6 0 1 MB
MODUL FISIOTERAPI OLAHRAGA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI
i
VISI DAN MISI FISIOTERAPI
FAKULTAS
KEPERAWATAN
DAN
VISI Menghasilkan lulusan yang unggul dalam bidang keperawatan gawat darurat traumatik dan manual terapi yang mampu bersaing secara nasional dan regional Asia pada tahun 2022. MISI
1. Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan berbagai fasilitas belajar, metode, dan sistem pembelajaran kelas dan praktik (laboratorium, RS, dan pelayanan kesehatan lainnya) sehingga menghasilkan karakter yang unggul, kompeten dan excellent service. 2. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset keperawatan dan fisioterapi di tingkat lokal maupun nasional dengan menggunakan pendekatan riset kolaboratif dalam bidang ilmu keperawatan dan fisioterapi. 3. Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kesehatan di tingkat nasional bahkan kawasan regional Asia dengan menekankan upaya pendekatan preventive health science. 4. Menjalin kerjasama yang baik dengan stakeholder mulai dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sebagai pengguna lulusan.
ii
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI VISI Menjadi program studi yang unggul dan excellent service dalam bidang fisioterapi khususnya manual terapi di tingkat nasional dan regional Asia pada tahun 2022. MISI
1. Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan berbagai fasilitas belajar, tools, metode, dan sistem pembelajaran kelas dan praktik di laboratorium dan lapangan 2. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset dibidang fisioterapi yang difokuskan pada masalah manual terapi dengan menggunakan pendekatan riset dalam bidang fisioterapi. 3. Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan fisioterapi. 4. Mengembangkan kerjasama dengan institusi pendidikan, pelayanan, organisasi, dan stakeholderbaik dalam maupun luar negeri.
iii
DAFTAR ISI Visi Misi Fakultas............................................................................................................ ii Visi Misi Program Stud ................................................................................................. iii Kata Pengantar............................................................................................................... iv Daftar isi........................................................................................................................... v BAB I Cidera anggota gerak atas dan Bawah a. Ankle Sprain.......................................................................................................... 1 b. Patello Femoral Syndrome .................................................................................... 5 c. Sprain ACL ........................................................................................................... 8 d. Sprain MCL......................................................................................................... 12 e. Jumpers Knee ...................................................................................................... 15 f. Meniscus Tears.................................................................................................... 18 g. Plantar Fascitis .................................................................................................... 20 h. Piriformis Syndrome ........................................................................................... 23 i. Shin Plint ............................................................................................................. 26 j. Supraspinatus tenditis.......................................................................................... 29 k. De Quarvein Syndrome ....................................................................................... 31 l. Tennis Elbow ...................................................................................................... 34 m. Golvers elbow ..................................................................................................... 37 n. Rectus Femoris Ruture ........................................................................................ 40 BAB II MASSAGE DAN MANUAL TRAKSI TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN CERVIKAL ROOT SYNDROME a. Macam-macam Masage ...................................................................................... 42 b. Indikasi dan Kontraindikasi Massage ................................................................. 43 c. Mekanisme Penurunan Nyeri melalui Massage .................................................. 45 d. Manual TraksI ..................................................................................................... 46 e. Sop Massage Pada Servikal ................................................................................ 48 BAB III LATIHAN SIRKUIT (CIRCUIT TRAINING) a. Kondisi Fisik ........................................................................................................ 50 b. APlikasi pelatihan Fisik ........................................................................................ 52 c. Sistem Pelatihan Fisik Umum ............................................................................... 55 d. Sistem Pelatihan Fisik Khusus .............................................................................. 62 BAB IV PENGUKURAN DALAM OLAHRAGA
Pengukuran Rom Ekstremitas Superior ............................................................. 69 b. Pengukuran Rom Ekstremitas Inferior ................................................................ 70 a.
iv
BAB V ALAT BANTU MENINGKATKAN PERFORMANCE DALAM OLAHRAGA a. Dambell................................................................................................................... 79 b. Gymball .................................................................................................................. 80
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul mata kuliah Olahraga dan Wellnes ini. Modul ini di susun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam pendidikan Profesi Fisioterapi Istitut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam. Penyelesaian penulisan modul ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan rekan yang ikut serta dalam penyusunan modul ini. Penyusun menyadari bahwa apa yang tertuang dalam modul ini masih banyak memiliki kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dan semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Lubuk Pakam,
2019
Penyusun
vi
BAB I
CIDERA ANGGOTA GERAK ATAS DAN CIDERA ANGGOTA GERAK BAWAH A. ANKLE SPRAIN 1. Definisi Cedera Engkel pada Atlet sering terjadi, pemain lebih sering mengalami penguluran
ligamen
pergelangan
kaki
bagian
lateral
(sisi
luar)
yaitu
ligamen talofibular anterior, ligamen calcaneofibular, ligamen calcaneocuboideum, ligamen talocalcaneus dan ligamen talofibular posterior. Cedera yang terjadi umumnya disebut dengan lateral sprain ankle injury Sprain ankle juga dikenal sebagai cidera ankle atau cidera ligament ankle, pada umumnya sprain ankle ini terjdi karena robeknya sebagian dari ligament (torn partial ligament) atau keseluruhan dari ligament (torn ligament) dan Hampir 85% sprain ankle terjadi pada struktur jaringan bagian lateral ankle yaitu ligamen lateral com
2. Anamnesis Penderita dapat menceritakan proses cideranya yatu terjatuh dengan posisi pergelangan kaki
1
terputar ke dalam atau keluar. Setelah cedera, penderita mengeluh sakit berlebihan pada aspek anterolateral pada sendi pergelangan kaki. Perabaan di atas sakit tersebut hanya di bawah malleolus lateral.
-
Ada riwayat trauma (keseleo) kearah inverse
-
Nyeri jenis nyeri tajam pada kaki sisi lateral
-
Nyeri meningkat pada saat gerak eversi
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : Tampak oedeme / haemetome pada lateral kaki b. Tes cepat: -
Gerak plantar maupun dorsal fleksi nyeri. Gerak inversi nyeri hebat
-
Gerak squat and bouncing terasa nyeri pada saat bouncing
c. Tes gerak aktif: -
Nyeri ke arah inversi
-
Gerak dorso dan plantar flexi
d. Tes gerak pasif: -
Gerak pasif inversi nyeri
-
ROM terbatas denga sringy end feel Keterbatasan gerak searah nyeri
e. Tes gerak isometric: Gerak isometrik eversi nyeri bila tendon M. Peroneus longus dan brevis cidera f.
Tes khusus: -
Palpasi pada lig. Calcaneofibulare dan talofibulare terasa nyeri, kemungkinan lig.lain seperti lig.calcaneocuboideum.
-
Pada cidera tendon palpasi diatas tendon mm.peroneus longus dan atau peroneus brevis terasa nyeri
-
Joint play movement.pada sendi calcaneofibulare dan talofibulare nyeri dengan springy end feel. Pemeriksaan lain
2
4. Penegakkan diagnosa a. Activity limitation -
Adanya gangguan berlari, loncat, kemampuan berjalan, keseimbangan, kontrol gerak
-
Body structure and body function
-
Nyeri
-
oedema
b. Participation restriction -
Tidak dapat melakukan olahraga dengan maksimal
c. Diagnosa berdasarkan ICF -
-Adanya gangguan stability ankle, adanya ketidakmampuan melakukan kordinasi gerakan ankle.
5. Rencana Penatalaksanaan a. Tujuan - Mencegah malaligment - Meningkatkan movement coordination - Meningkatkan stabilisasi ankle - Meningkatkan kemampuan ankle b. Prinsip Terapi - Istirahat - Aktivasi otot otot stabilisasi - Meningkatkan kemampuan fungsional c. Konseling-Edukasi - Latihan keseimbangan - Latihan aktifitas fungsional d. Kriteria Rujukan - Dokter
3
- Fisioterapis 6. Prognosis Pada umumnya sprain ankle dapat sembuh tanpa komplikasi dan pasien dapat kembali beraktivitas sebagaimana biasanya. 7. Sarana dan prasarana Wobble board, elastic bandage, taping, tera band (Abdurrasyid, 2018)
4
B. PATELLOFEMORAL SYNDROME 1. Definisi Chondromalacia patella atau Patellofemoral Syndrome adalah suatu patologi adanya kerusakan pada kartilago patella, dimana terdapat pelunakan atau pengkikisan dan kekerasan dari kartilago yang ditandai dengan adanya nyeri pada bagian depan dari lutut terutama saat menekuk Sindrom patellofemoral atau sindrom nyeri patellofemoral adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nyeri di sekitar patela atau tempurung lutut dan di bagian depan lutut.
Juga dikenal sebagai runner’s knee atau jumper’s knee, kondisi ini sering memengaruhi atlet dan mereka yang terlibat dalam lari, bola basket, dan olahraga lainnya. Namun, sindrom patellofemoral juga dapat menyerang non-atlet dan sering terlihat pada remaja, orang muda, pekerja kasar, dan orang dewasa yang lebih tua. The American Academy of Family Physicians melaporkan bahwa sindrom patellofemoral adalah penyebab paling umum nyeri lutut dalam populasi. Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan sendi lutut yang berlebihan, trauma fisik, atau tempurung lutut yang tidak sejajar
5
2. Anamnesis -
Nyeri berjalan
-
Deformitas kearah genu valgus
3. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Fisik -
Inspeksi: - tidak tampak kelainan local. Perhatikan Q angle/genu valgus
-
Tes cepat : - gerakan flexi dan ekstensi terjadi painfull arc
-
Tes gerak aktif : - flexi dan ekstensi
-
Tes gerak pasif - flexi dan ekstensi
-
Tes gerak isometric : - Gerak isometric ekstensi lutut nyeri
-
Tes khusus
-
Palpasi : nyeri tekan pada condylus lateral dan medial
-
Joint play movement MLPP kompresi diatas patella posisi lutut ekstensi dan semi fleksi.
-
Pengukuran Q angle dan genu valgus.
-
Tes kekuatan m. Vastus medialis
b. Pemeriksaan Penunjang 4.
X-Ray Penegakan Diagnosis
1. Activity limition : - Naik turun tangga - Berjalan - Berlari - Berdiri dari posisi jongkok 2. Body Function and structure impairment : - Muscle weakness m. vastus medialis 3. Participation Restriction :
6
- Keterbatasan dalam pekerjaan - Keterbatasan dalamberibadah - Keterbatasan dalam olahraga - Keterbatasan partisipasi 4. Diagnosa Fisioterapi : Nyeri pada patella disebabkan oleh chondromalacia 5. Rencana Penatalaksanaan 1. Tujuan : mengembalikan gerak dan fungsional patella sehingga pasien dapat beraktivitas seperti biasanya 2. Prinsip Terapi : pengutan otot, peningkatan ROM 3. Konseling-Edukasi : hindari naik tangga 4. Kriteria Rujukan
6. Prognosis Prognosis untuk pemulihan fungsional penuh dalam kasus sindrom patellofemoral sangat baik. Secara umum, sindrom ini berhasil diobati dengan tindakan konservatif 7. Sarana dan Prasarana a. Sarana : wobble board, US, TENS, MWD, SWD, Tapping, Bed b. Prasarana: ruang terapi c. (Abdurrasyid, 2018)
7
C. SPRAIN ACL 1. Definisi ACL merupakan ligamen yang menghubungkan antara tulang paha dan tulang kering pada sendi lutut. ACL sendiri berfungsi untuk mencegah pergeseran berlebih tulang kering ke depan tulang paha dan menjaga stabilitas rotasional lutut. Cidera ligamen disebut juga sebagai “sprain” dan dibagi berdasarkan tingkat keparahannya menjadi 3 derajat: Ligamen hanya teregang dan mengalami SPRAIN DERAJAT 1
robekan-robekan
mikroskopis,
sehingga
ligamen masih dapat berfungsi menjaga stabilitas sendi. Ligamen SPRAIN DERAJAT 2
mengalami
robekan
parsial
(sebagian), sehingga stabilitas sendi akan berkurang Ligamen
SPRAIN DERAJAT 3
mengalami
robekan
komplit,
sehingga sendi akan menjadi tidak stabil.
