MODUL Eksp Fisika 2 2014 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM (LAB MANUAL) EKSPERIMEN FISIKA II (MAF 1620)



Nama Praktikan :……………………………………………………… NIM



:………………………………………………………



Kelompok



:………………………………………………………



JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER FEBRUARI 2013 1



BUKU PANDUAN PRAKTIKUM (LAB MANUAL) EKSPERIMEN FISIKA II (MAF 1620)



EDISI 11, FEBRUARI 2013



DISUSUN OLEH: TIM PENYUSUN BUKU PANDUAN PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA MODERN DAN OPTOELEKTRONIKA JURUSAN FISIKA, FMIPA, UNIVERSITAS JEMBER



DITERBITKAN OLEH LABORATORIUM FISIKA MODERN DAN OPTOELEKTRONIKA JURUSAN FISIKA, FMIPA, UNIVERSITAS JEMBER ALAMAT : JL. KALIMANTAN III/37, TELPON : 0331 339064



2



DAFTAR ISI No. 1. Halaman judul



Deskripsi



Hal. 1



2.



Halaman hak cipta



2



3.



Daftar isi



3



4.



Preface



4



5.



Tata Tertib, Prosedur Praktikum dan Keselamatan Laboratorium



5



6.



Penilaian Hasil Kerja Laboratorium



7



7.



Panduan penulisan laporan praktikum



8



1. Laporan mingguan



8



2. Laporan akhir



9



8.



Errors, Significant Figures and Rounding off



9.



JUDUL-JUDUL EKSPERIMEN



11



1. Interferometer Michelson



16



2. Interferometer Fabry-Perot



23



3. Variasi Indeks Bias Terhadap Tekanan



27



4. Indeks Bias Akrilik dan Kaca



32



5. Hukum Malus (Polarisasi Cahaya)



36



6. Hukum Fresnel Pemantulan Cahaya



41



3



PREFACE Welcome to the exciting world of optoelctronics and modern optics ! The manual book is the 8th edition. Some improvements had been added related to: the experimental procedures, modules and also the format of report. This experiments in this manual cover virtually every topic you will encounter in the lecture course. Therefore they are invaluable as an aid to deeper understanding of those topics. Fundamental laws and relationships will be put to the test and (hopefully) verified. In order to take maximum advantage of what this course can offer, read up on your assigned experiment beforehand.Question your instructor if things are unclear. . This course will also provide you with the opportunity to hone your reportwriting skills. Remember that when you enter the job market, writing ability is one of the most important qualities that employers are seeking. Or, if you intend to enter graduate school, you will be required to write a thesis or papers for publication. Your instructor may be use english language in communication with you in experiment working. But carefully that you have difficulities or (the warning in modul), I hope you or your instructor use Indonesia language in communication. I hope you exercise to use english language when you may be write or speak with your supervisor next master study. For the students, please always write the result including the error estimation. You need the significant-figure concepts also. This is the important thing! Don’t forget to predict and calculate the measurement errors every time you took data. This will help you analyzing your results. Finally I want to thank to Endhah Purwandari, S.Si, M.Si helping correcting the manual. We need positive critics and suggestions from everybody also. Thank very much for this.



Jember, February 2013



Head of Laboratorium Optoelectonics and Modern physics



TATA TERTIP, PROSEDUR PRAKTIKUM DAN 4



KESELAMATAN LABORATORIUM Tata Tertib Praktikum: 1. 2. 3. 4.



Praktikan harus hadir di lab 10 menit sebelum praktikum dimulai. Praktikan wajib berpakaian rapi,sopan dan memakai sepatu. Selama praktikum, praktikan dilarang makan, minum, dan merokok. Selama praktikum, praktikan dilarang melakukan aktivitas selain yang ada kaitannya dengan praktikum dan selalu menjaga kebersihan laboratorium. 5. Bagi praktikan yang berhalangan hadir harus ada ijin atau pemberitahuan (misal secara tertulis atau via telepon) terlebih dahulu kepada asisten, untuk pengaturan jadwal praktikum susulan (inhal). Pemberitahuan berhalangan hadir setelah praktikum berjalan tidak dapat diterima, kecuali ada alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. 6. Berhalangan hadir tanpa pemberitahuan seperti dalam poin 4 di atas dianggap praktikan tidak mengikuti praktikum tersebut dan tidak ada inhal (susulan praktikum). 7. Berhalangan hadir sesuai jadwal yang ditetapkan hanya dapat ditoleransi untuk alasan sakit (menunjukkan surat keterangan dokter pada kesempatan yang lain) atau alasan lain yang benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. 8. Inhal dapat dilakukan dengan persetujuan dosen pembina dengan memperhatikan masukan dari asisten dan kemudian dikoordinasikan dengan ketua lab. 9. Inhal (praktikum susulan) dilakukan (setelah disetujui) dengan mendaftar ulang ke teknisi lab untuk praktikum yang akan dilakukan. 10.Inhal tidak boleh lebih dari 3 modul praktikum, jika lebih diharuskan mengulang tahun depan.



Prosedur Praktikum: 1. Satu hari sebelum praktikum berlangsung (untuk tiap modul), praktikan harus sudah lulus pre-test yang diberikan oleh dosen. Praktikan yang belum lulus pretest tidak diijinkan mengikuti praktikum. Oleh karena itu disarankan praktikan memperhatikan jadwal pre-test yang diberikan dosen. Pre-test mungkin terjadi lebih dari sekali jika praktikan dianggap belum siap (hasil pre-test tidak memuaskan). Oleh karena itu usahakan pre-test paling tidak 1 hari sebelum praktikum.



5



2. Dalam setiap praktikum berjalan, praktikan mencatatkan hasil/data pengamatan pada logbook (buku kerja praktikum). Dalam logbook tersebut, praktikan harus menuliskan beberapa hal berikut:  Judul praktikum  Tanggal praktikum, hari, jam dan tempat praktikum.  Nama kelompok, anggota kelompok  Nama asisten.  Tabel data pengamatan  Catatan-catatan penting yang teramati selama praktikum selesai praktikum asisten akan menandatangani logbook 3. Selama praktikum berlangsung asisten hendaknya mengawasi jalannya praktikum secara aktif dan tidak menunggu sampai praktikan mendapatkan masalah. 4. Setiap selesai memandu praktikum, asisten harus menuliskan peristiwa yang terjadi selama praktikum berlangsung pada buku JURNAL PRAKTIKUM. 5. Setiap minggu praktikan wajib mengumpulkan laporan mingguan dengan format sesuai ketentuan yang akan dinilai oleh asisten. Tugas-tugas yang diberikan harus diulas dalam laporan ini. 6. Setelah semua praktikum (6 modul) selesai, mahasiswa diminta menyerahkan laporan akhir dengan format sesuai ketentuan (format jurnal ilmiah) untuk satu topik yang akan diberikan. Laporan akhir akan dinilai oleh dosen Pembina.



Keselamatan Laboratoriun: 1. Selama praktikum berlangsung, praktikan harus berhati-hati dalam menggunakan peralatan praktikum. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum sangat sensitif, oleh karena itu pastikan semua bagian peralatan praktikum terangkai dengan benar (jika perlu tanyakan kepada asisten) 2. Selalu memperhatikan sambungan ke listrik PLN sudah benar atau belum. 3. Praktikan harus mengutamakan keselamatan kerja, kerusakan alat akibat kecerobohan/ kesalahan prosedur menjadi tanggung jawab praktikan. 4. Jangan memandang langsung (lurus kearah sumber) sinar laser. 5. Setelah praktikum selesai, praktikan harus memastikan peralatan sudah dikembalikan seperti kondisi semula.



6



PENILAIAN HASIL KERJA LABORATORIUM



Penilaian pada matakuliah Eksperimen Fisika II (MAF 1620) didasarkan pada komponen-komponen berikut: No. Point-Point 1. Pre-test 2. Pelaksanaan praktikum (Tugas Pendahuluan, 3. 4.



Prosentase 20% 40%



Praktikum, Laporan Mingguan) Laporan Resmi Seminar (UAS) + poster Total



Nilai-nilai sementara PRAKTIKUM.



akan direkam



dalam lembar



20% 20% 100% REKAPITULASI



NILAI



PANDUAN PENULISAN LAPORAN 7



1. Laporan Mingguan Penulisan Laporan Praktikum ditulis tangan rapi pada log book, dengan mengikuti format berikut: 1. Halaman Judul memuat judul praktikum, nama mahasiswa, NIM, nama asisten, nama laboratorium, nama jurusan, nama fakultas, tanggal laporan dibuat. 2. Abstrak (bahasa Indonesia atau bahasa Inggris) 3. Pendahuluan memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan praktikum 4. Dasar Teori rumus rumus yang ada dalam buku panduan praktikum seharusnya diturunkan dan diuraikan secara rinci. Dasar teori tidak boleh meng-copy seperti apa adanya di buku panduan. Mahasiswa harus dapat menuliskan dengan cara dan fikirannya sendiri 5. Metode Penelitian/praktikum alat dan bahan, uraikan metode pengambilan dan pengolahan data dengan jelas 6. Hasil beberapa hal yang perlu diperhatikan : (i) Setiap variabel fisis yang diukur harus disertakan satuannya (ii) Jangan lupa menuliskan/menyertakan ralat untuk hasil anda (iii) Cari hasil pengamatan yang telah dilakukan orang lain bila ada sebagai pembanding/referensi. (iv) Hitung dan tuliskan hasil secara benar dengan memperhatikan ralat dan konsep angka penting. Ingat setiap menuliskan hasil harus dengan ralat beserta satuannya, misalkan tahanan R = (10,1 ± 0,5) Ω. (v) Tampilkan grafik secara baik (dengan software Spreadsheet Excel atau software lainnya). Grafik harus ada judul grafik, nama sumbu grafik, skala yang proporsional. 7. Pembahasan Bandingkan hasil saudara dengan referensi yang ada (sesuai literatur) atau perhitungan secara teori, Bahas secara mendalam dan jelaskan! Jika mungkin tampilkan hasil suadara bersama-sama hasil secara teori dan referensi lain dalam satu grafik! 8. Kesimpulan dan Saran Simpulkan hasil data dan diskusi di atas dan berikan saran 9. Daftar Pustaka memuat judul-judul buku, jurnal dll yang digunakan sebagai referensi. 11.Lampiran 8



tabel data pengamatan, perhitungan, gambar atau grafik dan sebagainya dilampirkan secara rinci dan jelas. Catatan: (i) Laporan diserahkan kepada asisten sebelum praktikum berikutnya dimulai (ii) Apabila mahasiswa tidak menyerahkan laporan tepat pada waktunya (point (i)) maka harus dapat memberikan alasan yang dapat diterima/masuk akal. (iii) Asisten diharapkan benar-benar menilai laporan dengan memperhatikan poin 8 di atas.



