MKM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bab 4. Gaya Geser dan Momen Tekuk Tipe beam Beberapa illustrasi beam ditunjukkan pada gambar 4.1, dimana (a) beam sederhana, (b) beam centilever, dan (c) beam menggantung. Gambar 4.1. Ilustrasi dari 3 jenis beam. Jika pembebanan yang diberikan seperti pada gambar maka reaksi masing-masing beam adalah sebagai berikut: a) Beam sederhana Ra dan Rb → reaksi gaya vertikal pada ujung A dan B ditentukan dari rumus statika ΣMB = 0; ΣMA = 0 P1 ( L − a ) qb 2 + L 2L P a qb(2 L − b) Rb = 1 + L 2L b) Beam centilever Ra =



Ra =



(q1 + q 2 )b 2



Ma =



q1b  b q b 2b  a +  + 2 a +  2  3 2  3



c) Beam menggantung ΣMB = 0 − Ra L + P2 ( L − a ) + M 1 = 0



atau Ra =



DWK 44



P2 ( L − a ) M 1 + L L



MA = 0



− P2 a + Rb L + M 1 = 0 atau Rb =



P2 a M 1 − L L



Gaya geser dan momen tekuk Jika beam centilever mempunyai beban seperti gambar 4.2, gaya geser dan momen tekuk dalam batang dapat dituliskan sebagai berikut: - Gaya geser V=P - Momen tekuk M=Px



Gambar 4.2. Beam centilever dengan beban terpusat P



Konvensi tanda untuk gaya geser dan momen tekuk dalam batang ditunjukkan pada gambar 4.3. dan deformasinya pada gambar 4.4.



Gambar 4.3. Konvensi tanda gaya geser & momen tekuk



DWK 45



Gambar 4.4. (a) deformasi akibat gaya geser, (b) deformasi karena momen tekuk. Contoh soal 4.1: Beam sederhana dengan beban gaya P dan momen Mo seperti pada gambar 4.5a. Tentukan gaya geser dan momen tekuk dalam batang ! Dari gambar (a) P ΣMB = 0 Ra =



3P M o − 4 L



Rb =



P M0 + 4 L



ΣMA = 0



(b) Tanpa momen M0 ΣFy = 0



→ Ra − P − V = 0 V =−



atau



P M0 − 4 L



 L  L ΣM C = 0 → − Ra   + P  + M = 0 atau 2 4 M =



Gambar 4.5. Contoh soal 4.1 DWK 46



PL M 0 − 8 2



(c) Dengan menambah M0, maka gaya geser dan momen tekuk pada batang adalah: V =−



P M0 − 4 L



M =



PL M 0 + 8 2



Contoh soal 4.2 : Sebuah beam menggantung ABC dengan beban merata dimana intensitasnya q = 6 kN/m dan beban konsentrasi P = 28 kN (gambar 4.6a). Tentukan gaya geser V dan momen tekuk M pada penampang D yang terletak 5 m dari ujung sebelah kiri A !



Gambar 4.6. Contoh soal 4.2. Untuk menghitung reaksi dipenyangga A dan B diperlukan keseimbangan statik momen di B dan A sehingga: - Untuk momen di B − Ra (8 m) + ( 28 kN)(5 m) + (6 kN/m )(10 m)(3 m) = 0 dan Ra = 40 kN



-



sedangkan momen di A, Rb = 48 kN.



Kemudian dipotong di D dan dari diagram bodi bebas bagian kiri beam (gambar 4.6b) diasumsikan resultan tegangan V dan M positive. Persamaan keseimbangannya adalah:



DWK 47



ΣF y = 0 ΣM = 0



40 kN – 28 kN – (6 kN/m)(5 m) – V = 0 -(40 kN)(5 m) + (28 kN)(2 m) + (6k N/m)(5 m)(2,5 m) + M =0



sehingga V = -18 kN



dan



M = 69 kN.m



Metode alternatif dapat ditentukan dari gambar 4.6c ΣF y = 0



ΣM = 0



V – (6 kN/m)(5 m) + 48 kN = 0 -M – (6 kN/m)(5 m)(2,5 m) + (48 kN)(3 m) = 0



sehingga



V = -18 kN



dan



M = 69 kN.m



Hubungan beban, gaya geser dan momen tekuk Untuk menganalisa diagram gaya geser dan momen tekuk, ditentukan sebuah elemen yang dipotong diantara penampang beam sepanjang dx seperti ditunjukkan pada gambar 4.7. Pada bagian kiri dari elemen terdapat gaya geser V dan momen tekuk M yang merupakan fungsi x, sedangkan gaya geser dan momen tekuk pada bagian kanan elemen terjadi perubahan sebesar dV dan dM. Gambar 4.7. Elemen dx beam Gambar 4.7a yaitu pada elemen tersebut terdapat gaya distribusi dengan intensitas q, sehingga: - Keseimbangan gaya arah vertikal



V - (V - dV) –qdx = 0



dV = −q dx



(4.1)



- Keseimbangan momen DWK 48



 dx  − M − qdx  − (V + dV )dx + M + dM = 0  z  dengan mengabaikan perkalian diferensial



 dx  qdx  ≈ 0 dM ⇒ =V  2 dx dVdx ≈ 0



(4.2)



Gambar 4.7b, pada elemen terdapat beban terpusat P, maka: - Keseimbangan gaya arah vertikal



V1 = - P



(4.3)



- Keseimbangan momen



 dx  − M − P  − (V + V1 )dx + M + M 1 = 0  2 atau  dx  M 1 = P  + Vdx + V1dx  2 karena elemen dx sangat kecil maka perubahan M1 sangat kecil dan dapat diabaikan. Gambar 4.7c, pada elemen terdapat beban momen M0, sehingga tidak ada perubahan gaya dan V1 = 0, maka: - Keseimbangan momen



− M + M o − (V + dV )dx + M + M 1 = 0 jika bentuk differensial diabaikan karena terlalu kecil ≅ 0



M1 = -Mo



(4.4)



Contoh soal 4.3 :



Tentukan diagram gaya geser dan momen tekuk dari beam sederhana dengan beban distribusi merata q pada bagian beam seperti gambar 4.8a ! Solusi



MB = 0







Ra =



qb  b c +  L  2



DWK 49



MA = 0







Rb =



qb  b a +  L 2



Analisis dimulai dengan membuat persamaan gaya geser dan momen tekuk pada lokasi sembarang dalam beam. Persamaan gaya geser dan momen tekuk pada contoh soal ini ditentukan pada 3 lokasi beam yang berjarak x dari ujung A yaitu: a) 0 < x < a



Vx = Ra Mx = Ra x b) a < x < a+b



Vx = Ra – q(x - a) M x = Ra x −



q( x − a) 2 2



Gambar 4.8. Contoh soal 4.3



c) a+b < x < L Vx = -Rb



Mx = Rb(L - x) Dengan ketiga analisa a), b) dan c), maka diagram gaya geser dan momen tekuk dapat dibuat seperti gambar (b) dan (c). Contoh soal 4.4 :



Tentukan diagram gaya geser dan momen tekuk dari beam centilever dengan beban seperti gambar 4.9a ! Solusi Dengan mengukur jarak x dari ujung kiri beam, maka untuk: a) 0 < x < a



Vx = -P1



Gambar 4.9. Contoh soal 4.4



DWK 50



Mx = -P1 x b) a < x < L



Vx = -P1 - P2 Mx = -P1 x – P2 (x - a) Diagram gaya geser dan momen tekuk ditunjukkan pada gambar (b) dan (c), dan momen tekuk maksimum terletak pada penyangga (x = L). Soal latihan :



4.1. s/d 4.6. Tentukan diagram gaya geser dan momen tekuk dari beam berikut:



Soal 4.1



Soal 4.2



Soal 4.3



Soal 4.4



Soal 4.5



Soal 4.6



DWK 51



Bab 5. Tegangan Beam Kelengkungan Jika suatu beam dibebani, maka sumbu beam akan menekuk sehingga membentuk kurve yang sering disebut kurve defleksi beam. Analisis deformasi beam dilakukan dalam satu bidang yaitu bidang xy seperti pada gambar 5.1, sedangkan konvensi kelengkungan beam ditunjukkan pada gambar 5.2.



