Modul 1 Kelompok 15 Revisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makassar, 16 Mei 2019 LAPORAN TUTORIAL MODUL BERAT BADAN MENURUN BLOK ENDOKRIN “SKENARIO 1”



DOKTER PEMBIMBING dr. Rezky Putri Indarwati A M.Kes DISUSUN OLEH: KELOMPOK 15 M. FARIZAN ATJO TASYA ARDIANI TEBI UTARI ZAINAL ABIDIN SRI AINUN ZAINAL SIDDIQ SITI ALZAVIRA CHAIRUNNISA TIARA PUTRI KALSUM JIHAN ADJIDJIBIYAN S. AZZUBAIDI MOH. ADREZKI M. YUSUF SITI HAZRAH



110 2016 0032 110 2017 0015 110 2017 0020 110 2017 0038 110 2017 0081 110 2017 0095 110 2017 0098 110 2017 0105 110 2017 0143 110 2017 0172



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus. Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam menyelesaikan laporan tutorial ini. Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan dan pengorbanan dengan limpahan rahmatdari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.



Makassar, 15 Mei 2019



Kelompok 15



SKENARIO 1 Seorang laki-laki umur 45 tahun dating ke poliklinik umum dengan keluhan berat badan menurun yang dialami sejak 2 bulan terakhir, disertai rasa lemas dan mudah Lelah walaupun tanpa aktifitas fisik berlebih. Pasien juga mengeluh merasa cepat lapar dan haus dan sering merasa kesemutan pada kedua kaki. KATA SULIT : KATA KUNCI 1. Laki-laki 45 tahun. 2. Keluhan berat badan menurun sejak 2 bulan terakhir. 3. Lemas dan mudah Lelah tanpa aktivitas fisik berlebih. 4. Cepat lapar dan haus. 5. Sering merasa kesemutan pada kedua kaki. PERTANYAAN PENTING 1. Penyakit-penyakit apa saja yang menyebabkan penurunan berat badan? 2. Hormon-hormon apa saja yang menyebabkan penurunan berat badan? 3. Apa hubungan keluhan berat badan menurun dengan keluhan lain? 4. Bagaimana langkah-langkah diagnosis sesuai dengan skenario? 5. Apa saja diagnosis banding sesuai dengan skenario? 6. Bagaimana penatalaksanaan awal sesuai dengan skenario? 7. Apa komplikasi yang dapat terjadi sesuai dengan skenario? 8. Bagaimana perspektif islam sesuai dengan skenario?



PEMBAHASAN 1. Penyakit-penyakit yang menyebabkan penurunan berat badan, yaitu : Dalam bidang endokrin dan metabolisme, terdapat dua penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan secara drastis yaitu : A. DIABETES MELITUS Diabetes melitus (DM), yaitu suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya defek sekresi insulin dan atau adanya resistensi insulin. Apabila penyakit ini dibiarkan tidak terkendali, maka akan menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit jantung, ginjal, kebutaan dan amputasi. Mekanisme penurunan berat badan pada penderita DM adalah sebagai berikut: Oleh karena terjadi defek sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk kedalam sel otot dan jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh sumber energi untuk kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya, maka otot dan jaringan lemak akan memecahkan cadangan energi yang terdapat dalam dirinya sendiri melalui proses glikogenolisis dan lipolisis. Proses glikogenolisis dan lipolisis yang berlangsung terus menerus pada akhirnya menyebabkan massa otot dan jaringan lemak akan berkurang dan terjadilah penurunan berat badan. B. TIROTOKSIKOSIS. Tirotoksikosis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi akibat meningkatnya kadar hormon tiroid (T3) yang beredar dalam tubuh. Triyodotironin (T3) akan meningkatkan komsumsi oksigen dan produksi panas melalui rangsangan tarhadap Na+-K+ ATPase pada hampir semua jaringan tubuh (kecuali otak, limpa dan testis) yang pada akhirnya akan meningkatkan basal metabolisme rate. Hormon tiroid juga akan



merangsang peningkatan sintesis struktur protein dan akhirnya menyebabkan berkurangnnya massa otot. Referensi: Adam JMF : Diktat kuliah Diabetes Mellitus. Sub bagian Endokrin dan Metabolisme Bagian Penyakit Dalam Fak.Kedokteran Unhas 2. Hormon-hormon yang dapat menyebabkan penurunan berat badan, yaitu : a) Hormon Tiroid Hormon tiroid mengendalikan kecepatan metabolisme basal tubuh. Selain merangsang pembentukan karbohidrat, protein dan lemak hormon tiroid juga meningkatkan penggunaan oksigen oleh selsel tubuh, jika hormon berlebih ( hipertiroidisme ) tubuh akan lebih bekerja keras dan metabolisme tubuh menjadi cepat. Apabila glukosa tidak mampu mencukupi kebutuhan metabolism tubuh, maka tubuh menggunakan glikogen dan protein sebagai bahan bakar penggantinya. Akibatnya, massa otot menurun dan berat badan pun menurun. b) Hormon Kortisol Hormon ini mengengendalikan metabolisme karbohidrat dan protein dan Salah satu hormon yang mengatur regulasi berat badan . Apabila terjadi penurunan kortisol, akan berakibat pada menurunnya metabolisme dalam tubuh. Penurunan kortisol ini sendiri dapat disebabkan oleh destruksi korteks adrenal. Penurunan metabolism dalam tubuh ini akan mengakibatkan penurunan jumlah energi yang diperoleh (ATP menurun). Hal ini memicu terjadinya pemecahan di dalam otot sendiri, sehingga massa otot berkurang. Penurunan massa otot ini pada akhirnya akan menyebabkan penurunan berat badan. c) Hormon Insulin Hormon insulin berperan dalam metabolism glukosa dalam sel. Apabila ada gangguan pada sekresi dan kerja insulin, misalnya hyposekresi dan resistensi insulin, maka akan menimbulkan hambatan dalam utilasi glukosa serta