2. Laporan Akhir (Final Report) Laporan akhir (salah satu judul praktikum) diketik rapi dalam format jurnal ilmiah, kertas HVS A4, misalnya seperti berikut ini (boleh dalam bahasa inggris): Judul Percobaan/Title Nama Penulis Nama Jurusan, Fakultas dan Universitas Alamat Email Tanggal submit jurnal laporan Abstrak (Abstract) (Secara ringkas kurang lebih 100 kata. Menampilkan juga hasil akhir sesuatu yang dihitung. Jangan lupa menuliskan beserta ralat dan satuannya. Tulis bagian ini setelah menuliskan bagian yang lain selesai.) 1. Pendahuluan (Introduction). Memuat rumusan dan tujuan eksperimen. Diberikan ulasan teori yang mendasari. Tampilkan juga penurunan teoretik yang telah saudara dapatkan. Tuliskan secara singkat namun ini penting. 2. Metode Eksperimen (Experimental Methods). Deskripsi peralatan. Bila dapat berikan dalam bentuk flowchart, block atau diagram. Bagaimana cara mendapatkan data?. Apa yang akan diukur/dibaca oleh alat? Berapa kali penukuran dan beapa data yang diambil? 3. Hasil (Result).



9



Tuliskan hasil beserta ralatnya. Jelaskan dengan rumus apa hasil dihitung. Diskusikan ketidakpastian pengukuran. Bedakan antara ralat acak (random errors) dan ralat sistematis (systematic errors) yang berpengaruh pada percobaan saudara. 4. Diskusi (Discussion) Bandingkan hasil saudara dengan referensi yang ada (sesuai literature). Bandingkan hasil suadara dengan perkiraan secara teori. Jika mungkin tampilkan hasil suadara bersama-sama hasil secara teori dan referensi lain dalam satu grafik! (tampilkan in dalam bentuk titik-titik data beserta “error bars”. 5. Kesimpulan dan saran Simpulkan hasil data dan diskusi di atas dan berikan saran 6. Daftar Pustaka (References) Semua hal yang saudara tulis yang bukan berasal dari saudara sendiri harus disebutkan referensinya. Contoh: 1. G.L. Squires, 1986, Practical Physics, Cambridge: Cambridge University Press. Catatan tambahan: a) Gambar. Gambar (grafik, atau yang lain) yang ditampilkan harus diberi nomor urut dan judul gambar, dituliskan di bawah gambar rata tengah. b) Persamaan/rumus. Persamaan yang muncul harus diberi nomor urut dan dituliskan rata kanan. c) Tabel. Tabel harus diberi nomor urut dan judul tabel, dituliskan rata kiri di atas tabel.



10



ERRORS, SIGNIFICANT FIGURES AND ROUNDING OFF



Error/Uncertainty (ralat) Every time you want to present an experimental result (data) you write as below:



Rthe



best



will depend on your own situation. Rthe



best



may appear from the only single



measurement or from the repeating measurements or from the calculation using certain formula. Whereas R will depend on how you got your Rthe best. Lets you know the criteria: i). Rthe best is from single measurement. What is the error R? You can take this value of a half of the least scale of measurement gauge. ii) Rthe best is from the repeating measurements. You can get this value by this mean formula: N



Rthe best =



R i 1



i



/N



for N times measurement.



How can you get your error? If the experimenter squares each deviation from the mean, averages the squares, and takes the square root of that average, the result is a quantity called the "root-mean-square" or the "standard deviation" R of the distribution. It measures the random error or the statistical uncertainty of the individual measurement Ri:



About two-thirds of all the measurements have a deviation less than one R from the mean and 95% of all measurements are within two R of the mean. In accord with our intuition that the uncertainty of the mean should be smaller than the uncertainty of any



11



single measurement, measurement theory shows that in the case of random errors the standard deviation of the mean R mean is given by: R m = R / N , where N again is the number of measurements used to determine the mean. Whenever you make a measurement that is repeated N times, you are supposed to calculate the mean value and its standard deviation as just described. For a large number of measurements this procedure is somewhat tedious. If you have a calculator with statistical functions it may do the job for you. There is also a simplified prescription for estimating the random error which you can use. Assume you have measured the fall time about ten times. In this case it is reasonable to assume that the largest measurement tmax is approximately +2R from the mean, and the smallest tmin is -2R from the mean. Hence: R  ¼ (Rmax - Rmin) is an reasonable estimate of the uncertainty in a single measurement. The above method of determining R is a rule of thumb if you make of order ten individual measurements (i.e. more than 4 and less than 20). iii) Rthe best was from the calculation of the certain formula (usually function of more than two variables). You can find your error from the error propagation method!. For example if R = R(x,y,z) then your error will be: R 



 R     x 



2



 x 



2



 R      y 



2



R    z 



 y  2  



2



 z  2



iv) Rthe best is from the graph. Sometime you got your Rthe best from the linear equation (from graph) like



. In this case the Rthe best =B is the slope of the graph and



you can get this value using the EXCEL spread sheet for example. What is the error of Rthe best ? You can use this formula:



12



Before you calculate above A and B you need to table:



Errors in this graph are:



So



Significant Figure (angka penting) For measured numbers, significant figures relate the certainty of the measurement. As the number of significant figure increases, the more certain the measurement. The means for obtaining the measurement also becomes more sophisticated as the number of significant figures increase. You have two competing goals: 1. To compute as exactly as possible. 2. To be truthful about the limitations of your input data Scientific notation is the most reliable way of expressing a number to a given number of significant figures. In scientific notation, the power of ten is insignificant. For instance, if one wishes to express the number 2000 to varying degrees of certainty: 2000



2 x 103 is expressed to one significant figure



2000



2.0 x 103 is expressed to two significant figures 13



2000



2.00 x 103 is expressed to three significant figures



2000



2.000 x 103 is expressed to four significant figures



What do these numbers imply as to the certainty? Let's see what the number can be distinguished from: The number 2000 to one significant figure lies between: 1 x 103 = 1000,



2 x 103 = 2000,



3 x 103 = 3000



It is a number that lies between 1000 and 3000 -- not very certain, is it. The number 2000 to two significant figures lies between: 1.9 x 103 = 1900, 2.0 x 103 = 2000, 2.1 x 103 = 2100 It is a number that lies between 1900 and 2100 -- more certain than before. The number 2000 to three significant figures lies between: 1.99 x 103 = 1990, 2.00 x 103 = 2000, 2.01 x 103 = 2010 It is a number that lies between 1990 and 2010 -- more certain, still. The number 2000 to four significant figures lies between: 1.999 x 103, 2.000 x 103, 2.001 x 103 It is a number that lies between 1999 and 2001 -- even more certain. The more significant figures in a measurement, the more sophisticated the means of measurement. You will see this in the laboratory. When handling significant figures in calculations, two rules are applied: Multiplication and division -- round the final result to the least number of significant figures of any one term, for example:



The answer, 36.8, is rounded to three significant figures, because least number of significant figures was found in the term, 4.87. The other terms, 15.03 and 1.987, each had 4 significant figures. Addition and subtraction -- round the final result to the least number of decimal places, regardless of the significant figures of any one term, for example: 14



The answer, 14.4587, was rounded to two decimal places, since the least number of decimal places found in the given terms was 2 (in the term, 13.45). Suppose more than one mathematical operation is involved in the calculation? Such a calculation may be "deceptive" as to how many significant figures are actually involved. For instance:



The subtraction in the numerator must be performed first to establish the number of significant figures in the numerator. The subtraction results in:



Since the subtraction in the numerator resulted in a number to two significant figures (rounding to two decimal places), and the least number of significant figures in the resulting expression involving multiplication and division is now two significant figures, the final result must be rounded to two significant figures. Rounding Off Numbers (Pembulatan) In correcting a number to express the proper number of sig. fig., we often have to drop off unwanted digits. The rules for rounding off numbers are explained in your textbook and/or lab manual. Here is a summary of rules for rounding off numbers: If the digit immediately to the right of the last sig. fig. is more than 5, you round up. If the digit immediately to the right of the last sig. fig. is less than 5, you round down. 35.76 in 3 sig. fig. is 35.8 (round up because it is more than half-way between 35.7 and 35.8)



15



35.74 in 3 sig. fig. is 35.7 (round down because it is less than half-way between 35.7 and 35.8) If the digit immediately to the right of the last sig. fig. is equal to 5, you round up if the last sig. fig. is odd. You round down if the last sig. fig. is even. You round up if 5 is followed by nonzero digits, regardless of whether the last sig. fig. is odd or even. 24.35 in 3 sig. fig. is 24.4 (round up because last sig. digit is 3, an odd number) 24.25 in 3 sig. fig. is 24.2 (round down because last sig. digit is 2, an even number) 24.258 in 3 sig. fig. is 24.3 (round up because the digits 58 means it is past halfway to 24.3) After rounding off, if the resulting number has ambiguous zeroes, it should be recorded in scientific notation to avoid ambiguity. 34821.0 in 2 sig. fig. is 35000 where the three zeroes may or may not be significant. The correct answer is 3.5 x 10 4. Analyzing the Results Every time you had found your results, via measurement or calculation. How can you treat this? One formula that you can use for analyzing your result is: Discrepanc y  D  



Rthebest  Rreference Rreference



x100%



Generally your result is a good enough if the discrepancy is relatively small, D < 5%.



