komparator dari tabel Michel-Levy. e. Menentukan warna yang sesuai dan pada orde berapa yang sama. 2. Bias Rangkap (Birefringence) Cahaya yang masuk dalam
media
anisotropy
akan
dibiaskan menjadi dua sinar, yang bergetar dalam dua bidang yang saling tegak lurus. Harga bias rangkap merupakan selisih maksimum kedua indeks bias sinar yang bergetar dalam suatu mineral. Cara menentukan harga selisih indeks bias : a. Letakkan sayatan tipis mineral atau batuan pada meja objek. b. Putar meja objek sampai nampak warna yang terang maksimum. c. Bandingkan warna tersebut dengan warna pada tabel MichelLevy. d. Tarik garis melalui ketebalan sayatan (0.03 mm) kemudian baca angka berapa yang tertera pada bagian tepi tabel tersebut. Penentuan orde dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu orde I bawah (lemah), orde I atas – orde II atas (sedang), orde III bawah – orde II atas (kuat), dan orde IV bawah – orde III atas (ekstrim). 3. Orientasi Optik
Orientasi optik merupakan hubungan antara sumbu panjang kristalografi mineral dengan sumbu indikatriknya (arah getaran sinar). Pada umumnya sumbu terpanjang kristalografi adalah sumbu-c
kristalografi.
Tetapi
pada
kelompok
phylosilikat,
umumnya sumbu-c kristalografi merupakan sumbu terpendek, sedangkan
yang
terpanjang
adalah
sumbu-a
kristalografi.
Orientasi optik length-slow, terjadi apabila sumbu panjang (sumbu-c) mineral sejajar atau hampir sejajar sumbu indikatrik sinar lambat (Z). Orientasi optik Length-fast, terjadi apabila sumbu panjang (sumbu-c) mineral sejajar atau hampir sejajar sumbu indikatrik sinar cepat (X). Dalam orientasi optik, dikenal ada dua macam yaitu addisi dan substraksi. Addisi adalah gejala yang terjadi apabila sumbu indikatrik sinar Z mineral sejajar dengan sumbu indikatrik sinar Z komparator. Gejala ini terlihat dengan adanya penambahan warna interferensi, yang disebabkan bertambahnya retardasi. Sedangkan Substraksi yaitu gejala yang terjadi apabila sumbu indikatrik sinar Z mineral tegak lurus dengan sumbu indikatrik sinar
Z
komparator.
Gejala
ini
terlihat
dengan
adanya
pengurangan warna interferensi karena berkurangnya retardasi. 4. Sudut Gelapan dan Jenis Gelapan (extinction) Gelapan atau pemadaman adalah keadaan mineral pada kedudukan warna interferensi minimum, terjadi apabila sumbu
indikatriks (arah getaran sinar) mineral sejajar dengan arah getar analisator atau polarisator. Terdapat beberapa jenis gelapan yang merupakan ciri optik yang khusus dari berbagai jenis mineral : a. Gelapan sejajar, terjadi bila pemadaman berada pada posisi dimana sumbu panjang ataupun belahan mineralnya sejajar sumbu-c dan sejajar pula dengan benang silang (c^X,Z = 0 o atau c^X,Z = 90o). Gelapan ini umumnya terjadi pada sistem kristal tetragonal, heksagonal, trigonal, dan ortorombik. b. Gelapan simetris, terjadi bila pemadaman pada posisi simetris (c^X,Z = 45o). Umumnya pada sayatan mineral sistem orthorombik, monoklin, misalnya pada jenis mineral piroksin dan amphibol. c. Gelapan miring, gelapan jenis ini merupakan pemadaman yang terjadi pada posisi dimana sumbu panjang kristal (belahan yang sejajar sumbu-c) membentuk sudut dengan arah getar analisator dan polarisator (c^X,Z = 1-44o). d. Gelapan bergelombang, gelapan jenis ini terjadi karena keseluruhan mineral telah mengalami tekanan namun belum sampai
rekristalisasi
secara
sempurna,
umumnya
pada
kuarsa. 5. Kembaran Pada kenampakan mikroskopis, kembaran nampak sebagai lembar-lembar yang memperlihatkan warna interferensi dan pemadaman
yang
disebabkan
karena
berbeda. terjadi
Kenampakan gangguan
pada
tersebut
dapat
waktu
proses
kristalisasi yang menyebabkan kembaran tumbuh. Dapat juga terjadi karena adanya proses deformasi pada waktu kristal tersebut sudah terbentuk (kembaran deformasi). Ada beberapa macam kembaran dengan dasar klasifikasi yang
bermacam-macam
pula.