peningkatan kadar glukosa darah (hyperglikemia). Hyposekresi insulin disebabkan oleh rusaknya sel β. Resistensi insulin disebabkan tidak adanya atau tidak sensitifnya reseptor insulin yang berada dipermukaan sel. Hyposekresi dan resistensi insulin menyebabkan glukosa tidak masuk ke dalam sel sehingga tidak dihasilkan energi. Akibatnya, terjadi penguraian glikogen dalam otot. Dan pemecahan protein sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Referensi: Asman Manaf. 2006. Mekanisme Sekresi Dan Aspek Metabolisme Insulin.Buku Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid III. Hal:1891. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. Buku Kumpulan Kuliah Farmakologi. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Hal: 702703 3. Hubungan keluhan berat badan menurun dengan keluhan lain, yaitu : 1) Berat badan menurun a. Pengaruh Hormon Insulin Hormon insulin berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel. Apabila ada gangguan pada sekresi dan kerja insulin, misalnya hyposekresi dan resistensi insulin, maka akan menimbulkan hambatan dalam



utilasi



glukosa



serta



peningkatan



kadar



glukosa



darah



(hyperglikemia). Hyposekresi insulin disebabkan oleh rusaknya sel β. Resistensi insulin disebabkan tidak adanya atau tidak sensitifnya reseptor insulin yang berada dipermukaan sel. Hyposekresi dan resistensi insulin menyebabkan glukosa tidk masuk ke dalam sel sehingga tidak dihasilkan energi. Akibatnya, terjadi penguraian glikogen dalam otot. Dan pemecahan protein sehingga menyebabkan penurunan berat badan. b. Pengaruh Hormon Tiroid



Hormon tiroid berperan dalam metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Kelebihan



hormon



tiroid



menyebabkan



peningkatan



kecepatan



metabolisme basal yang terjadi dalam tubuh. Apabila glukosa tidak mampu



mencukupi



kebutuhan



metabolisme



tubuh,



maka



tubuh



menggunakan glikogen dan protein sebagai bahan bakar penggantinya. Akibatnya, massa otot menurun dan berat badan pun menurun. c. Pengaruh Hormon Kortisol Salah satu hormon yang mengatur regulasi berat badan adalah kortisol. Apabila terjadi penurunan kortisol, akan berakibat pada menurunnya metabolisme dalam tubuh. Penurunan kortisol ini sendiri dapat disebabkan oleh destruksi korteks adrenal. Penurunan metabolisme dalam tubuh akan mengakibatkan penurunan jumlah energi yang diperoleh (ATP menurun). Hal ini memicu terjadinya pemecahan di dalam otot sendiri, sehingga massa otot berkurang. Penurunan massa otot ini pada akhirnya akan menyebabkan penurunan berat badan. 2) Kram Pada Kedua Tungkai Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan. Faktor- faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler, metabolisme, neurotrofik dan immunologik. a.



Faktor vaskular Abnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik



polineuropati meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh darah, endotelial hiperplasia, disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi endotelin dan peningkatan kadar vascular endothelial growth factor (VEGF). Diabetes secara selektif merusak sel, seperti endotelial sel dan mesangial sel, dimana kecepatan pengangkutan glukosa tidak merosot dengan cepat seperti halnya hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong ke arah penumpukan glukosa tinggi dalam sel. Berdasarkan



teori ini, terjadi proses iskemia endoneurial yang berkembang karena adanya peningkatan endoneural vascular resistance terhadap daerah hiperglikemi. Berbagai faktor berkenaan dengan metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin end product, juga telah mencakup, mendorong ke arah kerusakan kapiler, inhibisi transpor aksonal, aktivitas Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke degenerasi aksonal. b.



Teori berkenaan dengan metabolisme Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan



metabolisme dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal. Efek hiperglikemia yang berkenaan dengan metabolisme meliputi pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis oksigen reaktif dan sorbitol) dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul pemberian isyarat (seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen- activated kinase). - The polyol pathway Di dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intrasellular adalah di phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh hexoginase. Hanya sebagian kecil dari glukosa masuk polyol pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi, hexoginase dan merusak protein, lipid dan asam nukleat. Hasil dari oksidasi atau nitrosilasi dari radikal bebas akan menyebabkan penurunan aktivitas biologik, kehilangan kemampuan metabolisme energi, transport, dan kehilangan kemampuan fungsi utama lainnya. Akumulasi dari proses ini akan menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis atau nekrotik. Suatu teori mengatakan bahwa gula yang berlebihan dalam sirkulasi darah di tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel Schwann, yang disebut aldose reductase. Aldose reductase mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol, yang pada gilirannya menarik air ke



dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann membengkak. Ini pada gilirannya menjepit serabut saraf, menyebabkan kerusakan dan menimbulkan rasa nyeri. Akhirnya sel Schwanndan serabut saraf dapat nekrosis. - Aktivasi protein kinase C pathway Berperan dalam pathogenesis diabetic peripheral neuropathy. Hiperglikemi didalam sel meningkatkan sintesa suatu molekul yang disebut dicylglycerol (DAG), yaitu suatu critical activating factor untuk isoforms protein kinase- C, β, α, ð. Protein kinase C juga diaktifkan oleh oxydative stressdan advanced glycation end product. Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan sintesa nitric oxide (NOs), dan perubahan aliran darah. Advanced glycation end product sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, sehingga vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mionisitol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik. - Adenosine diphosphate (ADP) Ada bukti bahwa poly Adenosine diphosphate (ADP)-ribose polymerase (PARP) mempunyai suatu peran penting dalam mediator beberapa pathway dari hyperglycemia induced damage. - The hexosamine pathway Ketika hiperglikemia intraselluler berkembang didalam sel target dari komplikasi diabetes, menyebabkan produksi ROS (reactive oxygen species) mitokhondria. ROS menerobos inti DNA, yang mengaktifkan PARP. PARP kemudian memodifikasi enzimGAPDH (glycolytic glyceryldehyde-3 fosfat dehidrogenase), dengan demikian mengurangi aktivitasnya. Akhirnya, pengurangan aktivitas GAPDH



