Model Input Output Ekonomi Regional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Model input-output (I – O) merupakan salah satu peralatan analisis yang banyak digunakan dalam berbagai disiplin ilmu seperti ilmu ekonomi, geografi, regional science (Ilmu Ekonomi Regional), engeneering, dan sebagainya. Dalam bidang ekonomi misalnya, untuk meneliti tingkat saling keterkaitan di antara berbagai sektor ekonomi guna memperoleh gambaran mengenai kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap ekonomi secara keseluruhan atau potensi pertumbuhan suatu sektor ekonomi, maka analisis input-output sangat cocok diterapkan dan dapat membantu para perencana dalam menyusun perencanaan dan mampu menelaah potensi ekonomi di masa depan. Model input-output pertama kali diperkenalkan oleh Professor Wassily Leontief dari Harvard University pada tahun 1930-an. Beliau berhasil menyusun tabel inputoutput Amerika Serikat. Atas karyanya tersebut, Leontief memperoleh hadiah Nobel bidang ilmu ekonomi pada tahun 1973. Model input-output merupakan penyederhanaan dari teori keseimbangan umum (general equilibrium) yang dikembangkan oleh Leon Walras. Teori keseimbangan umum dengan persamaan yang rumit, oleh Leontief disederhanakan menjadi model yang memungkinkan untuk diterapkan secara empiris. Inti dari pada model input-output adalah melihat keterkaitan (interdependence) antara satu sektor produksi dengan sektor produksi lainnya dalam perekonomian atau suatu sistem dalam suatu priode tertentu. Analisis keterkaitan antar sektor dalam perekonomian, mulai mendapat tempat dibidang ilmu ekonomi pembangunan, yang mulai berkembang pada tahun 1950-an. Pada mulanya dalam ilmu ekonomi pembangunan, analisis keterkaitan tersebut hanya untuk melihat bagaimana keterkaitan antar sektor dalam pembangunan dengan pertumbuhan.



Dengan semakin luasnya penggunaan dan berbagai perkembangan yang terjadi pada alat analisis input-output, akhirnya alat analisis tersebut tidak saja dipergunakan menjadi alat analisis dalam bidang ilmu ekonomi pembangunan, bahkan menjadi pelopor alat analisis dalam bidang ekonomi perencanaan. Hal tersebut tidak terlepas dari kemampuan alat analisis input-output dalam menangkap keterkaitan sektor demi sektor dalam suatu perekonomian sampai pada tingkat yang lebih rinci dan rumit, membuat model analisis input-output ini sangat cocok diterapkan dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Sebagai peralatan analisis, model input-output memperlihatkan dwi-fungsi yang sangat bermanfaat: “tidak hanya mendiskripsikan hubungan antar-industri dari suatu daerah tetapi juga memprediksikan bagaimana hubungan-hubungan tersebut dapat ber-ubah di masa datang”, (John Glasson, 1990 :57). Sebagai sarana diskriptif, Isard (sebagaimana dikutip oleh John Glasson) memandang tabel input-output sangat bermanfaat sekali karena tabel tersebut: 1. Dengan agak ringkas mencatat, dengan cara yang konsisten secara intern, sejumlah informasi mengenai perekonomian suatu daerah dan saling hubungan dari sektor-sektornya. 2. Menuntut badan-badan pengumpul data dan investigasi empirik mentaati disiplin statistik yang diinginkan. 3. Mengungkapkan kekurangan-kekurangan dalam data kita dan dapat membantu melengkapinya. 4. Menyajikan sesuatu perekonomian dalam perspektif dan memudahkan perbandingan besar-besaran dari sektor-sektor dan kaitan-kaitannya yang penting dengan perekonomian lainnya. Salah satu peranan diskriptif yang sangat bermanfaat adalah, “analisa struktur”. Hal ini berkenaan dengan sifat-sifat kualitatif dari suatu tabel input-output, terlebihlebih sifat-sifat dari matriks pengolahan. Dari matriks ini, luasnya interdepensi teknik antara sektor-sektor dapat diketahui, dan dengan membandingkan dua tabel yang



