Modul 01 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL 01 PENGENALAN HAMA PASCAPANEN SERANGGA DAN TUNGAU Muhammad Hanif Gunawan – 11918021 Asisten: Farrell Muhammad Rizaldy (11917003)



A. PENDAHULUAN Serangga adalah salah satu makhluk hidup unik dan sangat umum ditemukan di seluruh penjuru bumi. Serangga dapat hidup di dalam tanah, daratan, udara maupun di air tawar, bahkan sebagai parasit di dalam tubuh makhluk hidup lain, namun jarang yang hidup di air laut. Sebagian besar spesies serangga telah memberi kontribusi besar dalam menyusun kehidupan di muka bumi ini, khususnya dalam hal pengendalian hayati (Fahmi, 2014). Sayangnya, ketika suatu kelompok serangga malah menyebabkan kerusakan berlebihan, maka serangga tersebut dapat dicap sebagai serangga hama. Hama sendiri merupakan serangga yang hidup dalam organisme lain, misal cacing yang hidup dalam tubuh belalang. Serangga yang merusak tanaman pun menjadi salah satu jenis hama untuk perkebunan-perkebunan holtikultura. Populasi hama bisa menjadi tinggi karena ketersediaan tanaman yang kontinu (dikarenakan aktivitas agraris manusia yang kontinu di satu daerah saja). Serangga hama dengan tanaman di lingkungannya memiliki hubungan timbal balik, dimana tingginya konsentrasi jumlah tanaman di suatu daerah, maka lebih banyak hamanya (Dewantara, 2017). Dalam bidang pascapanen, serangga hama merupakan salah satu penyebab kehilangan pangan. Serangga hama utamanya hama gudang dapat mengakibatkan kerusakan 26% - 29% total bahan pangan yang disimpan dalam gudang (Haryadi & Fakhrurrozy, 2012). Untuk menyusun sebuah metode pencegahan serangga hama, diperlukan pengamatan terlebih dahulu terhadap morfologi dan mekanisme penyerangan hama terhadap tanaman, sehingga dapat ditentukan metode penanganan serangga hama. B. TUJUAN 1. Menentukan klasifikasi dari hama serangga belalang kelana, engkang-engkang, belalang sembah, kecoa, anjing tanah, dan tungau. 2. Menentukan morfologi dari hama serangga belalang kelana, engkang-engkang, belalang sembah, kecoa, anjing tanah, dan tungau. 3. Menentukan mekanisme penyerangan dari hama serangga belalang kelana, engkangengkang, belalang sembah, kecoa, anjing tanah, dan tungau. 4. Menentukan modifikasi tungkai dari hama serangga belalang kelana, engkangengkang, belalang sembah, kecoa, dan anjing tanah.



5. Menentukan perbedaan antara hama serangga belalang kelana, engkang-engkang, belalang sembah, kecoa, anjing tanah, dan tungau. C. CARA KERJA Objek serangga hama (belalang kelana, belalang sembah, engkang-engkang, kecoa, anjing tanah dan tungau) dicari di daerah dekat rumah untuk diamati. Tungau diamati melalui gejala-gejala yang ditemukan di daun teh. Setelah diamati, serangga hama difoto sebagai dokumentasi. Setelah dilakukan pengamatan dan dokumentasi, morfologi serangga hama digambar pada kertas A4 menggunakan alat tulis pensil, lalu dijelaskan sesuai struktur dan istilah bagian tubuhnya. Melalui morfologi serangga hama yang telah digambar, ditentukan mekanisme penyerangan serangga hama terhadap tanaman, modifikasi tungkainya (khusus untuk serangga hama), serta perbedaan antara serangga hama dengan tungau melalui studi jurnal. D. HASIL PENGAMATAN No. 1



Gambar



Keterangan Tubuh hama berwarna hijau kecoklatan dengan mata hitam-coklat, antenna yang hampir coklat, dan abdomen yang berwarna coklathijau terang.



2



Tubuh engkangengkang berwarna hitam kecoklatan dengan mata hitam, antenna yang pendek dan tipis, kaki natatorial yang panjang dan bersetae, serta abdomen yang berwarna coklathitam.



3



Tubuh belalang sembah memiliki warna hijau muda dengan mata hitam menyeluruh, antenna yang pendek, protonum hijau, dan abdomen yang melengkung berwarna hijau.



4



Tubuh kecoa berwarna coklat tua dengan motif kuning di daerah protonum, mata majemuk berwarna hitam dan abdomen berwarna hitam-coklat pekat.