akan mengaktifkan polyolpathway, meningkatkan pembentukan AGE intraseluler (lycation and product), mengaktifkan PKC dan sesudah itu NFxB, dan mengaktifkan hexosamine pathway flux. c.



Faktor neurotropik Nerve growth factordiperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati. 4. Faktor immunologi Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodiesdalam serum yang secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik yang bisa dideteksi dengan immunoflorens indeks.



3) Lemah dan Lemas Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah dan lemas karena tidak ada sumber energi di dalam sel. 4) Cepat Lapar dan Haus Metabolisme karbohidrat yang terganggu akan menyebabkan kelaparan dalam sel hormone counter regulator seperti flukagon, epineprin, non epineprin growth hormon dan kortisel akan dikeluarkan oleh tubuh. Menurunnya proses glikogenesis menyebabkan produksi glukosa dari glikogen meningkat dan glikogenesis akan menurun yaitu pembentukan glukosa dari non karbohidrat seperti asam amino, hal ini akan menyebabkan penurunan pemecahan lemak menjadi keton untuk memberi alternatif sumber energi. Kekurangan insulin akan menyebabkan glukosa



tidak dapat masuk ke dalam sel. Menyebabkan sel mengalami kelaparan. Sel sebagai keadaan krisis dengan mengeluarkan hormon counter regulator untuk tetap memenuhi kebutuhan energi dengan menggunakan sumber energi lain seperti lemak. Akibat tingginya kadar glukosa darah menimbulkan tiga gejala utama poliuria, polidipsi, polifagia. Karena glukosa yang masuk ke tubulus tinggi maka glukosa melampaui ambang ginjal dan glukosa akan dibuang bersama urin dan menyebabkan dehidrasi ruang ekstra sel dan cairan intra sel akan keluar dan menimbulkan mekanisme haus. Polifagia terjadi karena glikogen tidak sampai sel akan mengalami starvasi atau kelaparan dan muncul tanda lapar. Referensi:Wilfrid, Mary dkk. 2013. ECG. Halaman 46-59 Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC. Halaman 118, 126, 274 4. Bagaimana langkah-langkah diagnosis sesuai dengan skenario? Diabetes Melitus ICPCII : T89 Diabetes insulin dependent T90 Diabetes non-insulin dependentICD X : E10Insulin-dependent diabetes mellitus E11 Non-insulin-dependent diabetes mellitusTingkat Kemampuan: a) Diabetes Melitus tipe 1 = 4A b) Diabetes Melitus tipe 2 = 4A c) Diabetes melitus tipe lain (intoleransi glukosa akibat penyakit lain atau obat-obatan) = 3A Masalah Kesehatan Diabetes Melitus adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin)dan sekresi insulin atau kedua-duanya. Hasil Anamnesis (Subjective)



Keluhan a. Polifagia b. Poliuri c.



Polidipsi



d. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya Keluhan tidak khas DM : a. Lemah Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang terletak dibelakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot.Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksiautoimun berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas.Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor insulinpada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuksel.Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, sehingga Penderita tidak dapat memperoleh energi dari katabolisme glukosa. Energi adalah hal wajib yang harus dimiliki oleh sel tubuh,hal inilah yang menyebabkan penderita merasa lemah.



b. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas) Neuropati diabetes adalah jenis kerusakan saraf yang dapat terjadi jika Anda menderita diabetes. Gula darah tinggi (glukosa) dapat melukai saraf di seluruh tubuh Anda. Neuropati diabetes pada sebagian besar tungkai dan kaki.Tergantung pada saraf, gejala neuropati diabetik dapat berkisar dari rasa sakit dan mati rasa di kaki Anda hingga masalah dengan sistem pencernaan Anda, saluran kemih, pembuluh darah dan jantung. Beberapa orang memiliki gejala ringan. Tetapi bagi yang lain, neuropati diabetes bisa sangat menyakitkan dan melumpuhkan. c. Neuropati perifer adalah jenis neuropati diabetes yang paling umum. Ini



mempengaruhi kaki dan kaki terlebih dahulu, diikuti oleh tangan dan lengan. Tanda dan gejala neuropati perifer sering lebih buruk di malam hari, dan mungkin termasuk: 1) Mati rasa atau berkurangnya kemampuan untuk merasakan sakit atau perubahan suhu 2) Sensasi kesemutan atau terbakar 3) Rasa sakit atau kram yang tajam 4) Meningkatnya kepekaan terhadap sentuhan - bagi sebagian orang, bahkan berat seprei bisa terasa menyakitkan 5) Kelemahan otot 6) Hilangnya refleks, terutama di pergelangan kaki 7) Kehilangan keseimbangan dan koordinasi 8) Masalah kaki serius, seperti bisul, infeksi, dan nyeri tulang dan sendi d. Gatal (Pruritus) Pruritus menyeluruh dikaitkan dengan komplikasi diabetes akibat insufisiensi ginjal kronis, kadang-kadang neuropati (iritasi ujung saraf dapat menjadi penyebabnya). Tingginya kadar urea dalam darah menyebabkan kulit menjadi gatal. Kandidiasis atau dermatofitosis mungkin mendasari pruritus pada pasien diabetes e. Mata kabur Pada penderita DM terjadi hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL tanpa disertai hipersilomikronemia. Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan sintesis de novo dari asam lemak tidak diimbangi oleh kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak. Asam lemak yang dihasilkan tidak semuanya mampu dikatabolisme, kelebihannya diesterifikasi menjadi trigliserida dan VLDL. Hal ini diperparah oleh aktivitas fisik penderita diabetes mellitus yang pada umumnya sangat kurang. Akibatnya kadar lemak dalam darah akan meningkat. Pada penderita yang akut, akan terjadi penebalan pada pembuluh



darah terutama pada bagian mata, sehingga dapat menyebabkan rabun atau bahkan kebutaan.