Kebanyakan cidera ACL merupakan robekan komplit atau hampir komplit. Robekan parsial pada ACL jarang terjadi.,Cidera ACL biasanya terjadi ketika orang sedang melakukan olah raga yang melibatkan perubahan arah gerakan lutut terlalu cepat, seperti olah raga basket atau sepak bola. Selain itu, cidera ini juga dapat disebabkan karena mengurangi kecepatan gerak lutut secara mendadak, mendarat dari lompatan dengan posisi yang tidak tepat, atau karena benturan langsung pada daerah lutut. Orang yang mengalami cidera ACL biasanya mendengar bunyi “pop” dan merasakan nyeri yang tiba-tiba ketika mengalami cidera. Nyeri karena cidera ACL pada umumnya terasa sangat berat. Kemudian,
8
lutut akan membengkak dalam beberapa jam setelah cidera dan terasa tidak stabil (seperti tidak bisa menahan beban tubuh). ACL adalah salah satu ligament pada sendi lutut yang sering bermasalah pada para pemain olahraga yang menggunakan kaki sebagai tumpuan utama dalam permainannya, contohnya sepak bola, basket, taekwondo dan lainlain.
2. Anamnesis Atlet tiba-tiba berhenti, memotong atau loncat, terjadi trauma hiperekstensi dan rotasi dan terdengar suara pop sound lalu si atlet tidak dapat melanjutkan olah raga saat itu dan beberapa jam kemudian terjadi bengkak pada lutut. Bila dilakukan berjalan terasa adanya giving way 3. Pemeriksaan Fisik - Inspeksi
: Bengkak pada lutut
- Tes cepat
: Squat ada giving way
- Tes gerak aktif
: Nyeri dan kaku pada saat fleksi lutut
9
- Tes gerak pasif
: Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel,
Keterbatasan gerak dalam capsular pattern. - Tes gerak isometric : Gerak isometric negative - Tes khusus - Lachman Test - Anterior drawer test - Pivot shift test 4. Pemeriksaan penunjang X- Ray, MRI
5. Penegakkan diagnosa -
Activity limitation
-
Adanya gangguan keseimbangan saat berjalan, berlari Body structure and body function
-
Joint line tenderness
-
Bengkak, nyeri
-
Instabilitas
-
Participation restriction
-
Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari dan koordinasi, ibadah Diagnosa berdasarkan ICF
-
Adanya gangguan stability, adanya gangguan koordinasi gerak.
6.
Rencana Penatalaksanaan
a. Tujuan: Menghilangkan/ mengurangi nyeri dan bengkak, pencapaian normal ROM, adaptasi anatomi dan hipertropi otot, linear dan lateral stabilisasi, berjalan dan berlari dengan seimbang, drill untuk kembali ke olah raga. b. Prinsip terapi: -
Eliminasi nyeri dan bengkak
-
Meningkatkan aktif ROM (cascio et al 2004)
10
-
Functional Strengthening (Gale and Richdmon 2006, Mc carthy and bach 2005)
-
Konseling-edukasi :
-
menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
-
menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien
c. Kriteria rujukan: Dokter ortopedi 7. Prognosis Pada cedera acl bisa dilakukan non operative treatment jika keadaan dengan indikasi tua dan sedentary dilakukan modifikasi aktivitas sehingga mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan, namun rekonstruksi acl sangat diperlukan pada atlet dan penuh aktivitas. 8. Sarana dan prasarana Bed, wobel board, ball, cone, box jump.
11
D. SPRAIN MCL 1. Definisi Sprain Medial Collateral Ligament (MCL) adalah robekan atau putusnya ligamen pada bagian medial (dalam) aspek lutut. Bagian dalam dari ligamentum ini melekat pada meniskus medial dan garis lurus dengan tibialis, MCL bertindak untuk membatasi pemisahan berlebihan dalam sendi lutut, agar tidak valgus.
CIDERA TINGKAT 1
•
Robek sebagian pada ligamen dengan gejala ringan Robek sebagian dengan gejala ketidakstabilan dan dalam tingkat
CIDERA TINGKAT 2
sedang •
CIDERA TINGKAT 3
Robek seluruhnya dengan gejala tidak stabil dan parah; ligamen lainnya dalam lutut mungkin juga robek
2. Anamnesis Terjatuh dengan posisi kaki valgus/ lateral, terjadi trauma benturan pada tibia lalu si atlet tidak dapat melanjutkan olah raga saat itu. Pada waktu berjalan
12
terasa lutut bergoyang 3. Pemeriksaan fisik dan dasar penunjang -
Pemeriksaan fisik
-
Tes Gerak Fungsi dasar. :
-
Gerakan ekstensi, fleksi dan external, internal rotasi, valgus semua dalam batas normal
-
Tes khusus
-
Valgus stress test (Jacobson KE et al, 2011)
-
Palpasi pada sisi medial lutut nyeri dan trimgling
4. Pemeriksaan penunjang X-Ray, MRI 5. Penegakkan diagnosa a. Activity limitation -
Adanya gangguan keseimbangan saat berjalan, berlari, loncat
b. Body structure and body function -
Joint line tenderness
-
Bengkak, nyeri
-
Instabilitas kea rah valgus
c. Participation restriction -
Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari dan koordinasi,rekreasi, ibadah
d. Diagnosa berdasarkan ICF - Adanya gangguan stability, adanya gangguan koordinasi gerak
6. Rencana Penatalaksanaan a. Tujuan: Menghilangkan/ mengurangi nyeri dan bengkak, pencapaian normal ROM, adaptasi anatomi dan hipertropi otot, linear dan lateral stabilisasi, berjalan dan berlari dengan seimbang, drill untuk kembali ke olah raga. b. Prinsip terapi:
13
-
Eliminasi nyeri dan bengkak
-
Meningkatkan aktif ROM
-
Functional Strengthening
c. Konseling-edukasi : -
menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
-
menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien
d. Kriteria rujukan: -
Dokter ortopedi
-
Fisioterapi
7. Prognosis Pada cedera MCL bisa dilakukan non operative treatment jika keadaan dengan indikasi tua dan sedentary dilakukan modifikasi aktivitas sehingga mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan, namun rekonstruksi MCL sangat diperlukan pada atlet dan penuh aktivitas.
8. Sarana dan prasarana Knee bracing, Bed, wobel board, ball, cone, box jum
14
E. JUMPER’S KNEE 1. DEFINISI Jumper’s knee / Tendinitis patellaris adalah peradangan pada tendon patella yang disebabkan penggunaan tendon yang berlebih selama beraktivitas. Kontraksi otot yang berulang dapat menyebabkan ketegangan tendon sehingga tendon mengalami peradangan
2. Anamnesis Nyeri pada lutut sisi depan bagian bawah, nyeri diam saat pasien dalam posisi berdiri, nyeri tekan pada tendon patella, nyeri gerak saat berjalan dan naik tangga, Nyeri hilang setelah beraktifitas. Nyeri meningkat ketika melompat . 3. Pemeriksaan fisik dan dasar penunjang a. Pemeriksaan fisik -
Nyeri pada saat tes isometric kea raj ekstensi
-
Palpasi nyeri tekan pada infra patela
b. Pemeriksaan penunjang MRI, x ray 4. Penegakkan diagnosa a. Activity limitation
15
-
Adanya nyeri saat berlari, melompat, menendang
b. Body structure and body function -
Nyeri
-
Quadriceps inaktif
c. Participation restriction -
Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari, melompat dan menendang
d. Diagnosa berdasarkan ICF Adanya nyeri saat berlari, meloncat dan menendang. adanya gangguan koordinasi gerak. Nyeri pada bagian lutut sisi depan bagian bawah, penurunan LGS, serta penurunan kemampuan fungsional. 5. Rencana Penatalaksanaan a. Tujuan: Menghilangkan/ mengurangi nyeri, pencapaian normal ROM, adaptasi anatomi dan hipertropi otot, stabilisasi, berjalan dan berlari dengan seimbang, latihan drill untuk kembali ke olah raga. b. Prinsip terapi: c. Eliminasi nyeri d. Functional Strengthening e. Latihan eksentrik f. Konseling-edukasi : g. menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
h. menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien 8. Kriteria rujukan: a. Dokter ortopedi b. Fisioterapi
16
Prognosis Pada atlet dengan jumper‘s knee akan terus mengalami gejala ringan berkepanjangan setelah karir atletiknya. Sarana dan prasarana Taping, Es, Bola, wobble board
17
F. MENISCUS TEARS 1. Definisi Robekan pada meniskus karena gerakan fleksi, rotasi, lutut terkunci
2. Anamnesis Pasien datang dengan cedera pada area lutut insiden terjadi pada aktivitas olahraga dimana posisi lutut terpelintir dan sedikit menekuk. Pada sata jalan sering terasa lutut terkunci 3. Pemeriksaan fisik dan dasar penunjang a. Hasil pemeriksaan fisik -
Tes gerak pasif terbatas pola kapsuler dan nyeri
-
Tes isometric tidak ada keluhan
-
Tes khusus
-
Rotasi medial, lateral, valgus/varus tes postidf nyeri
b. Pemeriksaan penunjang MRI, X-Ray 4. Penegakkan diagnosa a. Activity limitation b. Nyeri fleksi maupun ekstensi, naik tangga
18
c. Body structure and body function d. Nyeri e. Gangguan mobilisasi f. Participation restriction g. Olahraga, bekerja 5. Diagnosa berdasarkan ICF Adanya nyeri sekitar sendi, mobilitas single joint terbatas, gait pattern fuction. 6. Rencana Penatalaksanaan a. Tujuan Meningkatkan kemampuan stabilisasi kaki dan penguatan kaki yang lemah b. Prinsip Terapi - Stabilisasi - Strengthning c. Edukasi Mengajarkan latihan strengthning, manipulasi meniscus d. Kriteria Rujukan Dokter Fisioterapi
7. Prognosis Meniscus dibagi menjadi dua area berdasarkan cara penyembuhannya, dalam dunia medis disebut RED zone dan White zone. Pada red zone terdapat aliran darah yang mensuplay makannan sedangkan white zone tidak ada, jadi meniscus pada white zone tidak bisa sembuh secara alami (harus operasi). 8. Sarana dan prasarana Knee support, taping.
19
G. PLANTAR FASCITIS 1. Defenisi Plantar Fasciitis merupakan nyeri pada bagian medial calcaneus yang ditandai dengan inflamasi atau peradangan pada perlengketan apponeurosis plantaris bagian bawah dari tuberositas calcaneus akibat penguluran yang berlebihan dan secara terus menerus, penekanan saat kaki menyangga beban tubuh sehingga terjadi cidera berulang dan menimbulkan kerobekan kecil pada fascia plantaris.
2. Anamnesis -
Nyeri pada telapak kaki belakang diatas tuberositas calcanel
-
Nyeri jenis nyeri tajam pada telapak kaki posterior
-
Nyeri pada pagi hari dan meningkat pada saat berjalan
3. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Fisik -
Inspeksi : Tidak tampak kelainan
b. Tes cepat : -
Gerak dorsal fleksi posisi berdiri nyeri
20
-
Gait analisis : early foot flat atau berjalan dengan telapak kaki anterior
c. Tes gerak aktif : -
Gerak dorsal fleksi nyeri
d. Tes gerak pasif : -
Gerak dorsal fleksi pasif nyeri pada calcaneus, ROM terbatas dengan springy end fell
e. Tes gerak isometric : -
Gerak plantar fleksi isometric nyeri
f. Tes khusus : -
Palpasi : palpasi pada apponeurosis plantaris dan tuberositas calcanel nyeri tajam
Pemeriksaan Penunjang : X-ray tampak osteophate
4. Penegakan Diagnosis a. Activity Limitation : - Berjalan jarak jauh - Lompat - Berdiri lama b. Body Function and structure impairment : - Interior heel pain - Dorsal heel pain - Hypomobility - Muscle imbalance - Inflamasi c. Participation Restriction : - Keterbatasan dalam pekerjaan - Keterbatasan dalam beribadah - Keterbatasan dalam olahraga
21
- Keterbatasan dalam rekreasi d. Diagnosa Fisioterapi : Adanya nyeri tajam pada tumit yang mengakibatkan gangguan aktifitas sehingga menurunkan produktifitas Px dalam bekerja dan menyelesaikan pekerjaan kantor. e. Rencana Penatalaksanaan a. Tujuan : mengembalikan gerak dan fungsional kaki sehingga pasien bias beraktivitas seperti bisanya. b. Prinsip Terapi : meningkatkan ROM, meningkatkan kekuatan otot c. Konseling-Edukasi : Disarankan untuk selalu memindah daerah penekanan nyeri ke daerah toleransi sekitarnya dengan pemakaian insole dari bahan yang lunak seperti karet, busa dan silikon juga pemakaian viscoheel. d. Kriteria Rujukan : Dokter orthopedic / fisioterapi f. Prognosis Prognosis akan baik jika dilakuakan penangana dengan cepat, penanganan fisioterapi. Namun jika tidak dilakukan penangana dengan cepat akan menjadi kronik dan menganggu aktivitas. g. Sarana dan Prasarana -
Sarana : ultrasound, MWD, ESWT,Tapping, bed, bantal
-
Prsarana : ruang terapi
22
H. PIRIFORMIS SYNDROME 1. Definisi Sindrom piriformis adalah gangguan neuromuskular yang terjadi ketika N.Ischiadicus terkompresi atau teriirtasi oleh M.Piriformis. Secara khas, sindrom piriformis meningkat dengan adanya kontraksi pada otot piriformis, duduk yang lama, atau tekanan langsung pada otot. Nyeri pada pantat adalah gejala utamanya.Sindrom piriformis dapat menyebabkan kesulitan berjalan, karena adanya nyeri pada pantat atau ekstremitas bawah. Sindrom piriformis adalah salah satu yang menyebabkan kondisi siatika.