5



Tubuh anjing tanah berwarna coklat tua dengan sebuah motif di kepala dan protonumnya, terdapat mata majemuk kecil berwarna hitam dan cercus yang panjang ke belakang.



6



Tungau memiliki badan yang lebar, bertempurung merah, dan memiliki kulit tempurung yang berpola acak (berpori-pori dan bergelombang)



E. PEMBAHASAN 1.1.Klasifikasi dan Morfologi Serangga Hama 1.1.1. Belalang kelana (Valanga nigricornis) Belalang kelana atau belalang kayu memiliki klasifikasi sebagai berikut (CABI, 2019). Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: Metazoa : Arthropoda : Uniramia : Insecta : Orthoptera : Acrididae : Valanga : Valanga nigricornis



Morfologi belalang kelana secara umum dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu kepala, dada (thorax), dan perut (abdomen). Belalang juga memiliki 6 kaki bersendi, 2 pasang sayap dan 2 antena di kepalanya. Kepala belalang memiliki mata majemuk, alat mulut, 1 pasang antenna dan mata tunggal (osellus). Mulut belalang terdiri dari labrum, mandibula, maksila, labium, dan hypofaring, yang digunakan untuk menggigit dan mengunyah makanan. Antena pada belalang berfungsi sebagai organ pengecap, pembau dan pendengar. 2 pasang kaki depan belalang digunakan untuk berjalan. Kaki belakang belalang kelana mengalami modifikasi berupa femur kaki yang panjang dan



kuat, yang membuat belalang mampu melompat sangat jauh. Modifikasi tungkai kaki ini disebut dengan saltotorial. Belalang juga memiliki perut (abdomen) yang menyimpan organ-organ fisiologis di dalamnya. Belalang umumnya memiliki 11 segmen berulang, dimana segmen 8 dan 9 terdapat alat kelamin serangga tersebut (berkaitan dengan kopulasi dan peletakan telur serangga) (Syahrin, 2019). Belalang kayu dianggap sebagai serangga hama karena kemampuan reproduksinya yang cepat dan migrasi besar-besaran yang dapat menjadi masalah besar bagi petanipetani. Utamanya belalang kayu (di tahap nimfa, imago dan dewasanya) memakan dedaunan tanaman. Jika dalam satu waktu terdapat populasi belalang kayu yang banyak, kerusakan tanaman bisa hingga habis daun beserta tulangnya (Hidayat et al., 2014). 1.1.2. Engkang-engkang (Gerridae sp.) Engkang-engkang (disebut anggang-anggang) memiliki klasifikasi sebagai berikut (Nurjannah, 2020). Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthropoda



Kelas



: Insecta



Ordo



: Hemiptera



Famili



: Gerridae



Permukaan tubuh serangga anggang-anggang terdiri dari 2 lapisan rambut mikro dan makro. Lapisan rambut makro tersusun dari setae (semacam rambut) yang panjang dan terbagi rata sepanjang permukaan tubuh, dengan densitas setae di sekitar 12.000 setae per mm2. Lapisan rambut mikro terdiri dari microtrichia filiform dengan panjang antara 1-10 µm yang berdiri dari kutikula namun membengkok ketika mendekati pucuk. Berbeda dari tubuhnya, kaki anggang-anggang hanya tertutupi oleh setae. Setae pada kaki memiliki panjang 20-80 µm, dengan densitas setae di kaki sekitar 27.000 setae per mm2. Didapatkan bahwa rambut halus yang melapisi tubuh dan kaki angganganggang berfungsi sebagai pelindung dari air, membuat tubuh dan kaki serangga ini anti-air dengan mempercepat turunnya butir air. Karena modifikasi pada kaki angganganggang berupa setae yang banyak ini, anggang-anggang dapat bergerak cepat di permukaan air, proporsional dengan besar tubuhnya (Goodwyn et al., 2008).