f. Pruritus vulvae pada wanita Pruritus anogenital sering disebabkan oleh kandidiasis pada pasien diabetes . Beberapa infeksi jamur yang paling umum terjadi pada penderita diabetes adalah gatal, dan kurap. Gatal gatal muncul area merah, gatal yang akan menyebar dari alat kelamin keluar ke bagian dalam paha. g. Luka yang sulit sembuh Ketika glukosa darah tetap tinggi secara permanen, itu merusak fungsi sel darah putih. Sel darah putih adalah pusat peran sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah putih tidak dapat berfungsi dengan benar, tubuh kurang mampu melawan bakteri dan menutup luka. Orang dengan diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami sirkulasi yang buruk. Ketika sirkulasi melambat, darah bergerak lebih lambat, yang membuatnya lebih sulit bagi tubuh untuk mengirimkan nutrisi ke luka. Akibatnya, luka-luka sembuh perlahan, atau mungkin tidak sembuh sama sekali. Faktor risiko DM tipe 2: 1. Obesitas (kegemukan) Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 2. Hipertensi Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer. 3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus



Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus. 4. Dislipedimia Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes. 5. Umur Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun. 6. Riwayat persalinan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000gram. 7. Faktor Genetik DM tipe 2berasal dari interaksi genetis danberbagai faktor mental Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai



enam



kali



lipat



jika



orangtua



dalam



gaya



hidup



atausaudarakandung



mengalamipenyakitini. 8. Alkohol dan Rokok Perubahan-perubahan



berhubungan



dengan



peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik,faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat-baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alcohol dan rokok,juga berperan dalam peningkatan DM tipe2. Alkohol akan menganggu metabolism gula darah terutama pada penderita DM,sehingga akan mempersulit regulasi



gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alcohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100ml proofwiski,240ml wine atau 720ml. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur,faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh. Faktor Predisposisi. a. Usia > 45 tahun b. Diet tinggi kalori dan lemak c. Aktifitas fisik yang kurang. d. Hipertensi ( TD ≥140/90 mmHg ) e. Riwayat toleransi glukosa terganggu(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) f. Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertiroidisme g. Dislipidemia Pemeriksaan fisik Inspeksi : Disfungsi sistem endokrin : Menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap tumbang, keseimbangan cairan&elektrolit, seks&reproduksi, metabolisme dan energy. Hal-hal yang harus diamati : a. Penampilan umum : 1. Apakah Klien tampak kelemahan berat, sedang dan ringan 2. Amati bentuk dan proporsi tubuh 3. Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa b. Pemeriksaan Wajah :



Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti dahi, rahang dan bibir c. Pemeriksaan 1. Mata : Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi wajah tampak datar atau tumpul d. PemeriksaanDaerah Leher : Amati bentuk leher apakah tampak peningkatan



JVP,



warna



kulit



membesar, asimetris, terdapat sekitar



leher



apakah



terjadi



hiper/hipopigmentasi dan amati apakah itu merata. e. Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut : Biasanya dijumpai pada orang yg mengalami gangguan kelenjar Adrenal f. Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit :Biasanya tampak pada orang yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Amati adanya penumpukan massa otot berlebihan pada leher bagian belakang atau disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau. g. Terjadi pada Klienhiperfungsi adrenokortikal h. Amati keadaan rambut axilla dan dada : Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme dan amati juga adanya striae pada buah dada atau abdomen biasanya dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal Palpasi Hanya kelenjar tiroid dan testis yang dapat diperiksa secara palpasi Palpasi kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pemeriksa dibelakangklien, tangan diletakkan mengelilingi leher b. Palpasi pada jari ke 2 dan 3 c. Anjurkan klien menelan atau minum air



d. Bila



teraba



kelenjar



tiroid,



rasakan



bentuk,ukuran,konsisten,dan



permukaan.Palpasi pada testis dilakukan dengan cara : 1. Gunakan handscoen, jaga privacy klien 2. .Palpasi daerah skrotum, apakah teraba testis atau tidak 3. Skrotum biasanya akan terangkat ke atas jika dilakukan rangsangan Auskultasi : Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat mengidentifikasi bunyi " bruit ". Bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada arteri tiroidea. Perkusi 1. Fungsi Motorik Mengkaji tendon dalam : a. Tendon reflex Refleks tendon dalam disesuaikan dengan tahap perkembangan biceps, brachioradialis, triceps, Patellar, achilles. Peningkatan refleks dapat terlihat pada penvakit hipertiroidisme, penurunan refleks dapat terlihat pada penyakit hipotiroidisme 2. Fungsi sensorik a. Tes sensitivitas klien terhadap nyeri, temperature, vibrasi, sentuhan, lembut. Stereognosis. Bandingkan kesimetrisan area pada kedua sisi dan tubuh. Dan bandingkan bagian distal dan proksimal dan ekstremitas. minta klien untuk menutup mata. Untuk mengetes nyeri gunakan jarum yang tajam dan tumpul. b. Untuk tes temperature. gunakan botol yang berisi air hangat dan dingin. c. Untuk mengetes rasa getar gunakan penala garpu tala. d. Untuk mengetes stereognosis. tempatkan objek (bola kapas, pembalut karet) pada tangan klien. kemudian minta klien mengidentifikasi objek tersebut.