2. Anamnesis nyeri jenis pegal pada gluteal kadang menyebar sampai paha belakang. Nyeri meningkat ketika duduk ditempat keras/jok keras dengan dompet tebal. 3. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Fisik
23
-
Inspeksi : Posisi duduk pasien sedikit miring
-
Quick test : Fleksi- ekstensi lumbal secara aktif nyeri
-
PFGD :
-
Gerak aktif limitasi gerak pelvic hip ROM terbatas pada saat gerakan adduksi dan internal rotasi
-
Gerak pasif : fleksi penuh sendi panggul nyeri gluteal, fleksi penuh dan adduksi penuh sering nyeri
-
Tes isometric : terasa nyeri pada gerak isometric abduksi, ekstensi dan rotasi eksternal hip joint
-
Test Khusus :
-
Palpasi : tenderness pada m. Piriformis
-
Slump test (piriformis) proximal isciadic nerve
b. Pemeriksaan Penunjang X-Ray tidak tampak kelainan 4. Penegakan Diagnosis a. Activity limition : - Duduk lama - Berjalan - Naik tangga b. Body Function and structure impairment : - Nyeri - Inflamasi - Muscle spasme - Kontraktur - Paresthesia paha belakang - Neural adhesion - Tenderness c. Participation Restriction :
24
- Keterbatasan dalam pekerjaan - Keterbatasan dalam beribadah - Keterbatasan dalam olahraga - Keterbatasan partisipasi d. Diagnosa Fisioterapi : Nyeri dan gerak terbatas pada tungkai bawah disebabkan oleh piriformis syndrome 5. Rencana Penatalaksanaan 1. Tujuan : mengembalikan gerak dan fungsi tungkai bawah sehingga pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. 2. Prinsip Terapi : mengurangi spasme, menghilangkan nyeri, menghilangkan paresthesia, meningkatkan ROM 3. Konseling-Edukasi : hindari duduk ditemapt keras 4. Kriteria Rujukan : dokter orthopedic/ fisioterapi 6. Prognosis Prognosis baik jika dilakukan penanganan secara cepat dan penangana fisioterapi. Namun, jika kondisi sudah parah bias dilakukan operasi. 7. Saran dan Prasarana -
Saran : bed, bantal, hot pack, kruk, walker
-
Prasarana : ruang fisioterapi
25
I. SHIN SPLINT 1. Definisi Shin splints adalah peradangan pada otot, tendon, dan jaringan tulang di sekitar tibia akibat overuse dan cedera berulang pada daerah postero medial dan antero medial. Nyeri biasanya terjadi di sepanjang perbatasan bagian dalam tibia, di mana otot melekat ke tulang.
2. Anamnesis Pasien mengeluh nyeri pada bagian distal dan posteromedial tibia setelah melakukan hobinya dalam olahraga berlari. Keluhan terjadi tanpa penyebab yang jelas 3. Pemeriksaan Fisik -
Inspeksi : terjkadang ada flat foot
-
Tes cepat : Tidak ada tanda yang jelas
-
Tes gerak aktif : nyeri terutama pada gerakan dorsal fleksi ankle .
-
Tes gerak pasif :Nyeri pasif ke arah plantar fleksi
-
Tes gerak isometric : Gerak isometric nyeri pada saat dorsal fleksi
-
Tes khusus :
-
Palpasi pada perios tibia ada nyeri dan high tension
26
4. Penegakkan diagnosa a. Activity limitation b. berjalan, berlari 5. Body structure and body function a. Poor endurance b. Pain 6. Participation restriction Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari terlalu lama
7. Diagnosa berdasarkan ICF Adanya gangguan stability ankle, adanya ketidakmampuan melakukan lari dalam batas waktu lebih lama.
5. Rencana Penatalaksanaan 1. Tujuan: Menghilangkan/ mengurangi nyeri, pencapaian normal ROM, adaptasi anatomi dan hipertropi otot, berjalan dan berlari dengan seimbang. 2. Prinsip terapi: -
stretching
-
Penguatan pada invertors and evertors dari calf
-
Melatih keseimbangan kaki
3. Konseling-edukasi : -
menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
-
menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien
4. Kriteria rujukan:
5.
-
Dokter
-
Fisioterapi Prognosis
27
Prognosis pada shin splint tergantung dari jenis dan berat ringannya gejala yang terjadi, selama fase istirahat pasien akan mengalami pemulihan 6. Sarana dan prasarana Bed, ice, taping
28
J. SUPRASPINATUS TENDINITIS 1. Definisi Tendinitis supraspinatus adalah suatu bentuk kondisi peradangan yang terjadi pada insersio tendo supraspinatus pada tuberositas mayor humeri yang ditandai dengan adanya rasa nyeri dan bisa juga terjadi pada tenno osseal, tendon atau tendo muscular. Tendinitis supraspinatus adalah penyebab tersering keluhan nyeri bahu. 2. Anamnesis -
Nyeri jenis pegal pada lengan atas bagian lateral
-
Tidak jelas sebab-sebabnya atau setelah menjinjing barang, olah raga dengan lengan- tangan.
-
Nyeri meningkat ketika angkat lengan dan berkurang bila diistirahatkan
3. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Fisik - Inspeksi : Tidak tampak kelainan - Tes cepat : Abduksi elevasi: ‘Painful arc‘ humeroscapular rhythm - Tes gerak aktif: Gerak rotasi eksternal nyeri nyeri kontraksi, gerak rotasi internal penuh atau horizontal adduksi penuh nyeri regang - Tes gerak pasif : Tak ada kelainan yang jelas, tetapi, tetapi horizontal adduksi penuh nyeri regang - Tes gerak isometric : Abduksi sometric melawan tahanan - Tes khusus : Palpasi posisi adduksi-ekstensi-rotasi internal penuh nyeri - Pengukuran : VAS untuk mengukur skala nyeri Goniometer untuk mengukur ROM Alat ukur untuk mengukur fungsional tangan b. Pemeriksaan Penunjang X ray bila diagnose belum ditemukan c. Penegakan Diagnosis Activity Limitation : -
Meraih benda ditempat yang lebih tinggi
29
-
Body Function and structure impairment :
-
Inflamasi
-
Scapular dyskinesis
d. Participation Restriction :
e.
-
Keterbatasan dalam pekerjaan
-
Keterbatasan dalam olahraga
-
Keterbatasan dalam rekreasi
Diagnosa Fisioterapi :
Nyeri bahu lateral sampai lengan atas leteral disebabkan oleh tendonitis m. infraspinatus f. Rencana Penatalaksanaan -
Tujuan : menghilangkan nyeri dan mengembalikan gerak fungsional sehingga dapat beraktivitas seperti biasa.
-
Prinsip Terapi :
-
Konseling-Edukasi :
-
Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi
g. Prognosis Prognosis untuk tendinitis supraspinatus sangat baik, bila ditangani sedini mungkin dengan tepat dan intensif. h.
Saran dan Prasarana
-
Saran : Ultrasound, meja, bed
-
Prasarana : Ruang terapi (fisioterapi
30
K. DE QUARVEIN SYNDROME 1. Definisi De Quervain syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abductor polisis longus dan ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon tersebut.
2. Anamnesis Nyeri pada sisi lateral pergelangan tangan kiri saat fleksi adduksi ibu jari tangan atau ulnar deviasi yang sudah berlangsung sejak 2 hari yang lalu. 3. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Fisik -
Inspeksi : bengkak pada sisi lateral pergelangan tangan
-
Tes cepat : fleksi ekstensi tangan dan jari tangan nyeri saat fleksi
-
Tes gerak aktif :
31
-
Adduksi ibu jari tangan nyeri
-
Ulnar deviasi nyeri
-
Tes gerak pasif : tes stretch ibu jari nyeri
-
Tes gerak isometrik : tes gerak isometrik melawan tahanan ibu jari tangan kerah abduksi nyeri
-
Tes Khusus :
-
Finkelstein‘s Test : nyeri, oposisi reposisi ibu jari
-
Palpasi : oedem pada sisi lateral pergelangan tangan
b. Pemeriksaan Penunjang : - Penegakan Diagnosis - Activity Limitation : - Mengetik - Mencuci - Texting - Menulis - Menggenggam - Mengendarai motor - Memotong c. Body Function and structure impairment : - Inflamasi - Adhesion - Penebalan tendon - Muscle weakness - Nyeri - Fleksibilitas menurun d. Participation Restriction : - Keterbatasan dalam pekerjaan - Keterbatasan dalam olahraga
32
- Keterbatasan dalam rekreasi e. Diagnosa Fisioterapi Nyeri gerak pada tendon otot m abd pol longus dan ext poli brevis akibat tenovaginitis m abd pol longus dan ext poli brevis f. Rencana Penatalaksanaan g. Tujuan : Mengembalikan gerak fungsional tangan sehingga pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. h. Prinsip Terapi : Menurunkan nyeri, menghancurkan adhesion, meningkatkan mobilitas gerak. i. Konseling-Edukasi : Gerak aktif pada jari-jari dan ibu jari, dan pasien dianjurkan untuk mengurangi aktifitas pada ibu jari seperti tidak tidak mengepel, tidak mencuci dan tidak melakukan aktivitas yang dapat memperberat keadaan ibu jari pasien menjadi bertambah parah. j. Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi k. Prognosis Prognosis dari De Quervain Syndrome pada dasarnya tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan tenosynovitis, gejala dapat bertahan selama beberapa hari atau beberapa minggu. Jika berlebihan atau terus bertambah, rasa sakit dapat memperburuk dan bertahan selama beberapa bulan. l. Sarana dan Prasarana -
Sarana : elastic bandaging, Ultrasound, MWD, Tapping
-
Prasarana : Ruang terapi (fisioterapi)
33
L. TENNIS ELBOW 1. Definisi Tennis Elbow adalah patologi yang ditandai adanya gejala nyeri pada sisi epicondylus lateral akibat inflamasi pada tenno periosteal yang disebabkan penggunaan tangan yang berlebihan sehingga terjadi avulsi ringan. Akibat adanya inflamasi, maka timbullah zat-zat iritan seperti bradikini, prostaglandin, dan histamine
2. Anamnesis Nyeri pada daerah siku lateral (epicondylus humeri) menyebar kelengan bawah dan nyeri meningkat pada saat menggenggam atau mengangkat barang yang sudah berlangsung sejak 1 bulan yang lalu. 3. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Fisik -
Inspeksi : Posisi siku normal atau pada posisi semi fleksi
-
Tes cepat :
34
- Gerak siku kadang nyeri - Gerak ekstensi pergelangan tangan nyeri pada siku -
Tes gerak pasif : - Gerak fleksi dan ekstensi penuh nyeri - Gerak pasif pergelangan tangan fleksi penuh nyeri
- Tes Khusus : o Tes gerak isometric Gerak isometrik dorsal fleksi pergelangan tangan nyeri pada siku. Gerak lain kadang nyeri. o Mill’s test : Adanya nyeri regang o Palpasi : Nyeri pada titik-titik tipe I: Tendon extensor carpiradialis longus; tipe II: Tendoperiosteal extensor carpiradialis brevis; tipe III: Tendon- muscular juction extensor carpiradialis brevis; dan tipe IV: tengah otot extensor carpiradialis brevis. b. Pemeriksaan Penunjang : tidak diperlukan
4. Penegakan Diagnosis c. Activity Limitation : - Tidak mampu menggenggam - Tidak mampu mengangkat/menjinjing barang dengan beban berat - Kesulitan dalam mengetik computer - Keterbatasan dalam mengendarai sepeda motor - Memotong - Memasak d. Body Function and structure impairment : - Adanya nyeri pada lateral epikondyle - Adanya inflamasi kronik - Adanya perlengketan otot
35
- Muscle imbalance - Penurunan stabilisasi e. Participation Restriction : - Keterbatasan dalam pekerjaan - Keterbatasan dalam olahraga (tennis,bulutangkis) - Keterbatasan dalam rekreasi (bersepeda) f. Diagnosa Fisioterapi : Nyeri gerak dan spasme pada siku dan m. Brachialis akibat traumatic g. Rencana Penatalaksanaan - Tujuan : Menghilangkan nyeri dan mengembalikan gerak fungsional tangan sehingga dapat kembali beraktivitas. - Prinsip Terapi : Mengurangi nyeri, meningkatkan stabilisasi, meningkatkan kekuatan otot, menghancurkan adhesion(perlengketan), melancarkan sirkulasi darah. - Konseling-Edukasi : latihan dapat dilakukan dirumah oleh pasiennya sendiri. - Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi 5. Prognosis Angka kesembuhan pasien dari penyakit ini cukup tinggi, sekitar 95%, meskipun tanpa terapi pembedahan. Meskipun begitu, epikondilitis lateral memiliki potensi menjadi masalah kronik terutama jika tidak tertangani dengan baik. Untuk menurunkan resiko kronik, maka pasien dianjurkan menjalani modifikasi aktivitas dan koreksi biomekanik. 6. Sarana dan Prasarana a. Sarana : Ultrasound, flexbar, hand grip dynamometer, tapping, bed, bantal b. Prasarana : Ruang terapi (fisioterapi)
36
M. GOLFER’S ELBOW 1. Definisi Golfers Elbow adalah suatu keadaan nyeri pada siku bagian dalam, tepatnya pada tendon otot flexor carpi radialis dan otot pronator teres, yang disebabkan karena gerakan flexi pergelangan tangan dan pronasi siku hentak dan berulang
2. Anamnesis Ny. T usia 39 thn datang dengan mengeluh nyeri pada daerah siku medial (epicondylus humeri) menyebar kelengan bawah dan nyeri meningkat pada saat menggenggam atau mengangkat barang yang sudah berlangsung sejak 10 hari yang lalu. 3. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Fisik -
Inspeksi : posisi siku normal atau pada posisi semi fleksi
-
Tes Cepat : Gerak siku kadang nyeri Gerak ekstensi pergelangan tangan nyeri pada siku
-
Tes Gerak Pasif : Gerak fleksi dan ekstensi penuh nyeri Gerak pasif pergelangan tangan fleksi penuh nyeri
-
Tes gerak isometric :
-
Gerak isometrik palmar fleksi pergelangan tangan nyeri pada siku.