meliputi priode waktu yang berlainan, arah perkembangan jangka panjang dari ketergantungan antar sektor dapat dilihat. Walaupun kelihatannya model input-output mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan



dengan



model-model



analisis



yang



lainnya



(misalnya



dalam



penggunaan persamaan yang sangat sederhana, dapat memberikan informasi secara rinci, cocok diterapkan secara empiris bahkan dapat dipraktekkan langsung sebagai alat perencana-an), bukan berarti analisis input-output tersebut tidak memiliki kelemahan. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh analisis input-output adalah terletak pada mahalnya biaya untuk mengumpulkan data secara lengkap (melalui survey), asumsi-asumsi yang mendasarinya (seperti yang akan diuraikan pada bagian berikutnya). Dalam hubungan ini, Iwan Jaya Azis (1994: 62) mengakui bahwa: Penerapan model I-O jelas membutuhkan biaya yang besar. Lebih serius lagi dari pada masalah yang menyangkut ‘biaya’ adalah segi metodologi. Untuk dapat dipakai sebagai alat perencanaan, asumsi model I-O cukup mengikat; antara lain ti-dak adanya kemungkinan substitusi prnggunaan input. Dengan perekata lain, di-asumsikan bahwa tidak terdapat perubahan teknologi yang memungkinkan peng-gunaan tenaga kerja lebih sedikit dan modal lebih banyak untuk memproduksi per unit output. Dalam kurun waktu yang panjang, postulasi semacam ini sulit diterima. Di sisi lain, Iwan Jaya Azis (1994: 62) pun mengakui bahwa: Walaupun dengan masalah seperti tersebut di atas, keampuhan model I-O, terutama dilihat dari segi manfaatnya untuk perencanaan masih dianggap lebih besar manfaatnya dari pada kelemahannya.… singkatnya, walaupun mengandung biaya dalam uang dan metodologi yang mahal, model I-O masih mempunyai kemampuan yang terlalu besar untuk tidak dimanfaatkan”. Sebagai alat analisis dalam bidang perencanaan, dengan menggunakan model input-output para perencana dapat mengidentifikasikan sumber-sumber input yang tersedia baik di tingkat pusat maupun daerah tingkat I dan daerah tingkat II.



Di indonesia tabel input-output nasional disusun oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Sampai saat sekarang telah tersedia tabel input-output nasional dari tahun 1971, 1975, 1980, 1985, 1990 dan 1995 (yang disusun setiap lima tahun sekali). Dengan demikian berarti aplikasi model input-output nasional sudah lama digunakan. Model input-output diaplikasikan antara lain untuk: 1. Analisis dampak. misalnya untuk memperkirakan dampak dari perubahan permintaan akhir (final demand) terhadap berbagai output sektor produksi, nilai tambah, impor, penerimaan pajak, peningkatan pendapatan pekerja, kebutuhan tenaga kerja, dan lain sebagainya. Metode ini dapat juga dijadikan sebagai alat evaluasi



(penilaian)



terhadap



aktivitas



perekonomian.



Misalnya



untuk



mengevaluasi seberapa jauh investasi yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional. 2. Alat peramalan dan perencanaan. Pengaruh perubahan permintaan akhir terhadap output dapat diestimasi, sehingga peralatan ini dapat digunakan sebagai prediksi un-tuk perencanaan pembangunan, baik dalam makro sektoral msupun mikro regional. 3. Menentukan sektor unggulan (key sectors) dalam suatu perekonomian. Peralatan ini memberikan gambaran mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh paling besar dan peka terhadap pertumbuhan ekonomi. 4. Mengamati komposisi penyediaan input. Peralatan analisis input-output dapat digunakan untuk mengamati komposisi penyediaan dan penggunaan barang atau jasa, sehingga mempermudah analisis tentang kebutuhan impor dan kemungkinan pengadaan substitusinya. C. Struktur Dasar Model Input-Output dan Asumsi-asumsinya.