1.1.3. Kecoa (Periplaneta australasiae) Kecoa memiliki klasifikasi sebagai berikut (Erviana, 2014).



Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthopoda



Kelas



: Insecta



Ordo



: Blattodea



Famili



: Blattidae



Genus



: Periplaneta



Spesies



: Periplaneta americana



Secara morfologi, kecoa berbentuk oval pipih dengan warna coklat/coklat tua. Panjang tubuh kecoa bervariasi, berkisaran antara 0,6-7,6 mm. Kecoa bisa dibagi 3 bagian, yaitu kepala, thoraks, dan abdomen. Pada kepala terdapat mulut yang digunakan untuk mengunyah makanan, terdapat mata majemuk yang fotosensitif, antena sebagai indera penciuman dan pendeteksi getaran udara, dan protonum yang berbentuk seperti perisai di atas kepala yang ditundukkan. Pada dada terdapat tiga pasang kaki dan sepasang sayap sebagai alat mobilisasi sehingga kecoa dapat terbang dan berlari dengan cepat. Terdapat pula struktur lempengan besar di belakang kepala dan sayap yang disebut protonum. Pada perut kecoa terdapat organ-organ pencernaan dan reproduksi. Kecoa menyimpan telur-telurnya di dalam perut hingga telur siap menetas. Ujung perut kecoa terdapat cercus sebagai alat indera kecoa, yang berhubungan langsung dengan saraf abdomen sehingga ketika terdapat gangguan yang terdeteksi pada cercus, kecoa dapat bergerak cepat sebelum otak utama menerima sinyal (Palupi, 2008). 1.1.4. Belalang sembah (Mantis sp.) Belalang sembah memiliki klasifikasi sebagai berikut. Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthopoda



Kelas



: Insecta



Ordo



: Orthoptrea



Famili



: Acrididae



Genus



: Mantodea



Spesies



: Mantis religiosa



Belalang sembah memiliki warna yang beragam, namun spesies paling umum ditemukan yaitu Mantis religiosa biasanya berwarna hijau kekuningan. Kepala



belalang sembah berbentuk segitiga dengan mata yang bundar, terdapat antena sebagai indera pencium, lalu terdapat oselus (mata tunggal) di tengah kepalanya, lalu terdapat labrum dan mandible untuk menggigit dan mengunyah makanan, utamanya serangga. Belalang sembah memiliki sebuah lapisan kulit berbentuk perisai di belakang dadanya yang disebut dengan protonum. Pada belalang sembah dewasa, terdapat 2 pasang sayap yang digunakan untuk terbang jarak pendek, yaitu sayap luar dan sayap tersembunyi. Belalang sembah memiliki 3 pasang kaki, dengan 1 pasang di depan tubuhnya mengalami modifikasi tungkai sehingga terjadi pembesaran di bagian femur dan tibia. Modifikasi ini disebut dengan raptotorial. 2 pasang kaki di tengah dan belakang tubuhnya memiliki bentuk yang pipih dan kecil. Kemudian pada bagian bawah belalang terdapat abdomen, yang menyimpan organ pencernaan dan reproduksi, dengan cersus di bagian paling belakang yang berfungsi sebagai indra perasa vibrasi (Brannoch et al., 2017). 1.1.5. Anjing tanah (Gryllotalpa sp.) Anjing tanah memiliki klasifikasi sebagai berikut (CABI, 2019). Kingdom



: Metazoa



Filum



: Arthropoda



Subfilum



: Uniramia



Kelas



: Insecta



Ordo



: Orthoptera



Famili



: Gryllotalpidae



Genus



: Gryllotalpa



Anjing tanah umumnya memiliki warna coklat ke coklat gelap. Tubuh anjing tanah memiliki bentuk ovoid, yang memudahkan tanah untuk jatuh dari tubuhnya lebih cepat sehingga tidak menimpa tubuh anjing tanah ketika menggali. Tubuhnya bisa dibagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, dada (thoraks) dan perut (abdomen). Kepala anjing tanah memiliki kepala yang pendek, memiliki 1 pasang mata dan 1 pasang antenna untuk mendeteksi pergerakan dan keadaan di sekitarnya. Di atas kepala anjing tanah terdapat sebuah protonum yang keras namun tertutupi oleh setae, rambut-rambut halus yang berfungsi untuk memudahkan anjing tanah menggali dengan cara melindungi anjing tanah dari runtuhan/puing tanah ketika menggali tanah. Pada dadanya terdapat 1 pasang kaki yang dimodifikasi dengan femur dan tibia yang besar dan keras, lalu kuku hitam di depannya untuk memudahkan menggali tanah. Modifikasi ini disebut dengan fossorial. Di belakang protonum terdapat 2 pasang sayap untuk terbang jarak pendek. Sayap atas berbahan dasar keratin, berfungsi untuk melindungi sayap bawah



yang lebih halus. Pada perut anjing tanah terdapat organ pencernaan dan reproduksi, 2 pasang kaki yang digunakan untuk mobilisasi, serta cersus yang digunakan untuk mendeteksi serangan di belakang badan anjing tanah (Zhang et al., 2008). 1.1.6. Tungau (Brevipalpus phoenicis) Tungau merah memiliki klasifikasi sebagai berikut (CABI, 2019). Kingdom



