MODUL MI-2.Pengelolaan B3 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • irvan
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA MATERI INTI 2.k (MI-2.k) PELAKSANAAN UPAYA KESEHATAN KERJA (Pengelolaan Bahan Bebahaya dan Beracun / B3)



KEMENTERIAN KESEHATAN RI BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



MATERI INTI – MI 2.k PENGELOLAAN BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3)



I.



DESKRIPSI SINGKAT Produksi dan penggunaan bahan beracun berbahaya (B3) di berbagai jenis industri tidak lepas dari besarnya penggunaan dan manfaat bahan tersebut dalam kehidupan manusia sehari-hari. Namun karena potensi bahaya yang terkandung dalam bahan tersebut, baik bahaya terhadap keselamatan, kesehatan maupun lingkungan, maka pengelolaannya harus mengikuti kaidah manajemen risiko dimana bahaya harus diidentifikasi, risiko harus diukur dan dikendalikan. Selain itu, peraturan mengenai pengelolaan B3 dan limbah B3 telah diatur dan harus diikuti dalam rangka menurunkan risiko dan dampak negatif dari bahan dan limbah B3 tersebut. Kegagalan dalam mengendalikan bahaya kimia dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap manusia, aset perusahaan, lingkungan, warga sekitar dan sebagainya seperti yang telah terjadi pada beberapa kasus kecelakaan bahan kimia di beberapa industri.



II. TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) dan pengendalian limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3). Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu: 1. Menjelaskan kewajiban pelaku usaha terkait Bahan Beracun Berbahaya (B3) sesuai dengan peraturan yang berlaku 2. Menyusun kebijakan, pedoman, prosedur, dan instruksi kerja terkait penyediaan pengangkutan, penyimpanan, penanggulangan, kontaminasi dan tanggap darurat Bahan Beracun Berbahaya (B3) di tempat kerja 3. Melakukan pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) 4. Menjelaskan pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) 5. Memantau pengelolaan limbah



1 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut: Pokok bahasan 1. Kewajiban pelaku usaha terkait Bahan Beracun Berbahaya (B3) sesuai dengan peraturan yang berlaku Pokok bahasan 2. Penyusunan kebijakan, pedoman, prosedur, dan instruksi kerja terkait penyediaan pengangkutan, penyimpanan, penanggulangan kontaminasi dan tanggap darurat Bahan Beracun Berbahaya (B3) di tempat kerja Pokok bahasan 3.Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Sub pokok bahasan : a. Identifikasi Bahan Beracun Berbahaya (B3) di tempat kerja b. Pengkajian risiko Bahan Beracun Berbahaya (B3) di tempat kerja c. Penentuan metode pengendalian yang tepat untuk Bahan Beracun Berbahaya (B3) d. Penanganan tumpahan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Pokok bahasan 4. Pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Sub pokok bahasan : a. Jenis – jenis Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) b. Identifikasi Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) c. Teknik Pengelolaan Limbah d. Penanganan Tumpahan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Pokok bahasan 5. Pemantauan pengelolaan limbah



IV. BAHAN BELAJAR 1.



Hand Out materi pengelolaan bahan beracun berbahaya dan pengendalian limbah bahan beracun berbahaya 2. Copy peraturan dan perundangan terkait pengelolaan B3 dan limbah B3



V. LANGKAH/PROSES KEGIATAN PEMBELAJARAN Langkah 1. Pengkondisian (5 menit) Langkah pembelajaran: a. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan.



2 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



b. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok bahasan sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Materi (120 menit) Langkah pembelajaran: a. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran dan pokok bahasan. (5 menit) b. Fasilitator menjelaskan isi materi pembelajaran dan sekaligus memfasilitasi diskusi/tanya jawab. (70 menit) c. Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok dan memberikan lembar tugas berupa pertanyaan/ilustrasi studi kasus. (5 menit) d. Fasilitator memfasilitasi presentasi hasil tugas kelompok dan sekaligus diskusi/tanya jawab (35 menit) e. Sebelum sesi diskusi ditutup, fasilitator melakukan refleksi dengan menanyakan kepada peserta apakah masih ada yang akan didiskusikan untuk memenuhi harapan yang sudah disampaikan. Berikan apresiasi terhadap peran aktif peserta dan atau kelompok peserta selama proses pembelajaran. (5 menit) Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan (10 menit) Langkah pembelajaran: a. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran. b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan. c. Fasilitator membuat kesimpulan.



VI. URAIAN MATERI Pokok bahasan 1. KEWAJIBAN PELAKU USAHA TERKAIT BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3) SESUAI DENGAN PERATURAN YANG BERLAKU Aktivitas manusia yang menggunakan berbagai bahan dan peralatan akan menghasilkan limbah. Penggunaan bahan beracun dan berbahaya (B3) dapat menghasilkan limbah B3 yang bila tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan dampak negative baik terhadap manusia maupun lingkungan.Beberapa contoh kasus pencemaran B3 dan dampaknya disajikan pada Tabel 1. Dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan wajib dikelola dan diatur oleh undang-undang (UU no 32 Tahun 2009) Pasal 67: Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup



3 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Pasal 68: Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban: a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan c. Mentaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau criteria baku kerusakan lingkungan hidup Tabel 1: Beberapa Kasus Pencemaran Lingkungan Akibat Aktivitas Manusia KASUS LINGKUNGAN



PENYEBAB



Musibah Minamata, Jepang



Pencemaran air laut karena pembuangan logam berat (merkuri dan kadnium)



Kasus PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR) Tahun 2005



Pencemaran teluk Buyat oleh kontaminan arsenic dan merkuri diangkat oleh LSM, meskipun akhirnya tidak terbukti setalah hasil penelitian dari trim ahli internasional yang membuktikan bahwa kadar arsenic dan merkuri di teluk buyat berada dibawah nilai ambang batas lingkungan.