16



EKSPERIMEN-EKSPERIMEN



I



1.



Interferometer Michelson



Tujuan Menentukan tetapan kalibrasi (k) interferometer Michelson menggunakan laser HeNe λ = 632.8 nm.



2. Alat Yang Digunakan 1. 2. 3. 4.



Meja interferometer (precision interferometer, OS-9255A), Sumber laser He-Ne (OS-9171), Bangku laser (OS-9172), Perlengkapan interferometer Michelson: Beam Splitter, Compensator, Movable Mirror, Adjustable Mirror, Convex Lens 18 nm.



3. Teori singkat Interferensi Satu berkas cahaya dapat dipandang sebagai sebuah gelombang dari medan listrikmagnetik yang berosilasi. Ketika dua berkas cahaya atau lebih bertemu dalam ruang maka medan-medan tersebut akan saling menambahkan dengan mengikuti prinsip superposisi. Resultan medan listrik dan medan magnetik pada setiap titik dalam ruang, dapat dinyatakan sebagai vektor penjumlahan dari medan masing-masing berkas secara terpisah. Jika masing-masing berkas cahaya berasal dari sumber yang terpisah (berbeda) maka secara umum tidak terdapat hubungan yang tetap di antara osilasi elektromagnetik dalam masing-masing berkas cahaya tersebut. Setiap saat akan terdapat titik-titik dalam ruang dimana hasil superposisi medan-medan akan menghasilkan kuat medan maksimum. Akan tetapi, sifat osilasi cahaya tersebut terlalu cepat jika dibandingkan dengan penglihatan mata manusia. Sehingga karena tidak adanya hubungan yang tetap di antara osilasi-osilasi medan tersebut, maka pada satu titik akan menunjukkan kuat medan maksimum pada saat tertentu tetapi akan segera berubah menjadi minimum pada 17



saat berikutnya. Sedangkan secara rata-rata penglihatan manusia akan mengamati pada titik tersebut selalu menunjukkan intensitas yang serbasama. Akan tetapi jika berkas-berkas cahaya yang bersuperposisi diperoleh dari satu sumber yang sama, maka secara umum kedua berkas akan mempunyai derajat hubungan yang tinggi baik frekuensi maupun fase osilasi medannya. Sehingga, pada satu titik tertentu di dalam ruang, cahaya dari berkas tersebut secara kontinu akan mempunyai fase yang sama. Dalam hal ini, hasil superposisi medannya akan selalu berharga maksimum dan menghasilkan intensitas yang terang. Pada titik lain, cahaya dari kedua berkas mungkin secara kontinu mempunyai fase yang berlawanan sehingga menghasilkan intensitas minimum dan akan terlihat sebagai titik gelap. Thomas Young merupakan ilmuwan pertama yang mendisain sebuah metode untuk menghasilkan pola interferensi tersebut. Dia membuat sebuah berkas cahaya tunggal dan celah sempit yang memancar menuju dua celah sempit yang sejajar dan berdekatan. Pada sisi luar diletakkan sebuah layar untuk mengamati pola interferensi gelap dan terang tersebut. Ketika pertama kali dikerjakan, percobaan Young telah menunjukkan satu fakta bahwa cahaya bersifat sebagai gelombang. Selanjutnya, celah-celah Young ini dapat digunakan sebagai sebuah interferometer sederhana. Jika jarak antara dua celah tersebut diketahui maka jarak antara frinji maksimum dan minimum pada layar dapat digunakan untuk menentukan panjang gelombang cahaya sumber. Sebaliknya, jika panjang gelombang cahaya tersebut diketahui, maka jarak antar celah dapat ditentukan dengan pola interferensi tersebut. Interferometer Michelson Pada tahun 1881, 78 tahun setelah Young memperkenalkan percobaan celah gandanya, A. Michelson mendisain dan menciptakan sebuah interferometer dengan menggunakan prinsip yang sama. Pada mulanya, Michelson mendisain interferometernya dengan tujuan untuk membuktikan adanya ether, ether merupakan sebuah medium hipotesis yang digunakan untuk penjalaran cahaya. Dalam usaha tersebut, keberadaan ether tidak dapat dibuktikan. Akan tetapi setelah itu, interferometer Michelson telah berkembang menjadi sebuah alat yang banyak digunakan untuk menentukan panjang gelombang cahaya, dan jika menggunakan sumber cahaya dengan panjang gelombang yang sudah diketahui, maka alat ini dapat digunakan untuk menentukan jarak yang sangat pendek serta untuk mengamati sifat medium optik.



18



Gambar 1.1: Desain Interferometer Michelson Gambar 1.1 menunjukkan desain alat interferometer Michelson. Satu berkas cahaya dari sumber laser dipancarkan menuju pemisah berkas, yang merefleksikan 50% intensitas cahaya datang dan mentransmisikan 50% intensitas sisanya. Sehingga berkas cahaya datang akan dipisahkan menjadi dua bagian; satu bagian berkas ditransmisikan menuju movable mirror  M 1  , dan berkas lainnya direfleksikan menuju adjustable mirror  M 2  . Kedua cermin tersebut akan merefleksikan cahaya menuju pemisah berkas. Sebagian cahaya dari M 1 direfleksikan oleh pemisah berkas menuju layar pengamatan dan sebagian cahaya dari M 2 ditransmisikan melalui pemisah berkas menuju layar pengamatan.



Gambar 1.2 : Pola interferensi frinji melingkar. Karena kedua berkas berasal dari sumber yang sama, maka fasenya akan sangat berhubungan. Ketika sebuah lensa diletakkan di antara sumber laser dan pemisah berkas, maka berkas cahaya sumber akan disebarkan dan pola interferensinya gelap terang akan dapat dilihat pada layar pengamatan (seperti gambar 1.2). Karena kedua berkas cahaya yang berinterferensi diperoleh dari sumber asal yang sama, maka kedua berkas tersebut mula-mula berada pada fase yang sama. Beda fase relatif antara kedua berkas tersebut ketika bertemu pada layar pengamatan bergantung pada perbedaan panjang lintasan masing-masing berkas sebelum mencapai titik pertemuan tersebut. 19



Dengan menggerakkan cermin M 1 , maka panjang lintasan salah satu berkas dapat divariasi. Karena berkas melintasi lintasan di antara M 1 dan pemisah berkas sebanyak dua kali, maka dengan menggerakkan M 1   ¼ panjang gelombang menuju pemisah berkas akan mereduksi panjang lintasan optic berkas tersebut sejauh ½ panjang gelombang. Akibatnya pola interferensi akan berubah, radius maksimum akan diperkecil sehingga berkas tersebut sekarang akan mencapai titik minimum. Jika M 1 digerakkan lagi dengan menambahkan ¼ gelombang lebih dekat menuju pemisah berkas, radius maksimum kembali akan mengecil sehingga antara maksimum dan minimum akan bergantian posisinya, tetapi susunan seperti ini akan sulit dibedakan dari pola sebelumnya, karena bentuknya serupa. Dengan menggerakkan micrometer secara perlahan-lahan (sampai jarak tertentu d m seperti terbaca pada micrometer) sambil menghitung berapa kali (N kali) lingkaran/frinji kembali pada pola awal, maka panjang gelombang cahaya (misal dari laser He-Ne) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: 



2.d m N



(1.1)



(Persamaan ini seharusnya dapat saudara turunkan dan dibuktikan sendiri). Pada umumnya, sebuah interferometer dapat digunakan dengan dua cara. Jika karakteristik cahaya sumber telah diketahui dengan tepat (misalnya panjang gelombang, intensitas dan polarisasinya) maka perubahan panjang lintasan optik dapat dibuat dan pengaruhnya terhadap pola interferensi dapat dianalisis. Dengan memberikan perubahan-perubahan khusus pada panjang lintasan optik maka informasi tentang sumber cahaya dapat diperoleh. Permasalahan yang ada pada peralatan interferometer Michelson adalah kalibrasi alat. Kalibrasi ini diperlukan karena interferometer menggunakan cermin (mirror) yang tidak digerakkan langsung dengan micrometer namun disambung lebih dulu dengan sebuah Lever System. Oleh karena itu perlu dicari kaitan antara jarak mirror (l) bergerak terhadap jarak micrometer bergerak (dm) melalui kesebandingan: l = kdm (1.2) dengan k adalah tetapan kesebandingan (kalibrasi) yang dapat dicari dengan mengingat kembali persamaan(1.1), yaitu k



N 2d m



(1.3)



Kita lihat dari persamaan (1.2) seharusnya nilai k sama dengan 1 supaya gerakan cermin adalah juga gerakan micrometer. Jadi setelah saudara dapat mengkalibarasi maka interferometer saudara sudah dapat digunakan untuk pengukur panjang gelombang suatu sumber dengan rumus:   2kd m / N (1.4)



20



Berikut ini adalah salah satu contoh hasil perhitungan nilai k suatu sumber laser kuning dengan interferometer Michelson selain yang kita gunakan:



4.a. Tugas Membaca Referensi 1. Bacalah buku lain atau sumber referensi mengenai interferometer Michelson dari internet untuk menambah pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan eksperimen ini. 2. Buatlah ringkasan dari sumber tersebut yang merangkum hal-hal yang penting mengenai tema ini. 4.b.