: Metazoa



Filum



: Arthropoda



Subfilum



: Chelicerata



Kelas



: Arachnida



Subkelas



: Acari



Superordo



: Acariformes



Subordo



: Prostigmata



Famili



: Tenuipalpidae



Genus



: Brevipalpus



Spesies



: Brevipalpus phoenicis



Tubuh tungau dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu prodorsum (aspidosoma) dan opisthosoma. Prodorsum memiliki 3 pasang setae, 1 pasang di ujung depan prodorsum (vertikal) dan 2 pasang di atas mata (skapular), satu pasang mata, ornamentasi di sepanjang prodorsum, dan pori diatas prodorsum. Selain itu, dibawah prodorsum terdapat 2 pasang kaki dan mulut penghisap. Pada opisthosoma terdapat 9 pasang setae yang tersebar di tengah dan ujung opisthosoma, dan terdapat satu pasang pori opisthosoma di tengah badan. Di opisthosoma juga terdapat 2 pasang kaki (Welbourn et al., 2003). 1.2.Mekanisme penyerangan hama serangga Mekanisme penyerangan hama serangga dapat ditentukan dari tipe alat mulutnya serangga hama. Didasarkan pada alat mulutnya, serangga hama dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe pemakan (chewing) dan tipe penghisap (sucking). Serangga pemakan mempunyai mandibula untuk menggigit dan mengunyah makanan. Tanaman yang terserang serangga tipe ini umumnya memiliki kerusakan fisik yang jelas pada bagian yang terserang. Serangga-serangga dengan mekanisme penyerangan ini adalah belalang kayu (targetnya daun) dan anjing tanah (targetnya akar). Serangga penghisap (sucking) mempunyai modifikasi pada alat mulut sehingga serangga tipe ini bisa menusuk dan menghisap cairan tanaman yang berisi nutrisi dari tulang daun maupun



batang. Kadang serangga penghisap ini menghasilkan saliva yang dapat menjadi racun untuk tumbuhan, sehingga muncul gejala seperti pertumbuhan yang terdistorsi atau penguningan daun. Serangga hama dengan mekanisme penghisapan ini adalah tungau dan kutu (Dewantara, 2017). Kecoa diklasifikasikan sebagai serangga hama karena reputasinya sebagai vektor berbagai penyakit pencernaan melalui makanan, mulai dari disentri, diare, keracunan makanan, bahkan polio dan hepatitis A. Di lingkungan penyimpanan biomassa yang butuh sanitasi tinggi (misal untuk bahan pangan atau bahan yang butuh kondisi septik), kecoa menjadi ancaman bagi keamanan dan kualitas bioproduk. Selain itu, mulut kecoa yang berbentuk mandibula dapat digunakan untuk menggigit dan menggerogoti biomassa, sehingga selain menjadi ancaman terhadap sanitasi, juga menjadi ancaman pada kualitas fisik dari bioproduk itu sendiri (Hiznah et al., 2018). Engkang-engkang walaupun bukan serangga yang merusak, namun dapat menjadi hama terhadap peternakan ikan air tawar. Engkang-engkang dapat menyerang benihbenih ikan yang sedang dikultivasi dalam suatu penampungan dengan cara memakan benih ikannya secara langsung, menyebabkan kerugian material untuk petani ikan (Karwani, 2019). Belalang sembah tidak diklasifikasikan sebagai hama, melainkan sebagai predator alami terhadap serangga hama. Dalam berburu serangga hama, belalang sembah menggunakan tungkai depan yang telah dimodifikasi untuk menangkap dan memeluk mangsanya dengan cepat. Besar mangsa yang dimakan oleh belalang sembah proporsional dengan besar tubuhnya pula, dimana belalang sembah berukuran kecil lebih banyak memakan serangga kecil, sementara belalang sembah besar bisa memakan hewan kecil (Fitriani, 2018). 1.3.Modifikasi tungkai pada serangga Setiap serangga memiliki modifikasi fisik terhadap salah satu tungkai kakinya, yang memberikan serangga suatu kemampuan spesifik untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan di sekitarnya. Modifikasi tungkai pada serangga dapat dibagi menjadi 6 jenis modifikasi, yaitu (Jumar, 2000): a. Tipe cursorial, tungkai yang digunakan untuk berjalan dan berlari. Umum ditemukan pada serangga kecoa (ordo Blattodea) b. Tipe fossorial, tungkai yang digunakan untuk menggali, ditandai dengan adanya kuku besar dan keras. Umum ditemukan pada genus Gryllotalpidae (anjing tanah). c. Tipe saltotorial, tungkai yang digunakan untuk meloncat, ditandai dengan femur yang besar di tungkai belakang. Umum ditemukan pada belalang kembara atau belalang kayu.



