Model Pengembangan Kurikulum 2006 Dan Kurikulum 2013 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM 2006 DAN KURIKULUM 2013



A. Model-Model Pengembangan Kurikulum Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olahraga. Secara etimologis curriculum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari, dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum pada zaman yunani mengandung pengertian sebagai suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai dengan garis finish. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan, cakupannya berisikan uraian bidang studi yang terdiri atas beberapa mata pelajaran yang disajikan secara kait-berkait. Menurut catatan sejarah, istilah kurikulum telah dipakai di Amerika sebelum tahun 1607. Pada waktu itu telah dipakai istilah kurikulum untuk menunjukkan isi materi pelajaran yang harus diikuti dalam sebuah training atau pendidikan. Para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum, diantaranya adalah sebagai berikut: 1.



J. Gallen Saylor dan William N. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning sebagaimana dikutip dalam Nasution menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut. “The curriculum is the sum total of school’s efforts to influence lerning, whethwe in the classroom, on the playground, or out of school”. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, dihalaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.



2.



Harold B. Albertycs dalam buku Reorganizing the High School Curriculum sebagaimana dikutip didalam Nasution memandang kurikulum sebagai “all of the activities that are provided or students by the school”. Seperti halnya defenisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah. Defenisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional.



3.



B. Othanel Smith, W.O Stanley, dan J. Harlan Shores dalam Nasution memandang kurikulum sebagai “a sequence o potential experiences set up in the school for the purpose of diciplining children and youth in group ways of thingking and acting”. Mereka memandang kurikulum sebagai pengalaman yang secara potensial disiapkan oleh sekolah untuk tujuan mendisiplinkan anak-anak dan remaja dalam cara berpikir dan bertindak dalam masyarakat.



Robert S. Zais (1976) mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum. Dasar teoritisnya adalah institusi atau orang yang menyelenggarakan pengembangan, pengambilan keputusan, penetapan ruang lingkup kegiatan yang termuat dalam kurikulum, realitas implementasinya, pendekatan permasalahan dengan cara pelaksanaannya, penelitian sistematis tentang masalahnya, dan pemanfaatan teknologi dalam pengembangan kurikulum. Model-model tersebut adalah sebagai berikut. 1.



The Administrative (Line-Staff) Model. Model ini menggunakan prosedur “garis-staf” atau garis komando “dari atas ke bawah” (top-down). Maksudnya, inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara structural dilaksanakan di tingkat bawah. Dalam model ini pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah (steering commitee) yang biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan guru-guru inti. Panitia pengarah ini bertugas merumuskan rencana umum, prinsip-prinsip, landasan filosofis, dan tujuan umum pendidikan. Selanjutnya mereka membentuk kelompok-kelompok kerja sesuai keperluan. Anggota-anggota kelompok kerja umumnya terdiri atas guru-guru dan spesialis-spesialis kurikulum. Tugasnya adalah merumuskan tujuan kurikulum yang spesifik, menyusun materi, kegiatan pembelajaran, sistem penilaian, dan sebagainya sesuai dengan kebijakan steering committee. Hasil pekerjaannya direvisi oleh panitia pengarah. Jika dipandang perlu akan diadakan uji coba untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Hal ini dikerjakan oleh suatu komisi yang ditunjuk oleh panitia pengarah dan keanggotaannya terdiri atas sebagian besar kepala-kepala sekolah. Apabila pekerjaan itu telah



selesai, diserahkan kembali kepada panitia pengarah untuk ditelaah kembali, baru kemudian diimplementasikan.



2.



The Grass-Roots Model Inisiatif pengembangan kurikulum model ini berada di tangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum di sekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok. Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum ini, kerja sama dengan orang tua murid dan masyarakat sangat penting. Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu a.



kurikulum akan bertambah baik jika kemampuan profesional guru bertambah baik,



b.



kompetensi guru akan bertambah baik jika guru terlibat secara pribadi dalam merevisi kurikulum,



c.



jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna,



d.



hendaknya di antara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu consensus tentang prinsipprinsip dasar, tujuan, dan rencana.



3.



