Modul 2 Ternak Sapi Dan Kerbau [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Ilmu Tilik Ternak



MODUL 2 Ternak Sapi dan Kerbau Oleh : Winfrit Albert Lay Gemini E. M. Malelak Dalam modul 2 ini akan dibahas tentang morfologi tubuh atau bentuk umum tubuh, pendugaan umur ternak, pengukuran bagian- bagian tubuh (ukuran linear tubuh), penimbagnagn dan pendugaan berat badan, serta penilaian skor kondisi tubuh ternak sapi dan kerbau. Variabel-variabel tersebut di atas adalah penting menjadi dasar pertimbangan dalam menilai atau melakukan judging produksi ternak yang bersangkutan. Oleh karena itu apabila mahasiswa serius mempelajari variabel-variabel atau materi dalam modul 2 ini secara tuntas maka diharapkan mahasiswa akan memiliki kompetensi sebagai berikut : Kompetensi Khusus Modul II



: Mahasiswa dapat memahami cara penilaian/judging ternak sapi dan kerbau yang didasarkan pada pemahaman tentang morfologi/bentuk umum tubuh ternak dan keterampilan dalam pendugaan umur, pengukuran linear tubuh, penimbangan dan pendugaan bobot badan, serta penilaian skor kondisi tubuh ternak.



Ternak sapi dan kerbau tergolong dalam tipe potong (penghasil daging), tipe perah (penghasil susu), tipe kerja (penghasil tenaga) dan tipe dwiguna/dual purpose (gabungan tipe potong dan perah atau gabungan tipe potong dan kerja), bahkan terdapat pula tipe triguna/tripurpose (gabungan tipe potong, perah dan tenaga). Namun demikian, di dunia saat ini dengan berkembangnya teknologi mekanisasi (penghasil tenaga) maka ternak sapi dan kerbau tipe triguna sudah jarang bahkan hampir tidak dikembangkan lagi. Demikian pula halnya dengan tipe dwiguna, dengan bertumbuhnya usaha peternakan modern yang berorientasi pada kualitas dan kuantitas produk (daging dan susu) yang tinggi dalam rangka meraih keuntungan usaha yang maksimal, maka ternak sapi dan kerbau yang dikembangkan saat ini adalah bersifat monotype (tipe tunggal) yaitu tipe potong saja atau tipe perah saja, sesuai dengan tujuan usahanya. Apabila tujuan usahanya adalah untuk produksi daging maka ternak yang diusahakan adalah tipe potong atau apabila tujuan usahanya untuk menghasilkan susu, maka yang dipelihara adalah tipe perah, atau sekalipun tujuan usahanya untuk produksi daging dan susu, hampir tidak lagi dipelihara bangsa sapi atau kerbau tipe dwiguna, melainkan yang dipelihara adalah sapi atau kerbau tipe potong dan tipe perah secara terpisah. Alasannya, karena dalam skala usaha yang besar dengan orientasi bisnis berkeuntungan 2-1



Ilmu Tilik Ternak maksimal yang diperoleh dari efisiensi yang tinggi dari penggunaan faktor-faktor input, maka manajemen ternak potong sangat berbeda dengan manajemen ternak perah. 2.1. Morfologi/Bentuk Umum Tubuh Ternak Morfologi tubuh adalah bentuk secara umum seekor ternak dikaitkan dengan tujuan pemeliharaannya. Contoh untuk ternak perah, bentuk umumnya berupa segi tiga atau seperti gergaji dilihat dari samping. Sedang untuk ternak potong, bentuk umumnya berupa segi empat seperti balok memanjang dilihat dari samping. Untuk ternak dual purpose (dwiguna) yaitu merupakan gabungan tipe perah dan daging, maka morfologi tubuh merupakan bentuk kombinasi antara segi tiga dan segi empat dan khusus pada betina dengan ukuran ambing yang relatif lebih besar daripada tipe potong. Erat kaitannya antara morfologi dan konstitusi tubuh karena konstitusi tubuh adalah hubungan antara bagian-bagian tubuh yang satu dengan bagian-bagian yang lainnya. Hal ini harus dapat memberikan gambaran yang harmonis, dengan demikian dapat menunjukkan prestasi produksi yang optimal. Contoh untuk ternak sapi perah, antara garis punggung dan pangkal ekor hendaknya merupakan garis lurus/datar. Posisi kaki saat berdiri terutama kaki belakang harus tegak, tidak terlalu tertekuk ke arah depan (Gambar 2.1). Garis punggung yang cembung ataupun cekung akan menunjukkan ternak yang bersangkutan tidak mampu berproduksi secara maksimal. Pada ternak kerbau perah memiliki garis punggung lurus namun posisinya sedikit lebih rendah daripada pundaknya (Gambar 2.2).