Tugas Pendahuluan



1. Apakah perbedaan dan persamaan antara percobaan Young dan percobaan Michelson? 2. Apakah yang dimaksud dengan perbedaan lintasan pada percobaan interferometer? 3. Apakah kaitan antara perbedaan lintasan dan perbedaan fase antara dua berkas pada percobaan interferometer Michelson? 4. Sebutkan syarat terbentuknya garis terang pada percobaan interferometer Michelson? 5. Turunkan persamaan (1.1) 5. Tatalaksana Eksperimen 1. Susunlah peralatan eksperimen seperti pada gambar 1.3. (Ini mirip dengan gambar 1.1). Kompensator dapat ditiadakan jika sumber yang digunakan adalah laser. 2. Posisikan laser He-Ne pada kedudukan di depan lensa sejajar bangku interferometer Michelson. 3. Dengan menutup M 2 , atur posisi M 1 sehingga berkas pantulannya dapat dilihat di layar. Dengan cara sama atur posisi M 2 , sehingga cahaya dari M 2 berimpit dengan cahaya dari M 1 . (Ada beberapa trik untuk mendapat berkas dari M 1 dan 21



terkumpul di satu titik. didiskusikan dengan asisten). M2



Jika saudara tidak dapat mencarinya, dapat



Gambar 1.3 : Rangkaian eksperimen interferometer Michelson 4. Putar secara perlahan-lahan skrup pengatur pada M 2 (horizontal dan vertikal) sehingga pola interferensinya (seperti gambar 1.2) dapat dilihat jelas pada layar pengamatan. 5. Aturlah posisi mikrometer skrup pada setengah skala utama (dua kali putaran = 2 x 25 skala). Amati perubahan frinji yag terjadi. 6. Putar mikrometer satu putaran penuh berlawanan arah jarum jam. Secara perlahan putar sekali lagi sampai angka nol pada knob berimpit dengan garis tanda. 7. Pada layar, buat tanda garis batas yang berimpit pada salah satu pinggir lingkaran frinji yang saudara pilih (misal frinji kedua dari pusat). Tanda garis batas ini selanjutnya digunakan sebagai acuan menghitung jumlah perubahan frinji (N). 8. Catat posisi awal mikrometer sebelum memulai menghitungnya (tidak harus dimulai dari skala nol). 9. Putar knob mikrometer perlahan-lahan berlawanan arah jarum jam. Pada saat yang sama, hitung banyaknya frinji yang melintasi garis batas anda tadi. Putar terus sampai anda dapat menghitung sekitar N = 25 frinji. Baca posisi mikrometer yang baru. 10.Catat posisi d 25 ini sehingga jarak mikrometer dapat saudara hitung menurut poin 8 dan 9 di atas. Ingat setiap garis pada skala mikrometer bersesuaian dengan jarak ~ 1 μm 106 meter  lintasan cermin (asumsi belum dikalibrasi). 11.Ulangi langkah 9 dan 10 untuk jumlah frinji yang berbeda. Jumlah frinji dapat dibuat kelipatan 25. Lakukan pengamatan untuk mendapatkan 10 pasang data posisi mikrometer-frinji yang berbeda. 6. Metode Analisis 22



Buatlah tabel pengamatan berdasarkan tata laksana eksperimen di atas. Tabel harus menunjukkan variasi jumlah frinji terhadap posisi mikrometer. Jangan lupa tulis posisi awal mikrometer. Berdasarkan data pengamatan yang anda peroleh, hitung posisi relatif tiap frinji terhadap posisi awal mikrometer, ini akan menunjukkan perbedaan lintasan/pergeseran cermin sesungguhnya dari tiap perubahan frinji yang anda buat. 7. Tugas laporan (laporan mingguan) 1. Buatlah grafik antara jumlah frinji (N) yang berpindah vs pergeseran cermin d m (pergeseran pada mikrometer) berdasarkan tabel data pengamatan. Tentukan tetapan kalibrasi k1 dari grafik untuk N  f  d m  yaitu N fungsi dari dm. Apakah grafik yang saudara peroleh linear? (Note : (2dm/  ) sebagai sumbu x dan N sebagai sumbu y) 2. Besar panjang gelombang laser He-Ne adalah   632.8 nm . Hitunglah tetapan kalibrasi k2 dengan rumus persamaan (1.3). Berdasarkan table data pengamatan, anda seharusnya mendapatkan k2 rata-rata. Dapatkan saudara mengkaitkan antara tetapan kalibrasi k1 dan k2? 3. Pertimbangkan ralat masing-masing besaran yang diukur dan dihitung sehingga saudara dapat memperkirakan seberapa baik pengukuran yang anda lakukan.



Referensi : 1. Guenther R.D. (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York,Chapter 4. 2. PASCO LAB MANUAL, Advanced Optics. 3. Jenkins F.A. and White H.E. (1976), Fundamental of Optics, McGraw Hill Kogakusha, Tokyo, Chapter 13.



23



II



Interferometer Febry-Perot



1. Tujuan Menentukan tetapan kalibrasi (k) interferometer Michelson menggunakan laser HeNe λ = 632.8 nm. 2. Alat Yang Digunakan 1. Meja interferometer (precision interferometer, OS-9255A), 2. Sumber Laser He-Ne (OS-9171), 3. Bangku Laser (OS-9172), 4. Perlengkapan interferometer Michelson: Movable Mirror, Adjustable Mirror, Convex Lens 18nm. 3. Teori singkat (Baca lagi interferometer Michelson) Instrumen optik lain yang dikenal dengan baik dalam penggunaannya adalah interferometer Fabry-Perot. Alat ini memanfaatkan interferensi dari banyak gelombang, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Interferometer Fabry-Perot (IFP) didesain pada tahun 1899 oleh C. Fabry dan A. Perot , menggambarkan perbaikan yang signifikan dari interferometer Michelson (IM). Dibandingkan dengan IM, maka desain IFP menggunakan bidang permukaan yang keduanya membiaskan hanya sebagian cahaya sehingga memungkinkan adanya banyak sinar yang akan menciptakan pola interferensi. Teori umum yang mendasari interferometri IM masih dapat diterapkan untuk IFP, namun dengan adanya pemantulan berulang ini maka akan memperkuat area dimana efek interferensi konstruktif dan destruktif terjadi sehingga frinji-frinji yang terbentuk sebagai hasil interferensi dapat didefinisikan dengan lebih jelas. Oleh karena itu, penggunaan IFP memberikan hasil yang lebih teliti untuk pengukuran panjang gelombang. Rancangan dasar IFP secara umum sama dengan IM. IFP menggunakan dua buah reflektor parsial dengan permukaan bidang yang hampir, jika tidak eksaks, sejajar (ingat bahwa frinji lingkaran hanya terjadi jika plat-plat ini sejajar), lihat Gambar 2.1. Jarak antara kedua reflektor dapat dirubah, seperti halnya pada IM. Sifat inilah yang



24



Gambar 2.1 Interferometer Febry-Perot sebenarnya digunakan sebagai alasan mengapa alat ini dianggap sebagai sebuah interferometer, dan jika reflektor tersebut tidak dapat digerakkan (immovable), maka ini dipandang sebagai FP Etalon. Interferometer ini mempunyai kegunaan penting dalam aplikasi spektroskopi. IFP memanfaatkan adanya pemantulan berulang pada medium yang diapit permukaan datar. Oleh karena itu, analisis matematik IFB dilakukan dari interferensi banyak berkas. 4.a. Tugas Membaca 1. Bacalah buku lain atau sumber referensi mengenai interferometer Febry-Perot dari internet untuk menambah pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan eksperimen ini. 2. Buatlah ringkasan dari sumber tersebut yang merangkum hal-hal yang penting mengenai tema ini. 3. Carilah perbedaan antara interferometer Febry-Perot dengan interferometer plat sejajar. 4. Jelaskan rumus yang digunakan dalam eksperimen ini ! turunkan bagaimana rumus ini didapatkan ! 4.b. Tugas Pendahuluan 1. Buatlah ringkasan perbedaan antara interferometer Michelson dan Febry-Perot. 2. Terangkan syarat terbentuknya interferensi Fabry-Perot? 3. Apa beda antara interferensi plat sejajar biasa dengan Febry-Perot?



25



5. Tata Laksana Percobaan 1. Susunlah peralatan eksperimen seperti pada Gambar 2.2. 2. Posisikan laser He-Ne pada kedudukan di depan lensa sejajar bangku interferometer Michelson. 3. Dengan menggunakan laser, carilah sedemikian rupa frinji interferensi seperti pada percobaan interferometer Michelson. 4. Lakukan pengambilan data seperti pada percobaan interferometer Michelson.



Gambar 2.2 : Rangkaian eksperimen interferometer Febry-Perot 6. Metode Analisis Buatlah tabel pengamatan berdasarkan tata laksana eksperimen di atas. Tabel harus menunjukkan variasi jumlah frinji terhadap posisi mikrometer. Jangan lupa tulis posisi awal mikrometer. Berdasarkan data pengamatan yang anda peroleh, hitung posisi relatif tiap frinji terhadap posisi awal mikrometer, ini akan menunjukkan perbedaan lintasan/pergeseran cermin sesungguhnya dari tiap perubahan frinji yang anda buat. Isilah tabel data pengamatan dari pengamatan saudara. Usahakan pengukuran yang akurat.



