Model Inti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KIMIA INTI “Model Inti”



Di Susun Oleh:



Ismah Fadhilah Jamaluddin 1513041011 Pendidikan Kimia A



JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2017



MODEL INTI Struktur atom ditemukan oleh Rutherford, tetapi struktur atom Rutherfrod kurang jelas. Rutherford mempostulatkan bahwa elektron bergerak mengitari inti seperti planet mengitari matahari. Gaya tarik menarik antara elektron dan inti di imbangi oleh gaya sentrifugal. Namun, teori elektomagnetik klasik menyebutkan bahwa suatu partikel bermuatan yang bergerak seperti elektron pada model atom Rutherford akan mengalami percepatan dan terus menerus akan memancarkan radiasi. Oleh karena itu, elektron pada model atom Rutherford akan terus menerus kehilangan energinya, makin lama akan makin dekat ke inti dan akhirnya akan masuk ke dalam inti, sehingga bangun atom menjadi roboh. Penemuan Rutherford mengenai atom berinti merupakan suatu langkah yang besar ke arah penemuan sifat atom. Permasalahannya sekarang dapat dibagi dua, yaitu sifat inti dan sifat elektron yang mengelilingi inti. Meskipun gaya tarik antar inti yang positif dan elektron yang negatif dapat diimbangi, tetapi elektron yang bergerak mengelilingi inti akan mengalami percepatan dan suatu ketika dapat jatuh dalam



inti.



Berdasarkan kemungkinan ini maka model atom yang di kemukakan oleh Rutherford tidak dapat diterima. (Surdia, 1993). Untuk memperoleh pandangan baru mengenai teori atom khususnya atom hidrogen, Bohr mampu melihat perlunya hubungan antara gambaran atau model atom Rutherford dengan kondisi kuantum yang telah dikemukakan pertama kali oleh Max Planck pada tahun 1900 dalam menjelaskan peristiwa radiasi benda hitam (Sugiyarto, 2004). Ukuran inti yang sangat kecil (10-4 m), maka untuk memudahkan dalam mempelajari inti, pakar fisika nuklir mencoba membuat penyederhanaan dari keadaan inti sebenarnya. Hasil penyederhanaan terhadap bentuk dan keadaan inti sesungguhnya dinamakan model inti. Model ini memberikan gambaran tentang bagaimana nukleon tersusun di dalam inti, agar berbagai fenomena inti dapat di ungkapkan. Terdapat dua model yang telah dikembangkan, yaitu model kulit inti dan model tetes cairan (Sunarya, 2012).



1.



Model Kulit Mekanika kuantum (mekanika gelombang) merupakan bentuk teori



kuantum yang didasarkan pada konsep dualitas gelombang-partikel, prinsip ketidakpastian dan pandangan elektron sebagai gelombang materi. Dengan teori ini energi masing-masing elektron dapat dihitung secara matematik. Model atom Mekanika kuantum menyatakan bahwa : Posisi elektron di dalam atom tidak dapat ditentukan dengan pasti. Hanya dapat diperkirakan kemungkinan ditemukannya elektron pada suatu tempat tertentu, yang disebut orbital. Menurut teori ini elektron-elektron dalam suatu atom menempati beberapa tingkat energi (sering disebut sebagai kulit) disekeliling inti dan setiap tingkat energi terdiri dari beberapa subtingkat energi (atau subkulit) serta setiap subtingkat energi terdiri atas satu atau lebih orbital. Orbital adalah suatu daerah dalam ruang berbentuk spesifik dan dalam daerah ini besar kemungkinan ditemukannya elektron. Dengan mekanika kuantum dapat dibuktikan bahwa elektron yang dapat menempati kulit tertentu, jumlahnya terbatas (Surawan, 2004). Menurut Bunjali (2002) model kulit dikemukakan berdasarkan anggapan bahwa nukleon terdistribusi dalam suatu deret tingkat energi yang diskrit yang memenuhi kondisi mekanika kuantum tertentu, namun tidak persis sama seperti kulit-kulit elektron di luar inti. Proton dan neutron masing-masing menempati kulit berbeda dalam deret kulit terpisah. Setiap kulit memiliki daya tampung nukleon sebagai kulit penuh. Model ini memperhatikan gerakan setiap nukleon secara individual, sehingga model ini disebut juga sebagai model partikel tunggal dan terutama digunakan untuk inti pada keadaan dasar. Model ini konsisten dengan keperiodikan yang teramati pada sejumlah sifat inti, antara lain akan di jelaskan beberapa sifat berikut. a.