e. Neuropati periperal dan parastesia dapat terjadi pada diabetes, hipotiroidisme dan akromegali. f. Struktur Muskuloskeletal . Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali. g. Peningkatan kadar kalsium, tangan dan jari- jari klien kontraksi (spasme karpal) Pemeriksaan Penunjang a. Gula Darah Puasa Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. b. Gula Darah 2 jam Post Prandial Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl. c. TTGO Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl



untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air 250300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut; 1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan 3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus. d. HbA1C HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak.



HbA1c < 6.5 % = Kontrol glikemik baik HbA1c 6.5 -8 % = Kontrol glikemik sedang HbA1c > 8 % = Kontrol glikemik buruk Penegakan Diagnosis (Assessment) a. Diagnosis DM Tipe II berdasarkan American Diabetes Assosiasion yaitu; b. Gula darah puasa ≥126mg/dL (7.0mmol/L) atau lebih tinggi atau c. Gula darah 2 jam setelah makan ≥200 mg/dL (11.1mmol/L) atau lebih tinggi 75 gr pada tes oral glukosa toleransi (TTGO). d. Gula darah sewaktu ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L) atau lebih tinggi terutama pada pasien dengan gejala hiperglikemik atau krisis hiperglikemia.



e. Pada pemeriksaan HbA1c ≥ 6.5% pada pemeriksaan pertama kali. Kriteria diagnosis DM tipe II menurut PERKENI 2011, yaitu : 1. Gejala klasik + gula darah sewaktu ≥ 200mg/dl (11,1 mmol/L). Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 2. Gejala klasik + gula darah puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Gula darah puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa setara 75 gram anhidrus yang dilarutkan dalam air. Penyakit penyerta yang sering terjadi pada DM di Indonesia: a) Diare b) Infeksi/ ulkus kaki c) Gastroparesisd. d) Hiperlipidemia e) Hipertensif. f) Hipoglikemia g) Impotensih h) Penyakit jantung iskemik i) Neuropati/ gagal ginjal j) Retinopati k) HIV Referensi:https://med.unhas.ac.id/farmakologi/Ppcontent/uploads/2014/10/Pand uan-Klinis Endokrin.pdf 5. Diagnosis banding sesuai dengan scenario, yaitu : DIABETES MELITUS TIPE 1



DEFINISI Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan



berbagai



macam



etiologi,



disertai



dengan



adanya



hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel β-pankreas yang didasari proses autoimun. Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti “sypon” menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan mellitus berasal dari kata “meli” yang berarti madu. ETIOLOGI Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi). PATOGENESIS



DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secara absolut. Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara 30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin pada orang normal ± 35.000. sedang pada DM dengan obesitas ± 20.000 reseptor insulin.



DMT 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Pada DMT 1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita harus mendapat suntikan insulin setiap harinya. DMT1 tanpa pengaturan harian, pada kondisi darurat dapat terjadi. DIAGNOSIS



1. Anamnesis a.



kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )



b.



obesitas BB > 110% BB ideal atau IMT >25 kg/m2



c.



tekanan darah tinggi ( >140/90 mmhg )



d.



riwayat DM dalam garis keturunan



e.



riwayat DM dalam kehamilan



2. Gejala klinis a.



Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun



b.



Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria



Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali menjurus ke dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita harus segera dirawat inap. 3. Laboratorium : a. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl dan 2 jam setelah makan > 200 mg/dl. Ketonemia, ketonuria. b. Glukosuria c. Bila hasil meragukan atau asimtomatis, perlu dilakukan uji toleransi



glukosa oral (oral glucosa tolerance test). d. Kadar C-peptide. e. Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin auto-antibody), Anti GAD (Glutamic decarboxylase auto-antibody)



PENATALAKSANAAN 1. Pada dugaan DM tipe-1 penderita harus segera rawat inap dan diberikan insulin. Dosis total insulin adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari. Selama pemberian perlu dilakukan pemantauan glukosa darah atau reduksi air kemih. Gejala hipoglikemia dapat timbul karena kebutuhan insulin menurun selama fase ”honeymoon”. Pada keadaan ini, dosis insulin harus diturunkan bahkan sampai kurang dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi sebaiknya tidak dihentikan sama sekali.



Jenis insulin



Awitan



Puncak



Lama



kerja



kerja



1 jam



4 jam



2-4 jam



5-8 jam



4-12 jam



8-24 jam



Meal Time Insulin



Insulin Lispro (Rapid acting)



5-15 menit



Regular (Short acting) 30-60 menit Background Insulin



NPH dan Lente (Intermediate acting)



1-2 jam



2 jam



6-20 jam



18-36 jam



2-4 jam



4 jam



24-30 jam



Ultra Lente (Long acting) Insulin Glargine (Peakless Long acting) 2. Diet Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : a. 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari b. Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.



c. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut : 1. 20% berupa makan pagi. 2. 10% berupa makanan kecil. 3. 25% berupa makan siang. 4. 10% berupa makanan kecil. 5. 25% berupa makan malam. 6. 10% berupa makanan kecil. 3. Pengobatan penyakit penyerta seperti infeksi dan lain-lain. KOMPLIKASI Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan ketoasidosis. Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun ke-5, berupa : nefropati, neuropati, dan retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe 1. Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk :



a. Mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis. b. Menunda ”end stage renal disease” dan dengan ini memperpanjang umur penderita. Adanya ’mikroalbuminuria’ merupakan parameter yang paling sensitif untuk identifikasi penderita resiko tinggi untuk nefropati diabetik. Mikroalbuminuria mendahului makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-1 selama > 5 tahun, dianjurkan skrining mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes positif, maka dianjurkan lebih sering dilakukan pemeriksaan. Bila didapatkan hipertensi pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya nefropati diabetik. Tindakan pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada) Referensi: dr. Heriyannis Homenta. Diabetes Melitus Tipe 1. Fakultas kedokteran. Universitas Brawijaya Malang Tjokroprawiro. Diabetes melitus tipe 1.Riskesdas.2007. DIABETES MELITUS TIPE 2 DEFINISI Diabetes Mellitus Tipe 2merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus. PATOGENESIS Patogenesis Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulinsecara relatif maupun absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu: a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll) b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pancreas c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.



Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namunkarena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan



ini



insulinbanyakterjadi



lazim akibat



disebut dari



sebagai



obesitas



“resistensi



dan



kurang



insulin”. nya



Resistensi



aktivitas



fisik



sertapenuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2,sel B menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinyasekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin. Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American DiabetesAssociation (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayatmelahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan beratbadan rendah ( 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 2. Hipertensi Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer. 3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus. 4. Dislipedimia Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes. 5. Umur Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun. 6. Riwayat persalinan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000gram. 7. Faktor Genetik DM tipe 2berasal dariinteraksi genetis danberbagai faktor mental Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orangtua atausaudarakandung mengalamipenyakitini.



8. Alkohol dan Rokok Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan frekuensi DM



tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan



dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik,faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan



dari lingkungan tradisional



kelingkungan kebarat-baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alcohol dan rokok,juga berperan dalam peningkatan DM tipe2. Alkohol akan menganggu metabolism gula darah terutama pada penderita DM,sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alcohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100ml proofwiski,240ml wine atau 720ml. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur,faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh. GEJALA KLINIS Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. 1. Gejala akut diabetes melitus yaitu : a. Poliphagia (banyak makan) b. Polidipsia (banyak minum), c. Poliuria (banyakkencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. 2. Gejala kronik diabetes melitus yaitu : a. Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi



mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg. DIAGNOSIS Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransiglukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL 45tahun) 2. Kegemukan (BB(kg)>120%BB idaman atau IMT >27 (kglm2)



3. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg) 4. RiwayatkeiuargaDM 5. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir>4000gr. 6. Dislipidemia (HvL250mg/dl). 7. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT). Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk: dan risiko merokok bagi kesehatan. c. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan DM meliputi: 1. Penyuluhan. 2. Perencanaan makanan. 3. Latihan jasmani. 4. Obat berkhasiat hipoglikemik. d. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Pelayanan kesehatan yang holistic dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesame disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain.



Referensi: Bennett,P.Epidemiology of Type 2 Diabetes Millitus. InLeRoithet.al, Diabetes Millitusa Fundamental and Clinical Text. Philadelphia :Lippincott William & Wilkins.2008;43(1): 544-7. PB PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta; 2011. Slamet S. Diet pada diabetes Dalam Noer dkk.Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi III.Jakarta: Balai Penerbit FK-ill;2008 Hastuti, Rini Tri. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Melitus Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [dissertation]. Universitas Diponegoro(Semarang). 2008. TIROTOKSIKOSIS DEFINISI Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis adari kelebihan hormone tiroid yang beredar didalam sirkulasi.sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.tirotoksikosis dapat dengan atau tanpa hipertiroidisme. ETIOLOGI 1. Ikatan T3 dengan reseptor T3 inti yang makin penuh. 2. Rangsangan TSH sehingga aktivitas kelenjar tiroid meningkat 3. Destruksi kelenjar akibat radang atau inflamasi, radiasi menyebabkan kerusakna sel sehingga hormone yang tersimpan didalam folikel keluar ke dalam darah. 4. Konsumsi hormone tiroid yang berlebihan



Dapat disimpulkan bahwa penyebab diatas adalah Autoimun, radang, dan tumor dan penyakit tersering yang menyebabkan tirotoksikosis adalah 70% disebabkan grave dan sisanya adalah gondok multinoduler, adenoma toksik. GEJALA DAN TANDA Gejala dan tanda Hipertiroidisme umumnya dan pada penyakit grave Sistem Umum



Gejala dan tanda Sistem 1. Tak tahan Psikis hawa panas



Gejala dan tanda dan 1. Labil



Saraf



2. Tremor



2. Hiperkinesis



3. Psikosis



3. Cape



4. Iritabel



4. BB menurun



5. Nervositas



5. Tumbuh cepat



6. Paralisis



6. Toleransi obat



7. Periodic



7. Youthfulness



dispneu



8. Hiperdefekasi 9. Lapar



dan



haus 10. Makan banyak Gastrointestinal



1. Disfagia



Jantung



1. Hipertensi



2. Muntah



2. Aritmia



3. Splenomegali



3. Palpitasi 4. Gagal jantung



Muskular



1. Rasa lemah



Darah Limfatik



Dan



5. 1. Limfositosis 2. Anemia



Genitourinaria



1. Oligomenoria



Skelet



2. Amenorea



1. Leher membesar



3. Libido turun



2. Osteoporosis



4. Infertile



3. Epifisis cepat



5. ginekomastia



menutup dan nyeri



pada



tulang Kulit



1. Rambut rontok 2. Berkeringat 3. Kulit basah 4. Silky hair 5. onikolisis



Spesifik untuk penyakit Grave ditambah dengan a. Optalmopati 50% yang meliputi : 1. Edema Pretibial 2. Kemosis 3. Proptosis 4. Diplopia 5. Visus menurun 6. Ulkus kornea b. Dermopati 0.5 – 4% c. Akropaki 1% Pada Usia Lanjut gejala dan tanda tidak sejelas usia muda kadang terdapat hal yang berbeda diantara yaitu :