-
Gerak lain kadang nyeri.
37
-
Tes khusus
-
Palpasi : nyeri pada group otot flexor pergelangan tangan epicondylus medialis humeri
b. Pemeriksaan Penunjang : tidak diperlukan
c. Penegakan Diagnosis d. Activity Limitation : - Memasak - Menggengam - Mendorong - Menjinjing barat berat - Mengetik - Menulis e. Body Function and structure impairment : - Nyeri medial epicondyle - Muscle imbalance - Inflamasi - Fleksbilitasi menurun - Penurunan stabilitas f. Participation Restriction : - Keterbatasan dalam pekerjaan - Keterbatasan dalam olahraga (Golf, melempar, bulutangkis) - Keterbatasan dalam rekreasi (bersepeda, berbelanja, jalan-jalan) g. Diagnosa Fisioterapi : Nyeri gerak dan spasme pada siku dan m. Brachialis akibat traumatic
4. Rencana Penatalaksanaan a. Tujuan : Menghilangkan nyeri dan mengembalikan gerak fungsional tangan
38
sehingga dapat melakukan aktivitas seperti bisanya. b. Prinsip Terapi : Meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan ruang lingkup gerak sendi, menghancurkan adhesion, melancarakan sirkulasi, c. Konseling-Edukasi : Latihan dapat dilakukan dirumah oleh pasiennya sendiri. d. Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi
.Prognosis Prognosis baik jika ditangani dengan segera. Namun, apabila diabiarkan saja akan menjadi inflamasi kronik dan menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas keseharian. 6. Saran dan Prasarana a. Saran : Ultrasound, tapping, TENS, Rubbar Bar, Bed, Bantal. b. Prasarana : Ruang terapi (fisioterapi )
39
N. RECTUS FEMORIS RUTURE 1. Definisi Ada onset akut nyeri dari robek tajam di paha anterior proksimal atau menuju ujung iliac anterior selama aktivitas. Cedera ini sering terjadi selama aktivitas intens dalam olahraga seperti tenis, squash atau berlari dan olahraga melompat, ini biasanya putusnya sebagian insersi atau massal pada otot proksimal rectus femoris setelah ekstensi hip berlebihan atau kontraksi eksentrik dari mendarat atau landing.
2. Anamnesis
Pasien datang dengan kelemahan dan nyeri pada bagian paha depan. 3. Pemeriksaan fisik dan dasar penunjang a. Hasil pemeriksaan fisik -
Inspeksi
o Assymetri ukuran volume paha -
Tes Gerak Fungsi
:
o Isometrik tes nyeri ke arah fleksi lutut o Pasif nyeri ke arah ekstensi dengan spriny end feel -
Tes khusus Ely‘s test
a. Pemeriksaan penunjang MRI, Ultra sound muscle
40
b. Penegakkan diagnosa
-
•
Activity limitation
-
Nyeri saat jalan, aktivitas
•
Body structure and body function
-
Nyeri
-
Swelling
Weakness
•
Participation – restriction - Bekerja, olahraga •
Diagnosa berdasarkan ICF
-
Adanya kekakuan, nyeri, instability, voluntary movement, nyeri saat jalan, berlari, meloncat, dan olahraga.
4.
Rencana Penatalaksanaan •
Tujuan Mengurangi/ menghilangkan nyeri Mengembalikan kemampuan fungsional
•
•
Prinsip Terapi -
RICE
-
Eccentric exercises
-
Latihan penguatan
-
Latihan stabilisasi Edukasi Memberikan edukasi treatment pada pasien terhadap indikasi dan kontra indikasi
• 5.
Kriteria Rujukan FisioteraDokter Prognosis Pada penanganan yang tepat pemulihan lebih cepat.
6.
Sarana dan prasarana Bed, wobble board, taping, ice, box jump
41
BAB II
MASSAGE DAN MANUAL TRAKSI TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN CERVIKAL ROOT SYNDROME A. Macam-Macam Massage Tjipto Soeroso (1983:9) massage dapat dibedakan menjadi beberapa macam , di antaranya adalah sebagai berikut: A. Sport massage Sport massage adalah yang khusus diberikan kepada orang yang sehat badannya, terutama olahragawan karena pelaksanaanya memerlukan terbukannya hampir seluruh tubuh.Tujuan massage adalah a. Memperlancar aliran darah b. Merangsang persarafan terutama saraf tepi untuk meningkatkan kepekaan rangsang. c. Meningkatkan ketegangan otot dan meningkatkan kekenyalan otot untuk meningkatkan daya kerja otot. d. Mengurangi atau menghilangkan ketegangan saraf dan mengurangi rasa sakit. 2.
Segment massage Segment massage adalah masase yang ditujukan untuk membantu penyembuhan terhadap gangguan atau kelainan-kelainan fisik yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Ada beberapa macam massage salah satunya adalah masasen terapi.
3.
Cosmetic massage Cosmetic massage adalah masase yang khusus ditujukan untuk memlihara serta
meningkatkan kecantikan muka serta keindahan tubuh beserta bagian-bagiannya. 4.
Masase Masase yang lain seperti: shiatsu, refleksi, tsubo, dan erotic massage. Macam-macam
manipulasi dalam masase dan pengaruhnya. Manipulasi yang dimaksud adalah cara menggunakan tangan untuk melakukan masase pada daerah-daerah tertentu serta untuk 42
memberikan pengaruh tertentu pula. Ahmad Rahim (1998, dalam Nowo, 2014) mengemukakan manipulasi pokok massage adalah: a. Effleurage (menggosok), yaitu gerakan ringan berirama yang dilakukan pada seluruh permukaan tubuh. Tujuannnya adalah memperlancar aliran darah dan cairan getah bening (limfe). b. Friction (menggerus), yaitu gerakan menggerus yang arahnya naik dan turun secara bebas. Tujuannnya adalah membantu menghancurkan 8 miogelosis, yaitu timbunan sisasisa pembakaran energi (asam laktat) yang terdapat pada otot yang menyebabkan pengerasan pada otot. c. Petrissage (memijat), yaitu gerakan menekan kemudian meremas jaringan. Tujuannya adalah untuk mendorong keluarnya sisa-sisa metabolisme dan mengurangi ketegangan otot. d. Tapotemant (memukul), yaitu gerakan pukulan ringan berirama yang diberikan pada bagian yang berdaging. Tujuannnya adalah mendorong atau mempercepat aliran darah dan mendorong keluar sisa-sisa pembakaran dari tempat persembunyiannya. e. Vibration (menggetarkan), yaitu gerakan menggetarkan yang dilakukan secara manual atau mekanik . Mekanik lebih baik dari pada manual. Tujuannnya adalah untuk merangsang saraf secara halus dan lembut agar mengurangi atau melemahkan rangsang yang berlebihan pada saraf yang dapat menimbulkan ketegangan. B. Indikasi dan Kontraindikasi Massage Tjipto Soeroso (1983: 21) mengatakan bahwa didalam memasase harus memperhatikan beberapa hal, salah satunya adalah indikasi dan kontraindikasi dalam massage. 1.
Indikasi Indikasi merupakan suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat diberikan manipulasi
masase, serta masase tersebut akan memberikan pengaruh yang posistif terhadap tubuh . Indikasi dalam masase adalah: 43
a.
Keadaan tubuh yang sangat lelah.
b.
Kelainan-kelainan tubuh yang diakibatkan pengaruh cuaca atau kerja yang kelewat batas (sehingga otot menjadi kaku dan rasa nyeri pada persendian serta ganggguan pada persarafan).
2.
Kontraindikasi Pantangan terhadap masase adalah sebagai keadaaan atau kondisi tidak tepat diberikan
massase, karena justru akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi tubuh itu sendiri. Kontraindikasi dalam massage adalah: a.
Pasien dalam kedaaan menderita penyakit menular.
b.
Dalam kedaaan menderita pengapuran pembuluh darah arteri .
c.
Pasien sedang menderita penyakit kulit. Adanya luka-luka baru atau akibat berolahraga atau kecelakaaan.
d.
Sedang menderita patah tulang , pada tempat bekas luka, bekas cedera, yang belum sembuh betul.
C. Mekanisme Penurunan Nyeri melalui Massage Merangsang vaskuler dengan perbaikan vaskularisasi meningkatkan suplai oksigen, meningkatkan pembuangan sampah metabolik sehingga menurunkan kelelahan dan nyeri sesudah latihan, penurunan spasme dan mengurangi nyeri (Yilinen, 2007). D. Manual Traksi 1. Defenisi Manual Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap segmen yang lain atau usaha untuk mengulur segmen pada suatu extremitas. Traksi cervical dapat mengurangi rasa sakit dengan cara merangsang serat aferen otot besar dan memperlebar foramen intervertebralis dengan memberi rangsangan kifosis pada cervical akan menambah lebar foramen intervertebralis dan mengurangi tekanan pada akar syaraf, pelebaran jarak sendi, spasme otot akan berkurang demikian pula dengan penekanan pada akar syaraf dan 44
aliran darah akan lancar nyeri pun berkurang (Diane, 1985 dalam Sri, 2012). Traksi leher Manual adalah suatu metode pengobatan yang dilakukan dengan memberikan suatu force secara manual dengan tarikan tegak lurus dari mangkok sendi yang dikombinasikan dengan gerakan fungsional, seperti fleksi, lateral fleksi, dan rotasi (Sugijanto, 2010). E. Indikasi Manual Traksi Traksi ini sangat efektif dan aman untuk menangani kekakuan dan keterbatasan gerak dan nyeri pada persendian karena gangguan fungsi mekanik pada sendi. Teori lain tentang indikasi manual traksi adalah kelainan sendi apaphyseal, kelainan ini dapat disebut dengan nyeri hypermobilitas yang disebabkan oleh subluksasi atau derangement interna pada sendi kecil yang memiliki meniscoid dan merusak synovial sendi sehingga menyebabkan sendi terkunci terutama pada sendi apophyseal. Hipomobile, atau adanya keterbatasan gerak sendi yang banyak disebabkan oleh gangguan capsulo ligamenter sehingga mengurangi luas gerak sendi. Lesi discus intervertebral, penonjolan discus ke dalam spinal canal dapatmenyebabkan nyeri local atau menyebar, manipulasi yang diterapkan adalah merelokasi atau mengembalikan posisi penonjolan tersebut. Contoh, dengan manipulasi dapat mengangkat fragmen discus kesisi yang berlawanan dengan posisi penonjolan tersebut, dengan demikian manipulasi dapat mereposisi nucleus pulposus sekaligus mengurangi tekanan pada angulus fibrosis. Refleks inhibisi pada spasme otot, teori tentang mekanisme manipulasi dan teknik manual lain seperti mobilisasi dan muscle energy therapy, semuanya memberikan refleks inhibisi pada spasme otot kronik. Nyeri akibat spasme otot dihasilkan oleh aktifitas nosiseptor dari sendi, dan pasif stretching dapat mereduksi aktifitas nosiseptor , hal ini mengikuti teori gate control oleh Melzak dan Wall. F. Kontraindikasi Manual Traksi Cervical Manual traksi tidak dapat dilakukan jika: 45
a. Instabilitas sendi berupa hypermobile b. Neoplasma jinak atau ganas c. Penyakit infeksi atau inflamasi aktif d. Spondilolystesis e. Osteoporosis G. Efek Manual Traksi Cervical Adapun efek traksi adalah: a. Pelebaran foramen intervertebralis Traksi dengan rangsangan kiposis pada cervical akan menambah lebar foramen intervertebralis dan mengurangi tekanan pada akar saraf. b. Pelebaran jarak antar corpus sendi Pelebaran jarak intervertebralis dikombinasikan dengan reduksi tekanan pada diskus akan menambah kemungkinan dislokasi fragment diskus untuk kembali ke posisi semula, dengan kata lain mengoreksi dislokasi intradiskal. c. Otot dan ligament Traksi pada cervical akan menyebabkan elongasi inter dan paravertebral ligament dan otot. Spasme akan berkurang demikian juga dengan penekanan akar saraf sehingga aliran darah akan lancar. d. Koreksi deformitas sendi vertebral Dengan traksi, facet tidak akan saling menekan, karena trauma dapat menyebabkanf acet pada posisi semula jika ditarik. e. Peningkatan volume diskus Traksi dapat mengurangi tekanan pada diskus sehingga menjadi negative. Sehingga konsekuensinya, akan ada perpindahan cairan ke diskus disertai peningkatan volume ini akan menyebabkan peningkatan tinggi diskus. Efek sirkulasi lain dari traksi adalah untuk mengurangi tekanan hidrostatik pada nucleus dari diskus, dengan demikian akan terjadi 46
peningkatan tekanan osmotic sehingga cairan yang terserap lebih banyak dan discus menjadi bengkak. H.