Dalam
praktkum
ini,
diklasifikasikan secara deskriptif dengan melihat bentuk dan pola kembarannya saja. Bentuk-bentuk kembaran tersebut antara lain albit, Carlsbad, polisintetik, periklin, dan Carlsbad-albit.
Gambar 2.3 Kenampakkan kembaran Carlsbad pada Plagioklas
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sampel 01 No. Urut
: 01
No. Peraga
: 56
Pembesaran Objektif
: 5x
Pembesaran Okuler
: 10x
Pembesaran Total
: 50x
Bilangan Skala
: 0.02
Nikol Sejajar
Kedudukan
: 47.7 ; 14.71
Warna Absorbsi
Nikol Sejajar Nikol Silang
: Tidak berwarna : Cokelat Gelap
Pleokroisme
: Monokroik
Intensitas
: Kuat
Bentuk
: Anhedral - Subhedral
Indeks Bias
: nm ¿ ncb
Belahan
: Satu Arah
Relief
: Tinggi
Pecahan
: Teratur
Ukuran Mineral
: 1.4 mm
Nikol silang
Inklusi
Inklusi
: Opaque
Bentuk
: Subhedral - Euhedral
Ukuran
: 0.1 mm
Sudut Gelapan
: 67.5°
Jenis Gelapan
: Miring
Kembaran
: Albit
WI Maksimum
: Cokelat
Orde
:I
Bias Rangkap
: 0.011
T.R.O
: Substraksi/Length Fast
T.R.O
Sistem Kristal
: Triklinik
Komposisi Kimia
: (Ca,Na)[Al(Al,Si)Si2O8]
Nama Mineral
: Bytownite
Keterangan
:
Pengamatan pertama dilakukan pada sampel mineral dengan nomor urut 01 dan memunyai nomor peraga 56, memakai perbesaran objektif 5x, perbesaran okuler 10x, sehingga memunyai perbesaran total yaitu 5 x 10 = 50 kali perbesaran. Bilangan skala yaitu satu/pembesaran total (0,02), kedudukan mineral yaitu 47.7 ; 14.71. Pada pengamatan nikol sejajar diperoleh warna absorbsi (pencerminan dari kenampakan daya serap atau absorbsi panjang gelombang dari cahaya yang masuk pada mineral anisotropik) yaitu tidak berwarna pada nikol sejajar dan cokelat gelap pada nikol silang. Mineral ini memiliki pleokroisme monokroik yaitu mineral yang menampakkan satu warna dibuktikan ketika meja objek diputar hingga 90o terjadi perubahan warna. Daya serap mineral ini terhadap cahaya atau intensitas cukup kuat. Selain itu, mineral ini memunyai bentuk mineral anhedral subhedral dengan indeks biasnya nmin > ncb diperoleh dengan menggunakan metode illuminasi miring. Iluminasi miring yaitu dilakukan dengan penutupan sebagian jalannya sinar yang masuk kedalam mineral dengan menggunakan benda yang tidak tembus sinar contohnya kertas, sehingga diperoleh bayangan gelap nampak pada posisi yang searah dengan arah posisi penutupnya maka n min > ncb. Mineral ini juga memiliki belahan satu arah dan pecahan teratur, reliefnya tinggi serta memunyai ukuran mineral 1.4 mm. Inklusi berupa opaque yang memiliki bentuk subhedral - euhedral dan ukuran inklusi tersebut adalah 0.1 mm.