7. Tugas laporan (laporan mingguan) 26



1. Buatlah grafik antara jumlah frinji (N) yang berpindah vs pergeseran cermin d m (pergeseran pada mikrometer) berdasarkan tabel data pengamatan. Tentukan tetapan kalibrasi k1 dari grafik untuk N  f  d m  yaitu N fungsi dari dm. Apakah grafik yang saudara peroleh linear? (Note : (2dm/  ) sebagai sumbu x dan N sebagai sumbu y) 2. Besar panjang gelombang laser He-Ne adalah   632.8 nm . Hitunglah tetapan kalibrasi k2 dengan rumus persamaan (1.3). Berdasarkan table data pengamatan, anda mestinya akan mendapatkan k2 rata-rata. Dapatkan saudara mengkaitkan antara tetapan kalibrasi k1 dan k2? 3. Pertimbangkan ralat masing-masing besaran yang diukur dan dihitung sehingga saudara dapat memperkirakan seberapa baik pengukuran yang anda lakukan.



Referensi : 1. Guenther R.D. (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York, Chapter 4. 2. PASCO LAB MANUAL, Advanced Optics. 3. Jenkins F.A. and White H.E. (1976), Fundamental of Optics, McGraw Hill Kogakusha, Tokyo, Chapter 13.



27



III



Variasi Indeks Bias Udara Terhadap Tekanan Tekanan



1. Tujuan Menentukan hubungan indeks bias udara vs. tekanan udara dengan menggunakan interferometer Michelson. 2. Alat 1. 2. 3. 4.



Precision Interferometer (OS-9255A), Sumber laser He-Ne (OS-9171), Bangku Laser (OS-9172), Perlengkapan interferometer : Beam Splitter, Movable Mirror, Adjustable Mirror, Convex Lens 18 mm, Vacum Cell



3. Teori Singkat Jumlah partikel di udara akan sangat menentukan besarnya tekanan udara, seperti yang dinyatakan dalam hukum-hukum gas (pembahasan lebih lanjut dapat dilihat pada teori kinetik gas dan termodinamika). Ketika tekanan udara diturunkan (divakumkan) maka sebagian partikel dipindahkan dari udara tersebut. Pengurangan ini menyebabkan adanya perubahan parameter optik medium tersebut, misalnya perubahan indeks bias. Eksperimen ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara indeks bias udara dengan tekanan. Kebanyakan alat ukur tekanan akan mengukur harga tekanan relatif terhadap tekanan udara luar (dimana tekanan atmosfir dinyatakan oleh P0  76 cmHg ). Jika sebuah alat ukur vakum menunjukkan angka 34 cmHg maka artinya ruangan tersebut mempunyai tekanan 34 cmHg di bawah tekanan atmosfir karena tekanan atmosfir diukur pada 0 cmHg. Tekanan absolutnya dapat ditentukan dengan persamaan: Pabs  Patm  Pgage (3.1) Gelombang cahaya yang mempunyai frekuensi tertentu, akan mempunyai panjang gelombang yang bervariasi sesuai dengan mediumnya, mengikuti persamaan: n   / n , (3.2) dimana  adalah panjang gelombang cahaya dalam vakum, dan n adalah indeks bias medium dimana cahaya tersebut merambat. Untuk tekanan yang cukup rendah, hubungan antara indeks bias medium terhadap tekanan bersifat linear. Tentu saja untuk 28



ruang hampa, dimana tekanannya sama dengan nol, indeks biasnya sama dengan satu ( indeks bias ruang vakum). Dari eksperimen ini anda akan memperoleh grafik hubungan antara indeks bias dengan tekanan gas. Ketika tekanan udara diturunkan dari P0 menjadi P1 maka akan terjadi perubahan indeks bias dari n0 menjadi n1 . Dengan menggunakan persamaan 3.1, dapat diketahui perubahan lintasan optiknya. Ketika pada salah satu lintasan interferometer Michelson diberi perubahan tekanan tersebut, Akibatnya akan terjadi pergeseran frinji sebanyak N, seperti ditunjukkan pada gambar 3.1. d



d



Tekanan



Tekanan



P0



P1



n0



n1



0   / n0



1   / n1



Gambar 3.1: Perubahan lintasan optik akibat perubahan tekanan Pada saat berkas laser melintas datang dan balik di antara pemisah berkas dan movable mirror, berkas laser akan melintasi sel vakum sebanyak dua kali. Di luar sel vakum tidak terjadi perubahan lintasan karena posisi interferometer tidak diubah. Sedangkan di dalam sel vakum, panjang gelombang cahaya akan makin panjang pada saat tekanan gas dalam sel vakum diturunkan. Misalkan mula-mula panjang sel vakum adalah d yang ekivalen dengan 10 kali panjang gelombang. Ketika anda mengosongkan sel vakum, maka panjang gelombang akan meningkat sehingga pada satu saat, dalam sel hanya terdapat misalnya ekivalen dengan 9½ kali panjang gelombang. Karena berkas laser melintasi sel vakum dua kali maka cahaya tersebut berosilasi dalam sel vakum satu gelombang lebih sedikit dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan pengaruh yang sama terhadap pola interferensi ketika movable mirror didekatkan menuju pemisah berkas sejauh ½ gelombang. Akibatnya satu frinji akan bergeser dari posisinya. Pada mulanya pada tekanan P0 di dalam sel vakum terdapat n0  2d / 0 kali panjang gelombang. Pada saat tekanan P1 akan terdapat n1  2d / 1 kali panjang gelombang. Perbedaan panjang gelombang ini kita sebut dengan N, yaitu jumlah frinji yang berpindah ketika tekanan diturunkan. Dari penjelasan ini diperoleh hubungan persamaan: N  N 0  N1  2d / 0  2d / 1



(3.3)



29



Akan tetapi 0   / n 0 dan 1   / n1 dimana n0 dan n 1 adalah indeks bias udara awal dan akhir di dalam sel vakum. Sehingga N  2d  n0  n1  /  atau n0  n1  N / 2d . Jika dinyatakan dalam sebuah grafik yang menghubungkan antara indeks bias udara dengan tekanan absolute, didapatkan kemiringan (slope) grafik yang dinyatakan dalam bentuk persamaan: Slope 



n n0  n1 N   P P0  P1 2d  P0  P1 



(3.4)



dengan d tebal sel vakum (= 3 cm). Untuk tekanan absolut yang cukup rendah hubungan indeks bias n terhadap tekanan P diasumsikan bersifat linear. Dan tentu saja pada keadaan vakum dimana tekanannya adalah nol maka indeks bias udara adalah 1. Hubungan ini dapat kita lihat seperti pada gambar 3.2.



Gambar 3.2 : Indeks bias (n) suatu gas oleh variasi tekanan (P) Jadi dengan menentukan slope grafik secara eksperimen maka indeks bias udara untuk berbagai tekanan (variasi tekanan) dapat kita tentukan. 4.a.



Tugas Membaca



1. Anda diharuskan memahami kaitan antara tekanan, volume, temperature dan jumlah zat dalam gas. Untuk itu bacalah sumber/referensi lain misalnya dari buku atau internet untuk menambah pemahaman anda. Buatlah ringkasan untuk itu. 2. Jika sebuah container mempunyai volume konstan dan temperatur konstan bagaimanakah kaitan antara jumlah zat dan tekanannya? Bagaimanakah pengaruh tekanan terhadap jumlah zat jika tekanan diperkecil atau diperbesar? 3. Udara merupakan medium tembus cahaya. Pada bagian ini anda harus dapat menjelaskan kaitan antara kerapan medium dan indeks bias udara. Kaitan antara indeks bias udara dan kecepatan dan kaitan antara kecepatan, frekuensi dan panjang gelombang cahaya. 30



4.b. Tugas Pendahuluan 1. Jelaskan bagaimana anda menggunakan persamaan (3.4) untuk menghitung indeks bias udara! 2. Jelaskan grafik nu vs P pada gambar 3.2! 3. Dalam sebuah pengukuran tekanan ruang dengan menggunakan alat ukur vakum di peroleh hasil sebagai berikut : No Pgage (cmHg) 1 2 3 4



0 56 66 76



Berdasarkan data pengamatan di atas, tentukan hasil pengukuran sebenarnya (Pabs) 5. Tatalaksana Eksperimen 1. Susun peralatan eksperimen seperti pada gambar 3.3. 2. Posisikan pointer putar di antara movable mirror dan beam splitter. Tempelkan sel vakum pada holder dan kosongkan sel tersebut dengan pompa vakum. Atur posisi cermin tetap M 1 sehingga pusat pola interferensi terlihat dengan jelas pada layar pengamatan. 3. Perlu diingat dalam percobaan menggunakan interferometer, maka hal terpenting adalah anda harus dapat menemukan pola frinji. Untuk itu, posisi sumber cahaya, lensa, cermin dll, sangat menentukan mudah tidaknya diperoleh pola frinji. Jadi agar diperoleh hasil yang teliti, maka posisikan dinding sel vakum tepat tegak lurus terhadap berkas laser. Putarlah perlahan sel vakum dan amati pola frinji yang terjadi. Dengan cara ini, bagaimana anda yakin bahwa sel vakum tepat berada tegaklurus dengan laser? Jelaskan. 4. Mula-mula buatlah agar sel vakum berada pada tekanan atmosfir. Bagaimana anda mengerjakan ini? 5. Catat tekanan ini sebagai tekanan gauge awal. Secara perlahan-lahan kosongkan sel vakum dengan menggunakan pompa, sampai frinji bergeser sebanyak 2 kali. Catat tekanan sel vakum sebagai tekanan gauge pengukuran pertama P1 . 6. Turunkan lagi tekanan secara perlahan sehingga 2 frinji bergeser, catat sebagai tekanan gauge pengukuran kedua dan seterusnya. 7. Lakukan langkah 6 sampai diperoleh tekanan maksimumnya (tekanan vakum gauge maksimum berarti tekanan absolute minimum, seperti persamaan 3.1).