Pelaksanaan Manual Traksi Cervical a. Posisi pasien Pasien tidur terlentang dan rileks dengan kedua tangan disisi samping kanan dan kiri kemudian kepala pasien disanggah dengan tangan terapis diujung bed atau bisa juga diatas bed. b. Posisi terapis Terapis berdiri diujung tepat didekat kepala pasien, satu tangan memegang occyput, tepat diatas atlanta occipital joint dan jempol dibawah opposite prosesus mastoideus sementara tangan yang satu lagi memegang dagu pasien. c. Metode Traksi dapat dicapai dengan menggunakan tumpuan berat badan, bukan kekuatan tangan yang membuat terapis cepat lelah. Dengan posisi tersebut terapis dapat mengontrol kekuatan traksi cervical. Setelah menemukan end range baru dilakukan traksi, dan traksi harus dihentikan apabila pasien merasa nyeri, jadi tidak ada batas akhir dalam melakukan traksi. Hindarkan traksi pada posisi ekstensi, kekuatan traksi diberikan perlahan dan pelan, jangan ditarik langsung secara tiba-tiba dan mengagetkan karena akan menimbulkan nyeri dan iritasi.
47
1. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN MASSAGE PADA CERVICAL 1. Pengertian Massage adalah suatu seni gerak tangan yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan dan memelihara kesehatan. Gerak tangan secara mekanis ini akan menimbulkan rasa tenang dan nyaman bagi penerimanya yang dilakukan dengan sadar. Massage effleurage adalah Gerakan mengusap dan menekan dengan lembut dan ringan yang dilakukan secara berirama dan berturut-turut yang dilakukan dengan ujung jari dan telapak tangan bagian bawah pada otot-otot area cervical, bahu hingga ke punggung. 2. Tujuan 1. Memperlancar sirkulasi darah. 2. Menurunkan kelelahan otot. 3. Mengurangi spasme otot. 4. Mengurangi nyeri. 3. Prosedur Prosedur pelaksanaan massageeffleuragepada cervical yang penulis lakukan pada penelitian inisebagai berikut : 1. Persiapan Pasien a. Jelaskan pada pasien prosedur dan tujuan dari intervensi teknik massage pada cervical b. Daerah yang akan diberikan intervensi harus bebas dari pakaian 2. Posisi Pasien Pasien posisiProne lying(Tidur telungkup) dan rileks dengan kedua tangan disisi samping kanan dan kiri kemudian kepala pasien menghadap
kelubang bed supaya
mudah bernafas. 3. Posisi Terapis 48
Terapis berdiri diujung tepat didekat kepala pasien. 4. Penatalaksanaan a. Oleskan daerah yang akan di massage dengan baby oilterlebih dahulu dan ratakan dengan telapak tangan. a. Lalu lakukan gerakan effleurage dengan mengusap lembut pada otot-otot area cervical, bahu sampai ke punggung yang dilakukan secara berirama dan berturut-turut dengan sedikit kompresi ringan selama ± 15-20 menit.
49
BAB III
LATIHAN SIRKUIT (CIRCUIT TRAINING)
Menurut M. Sajoto (1995:83) latihan sirkuit adalah suatu program latihan terdiri dari beberapa stasiun dan di setiap stasiun seorang atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan. Satu sirkuit latihan dikatakan selesai, bila seorang atlet telah menyelesaikn latihan di semua stasiun sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Menurut Soekarman (1987: 70) latihan sirkuit adalah suatu program latihan yang dikombinasikan dari beberapa item-item latihan yang tujuannya dalam melakukan suatu latihan tidak akan membosankan dan lebih efisien. Latihan sirkuit akan tercakup latihan untuk:1) kekuatan otot, 2) ketahanan otot, 3) kelentukan, 4) kelincahan, 5) keseimbangan dan 6) ketahanan jantung paru. Latihan-latihan harus merupakan siklus sehingga tidak membosankan. Latihan sirkuit biasanya satu sirkuit ada 6 sampai 15 stasiun, berlangsung selama 10-20 menit. Istirahat dari stasiun ke lainnya 15-20 detik. Tabel 1. siklus latihan sirkuit (Soekarman, 1987: 70) St 2 Ketahan jantung Paru
St 1
St 8 Senam
st 3 kelentukan
st4
st5
latihan beban isometric
keseimbangan
st 9 Keterampilan saraf otot st 7 power
keseimbangan
st 6 ketahanan jantung paru
Menurut J.P. O’Shea dan E.L.Fox yang dikutip M. Sajoto (1995:83) ada dua program latihan siruit, yang pertama bahwa jumlah stasiun adalah 8 tempat. Satu stasiun diselesaikan dalam waktu 45 detik, dan dengan repetisi antara 15-20 kali, sedang waktu istirahat tiap stasiun adalah 1 menit atau kurang. Rancangan kedua dinyatakan bahwa jumlah stasiun antara 6-15 tempat. Satu stasiun diselesaikan dalam waktu 30 detik, dan satu sirkuit diselesaikan antara 5-20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15-20 detik. 50
Tabel 2. Program Latihan Sirkuit (Circuit Traning) Bulutangkis Lama latihan
6 minggu
Frekuensi
3 kali per minggu
Sirkuit
10 tempat
Waktu tiap sirkuit
30 detik – 1 menit
Jumlah waktu
15 – 25 menit
Beban
75 % dari 1 – RM (kekuatan maksimum)
Repetisi
1 menit
Istirahat
15 detik antara stasiun satu dengan stasiun berikutnya
A. KONDISI FISIK Menurut M. Sajoto (1995:8) kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponenkomponen yang tidak dapat dipisahkan, baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Artinya dalam meningkatakan kondisi fisik seluruh komponen harus dikembangkan walaupun dilakukan dengan sistem prioritas sesuai keadaan atau status yang dibutuhkan. Komponenkomponen kondisi fisik diantarannya: a. Kekuatan (strength), adalah kemampuan dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. b. Daya tahan (endurance), adalah kemampuan seseorang untuk bekerja dalam jangka waktu yang relatif lama dengan kelelahan yang tidak berarti. c. Daya otot (muscular power), kemampuan seseorang dalam mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek pendeknya. d. Kecepatan (speed), kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya.
e. Daya lentur (flexibility), efektifitas seseorang dalam penyesuiaan diri untuk segala aktivitas dengan penguluran tubuh yang luas. f. Kelincahan (agility), kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu. g. Koordinasi (coordination), kemampuan seseorang untuk mengintegrasikan
bermacam-
macam gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif. h. Keseimbangan (balance), kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ syaraf otot. 51
i. Ketepatan (accuracy), kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran. j. Reaksi (reaction), kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera, syarat atau feeling lainnya.
Menurut Richard Eaton (1989: 106) komponen pembinaan kondisi fisik yang penting dalam olahraga bulutangkis terdiri dari: kekuatan, daya tahan, kecepatan dan kelincahan. Kondisi fisik atlet memberikan sumbangan terhadap pencapaian sebuah prestasi, tetapi untuk berprestasi tinggi ditentukan oleh teknik, taktik juga kualitas kondisi fisik yang prima. Menurut pendapat Suharno (1993: 12) bahwa aspek-aspek yang perlu disempurnakan untuk mencapai kondisi fisik prima antara lain: a. Latihan kondisi fisik khusus sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga yang diikuti. b. Peningkatan penguasaan teknik dasar, teknik tinggi secara otomatis yang sempurna dan benar. c. latihan taktik sesuai dengan penguasaan kemampuan fisik dan teknik. d. pembinaan mental e. Melatih kemantapan bertanding dengan mengadakan pertandingan-pertandingan percobaan.
B. APLIKASI PELATIHAN FISIK BULUTANGKIS Menurut Tim PB PBSI, (2005) program dan aplikasi pelatihan fisik bulutangkis harus dirancang melalui tahapan-tahapan: 1) Persiapan fisik umum yang bertujuan meningkatkan kemampuan kerja organ tubuh, sehingga memudahkan upaya pembinaan dan peningkatan semua aspek pelatihan pada tahap berikutnya. 2) Persiapan fisik khusus bertujuan meningkatkan kemampuan fisik dan gerak yang lebih baik menuju pertandingan.
52
C. Sistem Pelatihan Fisik Umum Persiapan fisik umum yang bertujuan meningkatkan kemampuan kerja organ tubuh, sehingga memudahkan upaya pembinaan dan peningkatan semua aspek pelatihan pada tahap berikutnya. Cara terbaik untuk mempersiapkan kondisi fisik umum pemain 1). Program Latihan Lari
Latihan lari sangat penting dan baik untuk mengasah kemampuan kerja jantung, paru-paru, dan kekuatan tungkai. Membiasakan pemain berlatih lari selama 40-60 menit tanpa berhenti, yang dilakukan 3-4 kali seminggu, sangat baik untuk membina kemampuan daya tahan aerobik dan kebugaran umum pemain. 2). Program Latihan perengangan
Bentuk-bentuk latihan peregangan untuk seluruh bagian tubuh dan persendian harus mendapat perhatian. Latihan peregangan hendaknya diselingi gerakan untuk memperkuat bagian tubuh bagian atas dan bawah yang dilakukan secara bergantian. 3). Program Latihan Loncat Tali
Latihan ini sangat baik untuk membina daya tahan, kelincahan kaki, dan kecepatan serta melatih kemampuan gerak pergelangan tangan lebih lentur dan kuat. Proses latihan dapat dilakukan dengan loncat satu kaki secara bergantian (seperti lari biasa), loncat dua kaki, dan masih banyak bentuk variasinya. 4). Program Latihan Gabungan
Model atau sistem pelatihan ini adalah menggunakan berbagai alat bantu seperti bangku, gawang ukuran kecil, tiang, tongkat, tali, bola, dan sebagainya. Tujuan latihan ini adalah membina dan meningkatkan kamampuan dan keterampilan gerak. Pelatih harus cermat dan terampil menciptakan rangkaian gerak yang hubungannya dengan gerakan-gerakan dalam permainan bulutangkis, di samping memberikan prioritas pada pembinaan aspek-aspek kelincahan, dan koordinasi gerak yang memang dibutuhkan dalam bulutangkis. 5). Latihan Pemanasan
Banyak pelatihan kurang memberikan perhatian khusus perihal peranan dan fungsi latihan pemanasan yang benar dan betul. Latihan pemanasan yang dikemas dengan benar akan memberikan pe-ngaruh positif pada proses kerja organ tubuh, mekanisme peredaran darah, dan pernapasan. Itu semua akan berpengaruh langsung untuk kerja berat selanjutnya. Di
53
samping itu, sangat penting untuk menghindari terjadinya berbagai cedera otot, persendian, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya. Pada umumnya latihan pemanasan berbentuk: a. Lari jarak pendek yang bervariasi seperti lari sambil angkat paha/lutut, lari mundur, lari maju dan ke samping. b. Melakukan gerakan-gerakan senam yang bersifat meregang otot tungkai, paha belakang, depan, lengan, pergelangan kaki, pinggang, otot bahu. c. Kualitas peregangan harus dilakukan dengan pelan sampai terasa terjadi proses peregangan pada bagian otot dan persendian yang dilatih. Hindari melakukan gerakan sentak, yang dapat menyebabkan rasa sakit pada otot atau persendian. 6). Latihan Pendinginan
Latihan ini dilakukan setelah program latihan selesai dilaksanakan sebagai upaya agar bagian otot yang bekerja berat tadi kembali pada posisi rileks dan tidak kaku. Bentuk latihannya adalah senam dan gerakan meregang. Kualitas latihan meregang, khususnya untuk otot besar seperti paha belakang dan depan, pinggang, punggung, otot lengan, bahu, dada, dan berbagai persendian tubuh.