Keperiodikan sifat-sifat inti Dalam pembentkan inti, proton neutron dipercaya menghuni sederet kulit inti. Proses ini analog dengan membangun struktur elektron suatu atom melalui penambahan berurutan elektron-elektron ke julit elektron. Sama seperti proses aufbau yang secara berkala menghasilkan konfigurasi elektron dengan stabilitas luar biasa, demikian juga inti tertentu yang



memperoleh stabilitas khusus ketika kulit inti menutup. Kondisi dengan stabilitas khusus suatu inti atom terjadi untuk jumlah proton atau neutron tertentu yang disebut sebagai bilangan ajaib (Petrucci, 1987). Menurut Sunarya (2012), pada elektron, keperiodikan sifat unsur telah diketahui mengikuti konfigurasi elektron atom gas mulia, yaitu: 2, 10, 18, 36, 54, dan 82. Seperti halnya elektron dalam atom, inti atom dianggap memiliki keperiodikan sifat, yaitu inti atom memiliki kestabilan ekstra jika jumlah proton dan neutron atau keduanya sama dengan bilangan 2, 10, 18, 36, 54, 82, atau 126. Bilangan-bilangan ini dinamakan magic number (bilangan ajaib). Nuklida dengan energi ikat per nukleon tinggi seperti dapat dilihat pada gambar 1, energi ikatan inti itu sendiri yaitu energi yang di perlukan untuk mencegah inti menjadi komponen-komponennya, proton dan neutron (Chang, 2005), nilai maksimum energi ikat rata-rata dimiliki oleh nuklida dengan N bilangan ajaib, seperti: 16 40 208 4 2He, 8O, 20Ca, 82P



Gambar 1. Alur energi ikat per nukleon terhadap nomor massa b.



Kecenderungan berpasangan Menurut Bunjali



(2002), seperti halnya elektron yang cenderung



berpasangan untuk membentuk suatu ikatan yang stabil, demikian juga nukleon sejenis (nukleon dengan neutron, proton dengan proton), cenderung



berpasangan untuk mencapai inti yang lebih stabil. Hal ini di tunjang oleh fakta berikut: a)



Secara statistik jumlah nuklida stabil dengan Z genap, N genap, adalah paling banyak di antara nuklida stabil di alam.



b)



Jumlah isotop stabil pada nuklida dengan Z genap, N genap jauh lebih banyak dibandingkan denganjumlah isotop stabil pada nuklida dengan Z ganjil, N ganjil.



c)



Hasil akhir dari semua deret peluruhan radionuklida alam primer adalah Pb dengan 82 proton.



d)



2.



Nuklida stabil terberat adalah



209 83Bi dengan



126 neutron.



Model Tetes Cairan Tahun 1935, C.v. Weiszacker mengemukakan bahwa sifat-sifat inti yang



berkaitan dengan ukuran geometris, massa, dan energi ikatnya mirip dengan yang telah diketahui tentang sebuah tetes cairan (liquid drop). Pada suatu tetes cairan, kerapatannya konstan, ukurannya berbanding lurus dengan jumlah partikel atau molekul dalam tetesan dan kalor uap, atau energi ikatnya berbanding lurus dengan massa atau jumlah partikel yang membentuk tetesan (Gautreau, 1995). Model ini dikembangkan oleh Niels Bohr, Wheeler, dan Frenkel. Model ini memberlakukan inti sebagai suatu massa homogen dan setiap mukleon berinteraksi secara kuat dengan tetangga terdekatnya. Gaya interaksi adalah gaya jarak pendek yang bersifat jenuh dan tak bergantung pada muatan dan spin nukleon, sehingga energi interaksi antar nukleon merupakan fungsi kontinu dari massa inti (nomor massa A). model ini di sebut model tetes cairan karena adanya sejumlah kesamaan kelakuan antara inti dan tetesan suatu cairan. Kesamaan kelakuan tersebut adalah: 1) Baik tetes cairan maupun inti, keduanya bersifat homogen dan tidak dapat dimampatkan. Tetes cairan tersusun oleh sejumlah atom atau molekul , sedangkan inti tersusun atas nukleon . Implikasi dari hal ini adalah volume inti sebanding dengan massa A. Maka jari-jari inti R = r0 A , dengan r0 suatu tetapan dengan orde 1,2 – 1,5 F.