The Demonstration Model Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbarui kurikulum. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, model deminstrasi terdiri atas dua bentuk. Bentuk pertama yang cenderung bersifat formal. Sekelompok guru diorganisasi dalam suatu sekolah secara terpisah untuk mengembangkan projek



percobaan kurikulum. Inisiatif dan organisasi kurikulum berasal dari atas. Bentuk kedua yang dianggap kurang formal. Guru-guru yang kurang puas dengan kurikulum membuat eksperimen dalam area tertentu. Mereka bekerja secara



tidak



terstruktur.



Jika



eksperimen



berhasil



akan



diadopsi



penggunaannya di seluruh sekolah. Keuntungan model ini adalah a.



karena kurikulum telah dilaksanakan secara nyata, maka dapat memberikan alternative yang dapat bekerja,



b.



perubahan kurikulum pada bagian tertentu lebih muda disepakari dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan,



c.



mudah untuk mengatasi hambatan, dan



d.



menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber.



Kelemahan kurikulum ini adalah dapat menimbulkan antagonism guru-guru yang tidak terlibat dalam proses pengembangan.



4.



Beauchamp’s System Model Ada lima langkah kritis dalam pengambila keputusan pengembangan kurikulum menurut Beauchamp (1975), yaitu; a.



menentukan arena pengembangan kurikulum (bisa berupa kelas, sekolah, system persekolahan regional atau system pendidikan nasional,



b.



memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum nyang terdiri atas spesialis kurikulum, perwakilan kelompok-kelompok profesional dan guru-guru kelas yang terpilih, semua tenaga profesional yang ada dalam system sekolah tersebut, dan kelompok masyarakat yang representatif,



c.



pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran, dan mengembangkan desain,



5.



d.



pelaksanaan kurikulum secara sistematis, dan



e.



evaluasi kurikulum.



Taba’s Inverted Model Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan



praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental. Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Hilda Taba, yaitu: a.



kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan,



b.



uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran,



6.



c.



merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum,



d.



mengembangkan kerangka kerja teoretis, dan



e.



pengasemblingan dan deseminasi hasil yang telah diperoleh.



Roger’s Interpersonal Relations Model Model ini berasal dari seorang psikolog yaitu Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka,



luwes,



dan



adaptif



terhadap



situasi



perubahan.



Langkah-langkah dalam model ini adalah: a.



memilih suatu sasaran administrator dalam sistem pendidikan dengan syarat bahwa individu yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka dapat berkenalan secara lebih akrab,



b.



mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif,



c.



mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari,



d.



menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru, dan orang tua peserta didik,



e.



7.



pertemuan vertical yang mendobrak hierarki, birokrasi, dan status sosial.



The systematic Action-Research Model Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah dalam model ini adalah: a.



merasakan adanya masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam,



b.



mengidentifikasi factor-faktor apa saja yang memengaruhinya,



c.



merencanakan secara mendalam bagaimana pemecahannya,



d.



menentukan keputusan-keputuasn apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah tersebut,



e.



melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah disusun,



8.



f.



mencari fakta secara meluas, dan



g.



menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.



Emerging Technical Model Model teknologis ini terdiri atas tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer. Model analisis tingkah laku memulai kegiatan dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya,



selanjutnya



mengidentifikasi



sejumlah



factor



yang



berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya. Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya. Setelah itu, guru dan murid diwawancarai tentang pencapaian tujuan-tujuan tersebut dan data itu disimpan dalam komputer untuk dimanfaatkan dalam menyusun materi pembelajaran untuk murid.



Diluar model kurikulum tersebut, terdapat beberapa model pengembangan kurikulum yang digunakan di Indonesia, yaitu: 1.



Model Kurikulum yang Berorientasi pada Tujuan Model kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented curriculum) telah digunakan di Indonesia dan berlaku secara efektif sampai tahun 2003. Kebaikan-kebaikan model ini antara lain: a. tujuan yang akan dicapai jelas bagi penyusun kurikulum,



b. tujuan-tujuan tersebut akan memberikan arah yang jelas dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis-jenis kegiatan, dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan, c. tujuan-tujuan itu akan memberikan arah dalam melakukan penilaian terhadap proses dan hasil yang dicapai, dan d. hasil evaluasi yang berorientasi pada tujuan tersebut akan membantu pengembang kurikulum dalam melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.



2.