Garis datar



Gambar 2.1. Sapi Brownswiss



Gambar 2.2. Kerbau Murra



Pada ternak sapi dan kerbau potong yang ideal, harus memiliki garis punggung yang datar dan panjang (dilihat dari samping), dada yang dalam dan lebar (dilihat dari samping dan depan), dan bagian punggung belakang/bokong (kemudi) yang lebar/tebal (dilihat dari 2-2



Ilmu Tilik Ternak belakang) (Gambar 2.3 dan 2.4). Kondisi bagian-bagian tubuh seperti di atas menunjukkan bahwa ternak tersebut dapat menghasilkan daging yang banyak. Untuk menilai ternak, terlebih dahulu harus diketahui  bagian-bagian serta morfologi/konformasi tubuh yang ideal dari ternak itu sendiri. Dengan demikian, maka dapat dilakukan perbandingan antara kondisi ternak yang ideal dengan kondisi ternak yang akan dinilai. Kondisi bagian-bagian tubuh ternak yang mendekati kondisi ideal atau mencapai kondisi ideal menunjang bahwa ternak tersebut dapat berproduksi  maksimal. garis punggung



dalam dada



Gambar 2.3.Sapi Beefmaster



lebar kemudi



Gambar 2.4. Sapi Shorthorn



Ternak tipe kerja adalah untuk menghasilkan tenaga yang besar, maka konformasi tubuh yang ideal adalah : memiliki pertulangan tubuh dan anggota (kaki) yang besar yang memberi kesan kokoh dan perdagingan yang sedang. Perdagingan sedang, yang dimaksudkan adalah ternak kerja tidak gemuk, agar bobot badannya tidak menjadi beban yang terlalu berat bagi ternak yang bersangkutan. Sapi Ongole adalah salah satu bangsa sapi yang tergolong tipe dwiguna (potong dan kerja). Sapi Ongole selain dapat menghasilkan daging yang cukup baik, juga memiliki tenaga yang besar sebagai penarik beban seperti gerobak, pedati, dan luku dalam membajak sawah dan kebun. Kerbau rawa dan kerbau sungai merupakan ternak kerja yang baik, tetapi untuk daerah pertanian sawah (berlumpur dalam) kerbau rawa lebih efisien sebagai ternak kerja (Gambar 2.5 dan 2.6). Kerbau rawa memiliki teracak yang besar dan persendian yang cukup fleksibel. 2.2. Pendugaan Umur Informasi tentang umur ternak adalah sangat penting di saat menilai produksi seekor ternak, karena umur adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi. Misalnya, seekor sapi Bali jantan berumur 2 tahun (rata-rata bangsanya) memiliki tinggi pundak (TP) 110 cm dan berat badan (BB) 200 kg. Kemudian pada saat penilikan ternak sapi Bali jantan 2-3



Ilmu Tilik Ternak A, terukur TP 112 cm dan tertimbang BB 200 kg, sipenilik memerlukan data umur dari ternak tersebut, dan apabila data umurnya adalah 2 tahun, maka dapat dikatakan/disimpulkan bahwa sapi Bali jantan tersebut BAIK. Tetapi apabila sapi Bali jantan tersebut sudah berumur 3 tahun, maka sapi tersebut tergolong JELEK, karena normalnya sapi Bali jantan berumur 3 tahun telah memiliki TP > 115 cm dengan berta badan > 250 kg.



Gambar 2.5. Sapi Ongole



Gambar 2.6. Kerbau Nili



Umur ternak sapi dan kerbau dapat diketahui dari informasi hari dan tanggal lahirnya. Namun apabila tidak tersedia rekaman data hari dan tanggal lahirnya, maka umur ternak dapat diduga berdasarkan kondisi gigi terutama gigi serinya. Gigi ternak berdasarkan nama dan posisinya terdiri atas : gigi seri atau disebut incisivus ( i ), gigi taring atau disebut canine ( c ), geraham depan atau disebut premolaris ( pm ) dan geraham belakang atau disebut molaris ( m ). Pada beberapa saat segera setelah ternak sapi atau kerbau lahir, gigi seri susu telah tumbuh/ada. Ternak sapi dan kerbau yang adalah ternak ruminansia memiliki gigi sejumlah 32 buah yang terbagi pada rahang atas 12 buah gigi yaitu pada bagian kiri : premolaris (pm) 3 buah + molaris (m) 3 buah dan bagian kanan : premolaris (pm) 3 buah + molaris (m) 3 buah. Pada rahang atas baik pada bagian kiri maupun kanan tidak memiliki gigi seri (i) dan gigi taring (c). Pada rahang bawah 20 buah gigi yaitu pada bagian kiri : premolaris (pm) 3 buah + molaris (m) 3 buah + incisivus (i) (gigi seri) 4 buah (Gambar 2.7) dan bagian kanan : premolaris (pm) 3 buah + molaris (m) 3 buah + incisivus (i) (gigi seri) 4 buah. Pada rahang bawah kiri dan kanan tidak memiliki gigi taring (c). Dengan demikian, dapat digambarkan dengan formula gigi sapi dan kerbau : i c pm m 0 0 3 3



 rahang atas kanan



4 0



 rahang bawah kanan



Formula gigi :