Pada pengamatan nikol silang diperoleh warna interferensi maksimum pada mineral ini adalah cokelat. Adapun sudut gelapan yang terbentuk pada mineral ini sebesar 67.5° yang berarti jenis gelapannya miring, kembaran berupa Albit yang ditandai dengan garis belahan yang tipis dan rata. Mineral ini berada pada orde I yang memiliki bias rangkap 0.011. Penentuan Tanda Rentang Optik (TRO) pada mineral ini berupa pengurangan warna dan tidak mengalami perpindahan orde saat menggunakan keping gips pada kompensator sehingga disebut substraksi/length fast. Sistem kristal pada mineral ini adalah triklinik. Adapun jenis mineral yang memiliki sifat optik yang telah dijelaskan adalah Bytownite
dengan rumus kimia (Ca,Na)
[Al(Al,Si)Si2O8]. Bytownite mempunyai karakteristik fisik yakni berwarna putih, abu-abu bahkan tidak berwarna (colorless). Mineral Bytownite mempunyai kilap kaca, cerat putih, tenacity rapuh dan bersifat transparan-opaque dengan belahan 1 arah. Selain itu mineral ini mempunyai pecahan konkoidal dengan kekerasan 6 - 6,5 dan memiliki berat jenis 2,74 - 2,76. Bytownite mempunyai komposisi kimia kurang lebih 30-10% sodium dan 70-90% kalcium. Mineral Bytownite pada umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf. Bytownite merupakan mineral pembentuk batuan beku basa seperti gabro dan anorthosit atau basalt. Pada batuan beku intrusif (plutonik) ultrabasa mineral ini terbentuk pada temperatur 400-1000°C. Pada batuan metamorf khususnya pada batuan hornfelse terbentuk secara metamorfosis kontak dengan temperatur antara 640-700°C dan tekanan antara 100-150 Mpa. Mineral Bytownite
pada umumnya berasosiasi
dengan mineral Quartz, Muscovite, Biotite, Hornblende, Olivin, Phyroxene.
Cara penambangan Bytownite tergantung letak bahan galian tersebut berada. Metode penambangan pada mineral ini terdiri dari penambangan terbuka (open pit mining) atau quarying operation dan dapat juga dengan penambangan dalam (underground mining). Penambangan bahan galian mineral ini lebih banyak dilakukan dengan cara tambang terbuka. Bytownite kadang-kadang digunakan sebagai perhiasan (batu permata). Bytownite juga banyak digunakan sebagai marmer dinding, bahan baku industri poles (tegel, ornamen) dan sebagai bahan bangunan/pondasi bangunan.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum acara ketiga Ortoskop Nikol Silang dan Nikol Sejajar adalah sebagai berikut : 1. pengamatan dengan menggunakkan nikol sejajar tanap menggunakan pengamatan
analisator.
Adapun
yang
meggunakan
nikol
sejajar
diamati yaitu
pada warna,
pleokrisme,bentuk mineral, belahan dan pecahan, indeks bias, relief, dan ukuran mineral. Sedangkan pengamatan dengan menggunakkan nikol silang menggunakan analisator. Adapun yang diamati pada pengamatan meggunakan nikol sejajar
yaitu
warna
interferensi,bias
rangkap,
orientasi
optic,sudut gelapan dan jenis gelapan, kembaran, dan TRO.
2. Sifat-sifat optik mineral yaitu belahan, pecahan yang terbagi menjadi tiga yaitu pecahan satu arah, dua arah dan tiga arah. sifat otik mineral selanjutnya adalah relief yang terbagi menjadi dua yaitu tinggi danrendah. 4.2 Saran adapun saran untuk labiratorium sebaiknya jumlah mikroskop ditambah,
agar
praktikan
tidak
menunggu
giliran
untuk
melakukan pengamatan. Adapun saran untuk asisten sebaiknya asisten mendamingi praktikan saat melakukan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA Doddy. Batuan dan Mineral, Bandung. Irfan, Ria Ulva., 2007. Penuntun Praktikum Laboratorium Mineral Optik JurusanIIITeknik Geologi Universitas Hasanuddin, Makassar. Graha Setia Judith, B., Hadi S., Soekardi. 1981. Diktat Kuliah Mineral Optik. Yogyakarta: IIIIIIIIIIIIIIIPusat
Penerbit Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Schusters., Simon, 1977. Rocks and Minerals, Simon & Schusters Inc., New IIIIIIIIIIIIIIIYork.