D. Sistem Pelatihan Fisik Khusus Pelatihan fisik bulutangkis dituntut untuk memahami dan mengetahui secara spesifik kebutuhan gerak olahraga. Bahkan harus mendalami makna proses kerja otot, sistem energi, dan mekanisme gerak yang terjadi dalam permainan bulutangkis. Atas dasar pengetahuan, pelatih akan mampu merancang bentuk-bentuk latihan fisik secara spesifik, sesuai kebutuhan pemain. 1) Latihan Daya Tahan (Aerobik dan Anaerobik)
Kemampuan daya tahan dan stamina dapat dikembangkan melalui kegiatan lari dan gerakan- gerakan lain yang memiliki nilai aerobik. Biasakan pemain menyenangi latihan lari selama 40-60 menit dengan kecepatan yang bervariasi. Tujuan latihan adalah meningkatkan kemampuan daya tahan aerobik dan daya tahan otot, sehingga pemain dipacu untuk berlari dan bergerak dalam waktu lama dan tidak mengalami kelelahan yang berarti. Selanjutnya proses latihan lari ditingkatkan kualitas frekuensi, intensitas, dan kecepatan, yang akan berpengaruh terjadinya proses anaerobik (stamina), sehingga pemain mampu bergerak cepat dalam tempo lama dengan gerakan yang tetap konsisten dan harmonis. 54
2) Latihan Kekuatan
Pemain bulutangkis sangat membutuhkan aspek kekuatan. Berdasarkan analisis dan cukup dominan pemain melakukan gerakan-gerakan seperti meloncat ke depan, ke belakang, ke samping, memukul sambil loncat, dan melakukan langkah lebar. Semua gerakan membutuhkan dengan
kualitas
gerak
yang
kekuatan
otot
efisien. Cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan
kekuatan adalah berlatih menggunakan beban atau latihan beban (weight training). Sebaiknya sebelum melakukan program latihan beban sesungguhnya, disarankan agar pemain lebih dulu mengenal berbagai bentuk gerakan seperti: a. mendorong (push up, pull up) b. bangun tidur, angkat kaki c. memperkuat otot punggung, pinggang d. jongkok berdiri untuk membina kekuatan tungkai e. loncat-loncat di tempat atau sambil bergerak.
Proses selanjutnya adalah meningkatkan kualitas geraknya dengan menggunakan beban (weight training) yang sebenarnya dan dianjurkan untuk tidak berlatih loncat di tempat yang keras karena akan berdampak terjadinya sakit, cedera pada bagian lutut, dan pinggang. 3). Latihan Kecepatan
Aspek kecepatan dalam bulutangkis sangat penting, pemain harus bergerak dengan cepat untuk menutup setiap sudut-sudut lapangan sambil menjangkau atau memukul kok dengan cepat. Cara untuk bergerak cepat adalah melatih kecepatan tungkai/kaki. Aspek kecepatan dalam bulutangkis juga bermakna pemain harus cekatan dalam mengubah arah gerak dengan tiba-tiba, tanpa kehilangan momen keseimbangan tubuh (agilitas). Bentuk-bentuk latihannya antara lain: a. Lari cepat dalam jarak dekat b. Lari bolak-balik, jarak enam meter (shuttle run) c. Tingkatkan kualitas latihan dengan menggunakan beban, rintangan, dan lain-lain. d. Jongkok-berdiri dan diikuti lari cepat dalam jarak dekat pula. 4). Latihan Kelenturan/Fleksibilitas 55
Fleksibilitas adalah komponen kesegaran jasmani yang sangat penting dikuasi oleh setiap pemain bulutangkis. Karakteristik gerak serba cepat, kuat, luwes namun tetap bertenaga, pembinaan kelenturan tubuh harus mendapat perhatian khusus. Orang yang kurang lentur
rentan mengalami cedera di bagian otot dan daerah persendian, gerakannya cenderung kaku sehingga banyak menggunakan energi, kurang harmonis, kurang rileks, dan tidak efisien. Latihanlatihan peregangan dengan kualitas gerakan yang benar memacu komponen otot dan persendian mengalami peregangan yang optimal. 5). Model-Model Latihan Fisik dengan Menggunakan Alat Bantu Pelatihan a. Latihan dengan Bola Medisin
Bola medisin yang beratnya bervariasi antara 1-5 kilogram merupakan alat bantu pelatihan, antara lain untuk kekuatan dan kecepatan melempar, membina kekuatan lengan, tungkai, kekuatan bagian atas dan bawah tubuh. Bentuk latihan bola medisin dilakukan dengan melempar ke arah tembok dengan satu atau dengan dua lengan. Berdiri kira-kira 3 - 4 meter dari tembok, lempar bola dan segera tangkap bola tersebut sambil lari mundur ke arah garis start, seperti layaknya gerak mundur dalam permainan bulutangkis. b. Latihan Loncat Tali
Pemain bulutangkis dianjurkan untuk terampil dan menguasai bentuk latihan loncat tali. Pengaruh latihan sangat membantu untuk membina kekuatan kaki, pergelangan kaki, daya tahan, koordinasi gerak, dan membantu peningkatan kualitas gerak pergelangan tangan. Latihan loncat tali dirancang dengan sistem interval sebagai berikut:
Sesi
I:
Sesi H:
a) 3 X 30 detik
a). 5 X 25 detik
b) 5 X 25 detik
b).
c) 7 X 20 detik
c). 5 X 30 detik
d) 3 X 30 detik
d).
7 X 20 detik
3 X 40 detik
Masa istirahat antara kegiatan adalah 15-20 detik. Tingkatkan latihan dengan menambah jumlah sesi, waktu kegiatan masa istirahat diperpendek. Latihan loncat tali, pelatih harus berperan memberikan motivasi dan pengawasan gerak loncat, sehingga tujuan latihan 56
tercapai dengan optimal. c. Latihan Bayangan
Latihan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan gerak kaki, kecepatan, dan daya tahan. Latihan bayangan dapat dijadikan sebagai program khusus, rutin untuk pemain agar langkah dan gerakan kaki (footwork) senantiasa ditingkatkan. Meningkatkan kualitas
latihan, pemain harus menggunakan "jaket pemberat" yang dibuat khusus, sehingga baik untuk membina kualitas dan kecepatan gerak pemain. d. Latihan Loncat Bangku/Gawang
Latihan berfungsi untuk membina kekuatan tungkai, konsentrasi, dan kecepatan gerak yang dibutuhkan dalam permainan. Bangku atau gawang dibuat dengan berbagai ukuran tinggi antara lain 40, 50, 70, 80 cm. Berfungsi sebagai alat pemberat, rintangan, tantangan, agar pemain terpacu untuk mengatasinya. Proses kerja "overload' (beban lebih) dengan menggunakan beban rintangan, latihan makin terasa berat bagi pemain. Pelaksanaan latihan, pelatih harus terampil meletakkan gawang/bangku sesuai dengan tujuan latihan dan kebutuhan pemain.
57
BAB IV
PENGUKURAN DALAM OLAHRAGA
A. PENGUKURAN ROM EKSTREMITAS SUPERIOR Beberapa hal yang mendasari pengukuran gerakan persendian adalah : A. Goniometer Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang berarti sudut dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan pengukuransudut, khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi melalui tulang-tulang ditubuh manusia.Ketika
menggunakan
universal
goniometer,
fisioterapis
dapat
mengukur
denganmenempatkan bagian dari instrument pengukuran sepanjang tulang bagian proksimal dandistal dari sendi yang dievaluasi. Goniometri dapat digunakan untuk menentukan posisi sendiyang tepat dan jumlah total dari gerakan yang dapat terjadi pada suatu sendi.Goniometri merupakan bagian yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputijaringan lunak. Evaluasi dimulai dengan mewawancarai subjek dan mengamati kembali data-datayang telah ada untuk mendapatkan gambaran akurat dari gejala yang ada, kemampuanfungsional, pekerjaan dan aktivitas rekreasi, juga riwayat medis. Kemudian dilanjutkandengan observasi pada tubuh untuk memeriksa kontur jaringan lunak dan kondisi kulit.Palpasi dilakukan untuk mengetahui temperatur kulit dan tingkat kelainan dari jaringan lunakdan mengetahui lokasi dari struktur anatomi yang mengalami gejala nyeri. Pengukuranantropometri seperti panjang tungkai, lingkar anggota tubuh, dan massa tubuh juga dilakukan.Gerakan sendi secara aktif yang dilakukan subjek selama evaluasi membuatfisioterapis dapat melihat bila ada gerakan abnormal yang terjadi dan juga mendapatkaninformasi lain tentang gerakan yang dilakukan oleh subjek. Apabila terlihat adanya gerakanaktif yang abnormal, maka fisioterapis melanjutkan ke pemeriksaan gerak sendi secara pasifuntuk mengetahui penyebab keterbatasan sendi dan untuk mengetahui endfeel. Goniometri digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif dan pasif. Data dari goniometri dihubungkan dengan data-data lainnya dapat dijadikan dasaruntuk : 1. Menentukan ada atau tidak adanya disfungsi 58
2. Menegakkan diagnosis 3. Menentukan tujuan dari tidakan atau intervensi 4. Mengevaluasi peningkatan atau penurunan dari target intervensi 5. Memodifikasi intervensi 6. Memotovasi subjek 7. Mengetahui efektifitas suatu tehnik terapeutik khusus seperti latihan-latihan, obatobatan,dan prosedur pembedahan. 8. Pembuatan orthose dan pelengkap adaptasi. B. Range Of Motion (ROM) / Lingkup Gerak Sendi (LGS) ROM adalah besarnya suatu gerakan yang terjadi pada suatu sendi. Posisi awal untukmengukur semua ROM kecuali rotasi adalah posisi anatomis. Dalam menentukan ROM adatiga sistem pencatatan yang bisa digunakan yaitu yang pertama dengan sistem 0 – 180 derajat,yang kedua dengan sistem 180 - 0 derajat, dan yang ketiga dengan sistem 360 derajat.Dengan sistem pencatatan 0 - 180 derajat, sendi ekstremitas atas dan bawah ada padaposisi 0 derajat untuk gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi ketika tubuh dalam posisianatomis. Posisi tubuh dimana sendi ekstremitas berada pada pertengahan antara medial(internal) dan lateral (eksternal) rotasi adalah 0 derajat untuk untuk ROM rotasi. ROMdimulai pada 0 derajat dan bergerak menuju 180 derajat. Sistem pencatatan seperti ini adalahyang paling banyak digunakan di dunia. Pertama kali dirumuskan oleh Silver pada 1923 dantelah dibantu oleh banyak penulis, termasuk Cave dan roberts, Moore, American Academy ofOrthopaedic Surgeons, dan American Medical Association.Dua sistem pencatatan yang lainnya yaitu sistem 180 - 0 derajat yang diukur padaposisi anatomis, ROM dimulai dari 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat. Sistem 360derajat juga diukur pada posisi anatomis, gerakan fleksi dan abduksi dimulai pada 180 derajatdan bergerak menuju 0 derajat, gerakan ekstensi dan adduksi dimulai pada 180 derajat danbergerak menuju 360 derajat. Kedua sistem pencatatan tersebut lebih sulit dimengertidibandingkan sistem pencatatan 0 - 180 derajat dan juga kedua sistem pencatatan tersebutjarang digunakan. C. End Feel Pada pemeriksaan ROM pasif struktur unik pada tiap sendi dapat terasa, beberapasendi ROM nya dibatasi oleh kapsul sendi, ada juga yang dibatasi oleh ligamen, batasangerak normal yang lainnya adalah oleh ketegangan otot, benturan permukaan sendi danjaringan lunak. Tipe setiap struktur yang membatasi ROM mempunyai karakteristik rasa,yang dapat terasa dengan pemeriksaan sendi pasif. Rasa yang bisa di rasakan oleh seseorangyang 59
melakukan pemeriksaan pada akhir ROM pasif tersebut
dinamakan
end feel.
