Perdagangan Dan Mobilitas Faktor Produksi Antar Wilayah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Perdagangan dan Mobilitas Faktor Produksi antar Wilayah Oleh Lia safrina, SE,.M.Ag Dalam Ilmu Ekonomi Regional, analisa tentang perdagangan, mobilitas barang dan faktor produksi memegang peranan sangat penting sesuai dengan kenyataan bahwa mobilitas barang dan faktor produksi dalam negeri lebih sempurna dibanding dengan mobilitas internasional. Perdagangn biasanya terdapatt bea masuk (tarif) dan pembatasan impor (Impor Restriction), dalam perdagangan antar wilayah tidak ada pembatasan. Mobilitas barang dan faktor produksi antar wilayah lebih lancar dibandingkan mobilitas internasional. Dalam Ilmu Ekonomi Regional bahwa mobilitas barang dan faktor produksi  antar wilayah lancar (mobile) sedangkan dalam Ilmu Ekonomi Internasional adalah sebaliknya yaitu tidak lancar (Immobile). 1. Model Mobiltas Antarwilayah Terdapat 2 model dasar yang melandasi anallisa tentag mobilitas barang dan faktor produksi antar wilayah. ·         Model keuntungan komparatif (comparative advantage) yaitu model klasik yang dipelopori oleh David Ricardo dan di modernisir oelh Hecker dan Ohlin. Model ini mengasumsikan bahwa mobilitas sumber daya antar wilayah adalah tidak lancar (Immobile). ·         Model Mobilitas Sumber Daya  (Resources Mobility) yang analisanya pada perbedaan harga barang dan faktor produksi antar wilayah yang merupakan faktor pendorong terjadinya mobiitas. a.Model Keuntungan Komparatif Prinsip dasar pada model ini adalah apabila mobilitas sumberdaya (faktor produksi) antar wilayah tidak lancar, maka masyarakat akan lebih diuntungkan bila memfokuskan pada kegiatan produksi yang wilayahnya dapat memproduksi dengan biaya relatif lebih murah (efisien) dibandingkan wilayah lain. Relatif murahnya biaya produksi ditentukan oleh harga faktor produksi yang berlaku pada wilayah tersebut. Sedangkan perbedaan harga faktor produksi antar wilayah ditentukan oleh “tingkat kandungan relattif faktor produksi” yang dimiliki setiap wilayah. Relatif rendahnya biaya produksi memungkinkan wilayah tersebut menetapkan harga hasil produksi yang lebih murah dibandingkan wilayah lainnya. Perbedaan harga ini memungkinkan wilayah ini untuk menjual produknya ke wilaya lain dimana harga barang yang sama relatif tinggi. Perbedaan harga ini selanjutnya akan mendorong kegiatan perdagangan antar wilayah yang menguntungkan kedua belah pihak.



Bahwa perdagangan antar wilayah terjadi karena adanya perbedaan keuntungan komparatif  secara relatif. Berdasarkan prinsip tersebut, wilayah yang relatif terbelakang dan didominasi oleh kegiatan pertanian akan lebih diuntungkan bila fokus pada kegiatan produksinya dan menjual hasil produksinya kepada wilayah maju. Sebaliknya wilayah yang relatif lebih maju dan kegiatan ekonominya didominasi kegiatan industri dan dapat memproduksi barang-barang hasil produksi sektor industtri akan diuntungkan juga bila menjual hasil produksinya ke wilayah agraris. Tabel ilustrasi prinsip dasar keuntungan komparatif



Model Keuntungan Komparatif menurut penjelasan Dlair (1991) sebagai contoh dapat dilihat pada tabel diatas. Misalnhya terdapat 2 wilayah, wilayah 1 merupakan daerah terbelakang yang menghasilkan produk peranian, sedangkan wilayah 2 merupakan daerah maju yang menghasilkan produk sektor industri. Biaya yang diperlukan oleh wilayah 1 untuk menghasilkan bahan makanan adalah 1 unit sedangkan utuk produk industri menjadi 2 unit, sedangkan untuk wilayah 2  adalah 3 unit biaya yang diperlukan untuk menghasilkan makanan dan 4 unit untuk menghasilkan produk sektor industri. Berdasarkan perbandingan biaya produksi tersebut dapat dihitung opportunity cost untuk masing-masing wilayah Wilayah 1 akan mempunyai opportunity cost sebesar ½ unit untuk memproduksi bahan makanan dan 2 unit untuk produk sektor industri. Sebaliknya wilayah 2 mempunyai opportunity cost sebesar ¼ unit untuk memproduksi bahan makanan da 4/3 unit untuk memproduksi barang-barang sektor industri Perbandingan ini maka wilayah 1 menguntungkan bila memprioritaskan kegiatan produksinya pada bahan makanan dan wilayah 2 pada produk sektor industri.