Model Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum Berbasis Kompetensi (competency-based curriculum) , yaitu suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan dan penguasaan kompetensi bagi peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, orang tua, dan masyarakat, baik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, memasuki dunia kerja, maupun sosialisasi dengan masyarakat. Dasar pemikiran penggunaan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah: a.



kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks,



b.



kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten,



c.



kompetensi



merupakan



hasil



belajar



(learning



outcomes)



yang



menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran, d.



keandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur,



e.



kompetensi berorientasi pada hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya, dan



f.



kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan peserta didik dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah, sekaligus menggambarkan kemajuan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran pada periode tertentu.



3.



Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri atas tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. KTSP dikembangkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya b. Beragam dan terpadu c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni d. Relevan dengan kebutuhan hidup e. Menyeluruh dan berkesinambungan f. Belajar sepanjang hayat g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah



4.



Model Kurikulum Bermuatan Lokal Kurikulum bermuatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah, kebutuhan daerah, dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan muatan lokal dilakukan dengan kriteria:



a. sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan fisik, sosial, dan mental peserta didik, b. tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, c. tidak bertentangan dengan upaya pelestarian lingkungan alam, sosial, dan budaya, d. berguna bagi kehidupan peserta didik dan pembangunan daerahnya, dan e. perhitungan dan perimbangan waktu yang diperlukan.



5.



Model Kurikulum Berorientasi Kecakapan Hidup Pengembangan kurikulum yang berorientasi kecakapan hidup harus menggambarkan aspek-aspek: a.



kompetensi yang relevan untuk dikuasai peserta didik,



b.



materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik,



c.



kegiatan pembelajaran untuk menguasai kompoetensi,



d.



fasilitas, alat, dan sumber belajar yang menunjang dan memadai, dan



e.



kompetensi yang dapat diaktualisasikan dalam pola kehidupan peserta didik sehari-hari.



Kecakapan hidup akan memiliki makna yang luas apabila kegiatan pembelajaran yang dirancang memberikan dampak positif bagi peserta didik dalam membantu memecahkan problematika kehidupannya.



B. Model Pengembangan Kurikulum 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh, dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar, dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun



2006, dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum 2006 merupakan sebuah kurikulum yang bersifat operasional, sehingga dalam pengembangannya KTSP tidak terlepas dari ketetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional. Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum, akan tetapi kewenangan itu hanya terbatas pada pengembangan operasionalnya saja. Rujukan pengembangan yang dilakukan oleh daerah tetap ditentukan oleh pemerintah, seperti jenis mata pelajaran, jumlah jam pelajaran, dan kompetensi yang harus dicapai. Daerah dalam mengembangkan kurikulum terbatas pada pengembangan kurikulum muatan lokal, yakni kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan kebutuhan daerah dan aspek pengembangan diri yang sesuai dengan budaya daerah. Salah satu perubahan yang menonjol pada KTSP dibanding dengan kurikulum sebelumnya adalah KTSP bersifat desentralistik. Artinya, segala tata aturan yang dicantumkan dalam kurikulum, yang sebelumnya dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah pusat, dalam KTSP sebagian tata aturan dalam kurikulum diserahkan untuk dikembangkan dan diputuskan oleh pihak di daerah atau sekolah. Meski terdapat kebebasan untuk melakukan pengembangan pada tingkat satuan pendidikan, namun pengembangan kurikulum harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Ketetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur, dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. KTSP yang disusun dan dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan bisa beragam antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya, karena disesuaikan dengan karakteristik, kondisi, dan potensi sekolah, serta peserta didik masimg-masing. Namun demikian bukan berarti satuan pendidikan dapat menyusun dan mengembangkan kurikulum tanpa menggunakan acuan. Untuk menjamin kurikulum yang disusun dan dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan harus tetap memenuhi standar nasional, maka penyusunan dan



pengembangan kurikulum perlu mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang meliputi Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Dari delapan standar tersebut, ada dua standar yang berkaitan langsung dengan penyusunan dan pengembangan kurikulum, yaitu Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap system yang sedang berjalan salama ini. Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta system penilaian. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut: 1.



Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan



2.



Partisipasi Masyarakat dan Orangtua yang Tinggi



3.



Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional



4.