Bophal India



Terlepasnya Metil isocyanate (MIC) ke lingkungan menyebabkan kematian dan cedera kepada lebih dari 600.000 jiwa



Terkait produksi dan pengemasan ulang B3, peraturan menteri perindustrian No 23 Tahun 2013, kewajian pelaku usaha diatur dalam pasal 11 dan larangannya di atur dalam pasal 12 sbb: Pasal 11: (1) Setiap pelaku usaha yang memproduksi bahan kimia dan/atau produk konsumen wajib: a. menentukan klasifikasi bahaya bahan kimia dan/atau produk yang diproduksinya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 b. Mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 pada kemasan bahan kimia dan/atau produk c. Membuat LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal ( pada setiap bahan kimia dan/atau produk; dan d. melakukan kaji ulang LDK dan label setiap ada perubahan atau paling sedikit setiap 5 (lima) Tahun sekali (2) Setiap pelaku usaha yang melakukan pengemasan ulang bahan kimia, wajib untuk: a. Mencantumkan label sebagaimana dimaksuda dalam Pasal 5



4 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



b. Mencantumkan nama dan alamat pengemas ulang, dan berat/volume bersih bahan kimia yang dikemas ulang; dan c. Menyertakan LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 untuk setiap bahan kimia (3) Setiap pelaku usaha yang telah melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pembina Industri atas penerapan GHS pada label dan LDK untuk setiap produknya (4) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini. Pasal 12 (1) Setiap pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang tidak sesuai/menyesatkan pada label dan LDK bahan kimia yang diproduksinya (2) Setiap pelaku usaha dilarang memproduksi bahan kimia tanpa mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (3) Setiap pelaku usaha dilarang memproduksi bahan kimia tanpa disertai LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9



Tabel 2.Peraturan yang berlaku terkait pengelolaan B3 dan limbah B3 PERATURAN



ISI



Peraturan Menteri Perindustrian No 71/M-IND/PER/7/2009 Peraturan Menteri Perdagangan No 44/M-DAG/PER/9/2009 jo 23/MDAG/PER/9/2011 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 03 Tahun 2008 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 14 Tahun 2013 Peraturan Menteri Perindustrian No 87/M-IND/PER/9/2009 Undang-undang No 32 Tahun 2009 Undang-undang No 18 Tahun 2008



Jenis industri yang mengolah dan menghasilkan B3 dan jenis industri teknologi tinggi yang strategis Pengadaan, distribusi dan pengawasan bahan berbahaya



PP No 18 jo 85 Tahun 1999



Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Bahan Berbahaya dan Beracun Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 Dokumen Limbah B3



PP No 74 Tahun 2001 Kep No. 01/BAPEDAL/09/1995 Kep No. 02/BAPEDAL/09/1995



Tata cara pemberian simbol dan label B3 Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Sistem harmonisasi global klasifikasi dan label pada bahan kimia Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan sampah



5 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



PERATURAN Kep No. 03/BAPEDAL/09/1995 Kep No. 04/BAPEDAL/09/1995



Kep No. 05/BAPEDAL/09/1995 Kep No. 03/BAPEDAL/01/1998 Kep No. 04/BAPEDAL/01/1998



ISI Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3 Sampel dan Label Limbah B3 Penetapan Kemitraan dalam Pengolahan Limbah B3 Penetapan Prioritas Limbah B3



Pokok bahasan 2. PENYUSUNAN KEBIJAKAN, PEDOMAN, PROSEDUR, DAN INSTRUKSI KERJA TERKAIT PENYEDIAAN, PENGANGKUTAN, PENYIMPANAN, PENANGGULANGAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3) DI TEMPAT KERJA Dalam rangka pengelolaan B3, pendekatan PDCA, Plan-Do-Check-Act, harus diterapkan, dan pengelolaan B3 ini tidak akan berhasil tanpa adanya komitmen dari manajemen puncak. Oleh karena itu, komitmen manajemen yang dituangkan dalam bentuk kebijakan, dan diturunkan ke dalam pedoman, prosedur dan instruksi kerja yang melibatkan bahan B3 menjadi sangat penting. Gambar 1 adalah contoh prosedur kerja untuk penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan limbah B3 klinis Golongan B (syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya).



6 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



a) Penyimpanan Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya : • Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat. • Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah. • Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci. • Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus. • Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin) • Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan. b) Pengangkutan Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong. Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga : • Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus • Tidak akan menjadi sarang serangga • Mudah dibersihkan dan dikeringkan • Sampan tidak menempel pada alat angkut • Sampah mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain : • Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa. • Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah. c) Pengolahan Pengolahan B3 langsung di tempat biasanya menggunakan insinerator d) Pembuangan Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan dengan incinerator. Gambar 1. Contoh prosedur kerja untuk penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan limbah B3 klinis Golongan B (Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya).