31



Gambar 3.3 : Susunan percobaan indeks terhadap variasi tekanan 6. Metode Analisis Buatlah data pengamatan yang menunjukkan variasi tekanan terhadap jumlah frinji. Ingat bahwa tekanan yang anda ukur adalah tekanan gauge sehingga nantinya setelah anda dapatkan seluruh data pengamatan anda harus mengubahnya ke dalam tekanan absolute. Buatlah kolom tambahan yang berisi besar tekanan absolute dari data terukur. 7. Tugas Laporan Akhir 1. Isilah tabel pengamatan dan perkirakan ralatnya masing-masing! 2. Berdasarkan table, buatlah grafik hubungan antara N (jumlah frinji 2,4,6,8, …) terhadap tekanan absolute Pabs untuk masing-masing N. 3. Berdasarkan pers.(3.4) dan grafik N vs Pabs ,maka tentukan slope dari grafik ini? 4. Berdasarkan pers.(3.4) dan slope yang baru saja anda peroleh, tentukan persamaan garis lurus yang menggambarkan variasi indeks bias terhadap tekanan. Grafik yang diperoleh seharusnya sesuai dengan gambar 3.2. (Catatan: poin ini kelihatan agak sulit, namun jika anda bersedia merenung sedikit dan mengaitkan antara pers.(3.4) dan slope yang diperoleh maka hal ini tidaklah sulit dilakukan !) 5. Dari grafik yang anda peroleh, hitung berapa indeks bias udara natm pada tekanan 1 atmosfir (76 cmHg)? 6. Pada eksperimen ini anda mengasumsikan bahwa hubungan antara indeks bias dan tekanan bersifat linear. Bandingkan dengan hasil pengukuran anda! 7. Perkirakan dan hitung ralat untuk setiap besaran yang dihitung dan diukur dalam percobaan ini. Gunakan juga untuk slope di atas dengan ralat regresi linear. Referensi : 1. Guenther R.D, (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York, Chapter 4. 2. Pain H.J., (1993), The Physics of Vibrations and Waves, John Wiley & Sons, Chichester, Chapter 10. 3. Jenkins F.A and White H.E. (1976), Fundamentals of Optics, McGraw Hill Kogakusha, Tokyo, Chapter 13. 4. Siers Zemansky (1970), Termodynamics, John Wiley and Sons. 32



IV



Indek Bias Gelas dan Akrilik



1. Tujuan Menentukan indeks bias gelas dan indeks bias akrilik dengan menggunakan interferometer Michelson. 2. Alat 1. 2. 3. 4.



Precision interferometer (os-9255A), Sumber laser He-Ne (OS-9171), Bangku Laser (OS-9172), Perlengkapan interferometer: Beam Splitter, Movable Mirror, Adjustable Mirror, Convex Lens 18 mm, Glass Plate/ Acrylic Plate. 5. Jangka sorong 3. Teori singkat 3.1 Indeks Bias Medium Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik (EM). Persamaan gelombang cahaya diturunkan dari empat persamaan Maxwell. Ketika melintasi medium dielektris nonkonduktif, persamaan gelombang EM mempunyai bentuk:  2 E   2 E  0 , (4.1)  dengan  adalah frekuensi anguler gelombang EM, adalah permeabilitas medium,   adalah permitifitas medium dan E adalah vektor medan listrik gelombang EM tersebut. Besaran   1 / v 2 , dimana v adalah laju perambatan gelombang EM dalam medium. Ketika gelombang EM melintasi ruang hampa maka   0 dan    0 sehingga   1 / c 2 dimana c adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa (besarnya 3x108 m/detik).  Solusi persamaan (4.1) untuk medan listrik E untuk komponen x berbentuk: Ex  E0ei  t  kz  , (4.2a) yang bersesuaian dengan vektor medan magnetik H y  H 0 ei  t  kz  . (4.2b) Frekuensi gelombang EM dinyatakan dengan v   / 2 dan panjang gelombangnya dinyatakan dengan   2 / k , sedangkan kecepatan gelombang dinyatakan dengan 33



v   / k  v .



Kedua vektor medan tersebut dihubungkan oleh impedansi karakteristik medium Z yang didefinisikan dengan persamaan: E0   / H0



Z



(4.3)



Indeks bias medium n didefinisikan sebagai perbandingan antara laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya dalam medium, dinyatakan dengan persamaan: n



c  v



Z hampa   0 0 Z medium



(4.4)



3.2 Lintasan Optik Ketika gelombang cahaya melintasi dari hampa menuju medium maka panjang gelombangnya berubah dari  menjadi  ' karena impedansi mediumnya berubah. Akibatnya ketika cahaya melintasi jarak yang sama besar akan mempunyai lintasan optik yang berbeda sesuai dengan perubahan panjang gelombang tersebut. Gejala ini dijelaskan dengan gambar 4.1. Cahaya akan melintasi jarak yang lebih besar ketika gelas diputar. Ketika gelas diputar sebesar  akan terjadi perubahan lintasan di dalam gelas sebesar d g   dan di udara sebesar du   . Perubahan ini menyebabkan adanya pergeseran frinji pada interferometer Michelson sebanyak N, yang dinyatakan dengan persamaan: 2nu du     2ng d g   



0



N,



(4.5)



dengan ng indeks bias gelas, nu indeks bias udara, 0 adalah panjang gelombang cahaya dalam vakum dan N jumlah frinji yang bergeser.



Gambar 4.1 : Perubahan lintasan optik pada gelas yang diputar Indeks bias gelas diperoleh dengan menganalisis persamaan (4.5), yang hasilnya dinyatakan dengan persamaan: ng 



 2t  N0   1  cos  2t 1     N0



(4.6)



Ralat ng 



 2t  N 0   1  cos   N 0 2t 1    34



dengan t menyatakan ketebalan gelas. Pengukuran lebih akurat dilakukan pada sudut putar yang cukup kecil. 4.a. Tugas Membaca 1. Dengan membaca literatur anda (buku/internet), diharapkan anda sudah mengerti definisi lintasan optik dan kaitannya dengan indeks bias medium. 2. Pada prinsipnya metode untuk menghitung indeks bias medium cukup mudah. Ketika gelas diputar, cahaya akan melintasi medium dengan panjang lintasan optik yang lebih besar. Oleh sebab itu sebelum melakukan eksperimen anda harus sudah memahami cara mendapatkan indeks bias tersebut. 4.b.



Tugas Pendahuluan



1. Tulis dan jelaskan empat persamaan Maxwell yang mendasari percobaan ini. 2. Perhatikan Gambar 4.1, ketika medium diputar sebesar  , tentukan besarnya pergeseran lintasan yang terjadi di dalam medium. 3. Tentukan nilai indeks bias gelas dan akrilik menurut referensi yang anda miliki. 5. Tata Laksana Eksperimen 5.1



Indeks Bias Gelas 1. Susun peralatan eksperimen seperti gambar 4.2. 2. Letakkan pointer putar di antara beam spitter dan movable mirror  M 1  , tegak lurus terhadap arah lintasan optik. 3. Letakkan bidang gelas pada magnetik backing pada meja putar. 4. Posisikan penunjuk sehingga tepi nol pada skala vernier searah dengan angka nol pada skala derajat dalam skala dasar interferometer.



35



5.



6. 7.



8.



Gambar 4.2 Set-up percobaan pengukuran indeks bias plat kaca/gelas Pindahkan lensa dari depan keluaran laser. Peganglah layar pengamatan di antara glass plate dengan movable mirror  M 1  , Jika pada layar nampak satu titik terang dan berapa titik sekunder, aturlah sudut meja putar sehingga pada layar hanya tinggal satu titik terang. Kemudian atur kembali skala pointer. Aturlah agar gelas tetap tegak lurus terhadap lintasan optik. Pindahkan layar pengamatan dan lensa dan aturlah seperlunya secara perlahan agar anda mendapatkan satu set frinji pada layar. Secara perlahan putarlah pointer putar dengan menggerakkan lengan pointer dari pointer putar. Hitunglah jumlah frinji yang bergeser pada saat anda memutar pointer. Catat skala yang ditunjukkan oleh sudut putar terhadap pergeseran frinji yang terjadi. Lakukan langkah 7 dengan jumlah frinji yang berbeda.



5.2 Indeks Bias Akrilik Lakukan prosedur langkah no.1 sampai no.8 untuk medium/bidang akrilik (acrylic plate). 6. Metode Analisis Buatlah tabel data pengamatan yang menunjukkan variasi sudut terhadap jumlah frinji baik untuk medium gelas maupun akrilik. 7. Pertanyaan Laporan Akhir 1. Hitung indeks bias gelas dengan menggunakan persamaan 4.6! 36



2. Hitung pula indeks bias akrilik dengan menggunakan persamaan 4.6! 3. Perkirakan dan hitung ralat-ralat dari besaran yang anda ukur/hitung dalam percobaan ini kemudian diskusikan hasil eksperimen anda.



