Mobilitas Faktor Produksi - Part1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERTEMUAN 4 PERDAGANGAN DAN MOBILITAS FAKTOR PRODUKSI ANTARDAERAH Dalam ilmu ekonomi regional, analisis tentang perdagangan antardaerah dan mobilitas faktor produksi antardaerah memegang peranan cukup penting. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa mobilitas barang dan faktor produksi dalam negeri lebih sempurna dibandingkan dengan mobilitas internasional. Berlainan dengan kegiatan perdagangan internasional, biasanya terdapat hambatan bea masuk (tariffbarrier) dan pembatasan impor (import restriction), sedangkan dalam perdagangan antardaerah pembatasan ini umumnya tidak ada. Bab ini membahas secara rinci mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah. Analisis dimulai dengan model dasar yang dijadikan sebagai landasan untuk analisis selanjutnya. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan uraian lebih rinci untuk masing-masing aspek mobilitas barang dan factor produksi antardaerah yang meliputi analisis perdagangan antardaerah, mobilitas tenaga keja, mobilitas modal dan mobilitas teknologi serta inivasi antardaerah. Ini artinya mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah akan lebih lancar dan sempurna dibandingkan dengan mobilitas antarnegara (internasional). Karena itu, sering kali analisis dalam ilmu ekonomi regional mengasumsikan bahwa mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah adalah lancar (mobile). Sedangkan dalam ilmu ekonomi internasional adalah sebaliknya, yaitu tidak lancar (inmobile) karena adanya perbedaan ketentuan hukum dan kebijakan antar negara, kecuali bilamana perj anjian perdagangan bebas (free trade) dan globalisasi perekonomian dunia sudah diberlakukan sepenuhnya. A. Model Dasar Mobilitas Antardaerah Sebegitu jauh terdapat dua model dasar yang melandasi analisis tentang mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah. Pertama, adalah Model Keuntungan Komparatif (Comparative Advantange) yang pada dasarnya adalah model klasik yang dipelopori oleh David Ricardo dan kemudian dimodernisasi oleh Heckser dan Ohlin. Model ini mengasumsikan bahwa mobilitas sumber daya antardaerah adalah tidak lancar (inmobile) . Kedua, adalah Model Mobilitas Sumber Daya (Resources Mobility) Antardaerah yang mendasarkan analisisnya pada perbedaan harga barang dan faktor produksi antardaerah yang merupakan faktor pendorong utama terjadinya mobilitas tersebut. Pada model kedua ini, mobilitas sumber daya antardaerah diasumsikan lancar (perfectly mobile). Berikut ini diuraikan secara sistematis ide pokok dan logika dari kedua model dasar mobilitas antardaerah tersebut. 1. Model Keuntungan Komparatif Prinsip dasar dan ide pokok dari Model Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage Model) adalah bila mobilitas sumber daya (faktor produksi) antardaerah tidak lancar, maka masyarakat suatu daerah akan lebih diuntungkan bila memfokuskan kegiatan produksi (berspesialisasi) pada kegiatan yang daerah tersebut dapat menghasilkan produksi dengan biaya relatif lebih murah (efisien) dibandingkan dengan daerah lainnya. Relatif murahnya biaya produksi tersebut akan ditentukan oleh harga faktor produksi yang berlaku pada daerah bersangkutan. Sedangkan perbedaan harga faktor produksi



antardaerah tersebut ditentukan pula oleh “tingkat kandungan relatif faktor produksi” (relative factor abundance) yang dimiliki oleh setiap daerah yang tersedia secara bervariasi satu sama lainnya. Relatif rendahnya biaya produksi tersebut, selanjutnya memungkinlun pula daerah yang bersangkutan menetapkan harga jual produk yang lebih murah dibandingkan dengan daerah lainnya. Perbedaan harga jual ini selanjutnya memungkinkan pula daerah tersebut untuk memasarkan produknya ke daerah lain, di mana harga barang yang sama relatif lebih tinggi. Perbedaan harga jual produk ini selanjutnya akan mendorong terjadinya kegiatan perdagangan antardaerah yang menguntungkan kedua belah pihak. Daerah penghasil diuntungkan karena dapat menjual kelebihan hasil produksi yang terdapat di daerahnya. Sedangkan daerah pembeli diuntungkan pula dalam bentuk pemenuhan kebutuhan konsumsinya dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan bila diproduksi sendiri pada daerahnya. Dengan demikian, terlihat bahwa, perdagangan (mobilitas barang) antardaerah terjadi karena adanya perbedaan keuntungan komparatif secara relatif. Berdasarkan prinsip tersebut, daerah yang relatif terbelakang dan masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan pertambangan akan lebih diuntungkan bila memfokuskan kegiatan produksinya pada sektor tersebut karena didukung oleh sumber daya alam yang tersedia dan . upah buruh yang relatif lebih murah. Kemudian, daerah ini menjual kelebihan produksinya kepada daerah maju yang sudah merupakan daerah industri dengan tingkat upah yang relatif lebih tinggi. Sebaliknya, daerah yang sudah relatif lebih maju dan kegiatan ekonominya sudah didominasi oleh kegiatan industri dan jasa dapat memproduksi barangbarang hasil produksinya dengan lebih murah karena didukung oleh ketersediaan benda modal yang lebih banyak dan teknologi yang lebih maju. Kemudian daerah ini menjual kelebihan hasil produksi sektor industri dan jasa ke daerah relatif terbelakang yang membutuhkannya untuk keperluan konsumsi dan investasi. Dapat dilihat bahwa daerah yang masih terbelakang akan cenderung berspesialisasi pada sektor pertanian dan kegiatan ekstraktif lainnya, sedangkan daerah yang lebih maju akan cenderung pula berspesialisasi pada sektor industri dan jasa. Bila hal ini terus dilakukan maka perdagangan dan mobilitas faktor produksi antardaerah akan berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan kedua daerah tersebut akan sama-sama diuntungkan sehingga dapat diperoleh manfaat dari kegiatan perdagangan (Gains from Bade), tidak hanya antarnegara tapi juga antardaerah terkait. Seperti contoh dari Tabel 3.1 dibawah ini.