Gambar 5.1. Kurve beam



Gambar 5.2. Konvensi kelengkungan Dari gambar 5.1 dan 5.2 dapat didefinisikan hal-hal sebagai berikut:



0’ = Pusat lengkungan (curvature)



ρ = radius lengkungan Kelengkungan (κ):



κ=



1



ρ



dimana kelengkungan positif atau negatif ditentukan pada gambar 5.2. Jika : ρdθ = ds DWK 52



ds ≈ dx



κ=



1



ρ



dθ dx



=



(5.1)



Regangan normal Untuk menentukan regangan dalam beam, perlu dipertimbangkan kelengkungan dan deformasi beam seperti pada gambar 5.3.



Gambar 5.3. Deformasi beam akibat bending murni. Dari gambar 5.3. didefinisikan εx adalah regangan longitudinal dan untuk menentukan regangan ini, perlu dipertimbangkan sumbu longitudinal bar ef yang berjarak y dari sumbu netral. Panjang batang ef yang melengkung adalah:



L1 = ( ρ − y)dθ = dx −



y



ρ



dx



Panjang awal ef = dx DWK 53



Perpanjangan ef :



∆ef = L1 − dx = − y



dx



Regangan longitudinal ef :



ρ ∆ef dx



εx = −



y



= −κ y



(5.2)



ε z = −υε x = υκy



(5.3)



ρ



Regangan transverse :



dimana υ adalah poisson’s rasio. Contoh soal 5.1 :



Beam sederhana AB dengan panjang L = ½ ft ditekuk dengan momen Mo sehingga menghasilkan regangan pada permukaan atas beam sama dengan regangan luluh (yield) baja. Jarak antara permukaan atas dengan sumbu netral 6 in. Tentukan: - Jari-jari kelengkungan ρ - Kelengkungan κ - Defleksi vertikal δ ditengah beam dengan mengasumsikan εx = 0,0014 Solusi



ρ= κ=



y



εx 1



ρ



=



6 in = 4286 in = 357 ft 0,0014



= 0,0028 ft −1



Hasil ini menunjukan bahwa pada regangan material yang relatif besar dari material, dan jari kelengkungan yang juga besar sekali, sehingga beamnya nampak rata. Dari kurva beam pada gambar 5.4, defleksinya adalah:



δ = ρ − ρ cos θ = ρ (1 − cos θ ) sin θ =



Gambar 5.4. Contoh soal 5.1



(a)



L 2ρ



(b)



DWK 54



12 ft L = = 0,0168 2 ρ 2 x357 ft L θ = arcsin = 0,0168 rad 2ρ



δ = ρ (1 − cos θ ) = 4286 in (1 − 0,9998589) = 0,605 in Rasio panjang beam dengan defleksi ditengah :



L



δ



=



Jika



12 ft = 238 defleksinya sangat kecil / rata 0,605 in



L sangat kecil dan θ sudut kecil, pendekatan : 2ρ sin θ ≈ θ cos θ = 1 - 2 sin



θ≈



L 2ρ



sehingga ⇒



2



2



θ θ  = 1 − 2  = 1 − 2 2  2



θ



dan



δ≈



ρθ 2 2



=



L2 8ρ



θ = 0,0168 δ = 0,605 in



Tegangan normal Untuk menentukan tegangan longitudinal dari material elastis dengan diagram tegangan-regangan linear dapat digunakan hukum Hooke untuk tegangan uni-aksial:



σ x = Eε x = − Eκy



Gambar 5.4. Distribusi tegangan normal σx dalam beam DWK 55



(5.4)



Jika tidak ada gaya resultan pada arah normal maka :



∫σ



x



dA = −∫ EκydA = 0



Karena kelengkungan κ dan modulus elastisitas E = konstan, maka:



∫ ydA = 0



(5.5)



→ untuk bending murni Jika elemen gaya dari tegangan σx adalah σxdA, maka momen pada elemen tersebut adalah:



⇒ dM o = −σ x ydA Momen seluruh penampang : M o = − ∫ σ x ydA



Jika : M = − M o dan dengan substitusi σx, maka ⇒ M = ∫ σ x ydA = −κE ∫ y 2 dA



disederhanakan : M = −κEI



(5.6)



dimana momen inersia I = ∫ y 2 dA



(5.7)



sehingga



κ=



1 M =− ρ EI



(5.8)



disubstitusikan ke tegangan normal menjadi



σ x = −κEy σx =



(5.9)