Untukmengembangkan kemampuan dalam menentukan karakter dari end feel diperlukan latihandan sensitifitas. Menentukan end feel harus dilakukan secara perlahan dan teliti untukmerasakan akhir dari gerakan sendi dan untuk membedakan antara normal end feel danabnormal end feel. Tabel 1 End feel normal (fisiologis) Endfeel Soft
Jaringan Penjepitanjaringanlunak
Firm
Reganganotot
Contoh Fleksiknee(pertemuanantaraototbagian posteriorbetisdanbadianposteriorpaha) Fleksi hip dengan knee lurus (regangan otothamstring) Ekstensi metakarpophalangeal jari-jari (regangankapsulanterior)
Regangankapsulsendi Supinasi lengan (regangan ligamen palmar radioulnar dari inferiorradioulnar joint,membraninteroseus,serabutobliq) Reganganligamen Ekstensielbow(benturanantaraolecranon ulnadanfosaolecranonhumerus) Hard
Benturantulang
60
Tabel 2 End feel abnormal (patologi) Endfeel Soft
Firm
Terjadi pada sendi yang biasanya memiliki firm atau hard end feel, terasaempuk. Terjadi pada sendi yang biasanya
Contoh Oedemajaringanlunak synovitis Peningkatantonosotot
memilikisoftatauhardendfeel Pemendekanotot,kapsul,ligamen Adanyaserpihantulangatauterasa Hard
benturantulang.
Chondromalasia
Empty
Bukan end feel sebenarnyakarena
Osteoarthritis
nyeri mencegah tercapainyaakhir ROM. Terasa tidak adatahanan
Dislokasi
kecuali respon proteksi daripasien atauadanyaototspasme.
Myositisossifikansdanfraktur Inflamasisendiakut Bursitis Abses Fraktur Phycogenicdisorder
61
D. PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan ROM regio shoulder 2. Pemeriksaan ROM regio elbow 3. Pemeriksaan ROM regio wrist & hand
STRATEGI PEMBELAJARAN 1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar 2. Ceramah 3. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi) 4. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Universal Goniometer Gambar 1. Ragam Goniometer 2. Formulir Hasil Pengukuran 3. Alat tu
62
PELAKSANAAN PENGUKURAN 1. Persiapan alat a. Menyiapkan meja/bed/kursi untuk pemeriksaan. b. Menyiapkan goniometer c. Menyiapkan alat pencatat hasil pengukuran LGS 2. Persiapan terapis a. Membersihkan tangan sebelum melakukan pengukuran b. Melepas semua perhiasan/asesoris yang ada di tangan. c. Memakai pakaian yang bersih dan rapih. 3. Persiapan pasien a. Mengatur posisi pasien yang nyaman, segmen tubuh yang diperiksa mudah dijangkau pemeriksa. b. Segmen tubuh yang akan diperiksa bebas dari pakaian, tetapi secara umum pasien masih berpakaian sesuai dengan kesopanan. 4. Pelaksanaan pemeriksaan a. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan meminta persetujuan pasien secara lisan. b. Menjelaskan prosedur & kegunaan hasil pengukuran LGS kepada pasien. c. Memposisikan pasien pada posisi tubuh yang benar (anatomis), kecuali gerak rotasi (Bahu dan Lengan bawah). d. Sendi yang diukur diupayakan terbebas dari pakaian yang menghambat gerakan. e. Menjelaskan dan memperagakan gerakan yang hendak dilakukan pengukuran kepada pasien. f. Melakukan gerakan pasif 2 atau 3 kali pada sendi yang diukur, untuk mengantisipasi gerakan kompensasi. g. Memberikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal sendi yang diukur, bilamana diperlukan. h. Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur. i.
Meletakkan goniometer : 1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi. 2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang 63
statik. 3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal j.
Membaca besaran LGS pada posisi awal pengukuran dan mendokumentasikannya dengan notasi ISOM.
k. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada. Memposisikan goniometer pada LGS maksimal sebagai berikut: 1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi. 2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik. 3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmentubuh yang bergerak. l.
Membaca
besaran
LGS
mendokumentasikannyadengan
pada notasi
posisi
LGS
International
maksimal
Standard
dan
Orthopedic
Measurement (ISOM).
64
B.
PENGUKURAN ROM EKSTREMITAS INFERIOR
DASAR TEORI ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf. Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Parameter nilai ROM normal untuk ektremitas inferior adalah : 1. Hip Joint a. Fleksi
: 0 – 120o
b. Ekstensi
: 5 – 20o
c. Abduksi
: 0 – 40o
d. Adduksi
: 0 – 25o 65
e. Internal rotasi (knee 90o)
: 0 – 45o
f. Eksternl rotasi (knee 90o)
: 0 – 45o
g. Internal rotasi (knee ekstensi) : 0 – 35o h. Eksternal rotasi (knee ekstensi): 0 – 45o 2. Knee Joint a. Fleksi
: 0 – 135o+
b. Ekstensi
: 0o
3. Ankle and Foot a. Dorsofleksi
: 0 – 15o
b. Plantarfleksi : 0 – 55o c. Inversi
: 0 – 20o
d. Eversi
: 0 – 10o
e. Fleksi MTP
: 0 – 40o
f. Ekstensi MTP : 0 – 65o g. Fleksi IP
: 0 – 60o
h. Ekstensi IP
:0
66
PENUNTUN PRAKTEK PENGUKURAN ROM EKSTREMITAS INFERIOR NO
LANGKAH/PROSEDUR PEMERIKSAAN Pengukuran ROM Hip Joint
1
Menjelaskan kepada penderita tentang tujuan dan pelaksanaan pemeriksaan yang akan dilakukan.
2
Memposisikan klien dengan posisi tidur
3 4 5 6
7
8
9
10 11
ROM fleksi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di trochanter mayor, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan fleksi ROM ekstensi : memposisikan klien tidur tengkurap, meletakkan goniometer di trochanter mayor, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan ekstensi ROM abduksi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di SIAS, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan abduksi ROM adduksi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di SIAS, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan adduksi ROM internal rotasi dengan knee 90o : memposisikan klien tidur terlentang, memfleksikan sendi hip dan knee 90o , meletakkan goniometer di tuberositas tibia, kemudian menggerakkan tungkai klien internal rotasi ROM eksternal rotasi dengan knee 90o : memposisikan klien tidur terlentang, memfleksikan sendi hip dan knee 90o , meletakkan goniometer di tuberositas tibia, kemudian menggerakkan tungkai klien eksternal rotasi ROM internal rotasi dengan knee ekstensi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di calcaneus, kemudian menggerakkan tungkai klien internal rotasi ROM eksternal rotasi dengan knee ekstensi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di calcaneus, kemudian menggerakkan tungkai klien eksternal rotasi Mencatat hasil pemeriksaan dan interpretasinya Pengukuran ROM Knee Joint
1
Menjelaskan kepada penderita tentang tujuan dan pelaksanaan pemeriksaan yang akan dilakukan.
2
Memposisikan klien dengan posisi tidur
3 4
ROM fleksi : memposisikan klien tidur tengkurap, meletakkan goniometer di epicondylus lateral, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan fleksi ROM ekstensi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di epicondylus lateral, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan ekstensi 67
5
Mencatat hasil pemeriksaan dan interpretasinya Pengukuran ROM Ankle and Foot
1
Menjelaskan kepada penderita tentang tujuan dan pelaksanaan pemeriksaan yang akan dilakukan.
2
Memposisikan klien dengan posisi tidur atau duduk
3
4 5
6
7
8
9
10 11
ROM dorsofleksi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di maleolus lateral, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan dorsofleksi ROM plantarfleksi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di maleolus lateral, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan plantarfleksi ROM inversi : memposisikan klien duduk dengan kaki menggantung dan lutut fleksi 90o, meletakkan goniometer di calcaneus, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan inversi ROM eversi : memposisikan klien duduk dengan kaki menggantung dan lutut fleksi 90o, meletakkan goniometer di calcaneus, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan eversi ROM fleksi MTP : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer (khusus untuk jari-jari) di sendi metatarsophalangeal (MTP), kemudian menggerakkan sendi klien ke arah fleksi MTP ROM ekstensi MTP : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer (khusus untuk jari-jari) di sendi metatarsophalangeal (MTP), kemudian menggerakkan sendi klien ke arah ekstensi MTP ROM fleksi IP : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer (khusus untuk jari-jari) di sendi interphalangeal (IP), kemudian menggerakkan sendi klien ke arah fleksi IP ROM ekstensi IP : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer (khusus untuk jari-jari) di sendi interphalangeal (IP), kemudian menggerakkan sendi klien ke arah ekstensi IP Mencatat hasil pemeriksaan dan interpretasinya
68
PEMERIKSAAN ROM VERTEBRA MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Universal Goniometer
Gambar 1. Ragam Goniometer 2. Formulir Hasil Pengukuran 3. Alat tulis
PELAKSANAAN PENGUKURAN 1. Persiapan alat a. Menyiapkan meja/bed/kursi untuk pemeriksaan. b. Menyiapkan goniometer c. Menyiapkan alat pencatat hasil pengukuran LGS 2. Persiapan terapis d. Membersihkan tangan sebelum melakukan pengukuran e. Melepas semua perhiasan/asesoris yang ada di tangan. f. Memakai pakaian yang bersih dan rapih. 3. Persiapan pasien c. Mengatur posisi pasien yang nyaman, segmen tubuh yang diperiksa mudah dijangkau pemeriksa. d. Segmen tubuh yang akan diperiksa bebas dari pakaian, tetapi secara umum pasien masih berpakaian sesuai dengan kesopanan 69
4. Pelaksanaan pemeriksaan a.
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan meminta persetujuan pasien secara lisan.
b.
Menjelaskan prosedur & kegunaan hasil pengukuran LGS kepada pasien.
c.
Memposisikan pasien pada posisi tubuh yang benar (anatomis), kecuali gerak rotasi (Bahu dan Lengan bawah).
d.
Sendi yang diukur diupayakan terbebas dari pakaian yang menghambat gerakan.
e.
Menjelaskan dan memperagakan gerakan yang hendak dilakukan pengukuran kepada pasien.
f.
Melakukan gerakan pasif 2 atau 3 kali pada sendi yang diukur, untuk mengantisipasi gerakan kompensasi.
g.
Memberikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal sendi yang diukur, bilamana diperlukan.
h.
Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.
i.
Meletakkan goniometer : 1) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi. 2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik. 3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal a.
Membaca
besaran
LGS
pada
posisi
awal
pengukuran
dan
mendokumentasikannya dengan notasi ISOM. b.
Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada. Memposisikan goniometer pada LGS maksimal sebagai berikut:
4) Aksis goniometer pada aksis gerak sendi. 5) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik. 6) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang bergerak.
70
a. Membaca
besaran
LGS
mendokumentasikannya
pada
dengan
posisi notasi
LGS
maksimal
International
dan
Standard
Orthopedic Measurement (ISOM). PROSES PENGUKURAN RANGE OF MOTION (ROM) VERTEBRA
NO.
LANGKAH / PROSEDUR PEMERIKSAAN
CERVICAL Fleksi Cervical 1
Subjekdalamposisiduduk, dengan trunk tegak, leher dalam posisi anatomis, posisi tangan menggantung, bahu rileks.
2
Letakkan goniometer pada axis external auditory meatus
3
Ukur ROM fleksi cervical ILUSTRASI GAMBAR
EkstensiCervical 1
Subjekdalamposisiduduk, dengan trunk tegak, leher dalam posisi anatomis, posisi tangan menggantung, bahu rileks.
2
Letakkan goniometer pada axis external auditory meatus
3
Ukur ROM ekstensi cervical ILUSTRASI GAMBAR
71
Rotasi Cervical 1
Subjekdalamposisiduduk, dengan trunk tegak, leher dalam posisi anatomis, posisi tangan menggantung, bahu rileks.
2
Letakkan goniometer pada axis pada bagian atas tengah/pusat dari kepala (centre of the top of head )
3
Ukur ROM rotasi cervikal dengan orientasi moving arm pada hidung ILUSTRASI GAMBAR
Lateral fleksi cervical 1.
Subjekdalamposisiduduk, dengan trunk tegak, leher dalam posisi anatomis, posisi tangan menggantung, bahu rileks.