Diumpamakan terdapat dua daerah (region), yaitu daerah I merupakan daerah terbelakang yang menghasilkan produk pertanian, yaitu baham pangan. Sedangkan daerah II merupalan daerah maju yang menghasilkan produk sector industri. Biaya produksi yang diperlukan oleh Daerah I untuk menghasilkan bahan makanan adalah 1 unit, sedangkan untuk produk industri menjadi 2 unit. Sedangkan untuk Daerah II adalah sebaliknya, yaitu 3 unit biaya diperlukan untuk menghasilkan makanan dan 4 unit untuk menghasilkan produk sektor industri. Berdasarkan perbandingan biaya produksi tersebut dapat pula! dihitung opportunity cost untuk masing-masing daerah.l Daerah I dalam hal ini akan mempunyai opportunity cost sebesar 1/2 unit bila memutuskan untuk memproduksi bahan makanan dan 2 unit untuk produk sektor pertanian. Sebaliknya, Daerah II akan mempunyai opportunity cost sebesar 3/ 4 unit bila memutuskan untuk memprodukSi bahan makanan dan 4/3 unit bila memproduksi barang-barang sektOr industri. Berdasarkan perbandingan ini maka untuk Daerah I akan lebih menguntungkan bilamana memprioritaskan (berspesialisasi) pada kegiatan produksi pada bahan makanan dan Daerah II pada produk sektor industri. 2. Model Mobilitas Faktor Produksi Teori keuntungan komparatif disusun atas dasar asumsi bahwa mobilitas sumber daya antardaerah adalah tidak lancar (inmobile). Akan tetapi, adakalanya para ahli ekonomi regional cenderung mengasumsikan bahwa mobilitas sumber daya antardaerah tersebut adalah cukup lancar. Hal ini terjadi karena analisis ekonomi regional lebih banyak memerhatikan mobilitas sumber daya antardaerah dalam satu negara yang umumnya memang lebih lancar dibandingkan mobilitas antarnegara, sebagaimana yang dilakukan dalam analisis keuntungan komparatif. Hal ini terlihat dalam kegiatan perdagangan antardaerah di mana jarang sekali ada daerah yang diperbolehkan mengenakan bea masuk terhadap barang yang masuk ke daerahnya dan sebaliknya. Dalam keadaan mobilitas sumber daya antardaerah lancar, maka faktor produksi akan bergerak (pindah) menuju daerah yang dapat memberikan kompensasi dan tingkat pengembalian modal (rate of return) yang lebih tinggi. Hal ini dapat dianalisis dengan menggunakan Grafik 3.1, misalnya Daerah Asal I dapat memberikan kompensasi lebih tinggi untuk penggunaan suatu faktor produksi dibandingkan dengan Daerah Tujuan]. Perbedaan tingkat kompensasi ini akan mendorong mobilitas faktor produksi dari Daerah Asal I menuju Daerah TujuanJ. Akan tetapi, bila kompensasi tersebut kemudian turun sampai pada tingkat tertentu, maka mobilitas sumber daya akan terhenti dibandingkan dengan nilai sekarang dari penghasilan bersih yang dapat dihasilkan di Daerah Tujuan] dibandingkan dengan Daerah Asal I. Grafik 3.1 memperlihatkan kurva penawaran akan bergeser sehingga secara bertahap akan dapat menghasilkan harga sumber daya yang sama karena dalam hal ini biaya pemindahan diasumsikan sangat kecil. Akan tetapi, bilamana biaya pemindahan cukup besar maka nilai sekarang dari perbedaan kompensasi selama jangka waktu umur sumberdaya akan sama dengan biaya pemindahan dalam kondisi keseimbangan (equilibrium).