My I



Tegangan tarik dan tekan maksimum adalah:



σ1 =



Mc1 M = I S1



dan



DWK 56



σ2 = −



Mc2 M =− I S2



(5.10)



dimana modulus bagian atau momen ketahanan S1 =



I c1



dan



S2 =



I c2



(5.11)



Jika c1 = c2 = c



σ 1 = −σ 2 =



Mc M = I S



I S= c



(5.12)



Gambar 5.5. Hubungan tanda momen tekuk dan tegangan normal Untuk penampang persegi dan bulat seperti gambar 5.6, momen inersia dan modulus bagian adalah:



Gambar 5.6. Penampang beam; (a) persegi; (b) bulat



DWK 57



(a) Penampang persegi I=



bh 3 bh 2 dan S = 12 6



(5.13)



(b) Penampang bulat I=



πd 4 πd 3 dan S = 64 32



(5.14)



Contoh soal 5.2 :



Beam ABC dengan beban distribusi sepanjang beam dengan intensitas pembebanan q1 = 3,0 kN/m seperti pada gambar 5.7. Tebal penampang beam adalah 12 mm. Tentukan tegangan tarik dan kompresi maksimum di beam ?



Gambar 5.7. Contoh soal 5.2 Solusi:



ΣMA = 0 ⇒ -RB x 3 + 3 x 4,5 x 2,25 = 0 RB = 10,125 kN



ΣMB = 0 ⇒ RA x 3 - 3 x 4,5 x 0,75 = 0 RA = 3,375 kN Mx = RA x -



qx 2 2



Untuk menentukan lokasi dimana momen maksimum, maka DWK 58



dM x =0 dx qx = R A x=



R A 3,375 = = 1,125 m q 3



Mmax = RA(1,125) -



q (1,125) 2 2



= 1,898 kN.m. MB = - q.(1,5)



2



2



= −3,375 kN.m



Dari sini dapat dibuat diagram momen tekuk seperti pada gambar 5.7.



Gambar 5.8. Penampang beam dari contoh soal 5.2 Dari gambar 5.8, didapat 2



y1 = 6 mm



A1 = (276 mm)(12 mm) = 3312 mm



y2 = 40 mm



A2 = (12mm) (80 mm) = 960 mm



y3 = y2



A3 = A2



2



DWK 59



c2 =



∑ y i Ai = 18,48 mm ∑ Ai



c1 = 80 mm – c2 = 61,52 mm



Dengan hasil ini, posisi sumbu netral dapat ditentukan. Momen inersia ditentukan dengan mengacu rumus-rumus yang biasa digunakan dalam perhitungan momen inersia terhadap suatu sumbu netral. I z1 = I zc + A1d 12



dimana Izc adalah momen inersia area A1 terhadap pusat sumbu masanya, sehingga; I zc =



1 (276 mm )(12 mm ) 3 = 39.744 mm 4 12



Jarak d1 adalah jarak dari sumbu centroidal A1 terhadap sumbu z; d1 = c2 − 6 mm = 12,48 mm



Momen inersia A1 terhadap sumbu z adalah 4



2



2



4



Iz1 = 39.744 mm + (3.312 mm ) (12,48 mm) = 555.600 mm



Dengan menggunakan cara yang sama terhadap area A2 dan A3, maka didapat 4



Iz2 = Iz3 = 956.600 mm



Momen inersia seluruh penampang adalah: 6



4



I = Iz1 + Iz2 + Iz3 = 2,469 x 10 mm



Modulus bagian dari beam bagian bawah dan atas adalah S1 =



I = 40.100 mm 3 c1



dan



S2 =



I = 133.600 mm 3 c2



Pada bagian beam yang terdapat momen tekuk positif maksimum, maka tegangan tarik terbesar pada bagian bawah beam (σ 1 ) dan tegangan tekan terbesar terjadi pada bagian atas (σ 2 ) , sehingga,



