Modul 6 Abk Ut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS RESUME MODUL 6 DAN 7 PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (PDGK4407)



Tim Penyusun : 1. FITRIA KHOIRIN NIDA 2. LINDA KUSUMA TANI 3. CHANDRA SETYASAPUTRI 4. SRI SUKAMTI 5. AMBAR SUHARNI



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD-BI) POKJAR KASIHAN UPBJJ UT YOGYAKARTA 2019



MODUL 6 Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita Kegiatan Belajar 1 Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara Pencegahan Tunagrahita A. DEFINISI TUNAGRAHITA 1. Peristilahan Dalam bahasa Indonesia istilah yang pernah digunakan misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal istilah mental retardation, mental defiency, mentally handicapped, feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin, 1995:20). Istilah lain yang banyak digunakan adalah intellectually handicapped, intellectually disabled, dan development mental disability. Kata “mental” disini diartikan fungsi kecerdasan intelektual dan bukan kondisi psikologis. Dari berbagai macam istilah diatas pada dasarnya sama semua tertuju pada pengertian yang sama yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung pada masa perkembangan, dan orientasi sampai sejauh mana individu dalam membutuhkan jenis layanan atau penanganan khusus. 2. Pengertian Secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut :”ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan berlangsung (terfermentasi) pada masa perkembangannya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata, anak tunagrahita IQ paling tinggi 70. b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif). c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan. Untuk dapat dikatakan tunagrahita seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Jika hanya memiliki satu ciri-ciri maka belum bisa dikatakan sebagai tunagrahita. B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Klasifikasi yang sejak lama dikenal yaitu debil, imbesil, dan idiot, sedangkan klasifikasi menurut kaum pendidik di Amerika adalah educable mentally retarded (mampu didik), trainable mentally retarded (mampu latih) dan totally custodial dependent (mampu rawat). Klasifikasi ini sudah jarang



digunakan. Klasifikasi yang digunakan sekarang yang dikemukakan American Asociation on Mental Defeciency (Hallahan, 1982: 43) : a. Mild mental retardation (tunagrahita ringan), IQ: 70-75 b. Moderate mental retardation (tunagrahita sedang), IQ: 55-40 c. Severe mental retardation (tunagrahita berat), IQ: 40-25 d. Profound mental retardation (sangat berat), IQ: 25 ke bawah Klasifikasi yang digunakan di Indonesia sesuai PP 72 tahun 1991 : 1. Tunagrahita ringan IQ nya 50-70 2. Tunagrahita sedang IQ nya 30-50 3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ nya kurang dari 30 Adapun pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinis yaitu: 1. Down Syndrome (Mongoloid) 2. Kretin (Cebol) 3. Hydrocephalus 4. Microcephalus 5. Macrocephalus Klasifikasi



yang



dikemukakan



oleh



AAMR



1992



menitikberatkan



pada



kebutuhannya yaitu: 1) intermitten needs, bantuan itu dibutuhkan secara berkala atau tidak selalu membutuhkan bantuan; 2) limited needs, sering membutuhkan bantuan; 3)extensive needs, yang membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius; dan 4) pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu. C. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN 1. Penyebab Ketunagrahitaan a. Genetik dan Kromosom b. Pada Prakelahiran c. Pada saat Kelahiran d. Selama Masa Perkembangan Anak-anak dan Remaja 2. Usaha Pencegahan Ketunagrahitaan a. Penyuluhan genetik b. Diagnostik prenatal c. Imunisasi d. Tes darah e. Program keluarga berencana f. Tindakan operasi g. Sanitasi lingkungan h. Pemeliharaan kesehatan i. Intervensi dini j. Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan



Kegiatan Belajar 2 Dampak Ketunagrahitaan A. DAMPAK KETUNAGRAHITAAN SECARA UMUM 1.



Dampak Terhadap Kemampuan Akademik Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, apalagi yang berkaitan dengan hal



yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning) dari pada dengan pengertian. Cenderung menghindar dari perbuatan berfikir, mengalami kesukaran memusatkan perhatian, lapang minatnya sedikit, cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, dan rentang perhatiannya pendek. 2. a)



Sosial/Emosional Ketidakmampuan untuk memahami aturan sosial dan keluarga, sekolah serta masyarakat. b) Tidak dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri c) Mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang kurang baik d) Cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya



e)



Kehidupan penghayatannya terbatas, tidak mampu menyatakan rasa bangga/kagum



f)



Kepribadian kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas



g) Mudah disugesti atau dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak baik, seperti mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual. h) Namun mereka juga menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan dan lingkungan yang kondusif 3.



Fisik /Kesehatan



a. Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari normal b. Pendengaran dan penglihatannya banyak yang kurang sempurna, kelainan ini bukan pada organ tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga mereka melihat tetapi tidak memahami apa yang mereka lihat, mendengar tetapi tidak memahami apa yang mereka dengar. c. Kurangnya kemampuan dalam melaksanakan tata laksana pribadi sehingga mereka tampak tidak sehat, tidak segar dan mudah terserang penyakit. B. DAMPAK DITINJAU DARI TINGKAT KETUNAGRAHITAAN 1.



Tunagrahita Ringan Mereka masih mampu melakukan kegiatan bina diri. Dalam belajar mereka tidak



mampu mempelajari hal-hal yang abstrak. Mereka dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Diantara mereka hanya membutuhkan perhatian tambahan dari gurunya.



2.



Tunagrahita Sedang Mereka melakukan kegiatan bina diri khususnya untuk memenuhi kebutuhannya



sendiri, dengan begitu mereka sedikit menggantungkan dirinya pada orang lain. Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan pengawasan. Dalam hal kademik mereka hanya mampu melakukan hal-hal yang sifatnya sosial, seperti menulis nama, alamat dan nama orang tuanya. 3.



Tunagrahita Berat dan Sangat Berat Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus dalam kehidupannya, meskipun



masih bisa dilatih untuk melakukan hal-hal yang sederhana dan berulang-ulang. C. DAMPAK DILIHAT DARI WAKTU TERJADINYA KETUNAGRAHITAAN 1. Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan baik terhadap rangsangan yang diperolehnya. Mereka tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis susah berhentinya, terlamabat duduk/bicara dan berjalan. 2. Anak tunagrahita pada masa kanak-kanak akan berpengaruh dalam bermain, reaksi yang lambat, cepat tapi tidak tepat sehingga mereka tidak mengeksplorasi lingkungan dengan baik dan tentu saja akan dijauhi teman-temannya. Mengalami kesulitan belajar hampir semua mata pelajaran, bisa mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat kembali,



kekurangmatangan



motorik,



dan



gangguan



koordinasi



sensomotorik,



perhatiannya mudah beralih 3. Anak tunagrahita pada masa puber : pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian berada di bawah usianya. Dampaknya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri. Setelah tamat sekolah ia belum siap untuk bekerja. Kegiatan Belajar 3 Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita Kebutuhan anak tunagrahita pada dasarnya sama dengan anak-anak pada umumnya. Hanya saja ada ketentuan khusus mengingat karakteristik anak tunagrahita berbeda-beda. A. Kebutuhan Khusus Anak Tuna Grahita 1. Kebutuhan Pendidikan Penelitian dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh individu Secara khusus anak tunagrahita membutuhkan sebagai berikut: a. Jenis mata pelajaran Bobot perimbangan mata pelajaran untuk anak tunagrahita 70% pelajaran ketrampilan dan sisanya adalah pembelajaran bersifat akademik b. Waktu Belajar Waktu belajar bagi penderita tunagrahita membutuhkan waktu lebih lama. Kebutuhan waktu



dalam



belajar



dan



pengulangan



tergantung



pada



berat



ringannya



ketunagrahitaan. c. Kemampuan Bina Diri Kajian Bina Diri dibutuhkan agar anak-anak tuna grahita tidak tergantung pada orang lain 2. Kebutuhan Sosial dan Emosi Tunagrahita sebagaimanaindividu pada umumnya membutuhkan sosialisasi. Mereka mengalami kesulitan karena kelainannya dan respon lingkungan yang kurang memahaminya. Mereka mengalami kesulitan dalam membersihkan diri sendiri memasuki dunia remaja, mencari kerja, tidak memahami arti remaha. Sementara kebutuhan seksual berkembang secara normal. Untuk itulahdiperlukan para ahli baik untuk anaknya maupun ornag tuanya agar bisa menerima keadaan anaknya dan mau membantu anaknya mengembangkan potensi yang dimilikinya. 3. Kebutuhan Fisik dan Kesehatan Bagi tunagrahita sedang dan berat kemungkinan mereka mengalami gangguan fisik (keseimbangan) dan ketidakmampuan dalam memelihara diri, sehingga cenderung mengalami sakit. B. Profil Pendidikan Anak Tunagrahita 1. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita Tujuan Pendidikan anak tunagrahita yang diluar jangkauan kemampuan tidak perlu dipaksakan harus dikuasai. Jadi perlu penekanan khusus. Menurut Kirk (1986) tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah: a. Mengembangkan potensi sebaik-baiknya b. Dapat menolong diri, berdiri sendiri dan berguna bagi masyarakat c. Memiliki kehidpan lahir bathin yang layak Menurut Suhaeri (1980) a. Tujuan pendidikan tunagrahita ringan adalah: 1) Agar dapat mengurus dan membina diri 2) Agar dapat bergaul di masyarakat 3) Agar dapat sesuatu untuk bekal hidupnya b. Tujuan Pendidikan Tunagrahita sedanmg: 1) Agar dapat mengurus diri 2) Agar dapat bergaul dengan anggota keluarga dan tetangga 3) Agar dapat mengerjakans esuatu secara rutin dan sederhana c. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita berat dan sangat berat 1) Agar mengurus diri secara sederhana 2) Anak dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat 3) Agar dapat bergembira a. Tempat Pendidikan 1) Sekolah Khusus



2) Kelas Jauh Adalah kelas yang dibentuk jauh dari sekolah induk karena di sekolah induk karena di sekolah tersebut banyak anak luar biasa 3) Guru kunjung Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan kebutuhan anak 4) Lembaga Perawatan Lembaga ini untuk penderita tunagrahita berat dan sangat berat. Disini anak mendapat layanan pendidikan dan perawatan b. Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu) Sistem integrasi memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita belajar, bermain atau bekerja bersama dengan anak normal. Tempat pendidikan yang termasuk sistem integrasi: 1) Di kelas biasa tanpa kekhususanm baik bahan pelajaran maupun guru tuna grahita, hanya memerlukanw aktu lebih lama dari rekan rekannya yang normal. 2) Di kelas biasa dengan guru konsultan 3) Di kelas biasa dengan guru kunjung 4) Di kelas biasa dengan ruang sumber 5) Di kelas khusus di sebagian waktu 6) Kelas khusus 2. Ciri Khas Pelayanan a. Ciri-ciri Khusus 1) Bahasa yang digunakan 2) Penempatan anak tunagrahita di kelas 3) Ketersediaan program khusus b. Prinsip Khusus 1) Prinsip skala perkembangan mental 2) Prinsip kecepatan motorik 3) Prinsip keperagaan 4) Prinsip pengulangan 5) Prinsip indivisualisasi 3. Materi Materi pembelajaran lebih ke unsur praktek yang ada kaitannya dalam kehidupan seharihari agar hasil belajarnya dapat dikonsumsi masyarakat. 4. Strategi Pembelajaran Pada prinsipnya tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya hanya saja harus memperhatikan tujuan pendidikan, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas) 5. Media 6. Sarana



7. Fasilitas Pendukung 8. evaluasi



MODUL 7 PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA DAN TUNALARAS



Kegiatan Belajar 1 Definisi, Penyebab, Klasifikasi, Dan Dampak Tunadaksa A. Pengertian dan Definisi Anak Tunadaksa Tunadaksa (cacat tubuh) yaitu berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Anak tunadaksa juga dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang, persendian, dan saraf yang disebabkan oleh penyakit, virus, dan kecelakaan. Gangguan itu menyebabkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan pribadi. Cacat tubuh merupakan bagian dari tuna daksa. B. Penyebab ketunadaksaan Penyebab ketunadaksaan dapat dikelompokkan menurut saat terjadinya : a. Sebab-sebab sebelum kelahiran (fase prenatal) b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal) c. Sebab-sebab setealah proses kelahiran (fase postnatal) C. Klasifikasi Anak Tunadaksa Klasifikasi anak tunadaksa ditinjau dari kelainannya, dapat dibedakan : 1. Kelainan pada sistem celebral Merupakan kelainan yang terletak pada sistem saraf pusat, seperti kelumpuhan otak (celebral palsy). Menurut derajat kecacatannya, Celebral Palsy dibedakan menjadi tiga : a. Ringan b. Sedang c. Berat Menurut letak kelainan di otak dan fungsi gerakannya, Celebral Palsy dibedakan atas : a. Spastik, yaitu kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya b. Dyskenisia, meliputi athetosis, penderita melihat gerakan yang tidak terkontrol c. Ataxia, adanya gangguan keseimbangan, koordinasi tangan dan mata tidak berfungsi d. Jenis campuran, seorang anak mempunyai kelainan dua atau lebih dari tiper-tipe di atas. 2. Kelainan pada sistem otot dan rangka Penggolongan anak tunadaksa dalam kelompok kelainan system dan rangka : a. Poliomyelitis Merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio. Kelumpuhan anak polio dibedakan menjadi 3: a. Tipe spinal, kelumpuhan pada otot leher, sekat dada, tangan, dan kaki b. Tipe bulbaris, kelumpuhan fungsi motorik pada saraf tepi , ditandai adanya



gangguan pernapasan c. Tipe bulbospinalis, gabungan antara spinal dan bulbaris d. Encephalitis, disertai dengan demam, kesadaran menurun, kejang. Polio tidak menyebabkan gangguan kecerdasan atau alat-alat indera. Akibat polio : oto menjadi lebih kecil, pemendekan anggota gerak, tulang belakang melengkung ke arah satu sisi, kelaianan telapak kaki, dan dislokasi. b. Muscle Dystrophy, mengakibatkan otot tidak berkembang karena kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris. c. Spina Bifida, kelainan pada tulang belakang ditandai dengan terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutup kembali dalam proses perkembangan. D. Dampak Tunadaksa 1. Dampak Aspek Akademik Tingkat kecerdasan pada anak tunadaksa dengan kelainan otot dan rangka adalah normal Tingkat kecerdasan pada anak tunadaksa dengan kelainan pada sistem celebral, tingkat kecerdasannya berentang dari sangat rendah sampai sangat tinggi. Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi anak Celebral Palsy mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi. 2. Dampak Sosial/Emosional Konsep diri anak tunadaksa yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain menjadikan mereka malas belajar, bemain, dan berperilaku salah. 3. Dampak Fisik/Kesehatan Selain mengalami cacat tubuh anak tunadaksa juga mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara. Kegiatan Belajar 2 Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunadaksa A. Kebutuhan Khusus Anak Tunadaksa Kelainan fisik dan gangguan kesehatan begitu luas, sehingga mereka membutuhkan hal-hal sebagai berikut. 1. Kebutuhan akan keleluasaan gerak dan memosisikan diri 2. Kebutuhan komunikasi 3. Kebutuhan ketrampilan memelihara diri 4. Kebutuhan Psikososial B. Profil Pendidikan Anak Tunadaksa 1. Tujuan Pendidikan Tujuan Pemerintah



pendidikan No.



72



anak



Tahun



tunadaksa



1991



agar



mengacu peserta



didik



Peraturan mampu



mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai



pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengemabngkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.. Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa dalam pendidikan anak tunadaksa perlu dikembangkan tujuh aspek yang diadaptasikan sebagai berikut. a. Pengembangan intelektual dan akademik b. Membantu perkembangan fisik c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak d. Mematangkan aspek sosial e. Meningkatkan ekspresi diri f.



Mempersiapkan masa depan anak



2. Sistem Pendidikan Sesuai



dengan



pengorganisasian



tempat



pendidikan



maka



sistem pendidikan anak tunadaksa dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Pendidikan Integrasi (terpadu) b. Pendidikan segregasi (terpisah) c. Sistem Inklusif 3. Pelaksanaan pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaannya, seperti berikut. a. Perencanaan kegiatan belajar-mengajar b. Prinsip pembelajaran 4. Penataan Lingkungan belajar dan Sarana khusus Beberapa kondisi khusus mengenai gedung sekolah adalah sebagai berikut. a. Macam-macam ruangan khusus b. Jalan masuk menuju sekolah sebaiknya dibaut keras dan rata yang memungkinkan anak tunadaksa yang memakai alat bantu dapat bergerak dengan aman. c. Tangga sebaiknya disediakan jalur lantai yang dibuat miring dan landau d. Lantai bangunan baik didalam dan diluar gedung sebaiknya dibuat dari bahan yang tidak licin e. Pintu-pintu ruangan sebaiknya lebih lebar dari pintu biasa f. Untuk menghubungkan kelas sebaiknya disediakan lorong yang lebar dan ada pegangan ditembok



g. Pada beberapa dinding lorong dapat dipasang cermin besar h. Kamar mandi sebaiknya dekat dengan kelas i. Dipasang WC duduk agar anak tidal perlu berongkok Kegiatan Belajar 3 Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Dampak Ketunalarasan A. Pengertian dan Definisi Anak Tunalaras Istilah tunalaras berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang dan “laras” berarti sesuai. Jadi, anak tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat di dalam masyarakat tempat ia berada. Berbagai definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut, 1. Public Law 94-242 (Undang-undang tentang PLB di Amerika Serikat) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi yaitu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejalagejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang mempengaruhi prestasi belajar : a. Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan atau kesehatan b. Ketidakmampuan



menjalin



hubungan



yang



menyenangkan



teman dan guru c. Bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal d. Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus e. Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah 2. Kauffman (1977) mengemukakan tunalaras adalah anak yang secara kronis mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan. 3. Schmid dan Mercer (1981) mengemukakan tunalaras adalah anak yang



secara



kondisi



dan



terus



menerus



menunjukkan



penyimpangan tingkah laku tinhkat berat yang mempengaruhi proses belajar, tetapi tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf, atau intelegensia. 4. Nelson (1981) mengemukakan, murid dikatakan menyimpang jika : a. Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap



tidak normal menurut usia dan jenis kelaminnya b. Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi c. Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relative lama B. Klasifikasi Anak Tunalaras Pengklasifikasian anak tunalaras diantaranya sebagai berikut : 1. Rosembera dkk. (19292) Anak tunalaras dikelompokkan atas tingkah laku yang berisiko tinggi dan



rendah.



Yang



berisiko



tinggi



yaitu



hiperaktif,



agresif,



pembangkang, delinkuensi dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial. Sedangkan yang berisiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia. Secara umum anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri yaitu kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri dari, kurang dewasa, dan agresif. 2. Quay (1979) dalam Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (1986) a. Anak yang mengalami gangguan perilaku yang kacau (conduct disorder) mengacu pada tipe anak yang melawan kekuasaan b. Anak yang cemas-menarik diri (anxious-whitedraw) adalah anak yang pemalu, takut-takut, suka menyendiri, peka, dan penurut. c. Dimensi ketidakmatangan (immaturity) mengacu kepada anak yang tidak dapat perhatian, lambat, tak berminat sekolah, pemalas, suka melamun, dan pendiam d. Anak agresi sosialisasi (socialized-aggressive) mempunyai ciri atau masalah perilaku bersosialisai dengan “geng” tertentu. C. Penyebab Ketunalarasan Faktor penyebab ketunalarasan dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Faktor Keturunan Yaitu



adanya



garis



keturunan



yang



menderita



depresi



dapat



menambah kemungkinan bagi seseorang mempunyai depresi. Tetapi dapat saja tidak terjadi jika individu tersebut tidak menghadapi peristiwa hidup yang dapat menimbulkan depresi. 2. Faktor Kerusakan Fisik Faktor sebagai pencetus yang menyebabkan gangguan emosional dalam hal ini adalah : kelainan saraf, cidera, problem kimiawi tubuh dan metabolisme, genetika. 3. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan antara lain : hubungan keluarga yang tidak harmonis, tekanan-tekanan masyarakat, pengaruh sekolah seperti interaksi guru dan murid atau antara murid itu sendiri yang tidak baik,



pengaruh komunitas pada anak remaja, dll. 4. Faktor Lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan. D. Dampak Anak Tunalaras 1. Dampak Akademik Akibat penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk, maka dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut : a. Pencapaian hasil belajar di bawah rata-rata b. Sering mendapatkan tindakan discipliner c. Sering tidak naik kelas bahkan keluar sekolah d. Sering membolos sekolah e. Sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu istirahat f. Anggota keluarga sering mendapat panggilan dari petugas kesehatan atau bagian absensi g. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi h. Sering menjalani masa percobaan dari yang berwewenang i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran tanda-tanda lalu lintas j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan 2. Dampak Sosial/Emosional a. Aspek sosial 1) Perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah, dan rumah tangga 2) Ditandai dengan tindakan agresif yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang, tidak dapat bekerja sama 3) Melakukan kejahatan remaja seperti telah melanggar hukum b. Aspek emosional 1) Menimbulkan tekanan batin dan rasa cemas 2) Adanya rasa gelisah, malu, rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitif atau perasa 3. Dampak Fisik/Kesehatan Ditandai dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan. Sering merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya, merasa seolah-olah sakit. Kelainan fisik lain



seperti gagap, buang air tidak terkendali, sering mengompol, dan jorok. Kelas sebaiknya dilengkapi dengan meja dan kursi yang kosntruksinya disesuaikan dengan kondisi kecacatan anak 5. Personel Personel yang dibutuhkan dalam penyeleneggaraan pendidikan anak tunadaksa adalah sebagai berikut. a. Guru yang berlatarbelakang pendidikan luar biasa b. Guru yang memiliki keahlian khusus c. Guru sekolah biasa d. Dokter umum e. Dokter ahli ortopedi f. Neurolog g. Ahli terapi lain 6. Evaluasi Evaluasi belajar dilakukan sesuai dengan berat ringannya kelainan.



Kegiatan Belajar 4 Kebutuhan Khusus Dan Profil Pendidikan Anak Tunalaras A. Kebutuhan Khusus Anak Tuna Laras 1. Kebutuhan penyesuaian lingkungan belajar 2. Kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan fisik, bakat, dan intelektualnya 3. Kebutuhan penguasaan keterampilan khusus 4. Kebutuhan rasa aman 5. Kebutuhan suasana yang tidak menambah rasa rendah diri dan rasa bersalah. B. Profil Pendidikan Anak Tunalaras 1. Tujuan layanan Mengurangi atau menghilangkan kondisi yang tidak menguntungkan, yang menimbulkan atau menambah adanya gangguan perilaku. Kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak tuna laras 1. Lingkungan fisik kurang memenuhi persyaratan 2. Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten 3. Guru yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik



4. Kurikulum tidak sesuai kebutuhan anak 5. Metode dan teknik mengajar yang tidak mengaktifkan anak. Kondisi yang tidak menguntungkan tersebut harus dihindari agar tidak terjadi perkembangan kea rah penyimpangan perilaku dan kegagalan akademiknya. 2. Model / Strategi Pembelajaran a. Model layanan Kauffman (1985) mengemukakan jenis-jenis model pendekatan: 1) Model biogenetic Dengan asumsi bahwa gangguan disebabkan oleh kecacatan genetic atau biokimiawi, sehingga untuk penyembuhan dengan pengobatan, diet, olahraga, operasi 2) Model behavioural (tingkah laku) Dengan asumsi bahwa gangguan emosi merupakan indikasi ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga penanganannya pada lingkungan tempat anak belajar dan tinggal. 3) Model psikodinamika Dengan asumsi perilaku yang menyimpang karena hambatan yang terjadi dalam proses



perkembangan



psikoedukasional,



yaitu



kepribadian.



Penanganannya



menggabungkan



usaha



dengan



membantu



pengajaran anak



dalam



mengekspresikan dan mengendalikan perasaannya. 4) Model ekologis Menganggap kehidupan ini terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Gangguan terjadi karena disfungsi antara anak dan perilakunya sehingga perlu diupayakan interaksi yang baik antara anak dan lingkunganya. b. Teknik Pendekatan Beberapa teknik pendekatan dalam mengatasi masalah perilaku: 1. Perawatan dengan obat 2. Modifikasi perilaku 



Melalui operant conditioning (mengendalikan stimulus yang mengikuti respon). Langkah dalam memodifikasi perilaku :



a) Menjelaskan perilaku yang akan diubah b) Menyediakan bahan yang menuntut anak harus diam c) Mengatakan perilaku yang diterima 



Melalui Task Analysis, dilaksanakan dengan cara menata tujuan dan tugas dengan lengkapdan terperinci sehingga anak dapat melakukannya dalam jangka waktu tertentu dan memberikan pujian jika berhasil.



3. Strategi Psikodinamika Tujuan untuk membantu anak menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan, dan



kekuatannya sendiri. 4. Strategi Ekologi Pendukung teknik, mengasumsikan bahwa dengan diciptakannya lingkungan yang baik, maka perilaku anak akan baik pula. 3. Tempat Layanan a. Tempat khusus (SLB-E) Di sekolah ini kurikulumnya disesuaikan dengan keadaan anak tunalaras. Anak yang diterima biasanya yang mengalami gangguan sedang dan berat. b. Di Sekolah Inklusi Jenis anak tunalaras yang bisa kita jumpai di sekolah umum yaitu hiperaktif, distrakbilitas, dan impulsitas. 1) Hiperaktif (dimensi anak yang bertingkah laku kacau/ conduct disorder) Ciri-ciri anak hiperaktif a) Gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tidak mau diam sepanjang hari, b) Suka mengacau teman-teman sebayanya c) Sulit memperhatikan dengan baik Penyebab hiperaktif :



disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik,



keracunan serbuk timah, minuman keras dan obat terlarang ketika hamil, dll. Teknik penanganan hiperaktif dengan medikasi (obat-obat perangsang saraf), diet (berpantang makanan tertentu), modifikasi tingkah laku, lingkungan yang terstrukur, modelling, biofeedback (memberi informasi kepada anak mengenai kondisi perilaku dan tubunya). 2) Distrakbilitas Merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien. Distrakbilitas dibagi 3 yaitu : a) Short attention span dan frequent attention shifts (ketidakmampuan memusatkan perhatian dalam waktu lama ) b) Underselection attention, tidak mampu membedakan stimulus yang relevan dengan yang tidak relevan c) Overselective attention, terlalu selektif dalam memberi perhatian sehingga hal-hal yang relevan mejadi tertinggal. Cara memberikan layanan kepada anak distrakbilitas : 1) Lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali 2) Modifikasi tingkah laku 3) Impulsivitas Seseorang dikatakan impulsive jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi social maupun tugastugas akademik. Impulsive dapat disebabkan oleh faktor keturunan, cemas, faktor budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan.



Metode mengendalikan impulsive: a) Melatih verbalisasi b) Modifikasi tingkah laku c) Mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak d) Berdiskusi antara guru dan anak e) Wawancara dengan anak 4. Sarana Sarana pendidikan pada dasarnya tidak berbeda dengan sarana pendidikan biasa (sekolah regular). Ditambah ruangan khusus konsultasi pskikologi, ruang BK, ruang pemeriksaan kesehatan, ruangan terapi fisik. 5. Personil Dibutuhkan beberapa tenaga professional :



guru yang berpengalaman dan matang



kepribadiannya, psikolog, konselor, psikiater, neurologi, dan pekerja social. 6. Evaluasi Evaluasi yang berkaitan dengan prestasi belajar dan evaluasi kesehatan mentalnya (diobservsi secara terus menerus).