d. Tipe raptorial, tungkai yang digunakan untuk menangkap dan mencengkeram mangsa, ditandai dengan femur yang besar di tungkai depan. Umum ditemukan pada belalang sembah (Mantis sp.) e. Tipe natatorial, tungkai yang digunakan untuk berenang, ditandai dengan bentuk kaki yang pipih dan ada rambut renang (setae) yang panjang pada ujung kaki. Umum ditemukan pada Gerridae sp. f. Tipe ambulatorial, tungkai yang berfungsi untuk berjalan ditandai dengan femur dan tibia yang lebih panjang daripada bagian tungkai lainnya. 1.4.Perbedaan antara serangga dan tungau Perbedaan antara serangga hama yang diamati dapat ditinjau melalui modifikasi tungkai dan bagian tanaman yang diserang oleh hama tersebut. Dimana umumnya serangga memiliki modifikasi pada tungkainya, tungau tidak memiliki modifikasi apapun pada tubuhnya. Tungau umumnya menyerang hanya pada tulang daun saja (umumnya daun menjari/menyirip), dimana tungau menusukkan penghisapnya ke dalam tulang daun lalu menghisap air dan nutrisi yang disalurkan dari daun ke seluruh tubuh tumbuhan, sementara untuk serangga hama biasanya memakan/menghancurkan bagian tumbuhan (daun, batang, umbi, akar) secara mekanis.



F. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam menentukan penanganan dan pencegahan yang tepat terhadap serangga hama dan tungau, perlu dipelajari terlebih dahulu morfologi, klasifikasi, mekanisme penyerangan dan modifikasi tungkai serangga. Didapatkan bahwa tiap serangga hama (kecuali tungau) memiliki modifikasi tungkai tersendiri, dimana belalang kayu (Valanga nigricornis) memiliki modifikasi tungkai paling belakang yang membesar (disebut saltotorial), engkang-engkang (Gerridae sp.) yang memiliki tarsus berrambut tipis (disebut natatorial), belalang sembah (Mantis sp.) memiliki modifikasi tungkai paling depan yang membesar dan tajam (disebut raptorial), kecoa (Periplaneta australasiae) memiliki modifikasi tiap tungkai berbentuk kaki yang panjang dan berrambut (disebut ambulatorial), dan anjing tanah (Grylloptidae sp.) memiliki modifikasi di tungkai depannya yang membesar dan tumbuh kuku depan (disebut fossorial). Mekanisme penyerangan terhadap tanaman bisa ditentukan melalui alat makan dari serangga. Belalang menyerang tanaman dengan memakan dedaunan, engkang-engkang menyerang benih ikan, kecoak memakan biomassa yang disimpan di tempat yang lembab dan gelap, anjing tanah menyerang dan memakan akar tanaman di dalam tanah, dan tungau daun menyerang tanaman dengan menusuk dan menghisap cairan nutrisi yang disalurkan melalui tulang daun. Perbedaan dari serangga dengan tungau dapat ditinjau dari modifikasi tungkai dan



cara makan, dimana tungau tidak memiliki modifikasi tungkai dan menyerang tanaman dengan menusukkan mulutnya ke tulang daun dan menghisap nutrisi. 6.2. Saran Saran untuk praktikum ini belum ada yang bisa disampaikan. Semoga praktikumpraktikum selanjutnya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan keluaran yang telah direncanakan. G. DAFTAR PUSTAKA Brannoch, S.K., Wieland, F., Rivera, J., Klass, K., Béthoux, O., & Svenson, G.J. (2017). Manual of praying mantis morphology, nomenclature, and practices (Insecta, Mantodea). Zookeys, 696, 1-100. [Centre of Agriculture and Bioscience International]. (2019). Gryllotalpa africana (African mole cricket). Diakses pada tanggal 2 September 2020 dari https://www.cabi.org/isc/datasheet/26040. [Centre of Agriculture and Bioscience International]. (2019). Valanga nigricornis (valanga grasshopper). Diakses pada tanggal 1 September 2020 dari https://www.cabi.org/isc/datasheet/56049. [Centre of Agriculture and Bioscience International]. (2019). Brevipalpus phoenicis (false spider mite). Diakses pada tanggal 2 September 2020 dari https://www.cabi.org/isc/datasheet/10178. Dewantara, N. (2017). Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuillemin sebagai pengendali hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.). [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Erviana, R. (2014). Uji potensi buah duku (Lansium domesticum) terhadap mortalitas kecoa Amerika (Periplaneta americana) dewasa. [Skripsi]. Lampung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Fahmi, M.A. (2014). Keanekaragaman serangga pada Cagar Alam Manggis Gadungan dan Perkebunan Kopi berbasis agroforestry mangle di Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri. [Skripsi]. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Fitriani. (2018). Identifikasi predator tanaman padi (Oryza sativa) pada lahan yang diaplikasikan dengan pestisida sintetik. Jurnal Ilmu Pertanian Universitas Al Asyariah, 2(3), 65-69.



