Modul BPHTB - 2021 - OK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL



BPHTB (Bagian 17 UU 28/2009)



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................................................................................i



BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................1 BAB 2 OBJEK, SUBJEK, TARIF & DASAR PENGENAAN BPHTB, DAN SAAT & TEMPAT BPHTB TERUTANG .....................................................................................................3 2.1. OBJEK BPHTB - Pasal 85 UU PDRD.............................................................................3 2.2. SUBJEK BPHTB – Pasal 86 UU PDRD .........................................................................6 2.3. TARIF & dasar pengenaan BPHTB ...............................................................................6 2.4. SAAT & TEMPAT BPHTB TERUTANG ...........................................................................9 BAB III PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN BPHTB...............................11 3.1. Pembayaran .......................................................................................................................11 3.2. Penetapan Pajak ..............................................................................................................11 3.3. Penagihan Pajak ...............................................................................................................13 3.4. Isu Terkini...........................................................................................................................13 LATIHAN SOAL BPHTB ............................................................................................................19



-i-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



BAB 1 PENDAHULUAN



Pajak merupakan tulang punggung negara dibidang pembiayaan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini dapat dilihat sejak zaman kerajaan baik di Benua Eropa, Kerajaankerajaan di Asia hingga negara modern yang demokratis seperti Amerika Serikat sekarang ini pajak merupakan penerimaan negara yang paling diandalkan. Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dahulu, di nusantara, salah satu pajak yang dilaksanakan adalah Bea Balik Nama atas tanah yang dilaksanakan berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 (selanjutnya disingkat Ordonansi BBN, Stbl. 1924 No. 291). Pajak ini dipungut atas peristiwa hukum yang terjadi karena pemindahan hak atas harta tetap (tanah dan/atau bangunan) sebagaimana yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil (KUHP/S) yang terkenal dengan sebutan Hak Barat atau yang disamakan dengan orang barat (orang Timur Asing). Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan zaman kemerdekaan Republik Indonesia sebelum tahun 1960 terdapat dualisme hukum yang berlaku di bidang pertanahan. Bagi masyarakat yang berasal dari Eropa, Amerika dan orang Asia / Timur Asing termasuk Cina, India, Jepang dan lain-lain berlaku Hukum Barat yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil. Sedangkan untuk orang Indonesia asli (Bumiputera) berlaku Hukum Adat masing-masing daerahnya. Perbedaan perlakuan atas hukum yang berlaku ini sangat terasa dan besar dampaknya bagi masyarakat. Khusus bagi BBN sebagaimana yang tertuang dalam Stbl 1924 No.291 hanya diberlakukan kepada orang atau badan yang hak hukumnya diatur dalam KUHP/S yang dalam setiap peralihan atau perolehan hak penguasaannya atas tanah dan atau bangunan dicatat dalam Akte. Sedangkan bagi mereka para pribumi (bumiputra) bahkan dulu disebut Inlander tidak dikenakan BBN karena tidak diatur peralihan haknya dalam KUHP/S tetapi diatur dalam Hukum Adat dan tidak melalui akta. Dalam pelaksanaannya peralihan hak ini hanya dicatatkan melalui Lurah/Kepala Desa dan dicatat dalam Buku Wira-Wiri Desa guna pemungutan Pajak Bumi yang nantinya akan dilaporkan kepada Jawatan Pajak Bumi (Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian d..h. Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan, Direktorat Jenderal Pajak, saat ini dengan adanya UU No. 28/2009 dikelola Pemerintah Daerah) atau Kantor Pendaftaran Tanah Milik. Pada tahun 1960 lahir Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA No.5/1960), di mana melalui undang-undang ini dualisme di



-1-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



bidang hukum pertanahan DIFUSIKAN, artinya hak-hak atas tanah menurut Hukum Barat dan Hukum Adat dilebur menjadi Hak Indonesia. Sejalan dengan itu maka Ordonansi BBN Stbl 1924 No.291 kehilangan objeknya karena telah dibekukan dengan keluarnya UUPA No.5 Tahun 1960. Keadaan atau kekosongan dasar pemungutan BBN tersebut berjalan mulai 1960 sampai dengan 1997 dan pada tanggal 29 Mei 1997 lahirlah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44. Dengan pertimbangan tersebut di atas, maka diundangkanlah Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 yang diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagai pengganti Bea Balik Nama atas hak harta atas tanah yang tidak dipungut lagi sejak diundangkannya Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. BPHTB selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) di serahkan pengelolaannya ke Pemerintah Daerah. Dalam ketentuan Penutup Pasal 180 angka 6 disebutkan bahwa Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea perolehan hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak di berlakukan undang undang PDRD. Undang-Undang PDRD disahkan pada tanggal 15 September 2009 dengan demikian BPHTB menjadi Pajak Daerah sejak tahun 2011. Sebagian besar Pemerintah Daerah memberlakukan Undang-Undang BPHTB pada tanggal 1 Januari 2011. BPHTB menjadi Pajak Daerah yang pengenaannya di atur dengan Perda (Peraturan Daerah) di mana secara umum aturan dasar yang digunakan tidak jauh berbeda dengan undang-undang yang belaku sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 yang di ubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Bahan Diskusi 1 1. Kapan berakhirnya UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tanggal 2 Agustus 2000? 2. Apabila terjadi perolehan hak atas tanah dan bangunan untuk sektor PBB-P3 pada saat ini, yang menjdi dasar hukum pengenaan BPHTB adalah?



-2-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



BAB 2 OBJEK, SUBJEK, TARIF & DASAR PENGENAAN BPHTB, DAN SAAT & TEMPAT BPHTB TERUTANG 2.1.



OBJEK BPHTB - Pasal 85 UU PDRD



Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan (adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan), yang meliputi: Pemindahan hak, terjadi karena: a. Jual beli b. Tukar menukar c. Hibah d. Hibah wasiat yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia. e. Waris f.



Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainya tersebut.



g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama. h. Penunjukan pembeli dalam lelang yaitu penetapan pemenang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah lelang. i.



Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.



j.



Penggabungan usaha yaitu



penggabungan



dari



dua



badan



usaha



atau



lebih



dengan



cara



tetap



mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung. k. Peleburan usaha



-3-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut. l.



Pemekaran usaha yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagaian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.



m. Hadiah. yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah. Pemberian hak baru, terjadi karena: a. Kelanjutanpelepasan hak yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak. b. Di luar pelepasan hak yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturanperundang-undangan yang berlaku. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. Hak atas tanah meliputi: a. Hak Milik, yaitu hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapatdipunyai orang pribadi atau badan-badanhukum tertentu yangditetapkan oleh Pemerintah. b. Hak Guna Usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasailangsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku. c. Hak Guna Bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyaibangunanbangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri denganjangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. d. Hak Pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil daritanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lainsesuai perjanjian, yang bukan perjanjian



sewa-menyewa



atauperjanjian



pengolahan



tanah



sepanjang



tidak



bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



-4-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



e. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. f.



Hak Pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.



Adapun, Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB (Pasal 85 ayat (4) UU PDRD) adalah objek pajak yang diperoleh : a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. negara



untuk



penyelenggaraan



pemerintahan



dan



atau



untuk



pelaksanaan



pembangunan guna kepentingan umum yaitu tanah/bangunan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik pusat maupun daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, dan jalan umum; c. badan



atau



pemerintah,



perwakilan yang



organisasi



ditetapkan



internasional,



dengan



Keputusan



baik



pemerintah



Menteri



dengan



maupun



non



syarat



tidak



menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. Konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah. contoh:  Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik - tanpa adanya perubahan nama;  Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik atau sejenisnya ) menjadi hak baru;  Perbuatan hukum lain misalnya memperpanjang hak atas tanah tanpa adanya perubahan nama, misalnya perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dilaksanakan baik sebelum maupun setelah berakhirnya HGB. e. orang pribadi atau badan karena wakaf yaitu perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apa pun. f.



orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.



-5-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



2.2.



SUBJEK BPHTB – Pasal 86 UU PDRD



1. Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. 2. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. 2.3.



TARIF & dasar pengenaan BPHTB



Berbicara tentang Tarif dan Dasar Pengenaan BPHTB dibahas didalam Pasal 87 sampai dengan Pasal 89 UU PDRD. Sesuai Pasal 88 UU PDRD bahwa Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dalam hal ini Pemerintah Daerah bisa menetapkan tarif lebih rendah dari tarif yang telah di tetapkan oleh undang-undang. Tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dasar Pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UU PDRD adalah sebagai berikut : NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK (NPOP)



HARGA



NILAI PASAR



TRANSAKSI



HARGA YANGTERCANTUM DALAM RISALAH LELANG



JENIS OBJEK Jual beli



JENIS OBJEK



JENIS OBJEK



a. tukar-menukar



Penunjukan pembeli



b. hibah



dalam lelang



c. hibah wasiat d. waris e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan



-6-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



g. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap h. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak i.



pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak,



j.



penggabungan, peleburan, & pemekaran usaha



k. hadiah Apabila NPOP tidak diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP PBB, maka yang digunakan sebagai dasar pengenaan adalah NJOP PBB Catatan : 1. Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud di atas tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB (Pasal 87 ayat (3) UU PDRD). 2. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling rendah Rp60.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak (Pasal 87 ayat (4) UU PDRD). Dalam hal



ini



Perda



yang



mengatur



boleh



melebihi



dari



angka



tersebut,



dengan



mempertimbangkan kondisi perekonomian dan jumlah penerimaan pajak serta potensi setiap Kabupaten/Kota. 3. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling rendah Rp300.000.000,00 (Pasal 87 ayat (5) UU PDRD). 4. NPOPTKP dimaksud pada butir 2 dan 3 ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Pasal 87 ayat (6) UU PDRD) 5. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Nilai Perolehan Pajak dikurangi dengan NPOPTKP (Pasal 89 UU PDRD). 6. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak atau BPHTB = prosentase tertentu x NPOPKP (Pasal 89 UU PDRD). 7. BPHTB yang terhutang dipungut oleh daerah tempat tanah dan/atau bangunan berada (Pasal 89 UU PDRD). 8. Contoh:



-7-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



WP "A" membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehen Objek Pajak



Rp 65.000.000.



Nilai Perolehen Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 60.000.000. Nilai Perolehen Objek Pajak Kena Pajak



Rp



5.000.000.



BPHTB Yang Terutang 5% x Rp 5.000.000



Rp



250.000.



9. Aturan yang dapat di adopsi oleh Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat dalam penetapan NPOP ini anatara lain adalah sebagai berikut : a. Perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garisketurunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan NPOPTKP paling rendah sebesar Rp300.000.000,- dalam hal ini pemerintah daerah boleh menetapkan paling rendah Rp. 300.000.000,-; b. Perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) dengan dukungan fasilitas KPR bersubsidi dan Rumah Susun Sederhana dengan dukungan fasilitas KPR sarusun bersubsidi, boleh memilih NPOPTKP paling rendah Rp 60.000.000,-; c. Perolehan sertifikasi tanah untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, boleh memilih NPOPTKP paling rendah Rp 60 Juta dengan maksud mengurangi jumlah yang dikenakan pajak; d. Dalam



hal



perolehan



hak



selain



di



atas,



ditetapkan



NPOPTKP



paling



rendahRp.60.000.000,-; 10. Sebagai referensi penyusunan Peraturan Daerah beberapa aturan berikut yang dapat di jadikan pedoman : Perolehan hak karena waris atau hibah wasiat berdasarkan Peraturan Pemerintah No 111 tahun 2000, pengenaan pajaknya diatur sebagai berikut: -



50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang.



-



Terutang sejak tanggal pendaftaran peralihan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang bersangkutan.



Perolehan hak karena hak pengelolaan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 112 tahun 2000 pengenaan pajaknya diatur sebagai berikut: -



0% (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah non Departemen, Pemerintah Daerah, lembaga pemerintah lainnya dan Perum Perumnas



-



50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, untuk penerima Hak Pengelolaan lainnya.



-8-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



11. Besarnya BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif BPHTB dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak, yaitu sebagai berikut



BPHTB = 5%(mak) x (NPOP – NPOPTKP) Atau



BPHTB = 5% (mak) x (NJOP – NPOPTKP)



2.4.



SAAT & TEMPAT BPHTB TERUTANG



Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan (Pasal 90 UU PDRD) adalah sebagai berikut : JENIS PEROLEHAN



SAAT TERUTANG



 jual beli  tukar-menukar  hibah  pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya  pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan  penggabungan, peleburan, & pemekaran



Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris



usaha  hadiah  hibah wasiat  waris



Sejak tanggal pendaftaran peralihan hak ke kantor pertanahan



 putusan hakim



Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap



 lelang



Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang



 pemberian hak baru atas tanah sebagai



Sejak tanggal ditandatangani dan



kelanjutan dari pelepasan hak  pemberian hak baru atas tanah diluar



diterbitkannya surat keputusan pemberian hak



pelepasan hak



Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada butir di atas. -9-



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



Tempat terutang pajak adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. Bahan Diskusi 2 1. Kapan saat BPHTB terutang untuk transaksi jual beli yang belum ada haknya (dalam hal ini sertifikat/sertipikat belum ada)? 2. Kapan saat BPHTB terutang untuk waris dan hibah wasiat baik yang belum ada haknya maupun yang sudah ada haknya (dalam hal ini sertifikat/sertipikat sudah ada)?



- 10 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



BAB III PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN BPHTB 3.1.



Pembayaran



Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Hal ini berarti bahwa pada dasarnya sistem pemungutan BPHTB adalah self assesment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB (SSBBPHTB). Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri formulir SSB. Pajak yang terutang dibayar ke kas Pemerintah Daerah melalui Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan di wilayah Kabupaten/kota yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. Kewajiban membayar sebagaimana tersebut diatas dilaksanakan sebelum: a. akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT/ Notaris. b. Risalah Lelang untuk pembeli ditandatangani oleh Pejabat Lelang. c. Dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam hal: 1). Pemberian hak baru; 2). Pemindahan Hak karena pelaksanaan putusan hakim, hibah wasiat atau waris. Dalam hal BPHTB yang seharusnya terutang adalah nihil, maka Wajib Pajak tetap mengisi SSB dengan keterangan nihil. SSB nihil ini cukup diketahui oleh PPAT/Notaris/Pejabat Lelang/Kepala Pertanahan. SSB Nihil lembar 2,3,dan 4 disampaikan ke Pemerintah Daerah (d..h. KPP Pratama) dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal pembayaran atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Fungsi SSB antara lain adalah : a. Digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran BPHTB yang terutang. b. Sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. c. sebagai Surat Pemberitahuan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (SPOP-PBB) 3.2.



Penetapan Pajak



Dalam pembuatan modul ini, penyusun mengacu ketentuan yang pernah diberlakukan oleh Pemerintah Pusat yang dapat menjadi acuan Pemerintah Daerah, yaitu:



- 11 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) a. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar. b. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Keputusan Bea Perolehan Hak atas



Tanah



dan



Bangunan



Kurang



Bayar



(SKBKB)



ditambah



dengan



sanksi



administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) a. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar. b. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. Surat Tagihan BPHTB (STB) a. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) apabila: 1. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; 2. dari hasil pemeriksaan kantor Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi berupa denda dan atau bunga. b. Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dalam STB ditambah dengan sanksi administrasi dikenakan berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya pajak.



- 12 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



c. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa. 3.3.



Penagihan Pajak



Dasar penagihan pajak meliputi Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Jangka waktu pelunasan pajak yang harus dibayar tersebut adalah paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima Wajib Pajak. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan hal di atas, apabila tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku. (UU NO. 19 TAHUN 2000 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA). 3.4.



Isu Terkini



PERLAKUAN BPHTB TERHADAP PENGGANTIAN NAMA BADAN HUKUM PEMEGANG HAK ATAS TANAH – Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 yang di ubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000. Berdasarkan SE - 43/PJ/2009 tentang perlakuan BPHTB terhadap penggantian nama badan hukum pemegang hak atas tanah, selengkapnya sebagai berikut : 1. Ruang Lingkup penggantian nama badan hukum pemegang hak atas tanah adalah badan hukum pemegang hak yang sama, tetapi namanya berganti. Pada kasus ini tidak terdapat perubahan entitas pemegang hak. 2. Penggantian nama badan hukum pemegang hak atas tanah dibuktikan dengan dokumen berupa: a. akta notaris yang berkaitan dengan perubahan nama badan hukum dimaksud; dan b. persetujuan perubahan anggaran dasar yang berkaitan dengan perubahan nama badan hukum dimaksud dari Menteri Hukum dan HAM c.q Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum. 3. Ketentuan yang terkait:



- 13 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (UU BPHTB) 1) Pasal 2 ayat (1), mengatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. 2) Pasal 2 ayat (2), mengatur bahwa perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: i.



Pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang



mengakibatkan



peralihan,



penunjukan



pembeli



dalam



lelang,



pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, atau hadiah. ii. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak, atau diluar pelepasan hak. 3) Pasal 2 ayat (3), mengatur bahwa hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, atau hak pengelolaan. a. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah : 1) Pasal 56, mengatur bahwa pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan mencatatnya di dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti mengenai ganti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2) Penjelasan Pasal 56 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pemegang hak yang ganti nama adalah pemegang hak yang sama tetapi namanya berganti. Penggantian



nama



pemegang



hak



dapat



terjadi



baik



mengenai



orang



perseorangan maupun badan hukum. 4. Perlakuan BPHTB terhadap penggantian nama badan hukum pemegang hak atas tanah adalah sebagai berikut: a. dalam hal Badan Pertanahan Nasional (BPN) menindaklanjuti pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat badan hukum pemegang hak yang ganti nama dengan mencatatnya di dalam buku tanah, dan sertifikat, tidak terutang BPHTB karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 UUBPHTB; b. dalam hal BPN menindaklanjuti pendaftaran perubahan dalam pendaftaran tanah sebagai akibat badan hukum pemegang hak yang ganti nama dengan menerbitkan surat keputusan perpanjangan hak atas nama badan hukum pemegang hak dengan nama yang baru karena ada penambahan jangka waktu berlakunya hak, tidak terutang BPHTB karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 UU BPHTB; atau



- 14 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



c. dalam hal BPN menindaklanjuti pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat badan hukum pemegang hak yang ganti nama dengan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas nama badan hukum pemegang hak dengan nama yang baru karena jangka waktu berlakunya hak atau perpanjangannya telah habis, terutang BPHTB karena memenuhi ketentuan Pasal 2 UU BPHTB. PPHTB – PP 71/2010 stdtd PP 34/2016 Apabila pemilik tanah dan/atau bangunan tersebut bosan atau karena alasan lain lalu menjual atau menyerahkan kepemilikannya kepada pihak lain maka berhati-hatilah karena ada pajak lain yang harus dibayar oleh pihak yang mengalihkan hak tersebut kepada negara oleh pihak yang mengalihkan hak tersebut. Pajak tersebut dikenal dengan Pajak Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPHTB). PPhTB ini bersifat final sebesar 2,5 % dari jumlah bruto (nilai tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan hak dengan NJOP). Ketentuan mengenai PPhTB ini diubah terakhir berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Contoh 1 Tuan Vino Muda menjual tanah dan/atau bangunan kepada PT Tam Indonesia pada tanggal 14 Februari 2017 di hadapan PPAT Yildiz Akili M. Adapun data tanah di Jakarta seluas 400 m2 dan bangunan seluas 600 m2 dengan harga transaksi sebesar Rp4.560.000.000,00 dan NJOP tersebut Rp4.018.000.000,00 dengan NJOP Bumi dan Bangunan per m2 sebesar Rp3.745.000,00 dan Rp4.200.000,00 dan NPOPTKP Rp60.000.000,00. Analisis aspek Perpajakan baik Vino Muda maupun PT Tam Indonesia! Vino Muda  Pihak Penjual 1. Selaku pihak penjual, Vino Muda akan dikenakan PPhTB sebesar Rp114.000.000,00 (2,5% x Rp4.560.000.000,00) 2. Saat terutang adalah 14 Februari 2017 3. Subjek PPhTB adalah Vino Muda Sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran PPhTB sebagaimana tersebut di atas menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP dengan Kode KAP 411128 dan KJS 402) rangkap 5. 4. Penyetoran PPhTB ke Kas Negara dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan yaitu Vino Muda (sarana SSP tidak terutang Bea Meterai) PT Tam Indonesia  Pihak Pembeli 1. Perhitungan : NPOP



Rp 4.560.000.000,-



- 15 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



NPOPTKP



Rp



60.000.000,-



NPOPKP



Rp 4.500.000.000,-



BPHTB 5%



Rp



225.000.000,-



Pelunasan BPHTB sebesar Rp225.000.000,00 paling lambat pukul 10.00 WIB tanggal 14 Februari 2017 di bank persepsi (bank tempat pembayaran BPHTB di mana objek pajak properti yang meliputi letak tanah dan/atau bangunan berada). 2. Saat terutang BPHTB adalah sejak tanggal dan ditandatanganinya AJB dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pada tanggal 14 Februari 2017. Apabila sejak tanggal dan ditandatanganinya AJB belum dilakukan pembayaran pajak (BPHTB) maka PPAT dikenakan sanksi setiap transaksi Rp7.500.000,00 dan kepada Wajib Pajak terlambat melakukan pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sejak saat terutang. 3. Subjek BPHTB adalah PT Tam Indonesia 4. Sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran perhitungan BPHTB sebagaimana tersebut di atas menggunakan formulir Surat Setoran BPHTB (SSB) rangkap 5 dengan rincian sebagai berikut: Lembar 1 : Wajib Pajak Lembar 2 : Bank yang selanjutnya untuk KPP Lembar 3 : KPP Lembar 4 : Bank Lembar 5 : BPN/PPAT/KP2LN 5. SSB sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Oleh karena itu, SSB sebagai sarana untuk balik nama dalam SPPT PBB. 6. Penyetoran BPHTB dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang memperoleh ha katas tanah dan/atau bangunan, dalam hal ini PT Tam Indonesia kepada negara (sarana SSB tidak terutang Bea Meterai) Mulai 1 Januari 2009, terdapat perubahan perlakuan PPh untuk pengusaha yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Perubahan tersebut disebabkan karena adanya penambahan objek PPh Pasal 4 ayat 2 huruf d (PPh Final) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2016, peraturan sebelumnya yang dicabut yaitu PP Nomor 48 Tahun 1994 beserta perubahannya, tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.



- 16 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



Berdasarkan PP No 34 yang mulai berlaku 08 September 2016, Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dikenai PPh sebesar: a. 1% dari harga jual atau NJOP PBB, mana yang lebih tinggi. a.1. untuk pengalihan Rumah Sederhana terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. a.2. untuk pengalihan Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. 2,5% dari harga jual atau NJOP PBB, mana yang lebih tinggi, untuk pengalihan lainnya. Jadi, perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2009 tidak ada karena PPh atas pengalihan tersebut sudah bersifat final. Contoh 2 Perhitungan PPh untuk Pengusaha real estate mulai 08 September 2016) PT Aqilah Propertindo adalah perusahaan real estate & real property yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. PPh yang wajib dibayar oleh PT Aqilah Propertindo adalah: Nilai transaksi pengalihan PPh Final 2,5 %



Rp 4.560.000.000,Rp



114.000.000,-



Pihak pembeli dikenakan BPHTB Terutang sebesar = 5% x (Rp 4.560.000.000,- - Rp 60.000.000,-) = Rp 225.000.000,Contoh 3 Perhitungan PPh untuk pengusaha real estate yang usaha pokoknya Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana mulai 08 September 2016 PT Aqilah Propertindo merupakan pengusaha real estate & real property mengalihkan sebuah Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) dengan harga satu tipe studio sebesar Rp144.000.000,00. PPh terutang atas pengalihan hak atas tanah rumah sederhana dan rumah susun sederhana adalah 1 % dari nilai pengalihan. PPh yang wajib dibayar oleh PT Aqilah Propertindo adalah: PPh = 1% x Rp 144.000.000,00 = Rp 1.440.000,00



- 17 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



Pihak pembeli dikenakan BPHTB Terutang sebesar = 5% x (Rp 144.000.000,- - Rp 60.000.000,) = Rp 270.000,Bahan Diskusi 3 1. Bapak XX telah membeli sebidang tanah girik dari Ibu YY pada tahun 1996, sebelum adanya UU BPHTB. Pada hari ini, ia mendaftarkan tanah tersebut (konversi hak atas tanah) di BPN. Atas pendaftaran tanah tersebut, maka ia diharuskan membayar BPHTB yang terutang … a. Pernyataan tersebut salah b. Pernyataan tersebut benar c. UU BPHTB belum mengatur kapan saat terutangnya d. Jawaban B dan C benar 2. Sebuah BUMN berinisial PT HSY bergerak di bidang perkebunan berdiri di atas lahan yang bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Pemegang sertifikat HGU tersebut adalah PT HSY. Masa berlaku HGU berakhir sampai dengan 2 Januari 2012. Pada tanggal 1 September 2011, pihak manajemen berinisiatif meningkatkan status tanah dari HGU menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT HSY juga. Pihak manajemen menghubungi



pihak



Notaris



agar



membantu



menyelesaikan



persoalan



tersebut.



Kemudian si Notaris mendaftarkannyake Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Pihak BPN menginformasikan bahwa berkas tersebut tidak dapat diproses sebelum dilunasi terlebih dahulu BPHTB yang terutang. Pihak manajemen menghubungi KPP Pratama setempat untuk menanyakan berapa BPHTB terutangnya. Setelah mendapatkan jawaban tertulis dari KPP Pratama tersebut, maka pihak manejemen segera membayar BPHTB terutang. Setelah PT HSY melalui Notaris menyerahkan Surat Setoran BPHTB (SSB) kepada BPN, barulah pihak BPN bersedia memproses sertifikat tersbut. Akhirnya, Sertifikat HGB atas nama PT HSY diterbitkan oleh BPN dan diterima oleh PT HSY pada tanggal 1 Desember 2011. Diskusi: a. Betulkah bahwa peningkatan kelas dari HGU menjadi HGB tersebut terutang BPHTB? Berikan alasannya! b. Seandainya tidak terutang BPHTB, saran apa/nasehat apa yang akan Saudara lakukan selaku Konsultan Pajak?



- 18 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



LATIHAN SOAL BPHTB BAGIAN A : ESSAY Soal 1 Pada tanggal 2 Mei 2014 Tuan Dorayaki dengan PT Baling Baling Bambu melakukan transaksi didepan Notaris PPAT dengan harga transaksi sebesar Rp 300.000.000,00. Surat Setoran BPHTB (SSB) dibuat dengan bantuan salah seorang karyawan notaris dan telah dibayarkan ke Bank Pintu Ajaib a. Hitunglah BPHTB yang dibayar oleh Tuan Dorayaki jika diketahui



NPOPTKP = Rp



80.000.000,- atau Rp 350.000.000 b. Atas objek tersebut dilakukan pemeriksaan oleh Dinas Pajak Daerah setempat diterbitkan SKBKB pada tanggal 30 Juni 2015 dengan data Luas tanah 300 m2; dengan nilai tanah Rp 1.200.000 dan Luas bangunan 150 m2; dengan nilai bangunan Rp 950.000. Hitunglah besarnya SKBKB yang diterbitkan oleh Dinas Pajak Daerah setempat pada tanggal 30 Juni 2015 ! Soal 2 Tuan Ahmad adalah seorang broker tanah di wilayah Jabodetabek, pada tanggal 14 Februari 2014 dia menjadi pemenang lelang yang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan dan Piutang Lelang Negara atas sebuah rumah dengan harga Rp 500.000.000,- sedangkan NJOP PBB tersebut adalah Rp 700.000.000,-. a. Kewajiban Tuan Ahmad saat menjadi pemenang lelang adalah membayar BPHTB, hitung besarnya BPHTB terutang apabila NPOPTKP Rp 60.000.000 atau Rp. 300.000.000 ! dan sarana apa yang digunakan untuk membayar ? b. Kapan kasus tersebut terutang BPHTB? Soal 3 Pak Han Mangku Wanito Limo menghibahwasiatkan suatu tanah seluas 1.000 m2 kepada sebuah Yayasan Yatim Piatu (Yayasan Sosial Nirlaba) dengan Akta Notaris PPAT pada tahun 2011. Pak Han Mangku Wanito Limo meninggal dunia pada tanggal 15 Maret 2012, kemudian pihak yayasan mendaftarkan peralihan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten XX pada tanggal 1 September 2012. Pada saat didaftarkan, NJOP sebagai dasar pengenaan PBB adalah Rp 2.352.000.000,-. Nilai pasar tanah tersebut pada tahun 2013 sebesar Rp 2.500.000,- per m2. Apabila NPOPTKP di Kabupaten XX adalah Rp 80.000.000,- dan Rp 350.000.000,-. Hitung BPHTB yang seharusnya dibayar!



- 19 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



Soal 4 Hitung BPHTB Terutang apabila rumah yang Saudara tempati tersebut dijual kepada Nyonya Novi R Murtopo! Apabila Tarif BPHTB 5% dan harga transaksi dibawah NJOP PBB – P2. Soal 5 a. Tahun 2017, PT Yam Indonesia mendapat hak pengelolaan 100ha tanah dari pemerintah, yang berasal dari tanah negara. Menteri Keuangan telah menetapkan tanah tersebut dengan NJOP = Rp200.000/m2 Hitung BPHTB yang harus dibayar PT Yam Indonesia, jika NPOPTKP = Rp60.000.000 ! b. Tahun 2017, Tuan Purno Hadi Murtopo mendapat warisan dari orang tuanya sebidang tanah hak milik dengan nilai pasarnya Rp500.000.000. Pada tahun 2017, tanah tersebut dikenakan PBB dengan NJOP Rp 600.000.000. Hitung BPHTB yang harus dibayar Tuan Purno Hadi Murtopo, jika NPOPTKP = Rp 300.000.000 ! Soal 6 Tengku Abdullah Tarmizi, seorang hartawan yang berasal dari Propinsi NAD ingin hibah wasiat sebidang tanah seluas 1 Ha kepada suatu Yayasan Yatim Piatu “Al Khairat”. Untuk maksud



tersebut



beliau



menemui



Saudara



sebagai



seorang



konsultan



pajak



dan



menanyakan apakah atas hibah wasiat tersebut dikenakan BPHTB. Saudara diminta untuk menjelaskan secara rinci tentang BPHTB atas hibah wasiat kepada Tengku Abdullah Tarmizi! BAGIAN B: PILIHAN GANDA 1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan …. a. Atas tanah dan bangunan. b. Atas manfaat tanah dan bangunan. c. Atas perolehan hak tanah dan bangunan. d. Atas hak milik tanah dan bangunan. 2. Perhatikan empat pernyataan di bawah ini ! Pernyataan 1 Objek Waris antara Mr X dengan Saudara Kandung akan mendapatkan NPOPTKP paling rendah Rp 300 juta, bukan paling rendah Rp 60 juta. Pernyataan 2 Objek Waris antara Mr X dengan Anak Kandung akan mendapatkan NPOPTKP paling rendah Rp 300 juta, bukan paling rendah Rp 60 juta.



- 20 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



Pernyataan 3 Objek Hibah Wasiat antara Mr X dengan Saudara Kandung akan mendapatkan NPOPTKP paling rendah Rp 300 juta, bukan paling rendah Rp 60 juta. Pernyataan 4 Objek



Hibah



Wasiat



antara Mr X dengan



Anak Kandung akan



mendapatkan NPOPTKP paling rendah Rp 300 juta, bukan paling rendah Rp 60 juta Pernyataan manakah yang tepat ! a. Pernyataaan 1, 2 dan 3 benar. b. Pernyataaan 2 dan 4 benar. c. Pernyataaan 1, 2 dan 3 benar. d. Pernyataaan 2 dan 4 salah. 3. Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh … . a. Negara untuk penyelenggaraan usaha. b. Orang pribadi atau badan karena wakaf. c. Orang pribadi karena hibah. d. Semua salah. 4. Pemasukan dalam Perseroan atau badan Hukum lainnya merupakan ... . a. Pengalihan Hak yang merupakan Hak Perolehan. b. Pemindahan Hak. c. Pemisahan Hak yang mengakibatkan Peralihan Hak. d. Kelanjutan Pelepasan Hak. 5. Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, kecuali ... . a. Jual beli, dan kelanjutan pelepasan hak. b. Waris dan Hibah Wasiat. c. Konversi hak atas nama yang sama. d. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. 6. Besarnya NPOP dalam hal jual beli adalah … . a.



Harga transaksi objek pajak tersebut.



b.



Nilai pasar objek pajak tersebut.



c.



NJOP tahun yang lalu dari objek pajak tersebut.



d.



Harga transaksi yang nilainya melebihi NJOP.



7. Apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan warisan berupa tanah dan bangunan, maka warisan tersebut ... . a. bukan objek pajak. b. harus didaftarkan ke pengadilan untuk pembagian warisan.



- 21 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



c. objek BPHTB. d. dibagi kepada ahli waris tanpa dipotong pajak.



- 22 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Bagian Ketujuh Belas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pasal 85 (1) Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. (2) Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemindahan hak karena: 1) jual beli; 2) tukar menukar; 3) hibah; 4) hibah wasiat; 5) waris; 6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain; 7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8) penunjukan pembeli dalam lelang; 9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 10) penggabungan usaha; 11) peleburan usaha; 12) pemekaran usaha; atau 13) hadiah. b. pemberian hak baru karena: 1) kelanjutan pelepasan hak; atau 2) di luar pelepasan hak. (3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; dan f.



hak pengelolaan.



- 23 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



(4) Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh: a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. negara



untuk



penyelenggaraan



pemerintahan



dan/atau



untuk



pelaksanaan



pembangunan guna kepentingan umum; c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan f.



orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah. Pasal 86



(1) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. (2) Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Pasal 87 (1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. (2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal: a. jual beli adalah harga transaksi; b. tukar menukar adalah nilai pasar; c. hibah adalah nilai pasar; d. hibah wasiat adalah nilai pasar; e. waris adalah nilai pasar; f.



pemasukan dalam peseroan atau badan hokum lainnya adalah nilai pasar;



g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar; h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar; i.



pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;



j.



pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;



k. penggabungan usaha adalah nilai pasar; l.



peleburan usaha adalah nilai pasar;



m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;



- 24 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



n. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. (3) Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan. (4) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. (5) Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (6) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 88 (1) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). (2) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 89 (1) Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (6). (2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Tanah dan/atau Bangunan berada. Pasal 90 (1) Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan untuk: a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;



- 25 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan; f.



pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;



g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; i.



pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;



j.



pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;



k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; l.



peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;



m. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; dan o. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang. (2) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 91 (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak



atas



Tanah



dan/atau



Bangunan



setelah



Wajib



Pajak



menyerahkan



bukti



pembayaran pajak. (2) Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. (3) Kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran Hak atas Tanah atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Pasal 92 (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.



- 26 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



(2) Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 93 (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran. (2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan. (3) Kepala kantor bidang pertanahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PENJELASAN ATAS Bagian Ketujuh Belas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Contoh: Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak



= Rp.65.000.000,00



Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak



= Rp.60.000.000,00 (-)



Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak



= Rp. 5.000.000,00



Pajak Yang Terutang = 5% x Rp5.000.000,00



= Rp.



250.000,00



- 27 -



BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)



Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “risalah lelang” adalah kutipan risalah lelang yang ditandatangani oleh Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas.ta



- 28 -