1. BB menurun mencolok ( Usia muda 20% justru naik ) 2. Nafsu makan menurun, mual, muntah dan sakit perut 3. Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung , takiaritmia 4. Takikardi 40% 5. Bukannya gelisah justru apatis PATOFISIOLOGI



PENEGAKAN DIAGNOSIS Diagnosis tirotoksikosis umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan untuk menilai derajat tirotoksikosis maupun untuk pemantauan, maka pemeriksaan laoboratorium yang terbaik adalah kombinasi antara FT4 (kadar tiroksin bebas) dengan TSH (thyroid stimulating hormone). Kadar FT4 yang tinggi (normal 2,2 – 5,3 ng/dl) dan kadar TSH yang rendah (normal 0,5 – 5,0) menunjukkan adanya tirotoksikosis (hipertiroid). Oleh karena penyakit Graves’ merupakan penyakit autoimmum, maka pemeriksaan autoantibody seperti Tg Ab dan TPO Ab, namun sayang pemeriksaan tersebut juga memberikan nilai yang positif untuk penyakit autoimmune tiroid yang lain (Hashimoto). Pemeriksaan antibodi yang khas untuk Graves’ adalah TSH-R Ab. Pemeriksaan hormonal dan antibodi pada penderita penyakit tidak memerlukan persiapan khusus bagi penderita (tidak perlu berpuasa). PENATALAKSANAAN Walaupun dasar terjadinya penyakit Graves’ adalah proses autoimmune, namun tujuan utama terapi penyakit ini adalah mengontrol hypertiroidisme. Terdapat 3 modalitas terapi saat ini yaitu : Obat anti tiroid, operasi dan radioterapi. a.Obat anti tiroid (OAT) . Golongan obat ini terdiri dari propylthyourasil (PTU), Metimazol dan Carbimazole (dirubah dengan cepat menjadi metimazole setelah diminum) biasanya diberikan pada dengan dosis awal 100 – 150 mg per enam jam ( PTU ) atau 30 – 40 mg (Metimazole/carbimazole) per 12 jam. Biasanya remisi spontan akan terjadi dalam waktu 1 – 2 bulan. Pada saat itu dosis obat dapat diturunkan menjadi 50200mg (dalam dosis terbagi/ 2kali sehari) untuk PTU atau 5 – 20 mg (dosis 1-2 kali sehari) untuk Metimazole. Dosis maintenance ini dapat diberikan hingga 2 tahun untuk mencegah relaps.



Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat konversi T4 (tidak aktif) menjadi bentuk aktif (T3) dan juga memblok aktifitas hormon tiroid. Efek samping obat ini adalah agranulositosis, reaksi allergi dan hepatotoksik. Pada penderita hipertiroid yang sedang hamil maka pilihan obat adalah PTU, oleh karena obat ini kurang dapat melewati barrier palasenta (hidrofilik), kecuali bila juga terjadapat tanda-tanda toksik pada janin maka dapat dipilih obat Metimazole (lipofilik). b. Operasi. Biasanya dilakukan subtotal tiroidektomi dan merupakan pilihan untuk penderita dengan pembesaran kelenjar gondok yang sangat besar atau multinoduler. Operasi hanya dilakukan setelah penderita euthyroid (biasanya setelah 6 minggu setelah pemberian OAT) dan dua minggu sebelumnya harus dipersiapkan dengan pemberian larutan kalium yodida (lugol) 5 tetes 2 kali sehari (dianggap dapat mengurangi vaskularisasi sehingga mempermudah operasi) c.Terapi Yodium Radioaktif ( I131). Pemberian radiasi secara oral (minum) dilakukan apabila ada kontra indikasi pemberian obat OAT, tidak berespon dan sering relaps dengan OAT. Radioaktif harus diberikan bila fungsi jantung normal dan dikontraindikasikan pada penderita hamil. Terapi radiasi dianggap dapat menghentikan proses autoimmune pada penyakit Graves’ namun mempunyai efek samping hipotiroidisme yang permanent. d. Pilihan obat lainnya. 1)



Beta blocker. Propranolol 10 – 40 mg/hari (tid) berfungsi untuk mengontrol gejala tahikardia, hipertensi dan fibrilasi atrium. Dapat pula sebagai obat pembantu OAT oleh karena juga menghambat konversi T4 ke T3.



2)



Barbiturate . Phenobarbital digunakan sebagai obat penenang ( sedataif) dan juga dapat mempercepat metabolisme T4 sehingga dapat menurunkan kadar T4 dalam darah.



KOMPLIKASI Penyakit jantung tiroid (PJT) . Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak, edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan adanya atrium fibrilasi. Krisis Tiroid (Thyroid Storm). Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis (life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat, operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tiba-tiba. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).Terjadinya kelumpuhan secara tibatiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya bersifat sementara.Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemi akibat kalium terlalu banyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase). Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi ini biasanya akibat overtreatment (hipotiroidisme) dan akibat efek samping obat (agranulositosis, hepatotoksik). Referensi: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 2. Halaman 1843-1845 6. Bagaimana penatalaksanaan awal sesuai dengan skenario? A. Non Farmakologi 1) Program penurunan berat



badan







Diet sehat.







Jumlah asupan kalori ditujukan badan ideal



untuk mencapai



berat







Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosadarah yang tinggi setelah makan .







Komposisi diet sehat mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut.



