Tugas Pend ABK 4407 Modul 6 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Niam
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MODUL 6 PENDIDIKAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA



Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus (PDGK 4407) Disusun Oleh: NAMA KELOMPOK/ NIM



: 1. Ainun Ni’am



(857672409 )



2. Dyah Kurniawati



( 857672226 )



3. Shofi Maylina



(857672068 )



4. Uliya Ulfah



(857671492 )



KELAS



:A



KELOMPOK



: 6 (Enam)



PENGAMPU



: Drs. Edy Sumantri, M.Pd



KODE/ NAMA MATA KULIAH



: PDGK4407 / Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ SEMARANG POKJAR KUDUS 2020



Kegiatan Belajar 1



Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara Penceagahan Tunagrahita A. DEFINISI TUNAGRAHITA 1. Peristilahan      Istilah untuk tunagrahita yang sering digunakan antara lain:



Mental Retardation 



Terbelakangan Mental (Amerika Serikat), 



Feebleminded 



Lemah Pikiran digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok tunagrahita ringan.



Mental Deficiency



Kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang menyeranng organ tubuh.



Mentally Handicapped



Intelectual Disable



Development Mental Disability



Cacat Mental



Istilah yang digunakan oleh PBB



hambatan perkembangan mental yang lebih menitik beratkan pada kepemilikan potensi belajar dan pengembangan kehidupan di masyarakat.



Perkembangan istilah tunagrahita sendiri di Indonesia sebagai berikut: a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967. b. Terbelakangan mental, digunakan sejak tahun 1967-1983. c. Tunagrahita, digunakan sejak 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya PP No.72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.



2



2. Pengertian Definisi untuk tunagrahita sendiri dirumuskan oleh Grossmann (1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya. AFMR menjelaskan bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat. Kategori penyandang tunagrahita harus memiliki ketiga ciri-ciri dibawah ini: a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif) c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan Pada tahun 1992, AAMR memperbarui definisi tunagrahita dan lebih menitik beratkan pada kebutuhan bagi anak-anak tunagrahita (perilaku adaptif) ketimbang pada kecacatannya. Kategori perilaku adaptif antara lain: kemampuan komunikasi, kemampuan sosial, kemampuan kerja, serta kemampuan tata laksana pribadi. B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA Klasifikasi yang digunakan AAMR sebagai berikut: 1. Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 ringan) 2. Mederate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55-40 sedang) 3. Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40-25 berat) 4. Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 25 kebawah sangat berat)



Kemudian diperbarui pada tahun 1992 yang menitik beratkan pada kebutuhannya, yaitu: 1. Intermitten needs, tidak selalu membutuhkan bantuan. 2. Limited needs, sering membutuhkan bantuan. 3. Extensive needs, membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius. 4. Pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.



3



Sedangkan, klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 tahun 1991 adalah sebagai berikut: 1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70. 2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50. 3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30. Ada pula pengelompokkan berdasarkan kelainan jasmani/ Tipe Klinis, diantaranya: 1. Down Syndrome (Mongoloid), cirinya memiliki raut muka yang menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal dan suka menjulur ke luar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik. 2. Kretil (Cebol), cirinya badan gemuk dan pendek, kaki-tangan pendek dan bengkok, kulit kering tebal dan keriput, lidah dan bibir tebal, kelopak mata kecil, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat. 3. Hydrocephalus, cirinya kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling. 4. Microcephalus, cirinya ukuran kepala yang kecil. 5. Macrocephalus, cirinya ukuran kepala lebih besar dari orang normal. C. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN 1. Penyebab Ketunagrahitaan Pemahaman penyebab ketunagrahitaan diharapkan adapat berguna dan dapat membantu para pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak tersebut. Menurut Smith (1998) penyebab terjadinya ketunagrahitaan, yaitu: a.



Penyebab Genetik dan Kromosom Biasa dikenal dengan Phenylketonuria, merupakan kerusakan otak yang disebabkan dari gen orang tua yang mengalami kurangnya produksi enzim yang memproses



dan



terjadi



penumpukan



asam phenypyruvic. Down’s



Syndrome disebabkan oleh adanya faktor kromosom ekstra karena adanya kerusakan perpindahan (trysomi). b.



Penyebab pada prakelahiran Terjadi setelah pembuahan/ karena penyakit Rubella (campak Jerman) dan infeksi penyakit Syphilis. Dapat juga karena ibu hamil menggunakan alkohol dan obat-obatan ilegal.



4



c.



Penyebab pada saat kelahiran Kelahiran prematur dikarenakan kekurangan oksigen, trauma kepala karena kelahiran dibantu alat kedokteran.



d.



Penyebab-penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan remaja



e.



Penyakit



radang



selaput



otak



(meningitis)



dan



radang



otak(encephalitis) mengakibatkan kerusakan otak.            Selain cedera otak, faktor gizi yang buruk atau keracunan juga dapat merusak otak. Studi yang dilakuakan oleh Kirk menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang tingkat sosial dan ekonominya rendah karena kurangnya rangsangan intelektual mengakibatkan anak menjadi tunagrahita. 2. Usaha pencegahan ketunagrahitaan Berbagai alternatif upaya pencegahan yanng disarankan, antara lain berikut ini: a.



Penyuluhan genetik



b.



Diagnostik prenatal



c.



Tes darah



d.



Melalui program keluarga berencana



e.



Tindakan operasi



f.



Sanitasi lingkungan



g.



Pemeliharaan kesehatan



h.



Pemeriksaan kesehatan selama hamil



i.



Intervensi dini



j.



Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan



5



Kegiatan Belajar 2



Dampak Ketunagrahitaan A. DAMPAK KETUNAGRAHITAAN SECARA UMUM 1. Dampak Terhadap Kemampuan Akademik Anak Tunagrahita memiliki kapasitas belajar yang terbatas terutama mengenai halhal abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (role learning),  sering melakukan kesalahan yang sama, cenderung menghindari perhatian, cepat lupa dan sukar membuat kreasi baru. 2. Sosial/Emosional Dampak ini berasal dari ketidakmampuannya dalam  menerima dan melaksanakan norma sosial (seperti aturan keluarga, sekolah serta masyarakat) dan pandangan masyarakat yang mengganggap anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu. Dalam pergaulan anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara, dan memimpin diri. Mereka cenderung bergaul dengan anak yang lebih muda darinya. Meraka tidak mampu menyatakan rasa bangga dan kagum. Kepribadiannya kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Namun, sebenarnya mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakukan dan lingkungan yang kondusif. 3. Fisik/Kesehatan Kelainan terjadi pada pusat pengolahan di otak, sehingga anak tunagrahita melihat dan mendengar tetapi tidak memahaminya. Kurangnya kemampuan bina diri, seperti: merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, adaptasi sosial, dan okupasi. Sehingga mereka tidak tampak sehat, tidak segar dan mudah terserang penyakit. B. DAMPAK DITINJAU DARI KETUNAGRAHITAAN 1. Tunagrahita Ringan Dalam belajar, mereka tidak mampu mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak. Mereka dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Guru perlu memberikan perhatian tambahan, misalanya diberikan tambahan belajar, program pelajaran yang dimodifikasi sesuai dengan kemampuannya.



6



2. Tunagrahita Sedang Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan pengawasan. Dalam hal akademik, mereka hanya mampu melakukannya dalam halhal yang sifatnya sosial, seperti menulis nama, alamat, dan nama orang tuanya. 3. Tunagrahita Berat dan Sangat Berat Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus, namun dapat dilatih untuk melakukan sesuatu yang sifatnya sederhana dan berulang-ulang dengan pengawasan. C. DAMPAK DILIHAT DARI WAKTU TERJADINYA KETUNAGRAHITAAN 1. Ketunagrahitaan sejak lahir Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan baik terhadap rangsangan yang diperolehnya. Dampak ketunagrahitaan pada masa ini akan mempengaruhinya dalam bermain, reaksi yang lambat, cepat tetapi tidak tepat. Akibatnya mereka tidak mengeksplorasi lingkungan dengan baik dan tentu saja akan dijauhi oleh temanteman seusianya. 2. Ketunagrahitaan pada masa sekolah Mereka mengalami kesulitan dalam calistung yang menyebabkan prestasi belajarnya berkurang. Anak tunagrahita mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan koordinasi sensorik motorik, perhatiannya mudah beralih. 3. Ketunagrahitaan pada masa puber Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian berada di bawah usianya. Dampaknya mereka mengalami kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri.



7



Kegiatan Belajar 3



Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita A. KEBUTUHAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA 1. Kebutuhan Pendidikan Pendidikan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki individu, yaitu sebagai berikut:  a. Jenis mata pelajaran Penentuan mata pelajaran lebih banyak diarahkan pada pelajaran keterampilan. b. Waktu belajar Kebutuhan waktu untuk  mengulang pelajaran dan mereka membutuhkan kebutuhan contoh-contoh yang kongkret serta alat bantu pembelajaran. c. Kemampuan bina diri Kajian biina diri dibutuhkan agar anak tidak tergantung pada orang lain. Anak tunagrahita harus diajarkan secara rutin dan terencana. 2. Kebutuhan Sosial dan Emosi Kebutuhan



sosialisasi



anak



tunagrahita



mengalami



kesulitan



karena



kelainannya dan respon lingkungan yang kurang memahami keberadaannya. Mereka mengalami kesulitan dalam membersihkan diri, memasuki dunia remaja, mencari kerja, sementara kebutuhan seksual mereka berkembang secara normal. Masalah tersebut akan berkembang menjadi gangguan emosional. Untuk itu diperlukan bantuan para ahli untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. 3. Kebutuhan Fisik dan Kesehatan Bagi tunagrahita sedang dan berat mengalami gangguan keseimbangan dan ketidakmampuan dalam memelihara diri sehingga mereka cenderung mengalami sakit. B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA 1. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita Tujuan pendidikan anak tunagrahita perlu disesuaikan dengan tingkatan kemampuan mereka dan dirumuskan lebih terperinci. Menurut Kirk (1986) tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah: (a) dapat mengembangkan potensi sebaik-baniknya, 8



(b) dapat menolong diri, berdiri sendiri, dan berguna bagi masyarakat, (c) memiliki kehidupan lahir batin yang layak. Sedangkan Suhaeri H.N (1980) menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai tujuan pendidikan anak tunagrahita disesuaikan dengan tingkatannya: a.



Anak tunagrahita ringan 1) dapat mengurus dan membina diri, 2) dapat bergaul di masyarakat, 3) dapat mengerjakan sesuatu untuk bekal kehidupan.



b.



Anak tunagrahita sedang 1) dapat mengurus diri sendiri (makan minum,berpakaian dan membersihakan badan) 2) dapat bergaul dengan anggota keluarga dan masyarakat 3) dapat mengerjakan sesuatu secara rutin dan sederhana.



c.



Anak tunagrahita berat dan sangat berat 1) dapat mengurus diri secara sederhana (memberi tanda atau kata bila ingin sesuatu) 2) dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat 3) dapat bergembira (berlatih mendengarkan nyanyian, menonton TV, menatap mata orang yang berbicara dengannya).



a. Tempat pendidikan Anak tunagrahita ialah di tempat khusus terutama bagi anak tunagrahita yang kelainannya sedang dan berat. Sedangkan tunagrahita ringan dapat ditempatkan di sekolah umum dengan segala variasinya yang disesuaikan dengan keadaan anak tersebut. 1) Sekolah khusus Jenjang pendidikan ialah: TKLB (3 tahun), SDLB (6 tahun), SLTPLB (3 tahun), SMLB (3 tahun). Jumlah mujrid tiap kelas 5 -12 siswa. Pengelompokkan siswa saat KBM berdasarkan usia kronologis dan mentalnya dengan model Individualized Education Program (IEP) yaitu program berdasarkan kebutuhan individu. Kenaikan kelas diadakan setiap saat karena kemajuan tiap anak berbeda. Anak mempelajari bahan  kelas berrikutnya sementara ia tetap berada di kelasnya semula. 2) Kelas jauh 9



Administrasi dikerjakan di sekolah induknya, sedangkan KBM dikerjakan guru di kelas jauh. 3) Guru kunjung Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan kebutuhan anak. 4) Lembaga perawatan (institusi khusus) Layanan pendidikan dan perawatan bagi anak yang tergolong berat dan sangat berat ketunagrahitaannya karena terkadang anak menderita penyakit lain. b. Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu) Sistem terpadu bervariasi memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita belajar, bermain, atau bekerja sama dengan anak normal. Tempat pendidikan sistem integrasi yang diadaptasi dari Moh. Amin (1995) diantaranya: a) Di kelas biasa tanpa kekhususan, hanya memerlukan waktu belajar yang lebih lama dan perhatian khusus dari guru kelas. b) Di kelas biasa dengan  guru konsultan, sesekali guru konsultan berkunjung untuk membantu guru kelas dalam cara menangani, merancang bahan pelajaran, dan metode yang sesuai kebutuhan anak tunagrahita. c) Di kelas biasa dengan guru kunjung, berkunjung apabila guru kelas mengalami kesulitan dan memberi saran kepada guru kelas. d) Di kelas biasa dengan ruang sumber, Ruangan khusus yang dimenyediakan berbagai fasilitas untuk mengatasi kesulitan belajar anak tunagrahita. e) Di kelas khusus sebagian waktu, bila di kelas biasa mengalami kesulitan maka anak tunagrahita belajar di kelas khusus dengan guru pendidikanluar biasa. f) Kelas khusus, belajar di kelas khusus namun untuk kegiatan umum seperti upacara, olahraga, dan penggunaan kantin bersam dengan anak normal lainnya. c. Di sekolah biasa dengan sistem inklusif Pada sistem inklusi, anak tunagrahita berada di sekolah bersama anak biasa selama mengikuti pendidikan dan memndapat program yang sesuai dengan kemampuannya. 10



2.      Ciri Khas Pelayanan a. Ciri-ciri khusus 1) Bahasa yang digunakan sederhana, jelas, dan menggunakan kata yang sering didengar. 2) Penempatan anak tunagrahita di depan kelas dan berdekatan dengan anak yang mempunyai sikap keakraban tinggi. 3) Ketersediaan program khusus bagi tunagrahita yang mengalami kesulitan b. Prinsip khusus 1) Prinsip skala perkembangan mental, pemahaman guru mengenai usia kecerdasan tunagrahita. 2) Prinsip kecepatan motorik, mempelajari sesuatu dengan melakukannya. 3) Prinsip keperagaan, alat peraga yang digunakan tidak abstrak dan menonjolkan pokok materi yang diajarkan.Contoh: tulisan bebek harus tebal sementara gambar bebek tipis, karena gambar hanya membantu pengertian anak. 4) Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa untuk itu dibutuhkan pengulangan materi disertai contoh yang bervariasi. 5) Prinsip individualisasi, menekankan pada perhatian individu dengan kedalaman materi yang berbeda dengan anak normal. 3.      Materi Lebih mengutamakan materi yang mengandung kecepatan motorik / unsur praktik. 4.      Strategi Pembelajaran Dalam



menentukan



strategi



pembelajaran,



harus



memperhatikan



tujuan



pembelajaran, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Beberapa strategi yang cocok untuk anak tunagrahita, diantaranya: a.       Strategi pengajaran yang diindividualisasikan Materi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini: 1) Pengelompokan murid disesuaikan dengan minat dan kemampuan belajar yang memungkinkan dapat berinteraksi dan bekerja sama. 11



2) Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka ragam. 3) Mengadakan pusat belajar (learning center), dilakuakn di sudut-sudut ruang kelas dengan pelajaran yang berbeda dan disediakan bahan yang dapat dipilih dan bernuansa aplikasi. b.     



Strategi kooperatif Efektif diterapkan pada kelompok murid yang heterogen, Karena semangat kerjanya adalah yang lebih pandai membantu yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana keakraban. Jonshon D.W (1984) menyatakan bahwa guru harus mampu merancang bahan pelajaran dan peran tiap anak yang adapat menunjang terciptanya ketergantuang positif antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.



c.        Strategi modifikasi tingkah laku Tujuannya mengubah, menghilangkan, atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik. Guru harus terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan dan ditambahkan teknik reinforcement. (hadiah penguatan) 5.     Media Diperlukan media khusus seperti: media untuk latihan motorik, latihan keseimbangan, dan latihan konsentrasi dengan ketentuan: (1) bahan tidak berbahaya, (2) warna tidak mencolok, (3) ukuran harus sesuai. 6.     Sarana Sarana sama dengan anak normal, hanya ukuran, bentuk, dan warna perlu dimodufikasi sesuai keadaan anak tunagrahita. 7.     Fasilitas Pendukung Fasilitas pendukung seperti: alat terapi wicara, alat permaianan, miniatur yang berkaitan dengan pelajaran. 8.      Evaluasi Evaluasi sama dengan anak biasa, dengan ketentuan khusus, diantaranya: a. Waktu mengadakan evaluasi: dilakukan selama proses belajar. Dilihat juga bagaimana reaksi anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak. b. Alat evaluasi: alat yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita sama dengan anak normal, hanya berbeda pada urutan dan penggunaan. c. Kriteria keberhasilan : keberhasilan belajar dibandingkan dengan kemajuan anak itu sendiri dari waktu ke waktu. 12



d. Pencatatan hasil evaluasi: berbentuk kuantitatif dan kualitatif.



13