Untuk memperlihatkan manfaat spesialisasi produksi dan perdagangan antar wilayah, perlu membandingkan produksi dan konsumsi pada wilayah 1 sebelum maupun sesudah adanya perdagangan. Apabila kegiatan perdagangan belum ada, maka upah riil untuk satu hari kerja pada wilayah 1 diperkirakan sama dengan 1 unit makanan atau setengah unit barang hasil produksi industri. Upah riil pada wilayah 2 menjadi 1/3 unit makanan atau ¼ unit barang hasil produksi industri. Misalnya pada wilayah 1 tersedia 6 juta jam kerja buruh, maka kurva kemungkinan produksi akan akan terlihat pada grafik dibawah ini. Apabila tidak ada kegiatan perdagangan, maka titik produksi dan konsumsi tergantung pada pilihan yang dilakukan oleh individu di wilayah 1. Misalnya mereka memilih memproduksi 4 juta unit makanan dan 1 juta unit barang hasil produksi. Keadaan perdagangan belum terjadi, jumlah produksi sekaligus mengindikasikan jumlah kemungkinan konsumsi. Apabila perdagangan antar wilayah terjadi dan ongkos angkut antar wilayah sementara dianggap tidak ada, maka harga relatif pada wilayah 1 akan sama dengan wilayah 2. Alasannya adalah konsumen akan membeli barang yang lebih murah harganya. Karena harga barrang hasil produksi industtri biasanya lebih mahal dari makanan pada wilayah 1 maka pedagang akan membawa barang kewilayah 2 yang harganya lebih tinggi. Akibatnya harga pada wilayah 1 juga cenderung naik karena jumlah penawaran menjadi berkurang. Dengan demikian dalam jangka panjang akan cenduerung terjadi penyaan harga antar wilayah (price equalization). Keuntungan yang dihasilkan akan diperoleh kedua wilayah sebelum terjadi perdagangan kurva kemugkinan produksi (KKP) akan sama dengan kurva kemungkinan konsumsi (KKK), setelah terjadi perdagangan maka KKP lebih tinggi dari KKK. Dimisalkan wilayah 1 menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk memproduksi 6 juta unit makanan dan 2 juta unit unntuk diperdagankan dengan barang hasil industri. Jumlah hasil produksi yang dibeli dengan makanan tergantung pada Term of Trade (ToT) yang memperlihatkan perbandingan harga dari kedua barang tersebut. b. Model Mobilitas Faktor Produksi Dalam keadaan mobilitas sumber daya antar wilayah lancar, maka faktor produksi akan bergerak (pindah) menuju wilayah yang dapat memberikan kompensasi lebih tinggi. Dapat dianalisa  dengan menggunakan grafik diatas. Misalnya wilayah 1 dapat memberikan kompensasi yang lebih tinggi untuk penggunaan faktor produksi dibandingkan dengan wilayah 2. Perbedaan tingkat kompensasi akan mendorong mobilitas faktor produksi dan wilayah 1 menuju wilayah 2. Tetapi bila kompensasi kemudian turun pada tingkat tertentu, dan mobilitas sumber daya tersebut akan berhenti. Perpindahan sumber daya diperkirakan akan menguntungkan apabila nilai sekarang dari penerimaan yang akan diperoleh dimasa mendatang di daerrah 2 dikurangi dengan biaya pemindahan melebihi nilai sekarang dari penerimaan dimasa mendattang pada daerah 1. Untuk memberikan insentif yang cukup untuk pindah, maka biaya pemindahan harus lebih



rendah dibandingkan nilai sekarang dari penghasilan bersih yang dapat dihasilkan wilayah 2 dibandingkan dengan wilayah 1.



Grafik diatas memperlihatkan kurva penawaran akan bergeser sehingga dapat menghasilkan harga sumberdaya yang sama karena biaya pemindahan diasumsikan sangat kecil. Tetapi apabila pemindahan biaya cukup besar, maka nilai sekarang dari perbedaan kompensasi selama jangka waktu umur sumberdaya akan sama dengan biaya pemindahan dalam kondisi keseimbangan (equilibriuum). Bila hasil yang diperoleh di wilayah 2 yang tinggi akan mendorong sumberdaya tersebut untuk pindah dari wilayah 1 ke wilayah 2. Apabila sumberdaya tersebut pindah dari daerah 1 ke 2, maka kurva penawaran sumberdaya produksi akan bergeser ke kiri pada wilayah 1. Hasil yang di peroleh darri penggunaan fakttor produksi diwilayah dengan nilai rendah akan megalami peningkatan sementara wilayah dengan hasil yang tinggi akan mengalami penurunan. Model perpindahan faktor produksi pada graffik diatas sebenarnya belum memperlihatkan pengaruh permintaan. Kenyataannya, wilayah dengan harga faktor produksi tinggi dapat mendorong pemilik faktor produksi untuk pindah ke daerah lain untuk mendapattkan hasil bersih yang lebih besar. Ini berarti perpindahan unsur permintaan juga dapat mengurangi perbedaan harga faktor produksi antar wilayah.



Misalnya tenaga kerja dan modal merupakan faktor produksi utama. Tenaga kerja dapat dipindah dari berwilayah dengan tingkat upah rendah kewilayah dengan tingkat upah tinggi, modal juga dapat pindah dari wilayah dengan harga benda modal rendah ke wilayah dengan benda modal tinffi guna mendapatkan keuntungan dari perbedaa harga faktor produksi. c.Model Perpindahan Penduduk dan Tenaga Kerja Perpindahan penduduk dan tenaga kerja antar wilayah juga merupakan fenomena umum yang dialami oleh satu wilayah. Hal ini lazim dikenal sebagai perpindahan penduduk antar wilayah dalam suatu negara (interregional Migration). Dalam amalisa ekonomi migrasi, perbedaan antara Model Equilibrium dan Model Disequilibrium adalah cukup penting. Model Migrasi Disequilibrium didasarkan pada asumsi terjadinya migrasi didorong oleh keuntungan dan kerugian uang terdapat pada masing-masing wilayah. Sedangkan model equilibrium berpendapat migrasi dapat terjadi apabila tingkat upah antar wilayah sama. Perpindahan penduduk dan tenaga kerja dapat terjadi akibat dari perbedaan pola kehidupan antar wilayah yang meliputi aspek : ketersediaan lapangan kerja, gaya hidup masyarakat, budaya, agama, kondisi lingkungan, dan lainnya. Haris-todaro model menjelaskan fenomena perrpindahan penduduk yang umumnya terjadi di Negara sedang berkembang dimana terdapat tendensi penduduk pindah ke daerah perkotaan walaupun tingkatt pengangguran umumnya sudah cukup tinggi di daerah perkotaan. Model ini juga memperlihatkan bahwa perbedaan upah buruh juga merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kecenderungan untuk melakukan migrasi. Model ini menyimpulkan bahwa migrasi antar daerah terjadi apabila tingkat upah sebenernya (actual wage) didaerah assal lebih rendah dari tingkat upah yang diharapkan (expected wage) di daerah tujuan. Sedangkan tingkat upah yang diharapkan dapat dihitung dengan jalan mengalikan tingkat upah sebenernya dengan kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan. Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan adalah 1-U dimana U adalah tingkat pengangguran. Para Migran dianggap mempunyai probabilitas yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah berada di daerah tersebut. Model lain yang melakukan analisa terhadap perpindahan penduduk antar daerah adalah model Gravitasi yang dipeloporri oleh Walter Isard (1960). Diasumsikan bahwa migrasi antara 2 wilayah akan meningkat dengan jumlah penduduk wilayah bersangkutan dan menurun sejalan dengan jarak antara kedua wilayah tersebut. Seandainya Pa adalah penduduk yang tinggal diwilayah A dan Pb adalah penduduk yang tinggal diwilayah B, dan jarak antara kedua wilayah adalah Dab. Maka perpindahan penduduk dari wilayah A ke wilayah B dapat di taksir dengan formula gravitasi sederhana sebagai berikut: Mab = (PaPb)/Dab2



d.             Model Perpindahan Modal Dalam kehidupan sehari-hari modal diartikan sebagai uang atau kekayaan (assets) yang dapat diuangkan. Tetapi para ahli ekonomi mendefinisikan modal sebagai barang yang diproduksi tidak untuk dikonsumsi, tetapi digunakan sebagai input untuk produksi selanjutnya. Modal dalam bentuk uang (Money Capital) pada umumnya bersifat mobil antar daerah. Untuk tujuan menghasilkan produksi, baik barang maupun jasa, modal biasanya dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja dan tanah. Ada 3 jenis mobilitas modal yaitu: 1.       Modal dalam bentuk uang dapat ditransfer dari wilayah ke wilayah lain untuk tujuan pembiayaan kegiatan perdagangan barang dan jasa maupun untuk investasi. 2.       Benda modal dapat juga dipindahkan dari wilayah  ke wilayah lain walaupun dengan mobilitas yang terbatas. 3.       Nilai dari benda modal dapat berubah sebagai akibat dari penyusutan dan perubahan lingkungan ekonomi. Secara teoritis modal dapat berpindah dari wilayah ke wilayah lain secara lancar apabila para investor mempunyai informasi yang cukup dan perbedaan pengembalian investasi antar daerah adalah sama. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi sangat menentukan pemilihan lokasi investasi baru. Sangat sulit bagi seorang investor untuk melakukan investasi pada daerah apabila fasilitas sosial ekonomi yang terdapat didaerah tersebut belum memadai. Dalam hal ini sunk cost tidak relevan, karena biasanya investor mengambil keputusan berdasarkan Marginal Cost dan Marginal Benefit. Marginal Cost dari pabrik yang telah didirikan akan lebih rendah dibandingkan dengan mendirikan baru dilokasi lain. e.      Penyebaran Teknologi dan Inovasi antar wilayah Inovasi pada dasarnya adalah penerapan ilmu pengetahuan untuk dapat menghasilkan produk baru yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tidak hanya inovasi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, kemampuan untuk meniru dan memperbaiki produk lain juga sangat penting, artinya untuk mendorong kegiatan produksi dan perrtumbuhan ekonomi. Biasanya inovasi cenderung berlokasi di kota besar (metropolitan city) dimana terdapat cukup tenaga ahli dan prasarana dansaran pendukung yang memadai. Inovasi juga cenderung tersebar (Spatial Diffusion of technologu and Innovation) ke daerah perkotaan lainnya sesuai dengan potensi daerah dan jenis teknologi yang digunakan seta produk yang dihasilkan.



Banyak penjelasan yang logis mengapa kota metropolitan cenderung mendominasi pengembangan teknologi dan inovasi. Penjelasannya terfokus pada kebutuhan masyarakat yang bervariasi dan ketersediaan input yang memadai seperti tenaga ahli dan sarana yang diperlukan untuk mengembangkan teknologi dan inovasi tersebut. Tidaklah heran apabila kebanyakan pusat inovasi dan pengembangan teknologi serta kegiatan Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) terdapat dikota metropolitan. Dari sisi permintaan, masyarakat kota besar mempunyai permintaan terhadap inovasi baru yang lebih besar karena tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat lebih tinggi sehingga kebutuhan terhadap produk-produk baru berkualitas tinggi semakin besar. Sedangkan dari sisi penawaran, berbagai faktor juga ikut mendorong pengembangan teknologi dan inovasi dikota besar. Penyebaran teknologi dan inovasi antar wilayah biasannya dilakukan dalam 3 cara, yaitu : 1.       Tersebar kedaerah terdekat disekelilingnya. 2.       Dari suatu kota metropolitan  ke daerah perkotaan  lainnya. 3.       Dari kota besar menuju kota kecil sesuai dengan hirarki daerah perkotaannya.



2.       Implikasi Terhadap Pembangunan Regional Untuk menempatkan kota metropolitan sebagai lokasi pusat pengembangan teknologi dan inovasi da kemudian menyebar ke kota yang lebih kecil, merupakan pusat analisa dari Teori Pentahapan Pertumbuhan Ekonomi (Stages of Economic Growth) yang dikemukakan oleh Thompson (1965) dan Jacob (1969). Proses penyebaran teknologi dan inovasi menyatu dengan tendensi pertumbuhan produksi sesuai dengan siklus kehidupan produk (Product Life Cycle). Proses penyebaran ini secara umum digambarkan pada grafik siklus Hidup Perusahaan Industri diatas mengikuti siklus waktu  pengembangan produk. Mengikuti pola siklus kehidupan industri tersebut, maka kota metropolitan akan cenderung menjadi lokasi kegiatan produksi pada tahap awal. Pada tahap ini kegiatan lebih banyak dilakukan dalam bentuk penciptaan produk dan pengembangannya berikut pengembangan dan pemantapan penggunaan teknologi teknologi produksi. Proses ini berjalan sampai kegiatan produksi tumbuh cepat dengan penggunaan teknologi bersifat rutin (tahap Mature Product), maka lokasi akan berkembang ke daerah perkotaan yang lebih kecil.