7 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Pokok bahasan 3. PENGELOLAAN BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3)



Identifikasi



Pengkajian Risiko (Risk assessment)



Hierarki pengendalian



Komunikasi bahaya dan risiko



•Identifikasi bahaya bahan kimia atau B3 dari: •Label bahan kimia •Lembar data keselamatan •database bahaya bahan kimia (ATSDR; hazardous substance information system, NICNAS, dll •Membuat inventarisasi bahan kimia, prosedur penyimpanan, penggunaan, penanganan kontaminasi, tanggap darurat, dll dari bahan kimia/B3



•wujud bahan: yang dapat menghasilkan airborne akan lebih berbahaya •Rute pajanan: absorpsi via inhalasi lebih diutamakan untuk risk assessment •Dose-response •Konsentrasi pajanan •jenis pekerjaan



•Eliminasi •Substitusi •Segregasi •Ventilasi/ Rekayasa Engineering •Administrative/prosedur kerja •Alat pelindung diri (APD)



•komunikasi antara pekerja, supervisor dan manajer mengenai bahaya kimia yang ada di tempat kerja •komunikasi tentang data monitoring pajanan



Gambar 2. Pengelolaan bahan kimia/B3



A. Identifikasi Bahan Beracun Berbahaya (B3) Di Tempat Kerja Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya (PermenLH No03 Tahun 2008,Pasal 1).



8 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Adapun klasifikasi B3,menurut PermenLH No 03 Tahun 2008 Pasal 2 adalah sebagai berikut: ▪ Mudah meledak (explosive) ▪ Pengoksidasi (oxidizing) ▪ Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) ▪ Sangat mudah menyala (highly flammable) ▪ Mudah menyala (flammable) ▪ Amat sangat beracun (extremely toxic) ▪ Sangat beracun (highly toxic) ▪ Beracun (toxic) ▪ Berbahaya (harmful) ▪ Iritasi (irritant) ▪ Korosif (corrosive) ▪ Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to environment) ▪ Karsinogenik (carcinogenic) ▪ Teratogenik (teratogenic) ▪ Mutagenic (mutagenic), dan ▪ Bahaya lain berupa gas bertekanan (pressure gas) Dengan ditetapkannya sistem harmonisasi global (Globally harmonized system/GHS) mengenai klasifikasi bahan kimia, pemerintah Indonesia telah mengadopsi GHS yang dituangkan dalam Permenperind no 23 Tahun 2013. Dalam GHS, bahan kimia di klasifikasikan berdasarkan sifat bahaya nya (Bahaya fisik, bahaya kesehatan dan bahaya lingkungan) sebagai berikut: Bahaya Fisik



a. b.



Eksplosif Gas mudah menyala (termasuk gas yang tidak stabil secara kimiawi/ chemically unstable gas) c. Aerosol d. Gas pengoksidasi e. Gas di bawah tekanan f. Cairan mudah menyala g. Padatan mudah menyala h. Bahan kimia tunggal & campuran yang dapat bereaksi sendiri (swa reaksi) i. Cairan piroforik j. Padatan piroforik k. Bahan kimia tunggal atau campuran yang menimbulkan panas sendiri (swa panas) l. Bahan kimia tunggal atau campuran yang apabila kontak dengan air melepaskan gas mudah menyala m. Cairan pengoksidasi n. Padatan pengoksidasi o. Peroksida organik p. korosif pada logam



9 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Bahaya terhadap kesehatan



Bahaya terhadap lingkungan



a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. a. b. c.



Toksisitas akut Korosi/iritasi kulit Kerusakan mata serius/iritasipada mata Sensitisasi saluran pernafasan atau pada kulit Mutagenisitas pada sel nutfah Karsinogenisitas Toksisitas terhadap reproduksi Toksisitas pada organ sasaran spesifik setelah paparan tunggal Toksisitas pada organ sasaran spesifik setelah paparan berulang; dan Bahaya aspirasi Bahaya akuatik akut atau jangka pendek Bahaya akuatik kronis atau jangka panjang; dan Berbahaya terhadaplapisan ozon



Cara mengidentifikasi potensi bahaya dari bahan kimia atau B3 dapat dilihat dari: 1. Label bahan kimia Adapun label bahan kimia, harus terdiri atas: ▪ Identitas bahan kimia ▪ Pictogram bahaya (lampiran 1) ▪ Kata sinyal ▪ Pernyataan bahaya ▪ Pernyataan kehati-hatian; dan ▪ Identitas produsen dan/atau pemasok atau importer



Gambar 3. Contoh Label Bahan Kimia



10 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



2. Lembar data keselamatan (LDK) bahan kimia atau B3 tersebut Setiap bahan kimia yang diproduksi, harus memiliki LDK. Sehingga setiap bahan kimia yang masuk ke suatu tempat kerja pun harus disertakan LDK nya. LDK dari suatu bahan kimia akan memiliki informasi penting sebagai berikut: ▪ Identifikasi senyawa (tunggal atau campuran) ▪ Identifikasi bahaya ▪ Komposisi/informasi tentang bahan penyusun senyawa tunggal ▪ Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan ▪ Tindakan pemadaman kebakaran ▪ Tindakan penanggulanganjika terjadi tumpahan dan kebocoran ▪ Penanganan dan penyimpanan ▪ Kontrolpaparan/perlindungan diri ▪ Sifat fisika dan kimia ▪ Stabilitas dan reaktifitas ▪ Informasi toksikologi ▪ Informasi ekologi ▪ Pembuangan limbah ▪ Pertimbangan pembuangan/pemusnahan ▪ Informasi yang berkaitan dengan regulasi ▪ Informasi lain 3. Mencari informasi melalui database yang tersedia secara online dan free Berikut adalah beberapa link yang memberikan informasi terkaita bahaya dari suatu bahan kimia atau B3: ▪ www.atsdr.cdc.gov ▪ hsis.safeworkaustralia.gov.au ▪ www.nicnas.gov ▪ www.cdc.gov/niosh/nmam ▪ https://www.osha.gov/chemicaldata/ Informasi lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya kimia atau B3 yang ada di tempat kerja adalah: ▪ Data insiden di tempat kerja ▪ Hasilpengkajian risiko sebelumnya ▪ Informasi dari asosiasi ▪ Dll 4. Inventarisasi bahan kimia atau B3 di tempat kerja Inventarisasi bahan kimia di suatu tempat kerja sangat penting untuk dibuat guna mengetahui jenis, dan jumlah bahan kimia dan atau B3 yang ada di tempat kerja, dan digunakan di area mana. Tabel 3 adalah contoh formulir inventasisasi bahan kimia di tempat kerja:



11 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Tabel 3. Contoh formulir inventarisasi bahan kimia di tempat kerja No



Nama bahan kimia/B3



Jenis bahaya



Area kerja dimana bahan kimia / B3 digunakan



Kuantitas



Rute pajanan



Pengkajian risiko



LDK (ada/tidak)



1. 2. 3. 4. 5. dst



B. Pengkajian risiko Bahan Beracun Berbahaya (B3) di tempat kerja Bila terdapat bahan kimia dan atau B3 digunakan di tempat kerja, maka perlu dilakukan pengkajian risiko penggunaan material tersebut. Beberapa pertanyaan dasar yang harus dijawab dalam pengkajian risiko (risk assessment) adalah: ▪ Identifikasi pekerja yang berisiko terpajan bahan kimia ▪ Tentukan sumber pajanan dan proses yang menyebabkan risiko tersebut muncul ▪ Identifikasi metode pengendalian apa yang perlu diimplementasikan ▪ Lakukan pengecekan terhadap efektifitas metode pengendalian yang ada Tahapan dalam melakukan pengkajian risiko dapat dilihat di Gambar 4. Checklist untuk pengkajian risiko dapat dilihat di Tabel 5.



12 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Gambar 4. Tahapan dalam pengkajian risiko bahan kimia/B3 di tempat kerja



Tabel 5. Contoh checklist pengkajian risiko adaah sebagai berikut: No 1 2 3 4



Pertanyaan Apakah pengkajian risiko perlu dilakukan Apakah telah ditentukan siapa yang akan melakukan pengkajian risiko? Apakah semua bahan kimia yang ada di tempat kerja telah diidentifikasi? Apakah register bahan kimia/B3 telah dibuat? Apakah semua informasi tentang B3 telah dikumpulkan? (label, LDK, dll)



13 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



Ya



Tidak



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



No Pertanyaan Ya Pertanyaan 5-9 harus dijawab untuk setiap bahan kimia atau proses dimana bahan tersebut digunakan di tempat kerja 5 Apakah ada laporan lain terkait bahan kimia/B3? (hasil pengkajian sebelumnya, laporan insiden dan accident, training, dll). Jika ya, apakah ada bahan kimia/B3 yang teridentifikasi sebagai risiko tinggi atau signifikan? 6 Apakah bahan kimia/B3 memiliki potensi bahaya kesehatan? 7 Apakah bahan kimia/B3 memiliki potensi bahaya fisik-kimia? 8 Apakah bahan kimia/B3 memiliki nilai standard pajanan? 9 Apakah pekerja yang bekerja dengan bahan kimia/B3 memerlukan monitoring kesehatan? Jika ya, monitoring udara kerja mungkin diperlukan 10 Apakah pekerja dapat atau berpotensi terpajan oleh bahan kimia/B3 di tempat kerja, termasuk limbah dan produk antara (by product)? Apakah bahan kimia dilepaskan ke lingkungan kerja? Apakah ada pekerja yang terpajan? Berapa konsentrasi pajanannya dan berapa lama pajanannya? (Monitoring udara kerja mungkin diperlukan) Apakah ada risiko dari penyimpanan dan transportasi/pemindahan bahan kimia/B3? 11 Apakah metoda pengendalian yang telah ada di tempat ekrja dipelihara dengan baik dan efektif mengendalikan bahaya? (Bila tidak maka harus dilakukan peningkatan) 12 Bagaimana kesimpulan tentang risiko bahan kimia/B3? Kesimpulan 1: Risiko tidak signifikan Kesimpulan 2: Risiko signifikan namun terkontrol dengan efektif Kesimpulan 3: Risiko signifikan dan belum terkontrol dengan baik Kesimpulan 4: Risiko belum bisa dipastikan 13 Apakah aksi terkait kesimpulan tentang risiko telah diidentifikasi? Mencari saran dari ahli Memerlukan metode pengendalian yang tepat Memerlukan training induksi (induction training) Memerlukan monitoring yang terus menerus Memerlukan monitoring kesehatan Memerlukan prosedur kedaruratan dan pertolongan pertama 14 Apakah pengkajian telah dilaporkan?



Risiko pajanan bahan kimia di tempat kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor: a. Bentuk fisik bahan kimia tersebut b. Sifat kimia fisik dan toksisitas nya c. Rute pajanan (inhalasi, absorpsi kulit, ingesti atau injeksi) d. Konsentrasi pajanan e. Jumlah orang terpajan f. dll



14 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



Tidak



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



C. Penentuan metode pengendalian yang tepat untuk Bahan Beracun Berbahaya (B3) Dalam menggunakan bahan kimia/B3, metode pengendalian yang dapat diimplementasikan guna melindungi kesehatan keselamatan pekerja adalah mengikuti hierarki pada gambar 5.