Namun demikian, proses penyesuaian tersebut tidaklah bersifat Otomatis sehingga diperlukan pertimbangan tambahan. Bila hasil yang diperoleh di Daerah Tujuan J yang tinggi akan mendorong sumber daya tersebut untuk pindah dari Daerah Asal I ke Daerah Tujuan J. Bilamana sumber daya tersebut pindah dari daerah I ke kiri maka kurva penawaran sumber daya produksi akan bergeser ke kanan pada Daerah Tujuan J dan bergeser ke kiri pada Daerah Asal I. Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari penggunaan faktor produksi pada daerah dengan nilai rendah akan mengalami peningkatan, sementara daerah dengan hasil yang tinggi akan mengalami penurunan. Perlu digaris bawahi bahwasanya “model perpindahan faktor produksi pada Grafik 3.1 sebenarnya belum memperlihatkan pengaruh perubahan kurva permintaan.” Dalam kenyataannya, daerah dengan harga faktor produksi tinggi dapat mendorong pemilik faktor produksi untuk pindah ke daerah lain untuk mendapatkan hasil bersih yang lebih besar. Ini berarti bahwa perpindahan unsur permintaan juga akan dapat mengurangi perbedaan harga faktor produksi antardaerah. Misalnya, tenaga kerja dan modal merupakan faktor produksi utama. Tenaga kerja dapat pindah dari daerah dengan tingkat upah rendah ke daerah dengan tingkat upah tinggi. Dengan proses yang sama, modal juga akan dapat pindah dari daerah dengan harga benda modal rendah ke daerah dengan harga benda modal tinggi guna mendapatkan keuntungan dari perbedaan harga faktor produksi. B. Perdagangan Antardaerah Implikasi langsung dari Model Keuntungan Komparatif adalah dalam bentuk terjadinya kegiatan perdagangan antardaerah dan antar negara. Berdasarkan model tersebut, faktor utama yang mendorong terjadi kegiatan perdagangan ini adalah karena adanya keuntungan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara atau daerah yang mendorong terjadinya spesialisasi produksi pada komoditas tertentu sesuai dengan keuntungan komparatif yang dimilikinya. Hal ini tidak hanya mendorong kegiatan produksi tetapi juga perdagangan antarnegara dan antardaerah. Sesuai judul buku ini, perhatian lebih banyak ditujukan pada perdagangan antardaerah. Manfaat dari spesialisasi produksi terhadap kegiatan perdagangan antardaerah, kita perlu membandingkan produksi dan konsumsi pada Daerah I, baik sebelum maupun sesudah adanya perdagangan. Bilamana kegiatan perdagangan belum ada maka Upah riil untuk satu hari kerja pada Daerah I diperkirakan sama dengan satu unit makanan atau setengah unit barang hasil produksi industry Upah riil pada Daerah II akan menjadi 1/ 3 unit makanan atau 1/4 unit barang hasil produksi industri. Seandainya pada Daerah I tersedia 6 juta jam kerja buruh maka kurva kemungkinan produksi (production possibility curve) akan seperti terlihat pada Grafik 3.2



Bilamana kegiatan perdagangan belum ada, maka titik produksi dan konsumsi akan tergantung pada pilihan yang dilakukan oleh individu di Daerah I. Misalnya, mereka mungkin saja memilih untuk memproduksi 4 juta unit makanan dan 1 juta unit barang hasil produksi industri sebagaimana diperlihatkan pada titik a pada Grafik di samping. Dalam keadaan perdagangan belum terjadi, jumlah produksi sekaligus mengindikasikan jumlah kemungkinan konsumsi. Keuntungan yang dapat dihasilkan (gain from trade) dari kegiatan perdagangan akan dapat diperoleh kedua daerah tersebut. Kalau sebelum terjadi perdagangan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) akan sama dengan Kurva Kemungkinan Konsumsi (KKK) maka setelah terjadinya perdagangan maka KKP akan lebih tinggi dari KKK. Untuk memperlihatkan keadaan ini, dimisalkan Daerah I menggunakan semua sumber daya yang dimilikinya untuk memproduksi 6 j uta unit makanan dan 2 juta di antaranya adalah untuk diperdagangkan dengan barang hasil industri. Jumlah hasil produksi industri yang dapat dibeli dengan makanan akan tergantung pada Term of Trade (TOT) yang memperlihatkan perbandingan harga dari kedua barang tersebut. Teori Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan Teori Henckser Ohlin ternyata tidak selalu mempunyai ramalan yang sama dengan kenyataan yang terjadi dalam praktik. Dalam kenyataannya, tenaga kerja mempunyai berbagai tingkat keahlian sehingga tidak bisa hanya dikelompokkan menjadi satu sebagaimana dilakukan dalam konsep teori keuntungan komparatif. Dengan demikian, sering pula terlihat dalam kenyataannya di mana daerah yang padat dengan tenaga kerja Juga mengimpor barang dengan Teknologi Padat Karya, tetapi menggunakan banyak tenaga dengan keahlian lebih tinggi, seperti elektronik yang pada dasarnya mengunakan teknologi tinggi (high-tech). Karena itu, banyak para ahli mengusulkan agar dilakukan peninjauan kembali terhadap teori keuntungan komparatif ini.