Referensi : 1. Guenther R.D, (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York, Chapter 4. 2. Pain H.J., (1993): The Physics of Vibrations and Waves, John Wiley & Sons, Chichester, Chapter 10. 3. Jenkins F.A. and White H.E. (1976), Fundamentals of Optics, McGraw Hill Kogakusha, Tokyo, Chapter 13.



37



V



Polarisasi Cahaya (Hukum Malus)



1. Tujuan 1. Menjelaskan sifat polarisasi sumber cahaya laser He-Ne dan cahaya biasa, 2. Membuktikan hukum Malus tentang polarisasi, 3. Mempelajari sifat-sifat kristal penunda. 2. Alat Yang Digunakan 1. Meja Optik (OS-9103), 2. Sumber Laser He-Ne (OS-9171), 3. Bangku Laser (OS-9172), 4. Angular Translator (OS-9106A), 5. 4 buah holder (OS9107), 6. 3 buah polarizer (OS-9109), 7. Penunda (retarder) 140 nm (OS-9110), 8. Cermin datar/flat front surface mirror (OS-9136), 9. Layar pengamatan (OS-9138), 10.Photometer (OS-912B). 3. Teori Singkat Gejala difraksi dan interferensi terjadi pada setiap jenis gelombang, baik gelombang mekanik maupun gelombang elektromagnetik. Cahaya, karena merupakan salah satu gelombang elektromagnetik yang berosilasi secara transversal, mempunyai satu sifat unik yang tidak dimiliki oleh gelombang pada umumnya. Sifat khusus ini adalah bahwa cahaya dapat terpolarisasi. Polarisasi cahaya khususnya dapat terjadi pada peristiwa pantulan, transmisi melalui lapisan-lapisan gelas, melalui kristal dichroic, pembiasan ganda maupun hamburan. Etienne Louis Malus (1775-1812), seorang insinyur tentara Prancis, telah menemukan gejala polarisasi secara tidak sengaja ketika dia mangamati seberkas cahaya melalui sebuah kristal calsite setelah direfleksikan oleh sebuah jendela di keraton Luxembourg. Gejala ini kemudian dikenal dengan hukum Malus. Hukum ini menunjukan bahwa intensitas cahaya yang ditransmisikan polarizer dan analiser, 38



intensitasnya bervariasi sebagai fungsi cosinus kuadrat sudut antara dua bidang transmisinya. Misalkan A adalah amplitudo cahaya yang ditransmisikan oleh polarizer. Ketika cahaya ini menyentuh analiser, yang sumbunya membentuk sudut θ terhadap polarizer, kita dapat menyatakan bahwa vektor A dapat diuraikan ke dalam dua komponen Α1 dan Α2. Salah satu komponen amplitudo yang ditransmisikan oleh analiser adalah Α1 = Α cos θ , (5.1) dan intensitasnya adalah I 1  A12  A 2 . cos 2   I 0 cos 2  (hukum Malus) (5.2) dimana I0 adalah intensitas cahaya setelah melintasi polarizer sebelum melewati analyzer.



Gambar 5.1 Komponen amplitudo cahaya terpolarisasi linear Beberapa jenis bahan kristal menunjukan sifat yang dinamakan dichroism dan bahan seperti ini biasa digunakan untuk menghasilkan cahaya yang terpolarisasi ketika seberkas cahaya dilewatkan melalui bahan kristal tersebut. Bahan dichroic yang terkenal adalah tourmaline, misalnya kristal T1. Ketika cahaya dilewatkan melalui tourmaline maka cahaya yang ditransmisikan akan terpolarisasi linear. Hal ini dapat dibuktikan dengan menempatkan bahan tourmaline T2 sebagai analiser.Dengan meletakkan T1 dan T2 saling sejajar,cahaya yang ditransmisikan oleh kristal pertama akan ditransmisikan oleh kristal kedua. Ketika kristal kedua diputar 90o, tidak ada cahaya yang ditransmisikan. Bahan kristal yang lain bersifat sebagai bifrigence atau pembias ganda. Dengan pemilihan arah kristal yang tepat, sebuah gelombang cahaya datang pada arah normal terhadap permukaan kristal akan dipisahkan menjadi dua berkas, satu berkas akan ditunda beberapa faktor dikali panjang gelombang. Bidang penunda PASCO (OS-9110) misalnya, dapat menyebabkan sebuah gelombang akan ketinggalan sejauh 140nm dari gelombang yang lain (atau sekitar ¼ panjang gelombang jika menggunakan cahaya dengan panjang gelombang 560 nm) 39



4. Tugas Pendahuluan 1. Apa yang anda ketahui tentang sifat polarisasi cahaya? 2. Sebut dan jelaskan macam-macam bentuk polarisasi cahaya. 3. Berikan dua buah contoh aplikasi penggunaan konsep polarisasi cahaya dalam kehidupan sehari-hari. 5. Tatalaksana Eksperimen 5.1 Hukum Malus 1. Susunlah peralatan eksperimen seperti Gambar 5.2. Posisikan sumber laser HeNe pada bangku. Letakkan polarizer pada holder di depan laser sehingga berkas dapat melewati polarizer tersebut, arahkan sudut 0° polarizer vertikal ke atas.



Polarizer 1 Sumber cahaya



Polarizer 2 (Analiser)



Fotometer



Layar



Gambar 5.2: Susunan Eksperimen Polarisasi



Gambar 5.3 Fotometer dan Bangku Putar (rotating table) 2. Letakkan analyzer pada bangku optik. Arahkan sudut 0° analyzer sejajar dengan polarizer. Persiapkan selembar kertas sebagai layar pengamatan di belakang analyzer.



40



3. Ubah sudut analyzer secara perlahan dengan memutarnya dan amati perubahan intensitas bayangan pada layar tersebut. Adakah laser terpolarisasi? Sekarang letakkan probe fotometer pada meja putar. Amati intensitas cahaya yang ditransmisikan oleh analyzer melalui fotometer. 4. Langkah selanjutnya adalah mengukur intensitas sebagai fungsi sudut antara polarizer dan analyzer. Pindahkan Layar dan letakkan probe fiber optik untuk fotometer. Putar sudut analyzer pada angka 10° dan catat intensitas berkas yang ditransmisikan oleh analyzer. Lakukan pemutaran sampai dengan sudut 90 o dan catat intensitasnya sebagai fungsi sudut yang berbeda-beda. 5. Sekarang letakkan polarizer ketiga pada holder di antara kedua polarizer pertama dan kedua pada satu arah dimana sumbu polarizer ketiga membentuk sudut 45 o terhadap polarizer pertama. Adalah sekarang cahaya ditransmisikan? Jelaskan mengapa demikian? 6. Pindahkan laser dan gunakan sumber cahaya biasa. Lakukan langkah 4 untuk sumber cahaya biasa (incandescent light source) tersebut. 5.2 Bidang Penunda/Retarder 1. Letakkan polarizer pada holder dan bidang penunda 140 nm pada holder yang sama sehingga sumbu 0o bidang penunda membentuk sudut 45o terhadap sumbu 0o polarizer. 2. Letakkan susunan ini pada bangku sehingga bagian depan polarizer berhadapan dengan berkas laser. 3. Letakkan analiser dan gunakan layar pengamatan untuk menentukan apakah berkas yang diteruskan melalui kombinasi polarizer dan bidang penunda ini mengalami polarisasi atau tidak? Polarizer 1



Cermin



Polarizer 2 (Analiser)



Sumber cahaya Layar Bidang Penunda



Gambar 5.4 Susunan Eksperimen Bidang Penunda 4. Pindahkan layar pengamatan dan letakkan probe fotometer di depan analyzer. Ukur intensitas cahaya transmisi untuk beberapa variasi sudut analyzer (0o-90o). 5. Sekarang letakkan cermin datar disebelah kanan kombinasi polarizer penunda. Cermin ini akan merefleksikan cahaya transmisi balik menuju kombinasi polarizer penunda. Perhatikan intensitas bayangan pada bagian depan laser (cermin harus diletakkan membentuk sudut sedemikian hingga anda dapat melihat bayangan pada bagian muka, bersebelahan dengan output laser. 41



6. Putar bidang penunda dan perhatikan intensitas bayangan tersebut. Cahaya yang terpolarisasi melingkar dapat mempunyai arah melingkar ke kanan atau melingkar ke kiri (bergantung pada kedudukan relatif antara arah bidang penunda dan sumbu polarizer). Pada eksperimen ini, cermin akan merubah bentuk polarisasi cahaya menjadi terpolarisasi melingkar. 7. Efek bidang penunda dapat divariasi dengan merubah sudut antara bidang penunda dengan polarizer. Buatlah susunan eksperimen yang dapat digunakan untuk mengaamati variasi sudut ini 5. Metode Analisis Buatlah tabel pengamatan berdasarkan tata laksana eksperimen yang telah diberikan di atas. 6. Pertanyaan Laporan Akhir 1. Buatlah grafik antara I vs θ untuk dua sumber yang digunakan. 2. Beri penjelasan dari kedua hasil anda tersebut? 3. Dapatkah anda menemukan keadaan dimana cahaya tidak diteruskan oleh kombinasi polarizer dan bidang penunda pada saat variasi sudut analyzer diberikan? Berilah komentar berdasarkan hasil eksperimen anda? 4. Bagaimanakah pengaruh bidang penunda terhadap susunan polarizer dan analyzer? 5. Perkirakan dan hitung ralat untuk besaran yang anda hitung/ukur, kemudian buatlah kesimpulan dari hasil-hasil eksperimen anda. Referensi : 1. Guenther R.D,(1990),Modern Optics John Wiley &sons,new York,Chapter 13. 2. Jenkins F.A.and White H.E.(1976),Fundamentalsof Optics,MGraw Hill Kogakusha,Tokyo,Chapter24.