Eliminasi Substitusi Segregasi/isolasi Rekayasa teknik Pengendalian administratif Alat pelindung diri



Gambar 5. Hierarki pengendalian bahaya kimia



D. Penanganan tumpahan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Tumpahan limbah B3 merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan yang harus ditangani dengan cepat dan tepat agar tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.74 Tahun 2001, pasal 24 disebutkan bahwa, “Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 ataupun kegiatan berbahaya lainnya wajib menanggulangi terjadinya kecelakaan/keadaan darurat.” Diperjelas pula pada pasal 25 (a) disebutkan bahwa kegiatan isolasi/mengamankan tempat terjadinya kecelakaan adalah hal penting diupayakan pada saat terjadi keadaan darurat. Kondisi gawat darurat tumpahan limbah B3 dapat terjadi akibat proses berikut : a. Gagal proses Kondisi ini terjadi apabila instalasi pengolahan air limbah (IPAL) gagal mencapai efisiensi kerjanya. Hal ini berdampak pada standar effluent yang melebihi baku mutu ketika masuk ke badan air sehingga limbah yang masuk ke lingkungan masih bersifat bahan berbahaya dan beracun. Kegagalan proses biasanya terjadi akibat kerusakan sistem pengolahan limbah atau kondisi ekstrem kualitas air limbah yang keluar dari sistem produksi. b. Kerusakan komponen dan konstruksi IPAL Kerusakan komponen dan konstruksi IPAL menyebabkan tumpahan air limbah dan mengalirnya limbah ke lingkungan (tanah, sungai)



15 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



c. Kerusakan dan kebocoran wadah limbah B3 Ini terjadi apabila penyimpanan sementara limbah B3 tidak sesuai dengan kondisi standar sehingga memungkinkan terjadinya kontak dengan aktifitas lain. Selain itu, tumpahan juga dapat terjadi akibat kurang telitinya petugas dalam pengemasan dan pendistribusian limbah B3. Perancangan dan penanggulangan kondisi gawat darurat tumpahan limbah B3 terdiri dari beberapa hal : 1. Perencanaan sistem tanggap darurat tumpahan limbah B3 Perencanaan mengenai sistem tanggap darurat tumpahan limbah B3 dilakukan dengan mengidentifikasi informasi : ▪ Kemungkinan bahaya ▪ Sistem peringatan bahaya ▪ Manajemen dan kontrol ▪ Komunikasi ▪ Pusat organisasi tanggap darurat ▪ Prosedur pemindahan/evakuasi ▪ Tim tanggap darurat 2. Pendidikan dan pelatihan petugas Pendidikan dan pelatihan diperlukan agar petugas menjadi terampil dan terlatih dalam menanggulangi apabila terjadi kondisi gawat darurat 3. Penanggulangan saat terjadi kondisi gawat darurat Penanggulangan kondisi gawat darurat dilakukan oleh tim tanggap darurat yang telah ditunjuk secara definitif oleh pihak manajemen dan terlatih melalui pelatihan. 4. Pemindahan dan penanggulangan Pemindahan dan penanggulangan tumpahan limbah B3 dapat dilakukan oleh tim tanggap darurat melalui standard operational procedure (SOP) penanganan tumpahan limbah B3 yang telah ditentukan. Penanganan meliputi proses evakuasi, pembersihan hingga pemindahan limbah B3 ke tempat yang lebih aman.



Pokok bahasan 4. PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3) A. Jenis – jenis Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Limbah adalah bahan sisa dari suatu kegiatan produksi baik yang berasal dari kegiatan industri, medis, maupun rumah tangga (domestik). Limbah dapat berupa limbah padat (sampah) dan limbah cair. Secara garis besar, menurut kelompok sifatnya limbah dapat dibedakan menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah non-B3.



16 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Seperti yang telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah No. 18 jo 85 Tahun 1999 merupakan sisa suatu usaha/kegiatan yang sifatnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan hidup, berbahaya bagi kesehatan manusia, dan berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Sifat bahan-bahan tersebut dapat berupa bahan yang mudah terbakar (flammable), mudah meledak (explosive), beracun (toxic), korosif, atau penyebab kanker (carcinogenic). Wujud limbah B3 dapat dibedakan atas tiga bentuk : a. Limbah B3 padat Contoh : Batterai yang mengandung kadmium b. Limbah B3 cair Contoh : oli bekas c. Limbah B3 gas Contoh : senyawa amonia Berdasarkan sumbernya, jenis limbah B3 dapat dibedakan menjadi tiga : a. Limbah B3 dari sumber spesifik Limbah B3 yang berasal dari aktifitas utama suatu usaha/kegiatan tertentu. Contoh : Industri pestisida yang menghasilkan logam berat seperti As, Pb, Hg, Cu, Zn, Th. b. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik Limbah B3 yang berasal dari aktifitas sampingan suatu usaha/kegiatan tertentu. Contoh : pekerjaan bengkel di suatu industri yang menghasilkan oli bekas. c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Sedangkan berdasarkan jenis kegiatannya, limbah B3 dibagi berdasarkan : 1. Limbah B3 industri Limbah B3 industri dapat berupa logam berat dan zat kimia berbahaya lainnya yang berasal dari kegiatan industri seperti pertambangan minyak dan gas bumi, pestisida, pupuk, elektronik, industri farmasi dan kimia, plastik, cat, dan tekstil. 2. Limbah B3 medis Limbah B3 medis dapat berupa sisa obat-obatan, jarum suntik, potongan tubuh manusia, bekas perban, atau limbah laboratorium yang terutama berasal dari kegiatan rumah sakit dan klinik. 3. Limbah B3 rumah tangga (domestik) Limbah B3 rumah tangga pada umumnya adalah bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan kegiatan rumah tangga seperti disinfektan, oli bekas, obat anti nyamuk, insektisida, dan baterai.