2
Letakkan goniometer pada axis processus spinosus C7
3
Ukur ROM lateral fleksi cervikal dengan orientasi moving arm pada protuberaatia occipital external (POE) dari os.occipital ILUSTRASI GAMBAR
72
TRUNK / LUMBAR SPINE Fleksi trunk 1.
Subjekdalamposisiberdiri
tegak
posisi
anatomis,
posisi
tangan
menggantung, bahu rileks. 2
Letakkan meteran pada posisi pita awalan pada bagian proksimal prosesus spinosus C7 dan hingga ke bagian distal dari S1
3
Arahkan subjek untuk membungkuk maiksimal (fleksi vertebra)
4.
Ukur ROM fleksi trunk dengan dengan membandingkan posisi awal dan akhir ILUSTRASI GAMBAR
Hyperekstensi trunk 1
Subjekdalamposisiberdiri
tegak
posisi
anatomis,
posisi
tangan
menggantung, bahu rileks.
73
2
Letakkan meteran pada posisi pita awalan pada bagian proksimal prosesus spinosus C7 dan hingga ke bagian distal dari S1
3
Arahkan subjek untuk ekstensi vertebra maksimal
ILUSTRASI GAMBAR
Lateral fleksi trunk 1
Subjekdalamposisiberdiri
tegak
posisi
anatomis,
posisi
tangan
menggantung, bahu rileks. 2
Letakkan goniometer pada axis processus spinosus S1
3
Ukur ROM lateral fleksi cervikal dengan orientasi moving arm pada processus spinosus c7 ILUSTRASI GAMBAR (Unhas.ac.id
74
Rotasi Trunk 1
Subjekdalamposisiduduk, dengan trunk tegak, leher dalam posisi anatomis, posisi tangan menggantung, bahu rileks. Letakkan goniometer pada axis pada bagian atas tengah/pusat dari kepala
2
(centre of the top of head )
3
Ukur ROM rotasi trunk dengan orientasi moving arm pada hidung ILUSTRASI GAMBAR
75
BUILDING MUSCULAR STRENGTH AND ENDURANCE E. Latihan tahanan mempunyai beberapa manfaat yang positif : 1. Meningkatkan massa otot dan menurunkan massa lemak. 2. Meningkatan kuasa dan daya tahan otot. 3. Meningkatakan Basal Metabolic Rate (BMR). 4. Meningkatkan antigravitasi otot ( abdominal, lower back, hips, front and back of tight,
both calves). 5. Meningkatkan kepadatan tulang. 6. Memperbaiki keseimbangan dyinamis 7. Memperbaiki mobility, seperti perlunya berjalan kaki dan menaiki tangga. 8. Memperbaiki waktu reaksi. 9. Menambah kepada lebih waktu istirahat. 10. Membantu menaikkan mood pada orang yang mengalami depresi sedang. 11. Memperbaiki bentuk tubuh, harga diri, dan kepercayaan diri. 12. Memperbaiki keefektifan insulin pada orang tua. 13. Membantu mengurangi berat badan dan pengurusan berat badan. 14. Boleh Meningkatkan HDL
F. Anaerobic Exercise Latihan Meningkatkan kuasa adalah anaerobic. Anaerobic secara harfiah berarti “tanpa oksigen” dan ketika diaplikasikan pada latihan, itu menunjukan kepada aktiviti fizikal dengan intensity tinggi dimana tuntutan oksigen diatas level yang boleh disuplai selama pelaksanaan latihan. G. Muscular Strength Muscular strength adalah usaha yang maxsimum dari sebuah atau sekelompok otot yang digunakan dalam satu kali kontraksi. Muscular strength akan berkembang baik melalui latihan dengan intensiti yang tinggi. Jumlah kerja yang harus diselsaikan dalam latihan menggunakan istilah repetisi dan set dan Istilah peratus dari 1 Repetisi Maksimum (RM) untuk 10 repetisi, dan 10 repetisi mewakili 1 set latihan. Satu RM adalah mewakili beban terberat yang boleh diangkat.
76
H. Muscle Contraction and Resistance Training Static Training ( Isometris) Kontraksi isometric (panjang otot tetap) adalah kontraksi dimana otot menghasilkan regangan tetapi tidak memendekkan, karena tahanan melebihi kuasa kontraktil yang dihasikan dari latihan otot. Pengembangan kuasa optimum dari kontraksi isometric terjadi pada 5 – 10 set dari 6 saat kontarksi pada 100 peratus tenaga maksimum. Latihan isometrik berkesan untuk Meningkatkan kuasa. I. Dynamic Exercise Isotonic Training Pergerakan isotonic terdiri dari concentric dan eccentric. Kontraksi konsentrik terjadi ketika otot memendek sebagai pengembangan dari peregangan untuk mengatasi tahanan luar. Kontraksi eksentris terjadi ketika otot memanjang dan tahanan secara perlahan pada posisi awal. J. Variable Resistance Trainning Alatan Variable resistance training dikembangkan karena latihan isotonic tidak maksimum menekan seluruh otot untuk bergerak. Angkatan beban maksimum secara isotonic terbatas pada titik lemah system pengungkit kerangka otot. Beban Nampak sangat ringan pada satu titik pergerakan sendi tertentu, dan sagat beran di bahagian yang lain. Pada kenyataannya, beban adalah tetap dan sistema pengungkit tulang manusia berubah. K. Free Weight Trainning Latihan isotonic dengan beban bebas selanjutnya menjadi metode yang tepat untuk membangun kuasa. Latihan beban bebas mempunyai banyak manfaat, untuk atlet, ini boleh menghasilkan fleksibiliti dalam pembangunan kuasa, karena pergerakan tidak membatasi jalan. L. Isokinetic Training Latihan tahanan isokinetic meliputi gerakan dinamis dalam alatan latihan yang menghasilkan tahanan maksimum. Otot terdiri dari tiga tipe serabut : (1) tipe I atau slow-twitch oxidative fibers (SO);(2) jenis II a atau fast-twitch oxidative glycolitic fibers (FOG); (3) jenis IIb atau fast-twitch glycolitic fibers (FG). Jenis serabut tersebut boleh diidentifikasi melalui kecepatan kontraksi dan sumber energy utama yang digunakan. slow-twitch oxidative fibers mengandalakan aerobic atau
77
sistema oksigen. Serabut ini bertanggung jawab untuk latihan dan aktiviti aerobic atau sifat dasar daya tahan. fast- twitch oxidative glycolitic fibers berkontraksi lebih cepat dari tipe serabut I dan mampu menggunakan oksigen tetapi tida seefisien tipe I. serabut ini membantu latihan yang memerlukan kedua-dua energi aerobic dan anaerobic. fast-twitch glycolitic fibers memeiliki kontraksi yang paling cepat. M. Circuit Resistance Training. Circuit Resistance Training (CRT) sangat efektif untuk orang yang menghendaki pembangunan beberapa dimensi kecergasan secara simultan. Kuasa dan daya tahan otot, berubah menjadi komposisi badan, dan perbaikan pada daya tahan cardiorespiratory boleh dicapai secara bersamaan. N. Muscular Endurance Muscular endurance adalah usaha otot melawan tahanan submaksimal secara berulang-ulang. Daya tahan otot Isometric atau dinamik adalah kemampuan untuk menahan atau menekan kontraksi submaksimal dalam waktu tertentu.
78
ALAT BANTU MENINGKATKAN PERFORMANCE DALAM OLAHRAGA
1. Dumbbell Dumbbell adalah seperangkat peralatan latihan beban yang terdiri dari sepotong bar pendek dengan lempengan beban pada setiap sisinya dan digunakan dalam latihan-latihan menggunakan satu lengan tangan (Baechle, Thomas R, 2003:XII). Dumbbell yang digunakan untuk melatih kelentukan pergelangan tangan dengan berat 0,5 kg dan 1 kg. Jenis latihan dumbbell yang digunakan yaitu latihan dumbbell wrist. Dumbbell wrist adalah latihan melentukkan pergelangan tangan menggunakan beban sebuah dumbbell dengan cara melakukan gerakan flexy dan ekstensi. Semakin lentuk pergelangan tangan maka akan mempermudah pemain melakukan pukulan dan pukulan yang dihasilkan maka semakin baik pula. 1. Tahap pelaksanaan (FX Erwin Santoso, 2010:15): a. Posisi duduk dan badan condong ke depan b. Tempelkan lengan ke bangku/meja dengan telapak tangan menghadap atas memegang dumbbell c. Gerakkan pergelangan tangan ke atas untuk mengangkat dan ke bawah menurunkan dumbbell d. Tarik nafas untuk menaikkan beban dan hembuskan untuk menurunkan beban
79
2.
GYMBALL
a.
Latihan untuk Meningkatkan Stamina Latihan ini juga bisa kamu lakukan sebagai pemanasan sebelum memulai latihan kekuatan. Lakukan masing-masing gerakan selama 1 menit. - Pertama-tama, duduk di atas gym ball, lalu melompatlah hingga badan terpantulpantul di atasnya. Latihan ini juga bermanfaat untuk meningkatkan keseimbangan tubuh. - Selanjutnya, pegang bola dengan kedua tangan di depan dada, angkat hingga berada di atas kepala, turunkan, dan ulangi beberapa kali. - Masih pegang bola dengan kedua tangan di depan dada, kali ini putar melingkar ke kiri dan ke kanan sebatas pinggang.
b.
Latihan untuk Mengencangkan Otot Gym ball dapat menjadi alat bantu untuk melakukan latihan berbagai otot tubuh, mulai dari otot dada, punggung perut sampai kaki. Buat kamu yang ingin mengecilkan perut, cocok sekali berlatih dengan menggunakan gym ball. - Press-up. Latihan ini bertujuan untuk mengencangkan otot dada dan tricep. Caranya, letakkan kedua tangan di atas gym ball dengan tubuh tetap lurus. Turunkan dada ke arah bola dan jaga kedua siku tetap di samping, bukan dibuka ke samping. Kemudian kembali ke posisi awal. Gerakan ini mirip seperti push up, tapi menggunakan gym ball. - Jackknife. Latihan ini bertujuan untuk mengencangkan otot perut, punggung, dan lengan. Caranya, posisikan tubuhmu seperti posisi push up, namun dengan kedua kaki diletakkan di atas gym ball dan kedua tangan menyentuh lantai serta dibuka selebar bahu. Posisi tubuh lurus dari kepala sampai tumit. Kemudian gunakan otot perutmu untuk menarik kedua lutut ke arah dada tanpa mengangkat bagian belakang.
80
c.
Latihan untuk Melenturkan Badan Selain keseimbangan dan kekuatan otot, gym ball juga dapat membantu meningkatkan kelenturan tubuh. Melakukan pemanasan dengan menggunakan gym ball juga bisa mencegah terjadinya cedera saat latihan. Kamu bisa lakukan gerakan berikut ini selama 10-20 detik untuk kelenturan badan: - Sandarkan tubuh secara menyamping di atas bola dengan bagian pinggul dan paha menyentuh bola. Usahakan tangan menyentuh lantai dan rasakan otot lengan dan kaki tertarik. - Selanjutnya, posisikan tubuh telentang di atas bola dengan kedua tangan terulur ke samping kanan dan kiri seolah sedang menarik sesuatu. Gerakan ini dapat membantu merilekskan otot-otot tubuh yang tegang. - Selanjutnya, sambil duduk di atas bola dan menjaga kedua lutut tetap diam, gerakkan pinggul ke kanan dan kiri dan jaga bola tetap diam. Tahan selama beberapa saat ketika kamu menggerakan pinggul ke samping untuk meregangkan tubuh bagian atas dengan lembut.
81
DAFTAR ISI Collado, H., & Fredericson, M. (2010, July). Patellofemoral pain syndrome. Clinics in Sports Medicine, 29(3), 379-398 http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S027859191000027X Management of patellofemoral pain syndrome. (2007, January 15) http://www.aafp.org/afp/2007/0115/p194.html Patellofemoral disorders: An overview. (2016, October 26) https://www.hss.edu/conditions_patellofemoral-disorders-overview.asp Petersen, W., Ellermann, A., Gösele-Koppenburg, A., Best, R., Rembitzki, I. V., Brüggemann, G.-P., … Liebau, C. (2014, October). Patellofemoral pain syndrome. Knee Surgery, Sports Traumatology, Arthroscopy, 22(10), 2264-2274 https://link.springer.com/article/10.1007/s00167-013-2759-6 Abdurrasyid, 2018, Modul praktikum, Universitas Esa Unggul. https://med.unhas.ac.id/fisioterapi/wp-content/uploads/2016/12/PENGUKURANROM.pdf
82
83