Modul 3 PMTC [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Modul 3



Bismillahirrahmanirrahim.. Assalamualaikum teman-teman #PreMarriageTalk Class! Berbicara tentang menikah, maka tidak akan terlepas dari berbicara tentang tanggung jawab. Ingat kan tanggung jawab ini berkenaan dengan tujuan hidup kita yang mana? Ya, sebagai khalifah atau pemimpin. Kelak Allah akan menanyakan terkait tanggung jawab kita selama hidup di hari akhir kelak. Tanggung jawab ini juga berkaitan dengan peran-peran kita dalam hidup. Peran apa sajakah itu?



• Sebagai Hamba Allah Perempuan shalihah ialah ia yang memahami bahwa dirinya adalah Hamba Allah. Sehingga apapun yang dilakukan dan dicitacitakan selalu diniatkan untuk beribadah kepada Allah. Ia senantiasa ta’at kepada Allah dan Rasul serta patuh pada perintah-Nya, menjaga kesucian diri, berdzikir dan bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah, berakhlak mulia, dan tidak pernah lelah untuk mencari ilmu dan memperbaiki diri. Ketika menikah ia memahami tanggung jawabnya untuk melayani serta ta’at pada suami, dan mampu untuk mendidik anak-anak.



• Sebagai anak Diantara keutamaan muslimah adalah menunaikan hak dan kewajiban serta bertanggungjawab terhadap orang tuanya dengan berbuat baik (birrul walidain), mendoakan dan memohonkan ampunan baik ketika mereka masih hidup atau sudah meninggal, menghormati serta menyambung silaturahim dengan kerabat dan keluarga dari kedua orang tua, serta menunaikan janji ketika telah meninggal. Meski telah menikah suami adalah orang yang diutamakan namun tanggung jawab sebagai anak tersebut tidak boleh dilupakan begitu saja.



• Sebagai istri Peran sebagai istri akan langsung tersemat setelah akad nikah dilaksanakan.



Setelah menikah, tanggung jawab orang tua terhadap anak perempuannya akan berpindah ke bahu sang suami. Oleh karenanya tanggung jawab utama seorang istri adalah ta’at kepada suami, dengan catatan bahwa suami mengajak pada kebaikan dan bukan pada kemaksiatan. Mari kita renungkan hadits berikut ini.



“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan



dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR. Bukhari No. 844)



• Sebagai ibu Peran ini pun akan bertambah pasca menikah. Setelah hamil dan melahirkan, hendaknya muslimah berupaya menjadi sebaik-baiknya ibu bagi anak-anak kelak. Peran sebagai ibu madrasatul ‘ula tidak bisa kita remehkan karena kelak akan membangun sebuah generasi. Jangan sampai ketidakhadiran seorang ibu menjadikan anak-anak kita sebagai pribadi yang lemah secara fisik maupun psikologis.



“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Qs. An-Nisa: 9)



Karenanya tingkatkan terus kualitas diri dan bekalilah diri kita dengan ilmu yang akan memantaskan kita menjadi seorang ibu. • Sebagai individu dalam masyarakat Dalam kehidupan bermasyarakat seorang muslimah juga hendaknya bisa ikut berkontribusi dalam perbaikan dan pembangunan masyarakat sekitar demi terbentuknya individu dalam masyarakat yang lebih baik dan berkarakter kuat. Beberapa diantaranya yang dapat dilakukan adalah menjaga kesalihan diri, giat menyampaikan kebaikan pada lingkungan sekitar, dan mampu mengungkapkan ide dan gagasan dengan baik. Setelah menikah, apakah tetap bisa melakukan hal seperti ini? Tentu saja bisa, namun ada satu kontribusi yang tak kalah berharga dalam memperbaiki masyarakat, yakni mendidik anak dengan baik. Dari kelima peran yang kami tuliskan, ada satu peran yang akan kekal abadi disaat orang-orang disekitar kita telah tiada, apakah itu? Ya, peran sebagai hamba-Nya. Sejatinya peran-peran lain “hanya” bagian kecil dari peran utama kita sebagai hamba. Ketika peran istri, ibu, individu, dan lainnya dapat kita jalankan dengan baik, insyaAllah ini akan menjadi nilai tambah kita sebagai hamba. InsyaAllah dari semua peran akan bernilai kebaikan dan ibadah kepada Allah, bukan? Oleh karenanya ketika kita dihadapkan pada dua atau lebih kebaikan dalam satu waktu, hal tersebut tidaklah untuk kita benturkan melainkan tetap bisa dijalankan dengan pengelolaan yang baik sesuai dengan kapasitas diri. Nah, dari lima peran tersebut, sekarang mari kita perdalam mengenai dua peran yang perlu kita persiapkan secara khusus sebelum menikah, yakni peran sebagai istri dan ibu.



Menjadi seorang istri Siap menjadi istri? Itu artinya kita siap untuk beribadah kepada Allah dengan cara pada “level” yang lebih tinggi lagi. Kenapa? Karena keta’atan kita kepada Allah akan diuji melalui keta’atan kita kepada suami. Sebelum menikah, mungkin kita akan membayangkan hal-hal indah pasca menikah bersama suami. Bisa bebas berduaan, ada teman berbagi, bisa berpergian bersama suami, dan sebagainya. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa akan ada konflik-konflik yang menjadi bumbu pernikahan dan hal ini perlu kita antisipasi sejak hari ini. Ekspektasi seperti ini harus dengan baik kita kelola agar ketika menghadapi kenyataan dalam berumah tangga tidak membuat kita kecewa yang berlebihan. Lalu apa yang bisa kita persiapkan? Banyak cara yang bisa kita lakukan, seperti belajar ilmu komunikasi suami-istri, memahami perbedaan pola pikir laki-laki dan perempuan, bagaimana cara agar membahagiakan suami, dan masih banyak lagi, hanya saja kita tidak akan membahasnya terlalu mendalam. Namun kuncinya adalah berusaha untuk melihat kelebihan daripada kekurangan suami, menjadi sebaik-baik istri pendamping suami. Ta’at kepada perintah suami yang sesuai syariat, saling menutupi kekurangan diri masing-masing, melindungi dan memberi manfaat, dan memberikan dukungan kepada suami.



Menjadi ibu Siap menikah, artinya siap menjadi orang tua. Ya, karena sejatinya salah satu tujuan menikah adalah untuk memiliki keturunan yang wajib dididik menjadi anak yang shalih dan shalihah. Masa kini, begitu besar tantangan kita sebagai “ibu zaman now” ketika bertekad ingin mendidik anak dengan sebaik- baiknya. Tantangan seperti apa? Ada beberapa garis besar tantangan yang 'ibu zaman now' hadapi, diantaranya....



• Arus informasi yang luar biasa bisa kita akses kapan saja dan dimana saja. Ketika kita tidak memiliki prinsip dan kepercayaan diri, justru informasi informasi tersebut akan membingungkan kita, alih-alih menambah ilmu, informasi tersebut akan membuat kita stress. • Pengunaan gadget, ancam moral anak! Yap. Gadget yang kita gunakan sehari-hari di depan anak dapat membuat anak tak kalah kecanduan dibandingkan kita. Dampak lebih lanjut, penggunaan gadget yang berlebihan bisa membuat anak tidak cakap dalam mengelola emosinya, membuat anak lebih agresif, hingga moralnya tergerus. • Pornografi dan LGBT. Kedua hal ini kini kian menyebar luas, tak hanya itu pelakunya pun menunjukkan secara terang-terangan. Perilaku tersebut tentu saja mengancam diri anak kita. Na’udzubillah jangan sampai kan anak-anak kita menjadi pelaku pornografi dan LGBT. Sementara baru 3 poin ya, jika kita terjun langsung memperhatikan sekitar, akan jauh lebih banyak tantangan pengasuhan yang kita temukan. Itulah mengapa saat ini kesiapan kita untuk menjadi orang tua khususnya ibu menjadi sangat penting kita perhatikan. Kehadiran ibu secara fisik bagi anak-anak menjadi penting untuk meningkatkan kemampuan emosi dan pembentukan kepribadian anak. Pengelolaan emosi seorang ibu pun dapat berpengaruh pada anak. Menjadi ibu memang tidak mudah, namun karena akan banyak tantangan yang akan kita hadapi kala sudah menjadi ibu, hendaknya dari sekarang kita menyiapkan diri untuk menjadi ibu. Sudah mulai terbayang? MasyaAllah, peran-peran yang kita jalankan sebagai khalifah ini ternyata tidak mudah ya! Dan untuk bisa menjalankannya dengan baik ternyata perlu keseriusan dan persiapan sedini mungkin. Menjalaninya kelak memang sulit, tapi jika mudah, bukan syurga balasan dari-Nya.



Menjalani peranperan pasca nikah itu memang sulit, tapi jika mudah bukan syurga balasannya.



Memahami Tugas Pengasuhan Ada bahasan tambahan yang ingin kami sampaikan terkait peran kita sebagai orang tua. Pemahaman mengenai pengasuhan anak harus kita bentuk sejak kita mempersiapkan pernikahan, karena dari pernikahan yang kuat dan diberkahi Allah lah, hadir generasi-generasi yang berkualitas. Mari kita samakan persepsi terkait: Anak adalah Amanah Seperti yang sudah kita sering dengar bahwa anak adalah amanah yang akan dipertanggung jawabkan diakhirat. Bagus atau tidaknya generasi setelah ini, tergantung bagaimana kualitas seorang ibu. Anak yang sholeh/sholehah tidak dididik dalam waktu 1 hari 1 malam. Tapi ia adalah buah dari pengasuhan berpuluh-puluh tahun lamanya dari seorang ibu yang senantiasa dekat dengan Allah dan selalu berusaha meningkatkan kualitas sebagai seorang ibu. Bukan untuk mencapai pujian, mencapai kekaguman untuk dikatakan ibu yang baik, tapi semata-mata karena kita sedang menjalani amanah dari Allah. Dalam mempersiapkan pengasuhan anak, ternyata tidak dimulai sejak anak kita lahir ke dunia, melainkan jauh sebelum kita menikah. Seperti apa diri kita dimasa sebelum hamil dapat berpengaruh pada janin dalam kandungan kita. MasyaAllah begitu saling terkaitnya antara kehidupan kita yang satu dengan lainnya ya.. nah sekarang mari kita bahas satu per satu. 1. Tugas pengasuhan (jauh) sebelum anak dilahirkan. Point ini meliputi ketika kita saat masih single. Persiapan yang kita lakukan sebelum kita menikah dapat terekam dalam diri anak kita, sehingga apa yang kita lakukan sebelum menikah perlu kita perhatikan akan dapat melahirkan generasi yang baik. Apa yang bisa kita lakukan?



2. Tugas pengasuhan ketika hamil. Sembilan bulan dikandungan, jangan sampai terlewati begitu saja. Perlu kita isi dengan amalan yang dapat ibu hamil lakukan sebagai ikhtiar mendidik anak yang sholeh kelak, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an, menjauhi maksiat, menjauhi ghibah, senantiasa sedekah, mendoakan janin dan mengajak berbicara dengan kalimat positif, makan makanan yang halal dan thayyib (baik), serta menghindari stress. Pada masa ini, telinga adalah anggota tubuh yang pertama kali aktif. Maka menstimulasi pendengaran janin dengan kalimat kalimat yang positif akan sangat mendukung tumbuh kembang di tahap awal kehidupannya.



3. Tugas pengasuhan ketika anak dilahirkan. Ini adalah point sekaligus perjalanan panjang menjadi orang tua. Tidak akan cukup dijabarkan disini, selain karena memang pointnya banyak, tugas pengasuhan di setiap usia berbeda-beda. Namun fase ini dimulai ketika istri dan suami bekerjasama untuk menjadi orang tua yang baik. Mulai bertanggung jawab untuk menyusui selama 2 tahun, memberikan makanan yang halal, memberikan pendidikan islam yg kaafah, menjaga pergaulan anak, memberikan lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya dan masih banyak lagi. Pada intinya, di fase ini adalah apapaun yang kita berikan kepada anak hendaknya kita niatkan untuk menjaga amanah-Nya, sehingga kelak anak akan tumbuh dan memahami tugas peradaban apa yang ia pikul. Semoga dengan memahami tugas-tugas pengasuhan yang kelak akan kita emban, maka sedari sekarang kita akan memahami lebih mendalam hakikat pernikahan dan semakin mantap untuk mempersiapkannya.



Anak adalah pewaris peradaban. Jika kita sebagai orangtua tidak mendidiknya dengan baik, bersiaplah ia kan menjadi bagian dari penghancur peradaban.



Referensi ▪



Peran dan Tanggung Jawab Muslimah (link https://tarbawiyah.com/2018/08/29/perandan-tanggung-jawab-muslimah/#more-3751)







Modul Tarbiyah Islamiyah Jilid 1