17 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



B. Identifikasi Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999, limbah B3 diidentifikasi melalui tahapan berikut : 1. Toxitity Characteristic Leaching Procedure(TCLP) atau disebut juga dengan uji kharakteristik. Pada tahap ini suatu zat kimia diidentifikasi dengan pengkodean sesuai dengan jenis sumber B3. 2. Jika limbah B3 yang diidentifikasi tidak terdapat dalam daftar, maka dilakukan uji sifat bahan yang memenuhi kriteria : ▪ mudah meledak; ▪ mudah terbakar; ▪ bersifat reaktif; ▪ beracun; ▪ menyebabkan infeksi; dan ▪ bersifat korosif. 3. Limbah lain yang masuk dalam katergori B3 adalah limbah yang setelah diuji memiliki nilai LD50 dibawah standar yang telah ditetapkan.



C. Teknik Pengelolaan Limbah Tingginya aktifitas industri pada saat ini juga berdampak pada tinggi dan bervariasinya limbah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Limbah yang dihasilkan sebagian besar dapat digolongkan ke dalam bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan manusia apabila tercemar ke lingkungan dan tidak ditangani dengan baik. Kondisi ini mengharuskan pihak penyelenggara usaha/kegiatan untuk melaksanakan pengendalian limbah B3 berdasarkan standar dan metode tertentu sesuai dengan jenis limbah yang dihasilkan. Pengelolaan limbah B3 pada prinsipnya adalah proses mengubah karakteristik dan komposisi suatu limbah B3 untuk menghilangkan sifat berbahaya dan beracun yang terkandung dalam limbah tersebut. Limbah B3 yang telah melalui proses pengelolaan diharapkan tidak menimbulkan bahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup apabila dilepaskan ke lingkungan. Proses pengelolaan limbah B3 adalah proses yang meliputi : 1. Menghasilkan 2. Mengangkut 3. Mengedarkan 4. Menyimpan 5. Menggunakan dan atau 6. Membuang/memusnahkan



18 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Upaya pengelolaan limbah B3 dilakukan melalui berbagai pendekatan, yaitu : 1. Minimisasi Prinsip minimisasi adalah mengurangi penggunaan bahan baku (raw materials) dan pemilihan bahan yang lebih ramah lingkungan yang dimulai dari sumber proses kegiatan/usaha. 2. Recycle (daur ulang) Daur ulang limbah B3 merupakan proses merubah kegunaan suatu limbah B3 menjadi produk yang dapat digunakan kembali pada kegiatan lainnya. Penggunaan kembali suatu limbah B3 tidak dapat dilakukan pada semua jenis limbah B3 mengingat banyak sifat limbah B3. 3. Perlakuan limbah Limbah B3 diberi perlakuan dengan teknologi tertentu untuk menghilangkan sifat berbahaya dan beracunnya. Perlakuan limbah juga dapat dilakukan dengan memisahkan jenis zat tertentu untuk digunakan kembali pada kegiatan/usaha lainnya. 4. Pembuangan dan pemusnahan Merupakan pilihan terakhir dari suatu kegiatan pengelolaan limbah B3.



Minimisasi



Recycle



Perlakuan limbah



Pemusnahan



Gambar 6. Pendekatan pengelolaan limbah B3



Pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan melalui proses fisika, kimia, dan bioteknologi. Setiap pilihan proses memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan limbah yang dihasilkan. 1. Proses fisika Pembersihan dan penyaringan gas, penyerapan basah, absorpsi dengan karbon aktif 2. Proses kimia ▪ Reduksi-oksidasi ▪ Elektrolisis ▪ Netralisasi ▪ Pengendapan



19 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



▪ Solidifikasi ▪ Absorpsi ▪ Pirolisis ▪ Elektrolisis 3. Proses bioteknologi ▪ Fermentasi aerobik ▪ Fermentasi anaerobik ▪ Bioremediasi Penerapan teknologi dalam pengelolaan limbah tergantung kepada karakteristik limbah B3 yang akan diolah. Setiap teknologi memiliki ciri khas dan tingkat efektifitas dan efisiensi yang berbeda pula. Berikut adalah teknologi pengelolaan limbah : 1. Insinerasi Insinerasi adalah proses pengolahan limbah B3 yang tidak dapat didaur ulang atau digunakan kembali dengan cara mendestruksi bahan limbah B3 melaui proses pembakaran. Tujuan metode ini adalah memusnahkan, mengurangi jumlah, dan menghilangkan sifat B3 dari suatu limbah B3. Alat yang digunakan untuk melalukan proses insinerasi disebut dengan insinerator. Operasi insinerator dipengaruhi oleh : - Waktu tinggal - Suhu - Tubulensi di dalam alat insinerator Jenis-jenis alat insinerator - Injeksi cairan - Rotary kiln - Tungku bentuk jantung - Fluidized bed combustion 2. Pembuangan atau penguburan Pada metode ini limbah B3 dikemas dalam wadah yang kuat dan aman untuk kemudian dikubur di dalam tanah. Metode penguburan limbah yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan metode sumur injeksi (deep well injection), kolam penyimpanan, dan sanitary landfill. 3. Pengolahan limbah cair B3 Metode ini dilakukan khusus dalam pengolahan limbah B3 yang berwujud cair. Metode ini bertujuan untuk menghilangkan sifat B3 yang terkandung dalam limbah cair hingga sesuai dengan standar dan baku mutu yang ditetapkan sebelum di buang ke badan air.