σ t = σ1 =



M 1,898 kN.m = = 47,3 MPa S1 40.100 mm 3



σc = σ2 = −



M 1,898 kN.m =− = −14,2 MPa S2 133.600 mm 3



DWK 60



Hal yang sama, tegangan terbesar pada momen negatif maksimum adalah:



σt =σ2 = − σ c = σ1 =



M − 3,375 kN.m =− = 25,3 MPa S2 133.600 mm 3



M − 3,375 kN.m = = −84,2 MPa S1 40.100 mm 3



Dengan membandingkan hasil-hasil diatas maka tegangan tarik maksimum adalah 47,3 MPa dan tegangan tekan maksimum 84,2 MPa. Soal latihan :



5.1. Tentukan tegangan tekuk maksimum σmax yang disebabkan oleh beban konsentrasi P yang diberikan pada beam sederhana AB sesuai pada gambar, jika P = 5,4 kN dan dimensi penampang ditunjukkan pada gambar.



5.2. Sebuah beam ABC yang menyangga beban konsentrasi P pada ujung yang digantung (lihat gambar). Penampang beam berbentuk T dengan dimensi ditunjukkan pada gambar. Hitunglah beban P yang diperbolehkan jika tegangan tarik materialnya 40 MPa dan tegangan tekan material yang diijinkan 70 MPa !



DWK 61



Tegangan geser pada beam persegi Untuk mengevaluasi tegangan geser, perlu dipertimbangkan keseimbangan pada elemen pp1n1n (gambar 5.9a) yang dipotong dari dua penampang yang berdekatan mn dan m1n1 dan berjarak dx. Dengan momen tekuk yang bervariasi yaitu M dipenampang mn dan M + dM di m1n1 dengan luas penampang dA yang berjarak y dari sumbu netral (gambar 5.b), sehingga gaya normal pada elemen ini adalah σxdA, dimana σx adalah tegangan normal.



Gambar 5.9. Tegangan geser pada beam penampang persegi empat. Jika penampang elemen pada permukaan sebelah kiri pn, gaya normal adalah sebagai berikut :



σ x dA =



My dA I



Gaya horisontal total F1 pada permukaan ini adalah: F1 = ∫



My dA I



dimana integral pada area yang diarsir yaitu y = y1 ke y = h/2. Gaya horisontal F2 pada permukaan sebelah kanan p1n1 adalah: F2 = ∫



( M + dM ) y dA I



Gaya horisontal F3 pada permukaan pp1 pada elemen tersebut adalah: F3 = τbdx



dimana bdx adalah luas permukaan atas. DWK 62



(a)



Gaya F1, F2 dan F3 harus dalam keseimbangan statik, sehingga penjumlahan gaya-gaya pada arah x menghasilkan: F3 = F 2− F1 ( M + dM ) y My τbdx = ∫ dA − ∫ dA I I



(b)



Dari sini, didapat dM  1    ydA dx  Ib ∫



τ=



Substitusi V = dM/dx (persamaan 4.2), maka didapat V ydA Ib ∫



τ=



(5.15)



Dengan mn momen pertama Q, rumus tegangan geser dapat diekspresikan sebagai berikut:



τ=



VQ Ib



(5.16)



Karena V, I dan B konstan, dan Q bervariasi sesuai dengan area yang diarsir pada gambar 5.9b yang besarnya adalah perkalian luas dengan jaraknya terhadap sumbu netral: h 2 − y1  b  h 2 h  2 Q = b − y1  y1 +  =  − y1  2 2   2 4 



(c)



Momen pertama Q dapat juga diperoleh dari integrasi Q = ∫ ydA = ∫



b/2







h/2



− b / 2 y1



ydydz = ∫



h/2



y1



ybdy



h/2



 y2   b  h2 = b   =  − y12  2 4  2  y1 



Substitusi kedalam rumus tegangan geser (pers. 5.16)



τ=



V 2I



 h2   − y12   4 



(5.17)



Tegangan geser sama dengan nol, jika y1 = ± h/2. Dan tegangan geser akan maksimum, jika y1 = 0, sehingga



τ max = DWK 63



Vh 2 3V = 8I 2A



(5.18)



Contoh soal 5.3 :