16 buah 3



3



2-4



Ilmu Tilik Ternak Formula gigi tersebut di atas adalah menggambarkan jumlah gigi sapi dan kerbau pada rahang atas dan bawah bagian kanan saja, sehingga jumlah gigi seluruhnya harus ditambah dengan jumlah gigi yang sama jumlahnya pada rahang kiri (16 + 16 = 32 buah).



pm



m rahang atas



i



rahang bawah pm



m



Gambar 2.7. Gigi pada rahang kiri sapi atau kerbau



Apabila untuk menggambarkan jumlah gigi pada secara keseluruhan (rahang atas dan bawah pada bagian kiri dan kanan) maka formulanya sbb : kiri



kanan



3 3 0 0 0 0 3 3  rahang ata Formula gigi : ------------------------3 3 0 4 4 0 3 3  rahang bawah kiri



kanan



Berdasarkan posisi, kedelapan buah gigi seri tersebut (4 buah rahang kiri dan 4 buah rahang kanan) terbagi menjadi : a) gigi seri dalam (i1) yaitu 2 buah bagian paling tengah depan (1 kiri dan 1 kanan); b) gigi seri tengah dalam (i2) yaitu gigi seri ke 2 dari tengah depan ke arah kiri dan ke kanan; c) gigi seri tengah luar (i3) yaitu gigi seri ke 3 dari tengah dalam ke arah kiri dan kanan atau ke 2 dari bagian luar kiri dan kanan, dan d) gigi seri luar (i4) yaitu gigi seri ke 4 dari bagian tengah dalam ke kiri dan kanan atau gigi seri yang terletak paling pinggir luar rahang kiri dan kanan. Melihat atau membaca dan memahami formula gigi ini berarti ternak sapi dan kerbau tidak memiliki gigi seri ( i ) pada rahang atas melainkan hanya ada pada rahang bawah sebanyak 8 buah ( 4 kiri dan 4 kanan ); tidak memiliki gigi taring ( c ) baik pada rahang atas maupun rahang bawah; memiliki premolaris ( pm ) 6 buah dan molaris ( m ) 6 buah pada rahang atas ( 3, 3 kiri dan 3, 3 kanan) juga pada rahang bawah memiliki pm 6 buah dan m 6 buah pada rahang atas ( 3, 3 kiri dan 3, 3 kanan) sehingga jumlah seluruhnya 32 buah. Untuk gigi seri ( i ), premolaris dan molaris pada salah satu sisi rahang (kiri atau kanan), oleh karena



2-5



Ilmu Tilik Ternak terdapat i 4 buah, pm 3 buah dan m 3 buah, maka disebut i1, i2, i3, i4, pm1, pm2, pm3, m1, m2, dan m3. Perubahan kondisi gigi untuk pendugaan umur ternak sapi dan kerbau, yang perlu diperhatikan pada umumnya adalah pergantian gigi seri ( i ) dari gigi susu menjadi gigi tetap (gigi dewasa) dan keausan gigi seri tetap. Perubahan kondisi gigi dan umur ternak sapi dan kerbau seperti tertera dalam tabel berikut : Kondisi gigi



Penjelasan



Umur (tahun)



Gigi seri tetap belum ada yang tumbuh menggantikan gigi seri susu, atau gigi seri susu masih lengkap 8 buah. Gigi gigi nol seri susu berwarna lebih putih dan berukuran jauh lebih kecil daripada gigi seri tetap (Gambar 2.8). Gigi seri tetap sudah ada 2 buah/sudah tumbuh menggantikan gigi seri susu 2 buah bagian dalam, atau gigi 2 gigi seri susu sisa 6 buah. Pada kondisi ini akan terlihat jelas ukuran gigi tetap jauh lebih besar daripada gigi susu (Gambar 2.9). Gigi seri tetap sudah ada 4 buah/sudah tumbuh gigi 4 menggantikan gigi seri susu 4 buah bagian tengah dalam, atau gigi seri susu sisa 4 buah. Gigi seri tetap sudah ada 6 buah/sudah tumbuh gigi 6 menggantikan gigi seri susu 6 buah bagian tengah dalam, atau gigi seri susu sisa 2 buah. Gigi seri tetap sudah ada 8 buah/sudah tumbuh gigi 8 menggantikan gigi seri susu 8 buah bagian tengah dalam, atau gigi seri susu sudah tergantikan semua. Gigi seri tetap bagian dalam mulai aus (terasah)



< 1,5



1,5 – 2,5



> 2,5 – 3,0



> 3,0 – 3,5



> 3,5 - 4 >5-6



Gigi seri tetap bagian tengah dalam mulai aus (terasah)



>6-7



Gigi seri tetap bagian tengah luar mulai aus (terasah)



>7-8



Gigi seri tetap bagian luar mulai aus (terasah) gigi seri ( i ) susu



Gambar 2.8. 8 buah gigi seri susu.



>8 gigi seri ( i ) tetap



Gambar 2.9. 2 gigi seri tetap dan 6 gigi seri susu.