20 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Dalam pemilihan teknologi ini terdapat beberapa pertimbangan, yaitu : 1. Ketersediaan lahan 2. Ketersediaan energi (sumber daya listrik) 3. Ketersedian sumber daya manusia 4. Kemampuan pembiayaan Berikut adalah pilihan teknologi yang digunakan dalam pengolahan limbah cair B3 : a. Proses aerobik ▪ Trickling filter ▪ Activated sludge (lumpur aktif) ▪ Rotating biological contractor ▪ Oxidation ponds ▪ Oxdation ditch b. Proses anaerobik ▪ Up flow an-aerobic sludge bed (UASB) ▪ An-aerobic digestion ▪ Septic tank Contoh pengelolaan limbah medis dapat dilihat di Lampiran 2.



Pokok bahasan 5. PEMANTAUAN PENGELOLAAN LIMBAH Pemantauan pengelolaan limbah B3 dilakukan sebagai upaya dalam mengawasi proses pengelolaan limbah B3 baik secara teknis maupun administratif yang meliputi pihak penghasil, pengumpul, pemanfaat, distributor, pengolah, dan penimbun. Pemantauan dan pengawasan limbah B3 tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 pasal 47 – 52 dan keputusan kepala Bapedal No. 02 Tahun 1998 tentang tata laksana pengawasan pengelolaan limbah B3 di daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka pemantauan dan pengawasan pengelolaan limbah B3 dibagi dalam tiga kewenangan, yaitu Pemerintah Daerah Tingkat II, Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Kewenangan Bapedal. Berikut adalah ketentuan pemantauan dan pengawasan limbah B3 : 1. Pengawas ▪ Pengawasan dilakukan secara terpusat oleh Menteri Lingkungan Hidup terhadap seluruh pelaksana pengelolaan limbah B3. ▪ Pengawasan di tahap daerah dilakukan sesuai dengan keputusan kepala Bapedal No. 02 Tahun 1998 tentang tata laksana pengawasan pengelolaan limbah B3 di daerah. ▪ Pengawasan pelaksanaan sistem tanggap darurat pada tingkat nasional dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pada tingkat daerah dilaksanakan oleh



21 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II ▪ Seorang pengawas harus dilengkapi dengan tanda pengenal yang dikeluarkan oleh kepala instansi yang bertanggungjawab. Wewenang seorang pengawas limbah B3 : a. memasuki areal lokasi penghasil, pemanfaatan, pengumpulan, pengolahan dan penimbun limbah B3; b. mengambil contoh limbah B3 untuk diperiksa di laboratorium; c. meminta keterangan yang berhubungan dengan pelaksanaan pengelolaan limbah B3; d. melakukan pemotretan sebagai kelengkapan laporan pengawasan. 2. Laporan administratif Laporan mengenai proses pengelolaan limbah B3 harus disampaikan kepada Presiden paling kurang 1 kali dalam 1 Tahun dengan tembusan kepada Menteri. 3. Pemantauan kesehatan Pemantauan kesehatan merupakan bagian dari pemantauan dan pengawasan limbah B3 untuk memastikan kesehatan dan keselematan petugas pengelola limbah B3. Pemantauan kesehatan dilakukan oleh instansi pengelola limbah B3 terkait atau penanggungjawab usaha yang bersangkutan. Pengujian kesehatan dilakukan oleh lembaga/instansi yang bertanggungjawab dalam bidang kesehatan tenaga kerja.



22 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Lampiran 1 Piktogram GHS



23 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



24 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



25 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



26 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



27 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Lampiran 2 Pengelolaan Limbah Medis



1. Kategori Limbah Medis/Klinis Golongan A : ▪ Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi; ▪ Bahan linen kasus penyakit infeksi ▪ Seluruh jar tubuh manusia, hewan dari lab, dan hal lain yang berkaitan dengan swab dan dressing Pengelolaan Sampah Medis Golongan A a. Dressing bedah dan limbah medis lainnya ditampung dlm bak penampungan limbah medis, dilengkapi dengan kantong plastik diikat kuat kalau ¾ isi sudah penuh, maksimal 1 hari sekali diangkut, dimusnahkan dgn incinerator b. Prosedur yg digunakan disetujui Pimpinan jbj, Kepala Bagian Sanitasi dan Dinas Kesehatan c. Semua jar tubuh, placenta dll ditampung bak medis dalam kantong yang tepat untuk dimusnahkan dgn incinerator d. Alat lab yabg terinfeksi dimusnahkan dengan incinerator dan incinerator dioperasikan dibawah pengawasan bagian sanitasi Rumah Sakit Golongan B : ▪ Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda tajam lainnya Pengelolaan Sampah Medis Golongan B: a. Syringe, jarum, dan cartridge hendaknya dibuang dalam keadaan tertutup b. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh ( atau dengan interval maksimal tidak lebih dari 1 minggu) hendaknya diikat dan ditampung dalam bak sampah medis sebelum diangkut dan dimusnahkan dengan incinerator Golongan C : ▪ Limbah lab dan post partum, kecuali yg masuk gol. A Pengelolaan Sampah Medis Golongan C:Pembuangan sampah medis yang berasal dari unit patologi kimia, haematologi, transfusi darah, mikrobiologi, histologi dan post partum serta unit sejenisnya (binatang percobaan) dibuat dalam kode pencegahan infeksi dalam lab klinis dan ruang post mortum dan publikasi lainnya Golongan D : ▪ Limbah bahan kimia dan farmasi tertentu Pengelolaan Sampah Medis Golongan D: Barang-barang yang lebih atau produk medis baru sebagian digunakan hendaknya dikembalikan kepada petugas yang bertanggung jawab di bagian Farmasi Rumah Sakit