Hitunglah tegangan normal dan geser pada titik C dalam beam baja AB seperti pada gambar 5.10. Panjang beam L = 3 ft dan penampangnya persegi 1 in x 4 in. Intensitas pembebanan q = 160 lb/in. Solusi: Dari keseimbangan statik, momen tekuk M dan gaya geser V pada titik C adalah: M = 17.920 in.lb V = -1.600 lb



Momen inersia penampang area: I=



bh 3 1 3 = (1 in)(4 in) = 5,333 in 4 12 12



Tegangan tekuk dititik C, dimana lokasinya y = -1 in, adalah:



σx =



My (17.920 in.lb )(−1 in) = = −3.360 psi I 5,333in 4



Tanda minus mengindikasikan tegangan kompresi. Momen pertama area yang diarsir (gambar 5.10b) terhadap sumbu z adalah: Q = (1 in)(1 in)(1,5 in) = 1,5 in3



Dari sini, dapat diperoleh tegangan geser pada titik C;



τ=



Gambar 5.10. Contoh soal 5.3.



VQ (1.600 lb)(1,5 in 3 ) = = 450 psi Ib (5,333 in 4 )(1 in)



Untuk mengekspresikan tegangan pada titik C, dapat dilihat komponen tegangan pada gambar 5.10c. Contoh soal 5.4 :



Beam sederhana AB menerima 2 beban konsentrasi P (gambar 5.11) mempunyai penampang persegi dengan lebar b = 100 mm dan tinggi h = 150 mm Jarak a dari ujung beam ke beban P adalah 0,5 m. Tentukan gaya P yang diijinkan jika konstruksi beam dibuat dari kayu dengan tegangan DWK 64



tekuk yang diijinkan σijin = 11 MPa dan tegangan geser horisontal yang diijinkan τijin = 1,2 MPa. Berat beam dapat diabaikan.



Gambar 5.11. Contoh soal 5.4. Solusi: Dari diagram momen tekuk dan gaya geser dapat ditentukan momen tekuk maksimum M dan gaya geser maksimum V sebagai berikut: M = Pa V=P



Modulus ketahanan S dan luas penampang adalah: S=



bh 2 6



A = bh



Tegangan normal dan geser maksimum dalam beam adalah:



σ=



M 6 Pa = S bh 2



τ=



3V 3P = 2 A 2bh



Oleh karenanya, beban P yang diijinkan adalah: P=



P=



σ ijinbh 2 6a



2τ ijin bh 3



Dengan memasukkan nilai numerik kedalam rumus diatas, maka: P = 8,25 kN DWK 65



P = 12 kN



Jadi tegangan tekuk yang diijinkan dalam desain adalah P = 8,25 kN.



Tegangan geser pada beam profil dengan web dan flange Dalam beam dari baja profil I terdiri dari web (bagian penampang vertikal dan flange (bagian atas dan bawah penampang horisontal) seperti pada gambar 5.12a. Dengan mempertimbangkan tegangan geser pada lokasi ef pada web beam, dibuat asumsi yang sama dengan beam penampang persegi, sehingga tegangan geser searah sumbu vertikal y dan didistribusikan merata pada penampang web dengan ketebalan t. Untuk itu rumus τ = VQ / Ib dapat digunakan dengan mengganti b = t.



Gambar 5.12. Tegangan geser pada web pada beam dengan flange. Momen pertama Q dihitung berdasarkan penampang yang dibatasi ef dan bagian dasar penampang yang diarsir pada gambar 5.12a. Penampang ini dibagi 2 bagian yaitu : 



h h  bagian flange : A f = b − 1  2 2 







h  bagian web antara ef dan flange : Aw = t  1 − y1  2 



Momen pertama penampang diarsir terhadap sumbu netral diperoleh dengan mengalikan luas dengan jarak sumbu z terhadap pusat luas ini, sehingga h / 2 − y1   h h  h h / 2 − h1 / 2   h1  Q = b − 1  1 +  + t  − y1  y1 + 1  2 2  2 2  2  2   DWK 66



disederhanakan menjadi Q=



b 2 t h − h12 + (h12 − 4 y12 ) 8 8



(



)



Oleh karenanya, tegangan geser τ pada web beam adalah:



τ=



VQ V = b (h 2 − h12 ) + t (h12 − 4 y12 It 8 It



[



]



(5.19)



Dari persamaan ini, dapat diketahui bahwa tegangan geser τ pada web bervariasi kontinyudengan nilai kwadrat seiring dengan tinggi web yang ditunjukkan pada gambar 5.12b. Momen inersia web I=



bh 3 (b − t )h13 1 − = (bh 3 − bh13 + th13 ) 12 12 12



(5.20)



Tegangan gesernya :



τ=



3V (bh 2 − bh12 + th12 − 4ty12 ) 2t (bh 3 − bh13 + th13)



(5.21)



Tegangan geser maksimum terjadi pada sumbu netral (y1 = 0), dan tegangan geser minimum terjadi pada sambungan dengan flange (y1 = ± h1/2), sehingga:



τ max =



3V (bh 2 − bh12 + th12 ) V (bh 2 − bh12 + th12 ) = 8 It 2t (bh 3 − bh13 + th13 )



(5.22)



dan



τ min =



3V (h 2 − h12 ) Vb 2 (h − h12 ) = 8 It 2t (bh 3 − bh13 + th13 )



(5.23)



Luas area diagram tegangan (gambar 5.12b) terbagi 2 bagian, yaitu luas area persegi h1τmin dan luas area parabola 2 (h1 )(τ max − τ min ) 3



Gaya geser pada web: th 2 Vweb = h1τ min t + (h1 )(τ max − τ min )t = 1 (2τ max + τ min ) 3 3



(5.24)



Tegangan geser pada web besarnya 90 % hingga 98 % dari total tegangan geser, sedangkan sisanya pada flange. DWK 67



Dalam desain, tegangan geser maksimum umumnya dihitung berdasarkan pendekatan dengan membagi gaya geser total dengan luas penampang web. Hal ini merepresentasikan tegangan geser rata-rata pada web:



τ aver =



V th1



(5.25)



Contoh soal 5.5 :



Tentukan tegangan geser maksimum pada web dari beam yang penampangnya berbentuk T seperti pada gambar 5.13, jika b = 4 in, t = 1 in, h = 8 in, h1 = 7 in dan V = 10.000 lb. Gambar 5.13. Contoh soal 5.5. Solusi: Jarak c ke pusat penampang ditentukan dengan perhitungan berikut: c= =



(3 in.)(1 in.)(0,5 in.) + (8 in)(1 in)(4 in) (3 in.)(1 in) + (8 in.)(1 in.)



33,5 in.3 = 3,045 in 11,0 in 2



Momen inersia I dari penampang tersebut terhadap sumbu netral dapat ditentukan dengan menentukan momen inersia terhadap sumbu nn dan kemudian menggunakan theorema sumbu parallel seperti berikut: 1 1 I = (4 in.)(1 in) 3 + (1 in.)(7 in) 3 − (11 in 2 )(2,045 in.) 2 = 69,66 in 4 3 3



Tegangan geser maksimum terjadi pada sumbu netral; momen pertama dari area dibawah sumbu netral adalah: 1 Q =(1 in.) (4,955 in)2   = 12,28 in3  2



Dengan substitusi kedalam rumus tegangan geser, didapat tegangan maksimum dalam beam:



τ=



VQ (10.000 Ib )(12,28 in.3 ) = = 1,760 psi It (69,66 in.4 )(1 in)



DWK 68



Beam dengan beban axial Pada batang struktur selalu menerima beban bending dan gaya axial. Sebuah contoh pada gambar 5.14a yang menggambarkan beam centilever dengan beban miring P pada pusat penampang bagian ujung. Beban P dapat diproyeksikan menjadi 2 komponen yaitu beban transverse Q dan beban axial S. Gaya-gaya tersebut mengakibatkan resultan reaksi beam dalam bentuk momen tekuk M, gaya geser V dan gaya axial N.