Tim-Kerja yang Kompak dan Transparan Konsep yang ditawarkan dalam kurikulum 2006 ini memposisikan setiap



satuan pendidikan untuk mengembangkan sendiri potensi yang dimiliki. Sehingga akan muncul kelebihan sekaligus kelemahan kurikulum ini, yaitu masalah kesenjangan antar sekolah. Pengembangan kurikulum 2006 akan menciptakan sekolah-sekolah yang unggul, namun di sisi lain juga akan tercipta sekolah-sekolah yang kurang bermutu karena kekurangan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki sekolah tersebut. Permasalahan Kurikulum 2006 (Kurikulum KTSP) yang telah dijalankan antara lain: 1.



Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya matapelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.



2.



Kompetensi



belum



menggambarkan



keterampilan, dan pengetahuan.



secara



holistik



domain



sikap,



3.



Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.



4.



Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.



5.



Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.



C. Model Pengembangan Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 (K-13) adalah kurikulum yang berlaku dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum tetap diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum-2006 (yang sering disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaanya pada tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah rintisan. Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku. Kurikulum 2013 adalah pengembangan dari Kurikulum tahun 2006 yang disusun mengacu pada Tujuan Pendidikan Nasional dan berdasarkan evaluasi kurikulum sebelumnya dalam menjawab tantangan yang dihadapi bangsa di masa depan. Pengembangan Kurikulum 2013 khususnya terletak pada: 1.



Keseimbangan Pengetahuan – Sikap – Keterampilan



2.



Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran



3.



Model Pembelajaran (Penemuan, Berbasis Proyek dan Berbasis Masalah)



4.



Penilaian Otentik. Dalam pengembangan kurikulum 2013, ada enam prinsip utama yang harus



diperhatikan, yaitu: 1.



Standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan



2.



Standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran



3.



Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik



4.



Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai



5.



Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti



6.



Keselarasan tuntutan kompetensi lulusan, isi, proses pembelajaran, dan penilaian.



Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika. Untuk meningkatkan pencapaian kompetensi, pembelajaran perlu diperkuat dengan penerapan pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), tematik dalam suatu mata pelajaran, pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian



(discovery/inquiry



learning),



dan



pembelajaran



menggunakan metode berbasis karya dan pemecahan masalah (project/problem based learning) Pengamat Pendidikan, Dharmaningtyas, mencoba memaparkan secara rinci kelebihan dan kekurangan kurikulum 2013 dalam diskusi bertajuk Akses Pendidikan Berkualitas untuk Semua besutan Network for Education Watch (NEW) atau Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Kelebihan dari kurikulum 2013 adalah memiliki konsep yang jelas terhadap lulusan yang ingin dicapai, dan mengemas mata pelajaran menjadi lebih maknawi dalam kehidupan sehari-hari dengan model pembelajaran tematik integratif dan pendekatan saintifik. Sementara itu, kekurangan dari kurikulum 2013 adalah adanya kontradiksi, karena mau melahirkan manusia yang kreatif, kritis, inovatif, tapi penuh materi yang normatif karena ada penambahan jam belajar agama; berharap proses pembelajaran lebih leluasa tapi ada penambahan jam pelajaran; kurikulum 2013 cocok untuk sekolah yang sudah maju dan gurunya punya semangat belajar tinggi, masyarakat yang sudah terdidik, muridnya memiliki kemampuan dan fasilitas setara, serta



infrastruktur telekomunikasi dan transportasi sudah merata sehingga tidak menghambat proses; dan, penggunaan Ujian Nasional (UN) sebagai evaluasi standar proses pembelajaran siswa aktif.



D. Perbedaan Model Pengembangan Kurikulum 2006 dengan Model Pengembangan Kurikulum 2013 Perubahan Kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 menyangkut empat elemen perubahan kurikulum, yaitu pada Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian. Pada elemen Standar Kompetensi Lulusan (SKL), untuk kurikulum 2013 SKL ditentukan terlebih dahulu sebelum menentukan Standar Isi yang berbentuk kerangka dasar kurikulum, sementara pada KTSP yang ditentukan terlebih dahulu adalah Standar Isi sebelum menentukan SKL. Dalam aspek kompetensi lulusan terdapat peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills dengan mengasah 3 aspek, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sementara pada Kurikulum 2006 lebih menenkankan pada aspek pengetahuan. Untuk aspek Standar Isi (SI), pada perubahan SI dimana pada KTSP 2006 kompetensi diturunkan dari mata pelajaran, pada kurikulum 2013 mata pelajaran diturunkan dari kompetensi. Sedangkan pendekatannya sama-sama dilakukan melalui pendekatan mata pelajaran. Elemen perubahan pada Standar Proses, yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, pada kurikulum 2013 dilengkapi dengan pendekatan scientific, yaitu mengamati (observing), menanya (questioning), mengeksplorasi (eksploring), mengasosiasi (associating), dan mengkomunikasikan (communicating). Proses pembelajaran pada Kurikulum 2006 yang lebih dominan adalah pada aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Sedangkan proses pembelajaran pada kurikulum 2013 yang lebih dominan adalah afektif, psikomotor, baru kognitif. Artinya siswa dalam proses pembelajaran pada kurikulum 2006 lebih fokus pada aspek kognitif, sementara kurikulu 2013 lebih menonjolkan afektif dan psikomotor, sed Elemen perubahan pada Standar Penilaian, penilaian yang dilakukan adalah berbasis kompetensi yaitu pergeseran dari penilaian melalui tes yang mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja menuju penilaian otentik yaitu



mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil. Penilaian konvensional cenderung dilakukan hanya untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Penilaian diposisikan seolah-olah sebagai kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran. Dalam perkembangannya penilaian tidak hanya mengukur hasil belajar, namun penilaian harus mampu meningkatkan kompetensi peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu penilaian harus dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu penilaian atas pembelajaran, penilaian untuk pembelajaran, dan penilaian sebagai pembelajaran.



DAFTAR PUSTAKA



Ahmad, S. (2014). Problematika Kurikulum 2013 Dan Kepemimpinan Instruksional



Kepala



Sekolah.



8(2),



98–108.



https://doi.org/10.13170/jp.8.2.2158 Asfiati. 2016. Pendekatan Humanis Dalam Pengembangan Kurikulum. Medan: Perdana Publishing Baedhowi, B. (2016). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp): Kebijakan Dan Harapan. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, Vol. 13, p. 171. https://doi.org/10.24832/jpnk.v13i65.323 BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2017. Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta Idi, Abdullah. 2010. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Jogjakarta: ArRuz Media. Karli, Hilda. 2014. Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013 untuk Jenjang Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan PenaburNo. 22/Tahun ke-13/Juni 2014, 84-96. Machali, I. (1970). Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013 dalam Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045. Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 71. https://doi.org/10.14421/jpi.2014.31.71-94 Majir, Abdul. 2018. Dasar Pengembangan Kurikulum. Buku Ajarr Mata Kuliah Dasar Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Penerbit Deepublish Nurhalim, Muhammad. (2011). Analisis Perkembangan Kurikulum Indonesia (Sebuah Tinjauan Desain Dan Pendekatan). Insania, Vol 16 No. 3, 339–356. Revyareza. 2013. Perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP 2006. Diakses pada tanggal



02



April



2020,



https://revyareza.wordpress.com/2013/11/01/perbedaan-kurikulum-2013dan-ktsp-2006/



dari



Sanjaya, Wina. 2015. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Prenamedia Group Sasanti, Y. Niken (2014). Model-Model Pengembangan Kurikulum dan Pelaksanaannya.



Diakses



pada



tanggal



02



April



2020,



dari



https://niken65.wordpress.com/2014/10/28/model-model-pengembangankurikulum-dan-pelaksanaannya/ Syafa’at, Mochtar. 2018. Model Kurikulum KTSP dan Tujuan Kurikulum Muatan Lokal.



Diakses



pada



tanggal



30



April



2020,



dari



https://www.pengembarailmu.com/2018/09/model-kurikulum-ktsp-dantujuan.html Wikipedia. ----. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Diakses pada tanggal 30 Maret



2020,



dari



https://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan Wikipedia. ----. Kurikulum 2013. Diakses pada tanggal 30 Maret 2020, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_2013 Yuanita, D. I. (2016). MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM TEMATIK INTEGRATIF



PENDIDIKAN



DASAR.



Tribakti:



Jurnal



Pemikiran



Keislaman, 27(1), 188 ~ 207. https://doi.org/10.33367/tribakti.v27i1.265 -----. (2018) Perkembangan Kurikulum di Indonesia hingga Kurikulum 2013 (K13). Diakses



pada



tanggal



30



Maret



2020,



dari



https://gmb-



indonesia.com/2018/05/20/perkembangan-kurikulum-di-indonesia-hinggakurikulum-2013-k13/