2)



Kemiripan inti dengan tetesan larutan ideal ditunjukkan dengan anggapan bahwa gaya interaksi antarnukleon adalah sama, tidak memperhatikan muatan maupun spin nukleon, yakni f n-n ≈f n-p ≈f p-p Hal ini di dukung oleh fakta bahwa energi pengikat inti pada pasangan “inti cermin” adalah hampir sama, yaitu pergantian gaya p-p oleh gaya n-n tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap energi pengikat total.



3) Analog dengan suatu tetes cairan, inti atom akan menunjukkan adanya gaya tegangan permukaan, gaya yang sebanding dengan luas permukaan inti, sehingga terdapat gaya sebanding dengan A2/3. 4) Gambaran umum untuk tetes cairan, yaitu dapat terjadi penggabungan tetesan kecil menjadi tetesan yang lebih besar atau sebaliknya, pemecahan tetesan besar menjadi tetesan yang lebih kecil. Hal ini ada kemiripan dengan reaksi fusi dan fissi pada reaksi inti. 5) Jika tetes cairan atau inti ditembaki dengan partikel berenergi tinggi, partikel penembak ditangkap dan terbentuk suatu inti gabungan (inti majemuk). Kemudian tambahan energi dari partikel yang tertangkap akan secara cepat didistribusi kepada semua partikel dalam tetesan atau nukleon-nukleon dalam inti. Proses termalisasi energi ini dalam inti gabunga dapat berlangsung dalam waktu 10-21 – 10-17 detik, berantung pada kecepatan partikel penembak. 6) Pelepasan kelebihan energi (dieksitasi) pada tetesan atau inti majemuk dapat dilakukan melalui proses berikut : Pada Tetesan 



Pendinginan dengan melepaskan



Pada Inti Majemuk 



panas



Pendinginan dengan memancarkan radiasi







Penguapan sejumlah partikel







Pemancaran satu atau lebih partikel







Pemecahan tetesan menjadi dua







Pembelahan inti menjadi dua inti



tetesan yang lebih kecil



yang lebih kecil



Dari gambaran diatas, model tetes cairan terutama memberikan penjelasan baik untuk kekuatan inti dalam keadaan tereksitasi. Model ini juga mampu



menjelaskan mekanisme logis dari reaksi inti berenergi rendah, menjelaskan gejala pembelahan dan penggabungan inti. Selain itu, model tetes cairan memberikan dasar perhitungan energi pengikat inti dan massa atom secara semi empirik yang di kemukakan Weizsacker yang dapat di aplikasikan dalam menghitung tetapan jari-jari nuklir dan memperkirakan nuklida stabil pada deret isobarik peluruhan β (Bunjali, 2002). Peluruhan β itu sendiri, untuk mencapai kestabilan inti karena kandungan neutron terlalu banyak maka sebuah neutron berubah menjadi proton disertai pelepasan sinar yang bermuatan negatif yang dikenal dengan sinar beta. Dalam peluruhan beta negatif, neutron bertransformasi menjadi proton dan elektron. Elektron yang meninggalkan inti teramati sebagai partikel beta (Suwarma, 2010). Model tetes cairan untuk nukleus membawa kita kepernyataan yang dikenal sebagai formula massa semiempirik untuk ketergantungan massa nukleus pada A dan Z. M = ZmP + (A – Z)mn – b1A + b2A2/3 + b3Z2A-1/3 + b4(A-2Z)2A-1 + b5A-3/4 Tetapan-tetapan di atas ditentukan dari data eksperimental; nilai-nilai (dalam satuan energi) yang di peroleh sebagai berikut: b1 = 14,0 MeV



b3 = 0,58 MeV



b2 = 13,0 MeV



b4 = 19,3 MeV



dan b5 diberikan menurut skema berikut: A



Z



b5



Genap



Genap



-33,5 MeV



Ganjil



-



0



Genap



Ganjil



+33,5 MeV



Berbagai suku dalam persamaan di atas di peroleh melalui suatu deretan koreksi berurutan, dengan cara berikut. Dengan mengabaikan energi ikat, maka taksiran pertama massa inti-inti yang tersusun dari Z buah proton dan N = A – Z netron akan sama dengan Zmp + (A – Z)mn. Selanjutnya, estimasi massa ini dikoreksi untuk menghitung energi ikat nukleon. Lantaran gaya inti adalah tarik menarik, energi ikat ini pun menjadi positif (kerja positif harus dilakukan untuk memisahkan nukleon), sehingga massa nukleus akan menjadi lebih kecil daripada