42



VI



Hukum Pemantulan Fresnel



1. Tujuan Eksperimen 1. Mengukur reflektansi gelas dan akrilik sebagai fungsi sudut θ, 2. Menentukan nilai sudut Brewster θB untuk gelas dan akrilik 3. Menentukan indeks bias medium, dan 2. Alat yang digunakan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Sumber cahaya biasa/incandescent light source (OS-9102B), Anguler Translator (OS-9106A), 3 buah holder (OS9107), Meja optic (OS-9103) Layar pengamatan (OS-9138) Bidang gelas (OS-9128), Bidang akrilik (OS-9129) 2 buah polarizer (OS-9109) Fotometer (OS-9152B)



3. Teori Singkat Polarisasi cahaya dapat terjadi ketika cahaya dipantulkan dan ditransmisikan oleh perbatasan dua dielektrik. Teori gelombang elektromagnetik telah memprediksikan bahwa cahaya yang direfleksikan akan terpolarisasi relatif terhadap permukaan bidang yang merefleksikan dan bergantung pada sudut datangnya. Ketika gelombang cahaya datang pada perbatasan dua medium yang berbeda indeks biasnya, misalnya n1 dan n2 dengan sudut datang θ, maka sebagian cahaya akan dipantulkan dan sebagian akan dibiaskan (ditransmisikan). Berdasarkan hukum Snellius dapat dipantulkan besar sudut pantul θ dan sudut bias  . Besar koefisien reflektansi dan koefisien transmitansi amplitude berbeda untuk gelombang partikel terhadap bidang datang. Bidang yang dibentuk oleh arah vektor datang dan normal permukaan disebut bidang datang. Untuk gelombang sejajar dinyatakan dengan persamaan: R par 



tan      tan     



(6.1) 43



T par 



4 sin  cos  sin 2  sin 2



(6.2)



dan untuk gelombang tegaklurus bidang datang dalam bentuk: Rtrans 



sin      sin     



(6.3)



Ttrans 



2 sin  cos  sin     



(6.4)



dengan θ adalah sudut datang dan







adalah sudut bias.



Gambar 6.1 Komponen Gelombang EM pada bidang batas Pada Gambar 6.1, komponen gelombang EM datang pada bidang batas dengan sudut datang sebesar θ. Selanjutnya, sebagian gelombang akan dipantulkan dengan sudut pantul sama dengan sudut datang dan sebagian lagi akan diteruskan dengan sudut bias sebesar  . Jika kita letakkan sebuah polarizer di depan cahaya pantul, maka kita dapat memvariasi gelombang pantul menjadi dua bagian yakni gelombang yang sejajar dengan bidang datang dan gelombang yang tegak lurus bidang datang. Dengan memutar polarizer 90o maka kita telah memilih komponen E o yang sejajar bidang datang. Sebaliknya, ketika sudut polarisasi di ubah menjadi 0 0 vertikal maka akan didapatkan komponen Eo yang tegak lurus dengan bidang datang. Mengingat persaman Snellius tentang pembiasan, dimana: sin  n2   n1 2 , sin  n1



(6.5)



maka persamaan (6.5)menjadi: R par 



 n122 cos   n122  sin 2  n122 cos   n122  sin 2 



(6.6)



dan persamaan (6.6)menjadi: Rtran 



cos   n12 2  sin 2  cos   n122  sin 2 



(6.7)



44



dengan n1→2 = n2 /n1,dimana n1 indek bias medium 1 (udara) dan n2 indeks bias medium 2 (gelas atau akrilik). Persamaan (6.6) dan (6.7) dikenal dengan hukum pemantulan Fresnel. Ketika θ sangat kecil atau gelombang datang mendekati arah normal maka diperoleh   0 dan   0 (cahaya normal), sehingga sin(  -θ) ~ tan (  - θ ) ~ (  - θ ) dan hukum Fresnel menjadi: R par



   



~ Rtran ~      ~



1 1  n 2 n1 n1  n2  1 1 n1  n2  n 2 n1



,



(6.8)



sehingga intensitas gelombang refleksinya adalah R



2 0 0



 n  n2 I  r   1 I i  n1  n2



2



  



(6.9)



~ 0.04 pada batas antara udara dan gelas. Kita juga dapat mencatat bahwa ketika tan       dan      90 o maka Rpar=0. Dalam hal ini hanya Rtrans yang ada dan cahaya yang direfleksikan secara keseluruhan merupakan gelombang yang terpolarisasi pada bidang dengan vektor medan listriknya tegak lurus terhadap bidang datang. Kondisi ini mendefinisikan sebuah besaran yang disebut sudut Brewster atau sudut polarisasi Brewster θB, yaitu ketika θ dan  merupakan sudut-sudut komplemeter. Dengan demikian cos  B  sin  sehingga: n1 sin  B  n 2 sin   n2 cos  B



dan tan  B  n 2 / n1



4.a.



(6.10)



Tugas Membaca



1. Anda diharuskan sudah membaca landasan teoritik percobaan misalnya dari teksbook dalam referensi atau dari internet. 2. Dengan menggunakan persamaan Maxwell dan menggunakan syarat batas akan dapat ditemukan amplitudocahaya yang diteruskan dan yang dipantulkan oleh permukaan (interface). 3. Anda juga harus memahami pantulan untuk beberapa kondisi misalnya untuk medan yang tegak lurus dan yang sejajar dengan bidang datang. 4. Untuk sudut datang yang searah dengan normal tentu akan didapatkan persamaan yang sederhana (6.10).



4.b.



Tugas Pendahuluan 45



1. Gambarkan perubahan arah vektor E0, untuk gelombang yang sejajar bidang datang, ketika cahaya datang dari medium n1 ke medium n2 dengan sudut θ. 2. Apakah definisi impedansi medium Z? Bagaimana hubungan antara indeks bias dengan impedansi dalam sebuah medium. 3. Buktikan bahwa sudut datang i sama dengan sudut pantul r (hukum Snellius tentang pemantulan)! 5. Tatalaksana Eksperimen 5.1 Bidang Gelas Cahaya Tegak Lurus Bidang Datang 1. Susunan peralatan seperti gambar 6.2. 2. Letakkan sumber cahaya biasa pada ujung bangku optik. Letakkan bidang gelas pada holder dan letakkan gabungan tersebut di atas translator anguler, atur posisi gelas sehingga berkas cahaya datang tegak lurus permukaan gelas. Perhatikan: Bahwa bagian depan bidang gelas harus berimpit dengan pusat sudut anguler dan tanda nol pada translator harus sejajar dengan arah cahaya datang.



Gambar 6.2 : Susunan Eksperimen 3. Letakkan layar pada holder dan amati berkas cahaya terusan. Sekarang pindahkan layar dan amati berkas cahaya terusan dengan menggunakan fotometer. 4. Letakkan polarizer (sebagai analyzer) di depan fotometer dan atur agar sumbu 0 o vertikal (tegak lurus bidang datang). 5. Atur posisi pada translator anguler sehingga berkas cahaya datang dan garis normal membentuk sudut minimum yang bisa didapatkan. Atur posisi fotometer dan cacat intensitas cahaya pantul. 6. Ubah sudut translator anguler sebesar 5o dari sudut minimum yang sudah anda tentukan sebelumnya. Catat intensitas cahaya pantulnya. 46



7. Ubah (naikkan) sudut datangnya dan catat Ir sampai posisi sudut 900 (anda mengamati cahaya datang Io). Cahaya Paralel Bidang Datang (Sudut Brewster, θB). 8. Pada bagian ini anda akan mengetahui intensitas pantulan cahaya paralel terhadap bidang datang. Putar polarisator (analiser di depan fotometer) pada sudut 90 0. Pada keadaan ini cahaya yang ditransmisikan oleh analiser paralel terhadap bidang datang. 9. Selanjutnya lakukan langkah seperti pada percobaan no.4,5,6 dan 7. Perhatikan : Pada eksperimen ini anda akan melewati sudut datang dimana intensitas I r akan berharga minimum (secara teori berharga nol). Oleh karena itu disarankan anda memperkecil penambahan sudut datang ketika mendekati sudut kritis tersebut. Sehingga secara tepat anda dapat menentukan besar sudut polarisasi Brewster. 5.2 Bidang Akrilik Lakukan eksperimen 5.1 dengan menggunakan bidang akrilik. 6. Metode Analisis Buatlah tabel pengamatan berdasarkan tata laksana eksperimen yang telah diberikan di atas. 7. Tugas Laporan Akhir 1. Hitung intensitas relatif I r I o untuk setiap pengukuran anda. I0 adalah intensitas cahaya awal setelah melintasi polarizer tetapi sebelum melewati analizer. 2. Buat grafik hubungan antara I r I o terhadap sudut datang θ untuk masing-masing eksperimen anda (baik cahaya paralel maupun tegak lurus dan masing-masing untuk gelas dan akrilik). 3. Dari grafik untuk cahaya parallel anda dapat menentukan berapa besar sudut Brewster θB. Berapa sudut Brewster untuk gelas dan untuk akrilik? 4. Berapa nilai indeks bias gelas dan indeks bias akrilik? 5. Tentukan nilai reflektansi gelas dan akrilik baik untuk cahaya paralel maupun tegak lurus bidang datang. 6. Perkirakan dan hitung ralat untuk besaran yang anda hitung/ukur, kemudian buatlah kesimpulan dari hasil-hasil eksperimen anda? Referensi :



47



1. Guenther R.D, (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York,Chapter 3. 2. Jenkins F.A and White H.E. (1976), Fundementals of optics, Mcgraw Hill Kogakusha, Tokyo, Chapter 25.



48