28 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



Golongan E : ▪ Pelapis bed-pan disposable, urinoir, incontinence, pad dan stamagbags Pengelolaan Sampah Medis Golongan E a. Kecuali yang berasal dari ruangan dengan risiko tinggi, isi sampah medis golongan E ini bisa dibuang melalui saluran air “sluicer”, WC atau unit pembuangan untuk itu b. Sampah yang tidak dapat dibuang melalui saluran air hendaknya disimpan dalam bak penampungan sampah medis dan dimusnahkan dengan incinerator 2. Pemilahan dan Pengurangan Sampah Medis a. Alur limbah harus diidentifikasi dan dipilah b. Reduksi volumelimbah merupakan proses yang kontinyu c. Pemisahan limbah B3 dari limbah lainnya pada tempat penghasil adalah kunci pembuangan yang paling baik d. Dengan limbah berada di kantong dan kontainer yang sama untuk penyimpanan, pengumpulan dan pembuangan akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dlm penanganan 3. Penampungan Sampah Medis a. Sarana penampungan limbah medis harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman, dan higienis b. Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan sampah medis yang bisa dibuang di sanitary landfill, namun pemadatan tidak boleh dilakukan pada limbah infeksius dan benda tajam 4. Pemisahan Sampah Medis Untuk memudahkan berbagai macam sampah/limbah medis yang dbuang, maka harus dilakukan pemisahan dengan memakai kantong plastik berwarna (kode warna) WARNA KANTONG



JENIS SAMPAH/LIMBAH



Hitam



Limbah rumah tangga biasa, tidak digunakan untuk menyimpan atau mengangkut limbah medis



Kuning



Semua jenis limbah yang akan dibakar di incinerator



Kuning dgn strip hitam



Jenis sampah medis yang sebaiknya dibakar tapi bisa juga dibuang di sanitary landfill bila dilakukan cara pengumpulan terpisahdan pengaturan pembuangan



Biru muda atau transparan dgn strip biru tua



Limbah untuk di autoclav (atau sejenis) sebelum pembuangan akhir



29 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



5. Kebijakan Pembuangan Sampah Medis/Klinis a. RS hendaknya menetapkan peraturan standard (protap) yang jelas untuk penanganan, penampungan, pengangkutan, dan pembuangan limbah medis/klinis b. Protap tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lokal serta perlu untuk diikuti dengan latihan sesuai dengan kategori dan fungsi tenaga yang ada c. Perlu ditetapkan seorang petugas yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan untuk pengembangan program sanitasi rumah sakit 6. Sarana Pengangkutan limbah medis a. Sangat diharapkan kendaraanyang dipakai mengangkut sampah medis dan sejenisnya hanya untuk itu saja b. Mudah diangkut dan dibongkar serta mudah dibersihkan dan dilengkapi alat pengumpul kebocoran c. Harus dipasang tanda atau kode untuk sampah medis/klinis 7. Metode Pembuangan a. Sebagian besar limbah medis / klinis dibuang dengan metode incinerator atau setelah sterilisasi (autoclave atau bahan kimia hipoklorit / permanganat) dengan sanitary landfill b. Evaluasi keberhasilan pengelolaan sampah bisa dilihat dengan indikator : ▪ akumulasi sampah tak terangkut ▪ peningkatan populasi lalat



30 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



MODUL PELATIHAN DASAR JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA



VII. REFERENSI 1. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja 3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 4. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 5. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan beracun. 6. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan dan Pengendalian B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). 7. Peraturan Menteri LH No. 03 Tahun 2008 tentang Simbol dan Label Bahan B3 8. Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. 9. Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 725 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pengangkutan B3 di Jalan 10. Pisaniello, Dino; Tape, Susane; Core body of knowledge for the generalist OHS Professional, Chemical Hazard, http://www.ohsbok.org.au/downloads/chapters/17_Chemical_hazards.pdf 11. Taylor, Geoffrey; Easter, Kellie; Hegney, Roy; 2004, Enhancing Occupational Safety and Health, Elsevier 12. Kep-68/Bapedal/05/1994 tentang Ijin untuk penyimpanan, Pengumpulan, pengoperasian alat pengolahan, pengolahan dan penimbunan akhir limbah B3. 13. Kep-01/Bapedal/09/1995 tentang prosedur dan persyaratan untuk penyimpanan dan pengumpulan limbah B3. 14. Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang prosedur dan persyaratan untuk manifest limbah bahan berbahaya dan beracun. 15. Kep-03/Bapedal/09/1995 tentang persyaratan teknis dari pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun. 16. Kep-04/Bapedal/09/1995 tentang prosedur dan persyaratan untuk pembuangan Limbah B3. 17. Kep-05/Bapedal/09/1995 tentang simbol dan label untuk limbah bahan berbahaya dan beracun. 18. Managing risk of hazardous chemicals in the workplace, http://www.safework.sa.gov.au/uploaded_files/CoPManagingRisksHazardousChemic als.pdf, diunduh tanggal 18 desember 2014



31 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN PUSDIKLAT APARATUR 2014



BAPELKES CIKARANG Jl. Raya Lemahabang No. 1, Kec. Cikarang Utara Kab. Bekasi – Jawa Barat (Tel. 021-8901075) e-mail : http://bapelkescikarang.bppsdmk.kemkes.go.id/ Di Cetak Tahun 2021