Perubahan kondisi gigi terutama pada cepat lambatnya ke-aus-an atau terasah tergantung dari jenis pakan sering dikonsumsi ternak dan yang terasah adalah pada bagian mahkota gigi dan biasa disebut permukaan kunyah. Apabila pakan yang dikonsumsi berupa 2-6



Ilmu Tilik Ternak pakan kasar/berserat maka gigi akan relatif lebih cepat terasah/aus daripada ternak yang lebih sering mengkonsumsi pakan lunak/tidak kasar atau kurang berserat. Pendugaan umur ternak berdasarkan cincin tanduk, umumnya digunakan bagi ternak kerbau betina. Terbentuknya cincin tanduk merupakan akibat dari tidak cukupnya nutrisi yang tergunakan untuk pertumbuhan tanduk tetapi untuk kebutuhan lain yang lebih penting, yaitu untuk produksi susu bagi anak kerbau yang baru lahir. Atas dasar pemahaman tersebut maka jumlah laktasi/beranak dari seekor induk kerbau dapat diduga dari jumlah cincin tanduk yang terbentuk. Selanjutnya untuk menduga umur induk kerbau tersebut diperoleh dari umur pertama kali beranak (bulan) ditambah (jumlah cincin tanduk x interval beranak (bulan) . Namun demikian, pendugaan umur ternak berdasarkan jumlah cincin tanduk tidak umum digunakan karena memiliki bias yang cukup besar atau kurang mendekati kebenaran. 2.3. Pengukuran Linear Tubuh dan Organ Vital Lainnya. Menurut Djagra, I.B (2009), pengukuran bagian-bagian tubuh ternak dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak ternak dan juga dipakai sebagai parameter teknis penentuan ternak bibit dan menentukan umur ternak tersebut. Berdasarkan ketentuan kontes dan pameran ternak nasional, yang termasuk dalam “statistik vital” pada ternak meliputi ukuran tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, lebar punggung, lebar pinggul, panjang pinggul, panjang kepala, lebar kepala, berat badan, dan umur. Ukuran “statistik vital” dari organ tertentu jika dikaitkan dengan umur akan menggambarkan keharmonisan pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta produktivitas. Karena itu, pertumbuhan organ-organ tertentu berkorelasi dengan berat badan. Pengukuran dimensi dimaksudkan dengan mengukur dimensi tubuh luar ternak atau ukuran statistic. Ukuran-ukuran bagian tubuh ternak dikelompokkan dalam : 1. ukuran tinggi, 2. ukuran panjang, 3. ukuran lebar, 4. ukuran dalam dan 5. ukuran lingkar. Hal-hal yang perlu diperhatikan atau yang menjadi syarat sebelum atau ketika akan dilakukan pengukuran adalah : 1. harus tersedia alat ukur (tongkat dan pita ukur) yang baik dan benar, 2. ternak harus dalam posisi berdiri tegak dan tenang (Gambar 2.10), 2-7



Ilmu Tilik Ternak 3. tempat berdirinya ternak harus datar/rata, dan 4. pencahayaan di lokasi pengukuran harus cukup terang.



Gambar 2.10. Sapi berdiri tegak dan tenang di atas permukaan tanah/lantai yang rata/datar



2.3.1.      Ukuran Tinggi : a. Tinggi Pundak atau tinggi gumba (TG) ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai ke tanah atau lantai, dan alat yang digunakan adalah tongkat ukur. b. Tinggi punggung ialah jarak tegak lurus dari tajuk duri ruas tulang punggung atau processus spinosus vertebrae thoracalis yang terakhir sampai ke tanah . Titik ini mudah didapat dengan menarik garis tegak lurus tepat di atas pangkal tulang rusuk terakhir (ke 13). c. Tinggi pinggang  ialah jarak tegak lurus dari titik antara tulang lumbar vertebrae 3-4 tepat melalui legok lapar sampai ke tanah ( lantai ). d. Tinggi kemudi/Tinggi pinggul, ialah jarak tegak lurus dari os sacrum ( sacrale ), tepat melalui tengah- tengah tulang ilium sampai ke tanah. e. Tinggi pangkal ekor ialah jarak tegak lurus dari titik pangkal ekor sampai ke tanah. Alat yang dipakai untuk mengukur tinggi bagian- bagian tubuh di atas adalah tongkat ukur. Ukuran-ukuran tinggi dapat memperhatikan Gambar 2.11.



a b c d e



Gambar 2.11. Garis petunjuk pengukuran tinggi (a, b, c, d, dan e)



2. 3.2.     Ukuran Panjang : 2-8



Ilmu Tilik Ternak a. Panjang kepala ialah jarak dari puncak kepala sampai ujung moncong (Gambar 2.12).



a. Panjang kepala



Gambar 2.12. Petunjuk pengukuran panjang kepala



b. Panjang badan ialah jarak lurus dari benjolan tulang bahu ( pertamuan tulang scapula dan humerus ) sampai benjolan/ujung tulang duduk/tulang tapis ( tuber ischii ). c. Panjang kemudi/panjang kelangkang/panjang pelvis ialah jarak lurus antara tuber coxae dan tuber ischii pada sisi sama (Gambar 2.13).



c. panjang kemudi



b. PB



Gambar 2.13. Petunjuk pengukuran panjang badan dan panjang kemudi



d. Panjang telinga ialah jarak antara ujung telinga sampai pangkal telinga bagian dalam. Dapat diukur dengan penggaris atau pita ukur.