Goodwyn, P.J.P., Wang, J., Wang, Z., Ji, A., Dai, Z., & Fujisaki, K. (2008). Water striders: the biomechanics of water locomotion and functional morphology of the hydrophobic surface (insecta: Hemiptera-Heteroptera). Journal of Bionic Engineering, 5, 121-126. Haryadi, Y. & Fakhrurrozy, H. (2012). Efektivitas Emulsifiable Concentrate (EC) berbasis ekstrak daun mindi (Melia azedarach L.) dalam mengurangi kerusakan beras akibat serangan Sitophilus zeamais Motsch selama penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hidayat, R., Yusran, & Sari, I. (2014). Hama pada tegakan jati (Tectona grandis L.f) di Desa Talaga Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala. Warta Rimba, 2(1), 17-23. Hiznah, N., Werdiningsih, I., & Yamtana. (2018). Pengaruh konsentrasi serbuk daun salam (Syzygium polyanthum) sebagai repellent kecoa (Periplaneta americana). [Skripsi]. Yogyakarta: Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta. Jumar. (2000). Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta. Karwani, W., & Setyogati, W. (2019). Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Berbasis SKKNI Level IV: Mengendalikan Hama dan Penyakit Ikan di Kolam. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Palupi, D.D. (2008). Identifikasi bakteri Salmonella sp. dan hitung jumlah kuman pada kecoa berdasarkan lokasi penangkapan di Pasar Bulu Semarang. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang. Syahrin, F.A. (2019). Keanekaragaman ordo Orthoptera (belalang) di Kawasan situs Gunung Padang Cianjur Jawa Barat sebagai bahan ajar SMA. [Skripsi]. Bandung: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pasundan. Welbourn, C., Ochoa, R., & Kane, E. (2003). Morphological observations on Brevipalpus phoenicis (Acari: Tenuipalpidae) including comparisons with B. californicus and B. obovatus. Experimental and Applied Acarology, 30, Zhang, Y., Zhou, C., & Ren, L. (2008). Biology coupling characteristics of mole crickets’ soilengaging components. Journal of Bionic Engineering, Suppl., 164-171.



Lampiran a. Dokumentasi Kegiatan



Gambar 1. Daun teh yang terkena tungau merah (Brevipalpus phoenicis) (Sumber: Kebun Teh Gracia, Lembang; Dokumentasi Hanif)



Gambar 2. Belalang sembah (Mantis sp.) (pandangan bawah) (Dokumentasi Hanif)



Gambar 3. Belalang sembah (pandangan samping) (Dokumentasi Hanif)



Gambar 4. Kaki saltotorial belalang kayu (Dokumentasi Hanif)



Gambar 5. Belalang kayu (Valanga nigricornis) (pandangan atas) (Dokumentasi Hanif)



Gambar 6. Belalang kayu (pandangan samping) (Dokumentasi Hanif)



Gambar 7. Belalang kayu (pandangan bawah) (Dokumentasi Hanif)



Gambar 8. Anjing tanah (Gryllotalpa orientalis) (Dokumentasi Aisyah Fitriani)



Gambar 9. Kecoa (Periplaneta australasiae) (pandangan bawah) (Dokumentasi Hanif)



Gambar 10. Engkang-engkang (Gerridae sp.) (Dokumentasi Hanif)



b. Nota pembelanjaan



Gambar 11. Nota pembelanjaan serangga (belalang kayu dan belalang sembah) (Dokumentasi Hanif)



Gambar 12. Nota pembelanjaan serangga (belalang sembah) (Dokumentasi Naura)