C. 1. Struktur dasar model input-output. Penyusunan tabel input-output mengacu kepada kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Tabel tersebut menunjukkan arus barang dan jasa di antara berbagai sektor produksi, terutama arus antar sektor produksi. Dengan kata lain bahwa tabel input-output menggambarkan saling keterkaitan antar sektor produksi, yang mana output suatu sektor produksi digunakan sebagai input dalam proses produksi berikutnya, baik yang digunakan oleh sektor yang bersangkutan maupun yang digunakan oleh sektor lainnya. Keterkaitan antara input dan output tersebut dapat digambarkan dalam tabel 2.1



Tabel 2.1 Tabel Transaksi Input-Output



1



Permintaan Antara 2 3 … n



1



x11



x12



x13







x1j



F1



X1



2



x21



x22



x 23







x2j



F2



X2



3



x31



x32



x33







x3j



F3



X3



.























.



.



m



xi1



xi2



xi3







xij



Fi



XI



v1 X1



v2 X2



v3 X3



… …



vj Xj



Sektor Produksi



Input Antara



Input Primer Total input



Permintan Akhir



Total Output



Pada tabel 2.1 dapat dilihat bahwa kerangka input-output pada dasarnya terdiri dari 5 blok tabel yaitu: pertama, blok transaksi antara yang terdiri dari baris input antara (intermediate input) dan kolom permintaan antara (intermediate demand); kedua, blok input primer; ketiga, blok permintaan akhir (final demand) ; keempat, blok total input; dan kelima blok total output. Jika disederhanakan, kelima blok tersebut dapat disusun seperti pada tabel 2.2.



Tabel 2.2 Susunan Tabel Input-Output Menurut Blok



Transaksi Antara



Permintaan Akhir



Total Output



Input Primer



Total Input



Masing-masing blok pada tabel 2.2 tersebut dapat dijelaskan menurut komponen-nya sebagai berikut: a. Blok transaksi antara Baris pada transaksi antara menunjukkan input antara, yaitu semua barang dan jasa serta faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output, sedangkan kolomnya menunjukkan sektor yang membutuhkan input (yang berasal dari output sektor lain atau sektor itu sendiri). Nilai xij pada tabel 2.1 apabila dibaca vertikal (menurut kolom) menunjukkan bahwa untuk menghasilkan output sektor 1 (X1), maka sektor 1 tersebut membutuhkan input antara dari sektor 1 sendiri sebanyak x11, dari sektor 2 sebanyak x21, dari sektor 3 sebanyak x31, dan dari sektor m sebanyak xi1. Seterusnya untuk menghasilkan output sektor 2 (X2), maka sektor 2 tersebut membutuhkan input antara dari sektor 1 sebanyak x12, dari sektor 2 sendiri sebanyak x13, dari sektor 3 sebanyak x31, dan dari sektor m sebanyak xi2. Demikian seterusnya sampai sektor ke n. Sedangkan nilai xij pada tabel 2.1 tersebut apabila dibaca horizontal (menurut baris), maka dari output sektor 1 (X1), digunakan sebagai input sektor 1 sendiri sebanyak x11, digunakan sebagai input sektor 2 sebanyak x12, digunakan sebagai input sektor 3 sebanyak x13, sektor ke m sebanyak x1j. Demikian seterusnya sampai output sektor ke m.



b. Blok input primer Input primer disebut juga sebagai nilai tambah bruto (NTB) atau gross value added, yaitu balas jasa yang dihasilkan oleh faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi. Nilai tambah bruto terdiri dari: upah dan gaji; surplus usaha (keuntungan); pajak tak langsung; dan penyusutan (depresiasi). Komponen vj dalam blok input primer diartikan sebagai nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor j. Dalam hal ini v1 merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor 1, v2 adalah nilai tambah yang duhasilkan oleh sektor 2 dan seterusnya sampai vj. c. Blok permintaan akhir. Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa, bukan sebagai input dalam proses produksi lebih lanjut. Bahkan dapat dikatakan bahwa proses produksi yang dilakukan oleh setiap sektor produksi bertujuan untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir terdiri dari: konsumsi rumah tangga (household consumption); pembentukkan modal tetap bruto atau investasi (investment); pengeluaran konsumsi pemerintah (Government expenditure); dan ekspor netto, yaitu selisih antara ekspor dan impor ( X – M ). Komponen F1 menunjukkan permintaan akhir terhadap output sektor 1, demikian seterusnya sampai sektor ke m. d. Blok total output. Sesuai dengan azas keseimbangan umum (general equilibrium) sistem perekonomian yang melandasi konsep input-output, output suatu sektor seluruhnya habis digunakan baik sebagai input antara untuk proses produksi yang digunakan oleh semua



sektor



produksi



dalam



perekonomian,



maupun



untuk memenuhi



permintaan akhir (final demand). Dengan demikian maka total output sektor i (Xi) adalah jumlah output sektor ke-i yang digunakan sebagai input sektor j (j = 1, 2, 3, … n) ditambah dengan permintaan akhir.



e. Blok total input. Bertolak dari teori keseimbangan umum, maka di dalam tabel input-output, total output suatu sektor sama dengan total input sektor tersebut: Xi = Xj ( untuk i = j ).di dalam tabel input-output, biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang dan jasa identik dengan input antara, sedang nilai tambah bruto (gross value added) identik dengan input primer. Dengan demikian maka total input adalah jumlah seluruh input antara ditambah input primer. Ada dua jenis hubungan yang menandakan dan menentukan cara suatu perekonomian bertingkah laku dan mengandung pola arus sumber tertentu (ML. Jingan, 1996: 753 ). Keduanya ialah: (a) stabilitas atau keseimbangan internal masingmasing sektor perekonomian, dan (b) stabilitas eksternal masing-masing sektor atau hubungan antarsektoral. Professor Leontief menyebut keduanya sebagai “hubungan fundamental antara keseimbangan dan struktur”. Jika dinyatakan secara matematik, keduanya dikenal sebagai “persamaan keseimbangan” dan “persamaan struktural”. Kedua jenis persamaan ini akan dijelaskan pada sub-bab secara terpisah. Pada sub-bab ini terlebih dahulu akan ditunjukkan “persamaan keseimbangan”. sedangkan “persamaan struktural” akan ditunjukkan pada sub-bab berikutnya (bagian D). Dari tabel 2.1, dimana total output dari sektor ke i dibagi ke dalam berbagai jumlah industri 1, 2, 3, … n, maka kita mendapatkan persamaan keseimbangan (balance equation) sebagai: x11 + x12 + x13 + … + x1j + F1 = X1 x21 + x22 + x23 + … + x2j + F2 = X2



( 2.1 )



x31 + x32 + x33 + … + x3j + F3 = X3 … + … + … +…+ … + …=… xi1 + xi2 + xi3 + … + xij + Fj = Xj persamaam 2.1 dapat disederhanakan dalam bentuk notasi matriks sebagai:



n



 xij



+ Fj = Xi ; untuk i = 1, 2, 3, … n



( 2.2 )



i=j



dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j, Fi adalah permintaan akhir terhadap output sektor i, dan Xi adalah total output sektor i.



C.2. Asumsi-asumsi model input-output Asumsi-asumsi dasar yang dipergunakan dalam penyusunan tabel input-output adalah:  Keseragaman (homogenity). Setiap sektor hanya memproduksi satu jenis output yang seragam dari susunan input tunggal. Antara output suatu sektor dengan output sektor lainnya tidak dapat saling mensubstitusi.  Kesebandingan (proportionality). Kenaikan penggunaan input berbanding lurus dengan kenaikan output, yang berarti perubahan tingkat output tertentu akan selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang sebanding. Dengan kata lain, setiap sektor hanya memiliki satu fungsi produksi, dimana input dan output berhubungan secara fixed proportional. Asumsi ini menyampingkan pengaruh skala ekonomis, yaitu dimana makin banyak output yang dihasilkan, maka biaya produksi perunit mekain kecil sehingga penggunaan input semakin efisien.  Penjumlahan (additivity). Efek total dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan akibat dari proses produksi masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa seluruh pengaruh di luar sistem input-output diabaikan. D. Koefisien Input dan Output Multiplier



Model input-output disamping memerlukan tabel transaksi sebagai tabel dasar, juga memerlukan tabel koefisien input dan matriks kebalikan (inverse matrix). Tabel koefisien input terletak pada blok transaksi antara yang dibaca secara vertikal menurut kolom. Koefisien input antara sangat penting dalam analisa input-output, antara lain untuk melihat komponen input yang paling dominan. Sedangkan Output Multiplier (pengganda pendapatan) merupakan salah satu inti dari analisis input-output, yang akan diperoleh berdasarkan matriks koefisien teknis. Pada bagian ini, kedua hal tersebut akan dijelaskan secara berurutan.



D.1. Koefisien input. Karena xij merupakan jumlah yang diserap oleh sektor j dari sektor i, maka koefisien teknis (technical coefficient) sektor ke-i dapat dinyatakan sebagai: xij aij =  Xj



( 2.3 )



dan; xij= aij Xj dimana aij adalah koefisien teknis (koefisien input langsung). Koefisien ini dapat diterjemahkan sebagai jumlah input sektor ke-i yang dibutuhkan untuk menghasil-kan satu unit output sektor ke-j. xij banyaknya output sektor ke-i yang digunakan sebagai input oleh sektorke-j, dan xj adalah total input sektor ke-j. Persamaan 2.3 dinamakan “persamaan struktural”, yang menyatakan kepada kita bahwa output suatu sektor produksi terserap oleh semua sektor produksi, sehingga struktur arus dari keseluruhan perekonomian terungkapkan (Ml. Jhingan, 1996: 754).



Karena pada tabel 2.1 tendapat n sektor produksi, maka akan ada sebanyak n x n koefisien aij. Keseluruhan koefisien aij dapat dinyatakan dalam sebuah matriks A, sebagai:



A=



a11



a12



a13 … a1n



a21



a22



a23 … a2n



a31



a32



a33 … a3n



… an1



… an2



… … … an3 … ann



Matriks A tersebut dinamakan juga sebagai matriks teknologi. Setiap kolom pada matriks A, menunjukkan komposisi penggunaan input dalam proses produksi sektor ke-i, yang mencerminkan teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor tersebut. Disamping koefisien input langsung, juga terdapat koefisien input primer. Koefisien input primer menunjukkan pernanan dan komposisi masing-masing komponen NTB (upah dan gaji, surplus usaha, pajak tak langsung, dan penyusutan). Koefisen input primer dapat dirumuskan sebagai: Vj vj =  Xj



( 2.4 )



dimana vj adalah koefisien input primer; Vj adalah input primer (NTB) sektor ke-j; dan Xj adalah total input yang dibutuhkan sektor ke- j = total output sektor ke-i (i=j). Berdasarkan persamaan ( 2.3 ) dan ( 2.4 ), maka jumlah koefisien input antara dan koefisien input primer adalah : aij + vj = 1. Bila aij makin besar maka vj menjadi kecil, demikian pula sebaliknya. Tinggi rendahnya koefisien input antara merupakan salah satu indikator tingkat efisiensi dalam proses produksi.



D.2. Pengganda Output (output multiplier).



Pengganda output digunakan untuk menentukan besar kecilnya output total yang dapat dihasilkan sebagai dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan satu unit permintaan akhir terhadap suatu sektor produksi. Angka pengganda output diperoleh dengan mensubstitusikan persamaan ( 2.3 ) ke dalam persamaan ( 2.1 ). Karena xij = aijXj, maka :



a11X1 + a12X2 + a13X3 + … + a1jXj + F1 = X1 a21X1 + a22X2 + a23X3 + … + a2jXj + F2 = X2



( 2.5 )



a11X1 + a12X2 + a23X3 + … + a3jXj + F3 = X3 …



+ …



+ …



+ …+ … + … =…



ai1X1 + ai2X2 + ai3X3 + … + aijXj + Fi = Xi Sesuai dengan sistem perkalian matriks, maka persamaan ( 2.5 ) dapat disusun sebagai:



a11



a12



a13 … a1j



X1



F1



X1



a21



a22



a23 … a2j



X2



F2



X2



a31



a32



a33 … a3j



X3 + F3



= X3















… …







ai1



ai2



ai3



… ann



Xj







( 2.6 )







Fi



Xi



dengan memindahkan seluruh elemen sebelah kiri ke sebelah kanan dari persamaan (2.6 ), kecuali Fi maka persamaan ( 2.6 ) dapat disusun sebagai:



F1



X1



a11



a12



a13 … a1j



X1



F2



X2



a21



a22



a23 … a2j



X2



a31



a32



a33 … a3j



X3



















XI



ai1



ai2



ai3



F3 = X3 … Fi



-



… … … ann



… Xj



( 2.7)



Susunan matriks pada persamaan ( 2.5 ) , ( 2.6), dan ( 2,7 ) disederhanakan menjadi: AX + F = X AX - X = F ( I – A ) X= F sehingga diperoleh :ū X = ( I – A ) –1F



( 2.8 )



atau X = ( I – A ) –1 F dimana X adalah matriks output total, I adalah matriks identitas (identity matriks); A adalah matriks koefisien teknis (technical coefficient); dan F adalah permintaan akhir (final demand) ; serta  menunjukkan perubahan. Persamaan ( 2.8 ) inilah yang menjadi inti dari analisis dalam model inputoutput. Sedangkan



(I –A)



–1



dikenal sebagai matriks kebalikan (inverse matrix)



Leontief, yang berfungsi sebagai matriks pengganda output (output multiplier). Melalui matriks pengganda tersebut dapat diketahui bahwa besar kecilnya dampak kenaikan satu unit permintaan akhir terhadap output suatu sektor produksi, tidak hanya berpengaruh langsung kepada total output sektor produksi yang bersangkutan tetapi juga berpengaruh terhadap sektor-sektor produksi yang lainnya. E. Pengganda Pendapatan dan Pengganda Kesempatan Kerja. Matriks kebalikan Leontief tidak hanya digunakan untuk mengukur dampak perubahan perubahan permintaan akhir terhadap kenaikan output sektoral saja, tetapi juga sekaligus menangkap dampaknya terhadap pendapatan melalui pengganda penda-patan (income multiplier) dan penyerapan tenaga kerja melalui pengganda kesempatan kerja (employment multiplier). Dengan mengetahui besarnya angka pengganda,



baik



angka



pengganda



pendapatan



maupun



angka



pengganda



kesempatan kerja, maka dapat ditentukan sektor-sektor produksi yang dapat dikatakan unggul dalam suatu perekonomian.



E. 1. Pengganda Pendapatan (income multiplier). Di dalam tabel 2.1 komponen pendapatan rumah tangga (household income) merupakan salah satu unsur dari input primer atau nilai tambah bruto (gross value added). Pendapatan yang diterima rumah tangga (pekerja) berupa upah dan gaji, mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang ataupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan produksi, kecuali pekerja keluarga yang tidak dibayar, sebelum dipotong pajak penghasilan. Karena adanya hubungan linear antara perubahan output terhadap nilai tambah bruto, demikian juga halnya dengan pendapatan, maka jika permintaan akhir terhadap output suatu sekror, besar kecilnya dampak langsung atau tidak langsung terhadap perubahan pendapatan sektor itu sendiri atau sektor lainnya tergantung pada pengganda pendapatan (income multiplier). Pengganda pendapatan dapat dirumuskan sebagai: Y =yj ( I – A ) –1



( 2.9 )



dimana; Y adalah pengganda pendapatan; ( I – A ) –1 adalah pengganda output; dan yj adalah koefisien pendapatan, yaitu ratio pendapatan dengan input total. Koefisien pendapatan (income coefficient) diperoleh melalui persamaan: yj = Yj /Xj



( 2.10 )



dimana Yj adalah komponen upah dan gaji (input primer); dan Xj adalah total input sektor ke- j. Dengan menggunakan persamaan ( 2.9 ), maka dampak perubahan permintaan akhir terhadap output suatu sektor produksi dapat dirumuskan sebagai: Y =yj ( I – A ) –1 F )



( 2.11



dimana; Y menunjukkan perubahan pendapatan; dan F adalah perubahan permintaan akhir (final demand). E. 2. Pengganda Kesempatan Kerja (employment multiplier) Pengganda Kesempatan Kerja (employment multiplier) atau disebut juga dengan efek kesempatan kerja (employment effect) merupakan efek total dari pereubahan kesempatan kerja dalam perekonomian akibat adanya perubahan permintaan akhir terhadap output pada suatu sektor produksi tertentu. Dengan kata lain bahwa Pengganda kesempatan kerja, untuk melihat penambahan kesempatan kerja baru akibat peningakatan permintaan akhir terhadap output suatu sektor peroduksi tertentu. Pengganda kesempatan kerja dirumuskan sebagai: L = l j ( I – A ) –1



( 2.12 )



Dimana; L adalah pengganda kesempatan kerja (employment multiplier);l i adalah koefisien tenaga kerja (labor coefficient), yaitu ratio tenaga kerja terhadap total input tiap sektor. Koefisien tenaga kerja (labor coefficient) diperoleh dengan persamaan: l j = Lj/Xj



( 2.13 )



dimana; Lj adalah jumlah tenaga kerja sektor ke-j Dengan menggunakan persamaan ( 2.12 ), maka perubahan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena perubahan permintaan akhir terhadap output tiap sektor dirumuskan sebagai: L = l j ( I – A ) –1 F



( 2.14



) dimana L adalah perubahan kesempatan kerja pada suatu sektor produksi tertentu; dan F adalah perubahan permintaan akhir terhadap output suatu sektor produksi tertentu. F. Keterkaitan Antar Sektor Dalam Perekonomian.



Selain menggunakan income mutiplier dan employment multiplier dalam menentukan suatu sektor unggulan pada suatu perekonomian, maka sektor unggulan (key sectors) dapat juga ditentukan melalui keterkaitan antar sektor dalam perekoniman. Analisis ini pada dasarnya melihat dampak terhadap output dari kenyataan bahwa pada dasarnya sektor-sektor produksi dalam perekonomian tersebut saling pengaruh mem-pengaruhi. Keterkaitan antar sektor itu sendiri dapat dikatagorikan dalam dua hal. Pertama adalah keterkaitan ke belakang (backward linkage), dan kedua adalah keterkaitan ke depan (forward linkage) Rasmussen, 1956 ( Sritua Arief, 1993: 220 ) memformulasikan dua jenis indeks, yaitu indeks tentang kemampuan penyebaran (power of dispersion) dan indeks tentang kepekaan penyebaran (senstivity of dispersion). Indeks kemampuan penyebaran adalah untuk mengukur kaitan kebelakang (backward linkage) dan indeks kepekaan penyebaran adalah untuk mengukur kaitan ke depan (forward linkage).



F. 1. Keterkaitan ke belakang Dalam persamaan ( 2.8 ) menyatakan bahwa peningkatan output suatu sektor produksi tertentu akan mendorong peningkatan output sektor-sektor lainnya. Peningkat-an output sektor lainnya tersebut dapat terjadi melalui dua cara. Pertama peningkatan output suatu sektor produksi ( katakan sektor ke- i ), akan meningkatkan permintaan input sektor i tersebut. Input sektor i tadi ada yang berasal dari sektor itu sendiri, ada pula yang berasal dari sektor lainnya (katakan sektor ke- j). Oleh karenanya, sektor i akan meminta output sektor ke-j lebih banyak dari pada sebelumnya (untuk digunakan sebagai input proses produksi). Ini mengandung pengertian bahwa harus ada peningkatan out-put sektor ke-j. Peningkatan output sektor ke-j tersebut, pada gilirannya akan meningkat-kan permintaan input sektor ke-j



itu sendiri, yang berarti harus ada peningkatan output sektor-sektor lainnya (untuk input dalam proses produksi). Keterkaitan antar sektor produksi seperti ini disebut dengan keterkaitan ke belakang (backward linkage), karena keterkaitannya berseumber dari mekanisme penggunaan input produksi. Backward linkage suatu sektor produksi dihitung dengan menjumlahkan kolom sektor yang bersangkutan pada matriks kebalikan Leontief. Dengan demikian maka backward linkage dapat dirumurkan sebagai: n B.j =  bij i=1



( 2.15 )



dimana; B.j adalah backward linkage sektor ke-j; dan bij adalah elemen-elemen matriks kebalikan (inverse matrix) Leontief. Indeks kemampuan penyebaran diperoleh dengan cara menormalisasi kolom j ( j= 1, 2, 3, … n ) dari matriks kebalikan (inverse matrix) Leontief. Faktor normalisasi yang diusulkan oleh Rasmussen untuk indeks tersebut adalah: 1



n n



 n2



 bij



( 2.16 )



i =1 j=1



Prosedur normalisasi ini diusulkan agar indeks tersebut tepat untuk membuat perbandingan intersektoral. Dengan demikian indeks keterkaitan ke belakang (backward linkage indices) dirumuskan sebagai: 1



n



 n







bij i =1



u.j =



(



2.17 ) 1



n n



 n2



  bij i =1 j=1



dimana; u.j adalah indeks keterkaitan ke belakang (backward linkage indices); bij adalah elemen-elemen matriks kebalikan (inverse matrix) Leontief; dan adalah banyaknya sektor produksi.



F. 3. Keterkaitan ke depan. Keterkaitan ke depan (forward linkage) adalah menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output suatu sektor produksi tertentu melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Jika terjadi peningkatan output suatu sektor (katakan sektor ke-i ), maka tambahan output tersebut akan diditribusikan ke sektor-sektor produksi lainnya dalam perekonomian, termasuk sektor i tersebut. Forward linkage suatu sektor produksi dihitung dengan menjumlahkan baris sektor yang bersangkutan pada matriks kebalikan Leontief. Dengan demikian maka forward linkage dapat dirumurkan sebagai: n Bi. =  bij j=1



( 2.18 )



dimana; Bi. adalah forward linkage sektor ke-i; dan bij adalah elemen-elemen matriks kebalikan (inverse matrix) Leontief. Indeks kepekaan penyebaran diperoleh dengan cara menormalisasi kolom i ( i= 1, 2, 3, … n ) dari matriks kebalikan (inverse matrix) Leontief. Faktor normalisasi untuk indeks kepekaan penyebaran adalah: 1



n n







 bij



n2



j=1 i=1



2.19 )



(



Dengan demikian indeks keterkaitan ke depan (forward linkage indices) dirumuskan sebagai: 1



n



 n







bij



i =1



ui. =



( 2.20 ) 1



n n



 n2



  bij i=1 j=1



dimana; ui. adalah indeks keterkaitan ke depan (forward linkage indices); bij adalah elemen-elemen matriks kebalikan (inverse matrix) Leontief; dan adalah banyaknya sektor produksi. Suatu sektor produksi yang mempunyai nilai u.j  1 dan ui.  1 dapat dianggap sebagai sektor unggulan atau sektor kunci (key sectors) dalam suatu perekonomian. Oleh karena indeks-indeks tersebut didasarkan atas metode rata-rata, maka kedua indeks dalam persamaan ( 2.17 ) dan ( 2.20 ) tersebut sangat peka terhadap nilai-nilai yang ekstrim. Oleh sebab itu kedua indeks tersebut perlu dilengkapi dengan koefisien variasi (coefficient of variation)



sehingga definisi sektor kunci adalah Suatu sektor



produksi yang mempunyai nilai u.j  1 dan ui.  1, tetapi mempunyai koefisien variasi yang relatif rendah. Koefisien variasi (coefficient of variation) untuk u.j dan ui. Masing-masing adalah sebagai berikut:



Vj



=







1 n-1



 ( bij 1 n   bij n j=1



1 n



n



 bij )2



i=1



( 2.21 )



dimana Vj adalah koefisien variasi indeks keterkaitan ke belakang dari sektor j (j=1,2,3,… n)



Vi =







1 n-1



 ( bij 1 n   bij n j=1



1 n



n



 bij )2 i=1



( 2.22 )



dimana Vi adalah koefisien variasi indeks keterkaitan ke belakang dari sektor j (i=1,2,3,… n)