Panjang telinga



Gambar 2. 14. Petunjuk pengukuran panjang telinga



e. Panjang tanduk ialah jarak antara ujung tanduk sampai ke dasar/pangkal tanduk. Diukur dengan pita ukur. Diukur hanya pada tanduk yang normal dan bila kedua tanduk normal 2-9



Ilmu Tilik Ternak maka ukur kedua-duanya, kemudian dirata-ratakan (jumlah panjang kedua-duanya dibagi dua) (Gambar 2.15).



Panjang tanduk



Gambar 2. 15. Petunjuk pengukuran panjang tanduk



Selain pita ukur sebagai alat ukur, dapat juga digunakan tongkat ukur, jangka sorong atau caliper. Semua bagian ukuran panjang tersebut di atas umumnya digunakan untuk menilai kemurnian bangsa, sedangkan panjang badan selain untuk menilai kemurnian bangsa, juga untuk memprediksi produksinya atau berat badannya. 2.3.3.      Ukuran Lebar a. Lebar dada belakang ialah jarak terbesar yang diukur tepat di belakang siku antara kedua benjolan siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada. b. Lebar dada depan ialah jarak antara tepi luar benjolan tulang bahu kiri dan kanan. c. Lebar pinggang ialah jarak antara tajuk horizontal yaitu pada tulang lumbale 3-4. d. Lebar pinggul ialah jarak antara tuber coxae pada sisi kiri dan kanan. e. Lebar kemudi ialah jarak terlebar antara sisi luar kiri dan kanan tulang pelvis atau os illium melalui os sacrum 3-4. f. Lebar pantat ialah lebar tulang tapis atau lebar tulang duduk, jarak antara kedua benjolan tuber ischii kiri dan kanan. g. Lebar kepala/lebar dahi ialah jarak terbesar antara kedua lengkungan tulang mata sebelah atas luar kiri dan kanan. Ukuran-ukuran tersebut di atas selain untuk menilai kemurnian bangsa, lebih umum digunakan untuk memprediksi produksi. Khusus untuk lebar kemudi dan lebar pinggul pada ternak betina lebih diperlukan untuk menilai kemudahan proses melahirkan/beranak, karena lebar kemudi dan lebar pinggul dapat menggambarkan luasnya ruang pelvis atau luasnya lorong/kanal jalur lewatnya fetus waktu dilahirkan. 2 - 10



Ilmu Tilik Ternak



Gambar 2.16. Petunjuk pengukuran lebar kepala/dahi



Lebar kemudi dan lebar pinggul yang kecil menggambarkan ruang pelvis yang sempit sehingga dikuatirkan induk tersebut akan mengalami kesulitan waktu beranak (distokia), dan sebaliknya apabila lebar kemudi dan pinggulnya cukup besar, menggambarkan ruang pelvis yang cukup luas sehingga induk tersebut akan mudah/lancar waktu beranak (Gambar 2.17) (ambil dari hal 243 Anatomi dan Fisiologi Ternak). 2.3.4.      Ukuran Dalam Dalam dada adalah jarak dari titik tertinggi pundak (gumba) sampai tepi bawah tulang dada tepat di belakang siku. Ukuran dalam dada akan menggambarkan produksi dari ternak tersebut, terutama pada ternak potong. Ternak dengan ukuran dada yang dalam menggambarkan produksi daging yang tinggi. 2.3.5.      Ukuran Lingkar a. Lingkar dada ialah ukuran melingkar dada yang diukur tepat di belakang siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh (Gambar 2.18). Ukuran lingkar dada yang besar menggambarkan produksi dagingnya tinggi, dan tentu berat badannya juga lebih tinggi daripada ternak yang berukuran lingkar dada yang lebih kecil.



Gambar 2.18. Cara Pengukuran Lingkar Dada



2 - 11



Ilmu Tilik Ternak b. Lingkar tulang pipa ialah ukuran melingkar yang diukur di tengah- tengah tulang pipa, yaitu pada bagian yang terkecil dan terbulat (Gambar 2.19). Ukuran tulang pipa digunakan untuk menilai kekokohan dari ternak terutama ternak kerja.



Lingkar pipa



Gambar 2.19. Cara pengukuran lingkar pipa



c. Lingkar skrotum/testes ialah ukuran melingkar yang diukur pada bagian terbesar skrotum. Perhatikan, waktu pengukuran kedua testes sudah berada dalam ruang skrotumnya masing-masing (Gambar 2. 20). Lingkar dan bentuk skrotum merupakan karakter fisik yang paling penting untuk menilai kemampuan reproduksi (produksi sperma) dari ternak jantan.



Gambar 2.20. Cara pengukuran lingkar skrotum



Khusus tentang bentuk skrotum/testes, terdapat 3 macam bentuk, yaitu : 1) skrotum/testes yang menempel erat pada badan/perut belakang (tidak memiliki leher skrotum), 2) skrotum/testes yang menempel agak jauh dari badan/perut belakang (tidak memiliki leher skrotum), dan 3) skrotum/testes yang memiliki leher skrotum yang jelas dan testes turun/menggantung jauh dari daerah perut belakang. Dari antara ke tiga bentuk skrotum/testes tersebut, sapi/kerbau jantan yang dinilai memiliki fertilitas yang tinggi adalah yang memiliki bentuk ke 3. Alasannya, karena testes sebagai organ produksi sel sperma membutuhkan ruang yang leluasa agar dapat mengatur suhu yang dialaminya. Apabila suhu udara lingkungan dingin, testes akan naik merapat pada tubuh agar memperoleh kehangatan dari tubuh, sedangkan bila suhu udara lingkungan panas, testes akan turun menjauhi tubuh.



2 - 12



Ilmu Tilik Ternak 2.4. Penimbangan dan Pendugaan Berat Badan Berat badan ternak dapat diketahui dengan cara penimbangan langsung pada ternak dengan menggunakan alat timbangan dan dengan cara pendugaan menggunakan rumusrumus pendugaan berat badan. Alat timbangan yang sering digunakan adalah timbangan manual dan timbangan elektrik digital, dengan kapasitas kecil atau besar dan bersifat stationer dan atau portable (Hasnudi, 1997). Penggunaan rumus-rumus tersebut memerlukan data ukuran-ukuran linear tubuh yaitu lingkar dada dan panjang badan. Pendugaan/penafsiran berat badan dilakukan oleh karena ketiadaan alat timbangan di lokasi. Rumus penentuan berat badan ternak berdasar ukuran-ukuran tubuh tersebut di atas bertolak dari anggapan bahwa tubuh ternak berupa tong/balok dan ukuran-ukuran tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan berat badan ternak. Menurut Gafar (2007), rumusrumus yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan adalah rumus yang telah dikenal adalah rumus Schoorl yang menggunakan ukuran lingkar dada sebagai berikut : 1. Rumus Schoorl  Bb (kg) =   (lingkar dada (cm) + 22)2                100 Rumus ini hanya digunakan pada ternak sapi dewasa, karena untuk anak sapi penambahan nilai 22 sangat besar. Rumus lain diturunkan oleh Scheiffer yang menggunakan ukuran lingkar dada dan panjang badan yaitu menurut Winter, sebagai berikut : 2. Rumus Winter  Bb (lbs) =   (lingkar dada (inchi)2 x Panjang badan (inchi)2                                    300 3. Rumus Denmark  Bb (kg) =



(Lingkar dada(inchi) + 18)2 -----------------------------------------100



Berikut ini adalah rumus-rumus yang digunakan untuk menduga berat badan kerbau. 1. Rumus Sutardi (1975) Bb = -920,72 + 11,904 LDinchi – 28,869 LD2 2. Rumus Camoens (1976)  Bbpound = 40TPinchi – 11 LDinchi - 450 Selain itu penafsiran berat badan dapat pula dilakukan dengan pengamatan visual yaitu memperkirakan berat badan ternak yang diamati. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan DWT (Daily  Cow Weighting Tape) yaitu dengan melingkarkan DWT pada sternum 3-4 dan angka yang ditunjuk pada pita ukur tersebut menunjukkan berat badan ternak. 2 - 13



Ilmu Tilik Ternak Metode visual adalah suatu metode yang digunakan untuk menafsir berat badan dengan melihat, mengamati keadaan ternak dengan baik, kemudian ditafsir berat ternak tersebut. Metode ini perlu kejelian dan latihan yang banyak supaya taksirannya lebih mendekati benar. Metode ini banyak dipakai oleh para pedagang hewan (Hasnudi. 1997). Penimbangan langsung ataupun dengan cara pendugaan disarankan dilakukan pada saat ternak sapi atau kerbau telah dipuasakan minimal 12 jam atau lebih baik 24 jam sebelumnya. Tujuan pemuasaan terlebih dahulu adalah agar diperoleh berat badan yang mendekati berat bersih karena rumen tidak berisi penuh. 2.5. Penilaian Skor Kondisi Tubuh Skor Kondisi Tubuh (SKT) atau Body Condition Score (BCS) merupakan indikator penting dalam menilai produksi ternak baik ternak potong, ternak perah ataupun ternak kerja, juga untuk pemilihan ternak bibit. Dengan melihat skor kondisi tubuh maka dapat diketahui baik buruknya manajemen pemeliharaan yang telah dilakukan oleh peternak. BCS merupakan metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan dan perabaan untuk menduga kandungan daging dan lemak tubuh. Evaluasi dengan BCS efektif untuk mengukur sejumlah energi metabolik yang disimpan sebagai lemak subkutan dan otot pada ternak. Skor kondisi tubuh umumnya berkisar dari nilai 1 s/d 5 atau dari kondisi sangat kurus s/d sangat gemuk. Skor kondisi tubuh ideal untuk ternak potong, ternak perah dan ternak kerja berbeda-beda terkait dengan produksinya. Skor kondisi tubuh ideal untuk ternak potong sebagai produksi daging adalah nilai 5 atau yang sangat gemuk, dan gemuk dalam hal ini tidak hanya karena penuh berlemak (fatty) tetapi penuh berdaging (leanny). Untuk ternak perah dan ternak kerja dengan skor kondisi tubuh yang sedang (nilai 3) adalah skor yang ideal. Alasannya, bila kondisinya kurus (di bawah nilai 3) menunjukkan bahwa ternak tersebut kurang baik manajemen pemeliharaannya terutama kurang pakannya, sehingga akan memiliki kemampuan produksi susu yang rendah sebagai ternak perah, dan memiliki tenaga yang kurang sebagai ternak kerja. Sebaliknya bila terlalu gemuk (nilai skor 4 dan 5) sebagai ternak perah, menunjukkan bahwa ternak tersebut kurang baik karena pakan/nutrisi yang dikonsumsi lebih banyak dikonversi menjadi daging dan atau lemak daripada untuk produksi susu. Apabila sebagai ternak kerja, kondisi tubuh yang terlalu gemuk, maka bobot badannya akan menjadi beban yang berat bagi ternak tersebut sehingga akan lebih cepat lelah dan akan lebih cepat mengalami/menderita stress panas bila dipekerjakan daripada ternak yang berkondisi sedang.



2 - 14



Ilmu Tilik Ternak Penilaian skor kondisi tubuh dilakukan dengan cara pengamatan dari arah sekeliling tubuh ternak (depan, belakang, kiri dan kanan), dan dengan cara perabaan pada bagian-bagian tubuh tertentu yang merupakan lokasi terdepositnya daging/otot dan lemak. Pengamatan dan perabaan dilakukan dengan hasil skor kondisi tubuh sebagai berikut : Bagian Bagian Tubuh yang digunakan untuk penilaian skor kondisi tubuh ternak sapi Ciri-Ciri



Skor Deskripsi



Kulit / Coat



1-3



Tonjolan tulang belakang / Vertebral processes



1-5



Rusuk/ ribs



1-5



bagian tubuh tengah kearah ekor/ Hindquarters



1-5



Pangkal ekor / Tail head



1-4



Penampilan kulit: 1 = kasar, 2 = normal (mulus), 3 = sangat mulus Bagian akhir dari transverse vertebral processes pada bagian lumbar: 1 = sangat menonjol, 2 = mudah terlihat, 3 = terlihat tapi ditutupi dengan lemak/ soft tissue, 4 = terlihat jika dilihat dengan seksama, 5 = tidak terlihat/not visible Sama dengan yang terlihat pada vertebral processes Bagian ats pelvis, antara tuber ischium dan tuber coxae, dan menutup bagian atas femur: 1 = cekung atau “dished”, 2 =datar, 3 = agak bulat, 4 = agak bulat dan bagian paha bulat, 5 = sangat bulat Sacrum: 1 = sangat datar, 2 = agak bulat, 3 = Tertutupi dengan sedikit lemak, 4= tertutup penuh dengan lemak



Kerutan pada kaki / Leg wrinkles



0-4



0 = tidak ada kerutan, 1 = satu atau dua kerutan, 4 = beberapa kerutan



Kerutan pada leher/ Neck Wrinkles



0-1



0 = tidak ada kerutan, 1 = terdapat beberapa kerutan



2 - 15



Ilmu Tilik Ternak



Gelambir/ dewlap



1-4



Ciri-Ciri



Skor



Bahu / Shoulder



Lingkaran leher/ Neck rounding



Hooks/ tuber coxae



1 = sangat sedikit/ tidak terlihat adanya gelambir. 2 = menggelantung dekat dada, 3 = gelambir yang tipis menggelatung sepanjang leher/a thin flap extending along the neck, 4 = di bawah leher, ± 10 cm lebarnya dekat brisket Deskripsi



1-3



Daerah sekitar withers dan kaki depan bagian atas, termasuk scapula dan humerus: 1 = tulang bahu mudah terlihat, 2 = tulang bahu telah tertutupi oleh lemak, 3 = bahu dan forequarters bulat dan tertutupi penuh dengan lemak



1-3



Banyaknya lemak yang terdapat pada bagian atas leher pada bagain depan withers: 1 = agak datar, 2 = cukup penuh dan bulat, 3 = seluruh lingkaran leher bulat



1-3



1 = mudah terlihat, 2 = ada sedikit tonjolan lemak tapi tuber coxae dapat terlihat, 3 = tertutup dengan lemak dan sulit terlihat



Sumber: Soares and Dryden, 2011 Deskripsi Nilai Skor Kondisi Tubuh Sapi Bali Kondisi Bagian-Bagian Tubuh Ternak Skor Kondisi Tubuh (SKT) 1



Karakter



Deskripsi



Bagian tubuh tengah kearah ekor/ Hindquarters



Bagian atas datar, cekung atau “dished”



Shoulders / Bahu Leher / Neck



2



Tulang bahu menonjol dan mudah dilihat Bagian atas leher dibawah tulang vertebrae sangat datar



Pangkal ekor/ Tailhead



Sangat datar



Tulang belakang/ Vertebrae



Sangat menonjol



Rusuk/ ribs



Sangat menonjol



Gelambir/ dewlap



Sangat kecil/ sempit



Pangkal ekor/ Hooks



Menonjol/ mudah terlihat



Bagian tubuh tengah kearah



Bagian atas datar 2 - 16



Ilmu Tilik Ternak ekor/ Hindquarters



3



4



5



Shoulders / Bahu



Bahu tertutup baik dengan lemak



Leher / Neck



Cukup penuh dan tampak bulat



Pangkal ekor/ Tailhead



Datar



Tulang belakang/ Vertebrae



Mudah terlihat



Rusuk/ ribs



Mudah terlihat



Gelambir/ dewlap



Ada



Pangkal ekor/ Hooks



Mudah terlihat



Bagian tubuh tengah kearah ekor/ Hindquarters



Bagian atas datar



Shoulders / Bahu



Bahu tertutup baik dengan lemak



Leher / Neck



Cukup penuh dan tampak bulat



Pangkal ekor/ Tailhead



datar, dan sedikit bulat



Tulang belakang/ Vertebrae



Terlihat tapi sudah tertutup lemak



Rusuk/ ribs



Terlihat tapi sudah tertutup lemak



Gelambir/ dewlap



Ada



Pangkal ekor/ Hooks



Mudah terlihat



Hindquarters/ bagian tubuh tengah kearah ekor



Bagian atas datar dan sedikit bulat



Shoulders/ bahu



Bahu tertutup baik dengan lemak



Neck/ Leher



Leher cukup penuh dan nampak bulat



Tailhead/ Pangkal ekor



Datar dan sedikit bulat



Vertebrae/



Terlihat bila diperhatikan dengan seksama



Ribs/ rusuk



Terlihat tapi ditutupi dengan lemak



Dewlap/ gelambir



Ada



Pangkal ekor/ Hooks



Mudah terlihat



Kerutan kaki/ Leg wrinkles



Beberapa kerutan terlihat 2 - 17



Ilmu Tilik Ternak Bagian tubuh tengah kearah ekor/ Hindquarter/



Bagian atas sedikit bulat, paha sangat penuh



Bahu / Shoulders



Bahu dan bagian depan tubuh tertutup baik dengan lemak



Leher / Neck



Bulat



Pangkal ekor/ Tailhead



Sedikit tonjolan lemak



Kerutan pada leher / Neck wrinkles



Terlihat



Ruas tulang belakang/ Vertebrae



Tertutup lemak dan tidak terlihat



Rusuk/ Ribs



Hanya terlihat jika dilihat dengan seksama



Gelambir /Dewlap



Besar terutama dekat dada/ brisket



Pangkal ekor/ Hooks



Tertutup oleh lemak tapi dapat terlihat



Sumber: Soares and Dryden, 2011. Kondisi tubuh ternak dapat pula diuraikan sebagai berikut : 1. SKT 1 “sangat kurus” Tonjolan tulang yang merata di seluruh bagian tubuh; yaitu tonjolan pada tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul dan tulang pangkal ekor terlihat sangat jelas. 2. SKT 2 ”kurus”. Tonjolan tulang di berbagai tempat mulai tidak terlihat namun garis tulang rusuk masih terlihat jelas namun mulai terlihat ada sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor dimana pangkal tulang ekor terlihat sedikit lebih bulat. 3. SKT 3 ”sedang atau menengah”. Tonjolan tulang sudah tidak terlihat lagi dan sudah adanya penimbunan perlemakan pada pangkal tulang ekor. 4. SKT 4 ”baik/gemuk”, dimana mulai



menunjukkan perlemakan pada bagian paha,



pinggul dan paha bagian dalam. Garis tonjolan pangkal tulang ekor masih terlihat jika dilihat dari belakang. Bagian belakang tubuh sudah mulai berbentuk persegi panjang. 5. SKT 5 “sangat gemuk” dimana kerangka tubuh dan struktur pertulangan sudah tidak terlihat dan tidak teraba. Tulang pangkal tidak terlihat lagi karena tertutup oleh lemak dan bentuk persegi panjang pada tubuh belakang sudah membentuk lengkungan pada bagian kedua ujungnya (Kementerian Pertanian, 2010).



2 - 18



Ilmu Tilik Ternak 2.6.



PENUTUP



2.7.



LATIHAN-LATIHAN



2.8.



DAFTAR BACAAN



Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Direktorat Bina Produksi Peternakan 1983. Pedoman dan Syarat-Syarat Teknis Pembibitan Sapi Potong Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Peranian NTB, 2001. Beberapa Penyakit Pada Ternak Ruminansia. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, 2010. Petunjuk Teknis Pemilihan Bibit Sapi Potong. Frandson R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Edisi keempat. Soares and Dryden, 2011. Petunjuk Penilaian Ternak Sapi Potong. Williamson G dan W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan Di daerah Tropis. Edisi ke tiga.Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta Indonesia. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliakan Ternak Di Lapangan. Gramedia Jakarta.



2 - 19