massa nukleon-nukleon yang terpisah. Dari model tetesan cairan tersebut, penguapan panas (energi ikat) akan berbanding lurus dengan jumlah nukleon A, menghasilkan koreksi sebesar –b1A (b1>0). Asumsi yang di buat pada koreksi pertama, yaitu energi ikat adalah b1 per nukleon, serupa dengan asumsi bahwa seluruh nukleon juga dilingkupi oleh nukleon-nukleon lain. Hal ini tentu saja tidak berlaku untuk nukleon-nukleon di permukaan inti, yang terikat lebih lemah. Dengan demikian, terlalu banyak yang dikurangi dalam koreksi pertama. Koreksi massa yang sebanding dengan luas permukaan inti tersebut, yaitu b2A2/3, juga harus ditambahakn untuk menghitung efek “permukaan” ini (Gautreau, 2006). Hingga tahap ini, semua suku dalam pernyataan massa inti telah diperoleh dari analoginya dengan sebuah tetes cairan bermuatan yang tak termampatkan. Disampingkan itu, karena efek mekanika kuantum, maka dua suku tambahan biasanya ditambahakan sebagai berikut. Diperoleh bahwa jika sebuah inti mengandung lebih banyak neutron daripada proton (atau sebaliknya), maka energinya, dan dengan demikian massa yang bersangkutan, akan berubah disebabkan karena asas larangan Pauli. Suku koreksi untuk efek ini bergantung pada kelebihan netron (atau proton) menurut pernyataan b4(N – Z)2A-1 = b4(A - Z)2A-1 nuklen-nukleon dalam inti cenderung “berpasangan”, yakni netron-netron atau proton-proton mengelompok bersama dengan spin-spin yang berlawanan. Sebagai akibat dari efek ini, disimpulkan bahwa terdapat suatu energi pasangan yang perubahannya sebanding A-3/4 dan bertambah dengan jumlah nukleon-nukleon yang tak berpasangan. Jumlah ini ditentukan sebagai berikut:



A



Z



Jumlah nukleon yang tak berpasangan



Genap



Genap



0



Ganjil Genap



1 Ganjil



2 (1 neutron dan 1 proton)



Pernyataan suku energi pasangan ini dengan demikian memberi pernyataan akhir, bagi massa inti. Energi ikat rata-rata per nukleon dengan selisih antara massa



energi inti dan massa energi dari nukleon-nukleon penyusunnya dan kemudian membagi hasilnya dengan jumlah nukleon: EI/ A =



[𝑍𝑚𝑝 + (𝐴−𝑍)𝑚𝑛 − 𝑀 ]𝐶 2 𝐴



= b1–b2 A-1/3 –b3 Z2 A-4/3 – b4 ( –2Z)2 A-2 – b5 A-7/4



(Perlu diperhatikan bahwa EI/A tidaklah sama dengan energi yang dipelukan untuk mengambil satu nukleon dari sebuah inti tertentu). Grafik persamaan menunjukkan bahwa untuk A yang besar nilai EI/A hampir konstan pada energi 8 MeV (Gautreau, 1995).



Pertanyaan: 1.



Bagaimana hubungan formula massa semiempirik dengan energi ikat per nukleon?



2.



bagaimana terjadi penggabungan tetesan dalam model tetes cairan?



DAFTAR PUSTAKA



Bunjali, Bunbun. 2002. Kimia Inti. Bandung: Penerbit ITB. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid2. Jakarta: Erlangga. Gautreau, Ronald dan William Savin. 1995. Fisika Modern. Jakarta: Erlangga Gauetreau, Ronald dan William Savin. 2006. Fisika Modern edisi kedua. Jakarta: Erlangga Petrucci, Ralp H dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern. Jakarta : Erlangga. Sugiyarto, H. Kristian. 2004. Kimia Anorganik I. Yogyakarta: JICA Sunarya, Yayan. 2012. Kimia Dasar 2. Bandung: Margahayu Permai.



Surawan, Tri. 2004. Kimia Struktur Atom. http://tri_surawan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/40445/Kimia_S TRUKTUR+ATOM. pdf. Diakses pada tanggal 2 september 2017. Surdia, Noer Mansdsjoeriah. 1993. Ikatan dan Struktur Molekul. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Suwarma, Irma Rahma. 2010. Fisika inti. Bandung : UPI