2) Latihan jasmani 



Latihan jasmani yang dianjurkan :







Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu



3) Menghentikan kebiasaan merokok 4) Pada



kelompok



dengan



risiko



tinggi



diperlukan



intervensi



farmakologis. 5) Kurangi Stres B. Terapi Farmakologis 1. Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: a.



Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) 



Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan



sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonylurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal). 



Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan



sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan



sekresi insulin



fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalahhipoglikemia. b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin 



Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi



produksi



glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan: 



Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbs glukosa dalam



usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat glucosidase alfa tidak digunakan padakeadaan GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. 2. Obat Antihiperglikemia Suntik 



Insulin Insulin diperlukan pada keadaan : -



HbA1c >9% dengan kondisi dekompensasi metabolik



-



Penurunan berat badan yang cepat



-



Hiperglikemia berat yang disertai ketosis



-



Krisis Hiperglikemia



-



Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal



Konsensus. 2015. Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Pengurus Besar perkumpulan Endokirinologi Indonesia 7. Apa komplikasi yang dapat terjadi sesuai dengan skenario? Komplikasi dari diabetes sendiri ada bermacam macam. Komplikasi dari DM sendiri dapat di golongkan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik. Beberapa contoh dari komplikasi akut adalah : 1. Hipoglikemia Pada pasien diabetes hipoglikemia timbul akibat penigkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi insulin sulfonilurea, Oleh sebeb itu dijumpai saat-saat keadaan tertentu Diana pasien diabetes mungkin mengalami kejadian hipoglikemia. 2. Ketoasidosis diabetik KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh rias hipeglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut dan relatif, KAD dan hipoglikemia merjan komplikasi akut DM yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawar darurat. Akibat diuresis osmotik , biasanya menglami dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok. KAD adalah satu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator ( glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan) keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemik. Keadaan hiperglikemik sangat bervariasi dan tidak menetukan berat ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu :



a. Akibat hiperglikemia b. Akibat ketosis Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda Keaton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda Keaton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda Keaton utama ialah asam asetoasetat dan 3 beta hidoksi butirat; dalam keadaan normal konsentrasi 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda Keaton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa . Hanya insulin yang menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi sigma untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan adenin trofosfat ( ATP) yang merupakan sumber energi utama. 3. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik Keto Asisdosis diabetk dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik merupakan komplikasi akut diabetes melitus. Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemik, hiperosmolar tanpa disertai ketosis. Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu, dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan. Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD merupak spektrum dekompensasi metabolik pada pasien diabetes, yang berbeda adalah onset, dehidrasi, dan beratnya ketosis. Faktor yang memulai timbulnya HNHK adalah diuresis glukosuria.Glukosuria



mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalammengkonsentrasikan urin, yang akan memperberat derajat kehilangan air. Padakeadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa diatas ambang batastertentu. Namun demikian, penurunan volume intravaskuler atau penyakit ginjalyang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glumerulus, menyebabkan konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyakdibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidakcukup untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin. Komplikasi kronik dari diabetes melitus sendiri dapat dibagi menjadi 2 : komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terdiri dari : 1. Perubahan histopatologi kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya Persit dari proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel Persit dapat mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu: 1) pembentukan mikroaneurisma, 2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, 3) penyumbatan pembuluh darah, 4)proliferasi pembuluh darah baru (neovaskular) dan jaringan fibrosa di retina, 5) kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan virus. Penyumbatan dan hilangnya persuasi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati diabetik dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut: 1) edema makula dan nonperfusi kapiler, 2) pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetik proliferasi dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan ablasi retina, 3) pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus, 4) pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.



2. Nefropati diabetik Pada umunya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 36 bulan. Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Mekanisme terjadinya laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriola aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantai hormon vasoaktif, IGF-1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGFbeta yang diperantai oleh aktivasi pritein kinase-C yang termasuk dalam serine-Theronin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler dan protein. Dan jika terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan terjadi inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi kerusakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease. 3. Neuropati diabetik Neuropati diabetik proses kejadian neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur polio, sintesis advance glycosilation end Products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi sehingga, aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik. Komplikasi makrovaskuler terdiri dari : 1. Penyakit Jantung Koroner



Penyakit Jantung Koroner yang merupakan salah satu penyulit makrovaskulet diabetes melitus. Penyulit makrovaskuler ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 bersifat multifaktorial melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, stres oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia, serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis. Pada pasien DM resik payah jantung kongestif meningkat 4-8 kali. Peningkatan resik ini tidak hanya disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam berapa tahun terakhir diketahui bahwa pasien DM dapat pulal mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan arterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik juga dapat terjadi perubahan –perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel-sel otot jantung. Pada tingkat seluler terjadi peningkatan aktivitas piruvat kinase. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningktan tekanan enddiastolic sehingga dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif. 2. Stroke Penyebab diabetes melitus menjadi stroke salah satunya adalah adanya suatu proses aterosklerosis. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah penderita diabetes. Terjadinya hiperglikemia menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer disamping itu juga akan meningkatkan agegrat platelet dimana kedua proses tersebut dapat menyebabkan aterosklerosis. Hiperglikemia juga dapat meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan naiknya tekanan darah atau hipertensi dan berakibat terjadinya stroke iskemik. Proses makroangiopati dianggap sangat relevan dengan stroke dan juga terdapat bukti adanya keterlibatan proses makroangiopati yang ditandai terjadinya stroke pada penderita diabetes melitus.



Referensi : Waspadji, Sarwono,. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakt Dalam: Komplikasi Kronik Diabetes Melitus. Jilid: III. Edisi: V. Jakarta: Interna Publishing.) 8. Bagaimana perspektif islam sesuai dengan skenario? Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah anak Adam memenuhi kantung yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah