Modul Ajar 2 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • iin
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



MODUL AJAR SEJARAH INDONESIA A. Informasi Umum Nama penyusun : Lilik Suharmaji Asal Instansi : SMA Negeri 8 Yogyakarta Tahun Penyusunan : 2021 Jenjang sekolah : SMA Kelas : XI (Sebelas) Kata Kunci : Pergerakan kebangsaan Indonesia Kode Perangkat : Sej. F. LIS. 11.2 Jumlah Peserta : 36 Moda : Tatap Muka Alokasi waktu : 2 JP x 7 pertemuan ( 630 menit) B. Tujuan Pembelajaran Capaian Pembelajaran -



-



Fase F, peserta didik di Kelas XI dan XII mampu mengembangkan konsep konsep dasar sejarah untuk mengkaji peristiwa sejarah dalam dimensi manusia, ruang, dan waktu. Melalui literasi, diskusi, dan penyelidikan (penelitian) berbasis proyek kolaboratif peserta didik mampu menjelaskan berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia dan dunia meliputi Kolonialisme dan Perlawanan Bangsa Indonesia, Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Pendudukan Jepang di Indonesia, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan, Pemerintahan Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, Peserta didik di Kelas XI mampu menggunakan sumber primer dan sekunder untuk melakukan penelitian sejarah nasional dan sejarah lokal secara diakronis atau sinkronis kemudian mengomunikasikannya dalam bentuk lisan, tulisan, dan/atau media lain. Selain itu mereka juga mampu menggunakan keterampilan sejarah untuk menganalisis dan mengevaluasi peristiwa sejarah



Alur Tujuan Pembelajaran 11.2. Menjelaskan pergerakan kebangsaan Indonesia - 11.2. 1 Membandingkan organisasi perjuangan nasional sebelum tahun 1908 dan sesudah 1908 - 11.2.2 Menganalisis faktor internal (dalam negeri) dan eksternal (luar negeri) tumbuhnya organisasi pergerakan nasional - 11.2.3 Menjelaskan pergerakan nasional dalam periode moderat/ kooperatif - 11.2.4 Menjelaskan pergerakan nasional dalam periode politik - 11.2.5 Menjelaskan pergerakan nasional dalam periode radikal. - 11.2.6 Menganalisis perbedaan respon pemerintah kolonial Belanda terhadap organisasi pergerakan nasional bertipe moderat dan radikal - 11.2.7 Membandingkan dampak dan keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah) yang ditempuh oleh organisasi pergerakan nasional



2



Dengan mempelajari sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia peserta didik diharapkan dapat: C. Profil Pelajar Pancasila 1. Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia Selalu terhadap Tuhanyang Yang Maha Esa atas segala karunia yang diberikan D. bersyukur Profil Pelajar Pancasila kepada bangsa Indonesia dengan munculnya kaum terpelajar mulai timbul kesadaran pergerakan kebangsaan untuk menuju Indonesia merdeka. 2. Berkebhinekaan Global Mengambil pelajaran dari para pejuang pergerakan nasional bahwa dalam membangun organisasi pergerakan tidak bersifat kadaerahan tetapi bersifat nasional dan internasional dengan mengenyampingkan suku, agama, budaya, bahasa dan lain sebagainya. 3. Mandiri - Mengerjakan tugas-tugas belajar yang diberikan guru secara mandiri - Meneladani sikap mandiri para pejuang pergerakan nasional untuk melepaskan diri dari kolonialisme menjadi negara yang merdeka. 4. Integritas - Menumbuhkan nilai kejujuran kepada para siswa dalam mengerjakan evaluasi dan tugas-tugas belajarnya. - Meneladani para pejuang pergerakan nasional yang sabar, pantang menyerah, rela berkorban untuk kemerdekaan tanah air. 5. Kritis - Dapat memetik pelajaran nilai-nilai (value) bahwa perjuangan yang dilakukan sendiri-sendiri antar daerah akan menemui kesulitan jika tidak adanya kerjasama dan persatuan antar daerah. 6. Kreatif - Kreatif dalam memilih sumber belajar sebagai bahan diskusi kelompok sehingga menghasilkan materi hasil diskusi dapat dipertanggungjawabkan. 7. Gotong royong - Berkolaborasi dalam diskusi kelompok dengan saling menghargai pendapat orang lain dan tidak memaksakan pendapatnya diterima oleh orang lain. - Mengambil hikmah bahwa keberhasilan untuk mencapai tujuan dilandasi semangat kerjasama (kolaborasi).



3



D. Sarana Prasarana 1. Jaringan internet yang memadai 2. Komputer/laptop 3. Perpustakaan, buku-buku sejarah sebagai referensi 4. Peta kekuasaan Majapahit di masa Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada yang luas hingga ke luar negeri yang menginspirasi faktor internal (dalam negeri) tumbuhnya organisasi pergerakan E. Target peserta Didik



Perangkat ajar ini dapat digunakan untuk speserta didik reguler



F. Jumlah siswa 36 peserta didik/kelas G. Ketersediaan materi: 1. Materi pengayaan 2. Materi remedial H. Model Pembelajaran: PJJ daring dan luring I. Materi ajar, alat dan bahan 1. Materi: Pergerakan Kebangsaan Indonesia A. Organisasi Perjuanagn Pergerakan Nasional Sebelum dan Sedudah 1908 Perjuangan bangsa menuju Indonesia merdeka memang sudah ada jauh sebelum adanya politik etis yang dituntut Van Deventer untuk memberi kesempatan kepada pribumi agar mengenyam pendidikan. Namun, karena perjuangan mereka masih sebatas pada kepentingan kedaerahan atau karena harga diri serta martabat yang terabaikan karena monopoli perdagangan, maka kolonial Belanda mudah mematahkan perjuangan mereka. Perjuangan Imam Bonjol dan Diponegoro yang secara tidak sengaja terjadi bersamaan ternyata sangat merepotkan kolonial Belanda. Baru setelah kolonial Belanda menghadapi mereka satu demi satu, akhirnya perjuangan mereka dapat dihentikan. Untuk lebih memahami karakter perjuangan sebelum dan sesudah tahun 1908, perhatikan paparan berikut ini. 1. Sebelum Tahun 1908 dipimpin raja atau bangsawan dan tokoh agama, sedangkan setelah 1908 dipimpin dan digerakkan kaum terpelajar.



4



2. Sebelum Tahun 1908 bersifat kedaerahan (lokal), sedangkan setelah 1908 bersifat nasional dan sudah ada interaksi antardaerah. 3. Sebelum Tahun 1908 bersifat fisik atau perjuangan dengan mengangkat senjata, sedangkan setelah 1908 perjuangan menggunakan jalur organisasi. 4. Sebelum Tahun 1908 terfokus pada pemimpin yang berkarisma, sedangkan setelah 1908 memiliki organisasi dengan adanya kaderisasi. 5. Sebelum Tahun 1908 bersifat reaktif dan spontan, sedangkan setelah 1908 memiliki visi secara jelas, yakni Indonesia Merdeka. Berikut penjelasan dari perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme setelah tahun 1908. 1. Dipimpin dan Digerakkan KaumTerpelajar Setelah tahun 1908, walaupun di antara mereka berlatar belakang bangsawan yang sehari-harinya bergelut dengan sistem feodalisme, tetapi mereka adalah orang-orang terpelajar. Munculnya kaum terpelajar pada saat itu tidak terlepas dari politik etis yang membuka keran bagi kaum pribumi (inlander) untuk dapat mengenyam pendidikan. Walaupun sebatas pada kaum bangsawan dan bukan untuk rakyat jelata, tetapi sudah cukup untuk mengantar para tokoh untuk berpikir bagaimana cara mencapai Indonesia merdeka. Awalnya, pendidikan dalam politik etis dibuka dengan tujuan menciptakan tenaga administrasi terdididik dengan gaji yang murah. Namun, dengan adanya sekolah-sekolah milik Belanda seperti HIS, ELS, MULO, dan HBS yang dinikmati tidak lebih 10 persen orang Indonesia, ternyata dapat melahirkan golongan cendekiawan seperti Supomo, Suwardi Suryaningrat, Sukarno, Moh. Hatta, dan Sutan Syahrir. Kaum cendekia ini ada yang berjuang secara kooperatif seperti Sukarno dan ada yang berjuang nonkooperatif seperti Sutan Syahrir. 2. Bersifat Nasional dan Sudah Ada Interaksi Antardaerah Setelah tahun 1908, kolonial Belanda mencanangkan penjajahannya di Indonesia dalam satu komando yang memantau dari berbagai daerah dengan nama Pax Netherlandica. Sistem Pax Netherlandica merupakan sistem politik pembulatan negeri oleh kolonial Belanda dengan tujuan agar negara asing seperti Inggris, Spanyol, dan Portugis tidak lagi menduduki wilayah Indonesia. Salah satu upayanya adalah mengirim pasukan militer ke daerah yang belum dikuasai di Nusantara. Keberhasilan sistem politik Pax Netherlandica berdampak pada penyatuan rakyat Indonesia dalam perasaan senasib sepenanggungan, yaitu sama-sama dijajah Belanda. Penderitaan yang dialami satu daerah tidak lagi dianggap sebagai penderitaan daerah itu semata, melainkan penderitaan seluruh rakyat Hindia Timur (Indonesia). Hal inilah yang memicu persatuan yang pada akhirnya melahirkan kesadaran sebagai suatu bangsa atau kesadaran nasional. Kesadaran berbangsa ini tidak terlepas dari peran kaum terpelajar dan terdidik. Mereka bertemu satu sama lain antardaerah di dalam negeri maupun di luar negeri saat mengenyam pendidikan. Di tempat pendidikan, pelajar-pelajar tersebut bertemu untuk membahas nasib dan masa depan Indonesia. Contohnya mahasiswa STOVIA (kedokteran) yang bertemu satu



5



sama lain antardaerah yang kemudian melahirkan organisasi Budi Utomo untuk Indonesia merdeka. 3. Perjuangan Menggunakan Jalur Organisasi Meskipun perjuangan dengan senjata dilakukan secara sporadis, tetapi pada dasarnya setelah tahun 1908, perjuangan sudah menggunakan jalur organisasi. Banyak cara dalam berjuang secara organisatoris, misalnya diplomasi, kampanye lewat media radio dan 90 surat kabar, pidato di lapangan terbuka (rapat akbar), dan ada yang menolak bekerja sama dengan kolonial Belanda. Perjuangan dengan cara organisasi dikarenakan bangsa kita sudah mulai sadar bahwa jika berjuang dengan senjata tidak mungkin menandingi kecanggihan senjata yang dimiliki penjajah. Terbukti, keberhasilan kita mempertahankan kemerdekaan adalah karena tokoh-tokoh pejuang Indonesia menyeimbangkan antara perjuangan secara militer dan perjuangan melalui diplomasi. 4. Memiliki Organisasi dengan Adanya Kaderisasi Sebelum tahun 1908, perjuangan pada umumnya tergantung pada munculnya satu atau beberapa tokoh sehingga jika tokoh tersebut gugur atau ditangkap, dengan mudah kolonial memadamkan api perjuangan. Setelah tahun 1908, perlawanan tergantung pada organisasi-organisasi pergerakan dengan kaderisasi yang sudah rapi. Dengan demikian, jika pionir wafat, maka perjuangan tetap terjaga keberlangsungannya. Contohnya dengan wafatnya Jenderal Sudirman pada usia 34 tahun, perjuangan diteruskan oleh penggantinya, yakni jenderal Gatot Subroto. 5. Memiliki Visi Secara Jelas, yakni Indonesia Merdeka Sebelum tahun 1908, perjuangan raja-raja lokal dilatarbelakangi oleh monopoli perdagangan atau penguasaan daerah yang dianggap melecehkan martabat dan harga diri penguasa daerah. Setelah tahun 1908, munculnya organisasi-oganisasi pergerakan dilatarbelakangi satu misi dan visi yang jelas, yakni Indonesia menuju kemerdekaan. Walaupun organisasi-organisasi kepemudaan tersebut bersifat sosial budaya, tetapi lambat laun berubah menjadi organisasi politik dengan tujuan mengusir penjajah dari bumi Indonesia. B. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Organisasi Pergerakan Ada beberapa faktor yang memicu gerakan nasionalisme di Indonesia, baik bersifat internal (dari dalam negeri) maupun bersifat eksternal (dari luar negeri). Untuk lebih jelasnya, ikutilah paparan berikut ini. 1. Faktor Internal (dari Dalam Negeri) a. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik yang Parah Akibat Penjajahan. Penindasan, kekejaman, eksploitasi, dan ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial telah menyebabkan kebencian dan ketidaksukaan yang akhirnya memicu perlawanan terhadap penjajah. b. Munculnya Kaum Terpelajar Kebijakan politik etis atau politik balas budi yang digagas oleh Van Deventer pada awalnya mempunyai prinsip dasar bahwa pemerintah kolonial memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki taraf hidup rakyat pribumi. Walaupun pada kenyataannya oleh penjajah niat dasar moral itu diselewengkan dengan tujuan



6



mendidik para pribumi agar penjajah memperoleh tenaga administratif yang cerdas dan bergaji murah, ternyata dengan adanya pendidikan itu muncul para pelajar yang terdidik dengan wawasan lebih luas. Setelah mempelajari berbagai perjuangan kemerdekaan bangsa lain, maka tumbuh kesadaran dalam diri mereka bahwa setiap bangsa adalah sederajat dan berhak merdeka, lepas dari belenggu penjajahan bangsa lain. c. Motivasi Kejayaan Bangsa pada Masa Lampau Tumbuh kesadaran dari para aktivis pergerakan bahwa bangsa ini pernah menjadi bangsa yang besar, yakni ketika kejayaan Sriwijaya (Palembang) dan Majapahit (Jawa Timur) yang dapat mempersatukan berbagai wilayah, bahkan kekuasaannya melebihi Nusantara, yakni dari Selat Malaka sampai Tanah Genting Kra di Thailand. Kejayaan ini dapat memotivasi bahwa bangsa ini mempunyai potensi menjadi bangsa yang mandiri dan besar seperti halnya Sriwijaya dan Majapahit. 2. Faktor Eksternal (dari Luar Negeri) a. Keberhasilan Pergerakan Nasional di Negara-negara Lain. Keberhasilan pergerakan di Asia dan Afrika seperti Cina, India, Filipina, Turki, dan Mesir membangkitkan semangat para kaum terdidik untuk berjuang sehingga dapat menikmati keberhasilan yang sama dengan mereka. b. Kemenangan Jepang Terhadap Rusia. Perang tahun 1905 menyadarkan bahwa bangsa Barat (ras Kaukasoid) bukanlah bangsa yang superior segala-galanya terhadap bangsa Timur (ras Mongoloid) karena ternyata bangsa Asia dapat mengalahkan bangsa Eropa. c. Masuk dan Berkembangnya Paham Baru di Eropa dan Amerika. Paham seperti liberalisme (kebebasan, kesetaraan derajat manusia, dan supremasi hukum) yang dibawa T.S. Raffles, kebebasan-kesetaraan yang dikampanyekan Napoleon Bonaparte, dan paham nasionalisme yang terus menggema ke seluruh dunia menumbuhkan kesadaran bahwa setiap bangsa berhak untuk merdeka. C. Periode Moderat/ Kooperatif Periode moderat/kooperatif merupakan periode awal kebangkitan nasional, ketika gerakan nasionalisme di Indonesia diwarnai dengan perjuangan untuk memperbaiki kondisi sosial dan budayanya. Sifat gerakan organisasi yang lahir pada periode ini adalah moderat dan kooperatif dengan pemerintah kolonial Belanda. Organisasi yang lahir pada periode ini antara lain sebagai berikut. 1. Budi Utomo Budi Utomo adalah organisasi pergerakan nasional yang pertama kali didirikan pada 20 Mei 1998 di Jakarta. Kemunculan organisasi ini tidak lepas dari pengaruh penerapan politik etis dari pihak Belanda. Organisasi ini dirintis oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi Budi Utomo didirikan dengan tujuan untuk menggalang dana demi membantu anak-anak bumiputra yang kekurangan dana. Ide tersebut kemudian dikembangkan oleh Sutomo, seorang mahasiswa STOVIA yang kemudian dipilih menjadi ketua organisasi tersebut. Sebagian besar pendiri Budi



7



Utomo adalah pelajar STOVIA, seperti Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo, dan R.T. Ario Tirtokusumo. Para tokoh pendiri Budi Utomo berpendapat bahwa untuk mendapatkan kemajuan, pendidikan dan pengajaran harus menjadi perhatian utama. Organisasi ini memiliki corak sebagai organisasi modern, yaitu memiliki pimpinan, ideologi, dan keanggotaan yang jelas. Organisasi Budi Utomo bersifat kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda, moderat, serta tidak membedakan agama, keturunan, dan jenis kelamin. Pada 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongres pertama di Yogyakarta. Dalam kongres itu, dibahas dua prinsip perjuangan, yaitu golongan muda yang menginginkan perjuangan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan golongan tua yang mempertahankan cara lama, yaitu perjuangan sosiokultural. Selanjutnya, kongres Budi Utomo tahun 1931 di Jakarta memutuskan bahwa Budi Utomo terbuka bagi seluruh bangsa Indonesia. Pada kongres tahun 1932 di Solo, diputuskan secara tegas bahwa tujuan Budi Utomo adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk tujuan inilah pada tahun 1935 Budi Utomo rela meleburkan dirinya dengan mengadakan fusi dan membentuk suatu wadah baru yang lebih besar, yaitu Partai Indonesia Raya (Parindra). 2. Sarekat Islam (SI) Organisasi lain yang berdiri pada periode moderat/kooperatif adalah Sarekat Islam (Syarikat Islam). Organisasi ini merupakan pengembangan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan tahun 1909 di Jakarta oleh R.M. Tirtodisuryo. Tujuan utama SDI adalah untuk membela kepentingan pedagang Indonesia dari ancaman persaingan dengan pedagang Cina. Namun, karena sering terjadi perkelahian dan kerusuhan yang dilakukan pedagang Cina dan SDI, maka pemerintah melarang SDI. Atas anjuran H.O.S. Cokroaminoto, pada 10 September 1912, SDI diubah menjadi Sarekat Islam. Dasar organisasi Sarekat Islam adalah persatuan bangsa dengan Islam sebagai tali atau simbol persatuan. Tujun dari organisasi ini adalah kemajuan perdagangan, kemajuan hidup kerohanian, dan menggalang persatuan di antara umat Islam. Sarekat Islam merupakan partai yang diorganisasi oleh pengusaha kecil Indonesia. Tokoh-tokoh Sarekat Islam yang terkenal adalah H.O.S. Cokroaminoto, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Untuk mendekati atau menarik rakyat, agama Islam-lah yang dijadikan daya tariknya. Jadi, untuk bisa menjadikan Sarekat Islam suatu organisasi yang kuat, ia harus bersifat massal. Hingga tahun 1916, Sarekat Islam telah memiliki 80 cabang Sarekat Islam lokal di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota 800.000 orang. Pada tahun 1913, Sarekat Islam menyelenggarakan kongres pertama di Surabaya. Kongres itu menetapkan keputusan sebagai berikut. a. Sarekat Islam bukan partai politik. b. Sarekat Islam tidak melawan Pemerintah Hindia Belanda. c. Haji Oemar Said Cokroaminoto dipilih menjadi ketua Sarekat Islam. d. Kota Surabaya ditetapkan menjadi pusat kegiatan Sarekat Islam. 3. Muhammadiyah



8



Organisasi yang lahir pada periode moderat/kooperatif adalah Muhammadiyah. Keberadaan organisasi Budi Utomo telah memberikan inspirasi kepada K.H. Ahmad Dahlan untuk mendirikan sebuah organisasi yang bersifat modern. Ia pun mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912 yang bercirikan organisasi sosial, pendidikan, dan keagamaan. Salah satu tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah untuk memurnikan ajaran Islam, yaitu seharusnya Islam bersumber pada Alquran dan Al-Hadis, tindakannya adalah amar makruf nahimunkar, atau mengajak hal yang baik dan mencegah hal yang buruk. Pembaruan model Wahabiyah di Arab pun dimulai, antara lain dengan manajemen organisasi modern, pendirian lembaga pendidikan, dan dakwah melalui media atau surat kabar. Sistem pendidikan dibangun dengan cara sendiri, menggabungkan cara tradisional dengan cara modern. Model sekolah Barat ditambah pelajaran agama yang dilakukan di dalam kelas. Dalam bidang kemasyarakatan, organisasi ini mendirikan rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu yang dikelola oleh lembaga-lembaga. Usaha di bidang sosial itu ditandai dengan berdirinya Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) pada tahun 1923. Itulah bentuk kepedulian sosial dan tolong-menolong sesama muslim. Selanjutnya, organisasi wanita juga dibentuk dengan nama ‘Aisyiyah di Yogyakarta sebagai bagian dari organisasi wanita Muhammadiyah. Nama tersebut terinspirasi dari nama ‘Aisyah, istri Nabi Muhammad yang dikenal taat beragama, cerdas, dan rajin bekerja untuk mendukung eko nomi rumah tangga. Diharapkan profil ‘Aisyah juga menjadi profil warga ‘Aisyiyah. Aisyiyah yang masih eksis sampai sekarang didirikan sebagai pembantu peran kaum perempuan, terutama bidang keagamaan. Ketika ‘Aisyiyah berdiri, perempuan tidak mendapatkan akses pendidikan dan kemasyarakatan karena dianggap tidak perlu mengenyam pendidikan, apalagi mempunyai peran kemasyarakatan. Aisyiyah berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki sama sama mempunyai kewajiban untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, termasuk melalui bidang pendidikan. 4. Taman Siswa Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Awalnya, Taman Siswa memiliki nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Institut Pendidikan Nasional Taman Siswa). Saat itu, Taman Siswa hanya memiliki 20 murid kelas Taman Indria. Kemudian, Taman Siswa berkembang pesat dengan memiliki 52 cabang dengan murid kurang lebih 65.000 siswa. Azas Taman Siswa adalah “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Artinya, “guru jika di depan harus memberi contoh atau teladan, di tengah harus bisa menjalin kerja sama, dan di belakang harus memberi motivasi atau dorongan kepada para siswanya”. Hingga saat ini, azas ini masih relevan dan penting dalam dunia pendidikan. Taman Siswa mendobrak sistem pendidikan Barat dan pondok pesantren dengan mengajukan sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional yang ditawarkan adalah pendidikan bercirikan kebudayaan asli Indonesia.



9



5.



Taman Siswa mengalami banyak kendala dari pihak-pihak yang tidak mendukung. Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan berbagai aturan untuk membatasi pergerakan Taman Siswa, seperti dikenai pajak rumah tangga dan Undangundang Ordonansi Sekolah Liar Tahun 1932, yakni larangan mengajar bagi guru-guru yang terlibat partai politik. Meski demikian, Taman Siswa mampu memberikan kontribusi yang luar biasa bagi masyarakat luas dengan pendidikan. Taman Siswa juga mampu menyediakan pendidikan untuk rakyat yang tidak mampu disediakan oleh pemerintah kolonial. Saat ini, sekolah Taman Siswa masih berdiri dan tetap berperan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Partai Indonesia Raya (Parindra) Partai Indonesia Raya didirikan oleh dr. Sutomo di Solo pada Desember 1935. Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi, yaitu Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang hakikatnya mencapai Indonesia merdeka. Di Jawa, anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain, masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo, dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas. Dalam mewujudkan tujuannya, Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah. Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, Van Starkenborg, Salam Historia Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Sebelum meninggal, Ki Hajar Dewantara berpesan kepada ahli warisnya agar tidak menggunakan nama jalan dengan menggunakan namanya karena dapat mengkultuskan individukan dirinya. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah sampai sekarang tidak menggunakan nama jalan “Ki Hajar Dewantara”. Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah menggunakan nama “Taman Siswa” sebagai nama jalan. yang menggantikan De Jonge pada tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan De Jonge menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada Mei 1941 (menjelang Perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang. Ketika dr. Soetomo meninggal pada Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin, seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, M.H. Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad.



10



6.



Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Sukarno. Maka, pada 9 Februari 1941, rumah M.H. Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria. Selang dua hari kemudian, M.H. Thamrin mengembuskan napas yang terakhir. Dengan demikian, Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerja sama dengan pemerintahan Hindia Belanda pada awal berdirinya, akan tetapi dicurigai pada akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi payung dari partaipartai dan organisasi-organisasi politik yang berdiri pada 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian organisasi nasional di Jakarta. Walaupun tergabung dalam GAPI, masing masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap program kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan antara partai-partai, GAPI bertindak sebagai penengah. Pertama kali, 117 pimpinan dipegang oleh Mohammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono. Inisiatif datang dari Thamrin, tokoh Perindra, untuk membentuk suatu badan konsentrasi nasional. Karena melihat gelagat internasional yang semakin genting serta memungkinkan keterlibatan langsung Indonesia dalam perang, maka pembentukan badan ini terasa sangat mendesak, antara lain untuk memupuk rasa saling menghargai serta kerja sama untuk membela kepentingan rakyat. Adapun alasan yang tidak kalah penting adalah situasi internasional pada saat itu. Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif M.H. Thamrin (Parindra) mengadakan rapat pada 19 Maret 1939 untuk mendirikan badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Kepengurusan federasi dijalankan oleh suatu sekretariat tetap yang terdiri atas sekretaris umum, sekretaris pembantu, dan bendahara. Jabatan-jabatan ini untuk pertama kali diduduki oleh M.H. Thamrin dari Parindra sebagai bendahara, Abikusno Tjokrosuyoso dari PSII sebagai sekretaris umum, dan Amir Sjarifudin dari Gerindo sebagai sekretaris pembantu. Anggota GAPI terdiri atas Parindra (Partai Indonesia Raya), Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), PH (Partai Islam Indonesia), PPKI (Persatuan Partai Katolik Indonesia), PSII (Persatuan Sarekat Islam Indonesia), Persatuan Minahasa, dan Pasundan. Dasar dasar federasi meliputi hak menentukan nasib sendiri, persatuan Indonesia, demokrasi dalam usaha-usaha politik, ekonomi, sosial, serta kesatuan aksi. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengadakan kerja sama dan mempersatukan semua partai politik Indonesia dan mengadakan kongres-kongres rakyat Indonesia. Sesuai dengan anggaran dasarnya, tujuan GAPI adalah 1) menghimpun organisasiorganisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja bersama-sama, 2) menyelenggarakan kongres Indonesia. Pada bagian lain anggaran dasarnya, disebutkan bahwa Gabungan Politik Indonesia berdasarkan kepada beberapa hal berikut, 1) hak



11



118 untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri, 2) persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan dalam paham politik, serta 3) persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia. Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan begitu saja. Bagaimanapun, hal ini akan memengaruhi bahkan menghambat pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdirinya Golongan Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara anggota-anggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan. Terdapatnya anggota anggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan, dan Gerindo yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan Moh. Yamin. Sementara itu, perpecahan kaum pergerakan tidak menjadi penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksiaksinya. Pada rapat tanggal 4 Juli 1939, GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Pembentukan kongres ini merupakan pelaksanaan program GAPI. Pada 1 September 1939, Hitler menyerbu Polandia dan mulai berkobarlah Perang Dunia II di Eropa. GAPI menekan Belanda supaya memberikan otonomi sehingga dapat dibentuk aksi bersama Belanda-Indonesia dalam melawan fasisme. Tentu saja Belanda tidak bereaksi. Di samping itu, GAPI melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini, diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II. Bertalian dengan hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI yang dilangsungkan pada 19-20 September 1939 yang antara lain sebagai berikut. a. Perlunya dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat. Pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu. b. Jika keputusan di atas dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk mendukung Belanda. c. Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI. Berparlemen merupakan program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada semua partai, baik anggota GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia. Tuntutan GAPI, yakni Indonesia Berparlemen, ternyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia akan dibicarakan setelah selesai perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman sejak Mei 1940 tentu merupakan salah satu alasan bagi pemerintah Belanda. Ketika pemerintah Nederland menjadi Exile Government di London, ini berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia dengan Belanda. Pada Agustus 1940, mosi-mosi (Thamrin, Soetardjo, dan Wiwoho) mendapat tanggapan yang umumnya negatif dari pemerintah sehingga ditarik kembali oleh para sponsornya. Pada bulan yang sama, GAPI memulai upaya yang terakhir ketika organisasi tersebut mengusulkan pembentukan suatu uni Belanda Indonesia yang berdasarkan atas kedudukan yang sama bagi kedua belah pihak dengan Volksraad



12



akan berubah menjadi badan legislatif yang bersifat bikameral atas dasar sistem pemilihan yang adil. Akan tetapi, desakan yang terus-menerus dari GAPI, Indonesia Berparlemen telah memaksa Belanda membentuk suatu panitia Commisie tot bestudering van staattrechtelijke hervormingen (Panitia untuk mempelajari perubahanperubahan tata negara). Panitia yang biasa disebut Commisie Visman karena nama ketuanya Visman ini dibentuk pada November 1940 dan laporannya ke luar tahun 1942. Partai Indonesia Raya (Parindra) Partai Indonesia Raya didirikan oleh dr. Sutomo di Solo pada Desember 1935. Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi, yaitu Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang hakikatnya mencapai Indonesia merdeka. Di Jawa, anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain, masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo, dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas. Dalam mewujudkan tujuannya, Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakanpercetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah. Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, Van Starkenborg, Salam Historia Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Sebelum meninggal, Ki Hajar Dewantara berpesan kepada ahli warisnya agar tidak menggunakan nama jalan dengan menggunakan namanya karena dapat mengkultuskan individukan dirinya. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah sampai sekarang tidak menggunakan nama jalan “Ki Hajar Dewantara”. Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah menggunakan nama “Taman Siswa” sebagai nama jalan yang menggantikan De Jonge pada tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan De Jonge menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada Mei 1941 (menjelang Perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang. Ketika dr. Soetomo meninggal pada Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin, seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, M.H. Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad. Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Sukarno. Maka, pada 9 Februari 1941, rumah M.H. Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia



13



7.



Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria. Selang dua hari kemudian, M.H. Thamrin mengembuskan napas yang terakhir. Dengan demikian, Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerja sama dengan pemerintahan Hindia Belanda pada awal berdirinya, akan tetapi dicurigai pada akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi payung dari partaipartai dan organisasi-organisasi politik yang berdiri pada 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian organisasi nasional di Jakarta. Walaupun tergabung dalam GAPI, masing masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap program kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan antara partai-partai, GAPI bertindak sebagai penengah. Pertama kali, 117 pimpinan dipegang oleh Mohammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono. Inisiatif datang dari Thamrin, tokoh Perindra, untuk membentuk suatu badan konsentrasi nasional. Karena melihat gelagat internasional yang semakin genting serta memungkinkan keterlibatan langsung Indonesia dalam perang, maka pembentukan badan ini terasa sangat mendesak, antara lain untuk memupuk rasa saling menghargai serta kerja sama untuk membela kepentingan rakyat. Adapun alasan yang tidak kalah penting adalah situasi internasional pada saat itu. Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif M.H. Thamrin (Parindra) mengadakan rapat pada 19 Maret 1939 untuk mendirikan badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Kepengurusan federasi dijalankan oleh suatu sekretariat tetap yang terdiri atas sekretaris umum, sekretaris pembantu, dan bendahara. Jabatan-jabatan ini untuk pertama kali diduduki oleh M.H. Thamrin dari Parindra sebagai bendahara, Abikusno Tjokrosuyoso dari PSII sebagai sekretaris umum, dan Amir Sjarifudin dari Gerindo sebagai sekretaris pembantu. Anggota GAPI terdiri atas Parindra (Partai Indonesia Raya), Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), PH (Partai Islam Indonesia), PPKI (Persatuan Partai Katolik Indonesia), PSII (Persatuan Sarekat Islam Indonesia), Persatuan Minahasa, dan Pasundan. Dasar-dasar federasi meliputi hak menentukan nasib sendiri, persatuan Indonesia, demokrasi dalam usaha-usaha politik, ekonomi, sosial, serta kesatuan aksi. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengadakan kerja sama dan mempersatukan semua partai politik Indonesia dan mengadakan kongres-kongres rakyat Indonesia. Sesuai dengan anggaran dasarnya, tujuan GAPI adalah 1) menghimpun organisasi-organisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja bersama-sama, 2) menyelenggarakan kongres Indonesia. Pada bagian lain anggaran dasarnya, disebutkan bahwa Gabungan Politik Indonesia berdasarkan kepada beberapa hal berikut, 1) hak 118 untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri, 2) persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan dalam paham politik, serta 3) persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.



14



Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan begitu saja. Bagaimanapun, hal ini akan memengaruhi bahkan menghambat pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdirinya Golongan Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara anggotaanggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan. Terdapatnya anggota-anggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan, dan Gerindo yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan Moh. Yamin. Sementara itu, perpecahan kaum pergerakan tidak menjadi penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-aksinya. Pada rapat tanggal 4 Juli 1939, GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Pembentukan kongres ini merupakan pelaksanaan program GAPI. Pada 1 September 1939, Hitler menyerbu Polandia dan mulai berkobarlah Perang Dunia II di Eropa. GAPI menekan Belanda supaya memberikan otonomi sehingga dapat dibentuk aksi bersama Belanda-Indonesia dalam melawan fasisme. Tentu saja Belanda tidak bereaksi. Di samping itu, GAPI melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini, diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II. Bertalian dengan hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI yang dilangsungkan pada 19-20 September 1939 yang antara lain sebagai berikut. a. Perlunya dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat. Pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu. b. Jika keputusan di atas dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk mendukung Belanda. c. Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI. Berparlemen merupakan program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada semua partai, baik anggota GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia. Tuntutan GAPI, yakni Indonesia Berparlemen, ternyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia akan dibicarakan setelah selesai perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman sejak Mei 1940 tentu merupakan salah satu alasan bagi pemerintah Belanda. Ketika pemerintah Nederland menjadi Exile Government di London, ini berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia dengan Belanda. Pada Agustus 1940, mosi-mosi (Thamrin, Soetardjo, dan Wiwoho) mendapat tanggapan yang umumnya negatif dari pemerintah sehingga ditarik kembali oleh para sponsornya. Pada bulan yang sama, GAPI memulai upaya yang terakhir ketika organisasi tersebut mengusulkan pembentukan suatu uni Belanda Indonesia yang berdasarkan atas kedudukan yang sama bagi kedua belah pihak dengan Volksraad akan berubah menjadi badan legislatif yang bersifat bikameral atas dasar sistem pemilihan yang adil. Akan tetapi, desakan yang terus-menerus dari GAPI, Indonesia Berparlemen telah memaksa Belanda membentuk suatu panitia Commisie tot bestudering van



15



staattrechtelijke hervormingen (Panitia untuk mempelajari perubahan-perubahan tata negara). Panitia yang biasa disebut Commisie Visman karena nama ketuanya Visman ini dibentuk pada November 1940 dan laporannya ke luar tahun 1942. D. Periode Politik Periode politik merupakan kelanjutan dari periode moderat/kooperatif. Dalam periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia dalam bidang politik lahir untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Beberapa organisasi yang muncul pada periode ini adalah sebagai berikut. 1. Indische Partij (IP) Indische Partij (IP) didirikan oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) pada 25 Desember 1912 di Bandung. Organisasi ini berkomitmen untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia dengan menyebarluaskan paham Indische nationalism (nasionalisme Hindia) yang tidak membedakan keturunan, suku bangsa, agama, kebudayaan, maupun adat istiadat. Cita-cita tersebut terwujud dalam surat kabar De Expres dengan semboyan “Indische los van Holland” yang berarti Indonesia bebas dari Belanda dan “Indie voor Indiers” yang berarti Hindia untuk orang Hindia. Adapun Indische Partij memiliki program kerja seperti menanamkan cita-cita nasional Hindia Timur (Indonesia), memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan, memberantas usaha usaha yang menyebabkan kebencian antaragama, memperbesar pengaruh proHindia Timur di lapangan pemerintahan, berusaha mendapatkan kesamaan hak bagi semua orang Hindia, serta dalam hal pengajaran kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia. Kritik yang terlalu keras membuat Indische Partij mendapat pengawalan lebih ketat dari pihak Belanda. Belanda menolak permohonan organisasi ini untuk mendapat status badan hukum. Kecemasan Belanda mencapai puncaknya pada tahun 1913. Belanda menangkap dan mengasingkan ketiga pemimpin Indische Partij. Rencana penangkapan dimulai ketika Ki Hajar Dewantara menulis di surat kabar De Expres dengan judul “Als ik eens Nederlander was” (Seandainya Saya Seorang Belanda) terbitan 13 Juli 1913. Di dalamnya, Ki Hajar Dewantara menuliskan tentang bagaimana pemerintah Belanda mencari dana dari rakyat Indonesia untuk merayakan peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari tangan Prancis. Pada tahun yang sama, pemerintah Belanda menyatakan Indische Partij sebagai organisasi terlarang. Kemudian, organisasi ini berganti nama menjadi Insulinde, tetapi tidak berumur panjang. Pada tahun 1919, organisasi ini berubah nama lagi menjadi National Indische Partij (NIP). Pada 1914, Dr. Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit, sedangkan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker baru dikembalikan pada tahun 1919. Douwes Dekker tetap bertahan di dunia politik, sedangkan Ki Hajar Dewantara terjun ke dunia pendidikan dengan mendirikan Taman Siswa. 2. Gerakan Pemuda



16



Organisasi politik yang kedua adalah gerakan pemuda. Sejak berdirinya Budi Utomo, unsur pemuda Indonesia mulai terlibat. Namun, unsur pemuda ini tidak lama bertahan dalam Budi Utomo karena didominasi oleh golongan tua atau priayi. Setelah itu, gerakan pemuda mulai tumbuh dan berkembang secara mandiri di berbagai daerah di Indonesia. Bermula dari gerakan solidaritas yang bersifat informal, gerakan-gerakan pemuda ini kemudian menjelma menjadi gerakan politik yang bercita-cita mewujudkan Indonesia yang merdeka dan maju. Gerakan pemuda yang muncul pertama kali adalah Trikoro Dharmo yang merupakan cikal bakal dari Jong Java. Organisasi ini didirikan oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, dan kawan-kawan di gedung STOVIA, Batavia pada tahun 1915. Trikoro Dharmo memiliki misi dan visi yang dikembangkan sebagai tujuan dari Trikoro Dharmo, yaitu mempererat tali persaudaraan antarsiswa siswi bumiputra pada sekolah menengah dan kejuruan, menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya, serta membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya. Meski demikian, tujuan sesungguhnya dari organisasi ini adalah mencapai Jawa Raya dengan memperkukuh rasa persatuan antarpemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok. Dalam kongres pertamanya di Solo pada 12 Juni 1918, organisasi ini kemudian berubah nama menjadi Jong Java dan berubah haluan menjadi organisasi politik. Dalam kongres selanjutnya di Solo pada tahun 1926, Jong Java mengutarakan hendak menghidupkan rasa persatuan bangsa Indonesia serta kerja sama antarpemuda di seluruh Indonesia. Dengan demikian, organisasi ini menghapus sifat Jawa sentris sehingga lahirlah Perkumpulan Pasundan, Persatuan Minahasa, Molukas, Sarekat Celebes, Sarekat Sumatera, dan lain lain. Selain itu, juga ada organisasi kepemudaan lain yang berasal dari Sumatra dengan nama Jong Sumatranen Bond yang didirikan pada tahun 1917. Dari organisasi ini muncul nama-nama besar seperti Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, dan Bahder Johan. Pada kongresnya yang ketiga, organisasi ini melontarkan pemikiran Mohammad Yamin, yakni semua penduduk Nusantara menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Selanjutnya, pada tahun 1918, berdirilah persatuan pemuda Ambon yang diberi nama Jong Ambon. Kemudian, antara tahun 1918-1919 berdiri pula Jong Minahasa dan Jong Celebes. Salah satu tokoh yang terkenal dari Jong Minahasa adalah Sam Ratulangi. Pada tahun 1926, berbagai organisasi kepemudaan berkumpul dan mengadakan Kongres Pemuda I di Yogyakarta yang menunjukkan adanya persatuan antar pemuda Indonesia. Selanjutnya, dalam Kongres Pemuda II di Batavia pada 26-28 Oktober 1928, sebanyak 750 orang wakil dari organisasi-organisasi kepemudaan seluruh Indonesia berhasil menunjukkan persatuan tekad dalam Sumpah Pemuda. Dalam kongres ini, lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman pertama kali dikumandangkan beriringan dengan dikibarkannya bendera Merah Putih sebagai simbol identitas bangsa. Dalam butir sumpah pemuda yang pertama, “Bertumpah darah satu, tanah air Indonesia”, menyiratkan makna bahwa banyaknya pulau di Indonesia bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Butir pertama ini juga menjadi tolok ukur kesetiaan rakyat terhadap negaranya.



17



Butir kedua, yaitu “Berbangsa satu, bangsa Indonesia”, dibutuhkan untuk menguatkan butir pertama. Beragamnya suku bangsa di Indonesia dapat dilihat dalam sejarah berdirinya organisasi pergerakan nasional yang awalnya masih bersifat kesukuan. Contohnya Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, dan Jong Java. Meskipun banyaknya perbedaan dapat menimbulkan konflik, tetapi dengan sikap saling menghormati dan toleransi yang tinggi, perbedaan yang ada dapat menyatukan bangsa menuju kemerdekaan. Butir ketiga dalam Sumpah Pemuda berbunyi, “Berbahasa satu, bahasa Indonesia.” Tolok ukur eksistensi suatu bangsa dapat dilihat dari cara dan sikap rakyat dalam berbahasa. Menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan merupakan tanggung jawab bagi setiap warga negara. Latar belakang pemilihan bahasa Melayu berdasarkan bukti sejarah menunjukkan sebagai bahasa penghubung dalam berbagai kegiatan, khususnya perdagangan di wilayah Nusantara. Sumpah Pemuda telah membuktikan bahwa keberagaman masyarakat bukanlah hambatan untuk mencapai persatuan dan kesatuan. Sebaliknya, keberagaman harus disikapi sebagai hal yang mendorong kemajuan bangsa. Semangat Sumpah Pemuda yang mengilhami berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat relevan hingga saat ini. 3. Gerakan Perempuan Kemunculan organisasi-organisasi wanita merupakan realisasi dari cita-cita Kartini untuk memperjuangkan kedudukan sosial wanita. Pada awal kemunculannya, pergerakan wanita belum begitu mempersoalkan masalah-masalah yang menyangkut politik, fokus mereka adalah pada perbaikan dalam hidup berkeluarga dan meningkatkan kecakapan sebagai seorang ibu. Pada tahun 1912, atas segala usaha Budi Utomo, berdirilah organisasi Putri Merdika di Jakarta. Organisasi ini bertujuan memajukan pengajaran anak-anak perempuan. Kemunculan Putri Merdika kemudian disusul oleh munculnya organisasi pendidikan Kautaman Istri yang dirintis oleh Dewi Sartika sejak tahun 1904, sebelum akhirnya berubah menjadi Vereninging Kaoetaman Istri. Mulai tahun 1910, sekolah ini diurus oleh sebuah panitia yang terdiri dari Njonja Directour Opleidingschool, Raden Ajoe Regent, Raden Ajoe Patih, dan Raden Ajoe Hoofd-Djaksa. Selanjutnya, Kautaman Istri berdiri di beberapa wilayah lain, yakni Tasikmalaya (1913), Sumedang dan Cianjur (1916), Ciamis (1917), dan Cicurug (1918). Organisasi-organisasi wanita juga muncul di daerah Jawa Tengah seperti Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanita Susilo di Pemalang (1918), Wanito Hadi di Jepara (1915). Organisasi-organisasi tersebut memfokuskan pada pelatihan untuk memajukan kecapakan wanita, khususnya kecakapan rumah tangga. Selain itu juga bertujuan untuk mempererat persaudaraan antara kaum ibu. Tidak hanya di Jawa, organisasiorganisasi wanita juga bermunculan di luar Jawa. Di antaranya adalah “Kaoetaman Istri Minangkabau” di Padang Panjang dan sekolah “Kerajinan Amai Setia” di Kota Gedang, Sumatra Barat tahun 1914. Banyak keterampilan kerumahtanggaan diajarkan di sekolah-sekolah ini. Salah satu tokoh wanita yang berpengaruh di luar Jawa adalah Maria Walanda Maramis. Pada tahun 1918, melalui perkumpulan Percintaan Ibu Kepada Anak



18



Temurunnya (P.J.K.A.T) yang dibentuknya, pada tahun 1917 ia mendirikan sekolah rumah tangga Indonesia pertama di Manado dengan 20 murid tamatan sekolah dasar. Setelah tahun 1920, organisasi wanita semakin luas orientasinya, terutama dalam menjangkau masyarakat bawah dan tujuan politik dilakukan bersama organisasi politik induk. Dengan semakin bertambahnya organisasi wanita, setiap organisasi politik mempunyai bagian kewanitaan, misalnya Wanudyo Utomo yang menjadi bagian dari Sarekat Islam, kemudian berganti nama menjadi Sarekat Perempuan Islam Indonesia. Namun, tidak semua organisasi wanita yang muncul selalu identik dengan politik. Salah satu contohnya adalah kemunculan ‘Aisyiyah di Muhammadiyah yang memfokuskan tujuannya pada kegiatan sosial keagamaan. beberapa organisasi di atas, ada jenis organisasi wanita lain yang merupakan organisasi terpelajar seperti Putri Indonesia, JIB dames Afdeling, Jong Java bagian wanita, organisasi Wanita Taman Siswa, dan lain-lain. Dari beberapa jenis organisasi wanita tersebut, paham kebangsaan dan persatuan Indonesia juga diterima di kalangan organisasi ini. Oleh karena itu, untuk membulatkan tekad dan mendukung persatuan Indonesia, diadakan kongres perempuan Indonesia di Yogyakarta pada 22-25 November 1928. Kongres tersebut bertujuan untuk mempersatukan cita-cita dan memajukan wanita Indonesia serta membuat gabungan organisasi wanita. Beberapa organisasi yang hadir dalam kongres tersebut ialah Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Wanito Mulyo, ‘Aisyiyah, SI bagian wanita, dan lain-lain. Kongres ini menghasilkan keputusan untuk membentuk gabungan organisasi wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Setahun kemudian, pada 28-31 Desember 1929, PPI mengadakan kongres di Jakarta. Pokok pembahasan di dalam kongres masih mengenai kedudukan wanita dan antipoligami. Selain itu, kongres juga memutuskan untuk mengubah nama organisasi menjadi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII) yang bertujuan untuk memperbaiki nasib dan derajat wanita Indonesia. Dengan dana yang dikumpulkannya, diharapkan mampu memperbaiki nasib wanita pada masa itu. Organisasi ini tidak mencampuri politik dan agama. Pada tahun 1930, atas anjuran PNI, didirikan organisasi wanita kebangsaan bernama Istri Sedar (IS) di Bandung. Organisasi ini memusatkan tenaganya di bidang ekonomi dan kemajuan wanita. IS bersikap netral terhadap agama dan menjangkau semua lapisan wanita, baik golongan atas atau bawah. IS juga tidak secara langsung terjun ke dalam politik, tetapi pemerintah selalu mengamati aktivitas organisasi itu, terutama setelah mengadakan kongres pada 4-7 Juni 1931. Dalam propagandanya, IS sering menyuarakan antikolonial. Selain itu, ada sebuah organisasi wanita yang sangat mengecam pemerintah kolonial, yaitu perkumpulan “Mardi Wanita” yang didirikan tahun 1933 oleh anggota-anggota wanita partai politik Partai Indonesia (Partindo) setelah partai ini dikenakan vergadeverbod (larangan mengadakan rapat) oleh pemerintah kolonial. ini mempunyai banyak cabang terutama di Jawa Tengah dan namanya diganti menjadi “Persatuan Marhaen Indonesia” yang berpusat di Yogyakarta. Akan tetapi, setahun kemudian, organisasi ini dikenai larangan dan ketuanya, S.K. Trimurti dimasukkan ke penjara karena masalah pamflet. PPII dan IS dapat dikatakan sebagai organisasi wanita yang berpengaruh saat itu. Namun, keduanya justru larut ke dalam



19



konflik antarorganisasi. Sejak awal pendiriannya, IS terus berselisih dengan PPII. IS mencemooh karena PPII hanya bergerak untuk memajukan sejahteraan wanita seperti di negara merdeka. Menurutnya, perjuangan wanita sudah sewajarnya masuk ke lapangan politik. Di satu sisi, PPII sebagai federasi organisasi wanita tidak dapat bekerja sama dengan IS yang lebih banyak menyerang federasi itu. Akan tetapi, keduanya juga saling bekerja sama dalam rangka pengiriman delegasi kongres Wanita Asia di Lahore. Pada 20-24 Juli 1935, Kongres Perempuan Indonesia (KPI) kedua diadakan di Jakarta. Beberapa keputusan KPI adalah mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia. Selain itu, juga didirikan pula Badan Kongres Perempuan Indonesia sekaligus mengakhiri kiprah PPII. Selanjutnya, KPI ketiga diadakan di Bandung pada 25-28 105 Juli 1938. Kongres tersebut menetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu. Peringatan hari ibu setiap tahun diharapkan dapat mendorong kesadaran wanita Indonesia akan kewajibannya sebagai ibu bangsa. Dengan mulai banyaknya kaum wanita yang bekerja di lapangan, maka dirasakan perlunya membentuk sebuah organisasi. Oleh karena itu, pada tahun 1940 di Jakarta dibentuk perkumpulan Pekerja Perempuan Indonesia (PPI) yang terdiri dari mereka yang bekerja di kantor-kantor pemerintah atau swasta, guru, perawat, dan buruh. Mereka menyatukan diri meskipun bekerja di bidang yang berbeda-beda karena mereka merasa senasib, yakni diskriminasi kaum wanita terlihat jelas dalam kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, gaji, dan kesempatan untuk maju. Kendati demikian, perkumpulan itu tidak melakukan kegiatan sebagai serikat pekerja, melainkan menekankan pada pendidikan keterampilan untuk mata pencaharian dan pembentukan kesadaran nasional. Satu hal yang juga mencerminkan kemajuan wanita adalah terbentuknya perkumpulan dalam kalangan mahasiswi dengan nama Indonesische Vrouwelijke Studentedvereniging (perkumpulan mahasiswi Indonesia) di Jakarta pada tahun 1940. Kegiatan organisasiorganisasi wanita dalam tahun sebelum pecah Perang Pasifik yang pantas dicatat adalah rapat protes yang diselenggarakan atas prakarsa delapan perkumpulan. Protes ini muncul karena tidak adanya anggota wanita dalam Volksraad (semacam DPR sekarang). Rapat ini diadakan di Gedung Permufakatan Indonesia, Gang Kenari, Jakarta, yang dihadiri 500 dari 45 perkumpulan. Organisasi-organisasi itu juga mendukung aksi Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen sebagai wakil rakyat. Dapat dikatakan bahwa dalam periode ini kaum wanita telah menaruh perhatian pada perjuangan politik, baik dengan sikap kooperatif maupun nonkooperatif dengan pemerintah kolonial. E. Metode Radikal Periode radikal merupakan suatu periode yang memunculkan organisasi organisasi politik yang kemudian dinamakan “partai”. Organisasi-organisasi ini pada umumnya bersifat radikal dan nonkooperatif. Mereka tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam mewujudkan cita cita organisasinya. Organisasi-organisasi tersebut antara lain sebagai berikut.



20



1. Perhimpunan Indonesia Pada awal abad ke-20, para pelajar Hindia yang berada di Belanda mendirikan organisasi yang bernama Indische Vereniging Salam Historia Lagu “Indonesia Raya” diciptakan W.R. Supratman tahun 1924. Saat itu, umur pemuda yang berasal dari Purworejo ini baru 24 tahun. Lagunya baru diperdengarkan kepada publik tahun 1928. Siapa sangka, pada uang kertas Rp 50.000,00 edisi W.R. Supratman ada tulisan kecil/micro word teks asli lagu Indonesia Raya hasil ciptaannya (1908), yaitu perkumpulan Hindia yang beranggotakan orang-orang Hindia, Cina, dan Belanda. Organisasi itu didirikan oleh R.M. Notosuroto, R. Panji Sostrokartono, dan R. Husein Djajadiningrat. Semula, organisasi itu bergerak di bidang sosial dan kebudayaan sebagai ajang bertukar pikiran tentang situasi tanah air. Organisasi itu juga menerbitkan majalah yang diberi nama Hindia Putera. Banyaknya pemuda pelajar di Tanah Hindia yang dibuang ke Belanda semakin menggiatkan aktivitas perkumpulan itu. Dalam perkembangan selanjutnya, perkumpulan itu mengutamakan masalahmasalah politik. Jiwa kebangsaan yang semakin kuat di antara mahasiswa Hindia di Belanda mendorong mereka untuk mengganti nama Indische Vereninging menjadi Indonesische Vereeniging (1922). Selanjutnya, pada tahun 1925, perkumpulan itu berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) dengan pimpinan Iwa Kusuma Sumatri, J.B. Sitanala, Moh. Hatta, Sastramulyono, dan D. Mangunkusumo. Nama majalah terbitan mereka juga berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Itu semua merupakan usaha baru dalam memberikan identitas nasionalis yang muncul di luar tanah air. Mereka juga membuat simbol-simbol baru, merah putih sebagai lambang mereka, dan Pangeran Diponegoro sebagai tokoh perjuangan. Perhimpunan Indonesia semakin mendapat simpati dari para mahasiswa Indonesia di Tanah Belanda. Jumlah keanggotaannya semakin bertambah banyak. Tahun 1926, jumlah anggota mencapai 38 orang. Di Tanah Belanda itulah para mahasiswa itu menyerukan kepada semua pemuda di Indonesia Hindia untuk bersatu padu dalam setiap gerakan-gerakan mereka. PI bersemboyan “self reliance, not mendiancy”, yang berarti tidak meminta-minta dan menuntut-nuntut. Dalam anggaran dasarnya juga disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia hanya diperoleh melalui aksi bersama, yaitu kekuatan serentak oleh seluruh rakyat Indonesia berdasarkan kekuatan sendiri. Kepentingan penjajah dan yang terjajah berlawanan dan tidak mungkin diadakan kerja sama (nonkooperasi). Bangsa Indonesia harus mampu berdiri di atas kaki sendiri, tidak tergantung pada bangsa lain. PI menjadi organisasi politik yang semakin disegani karena pengaruh Moh. Hatta. Di bawah pimpinan Hatta, PI berkembang dengan pesat dan merangsang para mahasiswa yang ada di Belanda untuk terus memikirkan kemerdekaan tanah airnya. Aktivitas politik PI tidak saja dilakukan di Belanda dan Indonesia, tetapi juga dilakukan secara internasional. Mahasiswa secara teratur melakukan diskusi dan melakukan kritik terhadap pemerintah Belanda. PI juga menuntut kemerdekaan Indonesia dengan segera. Dengan demikian, jelaslah bahwa Perhimpunan Indonesia merupakan manifesto politik pergerakan Indonesia karena Perhimpunan itu lahir di negeri asing yang saat itu



21



menjadi penjajah Tanah Hindia. Dari tempat penjajah itulah perkumpulan pemuda terpelajar itu berhasil mengobarkan semangat dan panji-panji kemerdekaan Indonesia. Jelaslah bahwa para pemuda Indonesia tidak takut untuk membela dan berjuang untuk kemerdekaan tanah airnya dengan segala risikonya. 2. Partai Komunis Indonesia (PKI) Istilah komunis, berasal dari bahasa Latin “comunis” yang artinya “milik bersama”. Istilah ini berakar dari pemikiran Karl Marx dan Lenin. Dalam perkembangannya, komunis terbagi menjadi dua aliran, yaitu aliran sosial demokrat yang disebut juga sosialisme serta aliran komunisme ajaran Marx dan Lenin. Aliran yang pertama bertujuan membentuk pemerintahan demokratis parlementer dengan pemilihan. Sedangkan yang kedua “Komunisme Marx” yang menjadi dasar perjuangan Marx, Lenin, Stalin, dan Mao Tse Tung adalah komunisme “Diktator Proletar” yang menolak sistem demokrasi parlementer. Pada tahun 1913, H.J.F.M. Hendriek Sneevliet, bekas anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Negeri Belanda, tiba di Jawa sebagai sekretaris serikat dagang perusahaan Belanda. Tahun berikutnya ia mendirikan perkumpulan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) bersama dengan Bergsma, Brandstander, dan H.W. Dekker. Tujuannya adalah menyebarkan Marxisme. Semula, anggotanya hanya orang-orang Belanda saja, seperti Cramer, Van Gelderen, dan Strokis. Demi kemajuan perkumpulan, Sneevliet mendekati Sarekat Islam Cabang Semarang yang dipimpin Samaun dan Darsono. Pendekatan itu berhasil dengan baik. Samaun dan Darsono dipengaruhi dan masuk sebagai anggota ISDV. PKI sendiri berdiri pada tahun 1920 dengan Semaun sebagai ketuanya. Dalam perjuangannya, PKI menggunakan strategi garis komunis internasional, yaitu dengan melakukan penyusupan ke dalam tubuh partai-partai lain. Tujuannya agar organisasi lain terpecah belah dan anggotanya beralih menjadi anggota PKI sehingga kelak mereka dapat membentuk negara komunis. Salah satu organisasi yang disusupi PKI adalah Sarekat Islam. Hal itu mungkin karena Sarekat Islam memperkenankan adanya keanggotaan rangkap, sehingga timbul SI putih dan SI merah (telah disusupi ISDV atau PKI). PKI yang sebagian besar anggotanya adalah kaum buruh sejak semula sudah sadar bahwa pemerintah Belanda selalu menindas rakyat, termasuk kaum buruh. Untuk itu, setiap ada kesempatan, PKI selalu melakukan pemogokan dan kekacauan, dengan puncak berupa pemberontakan. Pemberontakan PKI meletus pada tahun 1926 di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, kemudian meluas ke Sumatra pada tahun 1927. Akan tetapi, pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga banyak anggota PKI yang ditawan dan sebagian dibuang ke Tanah Merah dan Digul, Irian Barat. Di antara mereka terdapat Aliarkham dan Sarjono, 110 sementara Alimin dan Muso berhasil melarikan diri ke luar negeri. 3. Partai Nasional Indonesia (PNI)



22



Partai Nasional Indonesia merupakan perkembangan dari kelompok belajar (Algemeene Studie Club). Rapat yang dihadiri Sukarno, Cipto Mangunkusumo, Suyudi, dan beberapa mantan anggota Perhimpunan Indonesia, di antaranya Iskaq Cokroadisuryo, Budiarto, dan Sunario, berhasil membentuk organisasi pergerakan baru yang dinamakan Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI ini sangat terpengaruh oleh Perhimpunan Indonesia. Tujuan didirikannya PNI adalah kemerdekaan Indonesia. Ideologi partai ini dikenal dengan istilah Marhaenisme, yaitu suatu ideologi kerakyatan yang mencita-citakan terbentuknya masyarakat sejahtera yang merata. Adapun perjuangan PNI didasarkan pada trilogi perjuangan, yaitu kesadaran nasional, kemauan nasional, dan perbuatan nasional. Dengan trilogi perjuangannya ini, PNI berhasil menghimpun partai-partai lain ke dalam suatu organisasi bersama, yaitu Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). PNI bersama partai lain dalam PPPKI melakukan propaganda untuk menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia. Tindakan PNI itu tentu saja menggusarkan pemerintah Belanda. Oleh karena itu, pemerintah Belanda melakukan tindakan keras dengan menggeledah markas PNI dan menangkap para tokohnya. Dalam peristiwa penangkapan yang terjadi pada 28 Desember 1929 itu, pemerintah Belanda berhasil menangkap Sukarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan kolonial. Dalam sidang di pengadilan kolonial Bandung, Sukarno dan kawan kawannya didampingi pembela, yaitu Sastro Mulyono, Sartono, dan Suyudi, yang juga merupakan anggota PNI. Dalam sidang itu, Sukarno menyampaikan pembelaannya yang diberi judul Indonesia Menggugat. Di sana, Soekarno mengungkapkan bahwa pergerakan di kalangan rakyat bukanlah hasil dari hasutan, melainkan reaksi yang wajar dari kaum tertindas yang ingin merdeka. Namun, meskipun pengadilan tidak dapat membuktikan kebenaran tuduhannya, Sukarno dan kawan-kawan tetap dijatuhi hukuman penjara. 4. Partai Indonesia (Partindo) Partai Indonesia (Partindo) didirikan di Jakarta pada 30 April 1931. Pendirian partai ini merupakan hasil keputusan Sartono sewaktu ia menjabat ketua PNI-Iama menggantikan Sukarno yang ditangkap pemerintah Belanda pada tahun 1929. Sartono kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partindo yang memiliki tujuan pokok sama dengan PNI-lama, yaitu mencapai Indonesia merdeka dengan menjalankan politik nonkooperatif terhadap pemerintahan Belanda. Tindakan Sartono ini mendapat reaksi keras dari anggota PNI-lama, di antaranya Moh. Hatta dan Sutan Syahrir, serta golongan yang tidak menyetujui dengan pembubaran ini. Mereka membentuk Golongan Merdeka dan menjadi organisasi baru bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-baru). Partindo dan PNI-baru pun bersaing dalam memperoleh simpati rakyat. Setelah Sukarno dibebaskan dari Penjara Sukamiskin pada tahun 1932, ia bertekad menyatukan kembali PNI-baru dengan Partindo. Akan tetapi, usahanya mengalami kegagalan sehingga ia akhirnya memutuskan untuk memilih Partindo karena organisasi tersebut lebih sesuai dengan pribadinya dan menawarkan kebebasan



23



untuk mengembangkan kemampuan agitasinya. Ia mengumumkan keputusannya tersebut pada 1 Agustus 1932. Jumlah anggota Partindo tahun 1932 meningkat cukup pesat karena daya tarik Sukarno. Akan tetapi, kewibawaannya telah menurun dibandingkan saat ia memimpin PNI-lama. Pendapat pendapatnya sering kali ditentang oleh pengurus Partindo lainnya dan peranannya lebih terbatas di Partindo Cabang Bandung. Meskipun demikian, usul Sukarno untuk mengganti nama Partindo menjadi PNI (Partai Nasional Indonesia) mendapat dukungan dari banyak anggota. Meskipun mendapat banyak dukungan, usul tersebut menemui kegagalan, tetapi konsepnya tentang Marhaenisme dan sosio-ekonomi diterima partai. Sejak Sukarno memilih Partindo, maka PNI-baru berjuang sekuat tenaga untuk menarik simpati rakyat. Antara kedua organisasi ini kadang terjadi saling ejekmengejek. Pemimpin Partindo seperti Sartono dan Sujudi dinilai sebagai kaum borjuis nasionalis yang menentang kapitalisme Barat tetapi mendukung kapitalisme Indonesia. Gerakan Swadesi Partindo juga mendapat kritikan. Menurut Hatta dan Syahrir, kaum nasionalis harus bersatu untuk mencapai kemerdekaan. Aktivitas Partindo juga dihambat oleh pemerintah Hindia Belanda. Meskipun mendapat pembatasan-pembatasan dan pelarangan, tokoh-tokoh Partindo tidak pernah menggubrisnya. Lewat majalah Pikiran Rakjat dan Soeloeh Indonesia Moeda, mereka melancarkan kritik pedas tentang situasi ekonomi, sosial, dan mengejek tindakan imperialisme Belanda. Melihat hal itu, Gubernur de Jonge menjalankan kewenangan gubernur jenderal, yaitu exorbitante rechten, membuang aktivis pergerakan yang dianggap membahayakan ketenteraman negara. Sukarno kemudian dibuang ke Ende (Flores). Penangkapan Sukarno dan larangan mengadakan rapat oleh pemerintah memberikan pengaruh kepada partai ini. Pada tahun 1936, pengurus Partindo mengumumkan pembubaran dirinya. Pembubaran ini atas ide Sartono yang menggantikan kedudukan Sukarno sebagai ketua. Golongan yang tidak setuju kemudian mendirikan Komite Pertahanan Partindo di Semarang dan Yogyakarta untuk menghambat pembubaran itu, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, tahun 1937, partai tersebut benar-benar bubar dan sebagian besar anggotanya masuk dalam Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo sedikit berbeda dengan Partindo, yaitu menjunjung asas kooperatif terhadap Belanda. F. Respon Kolonial Belanda terhadap Perjuangan Moderat dan Radikal Perjuangan pergerakan melalui strategi moderat adalah bentuk perjuangan untuk memperbaiki kondisi sosial dan budaya. Sifat gerakan ini sangat kooperatif dengan Kolonial Belanda sehingga Belanda tidak merasa terancam. Karena bersifat non politis maka Kolonial Belanda membiarkan organisasi ini berkembang. Perkembangan organisasi akibat pembiaran dari pihak kolonial inilah yang kemudian menumbuh kembangkan rasa cinta tanah air dan kesadaran nasional untuk Indonesia merdeka. Sebaliknya strategi perjuangan dengan cara radikal mendapat tentangan keras dari Kolonial Belanda karena perjuangan ini mengancam kolonisasi pihak Belanda. Para pejuang pergerakan itu tidak mau bekerja sama dengan Kolonial Belanda bahkan ada



24



yang melakukan pemberontakan terhadap Belanda seperti yang dilakukan PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1926. Akibatnya para tokohnya dikejar-kejar kolonial dan organisasi dibubarkan kolonial. G. Keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah) Strategi perjuangan pergerakan dengan cara kolaboratif tentunya mempunyai keuntungan:1). Perjuangan dapat berkembang dengan pesat karena memperjuangkan pendidikan, agama, budaya, dan kesejahteraan rakyat. 2). Dapat bekerja sama dengan kolonial untuk tujuan Indonesia merdeka. 3). Hasil perjuangan dapat terlihat secara nyata misalnya a). KH. Ahmad Dahlan bergerak dalam bidang keagamaan yang mendirikan Muhammadiya. b). Ki Hajar Dewantara begerak dalam bidang pendidikan yang mendirikan Taman Siswa. c). Budi Utomo yang membangun organisasi kepemudaan berdasarkan cita-cita nasionalisme tampa membedakan suku, agama, daerah dan asalusul. d). Serekat Islam yang bertujuan untuk kemajuan perdagangan dari anggotanya sehingga meningkatkan kesejateraan para pedagang dan konsumennya.



H. Organisasi Perjuanagn Pergerakan Nasional Sebelum dan Sedudah 1908 Perjuangan bangsa menuju Indonesia merdeka memang sudah ada jauh sebelum adanya politik etis yang dituntut Van Deventer untuk memberi kesempatan kepada pribumi agar mengenyam pendidikan. Namun, karena perjuangan mereka masih sebatas pada kepentingan kedaerahan atau karena harga diri serta martabat yang terabaikan karena monopoli perdagangan, maka kolonial Belanda mudah mematahkan perjuangan mereka. Perjuangan Imam Bonjol dan Diponegoro yang secara tidak sengaja terjadi bersamaan ternyata sangat merepotkan kolonial Belanda. Baru setelah kolonial Belanda menghadapi mereka satu demi satu, akhirnya perjuangan mereka dapat dihentikan. Untuk lebih memahami karakter perjuangan sebelum dan sesudah tahun 1908, perhatikan paparan berikut ini. 1. Sebelum Tahun 1908 dipimpin raja atau bangsawan dan tokoh agama, sedangkan setelah 1908 dipimpin dan digerakkan kaum terpelajar. 2. Sebelum Tahun 1908 bersifat kedaerahan (lokal), sedangkan setelah 1908 bersifat nasional dan sudah ada interaksi antardaerah. 3. Sebelum Tahun 1908 bersifat fisik atau perjuangan dengan mengangkat senjata, sedangkan setelah 1908 perjuangan menggunakan jalur organisasi. 4. Sebelum Tahun 1908 terfokus pada pemimpin yang berkarisma, sedangkan setelah 1908 memiliki organisasi dengan adanya kaderisasi. 5. Sebelum Tahun 1908 bersifat reaktif dan spontan, sedangkan setelah 1908 memiliki visi secara jelas, yakni Indonesia Merdeka. Berikut penjelasan dari perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme setelah tahun 1908. 1. Dipimpin dan Digerakkan KaumTerpelajar



25



Setelah tahun 1908, walaupun di antara mereka berlatar belakang bangsawan yang sehari-harinya bergelut dengan sistem feodalisme, tetapi mereka adalah orang-orang terpelajar. Munculnya kaum terpelajar pada saat itu tidak terlepas dari politik etis yang membuka keran bagi kaum pribumi (inlander) untuk dapat mengenyam pendidikan. Walaupun sebatas pada kaum bangsawan dan bukan untuk rakyat jelata, tetapi sudah cukup untuk mengantar para tokoh untuk berpikir bagaimana cara mencapai Indonesia merdeka. Awalnya, pendidikan dalam politik etis dibuka dengan tujuan menciptakan tenaga administrasi terdididik dengan gaji yang murah. Namun, dengan adanya sekolah-sekolah milik Belanda seperti HIS, ELS, MULO, dan HBS yang dinikmati tidak lebih 10 persen orang Indonesia, ternyata dapat melahirkan golongan cendekiawan seperti Supomo, Suwardi Suryaningrat, Sukarno, Moh. Hatta, dan Sutan Syahrir. Kaum cendekia ini ada yang berjuang secara kooperatif seperti Sukarno dan ada yang berjuang nonkooperatif seperti Sutan Syahrir. 2. Bersifat Nasional dan Sudah Ada Interaksi Antardaerah Setelah tahun 1908, kolonial Belanda mencanangkan penjajahannya di Indonesia dalam satu komando yang memantau dari berbagai daerah dengan nama Pax Netherlandica. Sistem Pax Netherlandica merupakan sistem politik pembulatan negeri oleh kolonial Belanda dengan tujuan agar negara asing seperti Inggris, Spanyol, dan Portugis tidak lagi menduduki wilayah Indonesia. Salah satu upayanya adalah mengirim pasukan militer ke daerah yang belum dikuasai di Nusantara. Keberhasilan sistem politik Pax Netherlandica berdampak pada penyatuan rakyat Indonesia dalam perasaan senasib sepenanggungan, yaitu sama-sama dijajah Belanda. Penderitaan yang dialami satu daerah tidak lagi dianggap sebagai penderitaan daerah itu semata, melainkan penderitaan seluruh rakyat Hindia Timur (Indonesia). Hal inilah yang memicu persatuan yang pada akhirnya melahirkan kesadaran sebagai suatu bangsa atau kesadaran nasional. Kesadaran berbangsa ini tidak terlepas dari peran kaum terpelajar dan terdidik. Mereka bertemu satu sama lain antardaerah di dalam negeri maupun di luar negeri saat mengenyam pendidikan. Di tempat pendidikan, pelajar-pelajar tersebut bertemu untuk membahas nasib dan masa depan Indonesia. Contohnya mahasiswa STOVIA (kedokteran) yang bertemu satu sama lain antardaerah yang kemudian melahirkan organisasi Budi Utomo untuk Indonesia merdeka. 3. Perjuangan Menggunakan Jalur Organisasi Meskipun perjuangan dengan senjata dilakukan secara sporadis, tetapi pada dasarnya setelah tahun 1908, perjuangan sudah menggunakan jalur organisasi. Banyak cara dalam berjuang secara organisatoris, misalnya diplomasi, kampanye lewat media radio dan 90 surat kabar, pidato di lapangan terbuka (rapat akbar), dan ada yang menolak bekerja sama dengan kolonial Belanda. Perjuangan dengan cara organisasi dikarenakan bangsa kita sudah mulai sadar bahwa jika berjuang dengan senjata tidak mungkin menandingi kecanggihan senjata yang dimiliki penjajah. Terbukti, keberhasilan kita mempertahankan kemerdekaan adalah karena tokoh-tokoh pejuang Indonesia menyeimbangkan antara perjuangan secara militer dan perjuangan melalui diplomasi.



26



4.



Memiliki Organisasi dengan Adanya Kaderisasi Sebelum tahun 1908, perjuangan pada umumnya tergantung pada munculnya satu atau beberapa tokoh sehingga jika tokoh tersebut gugur atau ditangkap, dengan mudah kolonial memadamkan api perjuangan. Setelah tahun 1908, perlawanan tergantung pada organisasi-organisasi pergerakan dengan kaderisasi yang sudah rapi. Dengan demikian, jika pionir wafat, maka perjuangan tetap terjaga keberlangsungannya. Contohnya dengan wafatnya Jenderal Sudirman pada usia 34 tahun, perjuangan diteruskan oleh penggantinya, yakni jenderal Gatot Subroto. 5. Memiliki Visi Secara Jelas, yakni Indonesia Merdeka Sebelum tahun 1908, perjuangan raja-raja lokal dilatarbelakangi oleh monopoli perdagangan atau penguasaan daerah yang dianggap melecehkan martabat dan harga diri penguasa daerah. Setelah tahun 1908, munculnya organisasi-oganisasi pergerakan dilatarbelakangi satu misi dan visi yang jelas, yakni Indonesia menuju kemerdekaan. Walaupun organisasi-organisasi kepemudaan tersebut bersifat sosial budaya, tetapi lambat laun berubah menjadi organisasi politik dengan tujuan mengusir penjajah dari bumi Indonesia. I. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Organisasi Pergerakan Ada beberapa faktor yang memicu gerakan nasionalisme di Indonesia, baik bersifat internal (dari dalam negeri) maupun bersifat eksternal (dari luar negeri). Untuk lebih jelasnya, ikutilah paparan berikut ini. 1. Faktor Internal (dari Dalam Negeri) a. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik yang Parah Akibat Penjajahan. Penindasan, kekejaman, eksploitasi, dan ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial telah menyebabkan kebencian dan ketidaksukaan yang akhirnya memicu perlawanan terhadap penjajah. b. Munculnya Kaum Terpelajar Kebijakan politik etis atau politik balas budi yang digagas oleh Van Deventer pada awalnya mempunyai prinsip dasar bahwa pemerintah kolonial memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki taraf hidup rakyat pribumi. Walaupun pada kenyataannya oleh penjajah niat dasar moral itu diselewengkan dengan tujuan mendidik para pribumi agar penjajah memperoleh tenaga administratif yang cerdas dan bergaji murah, ternyata dengan adanya pendidikan itu muncul para pelajar yang terdidik dengan wawasan lebih luas. Setelah mempelajari berbagai perjuangan kemerdekaan bangsa lain, maka tumbuh kesadaran dalam diri mereka bahwa setiap bangsa adalah sederajat dan berhak merdeka, lepas dari belenggu penjajahan bangsa lain. c. Motivasi Kejayaan Bangsa pada Masa Lampau Tumbuh kesadaran dari para aktivis pergerakan bahwa bangsa ini pernah menjadi bangsa yang besar, yakni ketika kejayaan Sriwijaya (Palembang) dan Majapahit (Jawa Timur) yang dapat mempersatukan berbagai wilayah, bahkan kekuasaannya melebihi Nusantara, yakni dari Selat Malaka sampai Tanah Genting Kra di Thailand. Kejayaan ini dapat memotivasi bahwa bangsa ini mempunyai potensi menjadi bangsa yang mandiri dan besar seperti halnya Sriwijaya dan Majapahit.



27



2. Faktor Eksternal (dari Luar Negeri) a. Keberhasilan Pergerakan Nasional di Negara-negara Lain. Keberhasilan pergerakan di Asia dan Afrika seperti Cina, India, Filipina, Turki, dan Mesir membangkitkan semangat para kaum terdidik untuk berjuang sehingga dapat menikmati keberhasilan yang sama dengan mereka. b. Kemenangan Jepang Terhadap Rusia. Perang tahun 1905 menyadarkan bahwa bangsa Barat (ras Kaukasoid) bukanlah bangsa yang superior segala-galanya terhadap bangsa Timur (ras Mongoloid) karena ternyata bangsa Asia dapat mengalahkan bangsa Eropa. c. Masuk dan Berkembangnya Paham Baru di Eropa dan Amerika. Paham seperti liberalisme (kebebasan, kesetaraan derajat manusia, dan supremasi hukum) yang dibawa T.S. Raffles, kebebasan-kesetaraan yang dikampanyekan Napoleon Bonaparte, dan paham nasionalisme yang terus menggema ke seluruh dunia menumbuhkan kesadaran bahwa setiap bangsa berhak untuk merdeka. J. Periode Moderat/ Kooperatif Periode moderat/kooperatif merupakan periode awal kebangkitan nasional, ketika gerakan nasionalisme di Indonesia diwarnai dengan perjuangan untuk memperbaiki kondisi sosial dan budayanya. Sifat gerakan organisasi yang lahir pada periode ini adalah moderat dan kooperatif dengan pemerintah kolonial Belanda. Organisasi yang lahir pada periode ini antara lain sebagai berikut. 1. Budi Utomo Budi Utomo adalah organisasi pergerakan nasional yang pertama kali didirikan pada 20 Mei 1998 di Jakarta. Kemunculan organisasi ini tidak lepas dari pengaruh penerapan politik etis dari pihak Belanda. Organisasi ini dirintis oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi Budi Utomo didirikan dengan tujuan untuk menggalang dana demi membantu anak-anak bumiputra yang kekurangan dana. Ide tersebut kemudian dikembangkan oleh Sutomo, seorang mahasiswa STOVIA yang kemudian dipilih menjadi ketua organisasi tersebut. Sebagian besar pendiri Budi Utomo adalah pelajar STOVIA, seperti Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo, dan R.T. Ario Tirtokusumo. Para tokoh pendiri Budi Utomo berpendapat bahwa untuk mendapatkan kemajuan, pendidikan dan pengajaran harus menjadi perhatian utama. Organisasi ini memiliki corak sebagai organisasi modern, yaitu memiliki pimpinan, ideologi, dan keanggotaan yang jelas. Organisasi Budi Utomo bersifat kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda, moderat, serta tidak membedakan agama, keturunan, dan jenis kelamin. Pada 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongres pertama di Yogyakarta. Dalam kongres itu, dibahas dua prinsip perjuangan, yaitu golongan muda yang menginginkan perjuangan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan golongan tua yang mempertahankan cara lama, yaitu perjuangan sosiokultural.



28



Selanjutnya, kongres Budi Utomo tahun 1931 di Jakarta memutuskan bahwa Budi Utomo terbuka bagi seluruh bangsa Indonesia. Pada kongres tahun 1932 di Solo, diputuskan secara tegas bahwa tujuan Budi Utomo adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk tujuan inilah pada tahun 1935 Budi Utomo rela meleburkan dirinya dengan mengadakan fusi dan membentuk suatu wadah baru yang lebih besar, yaitu Partai Indonesia Raya (Parindra). 2. Sarekat Islam (SI) Organisasi lain yang berdiri pada periode moderat/kooperatif adalah Sarekat Islam (Syarikat Islam). Organisasi ini merupakan pengembangan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan tahun 1909 di Jakarta oleh R.M. Tirtodisuryo. Tujuan utama SDI adalah untuk membela kepentingan pedagang Indonesia dari ancaman persaingan dengan pedagang Cina. Namun, karena sering terjadi perkelahian dan kerusuhan yang dilakukan pedagang Cina dan SDI, maka pemerintah melarang SDI. Atas anjuran H.O.S. Cokroaminoto, pada 10 September 1912, SDI diubah menjadi Sarekat Islam. Dasar organisasi Sarekat Islam adalah persatuan bangsa dengan Islam sebagai tali atau simbol persatuan. Tujun dari organisasi ini adalah kemajuan perdagangan, kemajuan hidup kerohanian, dan menggalang persatuan di antara umat Islam. Sarekat Islam merupakan partai yang diorganisasi oleh pengusaha kecil Indonesia. Tokoh-tokoh Sarekat Islam yang terkenal adalah H.O.S. Cokroaminoto, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Untuk mendekati atau menarik rakyat, agama Islam-lah yang dijadikan daya tariknya. Jadi, untuk bisa menjadikan Sarekat Islam suatu organisasi yang kuat, ia harus bersifat massal. Hingga tahun 1916, Sarekat Islam telah memiliki 80 cabang Sarekat Islam lokal di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota 800.000 orang. Pada tahun 1913, Sarekat Islam menyelenggarakan kongres pertama di Surabaya. Kongres itu menetapkan keputusan sebagai berikut. a. Sarekat Islam bukan partai politik. b. Sarekat Islam tidak melawan Pemerintah Hindia Belanda. c. Haji Oemar Said Cokroaminoto dipilih menjadi ketua Sarekat Islam. d. Kota Surabaya ditetapkan menjadi pusat kegiatan Sarekat Islam. 3. Muhammadiyah Organisasi yang lahir pada periode moderat/kooperatif adalah Muhammadiyah. Keberadaan organisasi Budi Utomo telah memberikan inspirasi kepada K.H. Ahmad Dahlan untuk mendirikan sebuah organisasi yang bersifat modern. Ia pun mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912 yang bercirikan organisasi sosial, pendidikan, dan keagamaan. Salah satu tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah untuk memurnikan ajaran Islam, yaitu seharusnya Islam bersumber pada Alquran dan Al-Hadis, tindakannya adalah amar makruf nahimunkar, atau mengajak hal yang baik dan mencegah hal yang buruk. Pembaruan model Wahabiyah di Arab pun dimulai, antara lain dengan manajemen organisasi modern, pendirian lembaga pendidikan, dan dakwah melalui media atau surat kabar. Sistem pendidikan dibangun dengan cara sendiri,



29



menggabungkan cara tradisional dengan cara modern. Model sekolah Barat ditambah pelajaran agama yang dilakukan di dalam kelas. Dalam bidang kemasyarakatan, organisasi ini mendirikan rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu yang dikelola oleh lembaga-lembaga. Usaha di bidang sosial itu ditandai dengan berdirinya Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) pada tahun 1923. Itulah bentuk kepedulian sosial dan tolong-menolong sesama muslim. Selanjutnya, organisasi wanita juga dibentuk dengan nama ‘Aisyiyah di Yogyakarta sebagai bagian dari organisasi wanita Muhammadiyah. Nama tersebut terinspirasi dari nama ‘Aisyah, istri Nabi Muhammad yang dikenal taat beragama, cerdas, dan rajin bekerja untuk mendukung eko nomi rumah tangga. Diharapkan profil ‘Aisyah juga menjadi profil warga ‘Aisyiyah. Aisyiyah yang masih eksis sampai sekarang didirikan sebagai pembantu peran kaum perempuan, terutama bidang keagamaan. Ketika ‘Aisyiyah berdiri, perempuan tidak mendapatkan akses pendidikan dan kemasyarakatan karena dianggap tidak perlu mengenyam pendidikan, apalagi mempunyai peran kemasyarakatan. Aisyiyah berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki sama sama mempunyai kewajiban untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, termasuk melalui bidang pendidikan. 4. Taman Siswa Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Awalnya, Taman Siswa memiliki nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Institut Pendidikan Nasional Taman Siswa). Saat itu, Taman Siswa hanya memiliki 20 murid kelas Taman Indria. Kemudian, Taman Siswa berkembang pesat dengan memiliki 52 cabang dengan murid kurang lebih 65.000 siswa. Azas Taman Siswa adalah “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Artinya, “guru jika di depan harus memberi contoh atau teladan, di tengah harus bisa menjalin kerja sama, dan di belakang harus memberi motivasi atau dorongan kepada para siswanya”. Hingga saat ini, azas ini masih relevan dan penting dalam dunia pendidikan. Taman Siswa mendobrak sistem pendidikan Barat dan pondok pesantren dengan mengajukan sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional yang ditawarkan adalah pendidikan bercirikan kebudayaan asli Indonesia. Taman Siswa mengalami banyak kendala dari pihak-pihak yang tidak mendukung. Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan berbagai aturan untuk membatasi pergerakan Taman Siswa, seperti dikenai pajak rumah tangga dan Undangundang Ordonansi Sekolah Liar Tahun 1932, yakni larangan mengajar bagi guru-guru yang terlibat partai politik. Meski demikian, Taman Siswa mampu memberikan kontribusi yang luar biasa bagi masyarakat luas dengan pendidikan. Taman Siswa juga mampu menyediakan pendidikan untuk rakyat yang tidak mampu disediakan oleh pemerintah kolonial. Saat ini, sekolah Taman Siswa masih berdiri dan tetap berperan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. 5. Partai Indonesia Raya (Parindra) Partai Indonesia Raya didirikan oleh dr. Sutomo di Solo pada Desember 1935. Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi, yaitu Budi Utomo



30



6.



dan Persatuan Bangsa Indonesia. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang hakikatnya mencapai Indonesia merdeka. Di Jawa, anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain, masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo, dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas. Dalam mewujudkan tujuannya, Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah. Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, Van Starkenborg, Salam Historia Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Sebelum meninggal, Ki Hajar Dewantara berpesan kepada ahli warisnya agar tidak menggunakan nama jalan dengan menggunakan namanya karena dapat mengkultuskan individukan dirinya. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah sampai sekarang tidak menggunakan nama jalan “Ki Hajar Dewantara”. Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah menggunakan nama “Taman Siswa” sebagai nama jalan. yang menggantikan De Jonge pada tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan De Jonge menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada Mei 1941 (menjelang Perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang. Ketika dr. Soetomo meninggal pada Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin, seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, M.H. Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad. Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Sukarno. Maka, pada 9 Februari 1941, rumah M.H. Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria. Selang dua hari kemudian, M.H. Thamrin mengembuskan napas yang terakhir. Dengan demikian, Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerja sama dengan pemerintahan Hindia Belanda pada awal berdirinya, akan tetapi dicurigai pada akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi payung dari partaipartai dan organisasi-organisasi politik yang berdiri pada 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian organisasi nasional di Jakarta. Walaupun tergabung dalam GAPI,



31



masing masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap program kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan antara partai-partai, GAPI bertindak sebagai penengah. Pertama kali, 117 pimpinan dipegang oleh Mohammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono. Inisiatif datang dari Thamrin, tokoh Perindra, untuk membentuk suatu badan konsentrasi nasional. Karena melihat gelagat internasional yang semakin genting serta memungkinkan keterlibatan langsung Indonesia dalam perang, maka pembentukan badan ini terasa sangat mendesak, antara lain untuk memupuk rasa saling menghargai serta kerja sama untuk membela kepentingan rakyat. Adapun alasan yang tidak kalah penting adalah situasi internasional pada saat itu. Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif M.H. Thamrin (Parindra) mengadakan rapat pada 19 Maret 1939 untuk mendirikan badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Kepengurusan federasi dijalankan oleh suatu sekretariat tetap yang terdiri atas sekretaris umum, sekretaris pembantu, dan bendahara. Jabatan-jabatan ini untuk pertama kali diduduki oleh M.H. Thamrin dari Parindra sebagai bendahara, Abikusno Tjokrosuyoso dari PSII sebagai sekretaris umum, dan Amir Sjarifudin dari Gerindo sebagai sekretaris pembantu. Anggota GAPI terdiri atas Parindra (Partai Indonesia Raya), Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), PH (Partai Islam Indonesia), PPKI (Persatuan Partai Katolik Indonesia), PSII (Persatuan Sarekat Islam Indonesia), Persatuan Minahasa, dan Pasundan. Dasar dasar federasi meliputi hak menentukan nasib sendiri, persatuan Indonesia, demokrasi dalam usaha-usaha politik, ekonomi, sosial, serta kesatuan aksi. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengadakan kerja sama dan mempersatukan semua partai politik Indonesia dan mengadakan kongres-kongres rakyat Indonesia. Sesuai dengan anggaran dasarnya, tujuan GAPI adalah 1) menghimpun organisasiorganisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja bersama-sama, 2) menyelenggarakan kongres Indonesia. Pada bagian lain anggaran dasarnya, disebutkan bahwa Gabungan Politik Indonesia berdasarkan kepada beberapa hal berikut, 1) hak 118 untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri, 2) persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan dalam paham politik, serta 3) persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia. Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan begitu saja. Bagaimanapun, hal ini akan memengaruhi bahkan menghambat pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdirinya Golongan Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara anggota-anggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan. Terdapatnya anggota anggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan, dan Gerindo yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan Moh. Yamin. Sementara itu, perpecahan kaum pergerakan tidak menjadi penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-



32



aksinya. Pada rapat tanggal 4 Juli 1939, GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Pembentukan kongres ini merupakan pelaksanaan program GAPI. Pada 1 September 1939, Hitler menyerbu Polandia dan mulai berkobarlah Perang Dunia II di Eropa. GAPI menekan Belanda supaya memberikan otonomi sehingga dapat dibentuk aksi bersama Belanda-Indonesia dalam melawan fasisme. Tentu saja Belanda tidak bereaksi. Di samping itu, GAPI melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini, diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II. Bertalian dengan hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI yang dilangsungkan pada 19-20 September 1939 yang antara lain sebagai berikut. 119 a. Perlunya dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat. Pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu. b. Jika keputusan di atas dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk mendukung Belanda. c. Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI. Berparlemen merupakan program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada semua partai, baik anggota GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia. Tuntutan GAPI, yakni Indonesia Berparlemen, ternyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia akan dibicarakan setelah selesai perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman sejak Mei 1940 tentu merupakan salah satu alasan bagi pemerintah Belanda. Ketika pemerintah Nederland menjadi Exile Government di London, ini berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia dengan Belanda. Pada Agustus 1940, mosi-mosi (Thamrin, Soetardjo, dan Wiwoho) mendapat tanggapan yang umumnya negatif dari pemerintah sehingga ditarik kembali oleh para sponsornya. Pada bulan yang sama, GAPI memulai upaya yang terakhir ketika organisasi tersebut mengusulkan pembentukan suatu uni Belanda Indonesia yang berdasarkan atas kedudukan yang sama bagi kedua belah pihak dengan Volksraad akan berubah menjadi badan legislatif yang bersifat bikameral atas dasar sistem pemilihan yang adil. Akan tetapi, desakan yang terus-menerus dari GAPI, Indonesia Berparlemen telah memaksa Belanda membentuk suatu panitia Commisie tot bestudering van staattrechtelijke hervormingen (Panitia untuk mempelajari perubahanperubahan tata negara). Panitia yang biasa disebut Commisie Visman karena nama ketuanya Visman ini dibentuk pada November 1940 dan laporannya ke luar tahun 1942. Partai Indonesia Raya (Parindra) Partai Indonesia Raya didirikan oleh dr. Sutomo di Solo pada Desember 1935. Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi, yaitu Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang hakikatnya mencapai Indonesia merdeka. Di Jawa, anggota



33



Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain, masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo, dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas. Dalam mewujudkan tujuannya, Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakanpercetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah. Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, Van Starkenborg, Salam Historia Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Sebelum meninggal, Ki Hajar Dewantara berpesan kepada ahli warisnya agar tidak menggunakan nama jalan dengan menggunakan namanya karena dapat mengkultuskan individukan dirinya. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah sampai sekarang tidak menggunakan nama jalan “Ki Hajar Dewantara”. Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah menggunakan nama “Taman Siswa” sebagai nama jalan yang menggantikan De Jonge pada tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan De Jonge menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada Mei 1941 (menjelang Perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang. Ketika dr. Soetomo meninggal pada Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin, seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, M.H. Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad. Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Sukarno. Maka, pada 9 Februari 1941, rumah M.H. Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria. Selang dua hari kemudian, M.H. Thamrin mengembuskan napas yang terakhir. Dengan demikian, Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerja sama dengan pemerintahan Hindia Belanda pada awal berdirinya, akan tetapi dicurigai pada akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan. K. Periode Politik Periode politik merupakan kelanjutan dari periode moderat/kooperatif. Dalam periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia dalam bidang politik lahir untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Beberapa organisasi yang muncul pada periode ini adalah sebagai berikut.



34



1. Indische Partij (IP) Indische Partij (IP) didirikan oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) pada 25 Desember 1912 di Bandung. Organisasi ini berkomitmen untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia dengan menyebarluaskan paham Indische nationalism (nasionalisme Hindia) yang tidak membedakan keturunan, suku bangsa, agama, kebudayaan, maupun adat istiadat. Cita-cita tersebut terwujud dalam surat kabar De Expres dengan semboyan “Indische los van Holland” yang berarti Indonesia bebas dari Belanda dan “Indie voor Indiers” yang berarti Hindia untuk orang Hindia. Adapun Indische Partij memiliki program kerja seperti menanamkan cita-cita nasional Hindia Timur (Indonesia), memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan, memberantas usaha usaha yang menyebabkan kebencian antaragama, memperbesar pengaruh proHindia Timur di lapangan pemerintahan, berusaha mendapatkan kesamaan hak bagi semua orang Hindia, serta dalam hal pengajaran kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia. Kritik yang terlalu keras membuat Indische Partij mendapat pengawalan lebih ketat dari pihak Belanda. Belanda menolak permohonan organisasi ini untuk mendapat status badan hukum. Kecemasan Belanda mencapai puncaknya pada tahun 1913. Belanda menangkap dan mengasingkan ketiga pemimpin Indische Partij. Rencana penangkapan dimulai ketika Ki Hajar Dewantara menulis di surat kabar De Expres dengan judul “Als ik eens Nederlander was” (Seandainya Saya Seorang Belanda) terbitan 13 Juli 1913. Di dalamnya, Ki Hajar Dewantara menuliskan tentang bagaimana pemerintah Belanda mencari dana dari rakyat Indonesia untuk merayakan peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari tangan Prancis. Pada tahun yang sama, pemerintah Belanda menyatakan Indische Partij sebagai organisasi terlarang. Kemudian, organisasi ini berganti nama menjadi Insulinde, tetapi tidak berumur panjang. Pada tahun 1919, organisasi ini berubah nama lagi menjadi National Indische Partij (NIP). Pada 1914, Dr. Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit, sedangkan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker baru dikembalikan pada tahun 1919. Douwes Dekker tetap bertahan di dunia politik, sedangkan Ki Hajar Dewantara terjun ke dunia pendidikan dengan mendirikan Taman Siswa. 2. Gerakan Pemuda Organisasi politik yang kedua adalah gerakan pemuda. Sejak berdirinya Budi Utomo, unsur pemuda Indonesia mulai terlibat. Namun, unsur pemuda ini tidak lama bertahan dalam Budi Utomo karena didominasi oleh golongan tua atau priayi. Setelah itu, gerakan pemuda mulai tumbuh dan berkembang secara mandiri di berbagai daerah di Indonesia. Bermula dari gerakan solidaritas yang bersifat informal, gerakan-gerakan pemuda ini kemudian menjelma menjadi gerakan politik yang bercita-cita mewujudkan Indonesia yang merdeka dan maju. Gerakan pemuda yang muncul pertama kali adalah Trikoro Dharmo yang merupakan cikal bakal dari Jong Java. Organisasi ini didirikan oleh R. Satiman



35



Wiryosanjoyo, dan kawan-kawan di gedung STOVIA, Batavia pada tahun 1915. Trikoro Dharmo memiliki misi dan visi yang dikembangkan sebagai tujuan dari Trikoro Dharmo, yaitu mempererat tali persaudaraan antarsiswa siswi bumiputra pada sekolah menengah dan kejuruan, menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya, serta membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya. Meski demikian, tujuan sesungguhnya dari organisasi ini adalah mencapai Jawa Raya dengan memperkukuh rasa persatuan antarpemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok. Dalam kongres pertamanya di Solo pada 12 Juni 1918, organisasi ini kemudian berubah nama menjadi Jong Java dan berubah haluan menjadi organisasi politik. Dalam kongres selanjutnya di Solo pada tahun 1926, Jong Java mengutarakan hendak menghidupkan rasa persatuan bangsa Indonesia serta kerja sama antarpemuda di seluruh Indonesia. Dengan demikian, organisasi ini menghapus sifat Jawa sentris sehingga lahirlah Perkumpulan Pasundan, Persatuan Minahasa, Molukas, Sarekat Celebes, Sarekat Sumatera, dan lain lain. Selain itu, juga ada organisasi kepemudaan lain yang berasal dari Sumatra dengan nama Jong Sumatranen Bond yang didirikan pada tahun 1917. Dari organisasi ini muncul nama-nama besar seperti Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, dan Bahder Johan. Pada kongresnya yang ketiga, organisasi ini melontarkan pemikiran Mohammad Yamin, yakni semua penduduk Nusantara menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Selanjutnya, pada tahun 1918, berdirilah persatuan pemuda Ambon yang diberi nama Jong Ambon. Kemudian, antara tahun 1918-1919 berdiri pula Jong Minahasa dan Jong Celebes. Salah satu tokoh yang terkenal dari Jong Minahasa adalah Sam Ratulangi. Pada tahun 1926, berbagai organisasi kepemudaan berkumpul dan mengadakan Kongres Pemuda I di Yogyakarta yang menunjukkan adanya persatuan antar pemuda Indonesia. Selanjutnya, dalam Kongres Pemuda II di Batavia pada 26-28 Oktober 1928, sebanyak 750 orang wakil dari organisasi-organisasi kepemudaan seluruh Indonesia berhasil menunjukkan persatuan tekad dalam Sumpah Pemuda. Dalam kongres ini, lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman pertama kali dikumandangkan beriringan dengan dikibarkannya bendera Merah Putih sebagai simbol identitas bangsa. Dalam butir sumpah pemuda yang pertama, “Bertumpah darah satu, tanah air Indonesia”, menyiratkan makna bahwa banyaknya pulau di Indonesia bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Butir pertama ini juga menjadi tolok ukur kesetiaan rakyat terhadap negaranya. Butir kedua, yaitu “Berbangsa satu, bangsa Indonesia”, dibutuhkan untuk menguatkan butir pertama. Beragamnya suku bangsa di Indonesia dapat dilihat dalam sejarah berdirinya organisasi pergerakan nasional yang awalnya masih bersifat kesukuan. Contohnya Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, dan Jong Java. Meskipun banyaknya perbedaan dapat menimbulkan konflik, tetapi dengan sikap saling menghormati dan toleransi yang tinggi, perbedaan yang ada dapat menyatukan bangsa menuju kemerdekaan. Butir ketiga dalam Sumpah Pemuda berbunyi, “Berbahasa satu, bahasa Indonesia.”



36



Tolok ukur eksistensi suatu bangsa dapat dilihat dari cara dan sikap rakyat dalam berbahasa. Menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan merupakan tanggung jawab bagi setiap warga negara. Latar belakang pemilihan bahasa Melayu berdasarkan bukti sejarah menunjukkan sebagai bahasa penghubung dalam berbagai kegiatan, khususnya perdagangan di wilayah Nusantara. Sumpah Pemuda telah membuktikan bahwa keberagaman masyarakat bukanlah hambatan untuk mencapai persatuan dan kesatuan. Sebaliknya, keberagaman harus disikapi sebagai hal yang mendorong kemajuan bangsa. Semangat Sumpah Pemuda yang mengilhami berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat relevan hingga saat ini. 3. Gerakan Perempuan Kemunculan organisasi-organisasi wanita merupakan realisasi dari cita-cita Kartini untuk memperjuangkan kedudukan sosial wanita. Pada awal kemunculannya, pergerakan wanita belum begitu mempersoalkan masalah-masalah yang menyangkut politik, fokus mereka adalah pada perbaikan dalam hidup berkeluarga dan meningkatkan kecakapan sebagai seorang ibu. Pada tahun 1912, atas segala usaha Budi Utomo, berdirilah organisasi Putri Merdika di Jakarta. Organisasi ini bertujuan memajukan pengajaran anak-anak perempuan. Kemunculan Putri Merdika kemudian disusul oleh munculnya organisasi pendidikan Kautaman Istri yang dirintis oleh Dewi Sartika sejak tahun 1904, sebelum akhirnya berubah menjadi Vereninging Kaoetaman Istri. Mulai tahun 1910, sekolah ini diurus oleh sebuah panitia yang terdiri dari Njonja Directour Opleidingschool, Raden Ajoe Regent, Raden Ajoe Patih, dan Raden Ajoe Hoofd-Djaksa. Selanjutnya, Kautaman Istri berdiri di beberapa wilayah lain, yakni Tasikmalaya (1913), Sumedang dan Cianjur (1916), Ciamis (1917), dan Cicurug (1918). Organisasi-organisasi wanita juga muncul di daerah Jawa Tengah seperti Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanita Susilo di Pemalang (1918), Wanito Hadi di Jepara (1915). Organisasi-organisasi tersebut memfokuskan pada pelatihan untuk memajukan kecapakan wanita, khususnya kecakapan rumah tangga. Selain itu juga bertujuan untuk mempererat persaudaraan antara kaum ibu. Tidak hanya di Jawa, organisasiorganisasi wanita juga bermunculan di luar Jawa. Di antaranya adalah “Kaoetaman Istri Minangkabau” di Padang Panjang dan sekolah “Kerajinan Amai Setia” di Kota Gedang, Sumatra Barat tahun 1914. Banyak keterampilan kerumahtanggaan diajarkan di sekolah-sekolah ini. Salah satu tokoh wanita yang berpengaruh di luar Jawa adalah Maria Walanda Maramis. Pada tahun 1918, melalui perkumpulan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (P.J.K.A.T) yang dibentuknya, pada tahun 1917 ia mendirikan sekolah rumah tangga Indonesia pertama di Manado dengan 20 murid tamatan sekolah dasar. Setelah tahun 1920, organisasi wanita semakin luas orientasinya, terutama dalam menjangkau masyarakat bawah dan tujuan politik dilakukan bersama organisasi politik induk. Dengan semakin bertambahnya organisasi wanita, setiap organisasi politik mempunyai bagian kewanitaan, misalnya Wanudyo Utomo yang menjadi bagian dari Sarekat Islam, kemudian berganti nama menjadi Sarekat Perempuan Islam Indonesia. Namun, tidak semua organisasi wanita yang muncul selalu identik dengan politik.



37



Salah satu contohnya adalah kemunculan ‘Aisyiyah di Muhammadiyah yang memfokuskan tujuannya pada kegiatan sosial keagamaan. beberapa organisasi di atas, ada jenis organisasi wanita lain yang merupakan organisasi terpelajar seperti Putri Indonesia, JIB dames Afdeling, Jong Java bagian wanita, organisasi Wanita Taman Siswa, dan lain-lain. Dari beberapa jenis organisasi wanita tersebut, paham kebangsaan dan persatuan Indonesia juga diterima di kalangan organisasi ini. Oleh karena itu, untuk membulatkan tekad dan mendukung persatuan Indonesia, diadakan kongres perempuan Indonesia di Yogyakarta pada 22-25 November 1928. Kongres tersebut bertujuan untuk mempersatukan cita-cita dan memajukan wanita Indonesia serta membuat gabungan organisasi wanita. Beberapa organisasi yang hadir dalam kongres tersebut ialah Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Wanito Mulyo, ‘Aisyiyah, SI bagian wanita, dan lain-lain. Kongres ini menghasilkan keputusan untuk membentuk gabungan organisasi wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Setahun kemudian, pada 28-31 Desember 1929, PPI mengadakan kongres di Jakarta. Pokok pembahasan di dalam kongres masih mengenai kedudukan wanita dan antipoligami. Selain itu, kongres juga memutuskan untuk mengubah nama organisasi menjadi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII) yang bertujuan untuk memperbaiki nasib dan derajat wanita Indonesia. Dengan dana yang dikumpulkannya, diharapkan mampu memperbaiki nasib wanita pada masa itu. Organisasi ini tidak mencampuri politik dan agama. Pada tahun 1930, atas anjuran PNI, didirikan organisasi wanita kebangsaan bernama Istri Sedar (IS) di Bandung. Organisasi ini memusatkan tenaganya di bidang ekonomi dan kemajuan wanita. IS bersikap netral terhadap agama dan menjangkau semua lapisan wanita, baik golongan atas atau bawah. IS juga tidak secara langsung terjun ke dalam politik, tetapi pemerintah selalu mengamati aktivitas organisasi itu, terutama setelah mengadakan kongres pada 4-7 Juni 1931. Dalam propagandanya, IS sering menyuarakan antikolonial. Selain itu, ada sebuah organisasi wanita yang sangat mengecam pemerintah kolonial, yaitu perkumpulan “Mardi Wanita” yang didirikan tahun 1933 oleh anggota-anggota wanita partai politik Partai Indonesia (Partindo) setelah partai ini dikenakan vergadeverbod (larangan mengadakan rapat) oleh pemerintah kolonial. ini mempunyai banyak cabang terutama di Jawa Tengah dan namanya diganti menjadi “Persatuan Marhaen Indonesia” yang berpusat di Yogyakarta. Akan tetapi, setahun kemudian, organisasi ini dikenai larangan dan ketuanya, S.K. Trimurti dimasukkan ke penjara karena masalah pamflet. PPII dan IS dapat dikatakan sebagai organisasi wanita yang berpengaruh saat itu. Namun, keduanya justru larut ke dalam konflik antarorganisasi. Sejak awal pendiriannya, IS terus berselisih dengan PPII. IS mencemooh karena PPII hanya bergerak untuk memajukan sejahteraan wanita seperti di negara merdeka. Menurutnya, perjuangan wanita sudah sewajarnya masuk ke lapangan politik. Di satu sisi, PPII sebagai federasi organisasi wanita tidak dapat bekerja sama dengan IS yang lebih banyak menyerang federasi itu. Akan tetapi, keduanya juga saling bekerja sama dalam rangka pengiriman delegasi kongres Wanita Asia di Lahore.



38



Pada 20-24 Juli 1935, Kongres Perempuan Indonesia (KPI) kedua diadakan di Jakarta. Beberapa keputusan KPI adalah mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia. Selain itu, juga didirikan pula Badan Kongres Perempuan Indonesia sekaligus mengakhiri kiprah PPII. Selanjutnya, KPI ketiga diadakan di Bandung pada 25-28 105 Juli 1938. Kongres tersebut menetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu. Peringatan hari ibu setiap tahun diharapkan dapat mendorong kesadaran wanita Indonesia akan kewajibannya sebagai ibu bangsa. Dengan mulai banyaknya kaum wanita yang bekerja di lapangan, maka dirasakan perlunya membentuk sebuah organisasi. Oleh karena itu, pada tahun 1940 di Jakarta dibentuk perkumpulan Pekerja Perempuan Indonesia (PPI) yang terdiri dari mereka yang bekerja di kantor-kantor pemerintah atau swasta, guru, perawat, dan buruh. Mereka menyatukan diri meskipun bekerja di bidang yang berbeda-beda karena mereka merasa senasib, yakni diskriminasi kaum wanita terlihat jelas dalam kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, gaji, dan kesempatan untuk maju. Kendati demikian, perkumpulan itu tidak melakukan kegiatan sebagai serikat pekerja, melainkan menekankan pada pendidikan keterampilan untuk mata pencaharian dan pembentukan kesadaran nasional. Satu hal yang juga mencerminkan kemajuan wanita adalah terbentuknya perkumpulan dalam kalangan mahasiswi dengan nama Indonesische Vrouwelijke Studentedvereniging (perkumpulan mahasiswi Indonesia) di Jakarta pada tahun 1940. Kegiatan organisasiorganisasi wanita dalam tahun sebelum pecah Perang Pasifik yang pantas dicatat adalah rapat protes yang diselenggarakan atas prakarsa delapan perkumpulan. Protes ini muncul karena tidak adanya anggota wanita dalam Volksraad (semacam DPR sekarang). Rapat ini diadakan di Gedung Permufakatan Indonesia, Gang Kenari, Jakarta, yang dihadiri 500 dari 45 perkumpulan. Organisasi-organisasi itu juga mendukung aksi Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen sebagai wakil rakyat. Dapat dikatakan bahwa dalam periode ini kaum wanita telah menaruh perhatian pada perjuangan politik, baik dengan sikap kooperatif maupun nonkooperatif dengan pemerintah kolonial. L. Metode Radikal Periode radikal merupakan suatu periode yang memunculkan organisasi□organisasi politik yang kemudian dinamakan “partai”. Organisasi-organisasi ini pada umumnya bersifat radikal dan nonkooperatif. Mereka tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam mewujudkan cita cita organisasinya. Organisasi-organisasi tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Perhimpunan Indonesia Pada awal abad ke-20, para pelajar Hindia yang berada di Belanda mendirikan organisasi yang bernama Indische Vereniging (1908) yaitu kumpulan Hindia yang beranggotakan orang-orang Hindia, Cina, dan Belanda. Organisasi itu didirikan oleh R.M. Notosuroto, R. Panji Sostrokartono, dan R. Husein Djajadiningrat. Semula, organisasi itu bergerak di bidang sosial dan kebudayaan sebagai ajang bertukar pikiran tentang situasi tanah air. Organisasi itu juga menerbitkan majalah yang diberi nama



39



Hindia Putera. Banyaknya pemuda pelajar di Tanah Hindia yang dibuang ke Belanda semakin menggiatkan aktivitas perkumpulan itu. Dalam perkembangan selanjutnya, perkumpulan itu mengutamakan masalahmasalah politik. Jiwa kebangsaan yang semakin kuat di antara mahasiswa Hindia di Belanda mendorong mereka untuk mengganti nama Indische Vereninging menjadi Indonesische Vereeniging (1922). Selanjutnya, pada tahun 1925, perkumpulan itu berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) dengan pimpinan Iwa Kusuma Sumatri, J.B. Sitanala, Moh. Hatta, Sastramulyono, dan D. Mangunkusumo. Nama majalah terbitan mereka juga berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Itu semua merupakan usaha baru dalam memberikan identitas nasionalis yang muncul di luar tanah air. Mereka juga membuat simbol-simbol baru, merah putih sebagai lambang mereka, dan Pangeran Diponegoro sebagai tokoh perjuangan. Perhimpunan Indonesia semakin mendapat simpati dari para mahasiswa Indonesia di Tanah Belanda. Jumlah keanggotaannya semakin bertambah banyak. Tahun 1926, jumlah anggota mencapai 38 orang. Di Tanah Belanda itulah para mahasiswa itu menyerukan kepada semua pemuda di Indonesia Hindia untuk bersatu padu dalam setiap gerakan-gerakan mereka. PI bersemboyan “self reliance, not mendiancy”, yang berarti tidak meminta-minta dan menuntut-nuntut. Dalam anggaran dasarnya juga disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia hanya diperoleh melalui aksi bersama, yaitu kekuatan serentak oleh seluruh rakyat Indonesia berdasarkan kekuatan sendiri. Kepentingan penjajah dan yang terjajah berlawanan dan tidak mungkin diadakan kerja sama (nonkooperasi). Bangsa Indonesia harus mampu berdiri di atas kaki sendiri, tidak tergantung pada bangsa lain. PI menjadi organisasi politik yang semakin disegani karena pengaruh Moh. Hatta. Di bawah pimpinan Hatta, PI berkembang dengan pesat dan merangsang para mahasiswa yang ada di Belanda untuk terus memikirkan kemerdekaan tanah airnya. Aktivitas politik PI tidak saja dilakukan di Belanda dan Indonesia, tetapi juga dilakukan secara internasional. Mahasiswa secara teratur melakukan diskusi dan melakukan kritik terhadap pemerintah Belanda. PI juga menuntut kemerdekaan Indonesia dengan segera. Dengan demikian, jelaslah bahwa Perhimpunan Indonesia merupakan manifesto politik pergerakan Indonesia karena Perhimpunan itu lahir di negeri asing yang saat itu menjadi penjajah Tanah Hindia. Dari tempat penjajah itulah perkumpulan pemuda terpelajar itu berhasil mengobarkan semangat dan panji-panji kemerdekaan Indonesia. Jelaslah bahwa para pemuda Indonesia tidak takut untuk membela dan berjuang untuk kemerdekaan tanah airnya dengan segala risikonya. 2. Partai Komunis Indonesia (PKI) Istilah komunis, berasal dari bahasa Latin “comunis” yang artinya “milik bersama”. Istilah ini berakar dari pemikiran Karl Marx dan Lenin. Dalam perkembangannya, komunis terbagi menjadi dua aliran, yaitu aliran sosial demokrat yang disebut juga sosialisme serta aliran komunisme ajaran Marx dan Lenin. Aliran yang pertama bertujuan membentuk pemerintahan demokratis parlementer dengan pemilihan. Sedangkan yang kedua “Komunisme Marx” yang menjadi dasar



40



perjuangan Marx, Lenin, Stalin, dan Mao Tse Tung adalah komunisme “Diktator Proletar” yang menolak sistem demokrasi parlementer. Pada tahun 1913, H.J.F.M. Hendriek Sneevliet, bekas anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Negeri Belanda, tiba di Jawa sebagai sekretaris serikat dagang perusahaan Belanda. Tahun berikutnya ia mendirikan perkumpulan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) bersama dengan Bergsma, Brandstander, dan H.W. Dekker. Tujuannya adalah menyebarkan Marxisme. Semula, anggotanya hanya orang-orang Belanda saja, seperti Cramer, Van Gelderen, dan Strokis. Demi kemajuan perkumpulan, Sneevliet mendekati Sarekat Islam Cabang Semarang yang dipimpin Samaun dan Darsono. Pendekatan itu berhasil dengan baik. Samaun dan Darsono dipengaruhi dan masuk sebagai anggota ISDV. PKI sendiri berdiri pada tahun 1920 dengan Semaun sebagai ketuanya. Dalam perjuangannya, PKI menggunakan strategi garis komunis internasional, yaitu dengan melakukan penyusupan ke dalam tubuh partai-partai lain. Tujuannya agar organisasi lain terpecah belah dan anggotanya beralih menjadi anggota PKI sehingga kelak mereka dapat membentuk negara komunis. Salah satu organisasi yang disusupi PKI adalah Sarekat Islam. Hal itu mungkin karena Sarekat Islam memperkenankan adanya keanggotaan rangkap, sehingga timbul SI putih dan SI merah (telah disusupi ISDV atau PKI). PKI yang sebagian besar anggotanya adalah kaum buruh sejak semula sudah sadar bahwa pemerintah Belanda selalu menindas rakyat, termasuk kaum buruh. Untuk itu, setiap ada kesempatan, PKI selalu melakukan pemogokan dan kekacauan, dengan puncak berupa pemberontakan. Pemberontakan PKI meletus pada tahun 1926 di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, kemudian meluas ke Sumatra pada tahun 1927. Akan tetapi, pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga banyak anggota PKI yang ditawan dan sebagian dibuang ke Tanah Merah dan Digul, Irian Barat. Di antara mereka terdapat Aliarkham dan Sarjono, sementara Alimin dan Muso berhasil melarikan diri ke luar negeri. 3. Partai Nasional Indonesia (PNI) Partai Nasional Indonesia merupakan perkembangan dari kelompok belajar (Algemeene Studie Club). Rapat yang dihadiri Sukarno, Cipto Mangunkusumo, Suyudi, dan beberapa mantan anggota Perhimpunan Indonesia, di antaranya Iskaq Cokroadisuryo, Budiarto, dan Sunario, berhasil membentuk organisasi pergerakan baru yang dinamakan Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI ini sangat terpengaruh oleh Perhimpunan Indonesia. Tujuan didirikannya PNI adalah kemerdekaan Indonesia. Ideologi partai ini dikenal dengan istilah Marhaenisme, yaitu suatu ideologi kerakyatan yang mencita-citakan terbentuknya masyarakat sejahtera yang merata. Adapun perjuangan PNI didasarkan pada trilogi perjuangan, yaitu kesadaran nasional, kemauan nasional, dan perbuatan nasional. Dengan trilogi perjuangannya ini, PNI berhasil menghimpun partai-partai lain ke dalam suatu organisasi bersama, yaitu Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan



41



Indonesia (PPPKI). PNI bersama partai lain dalam PPPKI melakukan propaganda untuk menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia. Tindakan PNI itu tentu saja menggusarkan pemerintah Belanda. Oleh karena itu, pemerintah Belanda melakukan tindakan keras dengan menggeledah markas PNI dan menangkap para tokohnya. Dalam peristiwa penangkapan yang terjadi pada 28 Desember 1929 itu, pemerintah Belanda berhasil menangkap Sukarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan kolonial. Dalam sidang di pengadilan kolonial Bandung, Sukarno dan kawan kawannya didampingi pembela, yaitu Sastro Mulyono, Sartono, dan Suyudi, yang juga merupakan anggota PNI. Dalam sidang itu, Sukarno menyampaikan pembelaannya yang diberi judul Indonesia Menggugat. Di sana, Soekarno mengungkapkan bahwa pergerakan di kalangan rakyat bukanlah hasil dari hasutan, melainkan reaksi yang wajar dari kaum tertindas yang ingin merdeka. Namun, meskipun pengadilan tidak dapat membuktikan kebenaran tuduhannya, Sukarno dan kawan-kawan tetap dijatuhi hukuman penjara. 4. Partai Indonesia (Partindo) Partai Indonesia (Partindo) didirikan di Jakarta pada 30 April 1931. Pendirian partai ini merupakan hasil keputusan Sartono sewaktu ia menjabat ketua PNI-Iama menggantikan Sukarno yang ditangkap pemerintah Belanda pada tahun 1929. Sartono kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partindo yang memiliki tujuan pokok sama dengan PNI-lama, yaitu mencapai Indonesia merdeka dengan menjalankan politik nonkooperatif terhadap pemerintahan Belanda. Tindakan Sartono ini mendapat reaksi keras dari anggota PNI-lama, di antaranya Moh. Hatta dan Sutan Syahrir, serta golongan yang tidak menyetujui dengan pembubaran ini. Mereka membentuk Golongan Merdeka dan menjadi organisasi baru bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-baru). Partindo dan PNI-baru pun bersaing dalam memperoleh simpati rakyat. Setelah Sukarno dibebaskan dari Penjara Sukamiskin pada tahun 1932, ia bertekad menyatukan kembali PNI-baru dengan Partindo. Akan tetapi, usahanya mengalami kegagalan sehingga ia akhirnya memutuskan untuk memilih Partindo karena organisasi tersebut lebih sesuai dengan pribadinya dan menawarkan kebebasan untuk mengembangkan kemampuan agitasinya. Ia mengumumkan keputusannya tersebut pada 1 Agustus 1932. Jumlah anggota Partindo tahun 1932 meningkat cukup pesat karena daya tarik Sukarno. Akan tetapi, kewibawaannya telah menurun dibandingkan saat ia memimpin PNI-lama. Pendapat pendapatnya sering kali ditentang oleh pengurus Partindo lainnya dan peranannya lebih terbatas di Partindo Cabang Bandung. Meskipun demikian, usul Sukarno untuk mengganti nama Partindo menjadi PNI (Partai Nasional Indonesia) mendapat dukungan dari banyak anggota. Meskipun mendapat banyak dukungan, usul tersebut menemui kegagalan, tetapi konsepnya tentang Marhaenisme dan sosio-ekonomi diterima partai. Sejak Sukarno memilih Partindo, maka PNI-baru berjuang sekuat tenaga untuk menarik simpati rakyat. Antara kedua organisasi ini kadang terjadi saling ejek-



42



mengejek. Pemimpin Partindo seperti Sartono dan Sujudi dinilai sebagai kaum borjuis nasionalis yang menentang kapitalisme Barat tetapi mendukung kapitalisme Indonesia. Gerakan Swadesi Partindo juga mendapat kritikan. Menurut Hatta dan Syahrir, kaum nasionalis harus bersatu untuk mencapai kemerdekaan. Aktivitas Partindo juga dihambat oleh pemerintah Hindia Belanda. Meskipun mendapat pembatasan-pembatasan dan pelarangan, tokoh-tokoh Partindo tidak pernah menggubrisnya. Lewat majalah Pikiran Rakjat dan Soeloeh Indonesia Moeda, mereka melancarkan kritik pedas tentang situasi ekonomi, sosial, dan mengejek tindakan imperialisme Belanda. Melihat hal itu, Gubernur de Jonge menjalankan kewenangan gubernur jenderal, yaitu exorbitante rechten, membuang aktivis pergerakan yang dianggap membahayakan ketenteraman negara. Sukarno kemudian dibuang ke Ende (Flores). Penangkapan Sukarno dan larangan mengadakan rapat oleh pemerintah memberikan pengaruh kepada partai ini. Pada tahun 1936, pengurus Partindo mengumumkan pembubaran dirinya. Pembubaran ini atas ide Sartono yang menggantikan kedudukan Sukarno sebagai ketua. Golongan yang tidak setuju kemudian mendirikan Komite Pertahanan Partindo di Semarang dan Yogyakarta untuk menghambat pembubaran itu, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, tahun 1937, partai tersebut benar-benar bubar dan sebagian besar anggotanya masuk dalam Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo sedikit berbeda dengan Partindo, yaitu menjunjung asas kooperatif terhadap Belanda. M. Respon Kolonial Belanda terhadap Perjuangan Moderat dan Radikal Perjuangan pergerakan melalui strategi moderat adalah bentuk perjuangan untuk memperbaiki kondisi sosial dan budaya. Sifat gerakan ini sangat kooperatif dengan Kolonial Belanda sehingga Belanda tidak merasa terancam. Karena bersifat non politis maka Kolonial Belanda membiarkan organisasi ini berkembang. Perkembangan organisasi akibat pembiaran dari pihak kolonial inilah yang kemudian menumbuh kembangkan rasa cinta tanah air dan kesadaran nasional untuk Indonesia merdeka. Sebaliknya strategi perjuangan dengan cara radikal mendapat tentangan keras dari Kolonial Belanda karena perjuangan ini mengancam kolonisasi pihak Belanda. Para pejuang pergerakan itu tidak mau bekerja sama dengan Kolonial Belanda bahkan ada yang melakukan pemberontakan terhadap Belanda seperti yang dilakukan PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1926. Akibatnya para tokohnya dikejar-kejar kolonial dan organisasi dibubarkan kolonial. N. Keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah) Strategi perjuangan pergerakan dengan cara kolaboratif tentunya mempunyai keuntungan:1). Perjuangan dapat berkembang dengan pesat karena memperjuangkan pendidikan, agama, budaya, dan kesejahteraan rakyat. 2). Dapat bekerja sama dengan kolonial untuk tujuan Indonesia merdeka. 3). Hasil perjuangan dapat terlihat secara nyata misalnya a). KH. Ahmad Dahlan bergerak dalam bidang keagamaan yang mendirikan Muhammadiya. b). Ki Hajar Dewantara begerak dalam bidang pendidikan yang



43



mendirikan Taman Siswa. c). Budi Utomo yang membangun organisasi kepemudaan berdasarkan cita-cita nasionalisme tampa membedakan suku, agama, daerah dan asalusul. d). Serekat Islam yang bertujuan untuk kemajuan perdagangan dari anggotanya sehingga meningkatkan kesejateraan para pedagang dan konsumennya. 2. Alat dan bahan - Komputer/laptop - Internet - Power point J. Kegiatan pembelajaran Utama: Pengaturan Siswa Berkelompok



-



Metode Diskusi kelompok Presentasi Ceramah Debad Bermain peran



K. Asesmen: -



Individu Test tertulis PG dan essay Sikap peserta didik selama mengikuti kegiatan pembelajaran



-



Berkelompok Diskusi kelompok Presentasi Produk hasil diskusi kelompok dalam bentuk tulisan/tulisan/ media lain)



L. Persiapan Pembelajaran: No 1 2 3 4



Langkah Persiapan Pembelajaran Membuat maind maping materi pergerakan kebangsaan Indonesia Mencari informasi materi dan membuat pemaparan power point Membuat tekhnis diskusi kelompok Membuat assesmen



Waktu 15 menit 90 menit 15 menit 30 menit



44



M. Urutan kegiatan pembelajaran dalam1 sesi pembelajaran: Pertemuan ke-1 No



Jenis Kegiatan Pendahuluan



-



Kegiatan yang dilakukan Presensi kehadiran peserta didik Berdoa bersama-sama dipimpin salah satu peserta didik Kesepakatan aturan dalam kegiatan pembelajaran pada hari ini Apersepsi tentang pembelajaran hari ini



Waktu 10 menit



Kegiatan Inti



70 menit - Peserta didik diberi pertanyaan pemantik: Apa perbedaan organisasi perjuangan nasional sebelum dan sesudah tahun 1908? - Menyajikan informasi awal materi tentang organisasi perjuangan nasional sebelum tahun 1908 dan sesudah 1908 dengan media power point - Siswa berdiskusi kelompok dengan tema bentuk-bentuk perjuangan nasional sebelum dan sesudah tahun 1908. Hasil diskusi kelompok tersebut kemudian dipresentasikan di depan kelas.



Penutup



-



Pertemuan ke-2 No Jenis Kegiatan Pendahuluan



-



Kesimpulan tentang materi hari itu Evaluasi kegiatan pembelajaran hari ini Refleksi tentang kelebihan dan kelemahan pembelajaran hari ini



10 menit



Kegiatan yang dilakukan Presensi kehadiran peserta didik Berdoa bersama-sama dipimpin salah satu peserta didik Kesepakatan aturan dalam



Waktu 10 menit



45



No



Jenis Kegiatan -



Kegiatan yang dilakukan kegiatan pembelajaran pada hari ini Apersepsi tentang pembelajaran hari ini



Waktu



Kegiatan Inti



- Peserta didik diberi pertanyaan pemantik: Apa yang mendorong terjadinya tumbuhnya pergerakan nasional dari dalam dan dari luar negeri? - Menyajikan informasi awal untuk membuka wawasan tentang faktor internal (dalam negeri) dan eksternal (luar negeri) tumbuhnya organisasi pergerakan nasional dengan media Power point - Guru menyajikan video/ film tentang faktor internal (dalam negeri) dan eksternal (luar negeri) tumbuhnya organisasi pergerakan nasional - Siswa berdiskusi kelompok tentang faktor internal (dalam negeri) dan eksternal (luar negeri) tumbuhnya organisasi pergerakan nasional. Hasil diskusi kelompok tersebut kemudian dipresentasikan di depan kelas.



70 menit



Penutup



-



Kesimpulan tentang materi hari itu Evaluasi kegiatan pembelajaran hari ini Refleksi tentang kelebihan dan kelemahan pembelajaran hari ini



10 menit



Kegiatan yang dilakukan Presensi tentang kehadiran peserta didik hari ini Berdoa secara bersama-sama sesuai agama dipimpin satu orang



Waktu 10 menit



-



Pertemuan ke-3 No Jenis Kegiatan Pendahuluan



-



46



No



Jenis Kegiatan Kegiatan Inti



Penutup



Pertemuan ke-4 No Jenis Kegiatan Pendahuluan



Kegiatan yang dilakukan peserta didik Kesepakatan aturan dalam kegiatan pembelajaran pada hari ini Apersepsi tentang materi yang dipelajari hari ini



Waktu



70 menit - Peserta didik diberi pertanyaan pemantik: Mengapa organisasi Budi Utomo bersifat moderat/ kooperatif dengan kolonial Belanda? - Guru menyajikan informasi awal sebagai pembuka wawasan tentang pergerakan nasional dalam periode moderat dengan media Power point - Guru menggunakan metode debat dengan tema “Bentuk perjuangan Budi Utomo”. Debat dibagi 2 kelompok pertama temanya agar Budi Utomo bersikap politis menentang kolonialisme sedangkan kelompok lain mengambil tema Budi Utomo dalam perjuangan memilih kooperatif atau moderat. - Dari hasil debat itu kemudian disimpulkan dampak positif dan negatifnya dalam memilih perjuangan moderat maupun politik. 10 menit - Evaluasi kegiatan pembelajaran hari ini - Refleksi kekurangan dan kelebihan pembelajaran hari ini



-



Kegiatan yang dilakukan Presensi kehadiran peserta didik Berdoa sesuai agama dan keyakinan Mengingatkan kembali kesepakatan aturan dalam kegiatan pembelajaran pada hari ini



Waktu 10 menit



47



No



Jenis Kegiatan



Kegiatan yang dilakukan



Waktu



Kegiatan Inti



- Peserta didik diberi pertanyaan pemantik: Mengapa organisasi pergerakan Indische Partij (IP) memilih bentuk perjuangan lewat politik? - Guru menyajikan informasi awal sebagai pembuka wawasan tentang pergerakan nasional dalam periode politik - Peserta didik berdiskusi kelompok membahas tentang Indische Partij (IP), gerakan pemuda, dan gerakan perempuan. - Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan di depan kelas



70 menit



Penutup



-



10 menit



-



Penguatan dari guru tentang materi yang baru saja didiskusikan Kesimpulan secara bersama-sama antara guru dan siswa Evaluasi kegiatan pembelajaran hari ini Refleksi terhadap kelebihan dan kekurangan pembelajaran hari ini



Pertemuan ke-5 No



Jenis Kegiatan Pendahuluan



Kegiatan Inti



Kegiatan yang dilakukan - Presensi kehadiran peserta didik - Berdoa berdasarkan agama dan keyakinan masing-masing dipimpin salah satu orang peserta didik - Mengingatkan kembali kesepakatan aturan dalam kegiatan pembelajaran pada hari ini - Apersepsi untuk menjelaskan pentingnya pokok bahasan hari ini bagi kehidupan peserta didik - Peserta didik diberi pertanyaan pemantik: Mengapa Perhimpunan



Waktu 10 menit



70 menit



48



No



Jenis Kegiatan



Kegiatan yang dilakukan Indonesia setelah ketuanya Muh. Hatta, organisasi mahasiswa di Belanda ini berkembang pesat? - Guru menyajikan informasi awal sebagai pembuka wawasan tentang pergerakan nasional dalam periode radikal - Peserta didik diskusi kelompok tentang Perhimpunan Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Indonesia. - Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan di depan kelas



Penutup



-



Penguatan dari guru tentang materi yang baru saja didiskusikan Kesimpulan secara bersama-sama antara guru dan peserta didik Evaluasi kegiatan pembelajaran hari ini Refleksi terhadap kekurangan dan kelebihan pembelajaran hari ini



Waktu



10 menit



Pertemuan ke-6 No



Jenis Kegiatan Pendahuluan



Kegiatan Inti



Kegiatan yang dilakukan - Presensi kehadiran peserta didik - Berdoa berdasarkan agama dan keyakinan masing-masing dipimpin salah satu orang peserta didik - Mengingatkan kembali kesepakatan aturan dalam kegiatan pembelajaran pada hari ini - Apersepsi untuk menjelaskan arti pentingnya pembelajaran hari ini bagi nilai-nilai kehidupan - Peserta didik diberi pertanyaan pemantik: Mengapa pemerintah kolonial Belanda merespon positif kepada organisasi pergerakan yang bersifat moderat/ kooperatif tetapi sebaliknya merespon negatif



Waktu 10 menit



70 menit



49



No



Jenis Kegiatan



Kegiatan yang dilakukan organisasi pergerakan yang bersifat radikal? - Guru menyajikan informasi awal sebagai pembuka wawasan tentang perbedaan respon pemerintah kolonial Belanda terhadap organisasi pergerakan nasional bertipe moderat dan radikal - Guru menerapkan motode debat dalam pembelajaran. Kelompok satu membahas pentingnya pergerakan nasional dalam bentuk kooperatif. Sedangkan lain membahas pentingnya pergerakan nasional dalam bentuk radikal.



Penutup



-



Penguatan dari guru tentang materi yang baru saja di debatkan Kesimpulan Evaluasi kegiatan pembelajaran hari ini Refleksi dari proses pembelajaran hari ini



Waktu



10 menit



Pertemuan ke-7 No



Jenis Kegiatan Pendahuluan



-



-



Kegiatan Inti



-



Kegiatan yang dilakukan Presensi kehadiran peserta didik Berdoa berdasarkan agama dan keyakinan masing-masing dipimpin salah satu orang peserta didik Guru memberikan informasi tentang kesepakatan aturan dalam kegiatan pembelajaran pada hari ini Apersepsi untuk menjelaskan arti pentingnya pembelajaran hari ini bagi nilai-nilai kehidupan Peserta didik diberi pertanyaan pemantik: Mengapa perjuangan pergerakan nasional dengan cara



Waktu 10 menit



70 menit



50



No



Jenis Kegiatan



Kegiatan yang dilakukan kolaboratif (kerja sama) lebih berhasil dibanding dengan radikal? - Guru menyajikan informasi awal tentang dampak dan keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah) yang ditempuh oleh organisasi pergerakan nasional - Guru menerapkan metode debat dengan membuat dua kelompok. Kelompok pertama membahas tentang keberhasilan perjuangan dengan cara kolaboratif/ kerjasama. Sedangkan kelompok kedua membahas tentang keberhasilan perjuangan dengan cara radikal (perjuangan di bawah tanah)



Penutup



-



Penguatan dari guru tentang materi yang baru saja didebatkan Kesimpulan bersama-sama antara guru dan peserta didik pelajaran hari ini Evaluasi kegiatan pembelajaran hari ini Refleksi dari proses pembelajaran hari ini



Waktu



10 menit



N. Refleksi guru - Apakah guru sudah memberikan pembelajaran terbaik untuk siswa? - Dibutuhkan penanaman karakter dari guru untuk diimplementasikan bagi para siswa - Kesulitan apa yang dialami guru selama proses pembelajaran? - Perlu adanya langkah nyata dari guru untuk memperbaiki proses belajar. - Apakah menurut guru seluruh siswa mengikuti pelajaran dengan baik?



O. Kriteria untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dan asesmennya (asesmen formatif) 1. Penilain Individu a. Penilaian Tertulis Kisi-kisi Soal:



51



CP -



-



Pada Fase F, peserta didik di Kelas XI dan XII mampu mengembangkan konsep-konsep dasar sejarah untuk mengkaji peristiwa sejarah dalam dimensi manusia, ruang, dan waktu. Melalui literasi, diskusi, dan penyelidikan (penelitian) berbasis proyek kolaboratif peserta didik mampu menjelaskan berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia dan dunia meliputi Pemerintahan Orde Baru, Pemerintahan Reformasi, serta Revolusi Besar Dunia, Perang Dunia I dan II, Perang Dingin, dan Peristiwa Kontemporer Dunia sampai abad-21. Peserta didik di Kelas XII mampu menggunakan sumber sekunder dan sumber primer untuk melakukan penelitian sejarah nasional, sejarah



ATP



Indikator Soal



- 11.2. 1 Membandingkan organisasi perjuangan nasional sebelum tahun 1908 dan sesudah 1908



Disajikan ilustrasi tentang perjuangan pergerakan nasional peserta didik dapat membandingkan perjuangan sebelum 1908 dan setelah 1908.



- 11.2.2 Menganalisis faktor internal (dalam negeri) dan eksternal (luar negeri) tumbuhnya organisasi pergerakan nasional



Peserta didik dapat mengkaji ulang faktor-faktor dari internal (dalam negeri) yang menyebabkan tumbuhnya organisasai pergerakan nasional



2/PG (Soal HOTS)



- 11.2.3 Menjelaskan pergerakan nasional dalam periode moderat/koopera tif



Disajikan ilustrasi tentang pergerakan nasional, peserta didik dapat menentukan pergerakan nasional dalam bidang moderat



3/PG



- 11.2.4 Menjelaskan pergerakan nasional dalam periode politik



Disajikan beberapa contoh pergerakan nasional dalam bidang politik, moderat dan radikal perserta didik mampu mengidentifikasi pergerakan nasional dalam bidang politik Disajikan beberapa gambar tokoh-tokoh pergerakan peserta didik dapat mengidentifikasi gambar tokoh pergerakan nasional secara radikal



4/PG



Disajikan ilustrasi tentang respon pemerintah kolonial



6/PG



- 11.2.5 Menjelaskan pergerakan nasional dalam periode radikal. - 11.2.6 Menganalisis



Nonor Soal/Bentuk Soal 1 /PG



5/PG (penggunaan visual/ peta/ gambar)



52



CP



ATP



dunia, dan/atau perbedaan sejarah tematis respon secara sinkronis pemerintah atau diakronis kolonial Belanda kemudian terhadap mengomunikasika organisasi nnya dalam bentuk pergerakan lisan, tulisan, nasional bertipe dan/atau media moderat dan lain. Selain itu radikal mereka juga mampu menggunakan - 11.2.7 keterampilan Membandingkan sejarah untuk dampak dan menganalisis keunggulan peristiwa sejarah antara strategi dari berbagai kolaboratif perspektif dan (kerja sama) dan mengaktualisasika radikal (bawah n minat bakatnya tanah) yang dalam bidang ditempuh oleh sejarah melalui organisasi studi lanjutan atau pergerakan kegiatan nasional kesejarahan diluar sekolah. - 11.2.7 Membandingkan dampak dan keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah) yang ditempuh oleh organisasi pergerakan nasional - 11.2.7 Membandingkan dampak dan



Indikator Soal Belanda terhadap munculnya organisasi pergerakan ,nasional peserta didik mampu menentukan respon kolonial terhadap pergerakan nasional bertipe moderat



Nonor Soal/Bentuk Soal



Disajikan ilustrasi tentang pergerakan nasional secara moderat dan radikal, peserta didik dapat menentukan keunggulan strategi kolaboratif yang ditempuh oleh organisasi pergerakan nasional



7/PG



Disajikan ilustrasi tentang pergerakan nasional dengan cara radikal peserta didik dapat menentukan hambatanhambatan yang diperoleh oleh tokoh-tokoh pergerakan



8/PG



Disajikan beberapa keunggulan pergerakan nasional dengan cara



9/PG



53



CP



ATP



Indikator Soal



keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah) yang ditempuh oleh organisasi pergerakan nasional - 11.2.7 Membandingkan dampak dan keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah) yang ditempuh oleh organisasi pergerakan nasional



kolaboratif dan radikal peserta didik dapat mengidentifikasi keunggulan strategi pergerakan nasional secara kolaboratif



Disajikan beberapa organisasi pergerakan nasional dengan cara kolaboratif dan radikal peserta didik dapat mengidentifikasi organisasi pergerakan dengan cara radikal



2. Penilain Berkelompok a. Penilaian Diskusi Kelompok dan Debat Rubrik Penilaian: No Aspek Penilaian 1



Keaktifan diskusi/ debat a. Aktif memberi masukan pemikiran b. mendengarkan pendapat orang lain



2



Kreatifitas diskusi a. Kreatif dan inovasi dalam diskusi/ debat



0



Skor 1 2



3



Nonor Soal/Bentuk Soal



10/PG



54



b.Ide/gagasan adalah original 3



Kualitas hasil diskusi/ debat a.hasil runtut dan logis b.Pengumpulan hasil diskusi/debat



Indikator Rubrik Penilaian No 1



Indikator Aktif memberi masukan pemikiran



2



Mendengarkan pendapat orang 1 = Mendengarkan pendapat lain 0 = Tidak mendengar pendapat



3



Kreatifitas dalam diskusi/ debat



3= 2= 1= 0=



4



Origionalitas gagasan



3 = gagasan sangat orisionil 2 = gagasan orisionil 1 = gagasan kurang orisionil 0 = gagasan tidak orisionil



4



Hasil diskusi/ debat runtut dan logis



2 = Sangat runtut dan logis 1 = Runtut dan logis 0 = tidak runtut dan tidak logis



5



Pengumpulan hasil diskusi/ debat tepat waktu



3 = lebih awal 2 = tepat waktu 1= terlambat 0 = tidak dilaksanakan 25



Jumlah Skor



Nilai = Jumlah perolehan skor Jumlah skor maksimum



Rubrik 2 = aktif berpendapat 1.= kurang aktif 0 = tidak aktif



Sangat kreatif Kreatif Kurang kreatif Tidak kreatif



X 100 %



55



b. Penilaian Presentasi dan diskusi Rubrik Penilaian : No Aspek Penilaian 1 2 3 4 5



Kelengkapan materi Penulisan materi Kemampuan presentasi Keaktifan selama kegiatan presentasi Sikap menghargai dan menghormati pendapat orang lain



0



1



Skor



2



3



Indikator rubrik penilaian: No 1



Indikator Kelengkapan materi



2



Penulisan materi



3



Kemampuan presentasi Keaktifan selama kegiatan presentasi



4



Kreatifitas media presentasi



Rubrik 2 = lengkap 1 = kurang lengkap 0 = tidak ada 2 = sesuai dengan ramburambu yang diberikan 1 = tidak sesuai rambu-rambu yang diberikan 0 = tidak ada 2 = Komunikatif 1 = Kurang komunikatif 0 =Tidak Komunikatif 3 = Sangat aktif 2 = Cukup aktif 1 = Kurang aktif 0 = Tidak aktif 2 = Menggunakan kreasi digital lebih dari 1(animasi/paint/ video/ dll) 1 = Menggunakan 1 kreasi digital (animasi/paint/ video/ dll) 0 = Tidak menggunakan kreasi



56



No



Indikator



Rubrik digital



5



Sikap menghargai dan menghormati pendapat orang lain



1 = Sikap menghargai dan menghormati pendapat orang lain 0 = Tidak Sikap menghargai dan menghormati pendapat orang lain 20



Jumlah Skor Nilai = Jumlah perolehan skor Jumlah skor maksimum



X 100 %



P. Pertanyaan refleksi untuk Peserta Didik - Apakah peserta didik dapat mencerna seluruh materi yang diberikan oleh guru? - Apakah peserta didik sudah menerapkan karakter yang ditanamkan guru dalam proses pembelajaran? - Kesulitan apa yang dialami para peserta didik selama proses pembelajaran? - Perlu adanya langkah-langkah dari peserta didik untuk memperbaiki hasil belajar. - Perlu adanya sikap dari peserta didik untuk selalu mengikuti pelajaran dengan baik.



Q. Daftar Pustaka Kahin, George Mc Turnan. 2013. Nasionalisme Dan Revolusi Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu Lilik Suharmaji. 2019. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai Pengakuan Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs, MC. 2016. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Link Literasi https://javasrizqi88.wordpress.com/2015/05/05/karakteristik-pergerakan-nasional-sebelumdan-sesudah-1908/ https://slimesite.wordpress.com/2016/05/18/faktor-ekstern-dan-intern-yang-mempengaruhipergerakan-nasional-indonesia/ https://orctha.blogspot.com/2015/05/organisasi-pergerakan-bersifat-moderat.html https://www.donisetyawan.com/perbedaan-strategi-perjuangan-pergerakan-nasional/ https://quizizz.com/admin/quiz/5dce808204a85c001b76a435/pergerakan-nasional-diperiode-moderat



57



R. Lembar Kerja Peserta Didik LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (Diskusi kelompok) Materi : Organisasi perjuangan sebelum dan sesudah tahun 1908 Petunjuk Kegiatan Diskusi: - Bentuklah 6 kelompok dalam kelas! - Pembagian yaitu 3 kelompok tema : Organisasi perjuangan sebelum 1908 dan tiga kelompok dengan tema: Organisasi perjuangan setelah 1908 - Buatlah perencanan kegiatan kunjungan ke perpustakaan, atau link internet - Selama diskusi , kalian harus mengerjakan secara kolaboratif dalam kelompok masing-masing. - Laporan hasil diskusi harus memperhatikan: 1. Keaktifan diskusi 2. Kreatifitas diskusi 3. Mendengarkan pendapat 4. Orisionalitas gagasan 5. Hasil diskusi runtut dan logis 6. Pengumpulan hasil diskusi tepat waktu - Hasil diskusi ditulis dalam kertas dan setelah selesai dikumpul disertai nama kelompok dan nomor absen siswa Penilaian: Peninilaian terhadap individu meliputi: 1. Keaktifan diskusi 2. Kreatifitas diskusi 3. Mendengarkan pendapat 4. Orisionalitas gagasan 5. Hasil diskusi runtut dan logis 6. Pengumpulan hasil diskusi tepat waktu



S. B ahan bacaan peserta didik Buku- buku: Kahin, George Mc Turnan. 2013. Nasionalisme Dan Revolusi Indonesia, Jakarta: omunitas K Bambu Sampai Lilik Suharmaji. 2019. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Pengakuan Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu mesta. mesta. Se Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi



58



Ricklefs, MC. 2016. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Link Literasi: https://javasrizqi88.wordpress.com/2015/05/05/karakteristik-pergerakan-nasional-sebelumdan-sesudah-1908/ https://slimesite.wordpress.com/2016/05/18/faktor-ekstern-dan-intern-yang-mempengaruhipergerakan-nasional-indonesia/ https://orctha.blogspot.com/2015/05/organisasi-pergerakan-bersifat-moderat.html https://www.donisetyawan.com/perbedaan-strategi-perjuangan-pergerakan-nasional/ https://quizizz.com/admin/quiz/5dce808204a85c001b76a435/pergerakan-nasional-diperiode-moderat T. Bahan bacaan guru Buku-buku: Kahin, George Mc Turnan. 2013. Nasionalisme Dan Revolusi Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu Lilik Suharmaji. 2019. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai Pengakuan Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs, MC. 2016. Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Link Literasi: https://javasrizqi88.wordpress.com/2015/05/05/karakteristik-pergerakan-nasional-sebelumdan-sesudah-1908/ https://slimesite.wordpress.com/2016/05/18/faktor-ekstern-dan-intern-yang-mempengaruhipergerakan-nasional-indonesia/ https://orctha.blogspot.com/2015/05/organisasi-pergerakan-bersifat-moderat.html https://www.donisetyawan.com/perbedaan-strategi-perjuangan-pergerakan-nasional/ https://quizizz.com/admin/quiz/5dce808204a85c001b76a435/pergerakan-nasional-diperiode-moderat



U. Materi pengayaan Link literasi; https://javasrizqi88.wordpress.com/2015/05/05/karakteristik-pergerakan-nasional-sebelumdan-sesudah-1908/ https://slimesite.wordpress.com/2016/05/18/faktor-ekstern-dan-intern-yang-mempengaruhipergerakan-nasional-indonesia/ https://orctha.blogspot.com/2015/05/organisasi-pergerakan-bersifat-moderat.html Tugas Pengayaan :



59



-



-



Hanya untuk peserta didik yang memiliki nilai formatif individu minimal = 85 Setelah membaca link literasi siswa dapat lebih memahami tentang perbedaan organisasi perjuangan sebelum dan sesudah 1908, faktor eksteren dan interen yang berpengaruh terhadap perjuangan pergerakan nasional dan gerakan-gerakan yang bersifat moderat berdasarkan informasi-informasi lain yang relevan Tugas bisa tertulis atau lisan dengan media digital atau non digital



V. Materi untuk peserta didik yang kesulitan belajar Link literasi: https://orctha.blogspot.com/2015/05/organisasi-pergerakan-bersifat-moderat.html https://www.donisetyawan.com/perbedaan-strategi-perjuangan-pergerakan-nasional/ https://quizizz.com/admin/quiz/5dce808204a85c001b76a435/pergerakan-nasional-diperiode-moderat Tugas Remedial : Hanya untuk peserta didik yang nilainya kurang dari Kriteria Minimal Setelah melihat link yang diberikan,siswa dapat memahami dan menjelaskan pergerakan nasional yang bersifat moderat, perbedaan strategi perjuangan yang moderat dan radikal, serta memahami pergerakan nasional di periode politik. - Tugas bisa tertulis atau lisan dengan media digital atau non digital -