Gambar 5.14. Beam centilever dengan beban bending dan axial. Pada penampang yang berjarak x dari penyangga, resultan reaksi beam adalah: M = Q(L-x) V = -Q N=S



Tegangan karena masing-masing reaksi ini dapat digunakan rumus sebagai berikut:



σ=



My I



τ=



Vq Ib



σ=



N A



Gaya axial N yang mengakibatkan distribusi tegangan σ = N/A ditunjukkan pada gambar 5.14b dan tegangan akibat momen tekuk σ = My/I ditunjukkan pada gambar 5.14c. Tegangan total yang ditunjukkan pada gambar 5.14d dapat ditentukan dengan persamaan berikut:



σ= DWK 69



N My + A I



(5.26)



Contoh soal 5.6 :



Beam sederhana AB dengan penampang persegi (lebar b dan tinggi h) dengan panjang bentang L dan beban P diberikan pada ujung lengan berjarak a (gambar 5.15a). Tentukan tegangan tarik dan tekan maksimum dalam beam ! Gambar 5.15. Contoh soal 5.6. Solusi: Untuk menyelesaikan soal ini, dimulai dengan menentukan reaksi seperti pada gambar 5.15b dan kemudian dibuat diagram gaya geser dan momen tekuk (gambar 5.15c dan d). Pada penampang bagian sebelah kiri dari titik tengah beam, gaya geser dan momen tekuknya adalah: N = -P M = Pa / 2



Dari persamaan 5.26 maka: N −P = A bh Pa h My 3Pa = 2 2 = 2 1 3 bh I bh 12



Tegangan pada sisi bawah beam (y = h/2), adalah:



σb = −



P 3Pa + bh bh 2



Tegangan pada sisi atas beam (y = -h/2), adalah:



σt = −



P 3 Pa − bh bh 2



Dengan cara yang sama, tegangan pada bagian kanan titik tengan beam dimana M = –Pa/2 dan N = 0, maka:



DWK 70



σb = −



3Pa 3Pa dan σ t = 2 2 bh bh



Dengan membandingkan tegangan dari hasil perhitungan diatas, maka tegangan tarik maksimum dan tegangan tekan maksimum dapat dipilih dari harga-harga ekstrim yang didapat:



σ tensile = σ comp = −



3Pa bh 2



P 3 Pa − bh bh 2



Soal latihan :



5.3. Beam centilever panjang L = 2 m menyangga beban P = 15 kN (lihat gambar). Beam dibuat dari kayu dengan dimensi penampang 150 mm x 200 mm. Tentukan tegangan geser yang disebabkan oleh beban konsentrasi P pada titik-titik yang berjarak 25 mm, 50 mm, 75 mm, dan 100 mm dari permukaan atas beam. Dari hasil ini, buatlah grafik yang menunjukkan distribusi tegangan geser dari atas ke bagian bawah beam !



5.4. Beam kayu sederhana dengan penampang persegi dan panjangnya 4 ft menyangga beban P pada titik tengah beam (lihat gambar). Dimensi penampang 6 in x 10 in. Tentukan beban maksimum P jika σijin = 1000 psi dan τijin = 150 psi !



DWK 71



5.5. Beam sederhana AB panjang L = 14 m menyangga beban uniform q termasuk berat beam itu sendiri (lihat gambar). Tentukan beban q yang diijinkan berdasarkan pada tegangan tekuk σijin = 110 MPa dan tegangan geser τijin = 70 MPa !



5.6. Beam T seperti pada gambar dengan dimensi sebagai berikut: b = 220 mm, t = 15 mm, h = 300 mm, dan h1 = 275 mm. Tentukan tegangan geser maksimum τmaks pada web jika V = 68 kN !



5.7. Dua pipa baja disambung sehingga membentuk konstruksi ABC seperti pada gambar. Masing-masing pipa mempunyai diameter luar 200 mm dan diameter dalam 160 mm. Diassumsikan H = L = 1,4 m dan P = 8 kN, hitunglah tegangan tarik dan tegangan tekan maksimum struktur akibat beban P !



DWK 72



Referensi 1. Gere, James M., Timoshenko, Stephen R., "Mechanics of Material", Second Edition, Wadsworth, Inc., 1984 2. Nash, William A., “Theory and Problems of Strength of Materials 2/ed”, Schaum’s Outline Series, McGraw-Hill, Inc., 1972. 3. Bickford, William B., “Mechanics of Solids, Concepts and Applications” , Richard D. Irwin, Inc., 1992.



DWK 73